• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK KELAYAKAN USAHA DAN STRATEGI PEMASARAN PALLET DENGAN ISPM # 15 PADA PT. XYZ DI PALEMBANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASPEK KELAYAKAN USAHA DAN STRATEGI PEMASARAN PALLET DENGAN ISPM # 15 PADA PT. XYZ DI PALEMBANG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK KELAYAKAN USAHA DAN STRATEGI PEMASARAN

PALLET

DENGAN ISPM # 15

PADA PT. XYZ DI PALEMBANG

Oleh

LANNY SYAMSIR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

A. Latar Belakang

Kemasan merupakan bahan yang berfungsi untuk melindungi bahan yang disimpan di dalamnya baik pangan maupun non pangan. Agar kemasan dapat dipergunakan secara maksimal, maka salah satu fungsi yang harus dapat dipenuhi oleh kemasan tersebut adalah melindungi produk dari kerusakan atau gangguan baik dari dalam maupun dari luar. Gangguan tersebut dapat karena pengaruh cuaca, serangga, mikroba, fisiologi, maupun penumpukan (Syarief, 2007). Fungsi kemasan menjadi bagian penting dalam sebuah rangkaian produksi maupun dalam kegiatan pemasaran.

Bahan baku pembuat kemasan terdiri dari berbagai jenis, antara lain kayu, plastik, dan busa, tergantung jenis barang yang dikemas dan tujuan pengemasan itu sendiri. Saat ini usaha kemasan kayu banyak menarik perhatian pengusaha, sebab lebih dari 60 persen barang perdagangan ekspor impor menggunakan kemasan kayu (www. korantempo, 2008).

Kemasan kayu (Gambar 1) terbagi atas beberapa tipe sesuai kebutuhan konsumen dan komoditi yang dikemas. Beberapa jenis kemasan kayu antara lain pallet, kotak (box), peti (crates) dan pengganjal (dunnage),

a. Pallet b. Box c. Crates Gambar 1. Jenis kemasan kayu

(3)

2

Peluang usaha produksi kemasan kayu kebanyakan dimanfaatkan oleh industri kecil dan menengah (IKM) untuk keperluan industri besar. Pada awalnya kemasan kayu yang digunakan terbuat dari kayu mentah dan bermutu rendah serta diproduksi secara konvensional. Kayu tersebut sering digunakan berulang kali, didaur ulang dan dirakit kembali untuk

pengepakan termasuk sebagai penyangga forklift

(www.karantina.deptan.go.id, 2008). Harga jual kemasan kayu juga relatif rendah dan lebih digolongkan dalam usaha pemanfaatan limbah.

Bahan baku kayu bermutu rendah sangat berpotensi menjadi media pembawa organisme pengganggu tumbuhan (OPT), seperti serangga-serangga penggerek kayu dan cendawan, maupun mengalami kerusakan karena pengaruh kadar air yang terkandung di dalamnya (www.karantina.deptan.go.id, 2007). Hal ini disebabkan karena kayu memiliki sifat higroskopis, yaitu dapat menyerap atau melepaskan air sebagai akibat perubahan kelembaban dan suhu udara di sekelilingnya (www.dephut.go.id, 2008). Kondisi ini mengakibatkan munculnya hambatan yang cukup serius, karena dapat berakibat rusaknya barang yang dikemas dengan kayu tersebut. Oleh karenanya beberapa negara menerapkan syarat-syarat dan tindakan karantina tumbuhan yang cukup ketat terhadap kemasan kayu.

Untuk mengatasi hal tersebut FAO memandang perlu menerapkan suatu standar sebagai pedoman bagi semua negara anggotanya dalam mengatur syarat-syarat dan tindakan karantina tumbuhan bagi kemasan kayu yang digunakan untuk mengangkut komoditas dalam perdagangan internasional. Pada bulan Maret 2002, International Commission on Phytosanitary Measures (ICPM) mengesahkan International Standard for Phytosanitary Measures (ISPM)#15 tentang Guidelines for Regulating

Wood Packaging Material in International Trade

(www.karantina.deptan.go.id, 2007).

Standarisasi bertujuan untuk menciptakan suatu aturan seragam yang berlaku secara umum (universal) untuk kemasan kayu yang digunakan dalam perdagangan internasional. Hal ini diharapkan dapat mencegah

(4)

timbulnya aturan yang beraneka ragam yang dibuat dan diterapkan secara unilateral (sepihak) oleh setiap negara, yang dapat menghambat kelancaran perdagangan internasional (Barantan, 2006a).

