• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI. diseluruh bagian tubuh yang secara kwantitatif dapat di ukur atau suatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI. diseluruh bagian tubuh yang secara kwantitatif dapat di ukur atau suatu"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pertumbuhan dan perkembangan 1. Definisi

Pertumbuhan merupakan bertambahnya jumlah dan besarnya sel diseluruh bagian tubuh yang secara kwantitatif dapat di ukur atau suatu ”peningkatan dalam berat atau ukuran dari seluruh/sebagian dari organisme”(Sacharin, 1996).

Perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh, kematangan dan belajar atau peningkatan kemahiran dalam penggunaan tubuh (Sacharin, 1996).

2. Tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan

Menurut Moersintowarti (2002) tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan, antara lain:

a. Masa pranatal atau masa intra uterin (masa janin dalam kandungan). Masa ini dibagi menjadi 2 periode, antara lain:

1) Masa embrio ialah sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu.

2) Masa fetus ialah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran. Masa ini terdiri dari dua periode:

a) Masa fetus dini, sejak usia 9 minggu sampai dengan trimester kedua kehidupan intra uterin, terjadi percepatan

(2)

pertumbuhan, pembentukan jasad manusia sempurna dan alat tubuh telah terbentuk dan mulai berfungsi.

b) Masa fetus lanjut, pada trimester akhir pertumbuhan berlangsung pesat dan adanya perkembangan fungsi-fungsi. Pada masa ini terjadi transfer imunoglobulin G (IgG) dari darah ibu melalui plasenta.

b. Masa postnatal atau masa setelah lahir. Masa ini terdiri dari lima periode, antara lain:

1) Masa neonatal (0-28 hari)

Terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan sirkulasi darah, serta mulainya berfungsi organ-organ tubuh lainnya. 2) Masa bayi, dibagi menjadi dua:

a) Masa bayi dini (1-12 bulan), pertumbuhan yang sangat pesat dan proses pematangan berlangsung secara kontiyu terutama meningkatnya fungsi sistem saraf.

b) Masa bayi akhir (1-2 tahun), kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik dan fungsi ekskresi.

3) Masa prasekolah (2-6 tahun)

Pada saat ini pertumbuhan berlangsung dengan stabil, terjadi perkembangan dengan aktifitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya keterampilan dan proses berpikir.

(3)

4) Masa sekolah atau masa prapubertas (wanita: 6-10 tahun, laki-laki: 8-12 tahun).

Pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan masa prasekolah, keterampilan dan intelektual makin berkembang, senang bermain berkelompok dengan jenis kelamin yang sama.

5) Masa adolesensi (masa remaja), (wanita: 10-18 tahun, laki-laki: 12-20 tahun).

Anak wanita 2 tahun lebih cepat memasuki masa adolesensi dibanding anak laki-laki. Masa ini merupakan transisi dari periode anak ke dewasa. Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan berat badan dan tinggi badan yang sangat pesat yang disebut Adolescent Growth Spurt. Pada masa ini juga terjadi pertumbuhan dan perkembangan pesat dari alat kelamin dan timbulnya tanda-tanda kelamin sekunder.

3. Ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan a. Ciri-ciri pertumbuhan, antara lain:

1) Perubahan ukuran

Perubahan ini terlihat secara jelas pada pertumbuhan fisik yang dengan bertambahnya umur anak terjadi pula penambahan berat badan, tinggi badan, lingkar kepala dan lain-lain.

2) Perubahan proporsi

Selain bertambahnya ukuran-ukuran, tubuh juga memperlihatkan perubahan proporsi. Tubuh anak memperlihatkan

(4)

perbedaan proporsi bila dibandingkan dengan tubuh orang dewasa. Pada bayi baru lahir titik pusat terdapat kurang lebih setinggi umbilikus, sedangkan pada orang dewasa titik pusat tubuh terdapat kurang lebih setinggi simpisis pubis. Perubahan proporsi tubuh mulai usia kehamilan 2 bulan sampai dewasa. 3) Hilangnya ciri-ciri lama

Selama proses pertumbuhan terdapat hal-hal yang terjadi perlahan-lahan, seperti menghilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi susu dan menghilangnya refleks primitif.

4) Timbulnya ciri-ciri baru

Timbulnya ciri-ciri baru ini adalah akibat pematangan fungsi-fungsi organ. Perubahan fisik yang penting selama pertumbuhan adalah munculnya gigi tetap dan munculnya tanda-tanda seks sekunder seperti tumbuhnya rambut pubis dan aksila, tumbuhnya buah dada pada wanita dan lain-lain.

b. Ciri-ciri perkembangan, antara lain: 1) Perkembangan melibatkan perubahan

Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Perkembangan sistem reproduksi misalnya, disertai dengan perubahan pada organ kelamin. Perubahan-perubahan ini meliputi perubahan ukuran tubuh secara umum, perubahan proporsi tubuh, berubahnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri-ciri-ciri baru sebagai tanda kematangan

(5)

suatu organ tubuh tertentu.

2) Perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya Seseorang tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Misalnya, seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri. Karena itu perkembangan awal ini merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya.

3) Perkembangan mempunyai pola yang tetap

Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum yang tetap, yaitu:

a) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala, kemudian menuju ke arah kaudal. Pola ini disebut pola sefalokaudal.

b) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerakan kasar) lalu berkembang di daerah distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan dalam gerakan halus. Pola ini disebut proksimodistal.

4) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan

Tahap ini dilalui seorang anak mengikuti pola yang teratur dan berurutan, tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik, misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran sebelum mampu membuat gambar kotak, berdiri sebelum

(6)

berjalan, dan lain-lain.

5) Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda

Perkembangan berlangsung dalam kecepatan yang berbeda-beda. Kaki dan tangan berkembang pesat pada awal masa remaja, sedangkan bagian tubuh yang lain mungkin berkembang pesat pada masa lainnya.

6) Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan

Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun demikian, terjadi peningkatan mental, ingatan, daya nalar, asosiasi dan lain-lain.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Menurut Soetjiningsih (1995) dan Suryanah (1996) faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, antara lain:

a. Faktor genetik

Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Anak dapat mewarisi sifat tertentu. b. Faktor lingkungan

Merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan.

Faktor lingkungan dibagi menjadi 2: 1) Faktor pranatal

(7)

dalam kandungan. Misalnya: gizi ibu pada waktu hamil, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, dan stres.

2) Faktor post-natal

Faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir. Secara umum dapat digolongkan menjadi:

a) Lingkungan biologis, antara lain: Ras/suku bangsa, Jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, fungsi metabolisme dan hormon.

b) Faktor fisik, antara lain: cuaca/musim, sanitasi, keadaan rumah dan radiasi.

c) Faktor psikososial, antara lain: stimulasi, motivasi belajar, kelompok sebaya, kasih sayang dan kualitas interaksi anak-orang tua.

d) Faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain: pekerjaaan, pendidikan, jumlah saudara, adat istiadat, norma dan agama.

B. Perkembangan Motorik Halus 1. Pengertian perkembangan motorik

Perkembangan motorik berarti perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terorganisasi. Perkembangan motorik ada 2, yaitu:

a. Perkembangan gerakan motorik kasar

(8)

sikap tubuh dan biasanya memerlukan tenaga, karena dilakukan oleh otot-otot yang lebih besar.

Contohnya: menegakkan kepala, tengkurap, merangkak, berjalan, dsb.

b. Perkembangan gerakan motorik halus

Merupakan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi diperlukan koordinasi yang cepat.

Contohnya: memegang benda kecil dengan jari telunjuk dan ibu jari, memasukkan benda ke dalam botol, dll.

Kemampuan motorik halus adalah kemampuan seorang anak melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian gerak dan memusatkan perhatian. Semakin muda anak, semakin lama waktu yang dibutukkan untuk berkonsentrasi pada kegiatan yang berkaitan dengan perkembangan motorik halus.

1) Beda anak beda pencapaiannya

Kecerdasan motorik halus anak berbeda-beda. Dalam hal kekuatan maupun ketepatannya. Anak perempuan cenderung lebih dini dalam kecerdasan motorik halus, terutama soal kecekatannya, sedangkan anak laki-laki lebih unggul dalam melangkah, melempar bola, menaiki atau menuruni tangga. Menurut Mollie dan Russell Smart, perbedaan ini juga dipengaruhi oleh pembawaan anak dan stimulasi yang

(9)

didapatkannya. Lingkungan (orang tua) mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam kecerdasan motorik halus anak.

2) Pencapaian kemampuan

Setiap anak mampu mencapai tahap perkembangan motorik halus yang optimal asal mendapatkan stimulasi tepat. Disetiap fase, anak membutuhkan rangsangan untuk mengembangkan kemampuan mental dan motorik halusnya. Semakin banyak yang dilihat dan didengar anak, semakin banyak yang ingin diketahuinya.

Untuk meningkatkan perkembangan motorik halus, yang perlu dilakukan orang tua antara lain:

a) Bersabar

Apa yang mudah bagi kita, tidak demikian untuk sikecil b) Ajari anak menyelesaikan kegiatan belajarnya.

c) Berikan anak kesempatan memilih belajar apa yang disukainnya.

2. Hal-hal penting dalam mempelajari keterampilan motorik

Menurut Hurlock (1991) keterampilan motorik tidak akan berkembang melalui kematangan saja, melainkan keterampilan itu harus dipelajari. Hal penting dalam mempelajari keterampilan motorik, yaitu: a. Kesiapan belajar

Apabila pembelajaran itu dikaitkan dengan kesiapan belajar, maka keterampilan yang dipelajari dengan waktu dan usaha yang sama

(10)

oleh orang yang sudah siap. b. Kesempatan Belajar

Banyak anak yang tidak berkesempatan untuk mempelajari keterampilan motorik karena hidup dalam lingkungan yang tidak menyediakan kesempatan belajar.

c. Kesempatan Berpraktek

Anak harus diberi waktu untuk berpraktek sebanyak yang diperlukan untuk menguasai suatu keterampilan.

d. Model yang baik

Karena dalam mempelajari keterampilan motorik, meniru suatu model memainkan peran yang penting.

e. Bimbingan

Untuk dapat meniru suatu model dengan betul, anak membutuhkan bimbingan.

f. Motivasi

Motivasi belajar penting untuk mempertahankan minat dari ketertinggalan.

g. Setiap keterampilan motorik harus dipelajari secara individu

Tidak ada hal-hal yang sifatnya umum perihal keterampilan tangan dan keterampilan kaki melainkan, setiap jenis keterampilan mempunyai perbedaan tertentu, sehingga keterampilan harus dipelajari secara individu.

