• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kinerja Karyawan

Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan, secara legal tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 2000:18). Mangkunegara (2005:75) menyatakan bahwa pada umumnya kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dengan kinerja kelompok. Yang (2008) telah menyelidiki kinerja individu dan hasil studinya menunjukkan bahwa kita tidak dapat memverifikasi kinerja individu. Meski begitu, ia juga mengklaim bahwa kinerja karyawan adalah diamati dari organisasi dapat menggunakan bonus langsung atau kontrak relasional untuk memotivasi mereka berdasarkan kinerja mereka.

Akan tetapi dalam kenyataannya banyak organisasi yang justru kurang atau bahkan tidak jarang ada yang mempunyai informasi tentang kinerja dalam organisasinya. Kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai

(2)

13

faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu (Tika, 2006). Menurut Rivai dan Basri (2005) kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan.

Menurut Guritno dan Waridin (2005) kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dengan standar yang telah ditentukan. Hakim (2006) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dicapai oleh individu yang disesuaikan dengan peran atau tugas individu tersebut dalam suatu perusahaan pada suatu periode waktu tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai atau standar tertentu dari perusahaan dimana individu tersebut bekerja. Kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dengan standar yang telah ditentukan (Masrukhin dan Waridin, 2004).

Berdasarkan pengertian kinerja dari beberapa pendapat diatas, kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dengan standar yang telah ditentukan. Bernadin (dalam Trihandini,2006) menyebutkan dimensi kinerja sebagai berikut :

1) Kualitas, dimana hasil akhir yang dicapai sesuai dengan ketentuan perusahaan.

2) Kualitas, dimana hasil akhir yang dicapai sesuai dengan ketentuan perusahaan.

3) Ketepatan waktu, dimana penyelesain tugas dalam tepat waktu. 4) Efektivitas, merupakan hasil kerja yang sesuai dengan tujuan yang

(3)

14

Kinerja dapat diukur secara kualitatif maupun kuantitatif yang digambarkan dengan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan. Kinerja sebagai hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi memiliki dimensi berupa kualitas dan kuantitas, ketepatan waktu, dan efektivitas (Muhaimin dkk, 2011). Dimana ukuran kuantitatif berupa pencapaian keuangan, produksi (jumlah barang yang terjual, rasio biaya operasional), pemasaran, dan efisiensi. Dan ukuran kualitatif dinilai dari tanggung jawab, kualitas pencapaian tujuan, persepsi pimpinan terhadap pencapaian organisasi, dan perilaku individual (Purnomo dan lestari, 2010).

2.1.2 Kepemimpinan Transformasional

Robbins (2008:190) menyebutkan kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang menginspirasi para pengikutnya untuk menyampingkan kepentingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi dan mereka mampu memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri pengikutnya. Salah satu aspek yang mempengaruhi kinerja adalah kepemimpinan, dimana kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama (Yukl,2005:8). Banyak penelitian kepemimpinan yang difokuskan pada karakteristik pemimpin yang hubungannya dengan perilaku dan efektivitas kepemimpinan (Zopiatis and Constanti, 2010). Efektivitas kepemimpinan diukur dengan seberapa jauh pemimpin menunaikan tugas dan mencapai tujuannya. Efektivitas pemimpin

(4)

15

biasanya berdasarkan pada kontribusi pemimpin pada proses kelompok dengan memotivasi karyawan dalam pengambilan keputusan (Wang et al, 2011).

Manifestasi lahiriah dari kepribadian seorang pemimpin adalah gaya kepemimpinannya. Menurut teori manajemen modern, para karyawan tidak tumbuh secara spontan, tetapi melalui usaha dan kharisma pemimpin (Ping et al, 2012). Banyak penelitian lebih berfokus pada kepemimpinan transformasional, yang mengklaim menekankan visi bersama antara pemimpin dan karyawan dalam memerintahkan untuk mencapai tujuan organisasi (Laohavichien et al, 2009). Kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang dipandang sebagai lambang perubahan yang radikal, mengartikulasikan visi, menyediakan model yang sesuai, membantu tujuan bersama, dan berekspetasi tinggi. Bass et al, (2003) menjelaskan dimensi kepemimpinan transformasional sebagai berikut :

1) Idealized Influence, seorang pemimpin yang memberikan teladan

bagi orang-orang disekitarnya.

