• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Domba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Domba"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Domba

Domba domestikasi termasuk golongan hewan-hewan bertulang belakang, menurut Blakely dan Bade (1998) klasifikasi domba adalah sebagai berikut:

Sub Kingdom : Vertebrata Klass : Mammalia Ordo : Ungulata Sub-ordo : Artiodactyla Section : Pecora Familia : Bovidae Sub-familia : Caprinae Genus : Ovis Species : Ovis aries

Domba merupakanhewan yang hampir tidak memiliki insting untuk mempertahankan diri, serta begitu besar ketergantungannya pada manusia. Tidak seperti hewan-hewan yang lain, domba mempunyai kecenderungan untuk cepat menyerah terhadap tekanan yang dialaminya. Domba menghasilkan dua produk utama yaitu daging dan wool. Cara seleksi untuk domba bervariasi, tergantung pada tujuan pemanfaatan domba itu. Pada kelas-kelas untuk tujuan dipotong, domba jantan dewasa (jantan kastrasi sebelum mencapai masa kelamin) adalah yang paling umum diperbandingkan, meski yang betinapun dapat pula diperbandingkan (Blakely dan Bade, 1991).

Gigi merupakan bagian tubuh ternak yang berada di rongga mulut yang berguna untuk mengunyah makanan. Ternak juga sama halnya dengan manusia, yaitu mempunyai gigi yang membantu dalam proses pencernaan pakan. Pada ternak domba ada hal yang unik, yaitu gigi mengalami perubahan secara terus-menerus dengan suatu karakteristik tertentu. Gigi pada domba dapat digunakan untuk menduga umur domba jika tidak ada catatan produksi ataupun data kelahiran dari ternak domba yang ingin diketahui umurnya (Frandson, 1992).

Frandson (1992) menyatakan bahwa pendugaan umur pada domba dapat dilakukan dengan memperhatikan perubahan pada gigi seri domba. Perubahan gigi

(2)

seri sentral, domba berumur 1 hari – 1 minggu; (2) sepasang gigi seri susu lateral, domba berumur 1 – 2 minggu; (3) sepasang gigi seri susu intermedial, domba berumur 2 – 3 minggu; (4) sepasang gigi seri susu sudut, domba berumur 3 – 4 minggu; (5) sepasang gigi seri susu sentral digantikan oleh sepasang gigi seri permanen, domba berumur 1 – 1,5 tahun; (6) sepasang gigi seri susu lateral digantikan sepasang gigi seri permanen lateral, domba berumur 1,5 – 2,5 tahun; (7) sepasang gigi seri susu intermedial digantikan sepasang gigi seri permanen intermedial, domba berumur 2,5 – 3,5 tahun; (8) sepasang gigi seri sudut digantikan sepasang gigi seri permanen sudut, domba berumur 3,5 – 4 tahun.

Domba Lokal

Menurut Subandriyo dan Djajanegara (1996) domba lokal terdiri atas dua bangsa yaitu domba ekor tipis dan domba ekor gemuk. Asal-usul domba ini tidak diketahui dengan pasti. Namun diduga berasal dari India dan domba ekor gemuk berasal dari Asia Barat.

Domba lokal Jonggol merupakan domba ekor tipis silangan dengan domba Garut secara acak. Domba Jonggol telah dipelihara dengan sistem manajemen penggembalaan sejak tahun 1980 di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) Fapet - IPB dan terseleksi secara alami untuk lingkungan panas dan kering. Domba Jonggol jantan dewasa mempunyai bobot tubuh sebesar 34,9 kg, sedangkan bobot tubuh domba betina sebesar 26,1 kg (Sumantri et al., 2007). Bobot tubuh domba Jonggol lebih tinggi bila dibandingkan sejumlah domba lokal lainnya, misalnya bila dibandingkan dengan bobot tubuh dewasa jantan dan betina dari domba Donggala (24,0 dan 25,3 kg), Kisar (25,8 dan 18,9 kg), dan Rote (27,9 dan 20,3 kg), tetapi hampir sama dengan bobot dewasa domba jantan dan betina dari Sumbawa (33,8 dan 26,9 kg).

