• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Self Esteem Remaja Panti Asuhan di Surabaya Ditinjau dari Persepsinya terhadap Pola Asuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perbedaan Self Esteem Remaja Panti Asuhan di Surabaya Ditinjau dari Persepsinya terhadap Pola Asuh"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

dari Persepsinya terhadap Pola Asuh

Nur Amaliyah

Prihastuti

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya

Abstract.

This research is aim to identify whether there is a difference between the adolescent self esteem

orphanage in Surabaya consider from their perception towards parenting. 149 research subject are the teenage orphans in Surabaya with the age range is 12 to 18 years old. The sampling method that used for this research is purposive sampling. Survey and quesioner were use for collecting the datas. The measuring instrument that used is the perception of parenting measuring devices based on the parenting theory of Baumrind (1966) and the self esteem measurement of Rosenberg Self Esteem Scale (RSES) by Azwar (2011) which was translated into Indonesian. Reliability for the scale was perceived authoritarian parenting is 0,702 and for the perception of permisif parenting scale is 0,853, perceptions of authoritative parenting scale is 0,898, and for the RSES scale is 0,778. The datas were analysed by non-parametrik statistic with the Kruskal

Wallis difference test technique by SPSS 16 software for Windows. Based on the analyzing, it is show the significance level p = 0,197. It can be concluded that the alternative hypothesis is rejected or no self-esteem differences in adolescent orphanage in Surabaya in terms of their

perceptions of parenting.

Keywords: Self Esteem; Adolescent; Orphanage; Parenting.

Abstrak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan self esteem remaja panti asuhan di Surabaya ditinjau dari persepsinya terhadap pola asuh. Subjek penelitian ini berjumlah 149 remaja panti asuhan yang berada di wilayah Surabaya dengan usia 12-18 tahun. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian adalah purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan metode survei dan menggunakan kuesioner. Alat ukur yang digunakan yaitu dengan alat ukur persepi pola asuh yang berdasarkan pada teori pola asuh dari Baumrind (1966) dan alat ukur self esteem dari Rosenberg Self Esteem Scale (RSES) dari Azwar (2011) yang telah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia. Reliabilitas untuk skala persepsi pola asuh otoriter adalah 0,702, untuk skala persepsi pola asuh permisif adalah 0,853, untuk skala persepsi pola asuh otoritatif adalah 0,898, sedangkan untuk skala RSES adalah 0,778. Analisis data menggunakan analisis statistik non-parametrik dengan teknik uji perbedaan Kruskal Wallis melalui bantuan perangkat lunak SPSS 16 for Windows. Berdasarkan analisis data yang dilakukan hasil uji perbedaan pada self esteem remaja panti asuhan wilayah Surabaya ditinjau

dari persepsinya terhadap pola asuh menunjukkan taraf signifikansi p = 0,197. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa hipotesis alternatif ditolak atau tidak ada perbedaan self esteem remaja panti asuhan wilayah Surabaya ditinjau dari persepsinya terhadap pola asuh.

Kata kunci: Self Esteem; Remaja; Panti Asuhan; Pola Asuh Korespondensi:

Nur Amaliyah email: nuramalia010492@yahoo.com

Prihastuti emal: prihastuti@psikologi.unair.ac.id

(2)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar nomor empat di dunia dengan lebih dari 250 juta penduduk (Purnomo, 2014). Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan pada tahun 2005, jumlah remaja yang berusia 10-19 tahun mencapai 41 juta orang atau 20% dari jumlah total penduduk Indonesia dan saat ini sangat mungkin jumlah tersebut akan semakin bertambah (Wiguna, 2013). Di Provinsi Jawa Timur sendiri untuk jumlah penduduk yang berusia 10 tahun ke atas dan belum menikah, mencapai 27,58% dari 37 juta lebih jumlah keseluruan (Berdasarkan Presentasi Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas menurut Provinsi, Jenis Kelamin, dan Status Perkawinan, 2009-2012). Kemudian berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004 menyatakan adanya peningkatan permasalahan keterlantaran yang dialami oleh bayi dan anak-anak. Permasalahan ini semakin tampak dalam situasi terbatasnya atau minimumnya ketersediaan sumber daya yang dimiliki oleh keluarga dan masyarakat untuk mengatasi permasalahan sosial.

