ASPEK KELAYAKAN USAHA DAN STRATEGI PEMASARAN
PALLET
DENGAN ISPM # 15
PADA PT. XYZ DI PALEMBANG
Oleh
LANNY SYAMSIR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
A. Latar Belakang
Kemasan merupakan bahan yang berfungsi untuk melindungi bahan yang disimpan di dalamnya baik pangan maupun non pangan. Agar kemasan dapat dipergunakan secara maksimal, maka salah satu fungsi yang harus dapat dipenuhi oleh kemasan tersebut adalah melindungi produk dari kerusakan atau gangguan baik dari dalam maupun dari luar. Gangguan tersebut dapat karena pengaruh cuaca, serangga, mikroba, fisiologi, maupun penumpukan (Syarief, 2007). Fungsi kemasan menjadi bagian penting dalam sebuah rangkaian produksi maupun dalam kegiatan pemasaran.
Bahan baku pembuat kemasan terdiri dari berbagai jenis, antara lain kayu, plastik, dan busa, tergantung jenis barang yang dikemas dan tujuan pengemasan itu sendiri. Saat ini usaha kemasan kayu banyak menarik perhatian pengusaha, sebab lebih dari 60 persen barang perdagangan ekspor impor menggunakan kemasan kayu (www. korantempo, 2008).
Kemasan kayu (Gambar 1) terbagi atas beberapa tipe sesuai kebutuhan konsumen dan komoditi yang dikemas. Beberapa jenis kemasan kayu antara lain pallet, kotak (box), peti (crates) dan pengganjal (dunnage),
a. Pallet b. Box c. Crates Gambar 1. Jenis kemasan kayu
Peluang usaha produksi kemasan kayu kebanyakan dimanfaatkan oleh industri kecil dan menengah (IKM) untuk keperluan industri besar. Pada awalnya kemasan kayu yang digunakan terbuat dari kayu mentah dan bermutu rendah serta diproduksi secara konvensional. Kayu tersebut sering digunakan berulang kali, didaur ulang dan dirakit kembali untuk pengepakan termasuk sebagai penyangga forklift
(www.karantina.deptan.go.id, 2008). Harga jual kemasan kayu juga relatif rendah dan lebih digolongkan dalam usaha pemanfaatan limbah.
Bahan baku kayu bermutu rendah sangat berpotensi menjadi media pembawa organisme pengganggu tumbuhan (OPT), seperti serangga-serangga penggerek kayu dan cendawan, maupun mengalami kerusakan karena pengaruh kadar air yang terkandung di dalamnya (www.karantina.deptan.go.id, 2007). Hal ini disebabkan karena kayu memiliki sifat higroskopis, yaitu dapat menyerap atau melepaskan air sebagai akibat perubahan kelembaban dan suhu udara di sekelilingnya (www.dephut.go.id, 2008). Kondisi ini mengakibatkan munculnya hambatan yang cukup serius, karena dapat berakibat rusaknya barang yang dikemas dengan kayu tersebut. Oleh karenanya beberapa negara menerapkan syarat-syarat dan tindakan karantina tumbuhan yang cukup ketat terhadap kemasan kayu.
Untuk mengatasi hal tersebut FAO memandang perlu menerapkan suatu standar sebagai pedoman bagi semua negara anggotanya dalam mengatur syarat-syarat dan tindakan karantina tumbuhan bagi kemasan kayu yang digunakan untuk mengangkut komoditas dalam perdagangan internasional. Pada bulan Maret 2002, International Commission on
Phytosanitary Measures (ICPM) mengesahkan International Standard for
Phytosanitary Measures (ISPM)#15 tentang Guidelines for Regulating
Wood Packaging Material in International Trade
(www.karantina.deptan.go.id, 2007).
Standarisasi bertujuan untuk menciptakan suatu aturan seragam yang berlaku secara umum (universal) untuk kemasan kayu yang digunakan dalam perdagangan internasional. Hal ini diharapkan dapat mencegah
timbulnya aturan yang beraneka ragam yang dibuat dan diterapkan secara
unilateral (sepihak) oleh setiap negara, yang dapat menghambat kelancaran perdagangan internasional (Barantan, 2006a).
Pelaksanaan syarat-syarat dan tindakan karantina tumbuhan bagi kemasan kayu di Indonesia dilaksanakan oleh Badan Karantina Pertanian (Barantan). Skim Audit Barantan telah diberlakukan secara resmi sejak tanggal 9 Oktober 2006 (Barantan, 2006b). Dengan skim ini diharapkan konsistensi jaminan mutu akan terus dapat dipertahankan, sehingga setiap ada penyimpangan dapat segera ditelusuri serta diperbaiki penyebabnya. Dengan demikian kredibilitas sistem sertifikasi ekspor karantina tumbuhan dalam memenuhi persyaratan negara tujuan ekspor makin meningkat (Barantan, 2006a). Selain itu, Barantan juga menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISPM#15 untuk kemasan kayu.
SMM ISPM#15 relatif baru di Indonesia dan diterapkan kepada perusahaan eksportir yang menggunakan kemasan kayu dalam kegiatan ekspor produknya. Program registrasi untuk penerapan ISPM # 15 telah dimulai pada tahun 2004, namun penerapannya secara keseluruhan baru dimulai pada tahun 2005 (Barantan, 2006a). Sejak saat itu seluruh kemasan kayu untuk barang yang dieskpor harus memiliki label/marking (Gambar 2) yang diterapkan oleh pihak manajemen perusahaan. Hal ini merupakan wujud nyata komitmen perusahaan terhadap mutu produk kemasan kayu dan mutu pelayanan maupun jasa demi memenuhi keinginan dan kepuasan pelanggan. SMM ISPM # 15 dibuat konsepnya oleh pihak Badan Karantina Pertanian (Barantan) yang mengacu pada sistem standar internasional ISO 9001:2000 (Barantan, 2006b).
Pallet merupakan salah satu jenis kemasan kayu yang banyak digunakan untuk pengangkutan komoditi. Jenis dan ukuran pallet bermacam-macam, tergantung komoditi yang dikemas, cara pengangkutan dan negara tujuan. Berdasarkan cara pengangkutannya, pallet terbagi atas
two ways entry wooden pallet dan four ways entry wooden pallet (Gambar
3). Pallet two ways entry biasanya digunakan jika gudang penyimpanan cukup besar, sehingga memungkinkan forklift untuk mengangkut barang yang dikemas dari dua sisi saja (depan atau belakang). Pallet four ways
entry memungkinkan barang diangkut dari empat sisi, sehingga
memudahkan pengangkutan terutama jika tempat penyimpanan relatif sempit.
2-ways entry 4 - ways entry
Gambar 3. Macam-macam pallet
Berdasarkan negara tujuannya pallet dibedakan menjadi beberapa jenis, seperti pallet USA, pallet Eropa, dan pallet Jepang. Perbedaan masing-masing pallet tergantung pada jenis profil/coak pada pallet tersebut. Produksi pallet didasarkan pada pesanan dari konsumen termasuk bentuk, jenis kayu yang digunakan dan ukuran pallet.
PT. XYZ merupakan produsen pallet yang sejak tahun 1992 memproduksi pallet secara konvensional dan sederhana. Pada tahun 2004 perusahaan mulai melakukan perbaikan dalam setiap kegiatan produksinya dan melakukan investasi, sehingga akhirnya memperoleh registrasi ISPM # 15. Selanjutnya perusahaan melakukan produksi komersial pada tahun 2005 (PT. XYZ, 2007). Dengan registrasi ISPM # 15, harga jual
pallet menjadi relatif tinggi, peluang pasar cukup terbuka dan kontinuitas permintaan relatif terjamin.
Perusahaan berlokasi di Bekasi dan sejak Mei 2007 melakukan perluasan usaha dengan membuka pabrik baru di Palembang. Status pabrik
di Palembang adalah sebagai cabang dari PT. XYZ (PT. XYZ, 2007). Perluasan usaha ke Palembang tersebut didasarkan pada keinginan untuk lebih dekat dengan sumber bahan baku (pendekatan geografis) dan membuka peluang pasar baru. Potensi bahan baku di Provinsi Sumatera Selatan terutama berasal dari hutan rakyat seluas 643.049 ha dan hutan rawa seluas 1.034.618 ha (Tabel 1).
