Reality Show “Uya Emang Kuya” di SCTV)
SKRIPSI
Oleh :
Like Setyowati
NPM. 0743010228
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
Oleh :
LIKE SETYOWATI 0743010228
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 14 Juni 2011
Mengetahui Dekan,
Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si NIP : 1 95507 181 983 022 001 Pembimbing Utama
Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si
NPT: 3 7006 94 0035 1
Tim Penguji
1. Ketua
H. Didiek Trenggono.Ir, M.Si
NIP: 1 9581225119900100 1
2. Sekretaris
Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si NPT: 3 7006 94 0035 1
3. Anggota
juga dukungan penuh dari keluarga, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Berbagai upaya penulis dilakukan agar terciptanya laporan yang sesuai dengan peraturan dari
universitas. Dalam upaya penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat dorongan
semangat, sokongan ilmu untuk memasukkan data ke skripsi ini dari pihak-pihak yang
memahami bidang komunikasi ini, antara lain:
1. Prof. Dr. Ir. Teguh Suedarto, Mp selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Dra. Hj. Suparwati,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN
“Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Juwito S.Sos,M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Politik UPN “Verteran” Jawa Timur.
4. Bapak Syaifuddin,M.Si selaku Dosen Pembimbing skripsi penulis.
5. Thank’s to yang terbesar buat ibuku, suamiku (mas Endra), anakku Fian dan semua
temen-temen yang selalu mendukungku Putri, Elizabeth, Riri dan semuanya….
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan sumber-sumber referensi dari
buku-buku yang membahas masalah komunikasi massa di Indonesia. Di samping itu juga dari
pengalaman yang dikembangkan sendiri oleh penulis yang didapat dari perguruan tinggi
dalam bidang yang bersangkutan. Karena itu saran dan pendapat terbuka kepada siapa saja
yang membaca skripsi ini, semata-mata karena penulis menyadari akan kemungkinan adanya
kekurangan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih.
ii
DAFTAR ISI... ii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Kegunaan Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori... 9
2.1.1 Televisi sebagai Media Massa ... 9
2.1.2 Dampak Media Televisi ... 11
2.1.3 Program Televisi ... 12
2.1.4 Fungsi Televisi ... 14
2.1.5 Format Acara Televisi ... 15
2.1.6 Program Reality Show ... 16
2.1.7 Program Uya Emang Kuya ... 20
2.1.8 Sikap... 21
iii
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 29
3.1.1 Definisi Operasional ... 29
3.1.2 Pengukuran Variabel ... 30
3.2 Populasi, Sampel dan Tehnik Penarikan Sampel ... 33
3.2.1 Populasi ... 33
3.2.2 Sampel dan Penarikan Sampel ... 34
3.3 Tehnik Pengumpulan Data ... 38
3.4 Metode Analisis Data ... 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ...41
4.1.1 Sejarah Singkat SCTV ...41
4.2 Penyajian Data dan Analisis Data ...46
4.2.1 Identitas Responden ...46
4.2.2 Penggunaan Media Oleh Pemirsa ...48
4.2.3 Aspek Kognitif ...49
4.2.3.1 Aspek Kognitif Pemirsa Tentang Acara Uya Emang Kuya di SCTV...55
4.2.4 Aspek Afektif ...56
iv
4.3 Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Acara Uya Emang Kuya..71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ...76
5.2 Saran...77
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 2.2 Teori SOR ... 27
Tabel 4.1 Identitas Responden I... 46
Tabel 4.2 Identitas Responden II... 47
Tabel 4.3 Identitas Responden III... 47
Tabel 4.4 Penggunaan Media Oleh Pemirsa I... 48
Tabel 4.5 Penggunaan Media Oleh Pemirsa II... 49
Tabel 4.6 Aspek Kognitif I... 51
Tabel 4.7 Aspek Kognitif II... 51
Tabel 4.8 Aspek Kognitif III... 51
Tabel 4.9 Aspek Kognitif IV... 52
Tabel 4.10 Aspek Kognitif V... 53
Tabel 4.11 Aspek Kognitif VI... 54
Tabel 4.12 Aspek Kognitif Masyarakat Surabaya... 55
Tabel 4.13 Aspek Afektif I... 58
Tabel 4.14 Aspek Afektif II... 59
Tabel 4.15 Aspek Afektif III... 60
Tabel 4.16 Aspek Afektif IV... 61
Tabel 4.17 Aspek Afektif V... 62
Tabel 4.18 Aspek Afektif IV... 62
Tabel 4.19 Aspek Afektif Masyarakat Surabaya... 63
Tabel 4.20 Aspek Konatif I... 65
Tabel 4.21 Aspek Konatif II... 66
Tabel 4.22 Aspek Konatif III... 67
Tabel 4.23 Aspek Konatif IV... 68
Terhadap Tayangan Acara Reality Show “Uya Emang Kuya” di SCTV)
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui Sikap Masyarakat di Surabaya dalam menonton tayangan acara Reality Show Uya Emang Kuya di SCTV.
Dengan menggunakan pendekatan S-O R (Stimulus-Organism-Respon) yang menunjukkan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner dan data sekunder yang digunakan sebagai data penunjang untuk melakukan analisis. Sedangkan sampel dari penelitian ini adalah sebagian dari Masyarakat Surabaya yang menonton acara Reality Show Uya Emang Kuya di SCTV yang berjumlah 100 responden, penarikan sampel menggunakan teknik cluster random sampling.
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwasikap yang mendominasi masyarakat Surabaya dalam mnonton acara Reality Show Uya Emang Kuya di SCTV adalah aspek kognitif dan aspek afektif masuk kategori positif sedangkan aspek konatif masuk dalam kategori netral.
Kata kunci : Sikap, UYA EMANG KUYA, Deskriptif, S-O-R, SCTV.
ABSTRACTIONS
LIKE SETYOWATI, PUBLIC ATTITUDES TOWARD SURABAYA IMPRESSIONS REALITY SHOW "UYA EMANG KUYA" (Descriptive Study of Surabaya Public Attitudes On Impressions Event Reality Show "Uya Emang Kuya" on SCTV)
This research was conducted to know the attitude of people in Surabaya in watching the show Reality Show Uya Emang Kuya on SCTV.
By using the S-O-R (Stimulus-Organism-Response) which shows that the main problem is not the media to change attitudes and behavior of audiences, but how the media meet the personal needs and social audiences.
The research method used is descriptive quantitative with the type of data used in this research is the primary data obtained directly from respondents by using questionnaires and secondary data are used as supporting data for analysis. While the sample of this research is part of Community Surabaya who watch the show Reality Show Uya Emang Kuya on SCTV, amounting to 100 respondens, withdrawal of samples using cluster random
sampling technique.
From the results of this study can be concluded that dominate society bahwasikap Surabaya in the event mnonton Reality Show Uya Emang Kuya on SCTV is the aspect of cognitive and affective aspects into positive categories while conative aspects included in the neutral category.
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan media massa semakin pesat, seirama dengan dinamika
masyarakat yang semakin kompleks dan kemajuan teknologi. Media massa
dikenal cukup kuat dalam proses mempengaruhi (influence), sehingga senantiasa
mendapat perhatian yang seksama untuk diteliti mengingat dampak yang
ditimbulkan, baik secara positif maupun negatif. Dengan media massa akan
diperoleh informasi tentang benda, orang, atau tempat yang tidak dialami secara
langsung.
Media massa merupakan media yang mampu menimbulkan keserempakan
diantara khalayak yang sedang memperhatikan pesan yang dilancarkan oleh media
tersebut. Bentuk media massa ini antara lain adalah surat kabar dan majalah
sebagai media cetak, serta radio, televisi dan film sebagai media elektronik. Suatu
media massa selain ditunjang dari segi kualitas juga harus didukung oleh faktor
kecepatan dan ketepatannya dalam mengulas sebuah informasi. Media massa yang
sesuai dengan faktor ini adalah media massa elektronik. Salah satu media massa
elektronik yang digunakan adalah televisi.
Televisi saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan
manusia. Banyak orang yang menghabiskan waktunya lebih lama di depan
pesawat televisi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk ngobrol
(Morrisan, 2004:1).
Kemajuan teknologi dan perkembangan sosial ekonomi telah
menempatkan televisi sebagai salah satu kebutuhan yang sulit dijauhkan dari
kehidupan masyarakat. Televisi adalah salah satu media elektronik dalam
komunikasi massa yang berfungsi sebagai media informasi, media pendidikan,
media kebudayaan, media hiburan dan media promosi yang ditujukan pada
khalayak penonton, baik yang aktif maupun yang pasif. Media televisi
mempunyai daya tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan media elektronik
yang lain, karena sifatnya yang audiovisual sehingga sesuatunya terkesan lebih
hidup, seolah-olah pemirsa berada di tempat kejadian peristiwa yang disiarkan
oleh stasiun itu.