2) Inspirational Motivation, seorang pemimpin dapat meningkatkan

motivasi karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan.

3) Intellectual Stimulation, pemimpin mendorong karyawannya untuk

menyelesaikan masalah dengan cara baru.

4) Individual Consideration, seorang pemimpin memberikan fasilitas berupa sarana dan prasarana fisik dalam mendukung pekerjaan karyawan.

(5)

16

Teori Bass dalam Yukl (2005 : 305) menyatakan dengan kepemimpinan transformasional, para karyawan merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan penghormatan terhadap pemimpin dan karyawan termotivasi untuk melakukan sesuatu. Pemimpin mengubah dan memotivasi para karyawan dengan membuat mereka lebih menyadari pentingnya hasil tugas, membujuk karyawan untuk mementingkan kepentingan organisasi dan mengaktifkan kebutuhan mereka yang lebih tinggi.

Seorang pemimpin transformasional membantu karyawan untuk melihat lebih dalam dari tujuan di balik pekerjaan. Sejauh ini, kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh signifikan terhadap sikap kerja dan perilaku karyawannya. Studi sebelumnya telah memberikan bukti substansial bahwa kepemimpinan transformasional secara positif berkaitan dengan indikator efektivitas kepemimpinan (Yukl et al, 2002). Banyak yang berpendapat bahwa pemimpin transformasional lebih mampu untuk menginspirasi dan mempromosikan visi, terampil, pandai dan memotivasi karyawan, serta lebih efektif mempengaruhi karyawan (Zopiatis and Constanti, 2012). Berfokus pada kepemimpinan transformasional, menyatakan bahwa gaya kepemimpinan ini secara substansial mempengaruhi sikap kerja dan perilaku karyawan. Dalam beberapa studi yang telah dilakukan dimana mendukung gagasan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh positif pada kinerja dan komitmen karyawan, kepemimpinan transformasional selalu berkolerasi dengan pemimpin efektivitas (Judge and Bono, 2000).

(6)

17 2.1.3 Motivasi

Menurut Armstrong (2012) mendefinisikan motivasi sebagai kekuatan yang memberikan energi, mengarahkan, dan memelihara perilaku. Hal ini berkaitan dengan kekuatan dan arah perilaku, dan faktor-faktor yang mempengaruhi orang untuk berperilaku dengan cara tertentu. Motivasi merupakan faktor psikologis yang menunjukan minat individu terhadap pekerjaan, rasa puas dan ikut bertanggung jawab terhadap aktivitas atau pekerjaan yang dilakukan (Masrukhin dan Waridin, 2004). Hasibuan (2010:92) menyatakan bahwa motivasi merupakan cara mendorong gairah bawahan agar mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilan untuk mewujudkan kebutuhan perusahaan.

Horwitz, et al (2003), memperkirakan bahwa karyawan mendapatkan motivasi tinggi melalui lingkungan kerja yang menantang dan dukungan dari manajemen puncak. Pinar (2011) menyebutkan bahwa pemberian reward

memiliki dampak yang besar pada kemampuan organisasi untuk menangkap, mempertahankan dan memotivasi karyawan yang potensial dan sebagai hasilnya mendapatkan tingkat kinerja yang tinggi. Locke and latham (2004) telah mengevaluasi efektivitas motivasi kerja sebagai akibat dari kedua faktor internal dan eksternal yang memaksa karyawan untuk bekerja dengan lebih semangat yang hasilnya meningkatkan kinerja. Menurut Dedonno and Demaree (2008) menyatakan bahwa persepsi individu dengan motivasi akan berdampak pada kinerja karyawan yang akan berpengaruh pada kepuasan kerja karyawan tersebut. Pemberian dorongan sebagai salah satu motivasi penting dilakukan untuk

(7)

18

meningkatkan gairah kerja karyawan sehingga dapat mencapai hasil yang dikehendaki oleh manajemen ( Brahmasari dan Agus, 2010 ).