Tabel 1. Potensi lahan di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2005
Jenis Lahan Luas (Ha)
I. Lahan Sawah II. Bukan Lahan Sawah
1. Pekarangan, bangunan, halaman 2. Tegal / kebun 3. Ladang 4. Padang rumput 5. Rawa-rawa 6. Hutan rakyat 7. Hutan negara 8. Perkebunan 9. Tambak 10. Kolam 11. Tidak diusahakan 12. Lain-lain 746.211 266.377 428.513 233.210 50.284 1.034.618 643.049 969.148 1.972.549 22.334 32.875 675.320 2.642.371
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan, 2006
Di Sumatera Selatan pallet banyak digunakan oleh perusahaan eksportir karet sebagai kemasan untuk mengekspor karet. Ekspor karet Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2006 sebanyak 592.135 ton dengan nilai USD 1.133.052 (Tabel 2). Jumlah perusahaan eksportir karet di Propinsi Sumatera Selatan pada tahun 2006 berjumlah 20 perusahaan (Tabel 3), dengan maksimal ekspor (kuota) secara keseluruhan sebesar 844.400 ton per tahun (Gapkindo, 2007).
Tabel 2. Realisasi ekspor empat komoditi utama non migas Provinsi Sumatera Selatan dari tahun 2004 – 2006
2004 2005 2006 No Komoditi Volume (ton) Nilai (USD) Volume (Ton) Nilai (USD) Volume (Ton) Nilai (USD) 1 Karet 527.370 618.219 574.595 726.288 592.132 1.133.052 2 Pulp 357.005 153.373 374.678 170.766 398.270 190.669 3 Naphtha 293.849 73.750 132.531 43.193 379.595 158.334 4 Batubara 2.019.682 62.819 2.494.192 103.591 1.617.036 70.391
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan, 2006 dan 2007
Tabel 3. Eksportir karet di Provinsi Sumatera Selatan
No Nama Perusahaan Lokasi Kuota
(ton)
1 PT. Aneka Bumi Pratama Palembang 93.000
2 PT. Muara Kelingi Palembang 110.000
3 PT. Gadjah Ruku Palembang 40.000
4 PT. Pancasamudera Simpati Palembang 90.000
5 PT. Badja Baru Palembang 35.000
6 PT. Hok Tong Palembang 65.000
7 PT. Prasidha Aneka Niaga Palembang 60.000
8 PT. Remco Palembang 50.000
9 PT. Sunan Rubber Palembang 60.000
10 PT. Sri Trang Lingga Indonesia Palembang 20.000
11 PT. Lingga Djaja Muara Enim 20.000
12 PT. Nibung Artha Mulia Musi Rawas 18.000
13 PT. Kirana Windu Musi Rawas 36.000
14 PT. Kirana Musi Persada Musi Banyuasin 40.000
15 PT. Pinago Utama Musi Banyuasin 24.000
16 PT. Mardec Musi Lestari Banyuasin 24.000
17 PT. Melania Indonesia Banyuasin 2.400
18 PT. Bintang Gasing Persada Banyuasin 36.000 19 PT. Multi Agro Kencana Prima Ogan Komering Ilir 9.000
20 PT. Kartini Utama Bangka 12.000
Sumber : Gapkindo Cabang Sumsel, 2007
Pengemasan karet alam dilakukan dengan dua cara, yaitu pengemasan dalam dan pengemasan luar. Pengemasan dalam dilakukan dengan menggunakan plastik, sedangkan pengemasan luar dilakukan dengan menggunakan pallet atau peti kemas berupa loose bale (BSN, 2000). Pallet yang digunakan biasanya terbuat dari kayu, plastik atau besi.
Pallet untuk pengemasan karet terbagi atas pallet standar yang berkapasitas 1,05 ton karet, pallet jumbo dengan kapasitas 1,26 ton karet dan pallet super jumbo dengan kapasitas 1,47 ton (BSN, 2000).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka perumusan masalah dalam kajian ini adalah :
1. Apakah pengembangan usaha pallet di Palembang layak dan menguntungkan ?
2. Bagaimana strategi pemasaran yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan usaha tersebut ?
3. Apakah cabang usaha di Palembang lebih tepat dalam bentuk Strategic
Business Unit (SBU) atau menjadi perusahaan yang berdiri sendiri ?
C. Tujuan
1. Mengetahui kelayakan usaha produksi pallet dengan sertifikasi ISPM#15 di Palembang.
2. Menyusun strategi pemasaran yang tepat untuk pallet.
3. Mengkaji kemungkinan usaha yang dikembangkan di Palembang dapat berkembang sebagai perusahaan yang berdiri sendiri, atau tetap sebagai SBU.
II. LANDASAN TEORI
A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Menurut UU Usaha Kecil No.9 tahun 1995, Industri Kecil didefinisikan sebagai bagian dari Usaha Kecil di Indonesia yang memiliki aset < Rp. 200 juta di luar tanah dan bangunan atau omset per tahun < Rp. 1 milyar. Selain itu juga disebutkan kriteria usaha menengah, mandiri dan tangguh, yaitu:
1. Usaha Menengah : Omset per tahun Rp.700 Juta s/d 1 Milyar. 2. Usaha Mandiri : Omset per tahun Rp.100 Juta s/d < 700 Juta. 3. Usaha Tangguh : Omset per tahun < Rp.100 Juta.
Selain itu juga terdapat beberapa kriteria usaha kecil dan menengah lainnya. Namun saat ini telah dibahas perubahan mengenai kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) seperti tercantum dalam UU Nomor 9 tahun 1995 dan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah
Sumber : www.hukumonline.2007
Kriteria Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Bentuk usaha Orang perseorangan • Perseorangan / badan usaha
• Bukan afiliasi usaha menengah/besar • Perseorangan/ badan usaha • Bukan afiliasi usaha besar Kekayaan bersih < Rp 50 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan Rp 50 juta – Rp 500 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan
Rp 500 juta – Rp 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan
Omzet tahunan
< Rp 300 juta Rp 300 juta – Rp 2,5 miliar Rp 2,5 miliar – Rp 50 miliar
B. Kelayakan Usaha
Prospek pengembangan bisnis dapat dilihat melalui analisa kelayakan usaha dari pendirian usaha tersebut dan hal ini diperlukan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan investasi selanjutnya. Dalam bentuk yang lebih umum studi kelayakan usaha bertujuan untuk memberikan gambaran kepada pihak yang terkait dengan usaha tersebut, misalnya investor, kreditur dan pemerintah. Dengan adanya studi ini diharapkan akan diperoleh gambaran sampai seberapa jauh pendirian dan pengembangan usaha tersebut layak dilaksanakan ditinjau dari berbagai aspek antara lain organisasi, pemasaran, teknik/operasi dan keuangan (Zubir, 2006).
Analisis proyek dilakukan untuk mengambil keputusan dalam menentukan pemilihan investasi yang tepat dari berbagai alternatif yang dapat dilaksanakan (Pramudya, 2006). Menurut Pramudya (2006), yang dimaksud suatu proyek adalah suatu rangkaian kegiatan yang menggunakan sejumlah sumber daya untuk memperoleh manfaat. Kegiatan ini membutuhkan biaya yang diharapkan akan menghasilkan keuntungan dalam jangka waktu tertentu. Sebelum memasuki suatu bidang usaha pemodal akan melakukan penilaian apakah kas yang dikeluarkannya untuk membangun dan mengoperasikan usaha tersebut dapat menghasilkan kas yang lebih besar (Zubir, 2006). Kas yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut akan diperoleh dalam beberapa tahun kemudian.
Hal pertama yang dikaji berkaitan dengan analisis kelayakan usaha meliputi biaya pembangunan fisik pabrik, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan proyek (Zubir, 2005) seperti :
1. Pembelian tanah (termasuk biaya pematangan tanah, pembuatan saluran air, lapangan parkir, taman dan pemagaran).
2. Biaya pembangunan (pabrik, kantor, gudang, mess karyawan, pos satpam dan bangunan penunjang lainnya).
3. Biaya pembelian mesin-mesin dan pemasangannya (termasuk biaya tenaga ahli yang digunakan).
5. Biaya pembelian kendaraan.
6. Biaya pembelian peralatan kantor, perabot dan lain-lain.
Untuk memulai suatu usaha juga dibutuhkan modal kerja untuk kegiatan operasional perusahaan. Modal kerja adalah dana yang dibutuhkan untuk operasional perusahaan sehari hari yang meliputi kebutuhan dana yang tertanam dalam harta lancar dalam bentuk piutang usaha, persediaan bahan baku, bahan dalam proses, barang jadi dan bahan penunjang (termasuk di dalamnya bahan bakar), serta sejumlah kas minimum yang dibutuhkan untuk berjaga-jaga atau transaksi (Zubir, 2005). Sumber pembiayaan modal kerja dapat bersumber dari modal sendiri, hutang dagang, hutang bank, maupun hutang lainnya.
Menurut Zubir (2006), perhitungan kelayakan usaha yang paling utama didasarkan pada kriteria Net Present Value (NPV). Inti dari konsep NPV adalah nilai bersih dari arus kas masuk dan keluar yang dihitung pada saar ini atau periode nol.
NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang (present value) dari manfaat dan biaya (Pramudya, 2006) Dapat dikatakan bahwa NPV menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi (Zubir, 2006). Jika NPV bernilai positif (NPV > 0), maka proyek layak untuk dilaksanakan dan sebaliknya jika NPV bernilai negatif (NPV < 0), maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.
