• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten Blora 2015 KATA PENGANTAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten Blora 2015 KATA PENGANTAR"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan dan kemampuan kita dalam menyusun kajian Indeks Kemahalan Konsumen (IKK) Kabupaten Blora Tahun 2015. Buku ini disusun dengan maksud untuk menyediakan data perbandingan indeks harga bangunan di Kabupaten Blora dengan kabupaten lain di sekitar Kabupaten Blora.

IKK merupakan salah satu variabel yang digunakan dalam perhitungan Dana Alokasi Umum Tahun Anggaran 2016. Data dalam publikasi ini diperoleh melalui survei harga perdagangan besar bahan bangunan/konstruksi di setiap kabupaten/kota yang dilakukan secara nasional. Dengan demikian, melalui IKK ini kita mendapat gambaran tentang tingkat kemahalan konstruksi di Kabupaten Blora. Artinya, dengan mengetahui nilai IKK Kabupaten Blora, kita sudah mampu menganalisa kebutuhan bahan bangunan dalam membangun suatu bangunan/kontruksi.

Di era otonomi daerah, semangat menyediakan indikator pembangunan ini menjadi termotivasi. Lebih-lebih bagi perencana, indikator yang dimiliki digunakan sebagai dasar dalam percepatan pembangunan daerah dan perencanaan pembangunan secara merata dan adil agar tujuan pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Sebagai lembaga perencana, Bappeda Kabupaten Blora selalu memanfaatkan data dan informasi yang valid dan akurat dalam menyusun perencanaan pembangunan. Hal ini merupakan amanat Undang-undang Nomor

(6)

23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Pasal 274 yang menyatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah didasarkan pada data dan informasi yang dikelola dalam Sistem Informasi Pembangunan Daerah.

Akhir kata, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan untuk penyempurnaan dalam terbitan atau penyusunan buku IKK Kabupaten Blora pada tahun yang akan datang.

Blora, Desember 2015

KEPALA BAPPEDA KABUPATEN BLORA

Ir. SAMGAUTAMA KARNAJAYA, MT Pembina Utama Muda

(7)

DAFTAR ISI

hal

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ………. vii

Daftar Grafik………....…. viii

I. Pendahuluan ... 1.1. Latar Belakang ………. 1 1.2. Permasalahan ... 4 1.3. Tujuan ... ……... 6 1.4. Sistematika Penulisan ………... 7 II. Metodologi... 2.1. Ruang Lingkup dan Sumber Data.... ... ... 9

2.2. Kegiatan Pengumpulan Data ... 10

2.3. Kuesioner yang Digunakan .. ... 11

2.3.1 Pemilihan Kualitas ... 11

2.3.2 Konsep dan Definisi ... 12

2.4. Metode Penghitungan Diagram Timbang IKK 2015 ... 16

2.4.1 Paket Komoditas ... 20

2.4.2 Sistem Konstruksi .. ... 21

2.4.3 Komponen Konstruksi .. ... 25

2.4.4 Prosedur Penghitungan Penimbang... 26

2.5. Metode Penghitungan IKK ... 29

(8)

hal III. Pembahasan……….

3.1. Gambaran Umum Kabupaten Blora ... 33 3.2. Keadaan Kependudukan ... 38 3.3. Gambaran Transportasi dan Infrastruktur Jalan ………... 42 3.4. Kesenjangan Infrastruktur Antar Wilayah...….. 47 3.5. IKK Kabupaten Blora Tahun 2014……… 52 IV. Kesimpulan ... 57

(9)

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 3.1 Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Blora, 2013-2014... 35 Tabel 3.2 Tekstur, Kedalaman, dan Kemiringan Lahan di Kabupaten Blora,

2014... 36 Tabel 3.3 Perkembangan Hari Hujan dan Curah Hujan di Kabupaten Blora,

2008-2014 ... 38 Tabel 3.4 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Persebaran Penduduk

Kabupaten Blora, 2014... 41 Tabel 3.5 Jumlah Kendaraan Menurut Jenisnya di Kabupaten Blora,

2010 – 2014... 46 Tabel 3.6 Panjang Jalan, Luas Wilayah dan Kerapatan Jalan Antar

Kecamatan di Kabupaten Blora Tahun 2014... 48 Tabel 3.7 Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan Antar Kecamatan di

Kabupaten Blora, 2014... 51 Tabel 3.8 Indeks Kemahalan Konstruksi Provinsi, se- Indonesia 2014... 54

(10)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 3.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Blora, 2011-2014... 39 Gambar 3.2 Persentase Panjang Jalan Menurut Kondisi di Kabupaten Blora,

2014... 42 Gambar 3.3 Persentase Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan di

Kabupaten Blora, 2014...43 Gambar 3.4 Persentase Panjang Jalan Menurut Kelas Jalan di Kabupaten

Blora, 2014...45 Gambar 3.5 Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan Antar Kecamatan di

Kabupaten Blora, 2014...49 Gambar 3.6 Panjang Jalan dan Rasio Panjang Jalan per 1000 Penduduk

Antar Kecamatan di Kabupaten Blora, 2014...50 Gambar 3.7 Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), Kabupaten Blora Kabupaten

(11)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan daerah diarahkan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut direalisasikan oleh pemerintah dengan melakukan berbagai pembangunan fisik maupun non fisik yang tersebar sampai pelosok wilayah yang sekaligus secara bertahap diharapkan dapat mengurangi kemiskinan. Pembangunan fisik yang tersebar merata diharapkan dapat membawa perubahan pada tingkat kesejahteraan masyarakat secara merata, sehingga mengurangi kesenjangan sosial baik antar daerah maupun antar masyarakat.

Pembangunan fisik berupa gedung-gedung perkantoran, tempat ibadah, maupun tempat untuk kegiatan sosial masyarakat di berbagai bidang terus mengalami perkembangan yang dinamis sesuai dengan gerak roda perekonomian daerah. Dalam rangka mendukung semua keberhasilan pembangunan tersebut, pemerintah menempuh kebijakan otonomi daerah yang ditujukan agar pembangunan dapat dirasakan merata dan adil di seluruh wilayah. Disamping itu, kebijakan otonomi daerah dapat juga mengatasi masalah ketimpangan horizontal antar daerah dengan tujuan utama yaitu pemerataan kemampuan keuangan antar daerah.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 telah mengisyaratkan bahwa sebagian besar urusan pemerintahan pusat diserahkan kepada

(12)

pemerintah daerah. Dengan berlakunya UU No.22 tahun 1999 tersebut, maka kedudukan pemerintah daerah kabupaten/kota menjadi sangat strategis, dimana Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pemerintah dan pembangunan di daerah. Dengan besarnya kewenangan tersebut maka pemerintah daerah dapat mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri serta sumber keuangan lain seperti perimbangan keuangan pusat dan daerah yang dapat berupa : Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Kewenangan pembangunan yang besar oleh pemerintah daerah ini disebut desentralisasi pembiayaan. Kewenangan ini diatur melalui UU No.25 tahun 1999 mengenai pengaturan keuangan pusat dan daerah.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada 1 Januari 2001 sampai sekarang ini, salah satu sumber pendapatan utama daerah kabupaten/kota adalah DAU. Selama beberapa tahun terakhir pun, DAU juga merupakan salah satu pendapatan utama Pemerintah Kabupaten Blora dan pemerintah kabupaten/kota lainnya di provinsi Jawa Tengah. Agar pembagian DAU ke daerah kabupaten/kota menjadi adil, proporsional, dan merata maka perlu adanya dukungan data yang valid, akurat dan terkini sebagai data dasar dalam penghitungan DAU yang didasarkan pada azas kesenjangan fiskal (fiscal gap).

Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, kebutuhan fiskal yang dianggarkan melalui DAU dihitung berdasarkan lima variabel yaitu

(13)

jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita, dan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK). DAU dihitung berdasarkan kesenjangan fiskal antar daerah, dimana kesenjangan fiskal merupakan selisih antara potensi dan kebutuhan daerah. Indikator-indikator pokok kebutuhan daerah dalam penghitungan DAU adalah Indeks Jumlah Penduduk (IP), Indeks Luas Wilayah (IW), Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), Indeks PDRB perkapita (IPP) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Salah satu indikator penting yang menunjukkan kebutuhan daerah dalam penghitungan DAU yaitu Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK). Pentingnya IKK ini ditunjukkan oleh bobot penghitungannya dalam penghitungan DAU yang sangat besar. Dalam penghitungan tingkat kebutuhan fiskal daerah pada alokasi DAU 2015, IKK memiliki peran yang sama dengan jumlah penduduk, memilki bobot tiga kali lipat dari IPM dan dua kali lipat dari bobot IPP dan IW.

DAUi,2015 = Belanja Rata-rata Realisasi APBD2013 (0,3 IP2014 + 0,15 IW2013 +

0,3 IKK2014 + 0,15 IPP2013 + 0,1 IPM2013)

Dari kelima variabel pada penghitungan DAU di atas terlihat bahwa jumlah penduduk dan kemahalan harga barang/jasa konstruksi memiliki bobot atau peran paling besar dalam menentukan tingkat kebutuhan fiskal suatu daerah. Hal ini menunjukkan bahwa selain data jumlah penduduk maka data lain yang tidak kalah penting yang harus dimiliki oleh suatu daerah adalah data harga barang-barang konstruksi. Oleh karena itu, sebagai daerah

(14)

kabupaten yang sedang giat-giatnya membangun, Kabupaten Blora sangat membutuhkan data harga barang-barang konstruksi yang dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam penghitungan IKK yang berimplikasi pada besaran DAU untuk tahun-tahun mendatang. Selain itu data IKK juga memberikan manfaat yang optimal bagi Pemerintah Kabupaten Blora khususnya dalam penetapan nilai/biaya suatu bangunan konstruksi.