Domba ekor tipis mempunyai karakteristik reproduksi yang spesifik, yang dipengaruhi oleh gen Prolifikasi dan dapat beranak sepanjang tahun (Subandriyo dan Djajanegara, 1996). Bobot karkas domba ekor tipis adalah 41,11 – 44% (Adiwinarti, 1999). Domba ekor tipis ini memiliki tubuh yang kecil, untuk domba jantan dewasa 15 - 20 kg. Domba ekor tipis memiliki warna dominan putih dan terdapat belang hitam di sekeliling mata, hidung, dan terkadang di seluruh tubuhnya. Bagian ekornya tidak menunjukkan adanya deposisi lemak. Domba jantan memiliki tanduk yang

(3)

melengkung, sedangkan domba betina biasanya tidak bertanduk. Domba ekor tipis mempunyai telinga ukuran sedang dan wool yang kasar (Mason, 1980). Menurut Permana (2003), domba ekor tipis memiliki resistensi yang tinggi terhadap cacing Haemoncus contortus.

Ubi Jalar

Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) diduga berasal dari benua Amerika, tetapi para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negara-negara beriklim tropis pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang, dan Indonesia. Cina merupakan penghasil ubi jalar terbesar mencapai 90% (rata-rata 114,7 juta ton) dari yang dihasilkan dunia (FAO, 2004).

Menurut Yufdy et al., (2006) varietas ubi jalar cukup banyak, namun baru 142 jenis yang sudah diidentifikasi oleh para peneliti. Varietas yang digolongkan sebagai varietas unggul harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) berdaya hasil tinggi, di atas 30 ton/hektar, b) berumur pendek (genjah) antara 3 - 4 bulan, c) rasa ubi enak dan manis, d) tahan terhadap hama penggerek ubi (Cylas sp) dan penyakit kudis oleh cendawan Elsinoe sp, e) kadar karoten tinggi di atas 10 mg/100 g, dan f) keadaan serat ubi relatif rendah. Beberapa varietas unggul yang telah dilepaskan ke lapangan memiliki umur yang berbeda, demikian juga dengan ketahanan terhadap hama boleng (kumbang Cylas formicarius).

Secara fisik,kulit ubi jalar lebih tipis dibandingkan kulit ubi kayu dan merupakan umbi dari bagian batang tanaman. Warna kulit ubi jalar bervariasi dan tidak selalu sama dengan warna umbi. Warna daging umbinya bermacam-macam, dapat berwarna putih, kuning, jingga kemerahan, atau keabuan.Demikian pula bentuk umbinya seringkali tidak seragam (Syarief dan Irawati, 1988).

Daging

Daging menurut SNI-01-3947-1995 merupakan urat daging yang melekat pada kerangka kecuali urat daging dari bibir, hidung dan telinga, yang berasal dari hewan sehat pada saat dipotong (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Menurut Lawrie (2003) daging didefinisikan sebagai semua jaringan tubuh hewan dan produk

(4)

olahannya yang baik untuk dimakan dan tidak menganggu kesehatan bagi yang mengonsumsinya.

Daging sebagai jaringan hewan yang dapat digunakan sebagai makanan, sering juga diperluas dengan memasukkan organ-organ seperti hati dan ginjal, otot, dan jaringan lain yang dapat dimakan disamping urat daging (Aberle et al., 2001) dan (Lawrie, 2003). Soeparno (1998) menyatakan bahwa otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan karena fungsi fisiologisnya telah berhenti. Otot merupakan komponen utama penyusun daging. Daging juga tersusun dari jaringan ikat, epithelial, jaringan-jaringan syaraf, pembuluh darah, dan lemak.

Menurut Soeparno (2005), daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan ganguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging adalah komponen utama karkas. Karkas tersusun dari lemak jaringan adipose, tulang, tulang rawan, jaringan ikat dan tendon. Komponen-komponen tersebut menentukan ciri-ciri kualitas dan kuantitas daging. Daging domba memiliki serat yang lebih halus dibandingkan dengan daging lainnya, jaringannya sangat padat, berwarna merah muda, konsistensinya cukup tinggi, dan lemaknya terdapat dibawah kulit yaitu antara otot dan kulit.