Menurut Gittenger (1986), NPV dapat dihitung dengan persamaan :
dimana ; Bt = manfaat (penerimaan) bruto pada tahun ke- t ( Rp) Ct = biaya bruto pada tahun ke- t (Rp)
i = tingkat suku bunga (%)
t = periode investasi (i = 1,2,3,...n)
Kriteria lain yang digunakan untuk menilai kelayakan usaha adalah
Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Period (PBP). IRR menghitung tingkat diskonto yang menyebabkan NPV sama dengan nol, sedangkan
NPV = ΣΣΣΣ t tt i) (1 C -B +
payback period menghitung kapan atau berapa lama NPV akan menjadi nol (Zubir, 2006).
Jika biaya modal (discount rate) suatu usaha lebih besar dari IRR, maka NPV menjadi negatif, sehingga usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan dan sebaliknya. Menurut Gittenger (1986), IRR dapat diperoleh dengan persamaan :
dimana ;
NPV ’ = nilai NPV Positif (Rp) NPV ” = nilai NPV Negatif (Rp)
i’ = discount rate nilai NPV positif (%) i” = discount rate nilai NPV negatif (%)
Selain itu untuk analisis kelayakan usaha dapat digunakan juga perhitungan Gross B/C ratio untuk menghitung besarnya manfaat yang diperoleh untuk setiap rupiah yang dibelanjakan, analisis titik impas
(break-even point analysis) untuk mengetahui tingkat penjualan yang menghasilkan penerimaan sama dengan biaya total yang dipergunakan dan analisis payback
periode (PBP) untuk mengetahui jangka waktu pengembalian modal.
Menurut Pramudya (2006) Gross B/C dapat dihitung dengan persamaan :
dimana : Bt = manfaat yang diperoleh pada tahun ke – t (Rp) Ct = biaya yang dikeluarkan 4) pada tahun ke – t(Rp) i = tingkat diskonto (%) t = jumlah tahun IRR = i’ + ) " ' ( ' NPV NPV NPV − (i” – i’)
∑
=1 + t t t i) (1 B Gross B/C =∑
=1 + t t t i) (1 CTitik impas (breakeven point) adalah tingkat volume penjualan yang menyamakan nilai penjualan dengan total biaya atau laba bersih sama dengan nol, yang dapat dihitung dengan persamaan :
Total Biaya (Rp) = Volume Penjualan (unit) x Harga Jual (Rp) Perhitungan volume penjualan pada saat BEP dapat dihitung dengan persaman :
Total Biaya Tetap BEP (unit) =
(Harga Jual/unit - Biaya Variabel/unit) Total Biaya Tetap
BEP (Rp) =
1 - Biaya Variabel per Unit Harga Jual
PBP adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Zubir, 2006), dihitung menurut persamaan :
Nilai Investasi
PBP (tahun) = x 1 tahun Kas Masuk Bersih
Metode ini sangat sederhana, sehingga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan utamanya adalah tidak memperhatikan aliran kas masuk setelah
payback, sehingga metode ini umumnya hanya digunakan sebagai pendukung
metode lainnya.
Oleh karena seluruh perhitungan arus kas selalu mengandung ketidakpastian, maka diperlukan analisis sensitivitas untuk mengetahui sensitivitas kelayakan usaha terhadap perubahan asumsi yang digunakan (Zubir, 2006).
Analisis sensitivitas disebut juga what-if analysis. Analisis ini menyangkut pengujian terhadap kelayakan suatu usaha dengan berbagai
kondisi dan asumsi yang digunakan (Zubir, 2006). Pengujian ini, terutama dilakukan terhadap asumsi-asumsi yang berada di luar kendali manajemen perusahaan yang mungkin saja berubah. Dari pengujian sensitivitas dapat diketahui derajat sensitivitas setiap asumsi dengan NPV. Teknik ini biasa digunakan untuk mengetahui variabilitas pengembalian (Sundjaja dan Inge, 2003).
Pengujian sensitivitas dapat dilakukan dengan persamaan : ∑ C (df) - ∑ B (df) Error Benefits = y = ∑ B (df) ∑ B (df) - ∑ C (df) Error Cost = x = ∑ C (df)
dimana : B(df) = penerimaan pada tahun ke n dengan perhitungan
discount factor (Rp)
C(df) = biaya pada tahun ke n dengan perhitungan
discount factor (Rp)
C. Strategi Pemasaran
Menurut Chandra (2001) strategi korporat untuk pasar baru dapat terbagi atas beberapa alternatif, yaitu :
1. Strategi pengembangan pasar (market development strategy), yaitu strategi yang berusaha menawarkan produk saat ini kepada pasar baru. Alternatif ini dipilih jika pasar saat ini sudah stagnan atau peningkatan pangsa pasar sudah sulit dilakukan, karena pangsa pasar yang sudah sangat tinggi atau karena pesaing sudah sangat kuat. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasi pemakaian baru atau pemakai baru.
2. Strategi ekspansi baru (market expansion strategy), yaitu berekspansi ke pasar geografis baru. Cara yang dilakukan adalah dengan membuka pasar di daerah baru.
3. Strategi diversifikasi (diversification strategy), yaitu strategi mengembangkan produk baru untuk pasar baru Situasi ini diterapkan jika sudah tidak ada lagi peluang pertumbuhan untuk produk saat ini atau pasar saat ini, lingkungan pasar yang dilayani sudah tidak stabil dan berdampak pada fluktuasi penjualan atau laba.
Menurut Kotler (1998), langkah-langkah pokok dalam pemasaran target adalah segmentasi pasar (segmentation), penentuan pasar (targeting) dan penentuan posisi produk (positioning). Segmentasi pasar adalah tindakan membagi-bagi pasar ke dalam kelompok-kelompok pembeli yang berbeda yang mungkin menginginkan bauran produk/pemasaran yang berlainan. Dalam tahap penentuan pasar, penjual memilih segmen pasar yang terbaik. Untuk melakukannya perusahaan harus mengevaluasi potensi laba masing-masing segmen, daya tarik struktural segmen, serta tujuan dan sumber daya perusahaan. Pemilihan pasar ini akan menentukan pesaing perusahaan. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap posisi pesaing dan memutuskan posisi terbaik bagi perusahaan. Kegunaan dari analisis ini adalah untuk mengetahui keunggulan perusahaan pesaing. Strategi penentuan posisi produk perusahaan dapat dipergunakan dalam penentuan strategi pemasaran perusahaan selanjutnya.
Menurut Porter (2007), dalam menghadapi persaingan terdapat tiga pendekatan strategis generik (Gambar 4) yang secara potensial akan berhasil mengungguli perusahaan lain dalam suatu industri, yaitu :
1. Keunggulan biaya menyeluruh
Strategi ini bertujuan untuk mencapai keunggulan biaya menyeluruh dalam industri melalui seperangkat kebijakan fungsional yang ditujukan pada sasaran utama ini. Keunggulan biaya memerlukan konstruksi agresif dari fasilitas skala yang efisien, usaha yang terus menerus dalam mencapai penurunan biaya karena pengalaman, pengendalian biaya dan overhead yang ketat, penghindaran pelanggan marginal serta meminimalkan biaya-biaya umum dan administrasi. Perhatian besar manajerial yang besar terhadap pengendalian biaya sangat diperlukan untuk mencapai tujuan ini.
Memiliki posisi biaya yang rendah akan membuat perusahaan memperoleh hasil laba di atas rataan dalam industrinya, meskipun ada kekuatan persaingan yang besar. Posisi biaya memberikan kepada perusahaan tersebut ketahanan terhadap rivalitas dari para pesaing, karena biayanya yang lebih rendah memungkinkannya untuk dapat menghasilkan laba setelah para pesaingnya mengorbankan labanya demi persaingan. Posisi biaya rendah juga melindungi perusahaan dari pembeli yang kuat, karena pembeli hanya dapat menggunakan kekuatannya untuk menekan harga sampai tingkat harga dari para pesaing paling efisien berikutnya. 2. Diferensiasi
Strategi diferensiasi adalah strategi mendiferensiasikan produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan, yaitu menciptakan sesuatu yang baru yang dirasakan oleh industri secara menyeluruh sebagai hal unik. Pendekatan untuk melakukan diferensiasi dapat bermacam-macam bentuknya, antara lain rancangan atau merk, teknologi, karakter khusus, pelayanan pelanggan, jaringan penyalur, atau bidang-bidang lain.
Diferensiasi memberikan penyekat pada persaingan akibat adanya loyalitas merk dari pelanggan dan mengakibatkan berkurangnya kepekaan terhadap harga. Diferensiasi juga meningkatkan margin laba yang menghindarkan kebutuhan akan posisi biaya rendah. Diferensiasi menghasilkan margin yang lebih tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kekuatan pemasok dan pembeli.
