• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wrap Up Skenario 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Wrap Up Skenario 1"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Wrap-up  

PENDAKI GUNUNG

Kelompok: B-17

KETUA

: Reza Ardi Wibowo

(1102012242)

SEKRETARIS

: Sera Fajarina Yoseva

(1102012271)

ANGGOTA

: Mutiara Sandia O.

(1102012186)

Nisa Utami Ika P.

(1102012197)

Prima Eriawan Putra

(1102012212)

Rizki Fitrianto

(1102012251)

Rizkiyah Juniarti

(1102012252)

Safitri Ambar

(1102011251)

Sheila Prilia Andini

(1102012274)

Triamerly Putri Utami

(1102011300)

Yudha Kusuma Cahyadi

(1102012313)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

(2)

SKENARIO 1

PENDAKI GUNUNG

Raka, 19 tahun, adalah anggota muda pencinta alam sebuah universitas di Jakarta. Pekan lalu Raka mengikuti pelatihan teknik mendaki gunung. Saat itu dijelaskan instruktur bahwa pada ketinggian tertentu dapat terjadi kelelahan otot dan sesak nafas karena kekurangan oksigen. Oleh karena itu diwajibkan menggunakan sungkup oksigen agar terhindar dari keadaan hipoksia seluler yang apabila terus berlanjut dapat mengakibatkan kematian sel.

(3)

SASARAN BELAJAR LI 1. Memahami dan Menjelaskan Oksigen

1.1 Alur oksigen ke dalam sel 1.2 Peranan oksigen di dalam sel

1.3 Kaitan defisiensi oksigen dengan kematian sel

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin 2.1 Definisi hemoglobin

2.2 Struktur dan fungsi hemoglobin

2.3 Mekanisme pengikatan oksigen oleh hemoglobin

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Hipoksia 3.1 Definisi hipoksia

3.2 Macam-macam hipoksia 3.3 Gejala hipoksia

3.4 Akibat yang ditimbulkan dari kondisi hipoksia 3.5 Cara penanganan penderita hipoksia

(4)

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Oksigen 1.1 Alur oksigen ke dalam sel

Untuk mentranspor oksigen dari udara ke mitokondria, banyak sekali proses transfer dan difusi yang terlibat. Oksigen yang ada di udara masuk ke dalam paru-paru karena adanya kontraksi paru-paru, yang bekerja menyerupai pompa. Di dalam paru-paru, oksigen akan terus berjalan menuju alveoli. Ketika sudah mencapai alveoli, terjadi pertukaran gas, yang disebut juga alveolar mixing. Proses pertukaran gas tersebut terjadi karena adanya difusi, namun juga dibantu oleh tekanan paru-paru. Oksigen berdifusi keluar dari alveoli menuju kapiler pulmonalis. Pada saat tersebut, secara teori, oksigen belum berikatan dengan darah, sehingga dikatakan proses pasif. Pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat terjadi dalam waktu yang sangat singkat, namun tergantung dari kemampuan difusi oksigen itu sendiri. Oksigen yang sudah diikat oleh hemoglobin akan dibawa oleh darah menuju jaringan tubuh. Pada akhirnya, setelah oksigen berdifusi keluar dari sirkulasi darah mikro (microcirculation—pertukaran darah kaya O2 dengan darah kaya CO2), oksigen dibawa menembus interstitium dan membran sel, dan tujuan terakhirnya yaitu mitokondria.

(Nathan & Singer, 1999; Campbell & Reece, 2011)

Proses difusi oksigen terjadi secara pasif, karena secara teori, pertukaran gas O2

dengan CO2 dapat terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi kedua senyawa

tersebut di dalam alveoli

(5)

1.2 Peranan Oksigen dalam Sel

Oksigen diperlukan sel untuk mengubah glukosa menjadi energi yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti aktivitas fisik, penyerapan makanan, membangun kekebalan tubuh, pemulihan kondisi tubuh, juga penghancuran beberapa racun sisa metabolisme. Kekurangan oksigen dapat menyebabkan metabolisme berlangsung tidak sempurna.