Didapatkan pula data di lapangan sebanyak 3.488.309 anak terlantar dengan usia 5-18 tahun di 30 provinsi (Dicksan, 2009). Ditambah lagi oleh laporan yang diluncurkan oleh Depsos RI, Save the Children dan Unicef tahun 2008 menyebutkan jumlah panti asuhan di seluruh Indonesia dapat diperkirakan sampai 5.000 hingga 8.000 yang mengasuh 1,4 juta anak (Gandaputra, 2009). Berdasarkan survei terbaru, jumlah anak yatim di Indonesia kini telah mencapai 3,2 juta dengan jumlah terbanyak di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Jumlah anak yatim untuk wilayah Jawa Timur sendiri ada 157.621 anak dan mereka ditampung di 8.000-an panti asuhan (Antara News, 2013). Panti asuhan menurut Depsos (2005) berfungsi sebagai pengganti orangtua karena tidak semua anak beruntung dapat hidup dengan orangtua dan keluarga yang lengkap. Permasalahan yang berasal dari keluarga seperti meninggalnya orangtua, kesulitan ekonomi, atau larangan dari keluarga untuk memelihara dan mempunyai anak pada usia yang dianggap terlalu muda dapat menjadi penyebab orangtua tidak dapat mengasuh anaknya (Gandaputra, 2009).

Makmur Sanusi dalam Gandaputra (2009) menambahkan bahwa keluarga merupakan lingkungan terbaik untuk anak-anak dapat tumbuh dan panti asuhan merupakan

pilihan terakhir tempat untuk mereka tinggal dan tumbuh. Menurut Judith MC Kay RN (dalam Mc Kay & Fanning, 2000 dalam Gandaputra, 2009) menyebutkan bahwa orangtua atau siapapun yang turut membesarkan anak menjadi peran penting dan berpengaruh dalam kehidupan anak, salah satunya yaitu pembentukan self esteem anak. Rosenberg mengatakan bahwa self esteem merupakan sikap seseorang tentang bagaimana ia menilai dan menghargai dirinya sendiri secara keseluruhan baik yang berupa positif maupun negatif (1965 dalam Mruk, 2006). Coopersmith (1967, dalam Gecas & Schwalbe 1986; Kernis 2000, dalam Intezar, 2009) menyatakan bahwa anak dengan self esteem yang tinggi memiliki kedekatan dengan orangtuanya daripada mereka yang tidak tinggal bersama orangtua sehingga memiliki self esteem yang rendah. Kenyataannya tidak semua anak dapat beruntung tinggal bersama keluarganya dengan lengkap sehingga mereka harus tinggal di panti asuhan.

Self Esteem Remaja Panti Asuhan

Secara umum, self esteem remaja panti asuhan sama seperti dengan self esteem pada remaja lainnya. Hanya saja cara pembentukannya yang berbeda dikarenakan mereka mendapatkan perlakuan yang berbeda. Self esteem dapat diartikan sebagai evaluasi positif pada keseluruhan diri inidvidu (Gecas, 1982; Rosenberg, 1990; Rosenberg et al. 1995 dalam Burke, 2002). Self esteem ini yang akan mengarah pada penilaian positif dan negatif tentang diri.