3. Fokus
Strategi ini memfokuskan diri pada kelompok pembeli, segmen lini produk, atau pasar wilayah geografis tertenyu. Strategi fokus dikembangkan untuk melayani target tertentu secara baik, dan semua kebijakan fungsional dikembangkan atas pemikiran ini. Dengan penerapan strategi ini, perusahaan akan mampu melayani target strategisnya yang sempit secara lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan pesaingnya. Strategi ini mengkombinasikan antara posisi biaya rendah dan keunikan yang dirasakan oleh pelanggan.
Keunggulan Strategis
Keunikan Yang
Diirasakan Pelanggan Posisi Biaya Rendah
Seluruh Industri Diferensiasi Keunggulan Biaya Menyeluruh T in gk at S tr at egi s Hanya Segmen Tertentu FOKUS Gambar 4. Tiga strategi generik (Porter, 2007)
Menurut Zubir (2006), aspek pemasaran merupakan faktor strategis atau kunci dari keberhasilan proyek. Hal-hal penting yang perlu dianalisis dalam aspek pemasaran adalah :
1. Produk / jasa yang ditawarkan. 2. Permintaan pasar dan prospeknya.
3. Perkembangan penawaran dan prospeknya. 4. Market share dan market space.
5. Program pemasaran yang meliputi daerah pemasaran dan pengembangannya, kebijakan harga jual dan sistem pembayaran, saluran distribusi dan promosi.
Inti dari perumusan strategi bersaing adalah menghubungkan perusahaan dengan lingkungannya (Porter, 2007). Walaupun lingkungan yang relevan sangat luas, mencakup kekuatan-kekuatan sosial dan juga kekuatan-kekuatan ekonomi, aspek kunci dari lingkungan perusahaan adalah industri di mana perusahaan tersebut bersaing (Porter, 2007). Untuk itu diperlukan analisis mengenai lingkungan bisnis agar dapat diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (Gambar 5) yang dihadapi oleh perusahaan, sehingga dapat ditentukan arah dan kebijakan yang sebaiknya dilakukan perusahaan dalam mengelola bisnisnya (Umar, 2005).
Lingkungan bisnis terbagi atas lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan eksternal terbagi atas lingkungan jauh dan lingkungan industri. Lingkungan jauh dipengaruhi oleh faktor politik, sosial, ekonomi dan teknologi. Sedangkan lingkungan industri dipengaruhi oleh aspek hambatan masuk, daya tawar pemasok, daya tawar pembeli, ketersediaan barang substitusi dan persaingan dalam industri. Struktur industri mempunyai pengaruh kuat dalam menentukan aturan main persaingan selain juga strategi-strategi yang secara potensial tersedia bagi perusahaan (Porter, 2007). Gambar 5 menunjukkan hubungan antara lingkungan internal dan lingkungan eksternal perusahaan.
Gambar 5. Lingkungan eksternal dan internal perusahaan
Salah satu cara untuk melihat prospek permintaan pasar yaitu dengan menggunakan analisis proyeksi trend. Menurut Rangkuti (2005), proyeksi permintaan dapat dihitung dengan menggunakan metode regresi linear dengan menggunakan proyeksi trend sesuai persamaan :
Ŷ= a + b X
dimana : Ŷ = penjualan (peubah dependen) a = koefisien intercept
b = kemiringan garis regresi X = waktu (peubah independen) Koefisien b dihitung dengan persamaan :
Lingkungan jauh
Lingkungan industri
Lingkungan internal
n ∑XY –(∑X)(∑Y) b =
n(∑X2) – (∑X)2 dimana :
n = jumlah contoh (periode) Koefisien a dihitung dengan persamaan :
∑Y - b∑X a =
n
Penyusunan strategi perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang secara sistematis mempengaruhi perusahan. Tujuan utama perencanaan strategis adalah agar perusahaan dapat melihat secara obyektif kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan yang dihadapi (Rangkuti, 2006). Perencanaan strategis sangat penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan dukungan yang optimal dari sumber daya yang ada.
Perumusan strategi perusahaan dapat dilakukan dengan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan (Rangkuti, 2006). Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perusahaan.
Analisis faktor internal dan eksternal dilakukan dengan menggunakan matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS), External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) dan matriks profil kompetitif.
Tahapan kerja pada matriks IFAS dan EFAS (Rangkuti, 2006) adalah :
a. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta yang menjadi peluang dan ancaman perusahaan.
b. Masing-masing faktor diberi bobot berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan (Tabel 5). Penentuan bobot dilakukan dengan memberikan bobot numerik dan membandingkan antara satu peubah dengan peubah lainnya. Untuk menentukan bobot setiap peubah digunakan skala 1, 2 dan 3. Skala yang digunakan adalah :
1 = jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal.
2 = jika indikator horisontal sama penting daripada indikator horisontal.
3 = jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertikal.
Tabel 5. Penilaian bobot faktor strategis perusahaan metode matriks banding berpasangan Faktor Strategis internal/eksternal A B C ... Bobot A B C ... Total Sumber : Rangkuti (2006)
c. Masing-masing faktor kemudian diberi rating dengan skala 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan kondisi perusahaan yang bersangkutan. Peubah yang bersifat positif (peubah yang termasuk kategori kekuatan dan peluang) diberi nilai mulai dari 1 sampai dengan 4 (sangat baik). Sedangkan peubah yang bersifat
negatif, diberi nilai mulai dari 1 (jika nilai ancaman/kelemahannya sangat besar) sampai dengan 4 (jika nilai ancaman/kelemahannya sedikit).
d. Masing-masing bobot dikalikan dengan rating, sehingga diperoleh nilai untuk masing-masing faktor.
e. Nilai masing-masing faktor dijumlahkan untuk memperoleh nilai total pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan.
TOTAL SKOR FAKTOR STRATEGIS INTERNAL
KUAT RATAAN LEMAH
4.0 3.0 2.0 1.0 1 2 3 TI N G G I 3.0 PERTUMBUHAN Konsentrasi melalui integrasi vertikal PERTUMBUHAN Konsentrasi melalui integrasi horizontal PENCIUTAN Turnaround 5 4 PERTUMBUHAN Konsentrasi melalui integrasi vertikal 6 M E N E N G A H 2.0 STABILITAS
Hat-hati Tak ada perubahan STABILITAS
strategi, profit PENCIUTAN Captive Company atau divestment 7 8 9 TO TA L S K O R F A K TO R S TR A TE G IS E K S TE R N A L R E N D A H 1.0 PERTUMBUHAN Diversifikasi Konsentrik PERTUMBUHAN Diversifikasi konglomerasi PENGURANG AN Bangkrut/Likuidasi
Gambar 6. Matriks IE Model GE (Rangkuti, 2006)
Selanjutnya nilai yang diperoleh dianalisis dengan matriks
Internal-External (IE) model General Electric (GE-Model) yang ditunjukkan pada Gambar 6. Hasil pada matriks IE dapat digunakan untuk menentukan posisi perusahaan, sehingga dapat diketahui arah strategi yang akan diterapkan. Total skor strategi internal menunjukkan kekuatan bisnis perusahaan sedangkan total skor strategi eksternal menunjukkan kemenarikan industri.
Hasil analisis dengan menggunakan IFAS dan EFAS disusun untuk menggambarkan faktor strategik perusahaan dengan menggunakan matriks SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya (Rangkuti, 2006).
Matriks SWOT dapat menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif strategis (Gambar 7). Selanjutnya dilakukan analisis bauran pemasaran terdiri dari kajian mengenai produk (product), tempat (place), harga (price) dan promosi (promotion).
IFAS
EFAS STRENGHTS (S) WEAKNESSES (W)
OPPORTUNITIES (O) Strategi SO Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi WO Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang THREATS (T) Strategi ST Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Strategi WT Strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Gambar 7. Matriks SWOT (Rangkuti, 2006)
D. Pengembangan Unit Usaha
Kajian mengenai SBU dilakukan untuk melihat bentuk SBU yang dikembangkan oleh perusahaan, sehingga dapat ditentukan strategi yang tepat untuk pengembangan SBU bersangkutan. SBU didefinisikan sebagai suatu cara mengelola sebuah bisnis sehingga tiap unit menjual sekumpulan produk/jasa kepada sekumpulan pelanggan dalam persaingan dengan sekumpulan pesaing (Umar, 2005). Dengan demikian, SBU adalah suatu unit bisnis yang memiliki produk, pembeli, dan pesaing tersendiri yang berbeda dari unit bisnis lainnya. Setiap SBU akan membuat keputusan strategisnya
sendiri untuk mencapai tujuan dan sasaran SBU yang bersangkutan yang telah disesuaikan dengan strategi perusahaan secara keseluruhan.