1.2. Permasalahan

IKK digunakan sebagai proxy untuk mengukur tingkat kesulitan geografis suatu daerah, semakin sulit letak geografis suatu daerah maka semakin tinggi pula tingkat harga di daerah tersebut. Tidak ada dua gedung kantor yang identik atau jembatan yang sama persis karena masing-masing memiliki karakter dan desain yang khusus untuk ditempatkan pada lokasi masing-masing.

Penghitungan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), karenanya didasarkan atas suatu pendekatan atau kompromi tertentu. Misalnya yang menjadi objek adalah bangunan tempat tinggal, maka bangunan tempat tinggal tersebut harus mengakomodir berbagai macam rancangan dan model. Untuk tujuan membandingkan harga konstruksi antar wilayah/daerah, dikenal ada dua metode penghitungan, yang pertama dengan pendekatan input dan yang kedua pendekatan harga output.

(15)

Pendekatan harga input yaitu dengan mencatat semua material penting yang digunakan digabung dengan upah dan sewa peralatan sesuai dengan bobotnya masing-masing. Kelemahan metode ini adalah bahwa kegiatan konstruksi dianggap mempunyai produktivitas yang sama dan tidak mempertimbangkan overhead cost. Pendekatan output dilakukan dengan cara menanyakan harga konstruksi yang sudah jadi. Pada harga output kelemahannya adalah bahwa dalam harga bangunan sudah termasuk manajemen cost dan keuntungan kontraktor yang bervariasi antar daerah dan antar proyek sehingga tidak memadai untuk tujuan membandingkan kemahalan konstruksi antar wilayah.

Alternatifnya adalah mengumpulkan harga konstruksi yang bisa mencakup overhead cost dan produktivitas pekerja tanpa memasukkan manajemen cost dan keuntungan kontraktor. Caranya adalah dengan mengumpulkan harga komponen bangunan seperti harga dinding, atap, dan sebagainya. Apabila harga-harga komponen tersebut digabungkan maka akan didapatkan harga total proyek yang besarannya berada di atas harga input tetapi di bawah harga output karena sudah memasukkan overhead cost dan upah tetapi mengeluarkan biaya manajemen dan keuntungan kontraktor. Data seperti ini bisa didapatkan dari dokumen Bill of Quantity (BoQ) satu proyek yang sudah selesai. Dengan digunakannya realisasi APBD pembentukan modal tetap sebagai salah satu penimbang IKK, maka setiap tahun IKK satu kabupaten/kota relative terhadap kabupaten/kota berubah-ubah tergantung dari realisasi APBD masing-masing kabupaten/kota.

(16)

1.3.Tujuan

Dalam rangka optimalisasi manfaat IKK bagi Pemerintah Kabupaten Blora upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan analisis IKK Kabupaten Blora untuk melihat secara utuh berbagai aspek tentang IKK seperti :

1. Memberikan gambaran komponen-komponen Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) Kabupaten Blora Tahun 2015;

2. Mengetahui berapa nilai Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) Kabupaten Blora Tahun 2015;

3. Dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan daerah dan pembangunan daerah, sehingga perencanaan pembangunan Kabupaten Blora kedepannya dapat lebih terarah dan tepat sasaran;

4. Merupakan salah satu ukuran yang dapat menjadi starting point bagi Pemerintah Kabupaten Blora dalam perencanaan pembangunan sumber daya manusia Kabupaten Blora pada tahun-tahun yang akan datang; dan

5. Untuk membantu pengambil kebijakan, peneliti atau konsumen data lainnya dalam memahami keadaan masyarakat Kabupaten Blora secara lebih spesifik.

(17)

1.4. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan Indeks Kmehalan Konstruksi Kabupaten Blora Tahun 2015, disusun dengan sistematika sebagai berikut : Bab I merupakan Pendahuluan yang membahas latar belakang,

permasalahan dan tujuan

Bab II menguraikan Metodologi yang digunakan dalam penghitungan Indeks Kemahalan Konstruksi termasuk didalamnya ruang lingkup dan sumber data, kegiatan pengumpulan data, kuesioner yang digunakan dan metode penghitungan diagram timbang IKK tahun 2015

Bab III merupakan Pembahasan yang menguraikan gambaran umum Kabupaten Blora, kesenjangan infrastruktur di Kabupaten Blora dan IKK Kabupaten Blora

Bab IV merupakan kesimpulan yang berisi kesimpulan dari bab-bab yang telah diuraikan sebelumnya

(18)
(19)

METODOLOGI

2.1. Ruang Lingkup dan Sumber Data

Data dasar yang digunakan dalam penghitungan IKK kabupaten/kota adalah harga perdagangan besar bahan bangunan/konstruksi dan harga sewa alat berat yang diperoleh melalui survei yang dilakukan di seluruh kabupaten/kota. Untuk penghitungan IKK Provinsi menggunakan data harga rata-rata dari seluruh kabupaten/kota di masing-masing provinsi. Harga bahan bangunan/konstruksi yang dikumpulkan meliputi barang-barang hasil pertambangan/penggalian dan barang-barang hasil industri pengolahan, dan jasa sewa alat berat.

Sumber data utama dalam penghitungan angka Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) ini menggunakan data primer yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Blora, dan sebagai data pendukung adalah data sekunder dari DPPKAD Kabupaten Blora. Data primer yang diambil BPS didapat melalui survei yang dikenal dengan Survei Serentak Harga Bahan Bangunan/Konstruksi Tahun 2015. Sedangkan data sekunder berasal dari DPPKAD Kabupaten Blora,yakni realisasi belanja daerah APBD Blora tahun 2014. Dari data APBD tersebut dibuat diagram timbang umum IKK Kabupaten Blora, dengan cara dipilih pengeluaran yang digunakan untuk kegiatan konstruksi dan kelompokkan ke dalam 5 (lima) jenis bangunan, yaitu:

(20)

bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal; bangunan pekerjaan umum untuk pertanian; pekerjaan umum untuk jalan, jembatan dan pelabuhan, bangunan untuk instalasi listrik, gas, air minum dan komunikasi; serta bangunan lainnya.

2.2. Kegiatan Pengumpulan Data

Untuk keperluan penghitungan IKK 2015 dilakukan survei serentak khusus untuk barang-barang konstruksi dan sewa alat berat yang menjadi paket komoditas IKK. Survei Serentak Harga Bahan Bangunan/Konstruksi ini dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota (491 kabupaten/kota) di 33 provinsi di Indonesia. Informasi yang ditanyakan adalah harga bahan bangunan, sewa alat-alat berat dan upah jasa konstruksi seperti yang terdapat pada kuesioner survei. Survei serentak ini dilakukan empat kali dalam setahun yaitu pada tanggal 20-30 bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Responden survei terdiri dari beberapa kategori yaitu pedagang besar/distributor, pedagang campuran, produsen, pedagang eceran, dan kategori lainnya seperti : kontraktor, dinas PU atau instalasi terkait lainnya (khusus untuk mengumpulkan data harga sewa alat-alat berat, dan upah pekerja), Pemilihan responden diutamakan pedagang besar (PB), jika tidak ada PB maka dipilih responden dengan urutan skala prioritas yaitu dari pedagang campuran, produsen, dan pilihan terakhir yaitu pedagang eceran (PE). Pedagang campuran adalah pedagang yang dalam menjual barang dagangannya sebagian dilakukan secara partai besar dan sebagian lagi

(21)

dilakukan secara eceran, sedangkan data harga yang dicatat adalah harga untuk penjualan barang dalam partai besar. Jumlah sampel untuk setiap komoditas adalah 1-3 responden. Dari jumlah sampel ini diharapkan dapat melengkapi isian kuesioner. Pencacahan dalam survei ini dilakukan dengan cara kunjungan dan wawancara langsung terhadap responden terpilih pada periode pencacahan. Jika tidak memungkinkan untuk wawancara langsung, maka kuesioner bisa ditinggal kepada responden untuk kemudian diambil kembali paling lambat keesokan harinya. Pada saat kuesioner diambil seyogyanya isian pada daftar tersebut diperiksa terlebih dahulu untuk memastikan daftar isian telah terisi dengan baik dan benar.

2.3. Kuesioner yang Digunakan

Untuk mengumpulkan data harga bahan bangunan dan sewa alat berat paket komoditas IKK digunakan satu kuesioner/daftar yaitu daftar VIKK2015. Daftar ini digunakan untuk mencatat harga bahan bangunan/konstruksi, sewa alat berat, dan upah jasa konstruksi.

2.3.1. Pemilihan Kualitas

Agar hasil pengumpulan data harga dalam survei ini sesuai dengan kebutuhan data harga seperti yang tertuang dalam daftar VIKK2015, maka perlu dilakukan pemilihan kualitas sebagai berikut :

(22)

1. Kualitas terpilih harus kualitas yang telah ditentukan oleh BPS - RI, yaitu kualitas umum yang biasanya ada di seluruh kabupaten/kota dan tertulis dalam pilihan daftar VIKK2014 sebagai pertanyaan tertutup. Contoh : a. Jenis barang : semen Abu-abu

b. Kualitas : Tiga Roda 50 kg, Tiga Roda 40 kg

2. Apabila kualitas jenis barang atau bahan bangunan/konstruksi tidak tersedia dalam pilihan dalam kuesioner VIKK2014, maka pilih kualitas yang setara dan dominan digunakan di kabupaten/kota bersangkutan dengan menggunakan satuan standar yang tertulis dalam daftar VIKK2014 dalam isian yang terbuka.