Pelaksanaan syarat-syarat dan tindakan karantina tumbuhan bagi kemasan kayu di Indonesia dilaksanakan oleh Badan Karantina Pertanian (Barantan). Skim Audit Barantan telah diberlakukan secara resmi sejak tanggal 9 Oktober 2006 (Barantan, 2006b). Dengan skim ini diharapkan konsistensi jaminan mutu akan terus dapat dipertahankan, sehingga setiap ada penyimpangan dapat segera ditelusuri serta diperbaiki penyebabnya. Dengan demikian kredibilitas sistem sertifikasi ekspor karantina tumbuhan dalam memenuhi persyaratan negara tujuan ekspor makin meningkat (Barantan, 2006a). Selain itu, Barantan juga menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISPM#15 untuk kemasan kayu.

SMM ISPM#15 relatif baru di Indonesia dan diterapkan kepada perusahaan eksportir yang menggunakan kemasan kayu dalam kegiatan ekspor produknya. Program registrasi untuk penerapan ISPM # 15 telah dimulai pada tahun 2004, namun penerapannya secara keseluruhan baru dimulai pada tahun 2005 (Barantan, 2006a). Sejak saat itu seluruh kemasan kayu untuk barang yang dieskpor harus memiliki label/marking (Gambar 2) yang diterapkan oleh pihak manajemen perusahaan. Hal ini merupakan wujud nyata komitmen perusahaan terhadap mutu produk kemasan kayu dan mutu pelayanan maupun jasa demi memenuhi keinginan dan kepuasan pelanggan. SMM ISPM # 15 dibuat konsepnya oleh pihak Badan Karantina Pertanian (Barantan) yang mengacu pada sistem standar internasional ISO 9001:2000 (Barantan, 2006b).

(5)

4

Pallet merupakan salah satu jenis kemasan kayu yang banyak digunakan untuk pengangkutan komoditi. Jenis dan ukuran pallet bermacam-macam, tergantung komoditi yang dikemas, cara pengangkutan dan negara tujuan. Berdasarkan cara pengangkutannya, pallet terbagi atas two ways entry wooden pallet dan four ways entry wooden pallet (Gambar 3). Pallet two ways entry biasanya digunakan jika gudang penyimpanan cukup besar, sehingga memungkinkan forklift untuk mengangkut barang yang dikemas dari dua sisi saja (depan atau belakang). Pallet four ways entry memungkinkan barang diangkut dari empat sisi, sehingga memudahkan pengangkutan terutama jika tempat penyimpanan relatif sempit.

2-ways entry 4 - ways entry

Gambar 3. Macam-macam pallet

Berdasarkan negara tujuannya pallet dibedakan menjadi beberapa jenis, seperti pallet USA, pallet Eropa, dan pallet Jepang. Perbedaan masing-masing pallet tergantung pada jenis profil/coak pada pallet tersebut. Produksi pallet didasarkan pada pesanan dari konsumen termasuk bentuk, jenis kayu yang digunakan dan ukuran pallet.

PT. XYZ merupakan produsen pallet yang sejak tahun 1992 memproduksi pallet secara konvensional dan sederhana. Pada tahun 2004 perusahaan mulai melakukan perbaikan dalam setiap kegiatan produksinya dan melakukan investasi, sehingga akhirnya memperoleh registrasi ISPM # 15. Selanjutnya perusahaan melakukan produksi komersial pada tahun 2005 (PT. XYZ, 2007). Dengan registrasi ISPM # 15, harga jual pallet menjadi relatif tinggi, peluang pasar cukup terbuka dan kontinuitas permintaan relatif terjamin.

Perusahaan berlokasi di Bekasi dan sejak Mei 2007 melakukan perluasan usaha dengan membuka pabrik baru di Palembang. Status pabrik

(6)

di Palembang adalah sebagai cabang dari PT. XYZ (PT. XYZ, 2007). Perluasan usaha ke Palembang tersebut didasarkan pada keinginan untuk lebih dekat dengan sumber bahan baku (pendekatan geografis) dan membuka peluang pasar baru. Potensi bahan baku di Provinsi Sumatera Selatan terutama berasal dari hutan rakyat seluas 643.049 ha dan hutan rawa seluas 1.034.618 ha (Tabel 1).

Tabel 1. Potensi lahan di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2005

Jenis Lahan Luas (Ha)

I. Lahan Sawah II. Bukan Lahan Sawah

1. Pekarangan, bangunan, halaman 2. Tegal / kebun 3. Ladang 4. Padang rumput 5. Rawa-rawa 6. Hutan rakyat 7. Hutan negara 8. Perkebunan 9. Tambak 10. Kolam 11. Tidak diusahakan 12. Lain-lain 746.211 266.377 428.513 233.210 50.284 1.034.618 643.049 969.148 1.972.549 22.334 32.875 675.320 2.642.371

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan, 2006

Di Sumatera Selatan pallet banyak digunakan oleh perusahaan eksportir karet sebagai kemasan untuk mengekspor karet. Ekspor karet Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2006 sebanyak 592.135 ton dengan nilai USD 1.133.052 (Tabel 2). Jumlah perusahaan eksportir karet di Propinsi Sumatera Selatan pada tahun 2006 berjumlah 20 perusahaan (Tabel 3), dengan maksimal ekspor (kuota) secara keseluruhan sebesar 844.400 ton per tahun (Gapkindo, 2007).