Televisi saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan
manusia. Banyak orang yang menghabiskan waktunya lebih lama di depan
pesawat televisi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk ngobrol
dengan keluarga atau pasangan mereka. Bagi banyak orang televisi adalah teman,
televisi menjadi cermin perilaku masyarakat dan televisi dapat menjadi candu.
(Morrisan, 2004:1). Televisi merupakan perpaduan antara unsur-unsur film dan
unsur-unsur radio. Khalayak di rumah tidak mungkin dapat menangkap siaran
televisi, jika tidak ada unsur-unsur film, sebaliknya pemirsa tidak mungkin dapat
mendengarkan suara dari televisi jika tidak ada unsur-unsur radio. (Effendy,
kehidupan manusia telah menghadirkan suatu peradaban, khususnya dalam proses
komunikasi dan informasi. Kemampuan media televisi dalam menarik perhatian
masa menunjukkan bahwa media menguasai jarak secara geografis dan sosiologis.
Daya tarik yang dimiliki media televisi semakin besar sehingga pola dan
kehidupan manusia sebelum muncul televisi berubah total sama sekali.
Berbagai macam program acara televisi telah ditayangkan oleh stasiun
televisi swasta bagi para pemirsanya, mulai dari kuis, talk show, variety show,
komedi situasi, program berita, program olahraga, infotaiment sampai reality
show. Dari sekian banyak program televisi, reality show menempati daftar 10
besar. Rata-rata tingkat kepemirsaan 10 besar reality show adalah sebesar 5
persen dan share 21 persen (http://majalah.tempo
interaktif.com/id/arsip/2009/09/14/TV/mbm.20090914.TV131362.id.html).
Dari sekian banyak reality show yang ada di televisi, peneliti tertarik untuk
meneliti acara ”Uya Emang Kuya” di SCTV. Acara yang dipandu oleh artis
komedi Uya ini menghadirkan hiburan berupa sulap yang dirangkai dengan acara
hipnotis. Dalam setiap episodenya, Uya memilih beberapa orang untuk dihipnotis
dan ditanyakan beberapa hal pribadi mengenai profil orang tersebut. Lokasi
syuting acara ”Uya Emang Kuya” banyak mengambil tempat di mall ataupun di
tempat keramaian sehingga lebih menunjukkan bahwa acara yang dipandunya
tersebut memang nyata. Acara ini ditayangkan dua kali dalam sehari, mulai Senin
program reality show dari berdasarkan Chart program TV favorite 2011,
sedangkan yang menduduki program TV tervavorit pada urutan pertama adalah
sinetron Nada Cinta, urutan ke dua UEFA Champions League, urutan ke tiga
Provocative proactive dan pada urutan ke empat BPL and The FA Cup dan pada
urutan ke lima La Liga Fiesta
(http://myakise.blogspot.com/2011/04/monthly-chart-favorite-tv-program-april.html)
Selain banyak diminati, acara “Uya Emang Kuya” di SCTV ternyata juga
dicela oleh masyarakat, berbagai keluhan mengenai materi tayangan “Uya Emang
Kuya” di SCTV diberikan masyarakat melalui website resmi KPI (Komisi
Penyiaran Indonesia) yaitu www.kpi.go.id. Berikut adalah beberapa keluhan
masyarakat mengenai acara “Uya Emang Kuya” di SCTV yang dinilai
mengandung unsur ketidaksopanan karena mengumbar aib seseorang:
1.”acara hipnotis uya kuya di stasiun sctv sangat tdk mendidik dan tdk pantas ditayangkan. alasannya : 1. dgn acara tsb secara terang-terangan membuka aib / rahasia orang dan membeberkannnya di kalayak umum dimana seharusnya tdk sepantasnya dibeberkan di khalayak umum 2. meresahkan masyakarat. dgn acara tsb tdk sedikit suami / istri yang tdk mempercayai suami / istri atau pasangan hidupnya. mereka curiga jgn2 suami / istri nya punya rahasi sprt org2 yag dihipnotis tsb 3. maraknya kejahatan hipnotis akhir2 ini "mungkin" ada kaitan dgn acara tsb karena dgn tayangan tsb banyak org yang mau belajar hipnotis lantas mempraktekannya utk tujuan yg tdk baik. 4. memperhatikannya fatwa MUI tentang tayangan infotainment maka acara hipnotis uya kuya dpt dikategorikan HARAM MUTLAK karena merusak nama baik seseorang dan membuka aib / rahasia orang 5. mencerminkan kualitas acara TV yang sangat tdk bermutu dan hanya berorientasi keuntungan semata tanpa memperdulikan HALAL HARAM KESIMPULAN ACARA HIPNOTIS UYA KUYA HARUS SEGERA DIHENTIKAN
(Eef, Rabu – 26 Januari 2011)
kehidupan pribadi seseorang yang dibuka saat shooting dapat disaksikan dan didengar oleh kerumunan penonton dadakan yang ada di sekitar lokasi shooting dan ironisnya menjadi hiburan menarik bagi mereka dibuktikan dengan gelak tawa yang menghiasi shooting program tersebut. Saya pikir, program ini sangat tidak bijaksana dan dimohon KPI bisa meninjau kembali sehingga KPI dapat menjadi perpanjangan tangan rakyat untuk bisa menikmati tayangan televisi yang bermutu, mendidik, dan bijaksana.
(Jumadi T. Simangunsong (Banten) – 19 Januari 2011)
Berdasarkan beberapa keluhan masyarakat tersebut maka pihak KPI
mengeluarkan surat teguran dan peringatan kepada pihak stasiun televisi SCTV.
Menurut pihak KPI Pusat, walaupun acara “Uya Emang Kuya” ratingnya tinggi
namun mengajarkan membuka aib. KPI menilai sebuah tayangan dari segi nilai
pendidikan dan etika. Pihak KPI juga mempermasalahkan kesepakatan yang
dilakukan antara sumber yang masih dibawah perwalian dengan pembawa acara.
jika hal tersebut dilakukan tanpa pengetahuan wali akan berimplikasi hukum
karena hal itu tidak diperbolehkan. Disarankan agar pihak SCTV menggunakan
persfektif penyiaran saat akan menayangkan acara tersebut. Jika disaksikan
diruangan tertutup dengan konsumen terbatas, maka hal tersebut tidak bermasalah.
Namun ketika masuk ke ranah publik dan ketika etika publik mengatakan ini sebuah
pelanggaran, tugas KPI untuk melakukan teguran kepada lembaga penyiaran
(http://www.kpi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2829%3Akpi-klarifikasi-sctv-soal-uya-memang-kuya&catid=14%3Adalam-negeri-umum&lang=id).
Selain mendapat teguran dari pihak KPI, acara “Uya Emang Kuya” juga
mendapat keluhan negatif dari masyarakat yang intinya mengharamkan menonton
acara tersebut. Dalam Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) se-Jawa
Pondok Pesantren (Ponpes) Darussalam, Dusun Jajar, Desa Sumbergayam,
Kecamatan Durenan, Trenggalek. Dalam forum ini, menyatakan bahwa acara Uya
Emang Kuya bertentangan dengan ajaran Islam. Acara ini kerap menampilkan
sosok orang terhipnotis yang di bawah alam sadar mereka mengumbar aib sendiri
dan aib orang lain. “Islam melarang aib yang disebarluaskan, Islam justru
menyarankan untuk menutup aibnya, saudaranya dan sesama muslim lainnya,”
Darus Azka mengatakan, ada dua poin yang dibahas, yakni teknik hipnotis yang
dipakai serta dampak dari hipnotis tersebut. Darus menambahkan bahwa ilmu
hipnotis sudah dikenal sejak zaman nabi. Ketika itu ada teknik hipnotis membuat
orang tertidur. Pada perkembangannya, muncul ilmu hipnotis menggunakan
jampi-jampi dan sihir. Teknik inilah yang diharamkan Islam. Dalam ilmu hipnotis
modern, muncul teknik menggunakan kekuatan psikologi dan eksplorasi
kemampuan diri manusia. Teknik termodern inilah yang dipakai Uya, dan
dianggap tidak menyalahi hukum agama. Secara teknik hipnotis yang dipakai,
Uya menggunakan kekuatan psikologis. Itu tidak bertentangan dengan agama.
Yang bermasalahadalah isi dari acara Uya Emang Kuta yang mungkin menghibur,
namun dengan cara yang mengumbar aib orang lain di televisi. Mengungkap aib
orang dengan tujuan menghibur inilah yang dianggap haram
(http://kampungtki.com/baca/27689).