Contoh, apabila di daerah pencacahan tidak terdapat data harga cat kayu isi 1 kg dengan kualitas/merk Glotex, maka pilih kualitas yang setara dengan cat kayu Glotex tersebut dengan mengisi isian yang kosong/terbuka yang tersedia. Ukuran kesetaraan ini dapat dilihat dari kualitas/mutu maupun harganya.

2.3.2. Konsep dan Definisi

Kualitas hasil pengumpulan data dalam survei ini sangat ditentukan oleh kualitas pemahaman petugas pengumpul data (pencacah) tentang konsep dan definisi dari beberapa istilah yang digunakan dalam pelaksanaan survei ini. Istilah-istilah dan konsep yang perlu dipahami tersebut adalah sebagai berikut:

1. Harga perdagangan besar (HPB) adalah harga transaksi yang terjadi

(23)

besar berikutnya sebagai pembeli secara party/grosir di pasar pertama atas suatu barang.

2. Harga produsen adalah harga transaksi yang terjadi antara produsen sebagai penjual dengan pedagang besar/distributor sebagai pembeli secara party/grosir di pasar pertama atas suatu barang.

3. Harga eceran adalah harga transaksi yang terjadi antara pedagang eceran sebagai penjual dengan konsumen sebagai pembeli secara eceran/satuan yang digunakan untuk konsumsi langsung bukan untuk diperjualbelikan.

4. Harga pedagang campuran adalah harga transaksi yang terjadi antara pedagang yang menjual barang secara partai/grosir dan juga menjual barang secara eceran dengan konsumen baik yang digunakan untuk konsumsi langsung atau konsumsi tidak langsung. 5. HPB bahan bangunan/konstruksi adalah harga berbagai jenis bahan

bangunan yang digunakan dalam kegiatan konstruksi dalam jumlah besar (party) yang merupakan hasil transaksi antara pedagang besar/distributor/supplier bahan bangunan/konstruksi dengan pengguna bahan bangunan tersebut.

6. Produsen adalah Penghasil barang-barang baik dilakukan secara manual maupun dengan bantuan mesin.

(24)

7. Pedagang Besar (PB) adalah pedagang/distibutor yang menjual bahan bangunan/konstruksi secara party/grosir atau dalam jumlah besar.

8. Pedagang campuran adalah pedagang yang dalam menjual barang dagangannya sebagian dilakukan secara partai besar dan sebagian lagi dilakukan secara eceran, sedangkan data harga yang dicatat adalah harga untuk penjualan barang dalam partai besar.

9. Pedagang Besar Pertama (PB I) adalah pedagang besar sesudah produsen/penghasil.

10. Party/grosir atau jumlah besar yang dimaksud adalah bukan eceran. Batasan ini relatif mengingat sulit menentukan besarannya, baik kuantitas maupun nilai dari suatu komoditas. Hal ini sangat tergantung dari karakteristik komoditasnya sendiri.

11. Kegiatan Konstruksi adalah suatu kegiatan yang hasil akhirnya berupa bangunan/konstruksi yang menyatu dengan lahan tempat kedudukannya baik digunakan sebagai tempat tinggal atau sarana kegiatan lainnya. Kegiatan konstruksi yang dimaksud dalam survei ini adalah hanya kegiatan pembangunan baru. Hasil kegiatan antara lain: gedung, jalan jembatan, rel dan jembatan kereta api, terowongan, bangunan air dan drainase, bangunan sanitasi, landasan pesawat terbang, dermaga, bangunan pembangkit listrik, transmisi, distribusi dan bangunan jaringan komunikasi. Sedangkan kegiatan konstruksi

(25)

meliputi perencanaan, persiapan, pembuatan, pembongkaran, dan perbaikan bangunan.

12. Harga sewa alat berat konstruksi adalah harga yang terjadi ketika seseorang/organisasi/institusi menyewa alat-alat berat yang digunakan untuk kegiatan konstruksi dalam periode tertentu seperti dalam waktu jam, hari, mingguan, dan bulanan. Satuan/unit yang digunakan dalam harga sewa ini adalah unit/jam.

13. Excavator adalah suatu mesin alat berat yang berfungsi untuk menggali tanah dan menuangkannya ke dalam kendaraan truk.

14.Buldozer adalah alat berat yang berfungsi untuk menggusur/memindahkan (mendorong) tanah dalam jarak pendek. 15. Three Wheel Roller (Mesin Giling) adalah alat berat yang digunakan

untuk memadatkan tanah atau mengeraskan permukaan jalan. 16. Dumptruck, sudah jelas.

17. Mandor adalah pekerja konstruksi yang memiliki tugas untuk mengawasi jalannya proyek dan berkoordinasi dengan kepala tukang. Pada pekerjaan yang lebih kecil, Mandor merangkap kepala tukang. 18. Kepala Tukang adalah pekerja konstruksi yang memiliki tugas

mengawasi dan membimbing buruh konstruksi untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan.

(26)

19. Tukang batu adalah buruh konstruksi yang memiliki tugas untuk memasang batu kali, batu bata, ubin, dan membuat plester tembok. Alat kerja yang digunakan biasanya adalah cetok, mal, dan water pass.

20. Tukang kayu adalah buruh konstruksi yang mempunyai tugas untuk membuat struktur bangunan dari kayu dan alat kerja yang digunakan biasanya adalah serut, gergaji, bor, pahat, dll.

21. Tukang cat adalah buruh konstruksi yang bekerja untuk mengecat tembok, papan, dan dinding lainnya.

22. Tukang listrik adalah buruh konstruksi yang memiliki tugas memasang instalasi listrik dan perlengkapannya dan memasang sistem listrik generator, trafo, dll.

2.4. Metode Penghitungan Diagram Timbang IKK 2015

Pengumpulan data harga di sektor konstruksi menggunakan pendekatan Basket of Construction Component (BOCC). Metode pendekatan ini didesain untuk tujuan perbandingan antar wilayah. Data harga yang dikumpulkan terdiri dari komponen konstruksi utama dan input dasar yang umum dalam suatu wilayah. Komponen konstruksi adalah output fisik konstruksi yang diproduksi sebagai tahap intermediate dalam proyek konstruksi. Elemen kunci dalam proses pendekatan ini adalah semua harga yang diestimasi berhubungan dengan komponen yang dipasang, termasuk

(27)

biaya material, tenaga kerja, dan peralatan. Tujuan penggunaan pendekatan BOCC adalah memberikan perbandingan harga konstruksi yang lebih sederhana dan biaya yang murah dan memungkinkan menggunakan metode Bill of Quantity (BOQ).

Pendekatan BOCC didasarkan pada harga 2 jenis komponen, yakni komponen gabungan dan input dasar. Selanjutnya untuk tujuan estimasi perbandingan antar wilayah, komponen-komponen tersebut dikelompokkan dalam bentuk sistem-sistem konstruksi. Sistem-sistem tersebut selanjutnya dikelompokkan ke dalam basic heading.

Beberapa konsep dan definisi yang perlu dipahami adalah mengenai kegiatan konstruksi dan klasifikasi jenis bangunan. Kegiatan konstruksi meliputi kegiatan pembangunan baru, perluasan, renovasi/pemugaran, pemeliharaan/perbaikan, pembongkaran, penyiapan lahan (tidak termasuk pembelian lahan/tanah). Kegiatan konstruksi ini dibedakan/kelompokkan ke dalam 5 (lima) jenis bangunan/konstruksi, yaitu:

1. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal; 2. Bangunan pekerjaan umum untuk pertanian;

3. Pekerjaan umum untuk jalan, jembatan dan pelabuhan;

4. Bangunan untuk instalasi listrik, gas, air minum dan komunikasi; 5. Bangunan lainnya

(28)

1. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal

a. Konstruksi gedung tempat tinggal, meliputi : rumah yang dibangun sendiri, real estate, rumah susun, dan perumahan dinas.

b. Konstruksi gedung bukan tempat tinggal, meliputi : konstruksi gedung perkantoran, industri, kesehatan, pendidikan, tempat hiburan, tempat ibadah,terminal/stasiun dan bangunan monumental.

2. Bangunan pekerjaan umum untuk pertanian

a. Bangunan pengairan, meliputi : pembangunan waduk (reservoir), bendungan (weir), embung, jaringan irigasi, pintu air, sipon dan drainase irigasi, talang, check dam, tanggul pengendali banjir, tanggul laut, krib, dan waduk.

b. Bangunan tempat proses hasil pertanian, meliputi : bangunan penggilingan dan bangunan pengeringan.

3. Bangunan pekerjaan umum untuk jalan, jembatan, dan pelabuhan

a. Bangunan jalan, jembatan, dan landasan, meliputi : pembangunan jalan, jembatan, landasan pesawat terbang, pagar/tembok, drainase jalan, marka jalan, dan rambu-rambu lalu lintas.

b. Bangunan jalan dan jembatan kereta, pembangunan jalan dan jembatan kereta.

(29)

c. Bangunan dermaga, meliputi : pembangunan, pemeliharaan, dan perbaikan dermaga/pelabuhan, sarana pelabuhan, dan penahan gelombang.