(7)

6

Tabel 2. Realisasi ekspor empat komoditi utama non migas Provinsi Sumatera Selatan dari tahun 2004 – 2006

2004 2005 2006 No Komoditi Volume (ton) Nilai (USD) Volume (Ton) Nilai (USD) Volume (Ton) Nilai (USD) 1 Karet 527.370 618.219 574.595 726.288 592.132 1.133.052 2 Pulp 357.005 153.373 374.678 170.766 398.270 190.669 3 Naphtha 293.849 73.750 132.531 43.193 379.595 158.334 4 Batubara 2.019.682 62.819 2.494.192 103.591 1.617.036 70.391

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan, 2006 dan 2007

Tabel 3. Eksportir karet di Provinsi Sumatera Selatan

No Nama Perusahaan Lokasi Kuota

(ton)

1 PT. Aneka Bumi Pratama Palembang 93.000

2 PT. Muara Kelingi Palembang 110.000

3 PT. Gadjah Ruku Palembang 40.000

4 PT. Pancasamudera Simpati Palembang 90.000

5 PT. Badja Baru Palembang 35.000

6 PT. Hok Tong Palembang 65.000

7 PT. Prasidha Aneka Niaga Palembang 60.000

8 PT. Remco Palembang 50.000

9 PT. Sunan Rubber Palembang 60.000

10 PT. Sri Trang Lingga Indonesia Palembang 20.000

11 PT. Lingga Djaja Muara Enim 20.000

12 PT. Nibung Artha Mulia Musi Rawas 18.000

13 PT. Kirana Windu Musi Rawas 36.000

14 PT. Kirana Musi Persada Musi Banyuasin 40.000

15 PT. Pinago Utama Musi Banyuasin 24.000

16 PT. Mardec Musi Lestari Banyuasin 24.000

17 PT. Melania Indonesia Banyuasin 2.400

18 PT. Bintang Gasing Persada Banyuasin 36.000 19 PT. Multi Agro Kencana Prima Ogan Komering Ilir 9.000

20 PT. Kartini Utama Bangka 12.000

Sumber : Gapkindo Cabang Sumsel, 2007

Pengemasan karet alam dilakukan dengan dua cara, yaitu pengemasan dalam dan pengemasan luar. Pengemasan dalam dilakukan dengan menggunakan plastik, sedangkan pengemasan luar dilakukan dengan menggunakan pallet atau peti kemas berupa loose bale (BSN, 2000). Pallet yang digunakan biasanya terbuat dari kayu, plastik atau besi.

(8)

Pallet untuk pengemasan karet terbagi atas pallet standar yang berkapasitas 1,05 ton karet, pallet jumbo dengan kapasitas 1,26 ton karet dan pallet super jumbo dengan kapasitas 1,47 ton (BSN, 2000).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka perumusan masalah dalam kajian ini adalah :

1. Apakah pengembangan usaha pallet di Palembang layak dan menguntungkan ?

2. Bagaimana strategi pemasaran yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan usaha tersebut ?

3. Apakah cabang usaha di Palembang lebih tepat dalam bentuk Strategic Business Unit (SBU) atau menjadi perusahaan yang berdiri sendiri ?

C. Tujuan

1. Mengetahui kelayakan usaha produksi pallet dengan sertifikasi ISPM#15 di Palembang.

2. Menyusun strategi pemasaran yang tepat untuk pallet.

3. Mengkaji kemungkinan usaha yang dikembangkan di Palembang dapat berkembang sebagai perusahaan yang berdiri sendiri, atau tetap sebagai SBU.

(9)

8

II. LANDASAN TEORI

A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Menurut UU Usaha Kecil No.9 tahun 1995, Industri Kecil didefinisikan sebagai bagian dari Usaha Kecil di Indonesia yang memiliki aset < Rp. 200 juta di luar tanah dan bangunan atau omset per tahun < Rp. 1 milyar. Selain itu juga disebutkan kriteria usaha menengah, mandiri dan tangguh, yaitu:

1. Usaha Menengah : Omset per tahun Rp.700 Juta s/d 1 Milyar. 2. Usaha Mandiri : Omset per tahun Rp.100 Juta s/d < 700 Juta. 3. Usaha Tangguh : Omset per tahun < Rp.100 Juta.

