BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Mata dapat terkena berbagai kondisi. beberapa diantaranya bersifat primer sedang yang lain, sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain. kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal, dapat dikontrol dan penglihatan dapat dipertahankan (Brunner dan Suddarth, 2001). Insiden Trakoma lebih tinggi tercatat di iklim panas, lembab karena praktik kebersihan masih dibawah standart. Infeksi ini dapat mengenai semua umur terutama remaja dan anak-anak. Periode inkubasi 5- 14 hari. Bentuk akut lebih infeksius dari pada bentuk sikatris. Infeksi juga menyebar melalui kontak langsung atau bahan kontak. Umumnya dari anggota keluarga yang lain. Factor serangga khususnya lalat, juga dapat berperan sebagai penular Gejalanya Epifora, fotofobia, edema kelopak mata, dan konjungtiva, Drainase berlebihan, Jaringan parut kelopak mata, dan kelopak mata berputar kedalam menyebabkan bulu mata mengabrasi kornea. Pertumbuhan pembulu darahbaru dari marjin kornea-sklera. Komplikasi trakoma adalah parut konjungtiva yang akan mengubah lapisan air mata, menyebabkan entropion dan trikiasis dengan segala akibatnya yaitu Ulkus kornea, Infeksi bacterial kornea, Dan Parut kornea
(Menurut Patricia Gonce Morton, 2003).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaiman anatomi fisiologi penglihatan ? 1.2.2 Apa definisi dari trakoma ?
1.2.3. Apa saja klasifikasi dari trakoma ? 1.2.4. Apa saja etiologi dari trakoma ?
1.2.5. Bagaimana manifestasi klinis dari trakoma ? 1.2.6. Bagaimana patofisiologi dari trakoma ?
1.2.7. Bagaimana pengobatan dan pencegahan dari trakoma ? 1.2.8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien trakoma ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien gangguan trakoma.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui anatomi fisiologi penglihatan. 2. Memahami definisi trakoma.
3. Mengetahui klasifikasi dari trakoma. 4. Mengidentifikasi etiologi trakoma. 5. Mengetahui manifestasi klinis trakoma. 6. Mengetahui patofisiologi trakoma.
7. Mengetahui pengobatan dan pencegahan dari trakoma trakoma.
8. Mengidentifikasi proses keperawatan pada trakoma meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa, dan intervensi
1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien gangguan trakoma sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah sistem sensori dan persepsi.
1.4.2 Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Anatomi fisiologi penglihatan (Menurut Syaifuddin, 2006)
Indra penglihatan yang terletak pada mata (organ visus) yang terdiri dari organ okuli assesoria (alat bantu mata) dan okulus (bola mata). Saraf indra penglihatan, saraf optikus (urat saraf kranial kedua), muncul dari sel-sel ganglion dalam retina, bergabung untuk membentuk saraf optikus.
Organ Okuli assesoria
Organ okuli assesoria (alat bantu mata), terdapat disekitar bola mata yang sangat erat hubungannya dengan mata, terdiri dari :
1. Kavum orbitaSupersilium (alis mata) 2. Palpebra (kelopak mata)
3. Aparatus lakrimalis (air mata) 4. Muskulus okuli (otot mata) 5. Konjungtiva.
Okulus
Okulus (mata) meliputi bola mata (bulbus okuli). Nervus optikus saraf ke otak II, merupakan saraf otak yang menghubungkan bulbus okuli dengan otak dan merupakan bagian penting dari organ visus.
Tunika okuli
Tunika okuli terdiri dari:
1. Kornea, merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita dapat melihat membran pupil dan iris.
2. Sklera, merupakan lapisan fibrosa yang elastis yang merupakan bagian dinding luar bola mata dan membentuk bagian putih mata. Bagian depan sklera tertutup oleh kantong konjungtiva
Gambar 2.1 anatomi mata Tunika vaskulosa okuli
Tunika vaskulosa okuli merupakan lapisan tengah dan sangat peka oleh rangsangan pembuluh darah. Lapisan ini menurut letaknya terbagi atas 3 bagian yaitu Koroid, Korpos seliaris, Iris.
Tunika nervosa
Tunika nervosa merupakan lapisan terdalam bola mata, disebut retina. Retina dibagi atas 3 bagian: Pars optika retina, Pars siliaris, Pars iridika. Retina terdapat di bagian belakang yang berlanjut sampai ke nervus optikus.