4. Bangunan untuk instalasi listrik, gas. Air minum, dan komunikasi

a. Bangunan elektrikal, meliputi : pembangkit tenaga listrik, transmisi dan transmisi tegangan tinggi.

b. Konstruksi telekomunikasi udara, meliputi konstruksi bangunan telekomunikasi dan navigasi udara, bangunan pemancar/penerima radar, dan bangunan antena.

c. Konstruksi sinyal dan telekomunikasi kereta api, pembangunan konstruksi sinyal dan telekomunikasi kereta api.

d. Konstruksi sentral telekomunikasi, meliputi : bangunan sentral telepon/telegraf, konstruksi bangunan menara pemancar/penerima radar microwave, dan bangunan stasiun bumi kecil/stasiun satelit. e. Instalasi air, meliputi : instalasi air bersih dan air limbah dan

saluran drainase pada gedung.

f. Instalasi listrik, meliputi : pemasangan instalasi jaringan listrik tegangan lemah dan pemasangan instalasi jaringan listrik tegangan kuat.

(30)

g. Instalasi gas, meliputi : pemasangan instalasi gas pada gedung tempat tinggal dan pemasangan instalasi gas pada gedung bukan tempat tinggal.

h. Instalasi listrik jalan, meliputi : instalasi listrik jalan raya, instalasi listrik jalan kereta api, dan instalasi listrik lapangan udara.

i. Instalasi jaringan pipa, meliputi : jaringan pipa gas, jaringan air, dan jaringan minyak.

5. Bangunan lainnya, meliputi : bangunan sipil, pembangunan lapangan olah raga, lapangan parkir, dan sarana lingkungan pemukiman.

Paket Komoditas

Yang dimaksud dengan paket komoditas IKK adalah suatu keranjang atau paket yang mencakup sejumlah bahan bangunan/ konstruksi yang cukup dominan digunakan untuk membangun satu unit bangunan/ konstruksi. Untuk penghitungan IKK tahun 2015 diperkirakan jumlah bahan bangunan dan sewa alat-alat berat yang menjadi paket komoditas berjumlah 41 terdiri dari 33 jenis bahan bangunan, yaitu: tanah urug, pasir, batu pondasi, batu bata, batako, bata ringan, batu split, seng gelombang, paku, semen portland, besi beton, bak mandi fiber, kloset, seng plat, pipa PVC, kayu balok, kaku papan, kayu lapis/ triplek, cat emulsi, cat minyak, tegel/keramik, genteng/atap, kaca, aspal, gypsum, kabel, bahan bangunan siap pasang dari kayu kelas II, mesin pompa air, rangka atap baja, aluminium, tangki air fiber,

(31)

lampu, MCB dan 8 sewa alat berat, yaitu: excavator, bulldozer, three wheel roller (mesin gilas), tandem/Vibrating roller, dump truck, motor grader, asphalt finisher, dan generator set.

dan upah.

Azaz pemilihan paket komoditas adalah : 1. Comparability (keterbandingan) 2. Representativeness (mewakili)

3. Trade off comparability vs representativeneness

Selanjutnya tahapan dalam pemilihan paket komoditas IKK adalah :

Spesifikasi/kualitas barang dipilih berdasarkan prioritas kualitas/merek barangyang telah ditentukan pada kuesioner. Jika tidak ditemukan maka cari kualitas yang setara.

Spesifikasi/kualitas barang setiap periode pencacahan harus sama. Jenis barang yang dicatat harganya merupakan barang ready stock, harus benar-benar diperdagangkan di kabupaten/kota itu sendiri kecuali untuk barang-barang natural. Pencacahan barang natural (pasir, batu pondasi, batu split, batu bata, batako, dan kusen) tidak harus ready stock

Sistem Konstruksi

Sistem menurut konsep pendekatan BOCC adalah suatu kumpulan komponen dalam suatu proyek konstruksi yang bisa menjalankan

(32)

suatu fungsi tertentu. Sistem adalah struktur dalam sebuah bangunan yang diklasifikasikan kembali ke dalam kumpulan komponen bertujuan untuk mendukung bangunan seperti pondasi, atap, eksterior dan interior, dan lainnya. Sistem konstruksi pada bangunan rumah dan gedung berbeda dengan klasifikasi jenis bangunan lainnya. Berikut adalah jenis sitem untuk bangunan rumah dan gedung, dan system untuk klasifikasi jenis bangunan lainnya.

Sistem Konstruksi untuk Bangunan Rumah dan Gedung

Nama Sistem Penjelasan Sistem

Site-Work (Persiapan) Sistem yang berisi komponen konstruksi yang berhubungan dengan pekerjaan persiapan dalam rangka pembangunan suatu proyek

Substructure Sistem yang berisi komponen struktur dan jenis pekerjaan dibawah permukaan tanah. Sistem ini menahan semua beban bagian bangunan yang berada di atasnya seperti balok, atap dan lainnya Superstructure Sistem yang meliputi komponen struktur dan jenis

pekerjaan di atas permukaan tanah. Sistem ini menahan beban bagian bangunan di atasnya. Exterior Shell/Building

Envelope

Sistem yang berisi komponen konstruksi yang menyelimuti bangunan (atap). Bangunan ini member beban pada system superstructure pada

(33)

bangunan ini.

Interior Partitions Sistem yang terdiri dari semua dinding, dan bagian bangunan untuk jalan keluar masuk bangunan

Interior and Exterior Finishes

Sistem yang meliputi komponen konstruksi yang bertujuan untuk memperindah bangunan, misalnya pengecatan

Mechanical and Plumbing Sistem yang meliputi komponen konstruksi yang mengatur suhu, saluran air, komunikasi, system pemadam kebakaran dan lainnya

Electrical Sistem yang meliputi komponen konstruksi yang berhubungan dengan distribusi listrik dalam sebuah bangunan

Sistem Konstruksi untuk jenis bangunan lainnya adalah sebagai berikut :

Nama Sistem Penjelasan Sistem

Site-Work (Persiapan) Sistem yang berisi komponen konstruksi yang berhubungan dengan pekerjaan persiapan dalam rangka pembangunan suatu proyek

(34)

pekerjaan dibawah permukaan tanah. Sistem ini menahan semua beban bagian bangunan yang berada di atasnya

Superstructure Sistem yang meliputi komponen struktur dan jenis pekerjaan di atas permukaan tanah. Sistem ini menahan beban bagian bangunan di atasnya. Mechanical Equipment Perlengkapan mekanik yang dipasang pada suatu

bangunan seperti pompa, turbin, pipa penghubung, tower pendingin, dan lainnya

Electrical Equipment Peralatan yang terpasang pada bangunan yang digunakan untuk system distribusi tenaga listrik, distribusi panel, pusat control pencahayaan, komunikasi dan lainnya

Underground Utility Jaringan bawah tanah, system atau fasilitas yang digunakan untuk memproduksi, menyimpan, transmisi dan distribusi komunikasi atau telekomunikasi, listrik, gas, minyak bumi, saluran pembuangan akhir, dan lainnya. Peralatan ini termasuk pipa, kabel, fiber optic cable, dan lainnya yang terpasang di bawah permukaan tanah.

(35)

Komponen Konstruksi

Komponen adalah kombinasi dari beberapa material pada lokasi akhir yang dapat diidentifikasikan secara jelas pada tujuannya dalam sebuah proyek bangunan dan juga sistemnya. Contoh komponen adalah beton, pengecatan eksterior, pengecatan interior, pondasi kolom, dan linnya. Sebuah komponen secara umum terdiri dari beberapa material, tenaga kerja dan peralatan.

Biaya masing-masing komponen disusun dari biaya per unit dari material yang digunakan dan perkiraan kuantitas dari material, koefisien dan upah tenaga kerja, koefisien dan sewa peralatan yang digunakan untuk membangun komponen tersebut. Konsep yang mendasar dari pendekatan BOCC adalah mengukur relatif harga pada level komponen konstruksi. Sebuah komponen kemudian dibagi-bagi kembali kedalam beberapa item pekerjaan konstruksi. Komponen konstruksi dapat dianggap sebagai agregasi dari beberapa item pekerjaan konstruksi yang meliputi material, tenaga kerja, dan peralatan yang diperlukan untuk menyelesaikan item pekerjaan tersebut.

Komponen-komponen yang digunakan dalam penghitungan diagram timbang IKK 2015 berbeda antara bangunan tempat tinggal; bangunan umum (untuk pertanian, jalan, jembatan, pelabuhan, jaringan air, listrik dan komunikasi) dan bangunan lainnya.

(36)

1. W1 adalah penimbang yang digunakan pada level agregasi jenis bangunan seperti bangunan tempat tinggal dan bangunan bukan tempat tinggal, bangunan umum untuk pertanian, jalan, jembatan, dan jaringan, dan bangunan lainnya

2. W2 adalah penimbang untuk agregasi pada level system konstruksi 3. W3 adalah penimbang untuk agregasi pada level komponen yang

termasuk upah tenaga kerja dan sewa peralatan konstruksi

Prosedur Penghitungan Penimbang

Langkah awal yang dilakukan untuk menghitung penimbang IKK adalah mengumpulkan Bill of Quantity (BoQ). Pengumpulan BoQ ini dilakukan melalui Survei Diagram Timbang IKK tahun 2014. BoQ yang dikumpulkan dalam survey ini adalah BoQ realisasi pembangunan suatu konstruksi selama tahun 2014 di kabupaten/kota yang bersangkutan. Jika tidak ada pembangunan selama tahun 2014 maka bisa digantikan dengan BoQ dari pembangunan pada tahun 2013. BoQ ini dikumpulkan dari masing-masing kabupaten/kota agar setiap kabupaten/kota memiliki penimbang yang sesuai dengan karakteristik pembangunan di wilayahnya masing-masing.