Dari berbagai uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan konsep sikap. Sikap menurut Severin dan Tankard (2005,
p.177) merupakan rangkuman evaluasi terhadap objek sikap dimana evaluasi
rangkuman rasa suka atau tidak suka terhadap objek sikap adalah inti dari sikap.
di SCTV. Komponen afektif meliputi ketertarikan atau kesukaan mengenai
mengikuti segmen demi segmen yang ditampilkan oleh “Uya Emang Kuya” di
SCTV dan konatif yaitu kecenderungan perubahan perilaku pemirsa terhadap
acara “Uya Emang Kuya” di SCTV apakah akan menjadi pihak yang pro atau
yang kontra. Sikap yang dimaksud adalah bagaimana respon masyarakat Surabaya
setelah melihat tayangan acara “Uya Emang Kuya” di SCTV.
Dipilihnya Surabaya sebagai lokasi penelitian disebabkan karena selama
bulan Pebruari 2010, Surabaya telah dua kali menjadi lokasi syuting acara “Uya
Emang Kuya” yaitu berlokasi di Plaza Tunjungan III. Dengan demikian dapat
diasumsikan bahwa animo masyarakat Surabaya mengenai keberadaan dan
penayangan acara ini cukup besar.
Dipilihnya masyarakat Surabaya sebagai responden dalam penelitian ini
dikarenakan kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur, merupakan kota
terbesar kedua setelah Jakarta, dengan jumlah penduduk metropolisnya yang
mencapai 3 juta jiwa, Surabaya merupakan kota bisnis, industri dan pendidikan.
Dengan kondisi perekonomian yang sedemikian rupa maka masyarakat Surabaya
sebagai pusat perekonomian di Jawa Timur dan sekitarnya, keragaman sosial
budaya, agama, dengan keaneragaman tersebut menjadikan masyarakat Surabaya
berbeda karakteristik, pola pikir dan lain-lain. Masyarakat yang rata-rata bekerja
dalam bidang jasa, industri maupun dalam bidang perdagangan. masyarakat
Surabaya yang dijadikan responden yaitu masyarakat yang berusia minimal 17
tahun. Dipilihnya masyarakat dengan kategori usia minimal 17 tahun karena pada
intensif perkembangan intelektual membangun macam-macam fungsi baik psikis
dan rasa ingin tahu serta bercorak sosial.
Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, maka judul dalam penelitian
ini adalah ”Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Tayangan Uya Emang
Kuya Di SCTV”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka
permasalahan yang dapat dirumuskan adalah bagaimanakah sikap masyarakat
Surabaya terhadap tayangan Uya Emang Kuya di SCTV ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui sikap masyarakat Surabaya terhadap tayangan ”Uya Emang Kuya” di
SCTV.
1.4. Kegunaan Penelitian
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Secara Teoritis
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat untuk memperkaya kajian ilmu
komunikasi, khususnya pengaruh media elektronik yaitu televisi terhadap
pemirsa dan lebih melengkapi khasanah ilmu pengetahuan.
b. Secara Praktis
Dapat menjadi masukan bagi para produsen untuk dapat lebih berkembang
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1 Televisi Sebagai Media Massa
Televisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siaran (Televisi
Broadcast) yang merupakan media elektronik dan memiliki ciri-ciri yang
berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum,
sasarannya menimbulkan keserempakan dan komunikannya heterogen (Effendy,
1993:17).
Televisi secara umum adalah melihat jauh, hal ini sesuai dengan
kenyataannya bahwa saat sekarang kita dapat melihat siaran langsung dari Jakarta
atau kata-kata lain dari rumah masing-masing. Dengan demikian televisi adalah
salah satu media massa yang memancarkan suara dan gambar yang berarti sebagai
reproduksi dari kenyataan yang disiarkannya melalui gelombang-gelombang
elektronik, sehingga dapat diterima oleh pesawat penerima di rumah (Effendy,
1993:10).
Menurut Sastro (1992:23) menyatakan bahwa dari beberapa media massa
yang ada, televisi merupakan media massa elektronik yang paling akhir
kehadirannya. Meskipun demikian televisi dinilai sebagai media massa yang
paling efektif saat ini dan banyak menarik simpatik kalangan masyarakat luas
karena perkembangan teknologinya begitu cepat. Hal ini disebabkan oleh sifat
relatif tidak berbatas dengan modal audio visual yang dimiliki siaran televisi
sangat komunikatif dalam memberikan pesannya karena itulah televisi sangat
bermanfaat sebagai upaya pembentukan sikap, perilaku dan sekaligus perubahan
pola berpikir, pengaruh televisi lebih kuat debandingkan dengan radio dan surat
kabar. Hal ini terjadi karena kekuatan audio visual televisi yang menyentuh
segi-segi kejiwaan.
Sedangkan Kuswandi (1996:21-23) berpendapat bahwa munculnya media
televisi dalam kehidupan manusia, memang menghadirkan suatu peradaban,
khususnya dalam proses komunikasi dan informasi setiap media massa jelas
melarikan satu efek sosial yang bermuatan perubahan nilai-nilai sosial dan budaya
manusia. Kemampuan televisi dalam menarik perhatian massa menunjukkan
bahwa media tersebut menguasai jarak secara geografis dan sosiologis. Daya tarik
media televisi sedemikian besar sehingga pola dan kehidupan manusia sebelum
muncul televisi, berubah total sama sekali. Pengaruh daripada televisi lebih kuat
dibandingkan dengan radio dan surat kabar. Hal ini terjadi karena kekuatan audio
televisi yang menyentuh segi-segi kejiwaan pemirsa. Pada intinya media televisi
yang menyentuh segi-segi kejiwaan pemirsa. Pada intinya media televisi telah
menjadi cerminan budaya tontonan bagi pemirsa dalam era informasi dan
komunikasi yang semkin berkembang pesat. Kehadiran televisi menembus ruang
dan jarak geografis pemirsa.
Media televisi adalah termasuk dalam salah satu media massa yang
mempunyai daya tarik sendiri bagi yang menontonya seperti sebagai hiburan.
Serta dapat menginspirasi seseorang dalam hal-hal positif maupun negatif.
2.1.2 Dampak Media Televisi
Menurut Kuswandi (1996:98), ada tiga dampak yang di timbulkan dari
acara televisi terhadap pemirsa yaitu:
1. Dampak kognitif, yaitu kemampuan seseorang atau pemirsa untuk menyerap
dan memahami acara yang di tayangkan televisi yang melahirkan penetauan
bagi pemirsa.
2. Dampak peniruan, yaitu pemirsa di hadapkan pada tragedi aktual yang di
tayangkan televisi. Dalam penelitian ini tayangan acara Mario Golde Ways
dapat berdampak positif untuk masyarakat karena acara tersebut memberi
motivasi kepada pemirsa untuk bisa lebih baik.
3. Dampak perilaku yaitu proses tertanamnya nilai-nilai sosial budaya yang
telah di tayangkan acara televisi yang di terapkan dalam kehidupan pemirsa
sehari-hari.
Namun pada kenyataannya apa yang telah diungkapkan di atas hanya
bersifat teori. Sementara dalam prakteknya terjadi kesenjangan yang tajam.
Banyak acara televisi yang di konsumsikan bagi orang dewasa ternyata di tonton
oleh anak-anak.
Dalam kondisi sekarang, studi mengenai efek sesungguhnya telah sejak
awal diarahkan kearah tertentu, studi mempelajari efek dari proses sosialisasi
atau efek dari praktek menegakkan atau pelanggaran normas,norma sosial seperti
dari dari reaksi politik atau kultural ekonomi. Sebagai contoh bebrapa dampak
yang dapat ditimbulkan dari menonton televisi, misalnya menonton dampak
kekerasan menonton kekerasan di media massamerupakan suatu faktor bagi
munculnya perilaku agresif, pandangan yang lebih minoritas bahwa efek
menonton kekerasan di televisi bersifat katartis dan lain sebagaianya (Williams,
2009:167).
2.1.3 Program Televisi
Televisi sebagi salah satu media massa yang mempunyai daya tarik
tersendiri karena sifatnya yang audio visual. Fungsi media televisi ini bagi
masyarakat, sebagai media informasi, media pendidikan, media kebudayaan,
media hiburan dan media promosi yang diajukan kepada khalayak pemirsa baik
secara aktif maupun pasif. Televisi merupakan salah satu budaya populer yang
menampilkan berbagai informasi secara cepat dan efektif. Keadaan program acara
televisi sekarang ini yang didominasi dengan acara hiburan, banyak stasiun
televisi yang berlomba-lomba menayangkan tayangan bersifat hiburan, seperti
kartun, sinetron, komedi, reality show, talk show, ajang pencarian bakat/ talent
show dan masih banyak lagi.