Fisiologi Penglihatan
Organ sensorik kompleks yang mempunyai fungsi optikal untuk melihat dan saraf untuk tranduksi sinar. Aparatus optik mata membentuk dan mempertahankan ketajaman fokus objek dalam retina.
Gambar 2.2 anatomi fisiologi mata
Indera penglihatan menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina dengan perantaaraan disebut nervus optikus, menghantarkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan. Cahaya yang jatuh ke mata menimbulkan bayangan yang letaknya di fokuskan pada retina. Bayangan akan menembus dan di ubah oleh kornea lensa badan ekueus dan vitrous. Lensa membiaskan cahaya dan memfokuskan bayangan pada retina bersatu menangkap sebuah titik bayangan yang difokuskan.
2.2 Definisi
Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan oleh Chlamydia Trachomatis. Penyakit ini dapat mengenai semua umur tapi lebih banyak ditemukan pada orang muda dan anak-anak. ( Sidarta Ilyas, 2006 ).
Trakoma merupakan bentuk konjungtivitis dengan jaringan parut yang terjadi bilateral, kronik dan disebabkan oleh Chlamidia trachomatis ( Indriana N. Istiqomah, 2004 ).
Gambar 2.3 mata dengan trakoma
Trakoma merupakan salah satu jenis penyakit mata yang menular yang disebabkan oleh Chlamidia Trachomatis serotipe A, B, Ba, atau C yang termasuk dari konjungtivitis folikular kronik. Clamidia ini termasuk gram negative. Spesies C trakomatis menyebabkan trakoma, sedangkan serotype D-K menyebabkan infeksi kelamin dan limfogranulomavenerum ( serotipe L1-L3). Penyakit ini termasuk 9 penyakit yang menular yang sedang berkembang di berbagai belahan dunia. Segala umur bisa terkena penyakit ini, khusunya pada kita yang muda – muda dan anak – anak. Variasi regional prevalensi dan berat penyakit bergantung pada variasi higiene individu dan standar kehidupan masyarakat dunia, keadaan cuaca tempat tinggal, usia saat terkena, serta frekuensi dan jenis infeksi bakteri mata yang sudah ada.
Survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1996 prevalensi penyakit mata utama khususnya untuk konjungtivitis sebesar 1, 74 %. Seperti yang kita ketahui, trakoma termasuk infeksi mata yang lama kelamaan akan menyebabkan kebutaan. Badan kesehatan dunia WHO merillis data bahwa setidaknya ada 40 – 45 juta penderita kebutaan (cacat netra)/gangguan penglihatan. Setiap tahunnya kurang lebih dari 7 juta orang mengalami kebutaan atau setiap detiknya terdapat satu penduduk bumi menjadi buta dan perorang mengalami kebutaan perduabelas menit dan ironisnya, kebanyakan orang yang berada di ekonomi bawah yang terkena gangguan penglihatan yaitu sekitar 90%. Dan jika ini penyakit ini masih diabaikan WHO memprediksi pada tahun 2020 gangguan penglihatan akan meningkat menjadi
2 kali lipat yaitu sekitar 80 – 90 juta orang. Survey oleh Direktur Jenderal Bina Kesmas Kementerian Kesehatan RI, Budihardja, beliatu mengatakan bahwa survey Indra Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993 – 1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia 1,5%-paling tinggi di Asia - dibandingkan dengan Bangladesh 1%, India 0,7%, dan Thailand 0,3%. Artinya jika ada 12 penduduk dunia buta dalam setiap 1 jam, empat di antaranya berasal dari Asia Tenggara dan dipastikan 1 orangnya dari Indonesia. (Djunaedi, S.Pd.I : 2010). Secara umum, trakoma diderita oleh sekitar 84 juta orang di 55 negara yang endemis (banyak terdapat penderita trakoma), dan sekitar 1,3 juta orang diantaranya buta karena penyakit mata ini. Penyakit ini ditunjukkan pada hasil tertinggi nya yaitu pada usia 3 – 5 tahun.