Karkas

Karkas adalah bagian dari tubuh ternak setelah dipisahkan dari darah, saluran pencernaan, saluran urin, jantung, limpa, hati, dan jaringan-jaringan lemak yang melekat pada bagian-bagian tersebut ( Lawrie, 1995). Soeparno (1994) karkas adalah berat semua bagian tubuh dari ternak setelah pemotongan dikurangi dari carpus dan tarsus sampai kebawah kulit.

Karkas domba dapat dibedakan berdasarkan berat, umur domba, jenis kelamin dan tingkat perlemakan. Tingkat keempukan dari daging domba dapat dipengaruhi oleh waktu pelayuan daging, pembekuan dan metode pemasakan (Gatenby, 1991). Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot dan kondisi ternak, bangsa, proporsi bagian-bagian non-karkas dan ransum serta umur, jenis kelamin dan pengebirian (Devendra dan Burns, 1994).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan karkas dan komponennya adalah genetik, lingkungan, makanan, dan kemampuannya beradaptasi. Makanan

(5)

merupakan faktor yang penting diperhatikan untuk memperoleh bobot karkas yang tinggi dari seekor ternak. Ternak membutuhkan makanan sejak dalam kandungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi foetus dan dilahirkan, kemudian tumbuh menjadi dewasa. Bentuk grafik pertumbuhan ternak ditentukan oleh jumlah makanannya (Tillman et al., 1991). Bila jumlah makanan yang dikonsumsi tinggi, maka pertumbuhan akan cepat bagi ternak untuk mencapai bobot badan yang diharapkan serta bobot karkas yang maksimal sesuai dengan potensi genetiknya (Sitorus dan Subandriyo, 1982). Jumlah makanan dan mutu makanan yang baik tidak dapat mengubah tubuh ternak secara genetik bertubuh kecil, tetapi pemberian makanan dalam jumlah yang rendah tidak akan mampu memberikan pertambahan bobot badan dan pertumbuhan karkas secara optimal sesuai dengan potensi genetik yang ada pada masing-masing ternak seperti kecepatan tumbuh dan persentase karkas yang tinggi. Hal tersebut hanya mungkin dapat terealisasi apabila ternak tersebut dapat memperoleh makanan yang cukup (Rismaniah et al., 1989).

Potongan Komersil Karkas

Karkas dapat dibagi dalam bentuk potongan karkas (yield grade). Potongan komponen karkas berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain sesuai dengan sistem pemotongan untuk dijual dan kebiasaan masyarakat dalam memilih depot perdagingan pada karkas.

Gambar 1. Potongan Komersil Karkas domba (Salim, 1988)

Keterangan Gambar: (1) Neck (leher) (5) Shank (kaki) (2) Shoulder (bahu) (6) Breast (dada) (3) Rack (punggung-rusuk) (7) Flank (sisi bawah) (4) Loin (lemusir) (8) Leg (paha)

(6)

Besarnya bobot komponen karkas dipengaruhi oleh bangsa, jenis kelamin, laju pertumbuhan, berat potong, dan perlakuan pakan. Menurut Gaili dan Mahgoub (1983) bahwa berat Shoulder dan Neck domba jantan lebih tinggi dari pada betina sedangkan bagian karkas lainnya tidak berbeda. Makanan sangat berpengaruh terhadap komponen karkas. Salim (1988) menyatakan bahwa pada ruminansia kecil yang diberi makanan yang bernilai gizi rendah berpengaruh terhadap proporsi bagian ekor, leher, Lemusir, Pelvis, bahu, dada dan paha. Pengaruh yang paling besar bagi makanan yang bernilai gizi rendah adalah menurunkan bobot pada bagian dada, Lemusir dan Pelvis.