Karena aspek yang tinggi dari TV maka tayanganpun memanjakan
kecenderungan-kecerendungan sifat ketertarikan manusia dan oleh karenanya
tayangan – tayanganya pun menjadi sangat menarik dan mempunyai daya tarik
Sedangkan menurut Williams (2009:106) program acara adalah :
1. Berita dan public Affair 2. Feature dan Dokumenter 3. Pendidikan
4. Seni dan musik
5. Program-program untuk anak-anak 6. Drama
7. Film
8. Hiburan umum 9. Olahraga 10. Agama 11. publisitas
12. Iklan-iklan komersial
Fungsi media massa sedikitnya dapat digolongkan menjadi 6 hal (Muda,
2005:10) :
1. Menyampaikan fakta, media massa menyediakan fasilitas araus informasi
dari kedua pihak, pertama mencerminkan kebutuhan dan keinginan.
2. Menyajikan opini dab analisis, sebagai mmasukkan opini orang-orang
luar, analisisi berita dilaukan oleh staf redaktur.
3. Melakukan investigasi, untuk melakukan hal ini perlu adanya
kecanggihan.
4. Hiburan, media massa televisi berfungsi sekaligus yaitu menghibur,
mendidik dan memberikan informasi.
5. Kontrol, fungsi ini dimanfaatkan oleh media kepada pemerintah dan juga
6. Analisis kebijakan, fungsi ini merupakan kecenderungan yang sedang
tumbuh pada media massa Amerika (the MacNeil/Lehrer) di mana
sajianya adalah menyoroti kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah
kemudian dianalisis oleh media tersebut dengan memberikan solusi
alternatif lain.
2.1.4 Fungsi Televisi
Televisipada pokoknya mempunyai tiga fungsi, yakni fungsi penerangan,
pendidikan dan hiburan (Effendi, 1984: 27-28)
1.Fungsi penerangan (the information function)
Dalam melaksanakan fungsinya sebagi sarana penerangan, stasiun televisi,
selain menyiarkan informasi dalam bentuk siaran pandangan mata, atau
berita yang dibacakan penyiar, dilengkapi gambar-gambar yang sudah tentu
faktual.
2.Fungsi pendidikan (the educational function)
Sesuai dengan makna pendidikan, yakni meningkatkan pengetahuan dan
penalaran masyarakat, stasiun televisi menyiarkan acara-acara tertentu secara
teratur, misalnya pelajaran bahasa, matematika, dan lain-lain.
3.Fungsi hiburan (the entertainment function)
Fungsi hiburan yang melekat pada siaran televisi sangat dominan. Sebagian
besar dari alokasi waktu siaran diisi oleh acara-acara hiburan. Hal ini dapat
beserta suaranya bagaikan kenyataan, dan dapat dinikmati di rumah oleh
seluruh keluarga.
2.1.5 Format Acara Televisi
Penayangan sebuah program acara televisi bukan hanya bergantung pada
konsep penyutradaraan atau kreativitas penulisan naskah, melainkan sangat
bergantung pada kemampuan profesionalisme dari seluruh kelompok kerja di
dunia broadcast dengan seluruh mata rantai divisinya.
Format acara televisi adalah sebuah perencanaan dasar dari suatu konsep
acara televisi yang akan menjadi landasan kteativitas dan desain produksi yang
akan terbagi dalam berbagai kriteria utama yang disesuaikan dengan tujuan dan
target pemirsa acara tersebut (Naratama, 2004:62).
Menurut Naratama (2004:64) ada tiga bagian dari format acara televisi
yaitu, Drama, Non drama, dan berita oleh raga.
1. Fiksi (Drama)
Format acara televisi yang diproduksi dan dicipta melalui proses imajinasi
kreatif dari kisah-kisah drama atau fiksi yang direkayasa dan dikreasi ulang.
Format yang digunakan merupakan intepretasi kisah kehidupan yang
diwujudkan dalam suatu runtutan cerita dalam sejumlah adegan.
Adega-adegan tersebut akan menggabungkan antara realitas kenyataan hidup dengan
fiksi atau imajinasi khayalan para kreatornya
2. Nonfiksi (Nondrama)
Format acara televisi yang diproduksi dan dicipta melalui proses pengolahan
khayalan. Nondrama bukanlah suatu runtutan certita fiksi dari setiap
pelakunya. Untuk itu format-format program acara nondrama merupakan
sebuah runtutan pertunjukan kreatif yang mengutamakan unsur hiburan yang
dipenuhi dengan aksi, gaya dan musik
3. Berita dan Olahraga
Format acara televisi yang diproduksi berdasarkan informasi dan fakta atau
kejadian dan peristiwa yang berlangsung pada kehidupan masyrakat
sehari-hari. Format ini memerlukan nilai-nilai faktual yang disajikan dengan
ketepatan dan kecepatan waktu dimana dibutuhkan sifat liputan yang
independent.
Gambar 2.1. Bagan Format Acara Televisi
2.1.6 Program Reality Show
Menurut Vivian (2005:203) dalam bukunya “The Media of Mass
Communication” yang menyebutkan pengertian dari reality show adalah program
acara yang dibintangi oleh orang-orang yang bukan aktor dan aktris, tetapi walau
produser. Tayangan reality show juga merupakan salah satu tipe tayangan hiburan
televisi selain situation comedy, episodic drama, soap opera, quiz shows, dan
late-night dhows (Vivian, 2005:203).
Acara rekayasa realita atau dikenal juga sebagai reality show adalah salah
satu jenis program acara TV dimana pendokumentasian rekyasa realitas
berlangsung tanpa skenario dengan menggunakan pemain dari khalayak umum
biasa (tidak menggunakan artis).
Perkecualiannya adalah bila acara tersebut mengenai kehidupan artis,
maka yang didokumentasikan adalah kehidupan nyata bagaimana artis tersebut
menjalani hari-harinya. Acara ini biasanya ditayangkan secara berseri.
Pengkategorian format reality show dibagi dalam tujuh jenis, yaitu :
1. Documentary-style
Dalam banyak tayangan reality show, kamera dan pemirsa diposisikan
sebagai sesuatu yang pasif dalam mengikuti orang lain dalam sifat-sifat
kesehariannya maupun aktivitas profesionalnya. Tayangan jenis ini
menawarkan situasi dimana tidak ada peranan naskah sama sekali, lokasi
sesungguhnya, dan juga tidak ada tugas-tugas yang diberikan pada pemainnya.
Walaupun pada akhirnya plotnya akan diurutkan pada proses editing.
Tayangan reality show documentary style mencakup special living enviroment,
celebrity reality, dan professional activities.
2. Game shows
Program reality show ini, ’menempatkan’ pendukung acara sebagai
‘lingkungan’ tersebut peserta akan berkompetisi dalam sebuah permainan
(fisik dan logika yang telah disusun oleh produser acara. Nantinya, peserta
yang memenangkan permainan akan mendapatkan hadiah dan juga dukungan
dari penonton. Agar ada ‘kedekatan’ antara penonton dan peserta, maka
aktivitas dari masing-masing peserta akan ditayangkan di televisi. Sehingga
melalui kamera pengawas yang sudah terpasang di lokasi tersebut, penonton
juga ikut terlibat mengawasi dan ‘mengenal’ masing-masing peserta. Melalui
proses eliminasi, penonton menjadi ‘juri’ dan ‘berkuasa’ untuk menyingkirkan
peserta yang tidak disukai dan mempertahankan peserta yang diidolakan atau
di jagokan. Tayangan reality show jenis game show mencakup dating based
competition, job search, dan sports.
3. Self-improvement/ makeover
Tayangan ini menawarkan taraf hidup seseorang atau kelompok orang
tertentu. Biasanya, para peserta tayangan ini akan dikontrak sepanjang musim
sampai selesainya tayangan ini. Dalam tayangan ini, pada awalnya para
peserta akan diceritakan lingkungannya sebelum mengikuti acara ini, setelah
itu para peserta akan ditemukan dengan para ahli yang akan memandu mereka
untuk meningkatkan atau membuat sesuatu dalam hidup mereka menjadi lebih
baik. Para ahli tersebut akan membantu mereka dan mendukung para peserta
supaya mencapai hal yang diinginkannya dala acara tersebut. Di akhir acara,
para peserta akan dikembalikan pada lingkungan asalnya dan akan terlihat
ekspresi nyata dari keluarga dan teman-teman mengenai perubahan yang
4. Dating shows.
Program reality show ini adalah untuk mencari jodoh. Melalui
serangkaian tahap seleksi yang dilakukan. Maka pada akhirnya, akan terpilih 1
(satu) orang yang dirasa cocok.