Menurut Umar (2005), SBU memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu :
1. External focus adalah pengelolaan dan pengorganisasian suatu SBU yang mengacu pada permasalahan yang timbul karena faktor-faktor eksternal. Pembentukan suatu SBU disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi di pasar produsen dan atau perubahan sikap dan perilaku konsumen terhadap produk tertentu.
2. Identifiable competitor adalah SBU yang didesain sedemikan rupa, sehingga para pesaing SBU tersebut dapat teridentifikasikan.
3. Autonomous profit center adalah SBU beroperasi sebagai suatu bisnis tersendiri dengan tujuan dan sasaran sendiri yang dipimpin oleh seorang manajer, misalnya satu SBU mungkin bertujuan untuk meningkatkan pangsa pasar dan SBU lainnya bertujuan untuk meningkatkan keuntungan. 4. Distinct market strategy, adalah setiap SBU memiliki strategi pemasaran
tersendiri dan berbeda dengan SBU lainnya.
5. Separate accounting adalah SBU bersaing sebagai unit yang berdiri sendiri dan harus dapat dihitung keuntungan dan biayanya sehingga harus memiliki sistem akuntansi yang terpisah dari unit lainnya.
Untuk mengetahui resiko bentuk usaha yang akan dipilih perusahaan dilakukan analisis resiko keuangan dengan menggunakan analisis diskriminan (Z-Score). Analisis diskriminan model Altman bermanfaat untuk meramal tingkat kebangkrutan (Z-score) suatu perusahaan (Umar, 2005). Untuk menghitung Z-Score dilakukan perhitungan terhadap 5 rasio keuangan, yaitu:
Aktiva Lancar – Hutang Lancar 1. Working Capital to Asset Ratio (X1) =
Total Aktiva
Laba Ditahan 2. Retained Earning to Total Asset Ratio (X2) =
Total Aktiva
Laba Operasi
3. EBIT to Total Asset (X3) =
Total Aktiva
Jumlah Modal Sendiri
4. Market Value of Equity to Book Value of Debt (X4) =
Jumlah Hutang Total Penjualan
5. Sales to Asset Ratio (X5) =
Total Aktiva
Variabel X1, X2, X3 dan X5 bertujuan untuk melihat seberapa besar modal lancar, laba ditahan, laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) dan total penjualan untuk setiap rupiah aktiva yang dimiliki. Variabel X4 bertujuan untuk melihat perbandingan antara jumlah modal sendiri dibandingkan dengan jumlah hutang.
Nilai Z-score dihitung dengan menggunakan persamaan berdasarkan metode Altman yang lazim dipergunakan untuk mengambil keputusan investasi (Umar, 2005). Persamaan Z-Score adalah :
Z- score = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1 X5 Jika Z-score < 1,81 resiko bangkrut sangat besar
1,81≤ Z-score ≤ 3 tidak termasuk perusahaan yang aman ataupun beresiko besar
Z-score > 3 resiko bangkrut kecil
E. Pallet ISPM#15
Bahan baku pallet (Tabel 6) dapat berupa kayu dari hutan / perkebunan rakyat maupun kayu rawa, karena pallet tidak memerlukan jenis kayu khusus. Meskipun tidak memerlukan jenis kayu khusus namun atribut mutu yang harus dipenuhi oleh bahan baku yang digunakan terutama berkaitan dengan sifat bahan baku yang digunakan. Persyaratan utama yang harus dipenuhi adalah kayu yang mempunyai kelas awet minimum III dan
kelas kuat minimum III, tahan terhadap serangga, tidak lapuk, tidak mengandung jamur biru, tidak bermata, tidak pecah dengan kadar air maksimum 15 %. Syarat lain yang harus dipenuhi oleh bahan baku adalah tidak mudah patah, ringan, mudah dipaku, tidak mudah pecah dan mudah dikerjakan. Jenis kayu yang berasal dari perkebunan rakyat yang berupa kayu campuran dikenal dengan nama kayu racuk.
Tabel 6. Bahan baku pallet
No Nama Jenis Kayu Tampilan Serat
1 Sobsi Kayu Lunak Putih kecoklatan / kekuningan
Kasar
2 Manii Kayu Sedang Putih kecoklatan / kekuningan
Kasar
3 Albasia Kayu Lunak Putih / kemerahan Kasar
4 Jengkol Kayu keras Kemerahan Agak
kasar 5 Mangga Kayu keras Putih kekuningan Lembut
6 Duren Kayu keras Merah Sedang
7 Rambutan Kayu keras Merah Halus
8 Kecapi Kayu keras Merah Halus
9 Meranti Kayu keras Merah Halus
10 Sengon Kayu keras Putih kecoklatan Kasar
11 Nangka Kayu keras Putih kuning Halus
12 Mahoni Kayu keras Merah Halus
Sumber : PT. XYZ, 2007
ISPM#15 merupakan petunjuk yang mengatur standar bahan untuk kemasan kayu yang digunakan dalam perdagangan dunia, yangditetapkan oleh FAO pada tahun 2002. Sesuai dengan definisinya ISPM pada dasarnya berisi standard kerja yang harus dilakukan untuk pengendalian hama dan OPT. Di Indonesia untuk menjamin penerapapan ISPM#15 diberlakukan juga SMM ISPM#15 yang disusun oleh Badan Karantina Pertanian (Barantan).
Menurut Barantan (2006a) perlakuan terhadap kemasan kayu yang digunakan dalam pengiriman komoditas ekspor dilakukan dengan salah satu dari kedua cara di bawah ini :
1) Pemanasan (Heat Treatment)
Pemanasan harus dilakukan dalam waktu dan suhu yang cukup, sehingga suhu inti kayu (wood core temperature) mencapai minimal 56 °C selama sekurang-kurangnya 30 menit dan menurunkan kadar air kayu hingga setinggi-tingginya 20 %. Perlakuan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan Klin-drying (KD) dan Chemical Pressure Impregnation (CPI). Produsen pallet ISPM#15 yang menggunakan perlakuan panas disebut provider.
2) Fumigasi
Untuk fumigasi digunakan metal bromide (CH3Br). Suhu ruangan dan
suhu kayu pada saat fumigasi harus berada di atas 10°C dan fumigasi dilakukan minimal selama 16 jam. Fumigasi harus dilaksanakan oleh perusahaan fumigasi yang telah diregistrasi oleh Badan Karantina Pertanian. Produsen pallet yang menggunakan perlakuan fumigasi dinamakan afasid.
Penunjukan sebagai provider diberikan jika perusahaan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan lulus dalam audit yang dilakukan oleh Badan Karantina Pertanian melalui Skim Audit Barantan. Untuk setiap
provider dilakukan audit surveilen setiap 6 bulan yang dilakukan oleh Badan Karantina Pertanian. Jika dari hasil audit tersebut ditemukan penyimpangan, maka Badan Karantina Pertanian berhak melakukan pembekuan registrasi. Selanjutnya untuk perusahaan yang beroperasi kurang dari 2 tahun, dilakukan audit perpanjangan setiap tahun untuk menilai kelayakan untuk perpanjangan registrasi. Untuk perusahaan yang telah beroperasi lebih dari 2 tahun, audit perpanjangan dilakukan setiap 2 tahun sekali.
Berdasarkan standar mutu yang ditetapkan oleh ISPM # 15 tersebut, maka spesifikasi produk yang dihasilkan harus memenuhi standar berikut :
1. Kondisi fisik : bebas kulit kayu tidak ada mata mati, tidak lapuk, bebas jamur, tidak ada retak melebihi 3 cm, tidak ada bekas lubang gerek serangga atau OPT, menggunakan kayu baru atau fresh wood.
2. Kadar air dalam kayu tidak lebih atau kurang dari 20 %. 3. Perlakuan heat treatment dan atau fumigasi.
4. Legitimasi : terdapat stempel atau marking nomor registrasi sebagai keabsahan.
Menurut Barantan (2006a), persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh perusahaan kemasan kayu untuk dapat diregistrasi adalah :
1. Memiliki fasilitas sebagai berikut :
a. Fasilitas perlakuan pemanasan (heat treatment) yang mampu memanaskan suhu inti kayu minimal hingga 56°C selama minimal 30 menit.
b. Fasilitas fumigasi sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam Pedoman Skim Audit Fumigasi Barantan.
c. Fasilitas pendukung produksi, antara lain bengkel/workshop berikut peralatan untuk membuat kemasan kayu, gudang untuk menyimpan stock, gedung kantor dan peralatannya, alat transportasi dan fasilitas lainnya yang diperlukan.
2. Memiliki penanggungjawab teknis dengan kualifikasi sebagai berikut : a. Pendidikan minimal Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).
b. Memiliki kompetensi di bidang pest control pada kemasan kayu yang dibuktikan dengan sertifikat pelatihan yang diterbitkan oleh instansi/lembaga yang berkompeten.