Salah satu teori motivasi yang mendasari penelitian ini adalah Kebutuhan akan berprestasi (Need For Achievement) yang dikemukakan oleh David McCleland dalam teorinya menekankan bahwa kebutuhan seseorang itu terbentuk melalui proses belajar dan diperoleh dalam interaksi dengan lingkungan. Teori ini penekanannya pada keperluan peringkat tinggi, yang menyatakan bahwa individu yang tinggi motivasi berprestasi akan menunjukkan keutamaan yang tinggi kepada situasi yang sederhana, yaitu kemungkinan derajat mencapai keberhasilan dan kegagalan adalah sama. Sebaliknya orang-orang yang rendah motivasi berprestasinya suka kepada situasi yang sangat sukar atau sangat mudah mencapai keberhasilan ( Ardana, dkk 2011:196).

Menurut Ardana, dkk (2011:193) terdapat tiga jenis dari motivasi yaitu : 1) Material Incentive yaitu pendorong yang dapat dinilai dengan uang. 2) Semi Material Insentive yaitu percepatan yang tepat, pendidikian dan

pelatihan yang sistematis, promosi yang objektif, kelangsungan pekerjaan yang terjamin.

3) Non Material Incentive yaitu pendorong yang tidak dapat dinilai dengan uang seperti promosi yang objektif, pekerjaan yang terjamin, dan penempatan yang tepat.

Masalah motivasi akan timbul dalam organisasi atau perusahaan apabila terjadi kesenjangan antara hasil hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan oleh suatu organisasi atau perusahaan dan kesenjangan tersebut disebabkan oleh

(8)

19

kurangnya usaha yang dilakukan. Menurut Ardana, dkk (2011:199) menyatakan beberapa prinsip dasar untuk menganalisis masalah motivasi yaitu :

1) Memberi ganjaran atas perilaku yang diinginkan adalah motivasi yang lebih efektif dari pada menghukum perilaku yang tidak dikehendaki.

2) Faktor motivasi yang dipergunakan harus diyakini yang bersangkutan.

3) Perilaku berganjaran cenderung akan diulangi.

4) Perilaku tertentu lebih “reinforced” apabila ganjaran atau hukuman bersifat segera dibandingkan ditunda.

5) Nilai motivasioanal dari ganjaran atau hukuman akan lebih tinggi baik yang berakibat pribadi dibandingkan dengan organisasional. 6) Nilai motivasional dan ganjaran atau hukuman yang diantisipasi

akan lebih tinggi apabila sudah pasti akan terjadi dibandingkan dengan yang masih bersifat kemungkinan.

Dalam meningkatkan efektivitas kinerja karyawan, organisasi atau perusahaan melakukan motivasi atau dorongan terhadap karyawannya agar karyawan tersebut berkinerja yang lebih baik terhadap pekerjaanya ( Masrukhin dan Waridin, 2004). Menurut Musa Djamaludin (2009), motivasi kerja sangat dibutuhkan oleh individu untuk mendorong pencapaian hasil dari aktivitas yang dilakukan secara memuaskan. Pencapaian hasil maksimal dalam bekerja, sangat dominan dipengaruhi motivasi kerja individu. Oleh karenanya motivasi kerja yang tinggi dapat mendorong terciptanya kinerja yang lebih baik.

(9)

20 2.1.4 Disiplin Kerja

Disiplin adalah suatu bentuk ketaatan terhadap aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang telah ditetapkan. Disiplin kerja pada dasarnya selalu diharapkan menjadi ciri setiap sumber daya manusia dalam organisasi, karena dengan kedisplinan organisasi akan berjalan dengan baik dan bisa mencapai tujuannya dengan baik pula (Setiyawan dan Waridin, 2006:189). Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku (Rivai, 2004).

Menurut Sutrisno (2011:89) mengatakan bahwa disiplin karyawan adalah perilaku seseorang yang sesuai dengan peraturan, prosedur kerja yang ada atau disiplin adalah sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari organisasi atau perusahaan baik tertulis, maupun tidak tertulis. Iriani (2010), menyatakan bahwa kedisiplinan karyawan mutlak diperlukan agar seluruh aktivitas yang sedang dan akan dilaksanakan berjalan sesuai mekanisme yang telah ditentukan. Dengan kedisiplinan kerja maka, karyawan tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan perusahaan.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah tindakan manajemen untuk mendorong kesadaran dan kesediaan para anggotanya untuk menaati semua peraturan yang telah ditentukan oleh organisasi atau perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku secara sukarela.