Namun kita ketahui bahwa tidak semua remaja beruntung dapat tinggal dengan keluarga atau orangtuanya, sehingga mereka harus tinggal di panti asuhan dan peran orangtua digantikan oleh pengasuh. Mereka tinggal dengan anak asuh lainnya yang jumlahnya lebih banyak daripada pengasuhnya. Oleh karena itu, perhatian, dukungan, dan kasih sayang tidak dapat sepenuhnya untuk hanya satu inidvidu melainkan harus dibagi dengan anak asuh lainnya. Burns (1993, dalam Gandaputra, 2009) sering mengkaitkan antara jumlah anggota keluarga self esteem yang mereka miliki. Apabila dalam suatu keluarga terdapat banyak anggota, self esteem yang dimiliki individu tersebut akan rendah. Begitu pula sebaliknya, dan karakteristik pada panti asuhan sama seperti dengan keluarga yang memiliki anggota yang banyak. Efeknya salah satunya adalah hubungan yang kurang intensif antara anak asuh dengan pengasuh dan

(3)

hal ini dapat memicu tumbuhnya self esteem yang rendah pada remaja panti asuhan.

Persepsi Pola Asuh

Kehangatan serta penerimaan remaja dalam rumah dapat mempengaruhi tinggi rendahnya penilaian diri remaja terhadap dirinya sendiri (Suparno, 2009). Peran orang tua yang tidak bisa dimiliki oleh remaja otomatis digantikan oleh pengasuh yang ada di panti asuhan. Hal ini membuat pola asuh yang diberikan dapat saja berbeda apabila dibandingkan dengan pola asuh yang diberikan secara langsung dari orangtua. Berdasarkan survey yang pernah dilakukan oleh Kristanti (2013), para pengasuh panti asuhan mengakui bahwa anak asuh mereka kurang mendapatkan perhatian. Akibatnya yaitu mereka kurang perhatian, tidak bisa mengandalkan orang lain, pendiam, pemalu, tidak berani tampil dan tidak aktif. Hal-hal tersebut tentu saja dapat menjadi faktor yang membuat seseorang memiliki self esteem yang rendah.

Hal senada juga diungkapkan oleh Assahra (2004, dalam Partini, 2011), peran orang tua yang digantikan oleh pengasuh, menimbulkan kondisi-kondisi seperti kurangnya perhatian,

kurangnya fasilitas fisik, dan ketatnya aturan.

Kondisi-kondisi ini dapat saja menjadikan remaja tersebut memiliki sikap yang pendiam, menarik diri, pasif dan kurang responsif dengan orang lain. Penjelasan tersebut semakin diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Gandaputra (2009) yang menyebutkan bahwa remaja yang tinggal di panti asuhan, biasanya akan cenderung merasa kurang diperhatikan, mendapat penerapan disiplin yang keras dan pola asuh yang otoriter oleh pengasuhnya.

Coopersmith (1967; Gecas & Schwalbe, 1986; Kernis, 2000 dalam Intezar, 2009) menyatakan bahwa anak yang memiliki kedekatan dengan orangtua akan memiliki self esteem yang tinggi dibandingkan mereka yang tidak bersama orangtua. Pola asuh yang tepat dapat membuat remaja mengembangkan self esteem yang tinggi, mereka yakin dengan dirinya, memiliki kepercayaan diri yang tinggi, dan tidak rendah diri. Jadi apabila pengasuh menerapkan pola asuh yang tidak tepat akan mengakibatkan remaja memiliki self esteem yang rendah, yaitu penilaian terhadap diri yang rendah, merasa tidak mampu, dan akan mengalami keraguan akan dirinya (Suparno, 2009).

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dan merupakan penelitian eksplanatoris, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan perbedaan yang ada pada variabel tergantung yaitu self esteem remaja panti asuhan jika ditinjau dari persepsinya terhadap pola asuh. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dan alat ukur yang digunakan terdiri dari dua skala likert yang salah satunya dibuat oleh penulis.

Variabel dalam penelitian ini adalah self esteem sebagai variabel X dan persepsi pola

asuh sebagai variabel Y. Definisi operasional dari

Baumrind (1991) digunakan sebagai landasan dalam pembuatan skala alat ukur persepsi pola asuh, sedangkan untuk skala self esteem diadaptasi dari Rosenberg Self Esteem Scale (RSES).