3. Memiliki penanggung jawab sistem mutu dengan kualifikasi berikut : a. Pendidikan minimal SLTA.
b. Memiliki kompetensi di bidang sistem mutu kemasan kayu yang dibuktikan dengan sertifikat pelatihan yang diterbitkan oleh instansi/lembaga yang berkompeten.
III. METODE KAJIAN
A. Pengumpulan Data
Lokasi kajian dilakukan di PT. XYZ, sebuah perusahaan pembuat pallet yang menerapkan ISPM # 15. Kantor Perusahaan berlokasi di Jl. Imam Bonjol II, Kelurahan Telaga Asih, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi. Cabang usaha dari PT. XYZ yang dianalisis berlokasi di Kelurahan Talang Jambi, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Pelaksanaan kajian dimulai dari bulan Juli sampai dengan November 2007.
Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan data sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh dari pengamatan dan hasil wawancara secara langsung dengan pengusaha menggunakan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan mempelajari berbagai dokumen yang berkaitan dengan usaha pallet.
B. Pengolahan dan Analisis Data
Dalam kajian ini dilakukan pengolahan dan analisis data terhadap aspek kelayakan usaha dan strategi pemasaran dari produksi pallet dengan ISPM # 15. Tahapan analisis dilakukan seperti pada Gambar 8. Langkah-langkah dalam pengolahan dan analisis data yang dilakukan adalah :
1. Mengidentifikasi secara deskriptif data dan informasi yang diperoleh dari kuesioner dan hasil wawancara.
2. Mengkaji kelayakan bisnis dari usaha produksi pallet.
3. Mengkaji kemungkinan pengembangan cabang usaha di Palembang menjadi perusahaan yang berdiri sendiri.
4. Menyusun strategi pemasaran yang tepat dengan menggunakan pendekatan pemasaran target.
Gambar 8. Kerangka pemikiran pelaksanaan kajian
Pengolahan dan analisis data dilakukan pada data kualitatif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif terutama bertujuan untuk melihat kelayakan usaha dari investasi yang telah dilakukan untuk pembukaan kantor cabang Palembang. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode perhitungan kelayakan investasi melalui Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PBP), Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C), analisis sensitivitas dan perhitungan Breakeven Point (BEP). Data kuantitatif diolah dengan bantuan aplikasi Microsoft Excel dan disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik, serta analisis kualitatif untuk mengetahui aspek pasar dan
Karakteristik Usaha Pallet
Kajian Terhadap: - Kondisi Umum - Aspek Kelayakan - Aspek Pemasaran - Aspek Kajian SBU
Analisis Kualitatif Analisis Kuantitatif
Interpretasi Hasil Analisa
Kelayakan Usaha (1)
Tetap SBU atau Berdiri Sendiri (3) Strategi
Pemasaran (2)
produk. Aspek pasar meliputi pemasaran dan bauran pemasaran. Aspek produk meliputi kajian mengenai produk pallet dengan sertifikasi ISPM # 15. Aspek pengembangan unit usaha meliputi keputusan untuk tetap bergerak sebagai unit usaha (kantor cabang) atau berdiri sendiri.
Kajian dilakukan pada PT. XYZ Kantor Cabang Palembang. Aspek yang dibahas dalam kajian adalah :
1. Kondisi Umum
Analisis kondisi umum dilakukan untuk mengenal lebih jauh mengenai PT. XYZ. Aspek yang dianalisis meliputi aspek manajemen, pemasaran serta aspek teknis dan produksi. Analisis dilakukan secara kualitatif dan deskriptif dengan menggunakan data primer maupun data sekunder yang berasal dari PT. XYZ dan Barantan.
2. Aspek Kelayakan
Analisis kelayakan dilakukan untuk melihat apakah usaha yang dijalankan tersebut layak atau tidak dengan melihat kriteria-kriteria investasi, yaitu NPV, IRR, Gross B/C, PBP, analisis sensitivitas dan perhitungan BEP (titik impas).
Untuk menganalisis aspek keuangan dikumpulkan data melalui kuesioner dan analisis laporan keuangan perusahaan selama 2 periode terakhir. Data yang diperoleh dipergunakan sebagai dasar perhitungan untuk analisis proyeksi keuangan. Analisis proyeksi keuangan dilakukan dengan metode cashflow. Hasil proyeksi keuangan menjadi dasar bagi perhitungan NPV, IRR, Gross B/C, PBP, analisis sensitivitas dan BEP. 3. Aspek pemasaran dan strategi pemasaran
Analisis aspek pemasaran dilakukan secara kualitatif dalam bentuk tabulasi dan deskriptif dengan bersumber dari data primer maupun data sekunder. Data yang dipergunakan tersebut diperoleh dari data internal dan data eksternal. Data internal yang dipergunakan adalah laporan keuangan, laporan kegiatan sumber daya manusia, laporan kegiatan operasional, laporan kegiatan pemasaran, wawancara langsung dengan
menggunakan kuesioner. Data eksternal diperoleh dari pustaka dan dokumen yang berkaitan dengan pallet.
Metode yang digunakan untuk penentuan strategi pemasaran adalah metode STP dan penetapan strategi dengan menggunakan analisis IFAS, EFAS dan SWOT. Selanjutnya disusun strategi pemasaran dengan menggunakan bauran pemasaran (marketing mix)
Analisis pertama yang dilakukan adalah analisis mengenai segmentasi, target dan posisi (STP) perusahaan saat ini. Hasil analisis aspek pemasaran tersebut kemudian dikombinasikan dengan hasil analisis keuangan sehingga dapat ditetapkan kekuatan dan kelemahan perusahaan dengan menggunakan matriks IFAS. Peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan dianalisis dengan menggunakan matriks EFAS.
Kekuatan yang dimiliki perusahaan berkaitan dengan pangsa pasar, kemampuan manajemen, mutu produk, penguasaan teknis, kapasitas terpasang dan kelengkapan sarana. Kelemahan perusahaan berkaitan dengan kapasitas produksi yang belum optimal, keterbatasan modal, produktivitas tenaga kerja, penetapan harga, tenaga pemasaran yang belum optimal dan sifat bahan baku maupun produk jadi yang mudah rusak karena penyimpanan.
Peluang yang dihadapi perusahaan berkaitan dengan ketersediaan pemasok tetap, regulasi yang jelas, prospek pasar, dan larangan penggunaan methyl bromide dan pertumbuhan ekspor. Ancaman yang dihadapi perusahaan berkaitan dengan persaingan dari perusahaan sejenis, ketersediaan bahan baku, kekuatan tawar pembeli, klaim pelanggan dan pembekuan / pencabutan registrasi.
Untuk menentukan bobot dari IFAS, EFAS dan profil kompetitif perusahaan digunakan kuesioner yang diajukan kepada pakar, dalam hal ini kepada pemilik perusahaan, controller, dan manajer quality assurance. Dari hasil analisis diperoleh gambaran mengenai kondisi internal dan eksternal perusahaan.
Skor IFAS dan EFAS dituangkan dalam Matriks IE Model GE untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat korporat secara lebih detail.
Selanjutnya matriks IFAS dan EFAS dikombinasikan dalam matriks SWOT yang menghasilkan kemungkinan alternatif strategi pemasaran perusahaan. Selain itu dilakukan analisis bauran pemasaran yang terdiri dari kajian mengenai produk (product), tempat (place), harga (price) dan promosi (promotion).
4. Pengembangan Unit Usaha
Kajian mengenai SBU dilakukan dengan analisis resiko keuangan. Analisis resiko keuangan dilakukan untuk meramal tingkat kebangkrutan perusahaan, sehingga dapat diperoleh kesimpulan usaha yang dilakukan aman atau tidak ditinjau dari sisi keuangan. Data yang dipergunakan bersumber dari analisis keuangan perusahaan yang diperoleh dari proyeksi laporan keuangan. Analisis resiko keuangan dianalisis dengan menggunakan analisis diskriminan model Altman yang bermanfaat untuk meramal tingkat kebangkrutan (Z-score).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Keadaan Umum Perusahaan
PT. XYZ merupakan salah satu perusahaan yang telah memanfaatkan peluang usaha pallet dengan registrasi ISPM#15 sejak tahun 2005. Dengan registrasi ISPM#15, harga jual pallet menjadi relatif tinggi, peluang pasar cukup terbuka dan kontinuitas permintaan relatif terjamin. Pada tahun 2007 perusahaan kemudian membuka cabang usaha di Palembang, dalam rangka memperluas pangsa pasar.
PT. XYZ tergolong dalam usaha menengah dengan omset per tahun saat ini adalah Rp.14.205.000.000,-. Bentuk usaha adalah perseroan terbatas dan kekayaan bersih diluar tanah dan bangunan sebesar Rp. 4.950.000.000,- (per 31 Desember 2006). PT. XYZ Cabang Palembang dapat dikategorikan sebagai unit bisnis strategis atau SBU.