Ruminansia kecil lebih cenderung untuk menghasilkan perlemakan. Perletakan lemak lebih banyak dijumpai pada pangkal ekor dan tungging (rump) lalu menyebar sepanjang punggung sampai ke leher dilanjutkan ke sekeliling karkas dan berakhir pada bagian kaki. Menurut Salim (1988), kecepatan pertumbuhan urat daging pada berbagai lokasi adalah berbeda. proporsi urat daging yang tinggi ada pada potongan paha, menyusul pada potongan bahu, sedangkan potongan dada dan lemusir memiliki proporsi urat daging yang lebih kecil.

Sifat Fisik Daging

Istilah daging segar digunakan dalam konteks khusus untuk menyebutkan produk yang belum mengalami perubahan kimia dan fisik setelah penyembelihan tetapi hanya mengalami pengolahan minimal, misalnya pembekuan (freezing). Sifat daging segar sendiri sangat berguna untuk penjual, untuk ditampilkan ke pembeli atau konsumen, dan kesesuaiannya untuk pengolahan lebih lanjut. Hal yang penting adalah daya mengikat air (water-holding capacity), warna, struktur, kealotan (firmness), dan tekstur (Aberle et al., 2001).

Daya Mengikat Air (DMA) Daging

Daya ikat air oleh protein daging atau water-holding capacity atau water binding capacity (WHC dan WBC) adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan dan tekanan (Soeparno, 1998). Kapasitas mengikat air sangat mempengaruhi penampilan daging sebelum dimasak, sifat-sifatnya selama dimasak, dan juiciness-nya pada saat dikunyah (Lawrie, 2003).

(7)

Daya mengikat air (DMA) dipengaruhi oleh pH. Selain itu daya mengikat air juga dipengaruhi oleh faktor yang mengakibatkan perbedaan daya mengikat air diantara otot, misalnya spesies, umur dan fungsi otot serta pakan, transportasi dan temperatur kelembaban, penyimpanan dan preservasi, jenis kelamin, kesehatan, perlakuan sebelum pemotongan, dan lemak intramuscular (Soeparno, 1998).

Air yang terikat didalam otot dapat dibagi menjadi tiga kompartemen air, yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4-5% sebagai lapisan monomolekuler pertama; air terikat agak lemah sebagai kedua dari molekul air terhadap group hidrofilik sebesar 4%, dan lapisan kedua ini akan terikat oleh protein bila tekanan uap air meningkat. Lapisan ketiga adalah molekul-molekul air bebas diantara molekul protein berjumlah kira-kira 10%. Jumlah air terikat (lapisan pertama dan kedua) adalah bebas dari perubahan molekul yang disebabkan oleh denaturasi ptrotein daging, sedangkan lapisan ketiga akan menurun apabila protein daging mengalami denaturasi (Soeparno, 1998).

Periode pembentukan asam laktat yang menyebakan penurunan pH otot post mortem, menurunkan DMA daging dan banyak air yang berasosiasi dengan protein otot akan bebas meninggalkan serabut otot. Pada titik isoelektrik (5,0-5,1) protein myofibril, filamen myosin dan filamen aktin akan saling mendekat, sehingga ruang diantara filament-filamen ini menjadi lebih kecil. Pemecahan dan habisnya ATP (Adiphosa Triphospat) serta pembentukan ikatan diantara filamen pada saat rigor mortis menyebabkan penurunan DMA. Dua pertiga dari penurunan DMA otot adalah karena pembentukan aktomiosin dan menjadi habisnya ATP pada saat rigor, dan sepertiga lainnya disebabkan oleh penurunan pH (Soeparno, 1998).

Keempukan Daging

Tekstur dan keempukan mempunyai tingkatan utama menurut konsumen dan ternyata dicari walaupun mengorbankan flavor dan warna (Lawrie, 2003). Keempukan daging banyak ditentukan setidak-tidaknya oleh tiga komponen daging, yaitu struktur miofibrilar dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan jaringan silangnya, dan daya ikat air oleh protein daging serta juiciness daging (Soeparno, 1998).