(Nikmawati, 2007) Secara lebih terperinci, oksigen berperan penting dalam rantai pernafasan, proses transfer elektron/fosforilasi oksidatif.

Rantai pernafasan dan fosforilasi oksidatif

NADH dan FADH2 yang terbentuk pada reaksi oksidasi dalam glikolisis, reaksioksidasi asam lemak dan reaksi-reaksi oksidasi dalam siklus asam sitrat merupakanmolekul tinggi energi karena masing-masing molekul tersebut mengandung sepasang elektron yang mempunyai potensial transfer tinggi. Bila elektron-elektron ini diberikan pada oksigen molekuler, sejumlah besar energi bebas akan dilepaskan dan dapat digunakan untuk menghasilkan ATP. Adanya perbedaan potensial oksidasi reduksi (E0’) atau potensial transfer elektron memungkinkan elektron mengalir dari unsur yang potensial redoks lebih negatif (afinitas elektronnya lebih rendah) ke unsur yang potensial redoksnya lebih positif (afinitas elektronnya lebih tinggi). Aliran elektron ini akan melalui komplek-komplek protein yang terdapat pada membran dalam mitokondria dan menyebabkan proton terpompa keluar dari matriks mitokondria. Akibatnya terbentuk kekuatan daya gerak proton yang terdiri dari gradien pH dan potensial listrik transmembran yang kemudian mendorong proton mengalir kembali kedalam matriks melalui suatu kompleks enzym sintesa ATP.

Jadi,oksidasi dan fosforilasi terangkai melalui gradien proton pada membran dalam mitokondria. Fosforilasi oksidatif merupakan proses pembentukan ATP akibat transfer elektron dari NADH atau FADH2 kepada oksigen melalui serangkaian pengemban elektron. Proses ini adalah sumber utama pembentukan ATP pada organisme aerob. Pembentukan ATP dalam glikolisis sempurna glukosa menjadi CO2 dan H2O, dari 30 ATP yang terbentuk 26 ATP berasal dari proses fosforilasi oksidatif. Komplek-komplek enzym yang terangkai pada membran dalam mitokondria untuk pengangkutan elektron dari molekul NADH atau FADH2 ke oksigen molekuler dimana terbentuk sejumlah ATP dan molekul air dikenal dengan rantai pernapasan. Komplek enzym tersebut adalah NADH-Q reduktase, suksinat-Q reduktase, sitokrom reduktase dan sitokrom oksidase. Suksinat-Q reduktase, berbeda dengan ketiga komplek yang lain, tidak memompa proton.

(6)

Dalam fosforilasi oksidatif, daya gerak elektron diubah menjadi daya gerak proton dan kemudian menjadi potensial fosforilasi. Fase pertama adalah peran komplek enzym sebagai pompa proton yaitu NADH-Q reduktase, sitokrom reduktase dan sitokrom oksidase. Komplek-komplek transmembran ini mengandung banyak pusat oksidasi reduksi seperti flavin, kuinon, besi-belerang, heme dan ion tembaga. Fase kedua dilaksanakan oleh ATP sintase, suatu susunan pembentuk ATP yang digerakkan melalui aliran balik proton kedalam matriks mitokondria.

Elektron potensial tinggi dari NADH masuk rantai pernapasan pada NADH-Q reduktase atau disebut juga dengan NADH dehidrogenase atau komplek I. Langkah awal adalah pengikatan NADH dan transfer dua elektronnya ke flavin ononukleotida (FMN), gugus prostetik komplek ini, menjadi bentuk tereduksi, FMNH2. Elektron kemudian ditransfer dari FMNH2 keserangkaian rumpun belerang besi (4Fe-4S), jenis kedua gugus prostetik dalam NADH-Q reduktase. Elektron dalam rumpun belerangbesi kemudian diangkut ke ko-enzym Q, dikenal juga sebagai ubiquinon. Ubiquinon mengalami reduksi menjadi radikal bebas anion semiquinon dan reduksi kedua terjadi dengan pengambilan elektron kedua membentuk ubiquinol (QH2) yang terikat enzym. Pasangan elektron pada QH2 dipindahkan ke rumpun belerang besi (2Fe-2S) kedua yang ada pada NADH-Q reduktase, dan akhirnya ke Q yang bersifat mobil dalam inti hidrofobik membran dalam mitokondria. Aliran dua elektron ini menyebabkan terpompanya empat H+ dari matriks kesisi sitosol membran dalam mitokondria, dengan mekanisme yang belum diketahui.