5. Talk shows
Walaupun format jenis ini masih menggunakan format tradisional
dimana terdapat seorang pembawa acara yang akan mewawancarai bintang
tamu mengenai topik-topik tertent, namun para produser tetap berusaha untuk
meningkatkan format ini dengan mengangkat topik-topik yang masih hangat
di bicarakan di tengah-tengah publik.
6. Hidden Camera
Pengambilan gambar kamera tersembunyi dilakukan secara
diam-diam, tanpa sepengetahuan orang tersebut. Sehingga kejadian yang
ditampilkan pada layar televisi adalah spontanitas atau reaksi sebenarnya.
Reaksi dari orang-orang yang gambarnya diambil untuk hidden camera
bermacam-macam, marah, sedih, tertawa, dan secara tidak langsung hidden
camera juga “bisa” mengungkap rahasia atau kehidupan pribadi seseorang
tanpa sepengetahuan orang tersebut.
7. Hoaxes
Dalam hoax reality show, seluruh acara adalah sebuah olok-olokan atau
mengerjai satu atau beberapa orang yang sadar bahwa mereka tampil dalam
acara reality show atau yang benar-benar tidak sadar kalau mereka sedang
dikerjai. Walaupun hampir sama dengan format hidden camera, namun format
Dalam penyajiannya acara reality show ini terbagi menjadi 3 jenis yaitu:
1. Docusoap (dokumenter dan soap opera) yaitu gabungan dari rekaman asli dan
plot. Di sini penonton dan kamera menjadi pengamat pasif dalam mengikuti
orang-orang yang sedang menjalani kegiatan sehari-hari mereka, baik yang
professional maupun pribadi. Dalam hal ini produser menciptakan plot
sehingga enak ditonton oleh pemirsa. Para kru dalam proses editing
menggabungkan setiap kejadian sesuai dengan yang mereka inginkan
sehingga akhirnya terbentuk cerita berdurasi 30 menit tiap episode.
2. Hidden Camera yaitu sebuah kamera tersembunyi merekam orang-orang
dalam situasi yang sudah di-set.
3. Reality Game Show yaitu sejumlah kontestan yang direkam secara intensif
dalam suatu lingkungan khusus guna bersaing memperebutkan hadiah. Fokus
dari acara ini para kontestan menjalani kontes dengan penuh tipu muslihat,
sampai reaksi yang menang dan kalah.
2.1.7 Program Uya Emang Kuya
Tayangan program acara Uya Emang Kuya, yang menampilkan orang yang
dihipnotis dan berbicara tentang unek-uneknya di bawah alam sadar mereka.
Dalam ilmu hipnotis modern, muncul teknik menggunakan kekuatan psikologi
dan eksplorasi kemampuan diri manusia. Teknik termodern inilah yang dipakai
Uya. Secara teknik hipnotis yang dipakai, Uya menggunakan kekuatan psikologis.
isi dari acara Uya Emang Kuya yang mungkin menghibur, namun dengan cara
yang mengumbar aib orang lain di televisi. Namun, tayangan yang muncul setiap
hiburan. Sayangnya, di dalam proses menghibur ini, orang yang dihipnotis selalu
mengungkap aib seseorang atau aib diri sendiri. Nah, mengungkap aib orang
dengan tujuan menghibur. Dalam kaitan mengungkapkan aib diri sendiri dan
orang lain, Seseorang yang sepakat dihipnotis oleh Uya, berarti sepakat untuk
mengungkap aib diri atau orang lain. Apalagi aib itu kemudian disebarluaskan
lewat tayangan televisi
(http://ruanghati.com/2011/03/25/acara-tv-hipnotis-uya-kuya-haram-ditonton-karena-mengumbar-aib/).
2.1.8 Sikap
Dalam ilmu psikologi sosial, sikap banyak sekali diteliti, mulai dari teori,
konstruksi, konsep hingga pengukurannya. Berikut ini adalah beberapa definisi
mengenai sikap :
a. Menurut Sutisna, Sikap adalah mempelajari kecenderungan memberikan
tanggapan pada suatu obyek atau kelompok obyek baik disenangi atau tidak
disenangi secara konsisten (Sutisna, 2003:99).
b. Menurut Sheriff, Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap
bukan sekedar rekanan masa lalu, tetapi menentukan apakah orang harus
setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai,
diharapkan dan diinginkan mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa
yang harus dihindari (Rakhmat, 1999 : 40).
c. Menurut Berkowitz, Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.
Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau memihak (unfavorable)
d. Menurut Rakhmat, Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi.
Berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap
bukan perilaku tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan
cara-cara tertentu terhadap objek sikap (Rakhmat, 1999 : 39 – 40).
Dari definisi diatas dapat terlihat bahwa manifestasi sikap tidak dapat
langsung dilihat, tetapi harus terlebih dahulu ditafsirkan sebagai tingkah laku yang
masih tertutup. Selain itu pengertian sikap juga menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap kategori stimulus tertentu dan dalam penggunaan
praktis, sikap seringkali diharapkan dengan rangsang sosial dan reaksi yang
bersifat emosional. Jadi, sikap adalah rangkuman evaluasi terhadap objek sikap
kita. Evaluasi rangkuman rasa suka atau tidak suka terhadap objek adalah inti dari
sikap.
Sikap dapat terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar. Pandangan
ini mempunyai dampak terapan, yaitu bahwa berdasarkan pendapat ini, bisa
disusun berbagai upaya (pendidikan, pelatihan, komunikasi,penerangan dan
sebagainya) untuk mengubah sikap seseorang. (Sobur, 2004: 62). Artinya melalui
media komunikasi dapat dilakukan perubahan sikap seseorang.
Orang-orang yang berusaha membujuk orang lain perlu memerhatikan
dasar sikap yang dipegang itu apabila mereka berusaha mengubahnya. Bagi
sejumlah orang komponen kognitif (rasional) dari sikap mungkin adalah yang
paling kuat. Sedangkan bagi orang lain, yang paling kuat adalah komponen afektif
(emosional) sikap.
Sikap dan perilaku adalah suatu hal yang berbeda. Perilaku (behavior)
reaksi dan gerakan tubuh saja, melainkan juga pernyataan-pernyataan verbal dan
pengalaman subjektif (Bungin, 2005 : 27-27). Dengan demikian perilaku tersebut
dapat diketahui dengan tindakan-tindakan yang nyata dan juga ucapan atau
pikiran-pikiran. Mar’at dalam Dayakisni (2003 : 96) menjelaskan bahwa pada
hakekatnya sikap adalah merupakan suatu interaksi dari berbagai komponen,
dimana komponen-komponen tersebut ada tiga, yaitu:
1. Komponen Kognitif
Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang
dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian
akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tertentu.
2. Komponen Afektif
Yaitu yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya
evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau system
nilai yang dimilikinya.
3. Komponen Konatif
Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan
dengan obyek sikapnya.
Efek kognitif adalah yang timbul pada komunikan yang menyebabkan dia
menjadi tahu atau meningkat intelektualnya. Disini pesan yang disampaikan
komunikator ditujukan kepada pikiran si komunikan. Dengan perkataan lain,
tujuan komunikator hanyalah berkisar pada upaya mengubah pikiran diri
komunikan. Efek afektif lebih tinggi kadarnya daripada efek kognitif. Disini
tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi tergerak
takut, cemas, gembira, marah, dan sebagainya. Yang paling tinggi kadarnya
adalah efek behavioral, yaitu yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku,
tindakan, atau kegiatan.
Adapun pengaruh media massa tidak harus langsung terlihat, namun
terpaan yang berulang-ulang pada akhirnya dapat mempengaruhi sikap dan
tindakan masyarakat. (Mulyana, 1999: 143) Sedangkan tolak ukur terjadinya
pengaruh terhadap sikap seseorang, dapat diketahui melalui respon atau tanggapan
yang dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu: (a) respon positif, jika seseorang
menyatakan setuju, (b) respon negatif, jika seseorang menyatakan tidak setuju, (c)
respon netral, jika seseorang tidak memberikan pendapatnya tentang suatu
obyeknya.
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa adanya efek komunikasi
tersebut, maka terjadi perubahan sikap komunikan setelah mereka diterpa pesan
yang disampaikan oleh komunikator, sehingga dasar landasan teori yang dipakai
bukan pada adanya pengaruh (efek, dampak) komunikan, tetapi pada bentuk sikap
komunikan terhadap pemberitaan salah satu media. Jadi jika komunikasi yang di
lakukan antara komunikator dengan komunikan mempunyai efek, maka terjadi
perubahan sikap komunikan, sebaliknya jika komunikasi yang dilakukan antara
komunikator dan komunikan “gagal”, maka tidak terjadi perubahan sikap pada
komunikan. Dengan demikian dapat dipertegas bahwa untuk mengetahui sikap
2.1.9 Pemirsa Sebagai Audience
Secara universal dan sederhana khalayak media dapat diartikan sebagai
sekumpulan orang yang menjadi pembaca, pendengar, penonton, dan pemirsa
sebagai media massa atau komponen isinya. Dalam arti yang lebih ditekankan,
khalayak media ini memiliki beberapa karakteristik yaitu memiliki jumlah yang
besar, bersifat heterogen, menyebar dan anonym, serta mempunyai kelemahan
dalam ikatan organisasi sosial sehingga tidak konsisten dan komposisinya dapat
berubah dengan cepat (Mc.Quail, 1994:201).