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki atau perempuan usia 12-18 tahun, tinggal di panti asuhan di Surabaya, dan memiliki status yatim/piatu/yatim piatu/dhuafa. Pada penelitian ini, skala terlebih dahulu diuji cobakan ke 30 remaja panti asuhan di Surabaya. Kemudian diadministrasikan ke 149 remaja panti asuhan untuk dianalisis.

Tabel 1.

Statistik Reliabilitas Skala Self Esteem Reliability Statistics

Cronbach’s Alpha Cronbach’s Alpha Based on Standardized Items N of Items .778 .778 10 Tabel 2.

Statistik Reliabilitas Skala Pola Asuh Pola

Asuh Cronbach’s Alpha

Cron-bach’s Alpha Based on Stan-dardized Items N of Items Oto-riter .702 .710 10 Per-misif .853 .855 9 Otori-tatif .898 .889 14

(4)

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah uji asumsi terlebih dahulu, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.

Kemudian penulis melakukan uji signifikansi

One-way betweem groups ANOVA. Metode alternatif lainnya untuk melakukan analisis jika asumsi tersebut tidak terpenuhi adalah dengan

menggunakan signifikansi non-parametrik

Kruskal-Wallis.

HASIL DAN BAHASAN

Berikut merupakan hasil uji perbedaan dari penelitian kali ini.

Tabel 3. Hasil Penghitungan Signifikansi

Kruskal Wallis Test Statisticsa,b

totSE

Chi-Square 3.250

Df 2

Asymp. Sig. .197

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: PA

Hasil uji perbedaan pada tabel diatas menunjukkan tidak ada perbedaan pada nilai

taraf signifikansi. Hal ini ditunjukkan dengan taraf signifikansi yang didapat sebesar 0,197 yaitu lebih besar dari 0,05. Suatu nilai signifikansi

dapat dikatakan terdapat perbedaan apabila lebih kecil dari 0,05 ( p < 0,05). Jadi berdasarkan

penghitungan signifikansi diatas, maka Ha ditolak

dan Ho diterima yaitu “tidak ada perbedaan self esteem remaja panti asuhan di Surabaya ditinjau dari persepsinya terhadap pola asuh”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan self esteem remaja panti asuhan di Surabaya ditinjau dari persepsinya terhadap pola asuh. Berdasarkan hasil

uji signifikansi yang telah dilakukan oleh penulis,

didapatkan hasil yang menunjukkan tidak adanya perbedaan self esteem ditinjau dari pola asuh. Uji asumsi yang sebelumnya telah dilakukan menunjukkan bahwa data dari self esteem tidak memenuhi asumsi distribusi normal meskipun variannya homogen. Jadi untuk melakukan uji analisis, penulis menggunakan uji statistik non parametrik Kruskal Wallis Test yang biasanya digunakan untuk 2 atau 3 variabel bebas dan 1 variabel terikat. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh penulis yang variabel bebasnya adalah pola asuh dengan 3 dimensi dan variabel terikatnya adalah self esteem.

Uji hipotesis yang telah dilakukan

menghasilkan taraf signifikansi sebesar 0,197.

Hal ini memiliki arti bahwa hasil uji analisis tidak

signifikan karena lebih besar dari 0,05 ( p > 0,05)

sehingga hipotesis ditolak. Hasil dari penelitian menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan self esteem remaja panti asuhan di Surabaya ditinjau dari persepsinya terhadap pola asuh. Terdapat asumsi lain terkait dengan hasil yang

tidak signifikan dalam uji hipotesis. Pertama yaitu,

berdasarkan hasil uji asumsi yang telah dilakukan maka penelitian ini menggunakan statistik non parametrik karena tidak memenuhi asumsi distribusi normal. Sebaran data tidak merata pada self esteem sehingga mungkin saja dapat mempengaruhi tidak adanya perbedaan. Hasil yang didapatkan lebih dominan pada self esteem sedang yang mencapai 90% lebih. Berdasarkan data tersebut jelas memang distribusi yang terjadi tidak normal.