Ubiquinol ( QH2 ) juga merupakan tempat masuk elektron dari FADH2 enzymenzym flavoprotein kerantai pernapasan. Suksinat dehidrogenase merupakan bagian dari komplek suksinat-Q reduktase atau disebut juga komplek II, suatu protein integral membran dalam mitokondria. FADH2 tidak meninggalkan komplek, elektronnya ditransfer kerumpun belerang-besi dan kemudian ke Q untuk masuk dalam rantai pernapasan. Enzym-enzym flavoprotein lain seperti gliserol fosfat dehidrogenase dan asil-ko-A dehidrogenase yang membentuk gugus prostetik tereduksi FADH2, elektronnya dipindahkan ke flavoprotein kedua yang disebut flavoprotein pemindah elektron atau ETF (electron transferring flavoprotein).

Selanjutnya ETF memberikan elektronnya kerumpun belerang besi dan Q untukmasuk rantai pernapasan dalam bentuk QH2. Berbeda dengan komplek I, komplek II dan enzym lain yang mentransfer elektron dari FADH2 ke Q tidak memompa proton karena perubahan energi bebas dari reaksi yang dikatalisanya

(7)

terlalu kecil. Itulah sebabnya, ATP yang terbentuk pada oksidasi FADH2 lebih sedikit dari pada melalui NADH.

Pompa proton kedua dalam rantai pernapasan adalah sitokrom reduktase atau ubiquinol-sitokrom c reduktase atau komplek sitokrom bc1 atau disebut juga komplek III. Sitokrom merupakan protein pemindah elektron yang mengandung heme sebagai gugus prostetik. Komplek III ini berfungsi mengkatalisir transfer elektron dari QH2 ke sitokrom c dan secara bersamaan memompa proton sebanyak dua H+ melewati membran dalam mitokondria. Ada dua sitokrom yaitu b dan c1 dalam komplek ini, juga mengandung protein Fe-S dan beberapa rantai polipeptida lain. Heme pada sitokrom b berbeda dari heme yang ada pada sitokrom c dan c1 yang terikat secara kovalen berupa ikatan tioester pada proteinnya. Sitokrom oksidase, komponen terakhir dari tiga pompa proton dalam rantai pernapasan, mengkatalisis transfer elektron dari ferositokrom c kemolekul oksigen sebagai akseptor terakhir. Sitokrom oksidase mengandung dua gugus heme yang berbeda dari heme pada sitokrom c dan c1 karena gugus rantai samping hemenya dan ikatannya pada enzym secara non kovalen. Heme komplek ini dikenali sebagai heme a dan heme a3, karenanya komplek ini juga disebut sitokrom aa3. Selain heme, komplek ini juga mengandung dua ion tembaga, dikenal dengan CuA dan CuB. Ferositokrom c memberikan satu elektronnya kerumpun heme a- CuA dan satu lagi kerumpun heme a3- CuB dimana oksigen direduksi melalui serangkaian langkah menjadi dua molekul H2O. Molekul oksigen merupakan akseptor elektron terminal yang ideal. Afinitasnya yang tinggi terhadap elektron memberi daya gerak termodinamik yang besar untuk fosforilasi oksidatif. Terjadi pemompaan proton empat H+ ke sisi sitosol dari membran.

(8)

Ilustrasi yang menggambarkan proses transpor elektron, di mana O2 diperlukan

untuk oksidasi substrat dan sebagai akseptor elektron.