Tahapan penghitungan diagram timbang dari data BoQ untuk masing-masing kabupaten/kota adalah sebagai berikut :

(37)

Pengkodean merupakan langkah awal yang dilakukan dalam pengolahan data BoQ. Terdapat beberapa macam kode yang diberikan, diantaranya :

a). Melakukan pengkodean jenis bangunan untuk masing-masing jenis dokumen BoQ yang dikumpulkan

b). Melakukan pengkodean sistem pada setiap uraian pekerjaan yang terdapat dalam BoQ

c).Melakukan pengkodean jenis komponen dari setiap uraian pekerjaan yang terdapat dalam BoQ

2. Menghitung share nilai untuk masing-masing tahapan penimbang (W1, W2 dan W3)

a). Menghitung penimbang W1

Pada tahapan penimbang W1 dihitung share nilai setiap system untuk masing-masing bangunan. Nilai sistem adalah jumlah nilai dari seluruh bahan bangunan, upah tenaga kerja, sewa peralatan yang digunakan dalam suatu system konstruksi. Penimbang W1 diperoleh dengan menggunakan rumus berikut :

1 =Nilai Sistem Nilai Sistem 



n1 = 1,2,…,8 untuk bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal

(38)

b). Menghitung penimbang W2

Pada tahapan penimbang W2 dihitung share nilai setuiap komponen masing-masing sistem. Nilai komponen adalah jumlah nilai dari seluruh bahan bangunan, upah tenaga kerja, sewa peralatan yang digunakan dalam sebuah komponen konstruksi. Penimbang W2 bisa diperoleh dengan rumus berikut :

2 = 1 .∑ Nilai SistemNilai Sistem  

n2 menunjukkan jumlah komponen dalam sistem yang bersangkutan

c). Menghitung share untuk penimbang W3

Pada tahapan penimbang W3 dihitung share nilai setiap komoditi untuk masing-masing komponen. Penimbang W3 bisa diperoleh dengan rumus berikut :

3 = 2 .∑ Nilai SistemNilai Sistem  

n3 menunjukkan jumlah komoditi pada komponen yang bersangkutan. Dimana :

 W= 1 

(39)

  W    = 1    W     = 1

Selain sistem penimbang dengan menggunakan pendekatan BOCC, untuk menghitung IKK juga menggunakan penimbang umum (W0) yang digunakan sebagai penghubung masing-masing jenis bangunan menjadi satu kesatuan konstruksi. Penimbang umum berasal dari realisasi anggaran daerah tingkat II (kabupaten/kota) untuk pembangunan konstruksi yang diperoleh melalui Survei Keuangan Pemda Tingkat II (K-2) dengan sumber data DPPKAD Kabupaten Blora. Dari data realisasi anggaran daerah tingkat II untuk pembangunan masing-masing jenis bangunan diperoleh bobot masing-masing jenis bangunan ke total konstruksi di kabupaten/kota yang bersangkutan.

2.5. Metode Penghitungan IKK

Misalkan pkn adalah harga komponen konstruksi n di kabupaten k (k= 1, 2, …, K ; n= 1, 2, …,N). Maka model statistic metoda Contry Product Dummy (CPD) dituliskan sebagai

Pkn = ak bn ukn dalam hal ini k= 1, 2, …,K ; n= 1, 2, …, N,

ak dan bn merupakan parameter yang akan diduga dari data harga sedangkan ukn merupakan random variabel yang berdistribusi identik dan independen.

(40)

Dengan asumsi bahwa random variabel ini berdistribusi lognormal atau dengan kata lain log pkn berdistribusi normal dengan mean 0 dan varian V2 , dalam bentuk logaritma model di atas berbentuk linier

ln pkn = ln ak + ln bn + ln ukn = α k + J n + Q kn

Parameter ak diartikan sebagai tingkat harga konstruksi di kabupaten k relatif terhadap harga konstruksi di kabupaten lain yang sedang dibandingkan. Bila ak dinyatakan sebagai relatif harga konstruksi terhadap kabupaten yang dijadikan referensi, katakan Kabupaten X, maka ak adalah harga konstruksi di Kabupaten K relatif terhadap 1 (satu), yaitu harga di Kabupaten X. Dengan kata lain harga konstruksi di kabupaten K ‘setinggi’ ak dibanding harga konstruksi di Kabupaten X. Karenanya IKK di Kabupaten K dinyatakan sebagai IKKk = exp (αk). Persamaan di atas dikalikan dengan 100 sehingga perbandingan data dinyatakan dalam persen. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana kota referensi/sister city penghitungan IKK adalah Kota samarinda, maka pada penghitungan IKK tahun 2015 ini Kota Surabaya dijadikan kota referensi/sister city. Hal tersebut menyebabkan nilai IKK tahun 2015 tidak dapat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Nilai IKK hanya dapat dibandingkan antar wilayah saja.

(41)

2.6. Perbedaan dengan IKK 2012

Sebagaimana diketahui bahwa IKK sudah dihitung sejak tahun 2003. Penimbang yang digunakan untuk menghitung IKK adalah BoQ tahun 2003. Perkembangan teknik sipil sangat cepat ditambah lagi dengan pesatnya industry bahan bangunan. Saat ini material yang digunakan untuk kegiatan konstruksi sudah banyak yang berubah atau muncul model baru seperti batako ringan, atap baja ringan, kusen alumunium dan sebagainya. Peraturan Pemerintah baik pusat maupun daerah yang mempengaruhi kegiatan konstruksi juga banyak berubah. Hal-hal tersebut mengakibatkan BoQ 2003 yang selama ini digunakan untuk menghitung IKK tidak lagi sesuai dengan kondisi di lapangan. Oleh karena itu mulai tahun 2013 penghitungan IKK sudah menggunakan BoQ terbaru yang dikumpulkan pada tahun 2012. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, IKK tahun 2015 menggunakan data harga komoditi yang dikumpulkan dalam 4 periode pencacahan yaitu pada tanggal 20-30 bulan Januari, April, Juli, dan Oktober sehingga lebih tervalidasi dibandingkan hanya menggunakan satu kali pengambilan data lapangan.

(42)
(43)

PEMBAHASAN

3.1.Gambaran Umum Kabupaten Blora

Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang terletak di ujung timur Provinsi Jawa Tengah, secara administratif berbatasan dengan beberapa kabupaten sebagai berikut:

- Sebelah Barat : Kab. Grobogan, Prov. Jawa Tengah

- Sebelah Utara : Kab. Rembang dan Kab.Pati, Prov. Jawa Tengah - Sebelah Timur : Kab.Bojonegoro, Prov.Jawa Timur

- Sebelah Selatan : Kab.Ngawi, Prov. Jawa Timur

Secara geografis Kabupaten Blora terletak di antara 111o 16’ Bujur Timur sampai dengan 111o 338’ Bujur Timur dan antara 6o 528’ sampai dengan 7o 248’ Lintang Selatan dengan luas wilayah 1.820,59 km2. Wilayah Kabupaten Blora diapit oleh jajaran pegunungan Kendeng Utara dan pegunungan Kendeng Selatan, dengan ketinggian antara 25 meter sampai dengan 500 meter diatas permukaan laut.

Kabupaten Blora bagi atas 16 kecamatan yang terdiri dari 271 desa dan 24 kelurahan, 1.125 dusun, 1.206 rukun warga (RW) dan 5.462 rukun

(44)

tetangga (RT). Jarak Kota Blora (ibukota kabupaten) dengan kota-kota sekitar relatif jauh. Jarak ke Kota Semarang (ibukota provinsi) sekitar 127 km atau sekitar 4 jam perjalanan darat dengan menggunakan kendaraan umum. Jarak ke Kota Rembang (ibukota Kabupaten Rembang) sekitar 35 km atau sekitar 45 menit perjalanan darat. Jarak ke Kota Bojonegoro sekitar 60 km atau sekitar 1,5 jam perjalanan darat. Jarak ke Kota Surakarta sekitar 130 km atau sekitar 4 jam perjalanan dan jarak ke Kota Purwodadi (ibukota Kabupaten Grobogan) sekitar 65 km atau sekitar 2 jam perjalanan. Dengan jarak yang relatif jauh untuk menjangkau kota-kota sekitar tersebut menyebabkan letak Kabupaten Blora relatif kurang menguntungkan secara ekonomis.

Kabupaten Blora memiliki luas wilayah sebesar 182.058,797 hektar terdiri atas lahan sawah seluas 46.011,990 hektar (25,27 persen) dan sisanya lahan bukan sawah sebesar 74,73 persen. Lahan sawah yang ada di Kabupaten Blora sebagian besar merupakan sawah tadah hujan sebesar 29.585,990 hektar (64,30 persen). Lahan sawah dengan pengairan teknis sebesar 7.449 hektar (16,19 persen) sedangkan sisanya merupakan lahan sawah P2AT (2.256 ha), lahan sawah dengan pengairan ½ tehnis (967 ha), lahan sawah dengan pengairan sederhana (4.114 ha), serta lahan sawah dengan pengairan desa (1.640 ha).