Infeksi mata ini banyak ditemukan di daerah Semenanjung Balkan, ras Yahudi, Penduduk asli Australia dan Indian Amerika. Trakoma yang membutakan terdapat pada banyak daerah Afrika, beberapa daerah Asia, diantara suku Aborigin Australia, dan di Brazil Utara. Trakoma yang lebih ringan yang tak membutakan terdapat di daerah yang sama dan di beberapa daerah Amerika Latin dan Pulau Pasifik.
2.3 Klasifikasi
Menurut Sidarta Ilyas, 2006 penyakit ini berjalan melalui empat stadium: Stadium 1(Insipient) : terdapat hipertrofi pupil dengan folikel yang kecil-kecil pada konjungtiva tartus superior, yang memperlihatkan penebalan dan kongesti pada pembulu darah konjungtiva. Sekret yang sedikit dan jernih bila tidak ada infeksi sekunder. Kelainan kornea sukar ditemukan tetapi kadang-kadang dapat ditemukan neovaskularisasi dan keratitis epithelial ringan. Stadium 2(Established): terdapat hipertrofi papilar dan folikel yang matang
(besar) pada konjungtiva tartus superior. Pada stadium ini dapat ditemukan pannus trakoma yang jelas. Terdapat hipertrofi pupil yang berat seolah-olah
mengalahkan gambaran folikel pada konjungtiva superior. Pannus adalah pembuluh darah yang terletak di daerah limbus atas dengan infiltrate.
Stadium 3(Parut) : terdapat parut pada konjungtiva tartus superior yag terlihat sebagai garis putih yang halus sejajar dengan margo palpebra. Parut folikel pada limbus kornea disebut cekungan Herbert. Gambaran papil mulai berkurang.
Stadium 4(Sembuh) : suatu pebentukan parut yang sempurna pada konjungtiva tartussuperior hingga menyebabkan perubahan bentuk pada tartus yang dapt menyebabkan enteropion dan trikiasis.
2.4 Etiologi
Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan sekret penderita trakoma atau melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan dan lain-lain. Masa inkubasi rata-rata 7 hari (berkisar dari 5 – 14 hari) (Sidarta Ilyas, 2006).
Trakoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, dan merupakan penyebab infektif kebutaan tersering di dunia. Penyakit ini endemik didaerah tropis dan subtropis yang panas dan kering.
• Transmisinya berasal dari mata yang terinfeksi, melalui tangan, benda-benda, dan lalat.
• Anak kecil mempunyai resiko terbesar
• Berkaitan dengan higiene pribadi dan masyarakat yang tidak baik
• Terjadi infeksi berulang:PCR memperlihatkan banyak kasus yang terinfeksi secara kronik
• Insidensinya saat ini menurun namun diperkirakan penyakit ini merupakan penyebab >20 juta kasus kebutaan diseluruh dunia
• Penyakit ini masih tetap merupakan penyebab umum kebutaan yang dapat dicegah di afrika, Timur tengah, dan beberapa bagian Asia
2.5 Manifestasi Klinis
Menurut Indriana N. Istiqomah, 2004 ada beberapa manifestasi klinis dari trakoma yaitu :
• Epifora
Gambar 2.4 mata mengalami epifora • Fotofobia
Gambar 2.5 mata mengalami fotofobia • Edema kelopak mata dan konjungtiva
Gambar 2.6 edema kelopak mata • Drainase berlebihan
• Jaringan parut kelopak mata
• Kelopak mata berputar kedalam menyebabkan bulu mata mengabrasi kornea
2.6 Patofisiologi
Menurut Mandal dkk, 2006 Chlamydia merupakan patogen intraseluler yang bergantung pada sel pejamu untuk mendapatkan energi. Bakteri ini mempunyai dua bentuk utama, yaitu badan elementer infeksius dan badan retikulum noninfektif. Pada kasus trakoma, infeksi diikuti oleh respons inflamasi akut dengan konjungtivitis purulen dan reaksi folikular pada konjungtiva tarsal superior. Jaringan fibrosis dan pembuluh dan pembuluh darah baru (pannus) terbentuk bersamaan dengan infeksi berulang, sehingga menyebabkan kebutaan. Kelopak mata menjadi tebal dan eversi, sehingga konjungtiva rentan terhadap kerusakan akibat infeksi dan debu. Pada konjungtivis inklusi, folikel lebih banyak pada konjungtiva tarsal bagian bawah dan jaringan parut jarang terjadi.