Pemirsa merupakan sasaran komunikasi massa melalui media televisi.
Komunikasi dapat efektif, apabila pemirsa terpikat perhatiannya, tertarik
minatnya, mengerti dan melakukan kegiatan yang diinginkan komunikator. Pada
dasarnya pemirsa televisi dapat dibedakan dalam 4 hal yaitu :
1. Heterogen (aneka ragam) yakni pemirsa televisi adalah massa, sejumlah
orang sangat banyak, yang sifatnya heterogen terpencar-pencar diberbagai
tempat. Selain itu pemirsa televisi dapat dibedakan pula menurut janis
kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan taraf kehidupan, dan kebudayaan.
2. Pribadi yakni untuk dapat diterima dan di mengerti oleh pemirsa, maka isi
pesan yang disampaikan melalui televisi bersifat pribadi dalam arti sesuai
dengan situasi pemirsa saat itu.
3. Aktif yakni pemirsa bersifat aktif, mereka aktif, seperti apabila mereka
aktif, aktif melakukan interprestasi.Mereka bertanya-tanya pada dirinya
apakah yang diucapkan oleh seorang penyiar televisi benar atau tidak.
4. Selektif yakni pemirsa sifatnya selektif. Ia memilih program televisi yang
disukai (Effendy, 1990:84).
Penelitian ini difokuskan pada pemirsa televisi, yaitu masyarakat, karena
masyarakat sebagai pemirsa televisi juga mempunyai sifat yang aktif dan selektif.
Dikatakan aktif karena apabila mereka menjumpai sesuatu yang menarik dari
sebuah tayangan pada stasiun televisi, mereka berpikir aktif dan melakukan
interprestasi. Mereka bertanya-tanya pada dirinya, apakah yang diucapkan dan
dicontohkan oleh seorang penyiar televisi, benar atau tidak dan dapat diterima.
Sedangkan selektif yaitu mereka memilih program televisi yang disukainya. Jadi
tidak semua acara yang ditayangkan diberbagai stasiun televisi menjadi kesukaan
masyarakat, ada program acara yang disukai dan tidak disukai.
2.1.10 Teori SOR
Teori yang digunakan sebagai dasar penelitian ini adalah teori S-O-R yaitu
singkatan dari Stimulus-Organism-Response ini semula berasal dari psikologi.
Apabila kemudian menjadi juga teori komunikasi, tidak mengherankan karena
objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yakni manusia
yang jiwanya meliputi komponen-komponen sikap, opini perilaku, kognisi, afeksi
dan konasi.
Menurut Stimulus response ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi
kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsur-unsur dalam model
ini adalah :
b. Pesan (Stimulus, S)
c. Komunikan (Organism, O)
d. Effek (Response,R)
Dalam proses komunikasi berkenaan dengan perubahan sikap adalah aspek
‘how’ bukan ‘what’ dan ‘why’. Jelasnya how to communicate dalam hal ini how
to change the attitude, bagaimana mengubah sikap komunikasi.Dalam proses
perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah hanya jika stimulus yang
menerpa benar-benar melebihi semula.
Prof. Dr. Mar’at dalam bukunya “Sikap Manusia, Perubahan serta
Pengukurannya mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang menyatakan,
bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting, yaitu :
a. Perhatian
b. Pengertian
c. Penerimaan
Gamabar 2.2. Teori S-O-R
Stimulus
Response (Perubahan sikap) Organisme :
2.2 Kerangka Berfikir
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mengetahui sikap masyarakat
Surabaya tentang tayangan “Uya Emang Kuya” yang ditayangkan di SCTV.
Penelitian berusaha mengetahui hal tersebut diatas melalui sikap seseorang
terhadap objek yang disebabkan karena kondisi yang mempengaruhi pandangan
seseorang, latar belakang pengetahuan (frame of reference) yang berbeda, budaya
dan psikologis individu yang berbeda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
bagan dibawah ini:
Gambar 2.3. Kerangka Berfikir
Stimulus : Tayangan “Uya Emang Kuya” Mengandung muatan :
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
3.1.1 Definisi Operasional
Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti yaitu sikap masyarakat
Surabaya terhadap Tayangan acara ”Uya Emang Kuya”.
a. Sikap
Variabel Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpikir berpersepsi, dan
merasa dalam menghadapi obyek atau ide, situasi atau nilai. Sikap ini dapat
dibedakan dalam 3 hal yakni aspek kognitif, aspek afektif dan aspek konatif
(Azwar, 2007:87).
Variasi sikap diukur berdasarkan komponen kognitif, komponen afektif,
komponen konatif yang meliputi :
Adapun indikator dari masing-masing aspek sikap yang diamati dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Aspek kognitif menunjukkan pengetahuan atau pemahaman yang dimiliki
masyarakat mengenai.
a. Masyarakat mendapatkan informasi, pengetahuan dan wawasan
tentang hal-hal baru pesan yang disampaikan oleh pembawa acara
b. Memperoleh informasi tentang hipnotis dan sulap
yang dihipnotis
e. Memperoleh pengetahuan tentang ilmu sulap
f. Memperoleh Pengetahuan tentang penyelesaian suatu masalah
2. Aspek afektif yang menunjukkan perasaan seperti kesukaan, ketertarikan,
dan kekaguman masyarakat meneganai tayangan
a. Perasaan suka terhadap tayangan “Uya Emang Kuya”
b. Ingin merasakan dihipnotis
c. Perasaan suka terhadap tema yang ditayangkan
d. Perasaan senang terhadap pernyataan orang yang dihipnotis
e. Sikap senang terhadap keramaian penontonnya
f. Sikap senang responden terhadap pertunjukkan sulap yang dimainkan
pembawa acara dalam tayangan Uya Emang Kuya
3. Aspek konatif yaitu, menunjukkan kecenderungan masyarakat dalam
menanggapi tayangan “Uya Emang Kuya”.
a. Memiliki keinginan untuk melakukan hipnotis setelah menonton
tayangan “Uya Emang Kuya”
b. Memiliki keinginan untuk belajar hipnotis setelah menonton tayangan
“Uya Emang Kuya”
c. Memiliki keinginan untuk menjadi seorang mentalis yang handal
d. Memiliki keinginan untuk lebih sering melihat tayangan reality show
“Uya Emang Kuya”
hari
3.1.2 Pengukuran Variabel
Pengukuran sikap ini diukur melalui pemberian skor dengan menggunakan modifikasi model skala likert (skala sikap). Metode ini merupakan metode penskalaan pernyataan sikap dengan menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan skalanya. Untuk melakukan penskalaan dengan model ini, responden
diberi daftar pernyataan mengenai sikap dan setiap pernyataan akan disediakan jawaban yang harus dipilih oleh responden untuk menyatakan kesetujuan dan ketidak setujuannya (Singarimbun, 1987 : 111). Pilihan jawaban masing-masing pernyataan digolongkan dalam empat macam kategori, yaitu “Sangat Tidak
Setuju” (STS), “Tidak Setuju” (TS), “Setuju” (S) dan “Sangat Setuju” (SS).
Untuk mengetahui sikap pemirsa tentang Tayangan acara ”Uya Emang
Kuya” diukur dengan alternative pilihan yang dinyatakan dalam pernyataan untuk
mengukur komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif
dinyatakan dalam jumlah skor.
Dalam pemberian skor pernyataan sikap yang bersifat mendukung atau
memihak pada objek sikap (Azwar, 1997:161), sebagai berikut:
1. Sangat Tidak Setuju (STS) = skor 1
(responden menyatakan sangat tidak setuju dengan berbagai pernyataan yang
diajukan dalam kuesioner)
2. Tidak Setuju (TS) = skor 2
(responden menyatakan tidak setuju dengan berbagai pernyataan yang
(responden menyatakan setuju dengan berbagai pernyataan yang diajukan
dalam kuesioner)
4. Sangat Setuju (SS) = skor 4
(responden menyatakan sangat setuju dengan berbagai pernyataan yang
diajukan dalam kuesioner)
Dalam penelitian ini tidak digunakan alternatif jawaban ragu-ragu (undecided) alasannya menurut Hadi (1981:20) adalah sebagai berikut :
a. Kategori undecided memiliki arti ganda, bisa diartikan belum dapat
memberikan jawaban netral dan ragu-ragu. Kategori jawaban yang memiliki arti ganda (Multi Interpretable) ini tidak diharapkan dalam instrumen.
b. Tersedianya jawaban ditengah menimbulkan kecenderungan menjawab ketengah (central tendency effect), terutama bagi mereka yang ragu-ragu akan
kecenderungan jawabannya.
c. Disediakannya jawaban ditengah akan menghilangkan banyaknya data penelitian sehingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat dijaring oleh responden.