(45)

Tabel 3.1. Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Blora Tahun 2013-2014

Jenis Penggunaan 2013 (ha) 2014 (ha)

(1) (2) (3)

A. LAHAN SAWAH 46.035,712 46.011,990

1. Irigasi Teknis 7.449,000 7.449,000

2. Irigasi Setengah Teknis 967,000 967,000

3. Irigasi Sederhana 4.114,000 4.114,000

4. Irigasi Desa/Non PU 1.640,000 1.640,000

5. Tadah Hujan 29.609,712 29.585,990

6. P2AT 2.256,000 2.256,000

B. LAHAN BUKAN SAWAH 136.023,085 136.046,807

1. Bangunan dan Pekarangan 16.961,655 16.991,429

2. Tegal/Kebun 26.188,515 26.182,468 3. Waduk 56,962 56,962 4. Hutan 90.416,520 90.416,520 5. Perkebunan 4,000 4,000 6. Lain-lain 2.395,433 2.395,428 JUMLAH 182.058,797 182.058,797

Sumber : Blora Dalam Angka 2015

Lahan bukan sawah terdiri dari 90.416,520 ha (49,66 persen) lahan hutan, lahan tegalan 26.182,468 ha (14,38 persen), serta lahan perkebunan rakyat, lahan lain-lain dan waduk yang luasnya mencapai 19.447,819 ha (10,68 persen). Dalam jangka waktu satu tahun, penggunaan

(46)

lahan sawah tadah hujan dan tegal/kebun sebesar 76,649 hektar mengalami alih fungsi menjadi bangunan dan pekarangan.

Tabel 3.2. Tekstur, Kedalaman, dan Kemiringan Lahan di Kabupaten Blora Tahun 2014

Uraian Luas (Ha) Persen (%)

(1) (2) (3)

Tekstur Tanah

Halus 28,480.361 15.64

Sedang 152,626.436 83.83

Kasar 952.000 0.52

Kedalaman Efektif Tanah

- 0 – 30 cm 1.879,468 1,03 - 31 – 60 cm 10.396,872 5,71 - 61 – 90 cm 54.820,046 30,11 - > 90 cm 114.962,411 63,15 Kemiringan Tanah - 0 – 2 persen 56.746,478 31,17 - 3 – 15 persen 75.030,819 41,21 - 16 – 40 persen 50.020,500 27,48 - > 40 persen 261,000 0,14

Sumber : Blora Dalam Angka 2015

Walaupun Kabupaten Blora memiliki wilayah yang sangat luas, namun kondisi lahannya bukanlah termasuk tanah yang subur untuk pertanian berdasarkan struktur, tekstur, kedalaman efektif tanah dan kemiringan tanah. Struktur tanah di Kabupaten Blora terdiri atas 56 persen tanah gromosol, 39

(47)

persen mediteran dan 5 persen aluvial. Tanah grumusol merupakan jenis tanah yang berasal dari batu kapur, batuan lempung, tersebar di daerah yang curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun. Tanah mediteran merupakan jenis tanah yang tidak subur terbentuk dari pelapukan batuan kapur. Sedangkan tanah aluvial adalah tanah endapan yang terbentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian.

Tekstur tanah di Kabupaten Blora sebagian besar memiliki tekstur sedang yaitu sebesar 83,83 persen. Tanah yang memiliki tekstur halus hanya sebesar 15,64 persen. Dilihat dari kedalaman efektif tanah, sebagian besar memiliki kedalaman efektif lebih dari 90 cm, dengan luas 114.962 hektar atau sebesar 63,15 persen, diikuti tanah dengan kedalaman efektif 61-90 cm seluas 54.820 hektar atau 30,11 persen. Tingkat kemiringan tanah di Kabupaten Blora sebagian besar memiliki kemiringan antara 3-15 persen yaitu sebesar 75.030 hektar atau 41,21 persen. Lahan dengan kemiringan 16-40 persen di Kabupaten Blora cukup luas dengan luas 50.020 hektar atau 27,48 persen.

Kabupaten Blora dikenal sebagai daerah dengan curah hujan rendah dan sering mengalami kekeringan di musim kemarau. Selama tahun 2014, hari hujan tercatat sebanyak 93 hari, lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2013 yang mencapai 108 hari. Hari hujan terbanyak tercatat pada bulan Januari dan paling sedikit pada bulan September. Curah hujan selama tahun 2014 tercatat sebesar 1.321 mm dengan curah hujan tertinggi tercatat pada bulan Januari sebesar 261 mm dan terendah pada bulan

(48)

September sebesar 10 mm. Curah hujan di tahun ini lebih rendah dibanding tahun 2013 yang tercatat sebesar 1.775 mm atau turun sekitar 454 mm. Dengan luas sawah tadah hujan yang mencapai 29.585,990 hektar (64,30 persen) maka banyaknya curah hujan dan kondisi iklim sangat berpengaruh terhadap hasil pertanian di Kabupaten Blora.

Tabel 3.3. Perkembangan Hari Hujan dan Curah Hujan di Kabupaten Blora

Tahun Hari Hujan (Hari) Curah hujan (mm) (1) (2) (3) 2008 90 1.336 2009 87 1.274 2010 133 2.479 2011 2012 105 86 1.476 1.311 2013 2014 108 93 1.775 1321 Sumber : Blora Dalam Angka 2015

3.2. Keadaan Kependudukan

Penduduk sebagai sumberdaya manusia merupakan salah satu modal utama dalam pembangunan ekonomi. Penduduk berperan ganda sebagai subyek atau pelaku pembangunan dan juga sebagai obyek atau sasaran pembangunan. Besarnya jumlah penduduk dapat menjadi pendorong ataupun penghambat pembangunan. Bila sebagian besar penduduk memiliki kualitas dan etos kerja yang tinggi maka dapat menjadi motor pendorong

(49)

pembangunan, namun sebaliknya bila jumlah penduduk besar dan berkualitas rendah maka akan menjadi beban pembangunan.

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Kabupaten Blora dari tahun 2010-2014 mengalami perkembangan yang terus meningkat. Pada tahun 2014 penduduk Kabupaten Blora tercatat sebesar 848.369, atau tumbuh sebesar 0,46 persen pertahun.

Gambar 3.1

Jumlah Penduduk Kabupaten Blora tahun 2011-2014

Sumber : Blora Dalam Angka 2015 828.000 830.000 832.000 834.000 836.000 838.000 840.000 842.000 844.000 846.000 848.000 850.000 2011 2012 2013 2014 835.780 840.206 844.444 848.369

(50)

Persebaran penduduk di Kabupaten Blora menurut kecamatan pada tahun 2014 ataupun tahun-tahun sebelumnya tampak tidak merata. Kecamatan Kota Blora dengan luas wilayah 79,79 km2 memiliki jumlah penduduk terbesar, mencapai 93.358 jiwa (11 persen), menyusul di urutan kedua Kecamatan Randublatung dengan wilayah paling luas di Kabupaten Blora sebesar 211,13 km2 memiliki jumlah penduduk sebanyak 75.384 jiwa atau 8,89 persen dan di tempat ketiga Kecamatan Cepu dengan jumlah penduduk 73.332 jiwa (8,64 persen). Sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Sambong dengan jumlah penduduk sebesar 25.389 jiwa atau 2,99 persen dan Kecamatan Bogorejo sebesar 23.965 jiwa atau sebesar 2,82 persen.

Sebagaimana dengan sebaran penduduk, kepadatan penduduk antar kecamatan di Kabupaten Blora juga menunjukkan adanya ketimpangan yang cukup signifikan. Ada kecamatan dengan kepadatan 1.492 jiwa/km2 tetapi disisi lain ada kecamatan yang kepadatan penduduknya hanya 229 jiwa/km2. Kecamatan Cepu sebagai kota yang cukup dinamis, memiliki kepadatan penduduk tertinggi yaitu 1.492 jiwa/km2, diikuti oleh Kecamatan Blora sebagai ibukota kabupaten dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 1.170 jiwa/km2 dan di urutan ketiga adalah Kecamatan Ngawen sebesar 566 jiwa/km2. Adapun 3 kecamatan yang penduduknya masih jarang adalah Kecamatan Jiken dengan kepadatan 229 jiwa/km2, Kecamatan Jati dengan kepadatan 250 jiwa/km2, dan Kecamatan Sambong dengan kepadatan 286 jiwa/km2.

(51)

Tabel 3.4.Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Persebaran Penduduk Kabupaten Blora Tahun 2014

Kecamatan Penduduk (jiwa) Luas (km2) Kepadatan Penduduk (jiwa/km) (1) (2) (3) (4) 1. Jati 45.920 183,62 250 2. Randublatung 75.384 211,13 357 3. Kradenan 39.564 109,51 361 4. Kedungtuban 55.347 106,86 518 5. Cepu 73.332 49,15 1.492 6. Sambong 25.389 88,75 286 7. Jiken 38.529 168,17 229 8. Bogorejo 23.965 49,80 481 9. Jepon 60.810 107,72 564 10. Blora 93.358 79,79 1.170 11. Banjarejo 58.157 103,52 562 12. Tunjungan 46.229 101,82 454 13. Japah 34.118 103,05 331 14. Ngawen 57.118 100,98 566 15. Kunduran 63.198 127,98 494 16. Todanan 57.951 128,74 450 Jumlah 848.369 1.820,59 466 Sumber : Blora Dalam Angka 2015

(52)

3.3. Gambaran Transportasi dan Infrastruktur Jalan

Indeks Kemahalan konstruksi (IKK) dihitung dengan mengumpulkan sejumlah harga komoditi di bidang konstruksi. Salah satu hal yang berpengaruh dalam membentuk harga di suatu wilayah antara lain ketersediaan barang dan jasa dan kelancaran pendistribusian barang ke wilayah tersebut. Untuk mendukung kelancaran arus distribusi barang dan jasa diperlukan sarana penunjang berupa sarana transportasi maupun infrastruktur jalan.

Gambar 3.2.