PT. XYZ merupakan salah satu provider ISPM#15. Provider ISPM#15 saat ini ada 72 perusahaan. Dari 72 provider tersebut terdapat 7
provider dalam status pembekuan (suspend) dan 1 perusahaan dalam status pencabutan izin (Barantan, 2007).
4. Aspek manajemen
Perusahaan berdiri pada tahun
1992, awalnya belum berbadan
hukum. Pada tanggal 21 Oktober
2000, UD XY mengukuhkan
dengan nama CV. XY yang
bergerak di bidang industri pallet,
bengkel bubut dan perdagangan
suku cadang dan variasi kendaraan
bermotor.
Tahun 2004, perusahaan mulai
melakukan perbaikan dalam setiap
kegiatan produksinya dan
melakukan investasi, serta
mengubah bentuk badan usaha
menjadi perseroan terbatas dengan
nama PT. XYZ yang memproduksi
kemasan kayu. Pada tahun 2005
perusahaan memperoleh registrasi
ISPM # 15 dengan nomor registrasi
ID 004 dan selanjutnya melakukan
Untuk kegiatan fumigasi
perusahaan bekerjasama dengan
beberapa beberapa perusahaan
yang bergerak di bidang fumigasi
selaku fumigator. Fumigasi
diberikan kepada pallet yang
diproduksi oleh PT. XYZ sesuai
dengan permintaan dari negara
tujuan ekspor.
Perusahaan berlokasi di Bekasi
dan sejak Mei 2007 melakukan
perluasan usaha dengan membuka
pabrik baru di Palembang. Status
pabrik di Palembang adalah
cabang dari PT. XYZ. Perusahaan
dipimpin oleh Bapak Noviar yang
merupakan pemilik sekaligus
direktur utama dan menjalankan
operasional perusahaan.
Pengalaman usaha Bapak Noviar
sejak tahun 1992 (14 tahun), dinilai
cukup lama dan dapat membawa
perusahaan untuk berkembang
lebih baik. Meskipun perusahaan
tergolong dalam perusahaan
keluarga, namun usaha ini dikelola
secara profesional.
Komisaris Direktur Utama Direktur Operasional Direktur Keuangan dan Administrasi 1. General Manager 2. Pengawas (Controller) 3. Koordinator Kantor CabangManajer Quality Assurance Manajer Tehnik dan Produksi Manajer Pemasaran MM Manajer Keuangan dan Akuntansi
Gambar 9. Struktur organisasi
perusahaan PT. XYZ
Jumlah tenaga kerja untuk Kantor Cabang Palembang saat ini berjumlah 35 orang yang terdiri dari 5 orang staf, 2 orang tenaga pemasaran dan 28 orang operator. Perusahaan telah memiliki struktur organisasi yang jelas, ketersediaan key manager dan kejelasan pembagian tugas dan wewenang. Struktur organisasi PT. XYZ dapat digambarkan pada Gambar 9.
Secara khusus, struktur
organisasi cabang Palembang
berada di bawah pengawasan
koordinator kantor cabang dan
terbagi atas beberapa bagian yaitu
quality assurance, produksi,
pemasaran dan bagian keuangan
yang masing-masing dipimpin
Manajer Kantor Cabang/
oleh kepala bagian.
Masing-masing kepala bagian
bertanggung jawab terhadap
manajer di kantor pusat yang
membawahi bidangnya.
Kemampuan manajemen dalam mengelola resiko dapat dilihat melalui cash life cycle analysis yang digambarkan pada Gambar 10.
Gambar 10. Cash life cycle
Jenis resiko yang ada dari cash life cycle analysis adalah : a. Resiko pembelian
1) Ketersediaan bahan baku dapat diatasi karena bahan baku yang dipergunakan. tidak terpaku pada satu jenis kayu, dan kayu yang digunakan juga bukan jenis gelondongan melainkan jenis kayu dari perkebunan rakyat dan adanya kerjasama dengan pemasok yang telah berhubungan cukup lama, sehingga ketersediaan bahan baku dinilai baik.
PEMBELIAN
PRODUKSI
PENJUALAN PIUTANG
2) Ketergantungan terhadap pemasok diatasi dengan menjalin kerjasama dengan lebih dari 1 pemasok.
b. Resiko proses produksi
1) Resiko penyimpanan bahan baku yang disebabkan karena bahan baku mudah menjadi lapuk karena pengaruh lingkungan, meskipun sudah diberi perlakuan khusus, diatasi dengan langsung mengirim barang yang sudah jadi ke tempat pelanggan. 2) Resiko proses produksi adalah adanya pekerjaan yang tidak
memenuhi standar yang menyebabkan klaim dari pelanggan yang diatasi dengan penerapan standar mutu yang ketat dan proses QC mulai dari pembelian bahan hingga barang dikirim.
c. Resiko pengangkutan/penjualan :
1) Resiko barang tidak terjual dapat diatasi dengan hanya memproduksi atas dasar pesanan.
2) Resiko pengangkutan yang dapat mengakibatkan barang rusak dalam pengangkutan diatasi dengan penjualan dilakukan franco gudang dan ketidaktepatan pengiriman produk diatasi dengan mempunyai beberapa kantor cabang untuk memastikan kesanggupan dalam memenuhi permintaan akan jasa kemasan dan sertifikasi sesuai jadwal.
d. Resiko penagihan/piutang :
Kebijakan pembayaran secara kredit maksimal 1 bulan menimbulkan resiko tidak tertagih yang diatasi dengan hanya memberikan kredit kepada pelanggan yang dikenal dengan baik dan mempunyai reputasi yang baik
2.
Aspek Pemasaran
Usaha yang dikelola adalah produksi atau pembuatan kemasan kayu penunjang komoditi ekspor, seperti pallet, box, crates, dan dunnage.
Pallet yang diproduksi seluruhnya diberi label dan telah memenuhi standar mutu ISPM#15.
Target pasar utama adalah eksportir karet di Provinsi Sumatera Selatan, karena saat ini karet merupakan komoditas ekspor andalan. Pallet yang dipergunakan untuk mengemas karet berkapasitas 1,26 ton (pallet jumbo), dengan dimensi 142,2 cm (panjang) x 109,2 cm (lebar) x 10 cm (tinggi).
Dengan kuota ekspor karet
sebesar 844.400 ton, maka total
kebutuhan pallet untuk eksportir
karet adalah sebesar 55.846 buah
per bulan. Namun jika dilihat dari
realisasi ekspor karet pada tahun
2006 sebesar 592.135 ton, maka
kebutuhan pallet per bulan adalah
39.162 buah.
Penjualan dilakukan langsung ke
perusahaan eksportir atas dasar
pesanan. Distribusi pemasaran saat
ini sudah mencakup skala nasional
meliputi daerah-daerah
Lampung, Medan dan Palembang.
Produksi pallet dari cabang usaha
PT. XYZ di Palembang selain
ditujukan untuk pasar lokal di
Palembang, diharapkan juga dapat
mendukung kecukupan pasokan
bagi kegiatan usaha di Bekasi.
Seluruh penjualan dilakukan secara kredit dengan jangka waktu maksimal 1 bulan (30 hari). Tingkat persaingan dinilai tidak terlalu tinggi, karena perusahaan sejenis jumlahnya tidak terlalu banyak. Jumlah
provider di Provinsi Sumatera Selatan saat ini (termasuk PT. XYZ) adalah 5 perusahaan (Tabel 7). PT. XYZ Cabang Palembang memiliki nomor ID ISPM#15 yang berbeda dengan kantor pusatnya..
Tabel 7. Produsen kemasan kayu
standar ISPM#15 di Provinsi
Sumatera Selatan
Nama Perusahaan
No. ID
PT. XYZ cabang Palembang
065
PT. Nanwa Inti Indonesia
020
PT. Era Bangun Nusa
026
PT. Kemasan Mitra Bersama
021
PT. Equality Indonesia Cabang
Palembang
047
Sumber : Barantan, 2007
Dari 5 perusahaan produsen pallet tersebut di atas, data produksi PT. Kemasan Mitra Bersama tidak tersedia. Potensi permintaan pallet per bulan berdasarkan kebutuhan dari pelanggan yang dilayani untuk masing-masing provider dapat dilihat pada Tabel 8.
Besarnya pangsa pasar dari PT. XYZ dibandingkan dengan pesaingnya saat ini disajikan pada Gambar 11. Pangsa pasar PT. XYZ di Provinsi Sumatera Selatan adalah yang terbesar, sehingga dinilai cukup dominan. Hal ini disebabkan karena jumlah pelanggan yang dilayani paling banyak yaitu 8 eksportir.