(Harvey & Ferrier, 2011) 1.3 Kaitan Defisiensi Oksigen dengan Kematian Sel

Oksigen sangat diperlukan sel terutama pada proses glikolisis karena dapat menghasilkan energi. Ketika kadar oksigen dalam sel berkurang, atau bahkan habis, sel tidak serta merta berhenti bekerja karena kekurangan energi. Sebagai bentuk backup plan/alternatifnya, proses glikolisis berjalan secara anaerob. Proses anaerob ini tetap menghasilkan ATP, meskipun dalam jumlah yang jauh lebih sedikit daripada proses aerob. Namun apabila glikolisis anaerob ini berjalan secara terus menerus, ATP yang dihasilkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi sel. Bahkan, proses glikolisis secara anaerob menghasilkan zat yang tidak menguntungkan bagi tubuh, yaitu laktat. Hal ini dapat berakibat pada beberapa hal, antara lain:

1. Masuknya ion-ion yang seharusnya tidak boleh ada di dalam sel, seperti ion Ca2+. Hal ini dapat mengakibatkan sel mengalami inflamasi dan peradangan, serta dapat terjadi kerusakan sel karena ion Ca2+ bersifat merusak. Meningkatnya kadar ion Ca2+ di dalam sitoplasma dapat mengaktivasi beberapa enzim tertentu, yang berpotensi dapat merusak sel. Enzim yang terpengaruhi meliputi phospholipase (dapat menyebabkan kerusakan membran sel), protease, endonuklease (bertanggung jawab terhadap fragmentasi DNA dan kromatin), dan ATPase (dapat menyebabkan berkurangnya produksi ATP).

(9)

2. Berkurangnya cadangan glikogen. Hal ini disebabkan karena menumpuknya laktat pada jaringan, sehingga dapat menurunkan pH sel.

3. Berkurangnya sintesis protein.

Pada tahap tersebut, seluruh aktivitas fungsional sel berada pada kondisi yang kritis. Apabila oksigen tetap tidak tersuplai, dan jumlah ATP sudah sangat rendah, maka akan terbentuk semacam kerutan-kerutan pada membran sel. Pada kondisi tersebut, sel dan organel-organelnya membengkak karena menigkatnya kadar air, natrium, dan klorida. Apabila tepat pada saat tersebut oksigen tersuplai lagi secara normal, maka kerusakan sel dapat diperbaiki, dan sel dapat berfungsi normal kembali. Namun apabila tetap tidak ada oksigen yang tersuplai, maka sel akan mati. Proses akhirnya adalah necrosis, di mana seluruh bagian sel terpecah/disintegrasi.

Diagram proses terjadinya necrosis sel.

(10)

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin 2.1 Definisi Hemoglobin

Menurut William, Hemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk bulat yang terdiri dari 4 subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi. Polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globin dari molekul hemoglobin

(Lyza, 2010) 2.2 Struktur dan fungsi hemoglobin

Hemoglobin secara khusus hanya ditemukan di sel darah merah. Fungsi utama dari hemoglobin adalah untuk transportasi oksigen dari paru-paru menuju pembuluh kapiler jaringan-jaringan tubuh. Tipe hemoglobin yang paling banyak terdapat pada manusia dewasa adalah Hemoglobin A; tersusun atas empat rantai polipeptida: dua rantai α dan dua rantai β. Setiap subunit memiliki struktur α helix, dan mengikat sebuah poket haem.

Ilustrasi struktur hemoglobin

Tetramer hemoglobin dapat dikatakan terdiri dari dua dimer yang identik, yaitu (α β)1 dan (α β)2. Kedua polipeptida dari setiap dimer berpasangan sangat erat karena adanya interaksi hidrofobik.

Terdapat dua bentuk hemoglobin ditinjau dari kekuatan ikatannya, yaitu bentuk-T dan bentuk-R.