Persentase Panjang Jalan menurut Kondisi di Kabupaten Blora Tahun 2014

Baik ; 39,43% Sedang; 25,94% Rusak; 25,28% Rusak Berat; 9,35%

(53)

Infrastruktur jalan darat yang menghubungkan antar wilayah di Kabupaten Blora terbentang sepanjang 948,27 km yang terdiri dari jalan yang dikelola Bina Marga Provinsi Jawa Tengah sepanjang 153,58 km dan jalan yang dikelola Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Blora sepanjang 794,69 km. Berdasarkan kondisinya, jalan di Kabupaten Blora sebanyak 39,43 persen kondisinya baik, 25,94 persen kondisi sedang, 25,28 persen kondisi rusak dan 9,35 persen kondisi rusak berat.

Gambar 3.3.

Persentase Panjang Jalan menurut Jenis Permukaan di Kabupaten Blora Tahun 2014

tanah; 0,33%

diaspal; 83,60% batu; 16,07%

(54)

Berdasarkan jenis permukaannya, dari total 948,27 km panjang jalan di Kabupaten Blora, 792,770 km (83,60 persen) merupakan jalan diaspal, 152,340 km (16,07 persen) merupakan jalan batu dan 3,16 km (0,33 persen) merupakan jalan tanah.

Pengelompokkan jalan menurut muatan sumbu yang disebut juga kelas jalan, terdiri dari:

1. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton, yang saat ini masih belum digunakan di Indonesia, namun sudah mulai dikembangkan diberbagai negara maju seperti di Prancis telah mencapai muatan sumbu terberat sebesar 13 ton;

2. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton, jalan kelas ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutanpeti kemas;

3. Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;

(55)

4. Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;

5. Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

Gambar 3.4.

Persentase Panjang Jalan menurut Kelas Jalan di Kabupaten Blora Tahun 2014

Kelas III A; 6,75 Kelas III B; 25,48 Kelas III C; 67,37 Tidak diperinci; 0,40

(56)

Di Kabupaten Blora, menurut kelas jalan hanya terdapat kelas jalan IIIA, IIIB, IIIC dan tidak terperinci, yang masing-masing memiliki panjang jalan sepanjang 64,03 km untuk kelas jalan IIIA (6,75 persen); 241,60 km untuk jalan kelas IIIB (25,48 persen); 638,86 km untuk kelas jalan IIIC (67,37 persen) dan 3,78 km untuk kelas jalan tidak diperinci (0,40 persen).

Media transportasi di Kabupaten Blora masih mengandalkan transportasi darat dalam mendistribusikan barang dan jasanya. Alat transportasi roda empat jenis mobil penumpang mengalami perkembangan yang lebih tinggi dibandingkan jenis mobil beban dan mobil bus. Perkembangan jumlah transportasi darat yang terus mengalami perkembangan adalah kendaraan roda dua atau motor. Jumlah sepeda motor mendominasi jumlah kendaran yang ada di Kabupaten Blora sepanjang lima tahun terakhir.

Tabel 3.5. Jumlah Kendaraan menurut Jenisnya di Kabupaten Blora Tahun 2010 - 2014

Jenis Kendaraan 2010 2011 2012 2013 2014 (1) (3) (4) (5) (6) (6) 1. Mobil Penumpang 6.385 7.618 8.532 9.716 10.636 2. Mobil Beban 5.361 5.575 5.976 6.539 7.173 3. Mobil Bus 365 383 424 462 489 4. Sepeda Motor 183.269 187.903 208.440 233.104 259.1868 Jumlah 195.380 201.479 223.372 249.821 278.166 Sumber : Blora Dalam Angka 2015

(57)

3.4. Kesenjangan Infrastruktur Antar Wilayah

Salah satu penyebab kesenjangan yang terjadi antar daerah di Indonesia dapat diakibatkan oleh kesenjangan ketersediaan infrastruktur. Infrastruktur merupakan suatu input dalam proses produksi yang dapat memberikan peningkatan produktivitas marjinal pada output. Infrastruktur yang layak dan tepat dapat membntu mendorong berbagai kegiatan ekonomi melalui fungsinya yang dapat melancarkan proses produksi dan mobilitas manusia, barang dan jasa.Dengan demikian, infrastruktur berperan sebagai prasyarat dalam meningkatkan perekonomian. Perbedaan ketersediannya antardaerah dapat menciptakan perbedaan kemampuan antardaerah dalam menciptakan pendapatan. Selanjutnya, hal itu akan berdampak pada kesenjangan pendapatan antardaerah.

Salah satu peran infrastruktur adalah menjadi faktor daya tarik investasi di tiap daerah. Dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai tentunya memudahkan para investor dalam melakukan kegiatan usaha. Contohnya adalah infrastruktur jalan, energi listrik dan telekomunikasi. Dengan ketersediaan infrastruktur jalan yang baik tentunya akan menjadikan proses distribusi barang maupun jasa menjadi lebih cepat dan efisien dalam hal biaya dan waktu. Ketersediaan energi listrik akan meningkatkan kapasitas pengembangan industri, dan pengembangan telekomunikasi akan meningkatkan interaksi dan komunikasi antar daerah dan dunia global.

Infrastruktur memiliki hubungan yang erat dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan keputusan pelaku usaha untuk melakukan investasi/ketersediaan dan kualitas infrastruktur merupakan

(58)

penentu faktor penentu keputusan pelaku usaha karena sangat menentukan biaya distribusi input dan output produksinya. Karenanya, ketersediaan infrastruktur dapat menjadi faktor pendorong produktivitas suatu daerah.

Tabel 3.6. Panjang Jalan, Luas Wilayah dan Kerapatan Jalan Antar Kecamatan di Kabupaten Blora Tahun 2014

Kecamatan

Panjang Jalan Luas Wilayah Rasio Kerapatan Jalan (Km/Km2) (Km) Persen (Km2) Persen 1. Jati 39,88 5,02 183,62 10,09 0,22 2. Randublatung 76,00 9,56 211,13 11,60 0,36 3. Kradenan 60,25 7,58 109,51 6,01 0,55 4. Kedungtuban 33,30 4,19 106,86 5,87 0,31 5. Cepu 46,77 5,89 49,15 2,70 0,95 6. Sambong 13,10 1,65 88,75 4,87 0,15 7. Jiken 32,00 4,03 168,17 9,24 0,19 8. Bogorejo 25,20 3,17 49,81 2,74 0,51 9. Jepon 64,85 8,16 107,72 5,92 0,60 10. Blora 142,45 17,93 79,79 4,38 1,79 11. Banjarejo 51,62 6,50 103,52 5,69 0,50 12. Tunjungan 31,28 3,94 101,82 5,59 0,31 13. Japah 43,40 5,46 103,05 5,66 0,42 14. Ngawen 35,15 4,42 100,98 5,55 0,35 15. Kunduran 32,00 4,03 127,98 7,03 0,25 16. Todanan 67,44 8,49 128,74 7,07 0,52 Kabupaten Blora 794,69 100,00 1.820,59 100,00 0,44 Sumber : Hasil Pengolahan Blora Dalam Angka 2015

(59)

Kesenjangan ketersediaan infrastruktur jalan antar kecamatan di Kabupaten Blora dapat ditunjukkan melalui indikator Rasio Kerapatan Jalan yang menggambarkan panjang jalan setiap luas wilayah 1 kilometer persegi. Rasio kerapatan jalan di Kecamatan Blora merupakan yang paling tinggi mencapai 1,79 Km/Km2, sementara Kecamatan Sambong merupakan yang paling rendah hanya sebesar 0,15 Km/Km2 . Perbedaan yang cukup nyata dari kerapatan jalan di kedua kecamatan tersebut, disebabkan panjang jalan di Kecamatan Blora meliputi 17,93 persen dari total panjang jalan di Kabupaten Blora, sementara luasan wilayahnya hanya meliputi 4,38 persen.

Gambar 3.5.

Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan Antar Kecamatan di Kabupaten Blora Tahun 2014

0,22 0,36 0,55 0,31 0,95 0,15 0,19 0,51 0,6 1,79 0,5 0,31 0,42 0,35 0,25 0,52 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Ja ti Ra nd ub la tu ng Kradenan Kedungtuban Cepu Sambo ng Jiken B o g o re jo Jepon Blora B a njar ejo Tunjung an Japah Ng awen Kundur an Todanan Panjang Jalan (km)

(60)

Dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000 penduduk (Km/1000 orang), nilai rasio Kabupaten Blora sebesar 0,94 Km/1000 orang. Kecamatan dengan nilai rasio panjang jalan per 1000 penduduk di atas nilai Kabupaten Blora antara lain : Kecamatan Blora, Kradenan, Japah, Todanan, Jepon, Bogorejo, Randublatung. Hal ini menunjukkan ketersediaan infrastruktur jalan dalam mendukung kebutuhan mobilitas penduduk pada sebagian besar kecamatan masih lebih rendah dibanding rata-rata Kabupaten Blora, terutama di Kecamatan Kunduran.

Gambar 3.6.