Asumsi lainnya yaitu berasal dari analisis deskripsi yang didapatkan pada penelitian. Berdasarkan analisis jenis kelamin, tidak ada

perbedaan yang signifikan pada mean rank yang didapatkan karena antara subjek laki-laki dan perempuan jumlahnya hampir sama. Gandaputra (2009) dalam penelitian menemukan hal yang sama yaitu baik laki-laki maupun perempuan memiliki self esteem yang negatif. Kemudian jika diliat berdasarkan usia, mean rank tertinggi pada kelompok usia 16 tahun. Mean rank pada kelompok usia lainnya juga tidak berselisih terlalu jauh. Selanjutnya bila berdasarkan status, mean rank tertinggi pada remaja yang memiliki status yatim dan bila berdasarkan pada jenjang pendidikan, mean rank tertinggi pada remaja yang berada di jenjang pendidikan SMP. Tetapi mean rank pada status ataupun jenjang pendidikan di tiap kelompok juga tidak berselisih jauh.

Self esteem berdasarkan penelitian sebelumnya disebutkan bahwa tidak hanya dipengaruhi oleh pola asuh, dapat pula dipengaruhi oleh jenis kelamin, status sosial, dan peers presure (Afrianda, 2009). Tetapi berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan penulis pada saat penelitian menghasilkan data yang

tidak signifikan untuk jenis kelamin maupun

status sosial. Tersisa satu asumsi lainnya yaitu peer presure yang merupakan sejauh mana inidvidu daat mengembangkan ketrampilan diri

(5)

cenderung permisif. Tapi self esteem yang dimiliki tergolong kategori sedang dan ini perlu ditingkatkan. Misalnya dengan cara memberikan mereka kesempatan untuk lebih eksplorasi pada bidang yang diminati dan bersosialisasi secara lebih luas. Pengasuh juga dapat lebih berperan dalam perkembangan anak asuh dengan lebih memberikan perhatian dan kasih sayang untuk anak asuhnya. Bagi remaja panti asuhan, dalam penelitian ini masih didominasi memiliki self esteem kategori sedang, sebaiknya dapat lebih ditingkatkan lagi. Para remaja tersebut mungkin dapat lebih percaya diri dengan kemampuan yang dimilikinya. Selain itu juga dapat memandang penilaian dari orang lain bukan sebagai hal yang negatif, melainkan hal yang positif sehingga dapat menjadi motivasi pada diri sendiri untuk menjadi lebih baik. Bagi peneliti selanjutnya, apabila akan mengukur tentang pola asuh, mungkin dapat membuat aitem alat ukur yang memiliki jumlah yang cukup proporsional. Hal ini dapat saja mempengaruhi hasil kesimpulan yang didapatkan karena skor dari tiap dimensi dapat saja berbeda cukup jauh apabila memiliki jumlah aitem yang tidak proporsional. Selain itu, diharapkan dapat lebih memperhatikan faktor lainnya yang mungkin saja dapat mempengaruhi adanya perbedaan kedua variabel. Dengan harapan, penelitian selanjutnya akan mendapatkan hasil yang lebih akurat.

dan lingkungan sosialnya bersama teman karena mereka akan merasakan pengaruh yang cukup besar dari teman sebayanya dalam kehidupan sehari-hari (Thorne & Michaelien, 1996 dalam

Scaffer, 2001, Afrianda, 2009). Tapi pada penelitian

ini penulis tidak mengukurnya misalnya dari jumlah teman atau sahabat yang dimiliki, sehingga tidak cukup bukti pula untuk dapat memperkuat argumen tersebut. Hasil penelitian

yang tidak signifikan ini membuat penulis tidak

dapat mengambil langkah lebih jauh untuk dapat melakukan analisis.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa data penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan self esteem remaja panti asuhan di Surabaya ditinjau dari persepsinya terhadap pola asuh. Self esteem subjek penelitian cenderung memiliki self esteem yang sedang. Selain itu dapat disimpulkan pula berdasarkan hasil analisis deskriptif subjek lebih banyak mempersepsikan pola asuh permisisf dibandingkan dengan tipe pola asuh lainya.