1. Bentuk-T

Bentuk-T lebih umum disebut sebagai deoksihemoglobin, karena sudah jelas hemoglobin dengan tipe ini sedang tidak mengikat O2. Kedua dimer memiliki

(11)

ikatan ionik dan hidrogen yang lemah, menyebabkan kedua dimer susah untuk berpindah.

2. Bentuk-R

Bentuk-R lebih umum disebug sebagai oksihemoglobin karena hemoglobin tipe ini mengikat O2. Kedua dimer kehilangan kekuatan ikatan ionik dan hidrogennya, sehingga dapat bergerak lebih leluasa.

Diagram struktur dimer hemoglobin: deoksihemoglobin dan oksihemoglobin. (Harvey & Ferrier, 2011) Fungsi Hemoglobin

Fungsi utama hemoglobin ialah mentranspor O2 dari paruparu ke berbagai jaringan dan membawa CO2 serta proton (H+) dari jaringan ke paru-paru. Sebuah mioglobin mengikat satu molekul O2 untuk tiap hem, jadi satu molekul hemoglobin dapat mengikat empat molekul O2, tetapi hanya satu molekul CO2 yang terikat pada rantai polipeptida globin sebagai karbamat hemoglobin (kadarnya 15% dari CO2 darah vena).

Normalnya, besi hem tereduksi sebagai ion ferro saja yang mampu mengikat O2. Jika besi hem teroksidasi, maka enzim methemo-globin reduktase akan mereduksi ferri kembali menjadi ferro. Hemoglobin juga mengikat vaso-dilator nitrit oksida (NO) dan inhibitor agregasi platelet. Walaupun begitu, tidak terjadi kompetisi antar kedua gas tersebut.

(12)

2.3 Mekanisme Pengikatan Oksigen oleh Hemoglobin

Kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen dipengaruhi beberapa faktor, antara lain pO2 (tekanan parsial oksigen), tekanan parsial CO2, pH lingkungan, dan adanya 2,3-diphosphoglycerate. Seluruh hal tersebut dikategorikan sebagai efektor allosterik (efektor ‘di tempat lain’), karena pengikatan O2 oleh satu grup haem memengaruhi pengikatan O2 di group haem lainnya.

Diagram peningkatan afinitas O2: afinitas O2 akan meningkat apabila sebelumnya Hb sudah mengikat molekul O2. Artinya, oksigen pertama akan lebih sulit berikatan dengan hemoglobin dibanding oksigen kedua, ketiga, atau keempat.

((Harvey & Ferrier, 2011) LI 3. Memahami dan Menjelaskan Hipoksia

3.1 Definisi Hipoksia

Hipoksia merupakan keadaan di mana terjadi defisiensi oksigen, yang mengakibatkan kerusakan sel akibat penurunan respirasi oksidatif aerob sel. Hipoksia merupakan penyebab penting dan umum dari cedera dan kematian sel. Tergantung pada beratnya hipoksia, sel dapat mengalami adaptasi, cedera, atau kematian.

(13)

3.2 Klasifikasi Hipoksia

Berdasarkan penyebabnya hipoksia dibagi menjadi 4 kelompok, yakni :

1. Hipoksia hipoksik (dahulu = anoksia anoksik) : Adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena kurangnya oksigen yang masuk paru-paru sehingga oksigen tidak dapat mencapai darah dan gagal untuk masuk dalam sirkulasi darah.

Kegagalan ini bisa disebabkan adanya sumbatan / obstruksi di saluran pernapasan, baik oleh sebab alamiah (misalnya penyakit yang disertai dengan penyumbatan saluran pernafasan seperti laringitis difteri, status asmatikus, karsinoma bronchonenik, dan sebagainya) atau oleh trauma/kekerasan yang bersifat mekanik, seperti tercekik, penggantungan, tenggelam dan sebagainya. 3. Hipoksia anemik (anoksia anemik) Adalah keadaan hipoksia yang disebabkan

karena darah (hemoglobin) tidak dapat mengikat atau membawa oksigen yang cukup untuk metabolisme seluler, seperti pada keracunan karbon monoksida, karena afinitas CO terhadap hemoglobin jauh lebih tinggi dibandingkan afinitas oksigen dengan hemaoglobin (Ingat teori pertukaran / difusi O2 dan CO2 serta kurva disosiasi)

4. Hipoksia stagnan (anoksia stagnan) Adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena darah (hemoglobin) tidak mampu membawa oksigen ke jaringan oleh karena kegagalan sirkulasi, seperti pada heart failure atau embolisme, baik emboli udara vena maupun emboli lemak.