Skoring pada penelitian ini dilakukan dengan cara menjumlahkan skor dari
setiap item dari tiap-tiap angket, sehingga diperoleh skor total dari tiap
pernyataannya tersebut untuk masing-masing individu. Selanjutnya, tiap-tiap
indikator untuk sikap diukur melalui pernyataan-pernyataan yang terdapat pada
angket. Kemudian jawaban yang telah dipilih diberi skor dan ditotal. Total skor
masing-masing kategori ditentukan dengan :
R (range) = skor tertinggi – skor terendah Jenjang yang diinginkan
Keterangan :
Range : Batasan dari setiap tingkatan
Skor Teringgi : Perkalian antara nilai tertinggi dengan jumlah item
pertanyaan
Skor Terendah : Perkalian antara nilai terendah dengan jumlah item Pertanyaan
Jenjang : 3 (Positif, Netral, Negatif)
Interval sikap sebagai berikut :
6
Jadi penentuan kategori adalah :
1. Sikap negatif = 6 – 12
Dikategorikan negatif jika pengetahuan Masyarakat rendah terhadap
Informasi yang ada dalam tayangan Uya Emang Kuya (total skor
keseluruhan jawaban responden berada pada interval 6 s/d 12).
2. Sikap netral = 13 – 18
Dikategorikan netral jika pengetahuan Masyarakat sedang terhadap
Informasi yang ada dalam tayangan Uya Emang Kuya (total skor
Dikategorikan positif jika pengetahuan Masyarakat tinggi terhadap
Informasi yang ada dalam tayangan Uya Emang Kuya (total skor
keseluruhan jawaban responden berada pada interval 19 s/d 24).
3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kuantitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari (Sugiyono, 203:55). Populasi dalam penelitian disini adalah
masyarakat Surabaya baik laki-laki maupun perempuan yang menonton program
acara “Uya Emang Kuya” yang minimal berumur 17 tahun, karena remaja pada
masa ini memasuki masa remaja menurut kartini dan Kartono (2007:154)
perkembangan awal remaja ini diikuti dengan pertumbuhan intelektual yang
intensif perkembangan intelektual membangun macam-macam fungsi baik psikis
dan rasa ingin tahu serta bercorak sosial. Berdasarkan data BPS tahun 2010,
diperoleh informasi bahwa jumlah populasi masyarakat Surabaya yang berusia 17
tahun adalah 2.013.045 orang.
3.2.2 Sampel Dan Teknik Penerikan Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah :
di SCTV.
Dengan tingkat populasi penduduk yang besar dan keberagaman
penduduk kota Surabaya, diharapkan dapat mewakili responden secara
representatif. Oleh karena itu, penelitian ini dirasa mewakili keberagaman
masyarakat dalam menerima informasi yang disampaikan melalui media televisi.
Sedangkan Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Multistage Cluster Random Sampling yaitu pengambilan sampel jika anggota
populasi yang diteliti atau sumber data sangat luas.
Menurut Subiakto (1995), tidak ada ketentuan yang pasti mengenai ukuran
sampel, yang penting dalam hal ini representatif, namun bila populasinya cukup
banyak, agar mempermudah dapat pula dengan 50%, 25% atau minimal 10% dari
seluruh populasi (dalam Kriyantono, 2006:160).
Berdasarkan data tersebut maka untuk mengetahui jumlah sampel maka
digunakan rumus Yamane yaitu sebagai berikut : N
N. N.
N.1. N.1.
N. N. N. N.
N.2. N.2.
N.e N. N. N.
1
d = Presisi (derajat ketelitian 10%).
1 = angka konstan
Dari perhitungan dengan menggunakan rumus Slovin tersebut dapat
diketahui jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebesar 100 responden.
Langkah–langkah dalam pengambilan sampel Cluster ini adalah :
1. Langkah pertama, responden dikelompokkan berdasarkan wilayah Surabaya,
yaitu Surabaya Barat, Surabaya Selatan, Surabaya Timur, Surabaya Timur,
kemudian dirandom (acak), terpilih wilayah Surabaya Timur dan Surabaya
Pusat.
2. Langkah kedua, responden dikelompokkan berdasarkan wilayah kecamatan
yang ada pada Surabaya Timur dan Surabaya pusat, kemudian dirandom
maka terpilih untuk Surabaya Timur adalah Kecamatan Gunung Anyar dan
Kecamatan Tenggilis Mejoyo dan untuk Surabaya Pusat terpilih Kecamatan
Genteng dan Kecamatan Tegalsari.
3. Langkah ketiga, responden dikelompokkan berdasarkan wilayah kelurahan
Kecamatan Tenggilis Mejoyo adalah Kelurahan Kutisari dan Kelurahan
Kendangsari. Kecamatan Gunung Anyar adalah Kelurahan Rungkut
Menanggal dan Kelurahan Rungkut Tengah dan Kecamatan Genteng adalah
Kelurahan Genteng dan Kelurahan Kapasari, sedangkan Kecamatan Tegalsari
adalah Kelurahan Keputran dan Kelurahan Dr. Soetomo.
Tabel 3.1.
Jumlah Sampel Untuk Keseluruhan Surabaya
No Wilayah
Surabaya Kecamatan Kelurahan
Jumlah
Tegalsari DR. Soetomo
15.361 Rungkut Menanggal 10.242 Gunung Anyar
Rungkut Tengah 9.922
Kutisari 16.647
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) (2010)
Untuk lebih rincinya jumlah masyarakat dari beberapa Kelurahan yang akan
dilakukan penarikan sampel berdasarkan wilayah tiap-tiap Kelurahan dengan
menggunakan rumus adalah sebagai berikut :
ni =
N Nixn
ni : jumlah sampel masyarakat Surabaya yang berusia minimal 17 tahun dari
beberapa Kelurahan
Ni : ukuran stratum ke 1
N : jumlah masyarakat Surabaya yang berusia minimal 17 tahun dari delapan
Kelurahan
n : jumlah sampel yang telah ditentukan
1. Kelurahan Genteng
5. Kelurahan Rungkut Menanggal
6. Kelurahan Rungkut Tengah
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data untuk penelitian ini menurut cara memperolehnya,
dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, dengan melakukan pengumpulan data
primer, kedua dengan melakukan pengumpulan data sekunder.
1. Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung langsung dari responden.
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara pada responden
dengan berdasarkan kuisioner yang terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang
terutup dan yang terbuka.
2. Data sekunder adalah data yang tidak dapat langsung diperoleh dari lapangan.
Data sekunder dikumpulkan melalui sumber-sumber informasi kedua, seperti
perpustakaan, pusat pengelolahan data, pusat penelitian, dan lain sebagainya.
Data sekunder ini akan digunakan sebagai data penunjang untuk melakukan
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabel frekuensi yang
digunakan untuk menggambarkan data yang diperoleh dari hasil penyebaran
kuesioner yang diisi oleh responden.
Data yang diperoleh dari hasil kuesioner selanjutnya akan diolah untuk
mendiskripsikan. Pengolahan data yang diperoleh dari hasil kuesioner terdiri dari:
mengedit, mengkode, dan memasukkan data tersebut dalam tabulasi data untuk
selanjutnya dianalisis secara deskriptif setiap pertanyaan yang diajukan. Data
yang didapat dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan rumus :
100% N
F P
Keterangan :
P : Persentase Responden
F : Frekuensi Responden
N : Jumlah Responden
Dengan menggunakan rumus tersebut maka diperoleh apa yang diinginkan
peneliti dengan kategori tertentu. Hasil perhitungan selanjutnya dilampirkan
4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian
4.1.1 Sejarah Singkat SCTV
Bermula dari Jl. Darmo Permai, Surabaya, Agustus 1990, siaran SCTV
diterima secara terbatas untuk wilayah Gerbang Kertasusila (Gresik, Bangkalan,
Mojokerto, Surabaya, Sidoardjo dan Lamongan) yang mengacu pada izin
Departemen Penerangan No. 1415/RTF/K/IX/1989 dan SK No.