2.7 Komplikasi
Menurut Mandal dkk, 2006
• Infeksi bakteri sekunder rekuren
• Jaringan parut kornea, pembentukan pembuluh darah baru
• Eversi kelopak mata
Gambar 2.8 mata dengan eversi kelopak mata • Kebutaan
Gambar 2.9 mata dengan kebutaan
2.8 Pendekatan Diagnostik Menurut Mandal dkk, 2006
• Antigen atau badan inklusi pada apusan konjungtiva • Kultur
• PCR untuk DNA klamidia
• Serologi tidak membantu, tetapi pengukuran antibodi air mata mungkin membantu.
2.9 Pemeriksaan Penunjang Uji penglihatan
Bersiaplah melakukan pengkajian dengan mencuci tangan anda kemudian uji fungsi visual, termasuk ketajaman penglihatan jarak dekat dan jarak jauh,
perspsi warna dan penglihatan perifer. Lakukan uji penglihatan dalam ruangan yang cukup terang, tetapi anda dapat mengendalikan jumlah cahaya. Uji penglihatan jarak jauh
Untuk menguji penglihatan jarak jauh pada klien yang dapat mebaca bahasa inggris, gunakan grafik alfabet snellen yang berisi berbagai ukuran huruf. Untuk klien yang buta huruf atau tidak dapat berbicara inggris, gunakan grafik snellen E yang menunjukkan huruf-huruf dalam berbagai ukuran dan posisi tersebut dengan jari tangannya.
Uji penglihatan jarak dekat
Uji penglihatan jarak dekat klien dengan memegang grafik snellen atau kartu dengan kertas Koran berukuran 30,5 – 35,5 cm didepan mata klien. Klien yang normalnya memkai kacamata baca harus memakainya untuk uji ini. Seperti pada penglihatan jarak jauh, uji setiap mata secara terpisah dan kemudian bersamaan.
Uji persepsi warna
Meminta klien untuk mengidentifikasi pola bulat-bulatan warna pada plat berwarna. Klien yang tidak dapat membedakan warna tidak akan mendapatkan polanya.
Uji fungsi otot ekstraokuler
Untuk mengkaji fungsi otot ekstraokuler klien, perawat harus melakukan tiga tes. Enam posisi cardinal, tes penglihatan, tes terbuka tertutup, dan tes reflek cahaya corneal.
2.10 Pengobatan dan Pencegahan Menurut Mandal dkk, 2006
Pengobatan pada trakoma dapat dilakukan dengan cara :
• Untuk serangan akut, pengobatan dengan salep mata tetrasiklin dan/ atau tetrasiklin atau azitromisin oral efektif dan membantu untuk mencegah kasus sekunder. Terapi topikal saja mungkin tidak mengeradikasi infeksi • Pembedahan untuk memperbaiki deformitas kelopak mata dapat mencegah
Sedangkan pencegahan dari trakoma yaitu :
• Pengobatan masal dengan salep tetrasiklin atau azitromisin oral • Memperbaiki higiene personal dan sanitasi umum
• Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi dan makanan yang bergizi dan hygiene yang baik mencegah penyebaran.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TRAKOMA
3.1 Pengkajian a. Biodata klien
Nama, umur, jenis kelamin, suku/ras, pekerjaan, alamat, agama, tanngal pengkajian, tanggal masuk, No. MR, Dx Medis dan lain-lain.
9 Terjadi pada semua umur terutama remaja dan anak, anak kecil merupakan resiko terbesar)
9 Ras yang banyak terkena ditemukan pada ras yahudi, penduduk asli australia, dan indian amerika.
3.2 Riwayat kesehatan 1) Keluhan Utama
Kaji gejala yang dialami klien sesuai dengan gejala yang ditimbulkan, meliputi gatal dan rasa terbakar / sensasi benda asing pada infeksi bakteri akut da infeksi virus, nyeri dan fotofobia, keluhan peningkatan produksi air mata, pada anak – anak dapat disertai dengan demam dan keluhan pada mulut dan tenggorokan. (Indriana N. Isitiqomah, 2004)
2)Riwayat penyakit sekarang
Kaji riwayat detail tentang masalah sekarang. Biasanya nyeri, gatal, mata selalu berair, kemerahan, edema,mata ngeres, sensitif terhadap cahaya dan kejang pada kelopak mata.