Adapun beberapa saran yang ditujukan pada panti asuhan sebagai lembaga sosial yang mengasuh banyak anak dengan jumlah pengasuh yang terbatas, rata-rata pola asuh yang diberikan

PUSTAKA ACUAN

Afrianda, Y. (2009). Self Esteem Pada Wanita Usia Dewasa Awal Yang Berkerja Sebagai Waiters Di Bar. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Allik, D. P. (2005). Simultaneous Administration of the Rosenberg Self-Esteem Scale in 53 Nations:

exploring the Universal and Culture-Specific Feature of Global Self Esteem. Journal of Personality and Social Psychology, 623-642.

Azwar, S. (2011). Dasar-Dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2011). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2010). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Burke, A. D. (2002). A Theory of Self Esteem. Social Forces, Vol. 80 No. 3, 1041-1068.

Dicksan. (2009, 24 Mei). Promosi Kunci Sukses Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial. Kemsos.go.id. Diakses pada tanggal 10 Juni 2014 dari http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=articl

e&sid=11 01

Gandaputra, A. (2009). Gambaran Self Esteem Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan. Jurnal Psikologi, 52-70.

Intezar, M. & Farooqi, Y. N. (2009). Differences in Self-Esteem of Orphan Children and Children Living

With Their Parents. J.R.S.P., Vol. 46, No. 2, 115-130.

Kristanti. (2013). Stres Pada Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan. Jurnal Online Psikologi Vol. 01 No. 02, 566-580.

(6)

Esteem. New York: Springer Publishing Company, Inc.

Partini. (2011). Peran Orangtua dan Pengasuh dalam Pembentukan Konsep Diri

Remaja Berprestasi di Panti Asuhan. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah. Purnomo, H. (2014, Maret). Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia, RI Masuk 4 Besar. Detik. com. Diakses pada tanggal 22 April 2014 dari http://finance.detik.com/read/2014/03/06/134053

/2517461/4/negara-dengan-penduduk-terbanyak-di-dunia-ri-masuk-4-besar

Suparno. (2009). Pengaruh Konsep Diri Terhadap Self Esteem Siswa Sekolah Menengah Atas Wisnuwardhana Malang. (n.d).

Wiguna, T. (2013, 10 September). Masalah Kesehatan Mental Remaja di Era Globalisasi. Indonesian Pediatric Society . Diakses pada tanggal 20 September 2014 dari http://idai.or.id/public-articles/ seputar-kesehatan- anak/masalah-kesehatan-mental-remaja-di-era-globalisasi.html

Referensi

Dokumen terkait

 Maka Muncul Tampilan menu baru Pilih Options.  Kemudian Pilih

“Katakanlah: &#34;Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)

Can you think of other risks to cultural heritage?.. Examples of different types of events and processes that cause damage and loss of value to heritage assets. Image courtesy

Kamis, 30 April 2015 pukul 09.00 wita bertempat dilapangan Kantor Walikota Bitung sejumlah perwakilan masyarakat Kota Bitung mengikuti apel segenap komponen masyarakat

dzikir terhadap kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang

itu fungsi dari satu nefron dapat menerangkan fungsi dari ginjal.. Urine produk akhir dari fungsi ginjal, dibentuk dari darah oleh nefron. Nefron terdiri atas satu glomerulus,

yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir “ Simulasi Jaringan Menggunakan Network Simulator 2 (Studi Kasus Jaringan Komputer Kampus

Catatan tambahan : Spesifikasi produk tergantung pada pengujian, dari data literatur dan informasi dari perusahaan manufaktur sarung tangan atau diturunkan dari produk yang