Kesan secara keseluruhan keempukan daging meliputi tekstur dan melibatkan tiga aspek, pertama mudah atau tidaknya gigi berpenetrasi awal ke dalam daging.

(8)

Kedua, mudah atau tidaknya daging tersebut dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Ketiga, jumlah residu tertinggal setelah dikunyah (Lawrie, 2003).

Jaringan ikat dalam otot mempengaruhi tekstur daging. Otot yang lebih banyak bergerak (aktif) selama ternak masih hidup misalnya otot paha, teksturnya terlihat lebih kasar, sedangkan otot yang kurang banyak bergerak teksturnya terlihat halus (Natasasmita et al., 1994).

Umur dalam kondisi tertentu tidak mempengaruhi keempukan daging yang dihasilkan. Ternak yang lebih tua namun mendapatkan ransum dengan nutrisi yang baik dan penanganan yang baik, dapat menghasilkan daging yang lebih empuk dibandingkan dengan daging yang dihasilkan dari ternak yang lebih muda namun mendapatkan nutrisi dan penanganan yang jelek. Dengan nutrisi dan penanganan yang baik, maka otot dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga jumlah kolagen per satuan luas otot akan lebih kecil dibandingkan dengan otot dari ternak yang mendapat nutrisi yang kurang baik, dengan demikian daging yang dihasilkan akan lebih empuk (Bouton et al., 1978).

Susut Masak Daging

Susut masak daging yaitu perbedaan antara bobot daging sebelum dan sesudah dimasak dan dinyatakan dalam persentase. Susut masak merupakan fungsi dari temperatur dan lama dari pemasakannya. Susut masak dapat dipengaruhi oleh pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi myofibril, ukuran dan berat sampel daging serta penampang melintang daging (Soeparno, 1998).

Menurut Soeparno (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi susut masak ada bermacam-macam seperti susut masak bisa meningkat dengan panjang serabut otot yang lebih pendek, pemasakan yang relatif lama akan menurunkan pengaruh panjang serabut otot terhadap susut masak. Susut masak menurun secara linier dengan bertambahnya umur ternak. Perbedaan bangsa ternak juga dapat menyebabkan perbedaan susut masak. Pada umur yang sama, jenis kelamin mempunyai pengaruh yang kecil terhadap susut masak, berat potong mempengaruhi susut masak terutama bila terdapat perbedaan deposisi lemak intramuskuler. Konsumsi pakan dapat juga mempengaruhi besarnya susut masak.

(9)

Nilai pH Daging

Otot yang mengalami penurunan pH yang sangat cepat akan menjadi pucat dan permukaannya tampak sangat basah. Di sisi lain, otot yang mempunyai pH tinggi selama proses konversi otot menjadi daging dapat menjadi sangat gelap warnanya, dan sangat kering di permukaan potongan yang tampak (Aberle et al., 2001).

Penurunan pH otot postmortem banyak ditentukan oleh laju glikolisis post mortem serta cadangan glikogen otot dan pH daging ultimat, normalnya adalah 5,4-5,8. Stress sebelum pemotongan, pemberian suntikan hormon atau obat-obatan tertentu, spesies, individu ternak, macam otot, stimulasi listrik dan aktivitas enzim yang mempengaruhi glikolisis adalah faktor-faktor yang dapat menghasilkan variasi daging. Suatu kenaikan pH daging akan meningkatkan juiciness dan daya mengikat air serta menurunkan susut masak otot semi membranosus dan longissimus dorsi domba secara linier (Soeparno, 1998).

Bila ternak yang akan di potong mengalami cukup masa istirahat, maka cadangan glikogen dalam otot akan cukup tinggi (Lawrie, 1995). Dikemukakan juga bahwa glikogen yang tinggi dalam otot, akan diubah melalui proses glikolisis menjadi asam laktat. Bila asam laktat yang terbentuk cukup banyak, maka pH daging akan rendah dan mikroorganisme tidak akan tumbuh dan daging akan lebih awet.