5. Hipoksia histotokik (anoksia histotoksik) Keadaan hipoksia yang disebabkan karena jaringan yang tidak mampu menyerap oksigen, salah satu contohnya pada keracunan sianida. Sinida dalam tubuh akan menginaktifkan beberapa enzim oksidatif seluruh jaringan secara radikal, terutama sitokrom oksidase dengan mengikat bagian ferric heme group dari oksigen yang dibawa darah. Dengan demikian, proses oksidasireduksi dalam sel tidak dapat berlangsung dan oksihemoglobin tidak dapat berdisosiasi melepaskan oksigen ke sel jaringan sehingga timbul hipoksia jaringan. Hal ini merupakan keadaaan paradoksal, karena korban meninggal keracunan sianida mengalami hipoksia meskipun dalam darahnya kaya akan oksigen.

Ketiga jenis hipoksia yang terakhir (yakni hipoksia anemik, stagnan dan histotoksik) disebabkan penyakit atau keracunan, sedangkan hipoksia yang pertama (yakni hipoksia hipoksik) disebabkan kurangnya oksigen atau obstruksi pada jalan

(14)

nafas baik karena penyakit maupun sebab kekerasan (yang bersifat mekanik). Asfiksia mekanik (mechanical asphixia) adalah jenis yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak pidana yang menyangkut nyawa manusia.

3.3 Gejala Hipoksia

Gejala Hipoksia dapat berbeda dari orang ke orang dan dapat bergantung pada banyak faktor di antaranya adalah tingkat keparahan kondisi dan menyebabkan hipoksia. Kadang-kadang bahkan sulit untuk mengenali gejala-gejalanya. Gejala yang biasa dialami jika seseorang mengalami hipoksia adalah lemas, pusing, lunglai, kepala serasa berputar, perut terasa tidak nyaman.

(Lichtor, 2011) 3.4 Akibat yang Ditimbulkan dari Kondisi Hipoksia

Akibat dari hipoksia, terjadinya perubahan pada sistem syaraf pusat. Hipoksia akut akan menyebabkan gangguan judgement, inkoordinasi motorik dan gambaran klinis yang mempunyai gambaran sama pada alkoholisme akut. Kalau keadaan hipoksia berlangsung lama mengakibatkan gejala keletihan, pusing,apatis, gangguan daya konsentrasi, kelambatan waktu reaksi dan penurunan kapasitas kerja. Begitu hipoksia bertambah parah pusat batang otak akan terkena, dan kematian biasanya disebabkan oleh gagal pernapasan.

(Tjandra, 2009) 3.5 Cara Penanganan Penderita Hipoksia

Hipoksia dapat ditangani dengan beberapa metode sebagai berikut: 1. Terapi Oksigen

Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan okasigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian O2 adalah (1) untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, (2) untuk menurunkan kerja nafas dan meurunkan kerja miokard. 2. Sistem Aliran Tinggi

Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat dan teratur. Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury. Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udaraluar dapat diisap dan aliran udara yang

dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14 L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Harvey, R. A., & Ferrier, D. R. (2011). Biochemistry (5th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott WIliams & WIlkins.