Selain itu juga terdapat beberapa kriteria usaha kecil dan menengah lainnya. Namun saat ini telah dibahas perubahan mengenai kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) seperti tercantum dalam UU Nomor 9 tahun 1995 dan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah

Sumber : www.hukumonline.2007

Kriteria Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah

Bentuk usaha Orang perseorangan • Perseorangan / badan usaha

• Bukan afiliasi usaha menengah/besar • Perseorangan/ badan usaha • Bukan afiliasi usaha besar Kekayaan bersih < Rp 50 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan Rp 50 juta – Rp 500 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan

Rp 500 juta – Rp 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan

Omzet tahunan

< Rp 300 juta Rp 300 juta – Rp 2,5 miliar Rp 2,5 miliar – Rp 50 miliar

(10)

B. Kelayakan Usaha

Prospek pengembangan bisnis dapat dilihat melalui analisa kelayakan usaha dari pendirian usaha tersebut dan hal ini diperlukan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan investasi selanjutnya. Dalam bentuk yang lebih umum studi kelayakan usaha bertujuan untuk memberikan gambaran kepada pihak yang terkait dengan usaha tersebut, misalnya investor, kreditur dan pemerintah. Dengan adanya studi ini diharapkan akan diperoleh gambaran sampai seberapa jauh pendirian dan pengembangan usaha tersebut layak dilaksanakan ditinjau dari berbagai aspek antara lain organisasi, pemasaran, teknik/operasi dan keuangan (Zubir, 2006).

Analisis proyek dilakukan untuk mengambil keputusan dalam menentukan pemilihan investasi yang tepat dari berbagai alternatif yang dapat dilaksanakan (Pramudya, 2006). Menurut Pramudya (2006), yang dimaksud suatu proyek adalah suatu rangkaian kegiatan yang menggunakan sejumlah sumber daya untuk memperoleh manfaat. Kegiatan ini membutuhkan biaya yang diharapkan akan menghasilkan keuntungan dalam jangka waktu tertentu. Sebelum memasuki suatu bidang usaha pemodal akan melakukan penilaian apakah kas yang dikeluarkannya untuk membangun dan mengoperasikan usaha tersebut dapat menghasilkan kas yang lebih besar (Zubir, 2006). Kas yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut akan diperoleh dalam beberapa tahun kemudian.

Hal pertama yang dikaji berkaitan dengan analisis kelayakan usaha meliputi biaya pembangunan fisik pabrik, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan proyek (Zubir, 2005) seperti :

1. Pembelian tanah (termasuk biaya pematangan tanah, pembuatan saluran air, lapangan parkir, taman dan pemagaran).

2. Biaya pembangunan (pabrik, kantor, gudang, mess karyawan, pos satpam dan bangunan penunjang lainnya).

3. Biaya pembelian mesin-mesin dan pemasangannya (termasuk biaya tenaga ahli yang digunakan).

Gambar

Gambar 2.  Label ISPM # 15 (Barantan, 2006 a )
Tabel 1.  Potensi lahan di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2005
Tabel 3.  Eksportir karet di Provinsi Sumatera Selatan
Tabel 4. Kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah

Referensi

Dokumen terkait

Pentingnya kompensasi yang diberikan perusahaan kepada karyawan dalam rangka meningkatkan motivasi kerja karyawan dikemukakan oleh Mangkunegara (2008) mengatakan bahwa

(Sentra dan Lingkaran) dalam meningkatkan kemandirian anak pada pendidikan nilai-nilai agama dan moral di RA Muslimat NU Hidayatul Athfal Jati Wetan Jati Kudus

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai pengaruh aplikasi ekstrak ikan haruan ( Channa striata ) terhadap peningkatan ekspresi

1 Pendampingan PPK- SKPD dalam analisis transaksi keuangan pendapatan, belanja, dan aset SKPD dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan SKPD Asistensi Penyusunan Laporan Keuangan SKPD

Tugas Akhir berjudul ” Analisa Sifat Fisis dan Mekanis Perubahan Material Baja dan Aluminium pada Rocker Arm ” , telah disetujui oleh Pembimbing dan diterima

Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap ditentukan sebesar perbedaan antara jumlah neto hasil pelepasan, jika ada, dengan jumlah tercatat dari aset

Cara penggalangan sumber dana untuk dana operasional pendidikan, riset, pengabdian masyarakat, dan dana invesitasi untuk menunjang penyelenggaraan Program Studi yang diusulkan

Demikian berita acara ini dibuat dengan sebenarnya untuk diketahui oleh seluruh peserta Lelang Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jaringan Hidran Balai Diklat