Sifat Kimia Daging

Komposisi kimia daging bervariasi di antara spesies, bangsa, dan individu ternak. Komposisi kimia daging dipengaruhi oleh faktor genetika dan lingkungan termasuk di dalamnya faktor nutrisi. Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi kimia daging dari ternak sapi, ayam, domba, dan babi.

Tabel 1. Komposisi Kimia Daging dari berbagai Spesies Ternak

Spesies Air (%) Protein (%) Lemak (%) Abu (%)

Sapi 70 – 75 20 – 22 4 – 8 1

Ayam 73.7 20 – 23 4.7 1

Domba 73 20 5 – 6 1.6

Babi 68 – 70 19 - 20 9 - 11 1.4

(10)

Kadar Air

Air merupakan bahan yang penting untuk kehidupan manusia. Selain itu, air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampilan, tekstur, dan citarasa dari makanan yang kita makan. Kadar air dalam makanan juga ikut menentukan daya terima konsumen, kesegaran, dan daya tahan dari suatu bahan pangan (Winarno, 1997). Kandungan air dalam bahan pangan akan mempengaruhi daya tahan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan water activity (Winarno, 1995).

Kadar air berbanding terbalik dengan kadar lemak. Semakin tinggi kadar lemak, maka kadar airnya semakin rendah. Apabila kadar lemak rendah, maka kadar airnya akan tinggi (Gaman dan Sherrington, 1981). Kadar air dalam pangan akan berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya dan sangat erat kaitannya dengan daya awet bahan pangan tersebut (Lawrie, 2003).

Fennema (1985) menyatakan bahwa kadar air dalam daging domba adalah sebesar 73%. Sedangkan menurut Frandson (1992), kadar air dalam daging domba adalah 59,8%. Pada pustaka lain, Ramada (2009) menyatakan bahwa kandungan air dalam daging domba adalah 66,3%, sedangkan USDA (2007) menyatakan kandungan air dalam daging domba adalah 75,84%.

Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena disamping berfungsi sebagai bahan bakar, protein juga berfungsi sebagai pembangun dan pengikat (Winarno, 1997). Protein adalah sumber asam amino yang mengandung C, H, O, dan N. Selain itu juga mengandung fosfor dan belerang seperti besi dan tembaga.

Protein merupakan bahan pembentuk jaringan dan juga mempertahankan jaringan tubuh yang telah ada. Protein juga dapat digunakan sebagai penghasil energi apabila kebutuhan energi tubuh belum terpenuhi oleh karohidrat dan lemak. Kekurangan protein dalam jangka panjang dapat mengganggu berbagai proses dalam tubuh dan menurunkan daya tahan tubuh yang menyebabkan penyakit (Nasoetion, 1995).

Fennema (1985) menyatakan bahwa kadar protein dalam daging domba adalah sebesar 20%. Sedangkan menurut Frandson (1992), kadar protein dalam daging

(11)

domba adalah 16,7%. Pada pustaka lain, Ramada (2009) menyatakan bahwa kandungan protein dalam daging domba adalah 17,1%, sedangkan USDA (2007) menyatakan kandungan protein dalam daging domba adalah 20,60%.

Lemak

Lemak merupakan zat gizi yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak merupakan sumber energi yang efisien karena menghasilkan kalori lebih tinggi dibanding protein dan karbohidrat. Selain itu, lemak juga berfungsi untuk memberi rasa gurih, pelarut vitamin A, D, E, dan K serta memperbaiki tekstur dan citarasa bahan pangan.

Lemak merupakan senyawa yang terbentuk dari asam lemak dan gliserol yang tersusun oleh unsure C, H, dan O (Nasoetion, 1995). Lemak dalam tubuh berfungsi sebagai sumber energi bagi sel, sedangkan lemak di dalam baha pangan merupakan unsure pokok yang mampu meningkatkan keempukan pangan, memperbaiki tekstur, dan citarasa dalam pangan (Aberle et al., 2001).

Fennema (1985) menyatakan bahwa kadar lemak dalam daging domba adalah sebesar 5 – 6 %. Sedangkan menurut Frandson (1992), kadar lemak dalam daging domba adalah 22,4%. Pada pustaka lain, Ramada (2009) menyatakan bahwa kandungan lemak dalam daging domba adalah 14,8%, sedangkan USDA (2007) menyatakan kandungan lemak dalam daging domba adalah 2,31%.