(11)

h. Keterampilan sebaiknya dipelajari satu demi satu

Dengan mencoba mempelajari berbagai macam keterampilan motorik secara serempak, khususnya apabila menggunakan kumpulan otot yang sama, akan membingungkan anak dan akan menghasilkan keterampilan yang jelek serta merupakan pemborosan waktu dan tenaga.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju perkembangan motorik

Menurut Hurlock (1991) dan Moersintowarti (2002) ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju perkembangan motorik anak, diantaranya:

a. Sifat dasar genetik

Bentuk tubuh dan kecerdasan mempunyai pengaruh yang menonjol terhadap laju perkembangan motorik.

b. Lingkungan

Dalam awal kehidupan pasca lahir tidak ada hambatan kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, semakin aktif janin semakin cepat perkembangan motorik anak.

c. Status gizi ibu

Kondisi pra lahir yang menyenangkan, khususnya gizi makanan sang ibu, lebih mendorong perkembangan motorik yang lebih cepat pada masa pasca lahir.

d. Kelahiran yang sukar

(12)

otak akan memperlambat perkembangan motorik. e. Urutan kelahiran

Dalam keluarga yang sama, perkembangan motorik anak yang pertama cenderung lebih baik dibanding anak yang lahir kemudian. Hal ini karena orang tua dapat menyisihkan waktunya yang lebih banyak untuk mengajar dan mendorong anak yang lahir pertama dalam belajar dibanding untuk anak yang lahir kemudian.

f. Cacat fisik

Cacat fisik, seperti kebutaan akan memperlambat perkembangan motorik anak.

g. Kecerdasan

Anak dengan kecerdasan yang tinggi menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dibandingkan anak yang tingkat kecerdasannya rendah.

h. Dorongan

Adanya dorongan, rangsangan dan kesempatan untuk menggerakkan semua bagian tubuh akan mempercepat perkembangan motorik. Disini orang tua khususnya ibu sebagai guru yang pertama bagi anak untuk membantu kemampuan motorik anak. Pendapat ini didukung oleh Soetjiningsih (1995) yang menyatakan bahwa anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau yang tidak mendapat stimulasi.

(13)

i. Stimulasi

Stimulasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perkembangan motorik halus pada anak usia toddler dapat berupa aktivitas bermain, dimana anak diberikan mainan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi diperlukan koordinasi yang cepat. Misalnya: memasukkan benda ke dalam botol, mengambil manik-manik, menggoyangkan ibu jari, menyusun kubus dan lain-lain. Disini orang tua khususnya ibu sebagai guru yang pertama bagi anak untuk membantu kemampuan motorik anak. Pendapat ini didukung oleh Soetjiningsih (1995) yang menyatakan bahwa anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau yang tidak mendapat stimulasi.

j. Keadaan sosial ekonomi

Anak dari keluarga ekonomi mampu lebih mudah belajar perkembangan motorik, dibanding anak dari keluarga yang kurang mampu, hal ini dikarenakan anak dari keluarga berada lebih banyak mendapat dorongan dan bimbingan dari anggota keluarga yang lain. Keluarga dengan ekonomi yang rendah cenderung lebih memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari sehingga perkembangan motorik anak kurang diperhatikan.

k. Jenis kelamin

(14)

anak laki-laki, karena anak laki-laki lebih senang bermain yang lebih kasar.

l. Metode pelatihan anak

Orang tua perlu melatih keterampilan motorik anak setiap ada waktu dan kesempatan. Dengan metode pelatihan tersebut akan meningkatkan perkembangan motorik anak.

4. Cara yang digunakan anak untuk mempelajari suatu keterampilan motorik.

Menurut Hurlock (1991) cara yang digunakan anak untuk mempelajari suatu keterampilan motorik penting untuk memperoleh kualitas keterampilan yang dipelajari. Cara untuk mempelajari keterampilan motorik, antara lain:

a. Belajar coba dengan galat

Tidak adanya bimbingan dan model untuk ditiru, menyebabkan anak melakukan tindakan yang berbeda secara acak.

b. Meniru

Belajar dengan meniru atau mengamati suatu model (orang tua atau anak tertua) lebih cepat ketimbang belajar dengan coba dan ralat, tetapi dibatasi oleh kesalahan yang terdapat dalam model tersebut. c. Pelatihan

Belajar dengan bimbingan atau supervisi, pada waktu model memperlihatkan keterampilan dan memperhatikan bahwa anak menirunya dengan tepat sangat penting dalam tahap awal belajar.

(15)

5. Alat untuk mengukur perkembangan

Denver II adalah salah satu metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak, yang dibuat oleh Fran Kenburg & J. B Dodds untuk mengetahui perkembangan motorik anak pada saat pemeriksaan saja dan dapat memperkirakan perkembangan anak dimasa yang akan datang, bukan merupakan tes diagnostik atau tes Intelegensi, tetapi memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini dinilai lebih mudah dibanding tes perkembangan yang lain dan dapat diandalkan dan menunjukkan validitas yang tinggi. Tes ini dapat dilakukan kapan saja dengan menggunakan alat sederhana.

Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan ternyata Denver II secara efektif dapat mengidentifikasikan antara 85-100% bayi dan anak pra sekolah yang mengalami keterlambatan perkembangan dan pada follow up selanjutnya ternyata dari 89 % kelompok Denver II mengalami kegagalan sekolah 5-6 tahun kemudian.

a. Tujuan

1) Menafsirkan perkembangan personal sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar pada anak mulai usia 1 bulan sampai 6 tahun.

2) Mengetahui penyimpangan perkembangan secara dini, sehingga upaya stimulasi dan upaya pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas sedini mungkin pada masa-masa kritis tumbuh kembang.

(16)

b. Kegunaan Denver II

1) Untuk menilai perkembangan anak sesuai usia.

2) Memantau anak yang tampak tidak sehat umur dari lahir sampai dengan 6 tahun.

3) Menjaring anak tanpa gejala terhadap kemungkinan adanya kelainan perkembangan.

4) Memastikan apakah anak dengan persangkaan ada kelainan. Apakah benar-benar ada kelainan.

5) Memonitor anak dengan resiko perkembangan. c. Prinsip dalam melakukan pemeriksaan Denver II

1) Bertahap dan berkelanjutan.

2) Dimulai dari tahap perkembangan yang telah dicapai anak. 3) Buat suasana menjadi menyenangkan bagi anak.