(10)

21

Terdapat empat perspektif daftar yang menyangkut disiplin kerja menurut Rivai (2004):

1) Disiplin retributif (retributive discipline) yaitu berusaha menghukum orang yang berbuat salah.

2) Disiplin korektif (corrective discipline) yaitu berusaha membantu karyawan mengkoreksi perilakunya yang tidak tepat.

3) Perspektif hak-hak individu (individual right perspective) yaitu berusaha melindungi hak-hak dasar individu selama tindakan-tindakan disipliner.

4) Perspektif utilitarian (utilitarian perspective) yaitu berfokus kepada penggunaan disiplin hanya pada saat konsekuensi-konsekuensi tindakan disiplin melebihi dampak-dampak negatifnya

Menurut (Harlie, 2010) indikator dari variabel disiplin kerja adalah sebagai berikut :

1) Selalu hadir tepat waktu

2) Selalu menaati ketentuan jam kerja 3) Memiliki semangat kerja yang tinggi 4) Adanya sanksi jika melanggar

(11)

22 2.2 Hipotesis

2.2.1 Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja Karyawan

Kepemimpinan transformasional secara signifikan mempengaruhi kinerja organisasi. Howell and Avolio (1993) serta Judge and Bono (2000) dalam penelitian menyatakan bahwa kepemimpinan trasformasional berpengaruh positif terhadap kinerja. Karyawan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan memperoleh dukungan dari pemimpin, hal tersebut merupakan pengaruh besar bagi karyawan. Jadi seorang pemimpin transformasional dapat meningkatkan kinerja karyawan dan organisasi (Kuang Chi, et al 2008). Selain itu hubungan itu, kepemimpinan transformasional dapat meningkatkan hubungan komunikasi antara pimpinan dan karyawan (Laohavichien, et al 2009). Seorang pemimpin transformasional akan menjaga, dan menghormati karyawan dimana pada gilirannya, karyawan akan meningkatkan komitmen organisasi dan kepentingan dalam bekerja dalam organisasi dan menyajikan kinerja yang lebih tinggi (Ping, et al 2012). Kepemimpinan transformasional mempengaruhi kinerja karyawan karena dengan indikator seperti kharisma, inspirasional, perhatian individual serta stimulus intelektual membuat karyawan lebih nyaman dapat memcapai kinerja yang diinginkan pemimpin (Pradana dkk, 2010).

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

H1 : Kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja

(12)

23

2.2.2 Pengaruh Motivasi tehadap Kinerja Karyawan

Motivasi merupakan sebuah keahlian dalam mengarahkan karyawan pada tujuan organisasi agar mau bekerja dan berusaha sehingga keinginan para karyawan dan tujuan organisasi dapat tercapai. Motivasi seseorang melakukan suatu pekerjaan karena adanya suatu kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan ekonomis yaitu untuk memperoleh uang, sedangkan kebutuhan nonekonomis dapat diartikan sebagai kebutuhan untuk memperoleh penghargaan dan keinginan lebih maju. Dengan segala kebutuhan tersebut, seseorang dituntut untuk lebih giat dan aktif dalam bekerja, untuk mencapai hal ini diperlukan adanya motivasi dalam melakukan pekerjaan, karena dapat mendorong seseorang bekerja dan selalu berkeinginan untuk melanjutkan usahanya.

Pegawai yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi biasanya mempunyai kinerja yang tinggi pula. Suharto dan Cahyono (2005) dan Hakim (2006) menyebutkan ada salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor motivasi, dimana motivasi merupakan kondisi yang menggerakan seseorang berusaha untuk mencapai tujuan atau mencapai hasil yang diinginkan. Rivai (2004) menunjukan bahwa semakin kuat motivasi kerja, kinerja pegawai akan semakin tinggi. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan motivasi kerja pegawai akan memberikan peningkatan yang sangat berarti bagi peningkatan kinerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Wahyudin dan Djumino (2007) serta Musa (2009) menemukan adanya hubungan positif antara motivasi dan kinerja karyawan.