3)Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama, trauma mata, alergi obat, riwayat operasi mata, riwayat cidera atau terpajan lingkungan yang tidak bersih.
4)Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan pada keluarga apakah ada anggota keluarga yang mempunyai gejala yang sama dengan klien dan dalam keluarga terdapat penderita penyakit menular (konjungtivitis).
1.3 Pemeriksaan fisik
a. Pengkajian ketajaman mata
Kaji visus klien dan catat derajat pandangan perifer klien karena jika terdapat sekret yang menempel pada kornea dapat menimbulkan kemunduran visus. b. Kaji rasa nyeri
Terjadi rasa tidak nyaman ringan sampai berat. c. Kesimetrisan kelopak mata
Terjadi gangguan kesimetrisan kelopak mata akibat timbulnya jaringan parut pada kelopak mata yang berakibat entropen dan trikiasis (inversi bulu mata). d. Reaksi mata terhadap cahaya / gerakan mata
Timbul fotofobia (sensitif terhadap cahaya) atau blepharospasme (kejang kelopak mata)
e. Kemampuan membuka dan menutup mata
Timbul gangguan penutupan kelopak mata secara efektif. f. Pemeriksaan fisik (inspeksi)
Infeksi struktur luar mata dan inspeksi kelenjar untuk mengetahui adanya pembengkakan akibat inflamasi. (Brunner dan Suddart, 2001)
1.4 Pemeriksaan penunjang
Inkulasi klamidia dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang di pulas dengan giemsa, namun tidak selalu ada. Inklusi ini tampak sebagai massa sitoplasma biru atau ungu gelap yang sangat halus, yang menutupi inti dari sel epitel. Pulasan antibody fluorescein dan tes immuno – assay enzim tersedia dipasaran dan banyak di pakai di klinik laboratorium. Tes bari tu menggantikan pulasan giemsa untuk sediaan hapus konjungtiva dan isolasi agen clamidial dalam biakan sel.
3.5 Analisa data
No Data Etiologi Problem Ttd
1 Ds :Klien mengeluh nyeri (ringan sampai berat), perih dan gatal-gatal pada bagian konjungtiva Bakteri Konjungtivis Bilateral Gangguan rasa nyaman
Do : Lakrimasi (mata selalu berair), Fotofobia (sensitif terhadap cahaya) atau blepharospasme (kejang kelopak mata), kemerahan pada mata, edema pada mata
edema, dan iritasi konjungtiva
2 Ds : Klien mengeluh mata ngeres( seperti ada pasir atau sesuatu yang mengganjal)
Do : kemerahan pada mata
Inflamasi Infeksi Adanya sekret pada mata Kontak dengan orang lain Keterbatasan pengetahuan tentang penyakit Resiko tinggi penularan penyakit pada orang lain
3 Ds : klien mengeluh nyeri, klien mengeluh mata ngeres (seperti ada pasir atau sesuatu yang mengganjal)
DO :kemerahan pada mata, edema pada mata
Infeksi Adanya sekret pada mata Penurunan lapang pandang Resiko tinggi cidera 3.6Diagnosa keperawatan
1.Gangguan rasa nyaman b/d edema, dan iritasi konjungtiva
2.Resiko tinggi penularan penyakit pada orang lain b/d keterbatasan pengetahuan tentang penyakit
3.Resiko tinggi cedera b/d penurunan lapang pandang 3.7 Rencana keperawatan
No/ Tgl
Dx Tujuan dan kriteria hasil intervensi Rasional Ttd 1 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
Keadaan nyeri pasien berkurang KH: 9 Klien mengetahui penyebab dari nyeri 9 Klien menunjukkan cara mengurangi nyeri 9 Klien menggunakan kaca mata dan tidak menutup mata yang sakit 9 Pasien tampak rileks
dan tenang 1. Kompres tepi palpebra dengan larutan salin 2. Usap eksudat secara perlahan dengan kapas yang sudah dibasahi salin 3. Beritahu klien agar tidak menutup mata yang sakit 4. Anjurkan klien menggunakan kacamata (gelap) 5. Kaji kemampuan klien menggunakan obat mata 6. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik, 1. Melepaskan eksudat yang lengket pada tepi palpebra
2.Meminimalkan penyebaran mikroorganisme 3. Mata yang tertutup
merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme 4. Menurunkan
cahaya yang masuk pada mata sehingga sensitivitas terhadap cahaya menurun 5. Mengurangi resiko kesalahan penggunaan obat mata 6.Mempercepat penyembuhan, mengurangi nyeri,