4) Dilakukan dengan wajar (tanpa paksaan atau hukuman jika anak tidak mau melakukan) beri anak pujian jika berhasil.

5) Menggunakan alat bantu yang sederhana, tidak berbahaya dan mudah didapat dalam memberi stimulasi pada anak.

6) Sebelum dilakukan tes, alat diletakkan diatas meja dengan tujuan anak senang dan pada saat tes hanya alat yang diperlukan. 7) Pemeriksa menanyakan pada ibu atau pengasuh pada item yang

bertanda L.

8) Perhatikan apa yang telah dilakukan anak secara spontan dan beri penilaian.

(17)

d. Hal-hal yang perlu diperhatikan

Anak yang ada dalam kondisi dipertanyakan, abnormal atau menolak kemampuan tes yang diberikan.perlu tes kemampuan ulang satu sampai dua minggu kemudian dan berikan kesempatan kepada anak selama tiga kali untuk melakukan tes kemampuan yang diberikan.

Lakukan dari sektor yang kurang aktif terlebih dahulu: personal sosial, motorik, halus, bahasa dan motorik kasar. Dimulai dari yang mudah dilakukan, jika anak kurang tepat melakukan beri stimulus dan lakukan tes ulang. Tes menggunakan alat yang sama dilakukan secara berurutan. Tes dilakukan untuk setiap sektor dan mulailah dari sebelah kiri garis umur terus ke kanan.

e. Persiapan alat

1) Alat peraga, benang wol, manik-manik, kubus berwarna: merah, hijau, biru, kuning, bola tennis, bel kecil, kertas dan pensil. 2) Lembar formulir Denver II.

3) Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan dan cara-cara penilaianya.

f. Petunjuk pelaksanaan

1) Tarik garis sesuai umur kronologis untuk memotong garis horizontal tugas perkembangan pada formulir Denver II.

2) Tes kemampuan anak terutama yang mendekati garis umur. 3) Dilakukan secara kontinyu.

(18)

4) Satu formulir dapat dipakai beberapa kali pada satu anak. 5) Didampingi ibu atau pengasuh.

6) Dalam keadaan santai.

7) Memberikan posisi yang aman dan nyaman untuk anak. 8) Menjelaskan tentang Denver II pada ibu atau pengasuh.

9)

Menggunakan test form dalam menentukan tingkat perkembangan sesuai batas usia.

25%

50%

75%

90%

a) Menunjukkan standar anak normal bisa melakukan tugas/test item ini sesuai dengan usia.

b) Ada beberapa item bertanda L, menunjukkan bahwa kita bisa memperoleh skor dari orang tua.

c) Nomor kecil disebelah kiri, bisa melihat petunjuk pelaksanaan pada halaman dibaliknya.

10) Berikan huruf seperti dibawah ini tiap kotak tes perkembangan yang diberikan.

a) P (Passed) = Lulus

Apabila anak dapat melakukan semua kemampuan tes yang diberikan dengan baik. Atau Ibu/pengasuh memberi laporan L, tepat atau dapat dipercaya bahwa anak dapat

(19)

melakukan. b) F (Fail) = Gagal

Apabila anak gagal atau tidak dapat melakukan tes kemampuan yang diberikan. Atau Ibu/pengasuh memberi laporan bahwa anak tidak dapat melakukan dengan baik. c) No (No opportunity) = Tidak ada kesempatan

Anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan tes karena ada hambatan.

d) R (Refusal) = Menolak

Anak menolak untuk melakukan tes. e) B (By report) = Dengan bantuan orang tua

Anak melakukan tes dengan bantuan dari orang tua. Apabila anak dapat melakukannya, berarti lulus (P) sedangkan apabila anak tidak dapat melakukannya, berarti gagal (F).

Kode penilaian : O = F (Fail/gagal) M = R (Refusal/menolak) V = P (Pass/lewat)

Setelah itu dihitung masing-masing sektor, berapa jumlah P, berapa jumlah F dsb. Berdasarkan pedoman hail tes diklasifikasikan dalam normal, abnormal, meragukan dan dapat dites.

(20)

g. Interpretasi hasil tes 1) Normal

a) Lulus semua tes kemampuan yang diberikan atau tidak terdapat keterlambatan/delay.

b) Paling banyak satu caution/peringatan.

c) Dapat dilakukan ulangan pemeriksaan pada kontrol kesehatan berikutnya.

2) Suspect

a) Apabila pada satu sektor didapatkan 2 atau lebih caution atau 1 delay atau lebih.

b) Dapat dilakukan uji ulangan dalam 1-2 minggu untuk menghilangkan faktor sesaat (rasa takut, keadaan sakit, kelelahan).

3) Unstable/Tidak dapat diuji.

a) Apabila ada sektor menolak 1 atau lebih item sebelah kiri garis umur.

b) Menolak lebih dari 1 item pada area 75%-90% (warna kelabu) ( Soetjiningsih, 1995).

h. Jenis-jenis permainan

Pada umur 1 tahun permainan yang diberikan, antara lain: 1) Menaruh kubus dicangkir

(21)

Pada umur 2 tahun permainan yang diberikan, antara lain: 1) Mencoret-coret

2) Ambil manic-manik ditunjukkan 3) Menara dari 2 kubus

4) Menara dari 4 kubus 5) Menara dari 6 kubus

Pada umur 3 tahun permainan yang diberikan, antara lain: 1) Mencoret-coret

2) Ambil manic-manik ditunjukkan 3) Menara dari 2 kubus

4) Menara dari 4 kubus 5) Menara dari 6 kubus 6) Meniru garis vertikal 7) Menara dari 8 kubus 8) Menggoyangkan ibu jari