Abu

Kadar abu dalam daging pada umumnya terdiri atas kalsium, fosfor, sulfur, sodium, klorin, magnesium, dan besi (Price dan Schweigert, 1971). Kadar abu dalam daging umumnya bervariasi yang dipengaruhi oleh kandungan protein dan lemak (Aberle et al., 2001). Menurut Gaman dan Sherrington (1981), kadar abu dalam daging domba adalah 0,7%. Daging olahan mengandung lebih banyak mineral yang disebabkan karena penambahan bumbu-bumbu, garam, dan pengaruh dari metode pemasakan (Soeparno, 2005). Tingginya kadar abu dapat disebabkan oleh adanya pemberian rempah-rempah, garam, bahan pencampur, dan kesalahan pada saat pengolahan (Sudarmadji et al., 1989).

Karbohidrat

(12)

mempunyai rumus kimia Cn(H2O)n. Kurang lebih 80% energi yang diperoleh tubuh

manusia berasal dari karbohidrat (Nasoetion et al., 1995).

Karbohidrat pada daging umumnya terdapat dalam bentuk glikogen dengan jumlah yang sangat kecil dan biasanya terdiri dari kompleks polisakarida serta banyak diantaranya yang berkaitan dengan protein (Price dan Schweigert, 1971).

Keragaman Gen Calpastatin

Jumlah kromosom sel diploid pada ternak domba adalah 54 (Noor, 2008). Gen calpastatin terletak pada kromosom domba nomor 5 (Hediger et al., 1991), sedangkan pada ternak sapi (Bos taurus) terletak pada kromosom nomor 7 (Kappes et al., 1997). Gen calpastatin adalah gen yang berfungsi sebagai penghambat (inhibitor) dalam sistem calpain. Gen calpastatin berfungsi untuk menghambat degradasi protein sel-sel otot. Peningkatan aktifitas dari gen calpastatin menyebabkan pertambahan massa otot (hypertrophy) dan penurunan keempukan daging (Raynaud et al., 2005).

Gen calpastatin dengan simbol CAST terletak diantara dua penciri apit mikrosatelit MCM527 dan BMS1247 pada posisi lokus 5q15 – q21 antara 96,057-96,136 Mb. Hasil analisis Quantitative Traits Loci (QTL) menunjukkan bahwa gen calpastatin berasosiasi kuat dengan sifat pertumbuhan pada domba silang balik antara DET dengan domba Merino (Margawati, 2005).

Palmer et al. (1998) melaporkan bahwa terdapat keragaman gen calpastatin domba Dorset pada bagian ekson 1C, intron 1 dan ekson 1D (no.akses GenBank AF016006 dan AF016007). Hasil pemotongan produk PCR dengan enzim restriksi MspI dan NcoI menghasilkan dua alel, yaitu alel M dan N. Enzim restriksi MspI menghasilkan produk 336 dan 286 bp sedangkan NcoI menghasilkan potonganproduk 374 dan 248 bp. Beberapa penelitian serupa juga telah dilakukan pada ternak sapi. Lonergan et al. (1995) menemukan keragaman DNA gen bovine calpastatin pada lokus BamHI dan EcoRI. Chung et al. (1999) menemukan keragaman gen calpastatin dengan metode PCR-SSCP. Primer yang didesain dari domain I cDNA bovine calpastatin (nomor akses GenBank : L14450), berhasil mengamplifikasi lokus CAST1 sepanjang 500 pb dan menghasilkan dua alel, yaitu alel A dan B. Keragaman gen calpastatin tersebut terkait erat dengan sifat

(13)

pertumbuhan sapi Angus jantan. Sapi Angus dengan genotipe BB mempunyai bobot badan lebih tinggi dari pada sapi dengan genotipe AB dan AA.