Panjang jalan dan Rasio Panjang Jalan per 1000 Penduduk Antar Kecamatan di Kabupaten Blora Tahun 2014

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Jati R a ndublatung Kradenan Kedungtuban Cep u Samb o n g Ji ken B ogor ej o Je p o n Bl o ra Banjarejo Tunjungan Japah Ngawen Kun duran T o danan panjang jalan (km)

(61)

Tabel 3.7. Panjang Jalan menurut Kondisi Jalan Antar Kecamatan di Kabupaten Blora Tahun 2014

Kecamatan Kondisi Jalan Baik Sekali Rusak Ringan Rusak Rusak Berat (1) (2) (3) (4) (5) 1. Jati 17,45 4,13 12,45 5,86 2. Randublatung 30,39 12,29 24,40 8,93 3. Kradenan 13,62 8,64 29,33 8,66 4. Kedungtuban 14,45 4,00 11,00 3,85 5. Cepu 18,67 12,43 14,23 1,45 6. Sambong 9,22 1,42 2,46 0,00 7. Jiken 10,05 3,60 14,85 3,50 8. Bogorejo 8,14 6,24 8,48 2,34 9. Jepon 15,70 11,72 31,05 6,39 10. Blora 90,82 23,36 26,04 2,23 11. Banjarejo 16,17 7,26 24,69 3,51 12. Tunjungan 11,06 4,39 10,00 5,84 13. Japah 22,93 6,33 12,56 1,58 14. Ngawen 16,79 4,19 13,17 1,00 15. Kunduran 20,59 5,24 4,62 1,55 16. Todanan 27,50 10,90 19,98 9,06 Jumlah 343,54 126,13 259,29 65,74 Sumber Data : Blora Dalam Angka Tahun 2015

(62)

Kualitas jalan yang dikelola Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Blora antar kecamatan, jalan Tidak Mantap tertinggi terdapat di Kecamatan Blora yaitu meliputi panjang 51,63 Km (6,5 persen dari total panjang jalan), dengan komposisi 2,94 persen Rusak Ringan; 3,28 persen Rusak dan 0,28 persen Rusak Berat. Sementara kondisi jalan Tidak Mantap di Kabupaten Blora adalah sepanjang 451,16 Km atau 56,77 persen dari total panjang jalan, dengan komposisi 15,87 persen Rusak Ringan; 32,63 persen Rusak dan 8,27 persen Rusak Berat.

3.5. IKK Kabupaten Blora Tahun 2015

Penghitungan IKK dilakukan pada setiap kabupaten/kota dan Provinsi se-Indonesia dengan menggunakan metode jenis barang dan jasa, serta saat pencacahan yang sama sehingga hasilnya comparable untuk menggambarkan tingkat kemahalan konstruksi antar wilayah se-Indonesia dalam kurun waktu yang sama. IKK tahun 2015 telah dihitung untuk seluruh kabupaten/kota dan 34 Provinsi se-Indonesia, termasuk diantaranya adalah IKK Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah. Nilai IKK 2015 merupakan salah satu variabel dalam penentuan DAU tahun anggaran 2015. Nilai IKK 2014 merupakan salah satu variabel dalam penentuan DAU tahun anggaran 2015. Pada tahun 2010-2015, IKK disajikan dengan menentukan IKK Nasional sama dengan 100, sehingga rata-rata IKK Kabupaten dan IKK Provinsi menggunakan IKK Nasional sebagai acuan. Pertimbangan penggunaan salah satu ibukota provinsi sebagai acuan dalam menghitung IKK adalah memberikan fleksibilitas

(63)

dalam penghitungan IKK apabila ada penambahan jumlah kabupaten/kota yang akan dihitung IKK nya dan literatur tentang indeks spasial pada umumnya mengacu pada satu wilayah tertentu sebagai dasar.

Gambar 3.7.

Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Blora dan Kabupaten Sekitar Tahun 2015

Sumber : Badan Pusat Statistik

Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) Kabupaten Blora pada tahun 2015 sebesar 92,48. Hal ini dapat diartikan harga barang dan jasa konstruksi di Kabupaten Blora lebih rendah dibandingkan Provinsi Jawa Tengah (95,99) dan nasional. Diantara kabupaten sekitar yang ada di wilayah Provinsi Jawa Tengah, IKK Kabupaten Blora merupakan yang terendah. Hal ini memberikan

88 90 92 94 96 98 100 102

Provinsi Jawa Tengah Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara 95,99 93,22 92,48 97,57 100,70 93,69 92,57

(64)

gambaran bahwa harga barang dan jasa konstruksi di Kabupaten Blora paling rendah dibandingkan Kabupaten di sekitarnya.

Tabel 3.8. Indeks Kemahalan Konstruksi Provinsi Tahun 2015

Selanjutnya Tabel 3.8 menunjukkan perbandingan IKK antarprovinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Tengah memiliki IKK sebesar 95,99. Hal ini menunjukkan bahwa harga bahan bangunan/konstruksi di Jawa Tengah relatif lebih murah, karena indeksnya kurang dari 100. Jika melihat IKK di Indonesia terdapat 23 wilayah provinsi yang memiliki tingkat harga bahan bangunan/ konstruksi yang relatif tinggi, hal ini dilihat dari IKK yang lebih dari 100. Adapun lima teratas Provinsi yang memiliki IKK terbesar yaitu Papua, Papua Barat, Kalimantan Utara, Maluku Utara dan Kepulauan Riau. Kemudian

(65)

dari IKK Provinsi Jawa Tengah yang ditunjukkan pada tabel 3.9 di atas memperlihatkan bahwa wilayah dengan tingkat harga bahan bangunan/ konstruksi yang relatif serupa dengan Provinsi Jawa Tengah adalah Provinsi Sulawesi Selatan. Jika IKK Provinsi Jawa Tengah berada pada posisi ke-32 dengan indeks sebesar 95,99, maka Provinsi Sulawesi Selatan berada di posisi ke-31 dengan indeks sebesar 96,38.

(66)
(67)

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

- Kesenjangan ketersediaan infrastruktur jalan dapat ditunjukkan melalui indikator Rasio Kerapatan Jalan yang menggambarkan panjang jalan setiap luas wilayah 1 kilometer persegi. Rasio Kerapatan Jalan di kabupaten Blora tercatat sebesar 0,44 Km/Km2. - Rasio kerapatan jalan di Kecamatan Blora merupakan yang paling

tinggi mencapai 1,79 Km/Km2, sementara Kecamatan Sambong merupakan yang paling rendah hanya sebesar 0,15 Km/Km2 .

- Ketersediaan panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000 penduduk (Km/1000 orang), nilai rasio Kabupaten Blora sebesar 0,94 Km/1000 orang.

- Kecamatan dengan nilai rasio panjang jalan per 1000 penduduk di atas nilai Kabupaten Blora antara lain : Kecamatan Randublatung, Kradenan, Bogorejo, Jepon, Blora, Japah dan Todanan. Hal ini menunjukkan ketersediaan infrastruktur jalan dalam mendukung kebutuhan mobilitas penduduk pada sebagian besar kecamatan masih lebih rendah dibanding rata-rata Kabupaten Blora, terutama di Kecamatan Kunduran.

(68)

- Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) merupakan salah satu variabel yang digunakan dalam penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU) sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 33 tahun 2004

- IKK digunakan sebagai proxy untuk mengukur tingkat kesulitan geografis suatu daerah, semakin sulit letak geografis suatu daerah maka semakin tinggi pula tingkat harga di daerah tersebut. Tidak ada dua gedung kantor yang identik atau jembatan yang sama persis karena masing-masing memiliki karakter dan desain yang khusus untuk ditempatkan pada lokasi masing-masing. Penghitungan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), karenanya didasarkan atas suatu pendekatan atau kompromi tertentu.

- IKK merupakan spatial index, yang digunakan untuk membandingkan antar wilayah, namun bukan antar waktu

- Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) Kabupaten Blora pada tahun 2015 sebesar 92,48. Hal ini dapat diartikan harga barang dan jasa konstruksi di Kabupaten Blora lebih rendah dibandingkan Provinsi Jawa Tengah (95,99) dan Nasional.

- Jika dibandingkan kabupaten sekitar yang ada di wilayah Provinsi Jawa Tengah, IKK Kabupaten Blora merupakan yang terendah. Hal ini memberikan gambaran bahwa harga barang dan jasa konstruksi di Kabupaten Blora lebih rendah dibandingkan kabupaten lain di sekitarnya.

(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)

Gambar

Tabel 3.3. Perkembangan Hari Hujan dan Curah Hujan di Kabupaten Blora
Tabel 3.4.Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Persebaran   Penduduk Kabupaten Blora Tahun 2014
Tabel 3.5. Jumlah Kendaraan menurut Jenisnya  di Kabupaten Blora Tahun 2010 - 2014
Tabel 3.6. Panjang Jalan, Luas Wilayah dan Kerapatan Jalan Antar Kecamatan  di Kabupaten Blora Tahun 2014
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Sebagai acuan di dalam suatu kegiatan melakukan pengawasan peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang dilakukan secara observasi langsung

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi, yaitu dengan cara melakukan pengamatan secara langsung pada objek penelitian yaitu

penyiapan bahan dan pelaksanaan koordinasi DPRD dengan pemerintah daerah dan instansi/lembaga terkait penyelenggaraan fasilitasi tugas dan fungsi DPRD di bidang

Alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal karya tulis

Grafik IV.15 Brake Spesific Air Consumption terhadap RPM. Pada grafik di atas menunjukan bahwa perfoma brake spesific air consumption mesin diesel dengan bahan bakar batubara

Secara parsial menunjukkan t erdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi yang efekt if dengan kohesivitas kelompok pada Pasoepat i dengan koefisien korelasi (r)

Keperluan pencalonan: Pencalonan dibuat menggunakan borang pencalonan khas yang dikeluarkan Suruhanjaya, berserta satu ringkasan sepanjang dua hingga lima muka surat,

Rangkian Driver Relay Rangkaian relay ini berfungsi sebagai pemutus arus listrik yang di kontrol melalui mikrokontroler .prinsip kerja rangkaian relai ini