C. Anak Usia Toddler (1-3 tahun)

1. Batasan anak usia toddler (1-3 tahun).

Anak usia toddler (1-3 tahun) merujuk konsep periode kritis dan plastisitas yang tinggi dalam proses tumbuh kembang, maka usia nol sampai tiga tahun sering disebut sebagai ”golden period” (kesempatan emas) untuk meningkatkan kemampuan setinggi-tingginya dimasa mendatang. Karakteristik periode kritis dan plastisitas yang tinggi adalah

(22)

pertumbuhan sel otak cepat, dalam waktu yang singkat, peka terhadap stimulasi dan pengalaman, fleksibel mengambil alih fungsi sel disekitarnya dengan membentuk sinaps-sinaps serta sangat mempengaruhi periode tumbuh kembang selanjutnya. Maka anak pada periode ini harus mendapat perhatian yang serius dalam arti tidak hanya mendapatkan nutrisi yang memadai saja tetapi memperhatikan juga intervensi stimulasi dini untuk membantu anak meningkatkan potensi dengan memperoleh pengalaman yang sesuai tuntutan perkembangannya (Hartanto, 2006).

Panduan dan tuntunan orang tua sangat dibutuhkan saat ia menghadapi pengalaman baru sehubungan dengan begitu besar rasa ingin tahunya serta ia ingin mengartikulasikan keinginan, kebutuhan, dan perasaanya. Perubahan fisik dan dunia luar mempengaruhi tumbuh kembang mentalnya (Seri Ayahbunda, 2001). Pada masa ini, anak bersifat egosentris, yaitu mempunyai sifat kekakuan yang kuat sehingga segala sesuatu yang disukainya dianggap sebagai miliknya (Nursalam, 2005). Ciri-ciri anak usia toddler (1- 3 tahun), antara lain :

a. Jasmani

Anak usia toddler (1-3 tahun) berada dalam tahap pertumbuhan jasmani yang pesat. Oleh karena itu mereka sangat lincah. Sediakanlah ruangan yang cukup luas dan banyak kegiatan berguna sebagai penyalur tenaga anak.

(23)

b. Mental

Pada anak usia ini mempunyai jangka perhatian yang singkat, suka meniru oleh karena itu jika ada kesempatan, gunakanlah perhatian mereka dengan sebaik-baiknya.

c. Emosional

Anak mudah merasa gembira dan mudah merasa tersinggung, kadang-kadang mereka suka melawan dan sulit diatur. Kembangkanlah kasih sayang dan disiplin serta perlihatkan kepadanya bahwa ia adalah penting bagi anda dengan sering memujinya.

d. Sosial

Anak toddler agak anti sosial. Wajar bagi mereka untuk merasa senang bermain sendiri dari pada bermain secara berkelompok. Berilah kesempatan untuk bermain sendiri, tetapi juga tawarkan kegiatan yang mendorongnya untuk berpartisipasi dengan anak-anak lain.

Menurut Nursalam (2005) masa anak usia toddler (1-3 tahun) dibagi menjadi tiga fase, yaitu:

a. Fase otonomi vs ragu-ragu/malu

Menurut teori Erikson, hal ini terlihat dengan berkembangnya kemampuan anak, yaitu dengan belajar untuk makan atau berpakaian sendiri. Apabila orang tua tidak mendukung upaya anak untuk belajar mandiri, maka hal ini dapat menimbulkan rasa malu/rasa ragu

(24)

akan kemampuannya. Misalnya, orang tua yang selalu memanjakan anak dan mencela aktivitas yang telah dilakukan oleh anak.

b. Fase anal

Menurut teori Sigmund Freud, pada fase ini sudah waktunya anak dilatih untuk buang air besar atau toilet training (buang air besar pada tempatnya). Anak juga dapat menunjuk beberapa bagian tubuhnya, menyusun dua kata, dan mengulang kata-kata baru.

c. Fase pra operasional

Pada fase ini, anak perlu dibimbing dengan akrab, penuh kasih sayang, tetapi juga tegas, sehingga anak tidak mengalami kebingungan. Jika orang tua mengenal kebutuhan anak, maka anak akan berkembang perasaan otonominya sehingga anak dapat mengendalikan otot-otot dan rangsangan lingkungan.

D. Pengelolaan Aktivitas Bermain 1. Pengertian

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, Pengelolaan merupakan proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan (proses melakukan kegiatan tertentu) dengan menggerakkan tenaga orang lain.

Bermain adalah unsur yang penting untuk perkembangan anak baik fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial (Soetjiningsih, 1995). Bermain adalah tindakan atau kesibukan suka rela yang dilakukan

(25)

dalam batas-batas, tempat dan waktu, berdasarkan aturan-aturan yang mengikat, tetapi diakui secara suka rela dengan tujuan yang ada dalam dirinya sendiri, disertai dengan perasaan tegang dan senang serta dengan pengertian bahwa bermain merupakan suatu yang lain dari kehidupan biasa (Suherman, 2000).

Pengelolaan aktivitas bermain merupakan proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan bermain anak, yang penting untuk perkembangan anak baik fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial yang dilakukan dalam batas-batas, tempat dan waktu, berdasarkan aturan-aturan dan tujuan.

Suherman (2000) mengemukakan bahwa teori permainan terdiri dari enam teori, yaitu:

1) Teori rekreasi

Dikemukakan oleh Schaller pada tahun 1841 dan Lazarus pada tahun 1884. Permainan adalah suatu kesibukan untuk menenangkan pikiran atau untuk beristirahat.