analgesik ringan, vasokonstriktor , antihistamin oral mengurangi dilatasi pada konjungtivis alergi 2 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan klien dapat meningkatkan pengetahuan. KH: 9 Klien mengetahui penyebab resiko tinggi penularan penyakit 9 Klien mampu yang cara mengatasi penyebab resiko tinggi penularan penyakit 9 Klien melakukan tehnik cuci tangan yang tepat 9 Hygiene terjaga, 1. Beritahu klien untuk mencegah pertukaran sapu tangan, handuk, bantal dengan anggota keluarga yang lain 2. Ingatkan klien untuk tidak menggosok
mata yang sakit atau kontak sembarangan dengan mata 3. Beritahu klien tehnik cuci tangan yang tepat 4. Bersihkan alat yang digunakan untuk 1. Meminimalkan resiko penyebaran infeksi 2. Menghindari penyebaran infeksi pada mata yang lain dan pada orang lain 3. Prinsip higienis perlu ditekankan pada klien untuk mencegah replikasi kuman 4. Mencegah infeksi
silang pada klien yang lain
tidak ada penularan dan penyebaran infeksi memeriksa klien 3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24jam diharapkan klien mampu meningkatkan lapang pandang optimal Kriteria hasil : 9 Klien mengetahui penyebab resiko tinggi cidera 9 Klien mampu mengatasi penyebab resiko tinggi cidera 9 Klien menggunakan kacamata gelap 9 Tidak terjadi cidera 1. Bersihkan sekret mata dengan cara yang benar 2. Kaji ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata yang terlibat. 3.Perhatikan keluhan penglihatan kabur yang dapat terjadi setelah penggunaan tetes mata dan salep mata 4.. Gunakan kacamata gelap 1. Sekret mata akan membuat pandangan kabur 2. terjadi penurunan tajam penglihatan akibat sekret mata. 3. Memberikan informasi pada klien agar tidak melakukan aktivitas berbahaya sesaat setelah penggunaan obat mata 4. Mengurangi fotofobia yang dapat mengganggu penglihatan
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Organ sensorik kompleks yang mempunyai fungsi optikal untuk melihat dan saraf untuk tranduksi sinar.
2. Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan oleh Chlamydia Trachomatis
3. Klasifikasi Mac Callan, penyakit ini berjalan melalui empat stadium: Stadium insipient, Stadium established , Stadium parut, Stadium sembuh 4. Etiologi trakoma yaitu melaui kontak langsung dengan sekret penderita
trakoma atau melalui alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan dan lain-lain
5. Manifestasi klinis trakoma yaitu epifora, fotofobia, edema kelopak mata dan konjungtiva, drainase berlebihan, jaringan parut kelopak mata, kelopak mata berputar kedalam
6. Chlamydia merupakan patogen intraseluler yang bergantung pada sel pejamu untuk mendapatkan energi.
7. Komplikasi trakoma meliputi infeksi bakteri sekunder rekuren, jaringan parut kornea, eversi kelopak mata, kebutaan.
4.2 Saran
Telinga sebagai indra pendengaran sangat berperan penting pada proses komunikasi sehingga kita harus menjaga kesehatan telinga agar tidak terjadi kelainan pada telinga apalagi sampai menjalani pembedahan telinga.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and suddarth ( 2001 ). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn. E.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedomanuntuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC. Gonce, M. P. (2003). Panduan pemeriksaan kesehatan. Jakarta: EGC.
Ilyas, Sidarta (2003). Ilmu Penyakit Mata edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Istiqomah, Indriana . N. (2004). Asuhan keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta : EGC.
Mandal, B. K, dkk. (2006). Penyakit Infeksi Edisi keenam. Jakarta: Erlangga
Syaifudin. (2006). Anatomi Fisiologi. Jakarta: EGC.
http://www.medicastore.com › Kategori Penyakit › Penyakit Mata - Tembolok - Mirip.