(13)

24

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

H2 : Motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

2.2.3 Pengaruh Disiplin Kerja terhadap Kinerja Karyawan

Menurut Setiyawan dan Waridin (2006) dan Aritonang (2005) menyatakan bahwa disiplin kerja karyawan bagian dari faktor kinerja. Mutmainnah ( 2008 ) dan Harlie (2010), dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara disiplin kerja dengan kinerja, karyawan akan memiliki rasa tanggung jawab dan kewajiban untuk menaati peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan tersebut. Iriani (2010), menyatakan bahwa kedisiplinan karyawan mutlak diperlukan agar seluruh aktivitas yang sedang dan akan dilaksanakan berjalan sesuai mekanisme yang telah ditentukan.

Disiplin kerja harus dimiliki setiap karyawan dan harus dibudayakan di kalangan karyawan agar bisa mendukung tercapainya tujuan organisasi karena merupakan wujud dari kepatuhan terhadap aturan kerja dan juga sebagai tanggung jawab diri terhadap perusahaan. Pelaksanaan disiplin dengan dilandasi kesadaran akan terciptanya suatu kondisi yang harmonis antara keinginan dan kenyataan. Untuk menciptakan kondisi yang harmonis tersebut terlebih dahulu harus diwujudkan keselarasan antara kewajiban dan hak karyawan.. Hal demikian membuktikan bila kedisiplinan karyawan memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan.

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

(14)

25

H3 : Disiplin kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

2.3 Kerangka Berpikir

Model koseptual yang menggambarkan secara ringkas hubungan antara variabel yang terjadi dalam Gambar 2.1

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian

Sumber : penelitian sebelumnya

H1 : (Howell and Avolio, 1993), (Judge and Bono, 2000), (Kuang Chi et al, 2008),

(Laohavichien, et al 2009), (Pradana dkk, 2010), (Ping, et al 2012). H2 : (Rivai, 2004), (Suharto dan Cahyono (2005), (Hakim, 2006)

( Wahyudin dan Djumino, 2007), (Musa, 2009).

H3 : (Aritonang, 2005), (Setiyawan dan Waridin, 2006), (Mutmainnah, 2008 ),

( Harlie, 2010 ), (Iriani, 2010). Kepemimpinan Transformasional (X1) Motivasi (X2) Disiplin Kerja (X3) ) Kinerja Karyawan (Y) H2 H3 H1

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Berpikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

aluasi dilakukan saat proses 9*K berlangsung, khususnya pada tahap kerja. *spek yang diealuasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan 9*K. Cntuk 9*K stimulasi persepsi

Hasil penelitian diketahui bahwa (1) bentuk gotong royong di masyarakat Kampung Naga terdiri dari pertanian, perbaikan atau renovasi rumah, acara ritual, dan upacara

Hanya peserta yang dinyatakan lulus seleksi administrasi dan membawa Kartu Ujian serta bukti identitas diri asli berupa KTP (sesuai dengan data saat registrasi online) yang

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) Internalisasi nilai-nilai agama islam, 2) Pembentukan sikap, 3) Perilaku siswa, dan 4) kegiatan ekstrakurikuler

Emulator 1 Form Tampilan Awal Berjalan Baik 2 Form Kriptografi DES Berjalan Baik 3 Form Enkripsi dan Dekripsi Kriptografi DES Berjalan Baik 4 Form Contoh Kriptografi DES

Pelaksanaan kebijakan pengendalian penyakit demam berdarah dengue di kota Semarang dilakukan secara menyeluruh di setiap tingatan pemerintah dan lapisan

bersifat publik untuk kepentingan umum, dengan demikian terdapat kepentingan pribadi warga negara. Kedua, pencabutan hak harus di ikuti dengan pemberian ganti rugi

Penelitian ini akan menganalisis fakta sosial, peristiwa sosial, perilaku sosial yang terjadi di masyarakat dan perubahan sosial pada tokoh utama dalam novel