2) Teori kelebihan tenaga

Teori ini disebut juga teori ”Pelepasan” atau ”pemunggahan”. Dikemukakan oleh Harbert Spancer seorang ahli dari Inggris. Teori ini mengatakan bahwa kegiatan bermain pada anak karena adanya kelebihan tenaga pada diri anak. Tenaga atau energi yang memupuk pada diri anak perlu digunakan atau dilepaskan dalam bentuk kegiatan bermain. Dengan demikian akan terjadi keseimbangan pada

(26)

diri anak. 3) Teori atavistis

Ditemukan oleh Stanley Hall seorang psikolog dari Amerika. Bahwa di dalam permainan akan timbul bentuk-bentuk perilaku sebagaimana bentuk kehidupan yang pernah dialami oleh nenek moyang.

Contoh: permainan berburu, menangkap dan membunuh binatang, bemain kelerang pada anak pada zaman yunani kuno hampir sama dengan bermain kelereng pada anak masa kini.

4) Teori biologis

Ditemukan oleh Karl Gross (Jerman), yang dikembangkan oleh Dr.Maria Montessori (Italia). Bahwa permainan mempunyai tugas-tugas biologis untuk melatih bermacam-macam fungsi jasmani dan rohani.

5) Teori psikologi dalam

Dikemukakan oleh Sigmud Freud dan Adler. Menurut Sigmud, Permainan adalah pernyataan napsu-napsu yang terdapat di daerah bawah sadar dan sumbernya berasal dari dorongan napsu seksual. Dalam bermain ada 2 faktor yang penting yaitu fantasi dan kebebasan. Sedangkan menurut Adler permainan merupakan usaha untuk menutup-nutupi perasaan harga diri yang kurang.

6) Teori fenomenologi

(27)

merupakan suatu fenomena atau gejala yang nyata, yang mengandung unsur suasana permainan. Maksudnya bahwa dorongan bermain merupakan dorongan untuk menghayati suasana bermain itu sendiri, tidak khusus tujuan untuk mencapai prestasi-prestasi tertentu.

2. Pengaruh bermain bagi perkembangan anak

Hurlock (1991) mengemukakan pengaruh bermain bagi perkembangan anak adalah:

a. Perkembangan fisik

Bermain aktif penting bagi anak untuk mengembangkan otot dan melatih seluruh bagian tubuhnya.

b. Dorongan berkomunikasi

Agar dapat bermain dengan baik bersama yang lain, anak harus belajar berkomunikasi dalam arti mereka dapat mengerti dan sebaliknya mereka harus belajar mengerti apa yang dikomunikasikan anak lain.

c. Penyaluran bagi energi emosional yang terpendam

Bermain merupakan sarana bagi anak untuk menyalurkan ketegangan yang disebabkan oleh pembatasan lingkungan terhadap perilaku mereka.

d. Penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan

Kebutuhan dan keinginan yang tidak dapat dipenuhi dengan cara lain seringkali dapat dipenuhi dengan bermain.

(28)

e. Sumber belajar

Bermain memberi kesempatan untuk mempelajari berbagai hal, melalui buku, televisi, atau menjelajah lingkungan yang tidak diperoleh anak dari belajar di rumah atau sekolah.

f. Rangsangan bagi kreativitas

Melalui eksperimentasi dalam bermain, anak menemukan bahwa merancang sesuatu yang baru dan berbeda dapat menimbulkan kepuasan. Selanjutnya mereka dapat mengalihkan minat kreatifnya kesituasi di luar dunia bermain.

g. Perkembangan wawasan diri

Dengan bermain anak mengetahui tingkat kemampuannya dibandingkan dengan temannya bermain. Ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan konsep dirinya dengan lebih pasti dan nyata. h. Belajar bermasyarakat

Dengan bermain bersama anak lain, mereka belajar bagaimana membentuk hubungan sosial dan bagaimana menghadapi dan memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan tersebut.

i. Standar moral

Walaupun anak belajar di rumah dan di sekolah tentang apa saja yang dianggap baik dan buruk oleh kelompok, tidak ada pemaksaan standar moral paling teguh selain dalam kelompok bermain.

j. Belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin

(29)

kelamin yang disetujui. Akan tetapi, mereka segera menyadari bahwa mereka juga harus menerimanya bila ingin menjadi anggota kelompok bermain.

k. Perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan

Dari hubungan dengan anggota kelompok teman sebaya dalam bermain, anak belajar bekerja sama, murah hati dan sportif.

3. Klasifikasi pengelolaan aktivitas bermain

Menurut (Wong, 1998) Klasifikasi pengelolaan aktivitas bermain berdasarkan isi dan karakter sosial, yaitu:

a. Bermain berdasarkan isi permainan

1) Social affective play (permainan yang membuat anak belajar berhubungan sosial dengan orang lain).

2) Sense pleasure play (permainan yang berhubungan kesenangan pada anak).

3) Skill play (Permainan yang bersifat membina keterampilan anak). 4) Unocupied behavior (permainan yang hanya memperhatikan

saja).

b. Berdasarkan karakteristik sosial

1) Onlooker play (permainan dengan mengamati teman-temannya bermain).

2) Solitary play (permainan yang dimainkan sendiri).

3) Parallel play (permainan bersama teman tanpa interaksi). Anak tampak ingin berteman, tetapi sosialnya belum adekuat sehingga

(30)

mereka tidak membentuk kelompok.

4) Assosiative play (permainan dengan bermain bersama temannya dan masing-masing anak bermain sesuai keinginannya, tetapi tidak ada tujuan kelompok).

5) Cooperative play (permainan dengan bermain bersama yang untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dan juga memperoleh tujuan kompetisi).

4. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan aktivitas bermain Menurut Soetjiningsih (1995) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam

pengelolaan aktivitas bermain, antara lain: a. Ekstra energi

Untuk bermain diperlukan ekstra energi. Anak yang sakit, kecil keinginannya untuk bermain.

b. Waktu

Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain. c. Alat Permainan

Untuk bermain diperlukan alat permainan yang sesuai dengan umur dan taraf perkembangannya.

d. Ruangan untuk bermain

Ruangan tidak usah terlalu lebar dan tidak perlu ruangan khusus untuk bermain. Anak bisa bermain di ruang tamu, halaman, bahkan di ruang tidurnya.

(31)

e. Pengetahuan cara bermain

Anak belajar bermain melalui mencoba-coba sendiri, meniru teman-temannya atau diberi tahu caranya oleh orang lain. Cara yang terakhir adalah yang terbaik, karena anak tidak terbatas pengetahuannya dalam menggunakan alat permainannya.

f. Teman bermain

Anak harus merasa yakin bahwa ia mempunyai teman bermain kalau ia memerlukan, baik itu saudaranya, orang tua atau temannya. Bila kegiatan dilakukan bersama orang tuanya, maka hubungan orang tua dan anak menjadi akrab, ibu/ayah akan segera mengetahui setiap kelainan yang terjadi pada anak mereka secara dini.

5. Tahapan perkembangan bermain

Hurlock (1991) mengemukakan tahapan perkembangan bermain, yaitu:

a. Tahap eksporasi

Hingga bayi berusia sekitar 3 bulan, permainan mereka terutama terdiri atas melihat orang dan benda serta melakukan usaha acak untuk menggapai benda yang diacungkan dihadapannya.

b. Tahap permainan

Bermain barang mainan dimulai pada tahun pertama dan mencapai puncaknya pada usia 5 dan 6 tahun. Pada mulanya anak hanya mengeksplorasi mainanya. Antara 2 dan 3 tahun, mereka membayangkan bahwa mainannya mempunyai sifat hidup dapat

(32)

bergerak, berbicara, dan merasakan. c. Tahap bermain

Setelah masuk sekolah, jenis permainan mereka sangat beragam. Semula mereka meneruskan bermain dengan barang mainan, terutama bila sendirian. Selain itu mereka merasa tertarik dengan permainan, olah raga dan bentuk permainan matang lainnya.

d. Tahap melamun

Semakin mendekati masa puber, mereka mulai kehilangan minat dalam permainan yang sebelumnya disenangi dan banyak menghabiskan waktunya dengan melamun.

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak

Menurut Hurlock (1991) faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak, yaitu:

a. Kesehatan

Semakin sehat anak semakin banyak energinya untuk bermain aktif, seperti permainan dan olah raga. Anak yang kekurangan tenaga lebih menyukai hiburan.

b. Perkembangan motorik

Permainan anak pada setiap usia melibatkan koordinasi motorik. Pengendalian motorik yang baik memungkinkan anak terlibat dalam permainan aktif.

c. Intelegensi

(33)

lebih menunjukkan kecerdikan. Dengan bertambahnya usia, mereka lebih menunjukkan perhatian dalam permainan kecerdasan dramatik, konstruksi, dan membaca, termasuk upaya menyeimbangkan faktor fisik dan intelektual yang nyata.

d. Jenis kelamin

Anak laki-laki bermain lebih kasar ketimbang anak perempuan dan lebih menyukai permainan dan olah raga ketimbang berbagai jenis permainan lain.

e. Lingkungan

Anak dari lingkungan yang buruk kurang bermain ketimbang anak lainnya karena kesehatan yang buruk, kurang waktu, peralatan dan ruang.

f. Status sosial ekonomi

Anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih menyukai kegiatan yang mahal, sedangkan mereka dari kalangan bawah terlihat dalam kegiatan yang tidak mahal.

g. Jumlah waktu bebas

Jumlah waktu bermain terutama bergantung pada status ekonomi keluarga.

h. Peralatan bermain

Peralatan bermain yang dimiliki anak mempengaruhi permainannya. Soetjiningsih (1995) menemukan kesalahan-kesalahan di dalam memilih alat permainan, diantaranya:

(34)

1) Orang tua memberikan sekaligus banyak macam alat permainan 2) Banyak orang tua membeli alat permainan yang mereka pikir

indah dan menarik. Tetapi mereka tidak berpikir apa yang akan dikerjakan anak terhadap alat permainan tersebut.

3) Banyak orang tua membayar terlalu mahal untuk alat permainan. 4) Alat permainan tidak sesuai dengan umur anak.

5) Memberikan terlalu banyak alat permainan dengan tipe yang sama.

6) Banyak orang tua yang tidak meneliti keamanan dari alat permainan yang dibelinya.

7) Alat permainan yang terlalu lengkap/sempurna, sehingga sedikit peluang bagi anak untuk melakukan eksplorasi dan konstruksi. Alat permainan edukatif (APE) merupakan alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak, disesuaikan dengan usianya dan tingkat perkembangannya.

Diungkapkan oleh Soetjiningsih (1995) APE yang memenuhi syarat, yaitu:

a) Aman

Alat permainan dibawah usia 2 tahun, tidak boleh terlalu kecil, catnya tidak boleh mengandung racun, tidak ada bagian yang tajam, dan tidak ada bagian yang mudah pecah. b) Ukuran dan berat

(35)

sebaliknya kalau terlalu kecil akan berbahaya karena dapat mudah tertelan oleh anak.

c) Disainnya harus jelas

APE harus mempunyai ukuran-ukuran, susunan, dan warna tertentu, serta jelas maksud dan tujuan.

d) APE harus mempunyai fungsi untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak, seperti motorik, bahasa, kecerdasan dan sosialisasi.

e) Harus dapat dimainkan dengan berbagai variasi, tetapi jangan terlalu sulit sehingga membuat anak frustasi.

f) Walaupun sederhana harus tetap menarik baik warna maupun bentuknya.

g) APE harus tidak mudah rusak.