Tabel 8. Potensi permintan pallet per bulan untuk masing-masing
No Nama Perusahaan Potensi Pasar (unit) 1 PT. XYZ Cabang Palembang 11.686 2 PT. Nanwa Inti Indonesia 9.620 3 PT. Era Bangun Nusa 6.866 4 PT. Equality Indonesia Cabang Palembang 8.750 Total 36.922
Gambar 11. Pangsa pasar perusahaan pallet di Provinsi Sumatera Selatan Kapasitas produksi dari pesaing masih jauh di bawah kapasitas produksi PT. XYZ, terutama yang berkaitan dengan fasilitas kiln dry (KD). PT. XYZ saat ini memiliki 4 KD dengan kapasitas per KD 40 m3 per 2 minggu (320 m3 per bulan). Rataan pesaing hanya memiliki 2 KD dengan kapasitas lebih kecil.
3.
Aspek Teknis dan Produksi
Perusahaan berkedudukan di Telaga Asih, Cibitung, Kabupaten Bekasi, sedangkan cabang usaha yang dianalisis berlokasi di Desa Talang Jambi, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Usaha di Palembang didirikan di atas lahan milik sendiri dengan luas areal 2.700 m2, dan
XYZ
Nanwa Indonesia
dilengkapi dengan bangunan ruang produksi, gudang, kantor dan mess karyawan serta fasilitas penunjang lainnya (Tabel 9) .
Tabel 9. Luas areal bangunan pabrik
Peruntukan Luas (m2)
Bangunan produksi 500
Bangunan gudang 500
Bangunan Kiln Dry 168
Bangunan kantor 192
Bangunan penunjang 120
Tempat produksi dinilai telah memenuhi syarat, seperti : a. Lantai dari semen.
b. Bersih dari kotoran (kulit kayu, serpihan kayu atau sampah lain). c. Bahan baku dan hasil produksi/barang jadi pada saat peletakannya
tidak langsung bersentuhan dengan lantai (Gambar 12).
Gambar 12. Gudang penyimpanan bahan baku
Selain bangunan pabrik perusahaan juga memiliki mesin-mesin dan peralatan produksi seperti disajikan pada Tabel 10. Total biaya investasi
untuk pembelian sarana dan peralatan tersebut adalah Rp.806.500.000,-. Kapasitas produksi pallet saat ini per bulan adalah 3.750 buah pallet (25 hari kerja) dengan produksi per hari sebanyak 150 pallet. Hasil ini masih dibawah kapasitas terpasang yaitu sebanyak 4.550 pallet per bulan.
Tabel 10. Mesin dan peralatan
pada PT. XYZ Cabang
Palembang
No. Nama Mesin Jumlah (Unit) 1 Serut / Planer 2
2 Potong 2
3 Jointer 2
4 Seset / RIB 2 5 Multi Rib Saw 1
6 Spindel 1
7 Mesin Asah Pisau Planner 1 8 Mesin Asah Pisau Circle 1 9 Genset 80 KVA 1 10 Kiln Drying (Oven) 4
11 Pisau Circle 10 12 Pisau Serut 10 13 Pisau Spindel 2 14 Alat Pengukuran & Pemantauan 5
15 Tools 1
Sarana dan prasarana untuk pengolahan pallet yang dimiliki oleh kantor cabang Palembang untuk kegiatan produksi pallet berikut kapasitas produksinya saat ini dinilai telah memenuhi standar ISPM#15, sehingga dengan sarana yang ada perusahaan dapat memperoleh sertifikasi ISPM#15.
Sebagai provider ISPM#15, PT.
XYZ memfokuskan diri pada
perlakuan pemanasan. Proses
pemanasan (Gambar 13) dilakukan
dengan menggunakan kiln dry (KD)
dan dilakukan untuk bahan baku
yang akan diproses menjadi pallet.
Jumlah KD (Gambar 14) yang
dimiliki oleh PT. XYZ Cabang
Palembang ada 4 unit dengan
kapasitas untuk setiap KD adalah
40 m
3
/2 minggu. Dengan demikian
kapasitas KD per bulannya dapat
mencapai 320 m
3
. Sebelum proses
pemanasan dilakukan kayu
disemprot dengan air dan bahan
kimia. Penyemprotan dengan air
bertujuan untuk menyeragamkan
kadar air pada kayu sehingga
proses pemanasan menjadi lebih
efisen. Penyemprotan dengan
bahan kimia bertujuan sebagai
tindakan pembasmian awal
terhadap OPT.
BAHAN BAKU BERUPA BALOK / PAPAN.
Gambar 13. Alur proses pemanasan bahan baku
SORTASI SESUAI SYARAT ISPM#15
PEMANTAUAN DITOLAK
DIMASUKKAN KE DALAM KILN DRY
PENYEMPROTAN DENGAN AIR DAN BAHAN KIMIA
PROSES PEMANASAN
BAHAN BAKU SIAP PROSES PENYUSUNAN BAHAN KE DALAM KILN DRY
Gambar 14. Kiln Dry (KD)
Lama pemanasan untuk papan
berkisar 3 - 5 hari, sedangkan
untuk balok berkisar 5 - 7 hari.
Pemanasan yang dilakukan PT.
XYZ bertujuan untuk
mempertahankan suhu inti kayu
pada 65
o
C selama jangka waktu 30
menit. Hal ini bertujuan untuk
mematikan seluruh OPT dan
mempertahankan kadar air (KA)
dalam bahan baku maksimal 12 %.
Gambar 15. Proses produksi pallet
Setelah pemanasan bahan baku maka proses berikutnya adalah memproduksi pallet sesuai pesanan dari pelanggan. Proses produksi
pallet dilakukan dengan melalui alur proses produksi seperti ditunjukkan pada Gambar 15. Pallet yang sudah jadi kemudian dibubuhi label ISPM#15 (Gambar 16).
Gambar 16. Label ISPM#15 dengan provider PT. XYZ
Keterangan gambar :
ID 004 Nomor registrasi provider.
SERUT
Pembuatan profil Perakitan
POTONG JOINTER
SERUT
HT Heat treatment, dicantumkan pada kayu yang mendapatkan perlakuan panas.
MB Methyl bromide, dicantumkan pada kayu yang mendapatkan perlakuan fumigasi dengan methyl
bromide.
DB Debarked, dicantumkan pada kayu untuk menyatakan bahwa kayu tersebut sudah dibersihkan dari kulit kayu. 01 – 05 Bulan dan tahun sertifikasi/marking pada kemasan kayu. MI 002 Kode untuk pelanggan/perusahan pengguna jasa. 00000002 Jumlah dari kemasan kayu yg disertifikasi/dimarking. IPPC International Plant Protection Convention.
Sebelum pallet dikirim ke pelanggan atau disimpan dalam gudang penyimpanan barang jadi, kembali diberlakukan perlakuan pemanasan dengan memasukkan pallet ke dalam KD. Proses ini berlangsung selama 1 - 2 hari untuk tetap mempertahankan kadar air yang mungkin berubah karena proses produksi dan kemungkinan timbulnya kembali OPT.
Bahan baku diperoleh dari
pemasok tetap dan umumnya
berasal dari hutan rakyat yang
berlokasi di Provinsi Sumatera
Selatan. Untuk menjamin bahwa
kayu yang dipergunakan legal
maka setiap pemasok harus
melampirkan Surat Keterangan
Sah Hasil Hutan (SKSHH).
Pembayaran dilakukan secara tunai atau kredit dengan jangka waktu maksimal 1 bulan. Bahan baku yang dibeli harus memenuhi persyaratan berikut :
a. Berasal dari sumber yang jelas b. Tidak ada mata mati.
c. Tidak boleh ada kayu lapuk.
d. Panjang retak tidak diperkenankan > 5cm.
e. Bebas dari kulit kayu (debarked) dan sisa kulit kayu/kambiun.
f. Bebas dari bekas-bekas gesekan serangga dan jamur (lubang/pinhole maksimal 3mm, bluesteen, dan sebagainya.
Pallet hasil produksi disimpan dalam gudang khusus untuk barang jadi dan tidak bercampur dengan bahan baku maupun barang lainnya untuk menghindari kontaminasi dengan serangga, jamur maupun resiko munculnya kerusakan lain. Gudang yang digunakan telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Lantai dari semen dan diberi injection pest.
b. Beratap dengan ventilasi udara yang cukup, bersih dan bebas dari gangguan serangga.
c. Bebas dari hujan dan limasan air.
d. Lantai lebih tinggi dari permukaan tanah, untuk menghindari genangan air apabila banjir.
Untuk mencegah kerusakan pallet karena penyimpanan yang terlalu lama, PT. XYZ menetapkan jangka waktu kadaluarsa pallet selama jangka waktu 21 hari, terhitung sejak pallet selesai diproduksi. Jika jangka waktu
pallet melebihi batas ketentuan di atas, harus dilakukan re-treatment (proses ulang perlakuan sesuai dengan ketentuan ISPM # 15 yang berlaku) dengan biaya dari perusahaan pengguna pallet. Bila perusahaan yang