Kadri, H. (2012). Hemoprotein dalam Tubuh Manusia. Jurnal Kesehatan Andalas, 1, 22-30. Retrieved December 18, 2012, from

http://jurnal.fk.unand.ac.id/articles/vol_1no_1/22-30.pdf

Lyza, R. (2010). Hubungan Kadar Hemoglobin Dengan Produktivitas Tenaga Kerja

Pemanen Kelapa Sawit PT. Peputra Supra Jaya Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau Tahun 2010. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

Mardiani, T. H. (2004). Bioenergetika dan Fosforilasi Oksidatif. Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, 1. Retrieved December 17, 2012, from

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3512/1/biokimia-helvi.pdf Mitchell, R. N. (2012). Pocket companion to Robbins and Cotran pathologic basis of

disease (8th ed.). Philadelphia, Pa.: Elsevier Saunders.

Nathan, A. T., & Singer, M. (1999). The oxygen trail: tissue oxygenation. British Medical

Buletin, 1, 96-108. Retrieved December 17, 2012, from

http://bmb.oxfordjournals.org/content/55/1/96.full.pdf

Nikmawati, E. E. (2007). Pentingnya Air dan Oksigen bagi Kesehatan Tubuh Manusia.

Universitas Pendidikan Indonesia, 1. Retrieved December 17, 2012, from

http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_KELUARG

A/196303111990012-ELIS_ENDANG_NIKMAWATI/makalah_malang_jan_10_Pentingnya_Air__dan_ Oksigen_bagi_Kesehatan_Tubuh_Manusia.pdf

Raven, P. H., & Johnson, G. B. (2002). Biology (6th ed.). Boston: McGraw-Hill.

Reece, J. B., & Campbell, N. A. (2011). Campbell biology Jane B. Reece ... [et al.]. (9th ed.). Boston: Benjamin Cummings :.

Silvia, F. S. (2009). Aktivitas Spesifik Katalase Jaringan Jantung Tikus yang Diinduksi

Hipoksia Hipobarik Akut Berulang. Jakarta: Fakultas Kedokteran Umum

Universitas Indonesia.

Tjandra, A. (2010). Pengaruh Pemberian Dekstrometrofan Dosis Bertingkat per Oral

terhadap Gambaran Histopatologi Otak Tikus Wistar. Semarang: Fakultas

Gambar

Ilustrasi  yang  menggambarkan  proses  transpor  elektron,  di  mana  O 2  diperlukan  untuk oksidasi substrat dan sebagai akseptor elektron
Diagram proses terjadinya necrosis sel.
Diagram struktur dimer hemoglobin: deoksihemoglobin dan oksihemoglobin.
Diagram  peningkatan  afinitas  O 2 :  afinitas  O 2   akan  meningkat  apabila  sebelumnya  Hb sudah mengikat molekul O 2

Referensi

Dokumen terkait

stres, dengan #ara masukn!a min!ak atsiri ke dalam tu$uh melalui inhalas dalam tu$uh melalui inhalasi i &#ara &#ara !ang paling efektif+, internal, dan pen!erapan lewat

Manut sakadi pikolih saking tetilikan sane sampun katelatarang ring ajeng sane mangkin pacang katelatarang tetepasan indik wangun lan kasuksman ajah-ajahan

kebutuhan yang rutin terpuaskan = tidak akan jadi motivator yang tidak disadari kebutuhan dengan jenjang lebih tinggi, jarang terpuaskan = hilang, tidak menjadi motivator,

Gerakan melingkar yang lebar, melibatkan penggunaan seluruh telapak tangan dengan penekanan yang utamanya berasal dari tumit tangan – dengan ditopang oleh

[r]

59 59 TAHAPAN PEMBINAAN TAHAPAN PEMBINAAN GAPOKTAN GAPOKTAN MEMBANGUN MEMBANGUN AKUNTABILITAS AKUNTABILITAS DAN JARINGAN DAN JARINGAN SUMBERDAYA SUMBERDAYA PENINGKATAN

analisis dilakukan secara induktif, kesimpulannya bahwa Kepala Sekolah Sebagai Supervisor pengajaran berarti Kepala Sekolah mendorong kemampuan guru membimbing siswa

Satu pemecahan untuk membatasi social discount rate adalah dengan menggunakan proses pendiskontoan, artinya biaya dan manfaat diharapkan berubah pada tingkat