E. Hubungan antara pengelolaan aktivitas bermain dengan perkembangan motorik halus pada anak usia toddler (1-3 tahun).

Pengelolaan aktivitas bermain merupakan salah satu cara untuk menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada usia 3 tahun pertama, otak manusia akan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat, yaitu mencapai 70–80 % (Jindrich, 2005). Oleh karena itu otak manusia perlu dirangsang sebanyak mungkin dan harus dimulai sejak dini. Semakin banyak stimulasi yang diberikan, makin maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Bila tidak ada rangsangan, jaringan otak akan mengecil

(36)

akibat menurunnya fungsi otak (Soetjiningsih, 1995).

Stimulasi dini adalah rangsangan yang dilakukan sejak dini untuk merangsang semua sistem indera, gerakan, komunikasi, emosi dan pikiran. Rangsangan sejak lahir, terus-menerus dan bervariasi akan memacu berbagai aspek kecerdasan anak, logika-matematikal, emosi, komunikasi linguistik (bahasa), kecerdasan musikal, kinestetik (gerak), visio-spasial. Stimulasi juga harus disesuaikan dengan umur perkembangan kemampuannya, dan dilakukan terus-menerus oleh keluarga (terutama ibu atau pengganti ibu) dalam pola asuh yang demokratik, penuh kasih sayang dan dalam suasana bermain (Sukirman, 2000). Hal ini dikuatkan oleh Soetjiningsih (1995) yang menyatakan bahwa anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau bahkan tidak mendapat stimulasi.

Stimulasi yang dapat diberikan dapat berupa bermain. Pengelolaan aktivitas bermain sangat penting untuk meningkatkan perkembangan anak, misalnya orang tua perlu mengawasi anaknya dalam bermain baik bermain sendiri maupun bermain bersama temannya, pemberian permainan yang bervariasi sehingga anak tidak bosan, memberikan bimbingan pada anak saat bermain, dll. Munculnya seseorang di hadapan anak misalnya ibunya, maka akan memberikan gairah kenikmatan dan kesenangan sehingga anak akan berinisiatif untuk melakukan permainan dengan ibu tersebut agar diperoleh sesuatu yang menyenangkan. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi perkembangan motorik halus pada anak, misalnya bermain memegang benda

(37)

kecil dengan jari telunjuk dan ibu jari, memasukkan benda ke dalam botol, bermain menyusun balok, dll. Pemberian stimulasi akan lebih efektif apabila orang tua mengawasi dan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya (Soetjiningsih, 1995).

F. Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi dari Hurlock (1991) & Moersintowarti (2002). Skema 2.1. Kerangka Teori

G. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Skema 2.2. Kerangka Konsep Faktor-faktor yang mempengaruhi laju

perkembangan motorik anak: a. Sifat dasar genetik b. Lingkungan c. Status gizi ibu d. Kelahiran yang sukar e. Urutan kelahiran f. Cacat fisik g. Kecerdasan h. Dorongan

i. Stimulasi (pengelolaan aktivitas bermain)

j. Keadaan sosial ekonomi k. Jenis kelamin

l. Metode pelatihan anak

Perkembangan motorik anak

Pengelolaan aktivitas bermain

Perkembangan motorik halus pada anak usia toddle

r (1-3 tahun)

(38)

H. Variabel Penelitian

Variabel–variabel yang diteliti antara lain: 1. Variabel Independent (bebas)

Merupakan suatu variabel yang menjadi sebab atau timbulnya variabel dependent/terikat, atau variabel yang nilainya menentukan variabel lain (Hidayat, 2003). Variabel independent dalam penelitian ini adalah pengelolaan aktivitas bermain.

2. Variabel Dependent (terikat)

Merupakan variabel yang dipengaruhi atau akibat variabel independent/bebas (Hidayat, 2003). Variabel dependent dalam penelitian ini adalah perkembangan motorik halus pada anak usia toddler (1-3 tahun).

I. Hipotesa

Ho: Ada hubungan antara pengelolaan aktivitas bermain dengan perkembangan motorik halus pada usia toddler (1-3 tahun) di Kelurahan Pacar Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang.

Ha: Tidak ada hubungan antara pengelolaan aktivitas bermain dengan perkembangan motorik halus pada usia toddler (1-3 tahun) di Kelurahan Pacar Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang.

Referensi

Dokumen terkait

Brez dvoma je elaborat Komisije pri Izvršnem svetu LR Slovenije, ki je preu č evala socialno-ekonomski položaj in demografsko podobo italijanske manjšine na obmo č ju Okraja Koper,

Disamping itu, kebanyakan studi efisiensi hanya fokus pada pengukuran kinerja efisiensi teknis, sementara penelitian yang melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang

Pada tahap ini peneliti akan melihat hasil dari tahap tindakan dan pengamatan pada siklus I. Dari hasil tersebut jika masih banyak siswa yang bersikap negatif terhadap

Kemudian usaha kedua yaitu merencanakan kampanye diawali dengan menyusun tujuan dari kampanye Counting Down ini yaitu: untuk menberikan informasi kepada

Adapun tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui kekuatan tarik material komposit yang diperkuat serat tangkai sagu dipadukan dengan serbuk gergaji kayu

Pembelajaran yang dilakukan perlu melatihkan keterampilan-keterampilan sains sehingga peserta didik terbiasa melakukan hal-halyang berhubungan dengan kegiatan seperti:

Secara teoritis kewenangan lembaga-lembaga negara di Indonesia mengarah pada sistem pemerintahan presidensil, namun kemudian secara praktek dalam menjalankan fungsi dan

Sekolah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh perseratus) dari total jumlah