150/SP/DIR/TV/1990. Satu tahun kemudian, 1991, pancaran siaran SCTV meluas
mencapai Pulau Dewata, Bali dan sekitarnya.
Baru pada tahun 1993, berbekal SK Menteri Penerangan No 111/1992
SCTV melakukan siaran nasional ke seluruh Indonesia. Untuk mengantisipasi
perkembangan industri televisi dan juga dengan mempertimbangkan Jakarta
sebagai pusat kekuasaan maupun ekonomi, secara bertahap mulai tahun 1993
sampai dengan 1998, SCTV memindahkan basis operasi siaran nasionalnya dari
Surabaya ke Jakarta.
Pada tahun 1999 SCTV melakukan siarannya secara nasional dari Jakarta.
Sementara itu, mengantisipasi perkembangan teknologi informasi yang kian
mengarah pada konvergensi media SCTV mengembangkan potensi
multimedianya dengan meluncurkan situs http://www.liputan6.com,
http://www.liputanbola.com Melalui ketiga situs tersebut, SCTV tidak lagi hanya
bersentuhan dengan masyarakat Indonesia di wilayah Indonesia, melainkan juga
usahanya hingga mancanegara dan menembus batasan konsep siaran tradisional
menuju konsep industry media baru.
SCTV menyadari bahwa eksistensi industri televisi tidak dapat
dipisahkan dari dinamika masyarakat. SCTV menangkap dan
mengekspresikannya melalui berbagai program berita dan feature produksi Divisi
Pemberitaan seperti Liputan 6 (Pagi, Siang, Petang dan Malam), Buser, Topik
Minggu Ini, Sigi dan sebagainya. SCTV juga memberikan arahan kepada pemirsa
untuk memilih tayangan yang sesuai. Untuk itu, dalam setiap tayangan SCTV di
pojok kiri atas ada bimbingan untuk orangtua sesuai dengan ketentuan UU
Penyiaran No: 32/2002 tentang Penyiaran yang terdiri dari BO (Bimbingan
Orangtua), D (Dewasa) dan SU (Semua Umur). Jauh sebelum ketentuan ini
diberlakukan, SCTV telah secara selektif menentukan jam tayang programnya
sesuai dengan karakter programnya.
Dalam kurun waktu perjalanannya yang panjang, berbagai prestasi diraih
dari dalam dan luar negeri antara lain: Asian Television Awards (2004 untuk
program kemanusian Titian Kasih (Pijar), 1996 program berita anak-anak Krucil),
Majalah Far Eastern Economic Review (3 kali berturut-turut sebagai satu dari 200
perusahaan terkemuka di Asia Pasific), Panasonic Awards (untuk program berita,
pembaca berita dan program current affair pilihan pemirsa) dan sebagainya.
Semua itu menjadikan SCTV kian dewasa dan matang. Untuk itu, manajemen
SCTV memandang perlu menegaskan kembali identitas dirinya sebagai stasiun
televisi keluarga. Maka sejak Januari 2005, SCTV mengubah logo dan slogannya
menggapai sekitar lebih dari 175 juta potensial pemirsa. Dinamika ini terus
mendorong SCTV untuk selalu mengembangkan profesionalisme sumber daya
manusia agar dapat senantiasa menyajikan layanan terbaik bagi pemirsa dan mitra
bisnisnya.
SCTV telah melakukan transisi ke platform siaran dan produksi digital,
yang merupakan bagian dari kebijakan untuk secara konsisten mengadopsi
kecanggihan teknologi dalam meningkatkan kinerja dan efsiensi operasional.
Dalam semangat yang sama, kebijakan itu telah meletakkan penekanan yang
kokoh pada pembinaan kompetensi individu di seluruh aspek untuk mempertajam
basis pengetahuan seraya memupuk talenta, kreativitas dan inisiatif. Inilah kunci
untuk memperkuat posisi SCTV sebagai salah satu dari stasiun penyiaran
terkemuka di Indonesia.
Pada tahun 1962 menjadi tonggak pertelevisian Nasional Indonesia dengan
berdiri dan beroperasinya TVRI. Pada perkembangannya TVRI menjadi alat
strategis pemerintah dalam banyak kegiatan, mulai dari kegiatan sosial hingga
kegiatan-kegiatan politik. Selama beberapa decade TVRI memegang monopoli
penyiaran di Indonesia, dan menjadi “ corong “ pemerintah. Sejak awal
keberadaan TVRI, siaran berita menjadi salah satu andalan. Bahkan Dunia dalam
Berita dan Berita Nasional ditayangkan pada jam utama.Bahkan Metro TV
menjadi stasiun TV pertama di Indonesia yang fokus pada pemberitaan, layaknya
CNN atau Al-Jazeera. Pada awalnya, persetujuan untuk mendirikan televisi hanya
dari telegram pendek Presiden Soekarno ketika sedang melawat ke Wina,
bahkan untuk memlilih peralatan yang mana dari perusahaan apa, masih serba
menerka. Dalam perkembangannya, TV swasta melahirkan siaran berita yang
lebih variatif. Siaran berita yang bersifat straight news, seperti Liputan 6 (SCTV),
Metro Malam (Metro TV), dan Seputar Indonesia (RCTI) tidak jadi satu-satunya
pakem berita televisi. Kurang dalamnya straight news disiasati stasiun TV dengan
tayang depth reporting, yang mengulas suatu berita secara lebih mendalam.
Tayangan itu antara lain Metro Realitas (Metro TV), Derap Hukum dan Sigi
(SCTV) dan Kupas Tuntas (Trans TV). Sementara itu, berita kriminal mendapat
tempat tersendiri dalam dunia pemberitaan televisi, sebutlah Buser (SCTV),
Sergap (RCTI) dan Patroli (Indosiar). Tonggak kedua dunia pertelevisian adalah
pada tahun 1987, yaitu ketika diterbitkannya Keputusan Menteri Penerangan RI
Nomor : 190 A/ Kep/ Menpen/ 1987 tentang siaran saluran terbatas, yang
membuka peluang bagi televisi swasta untuk beroperasi. Seiring dengan keluarnya
Kepmen tersebut, pada tanggal 24 agustus 1989 televisi swasta, RCTI, resmi
mengudara, dan tahun-tahun berikutnya bermunculan stasiun-stasiun televisi
swasta baru, berturut-turut adalah SCTV ( 24/8/90 ), TPI ( 23/1/1991 ), Anteve (
7/3/1993 ), indosiar ( 11/1/1995 ), metro TV ( 25/11/2000 ), trans TV (
25/11/2001 ), dan lativi ( 17/1/2002 ). Selain itu, muncul pula TV global dan TV
7. jumlah stasiun televisi swasta Nasional tersebut belum mencakup stasiun
televise local – regional.
Maraknya komunitas televisi swasta membawa banyak dampak dalam
kehidupan masyarakat, baik positif atau negatif. Kehadiran mereka pun sering
informasi, namun di sisi lain mereka pun tidak jarang menuai kecaman dari
masyarakat karena tayangan-tayangan mereka yang kurang bisa diterima oleh
masyarakat ataupun individu-individu tertentu. Bagaimanapun juga, televisi telah
menjadi sebuah keniscayaan dalam masyarakat dewasa ini. Kemampuan televisi
yang sangat menakjubkan untuk menembus batas-batas yang sulit ditembus oleh
media masa lainnya. Televisi mampu menjangkau daerah-daerah yang jauh secara
geografis, ia juga hadir di ruang-ruang publik hingga ruang yang sangat pribadi.
Televisi merupakan gabungan dari media dengar dan gambar hidup ( gerak atau
live ) yang bisa bersifat politis, informatif, hiburan, pendidikan, atau bahkan
gabungan dari ketiga unsur tersebut. Oleh karena itu, ia memiliki sifat yang sangat
istimewa.
Kemampuan televisi yang luar biasa tersebut sangat bermanfaat bagi
banyak pihak, baik dari kalangan ekonomi, hingga politik. Bagi kalangan
ekonomi televisi sering dimanfaatkan sebagai media iklan yang sangat efektif
untuk memperkenalkan produk pada konsumen. Sementara, bagi kalangan politik,
televisi sering dimanfaatkan sebagai media kampanye untuk menggalang masak,
contohnya adalah, banyak pihak yang menilai kemenangan SBY di Indonesia dan
JFK di Amerika sebagai presiden adalah karena kepiawaian mereka
memenfaatkan media televisi. Belakangan, televisi pun sering dimanfaatkan oleh
pemerintah sebagai media sosialisasi sebuah kebijakan yang akan di ambil kepada
masyarakat luas, seperti yang belakangan adalah sosialisasi tentang kenaikan
harga BBM dan tarip dasar listrik. Kehadiran televisi banyak memberi pengaruh