Hubungan Antara Sistem Calpain-Calpastatin dengan Sifat Pertumbuhan Pertumbuhan adalah peningkatan ukuran tubuh dan perubahan komposisi tubuh seiring dengan semakin bertambahnya umur anak domba. Sifat pertumbuhan pada anak domba dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa diantaranya adalah tingkat pemberian pakan, genotip, jenis kelamin, kesehatan dan manajemen pemeliharaan (Gatenby, 1991). Pada tingkat sel pertumbuhan hewan ternak dapat didefinisikan sebagai hyperplasia yaitu pertambahan jumlah sel melalui proses mitosis, dan hypertropi yaitu bertambahnya ukuran atau volume sel-sel otot (Hossner, 2005). Menurut Chung et al. (1999), kejadian hypertropi ini erat kaitannya dengan sistem calpain-calpastatin yang terdapat dalam jaringan tubuh.

Calpain merupakan sebuah enzim proteolytic terkait dengan ion kalsium (Ca2+), yang ada dalam dua bentuk, yaitu μ-calpain dan m-calpain. μ-calpain merupakan calpain yang memerlukan ion Ca2+ dalam konsentrasi rendah, sedangkan m-calpain merupakan calpain yang memerlukan ion Ca2+ dalam konsentrasi tinggi. Calpain berfungsi untuk mendegradasi protein sel-sel otot (myofibril) di dalam jaringan otot (Goll et al., 1992). Selanjutnya dinyatakan oleh Killefer dan Koohmaraie (1993) bahwa aktivitas calpain dalam jaringan otot postmortem dapat menyebabkan struktur protein sel otot menjadi lemah. Hal ini berakibat pada kualitas daging yang menjadi lebih empuk. Selain μ-calpain dan m-calpain, dalam sistem calpain juga terdapat calpastatin. Calpastatin ini merupakan inhibitor spesifik terhadap fungsi μ-calpain dan m-calpain. Morgan et al. (1993) melaporkan bahwa ketika aktivitas degradasi protein pada jaringan otot hewan hidup menurun, maka aktivitas calpastatin meningkat.

Aktivitas calpastatin yang tinggi dapat ditemukan pada domba yang mempunyai fenotipe callipyge. Kejadian hipertropi ini disebabkan oleh kandungan DNA otot yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan kapasitas sintesis protein otot. Kejadian hipertropi terjadi setelah hewan dilahirkan, sehingga tidak menyebabkan kesulitan beranak (dystocia). Selain itu hipertropi pada domba callipyge juga disebabkan oleh menurunnya degradasi protein otot sebagai akibat dari meningkatnya aktivitas calpastatin (Koohmaraie et al., 1995).

Gambar

Gambar 1. Potongan Komersil Karkas domba (Salim, 1988)

Referensi

Dokumen terkait

(2014), akurasi dari seleksi ternak secara genetik akan tinggi apabila: 1) memiliki jumlah ternak yang banyak dalam populasi yang dipilih untuk dilaksanakan seleksi, 2)

Keuntungan pembuatan pakan lengkap antara lain meningkatkan efisiensi dalam pemberian pakan dan menurunnya sisa pakan dalam palungan, hijauan yang palatabilitas rendah

Konversi ransum tergantung kepada : (1) kemampuan ternak untuk mencerna zat makanan, (2) kebutuhan ternak akan energi dan protein untuk pertumbuhan, hidup pokok dan fungsi

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas bahan makanan ternak, karena pertumbuhan yang diperoleh

Menurut Tomaszeweska et al ., (1993) ternak domba mempunyai beberapa keuntungan dilihat dari segi pemeliharaannya, yakni : Cepat berkembang biak, dapat beranak lebih dari satu

merupakan dua metode yang dapat dilakukan dalam perbaikan mutu genetik untuk meningkatkan produktivitas ternak. Jadi secara sederhana pemuliaan ternak merupakan kombinasi

(1993) bahwa laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan, dan genetik di mana berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat dewasa, pertumbuhan

Makanan yang dimakan seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui tidak secara langsung mempengaruhi mutu ataupun jumlah air susu yang dihasilkan. Dalam tubuh