• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKAP MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP TAYANGAN ACARA REALITY SHOW “UYA EMANG KUYA” (Study Deskriptif Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Tayangan Acara Reality Show “Uya Emang Kuya” di SCTV).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SIKAP MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP TAYANGAN ACARA REALITY SHOW “UYA EMANG KUYA” (Study Deskriptif Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Tayangan Acara Reality Show “Uya Emang Kuya” di SCTV)."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

Reality Show “Uya Emang Kuya” di SCTV)

SKRIPSI

Oleh :

Like Setyowati

NPM. 0743010228

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

“VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

Oleh :

LIKE SETYOWATI 0743010228

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 14 Juni 2011

Mengetahui Dekan,

Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si NIP : 1 95507 181 983 022 001  Pembimbing Utama

Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si

NPT: 3 7006 94 0035 1

Tim Penguji

1. Ketua

H. Didiek Trenggono.Ir, M.Si

NIP: 1 9581225119900100 1

2. Sekretaris

Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si NPT: 3 7006 94 0035 1

3. Anggota

(3)

juga dukungan penuh dari keluarga, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Berbagai upaya penulis dilakukan agar terciptanya laporan yang sesuai dengan peraturan dari

universitas. Dalam upaya penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat dorongan

semangat, sokongan ilmu untuk memasukkan data ke skripsi ini dari pihak-pihak yang

memahami bidang komunikasi ini, antara lain:

1. Prof. Dr. Ir. Teguh Suedarto, Mp selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Ibu Dra. Hj. Suparwati,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN

“Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Juwito S.Sos,M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan Ilmu

Politik UPN “Verteran” Jawa Timur.

4. Bapak Syaifuddin,M.Si selaku Dosen Pembimbing skripsi penulis.

5. Thank’s to yang terbesar buat ibuku, suamiku (mas Endra), anakku Fian dan semua

temen-temen yang selalu mendukungku Putri, Elizabeth, Riri dan semuanya….

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan sumber-sumber referensi dari

buku-buku yang membahas masalah komunikasi massa di Indonesia. Di samping itu juga dari

pengalaman yang dikembangkan sendiri oleh penulis yang didapat dari perguruan tinggi

dalam bidang yang bersangkutan. Karena itu saran dan pendapat terbuka kepada siapa saja

yang membaca skripsi ini, semata-mata karena penulis menyadari akan kemungkinan adanya

kekurangan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih.

(4)
(5)

ii 

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori... 9

2.1.1 Televisi sebagai Media Massa ... 9

2.1.2 Dampak Media Televisi ... 11

2.1.3 Program Televisi ... 12

2.1.4 Fungsi Televisi ... 14

2.1.5 Format Acara Televisi ... 15

2.1.6 Program Reality Show ... 16

2.1.7 Program Uya Emang Kuya ... 20

2.1.8 Sikap... 21

(6)

iii 

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 29

3.1.1 Definisi Operasional ... 29

3.1.2 Pengukuran Variabel ... 30

3.2 Populasi, Sampel dan Tehnik Penarikan Sampel ... 33

3.2.1 Populasi ... 33

3.2.2 Sampel dan Penarikan Sampel ... 34

3.3 Tehnik Pengumpulan Data ... 38

3.4 Metode Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ...41

4.1.1 Sejarah Singkat SCTV ...41

4.2 Penyajian Data dan Analisis Data ...46

4.2.1 Identitas Responden ...46

4.2.2 Penggunaan Media Oleh Pemirsa ...48

4.2.3 Aspek Kognitif ...49

4.2.3.1 Aspek Kognitif Pemirsa Tentang Acara Uya Emang Kuya di SCTV...55

4.2.4 Aspek Afektif ...56

(7)

iv 

4.3 Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Acara Uya Emang Kuya..71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ...76

5.2 Saran...77

DAFTAR PUSTAKA

(8)

Gambar 2.2 Teori SOR ... 27

(9)

Tabel 4.1 Identitas Responden I... 46

Tabel 4.2 Identitas Responden II... 47

Tabel 4.3 Identitas Responden III... 47

Tabel 4.4 Penggunaan Media Oleh Pemirsa I... 48

Tabel 4.5 Penggunaan Media Oleh Pemirsa II... 49

Tabel 4.6 Aspek Kognitif I... 51

Tabel 4.7 Aspek Kognitif II... 51

Tabel 4.8 Aspek Kognitif III... 51

Tabel 4.9 Aspek Kognitif IV... 52

Tabel 4.10 Aspek Kognitif V... 53

Tabel 4.11 Aspek Kognitif VI... 54

Tabel 4.12 Aspek Kognitif Masyarakat Surabaya... 55

Tabel 4.13 Aspek Afektif I... 58

Tabel 4.14 Aspek Afektif II... 59

Tabel 4.15 Aspek Afektif III... 60

Tabel 4.16 Aspek Afektif IV... 61

Tabel 4.17 Aspek Afektif V... 62

Tabel 4.18 Aspek Afektif IV... 62

Tabel 4.19 Aspek Afektif Masyarakat Surabaya... 63

Tabel 4.20 Aspek Konatif I... 65

Tabel 4.21 Aspek Konatif II... 66

Tabel 4.22 Aspek Konatif III... 67

Tabel 4.23 Aspek Konatif IV... 68

(10)

(11)

Terhadap Tayangan Acara Reality Show “Uya Emang Kuya” di SCTV)

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui Sikap Masyarakat di Surabaya dalam menonton tayangan acara Reality Show Uya Emang Kuya di SCTV.

Dengan menggunakan pendekatan S-O R (Stimulus-Organism-Respon) yang menunjukkan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner dan data sekunder yang digunakan sebagai data penunjang untuk melakukan analisis. Sedangkan sampel dari penelitian ini adalah sebagian dari Masyarakat Surabaya yang menonton acara Reality Show Uya Emang Kuya di SCTV yang berjumlah 100 responden, penarikan sampel menggunakan teknik cluster random sampling.

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwasikap yang mendominasi masyarakat Surabaya dalam mnonton acara Reality Show Uya Emang Kuya di SCTV adalah aspek kognitif dan aspek afektif masuk kategori positif sedangkan aspek konatif masuk dalam kategori netral.

Kata kunci : Sikap, UYA EMANG KUYA, Deskriptif, S-O-R, SCTV.

ABSTRACTIONS

LIKE SETYOWATI, PUBLIC ATTITUDES TOWARD SURABAYA IMPRESSIONS REALITY SHOW "UYA EMANG KUYA" (Descriptive Study of Surabaya Public Attitudes On Impressions Event Reality Show "Uya Emang Kuya" on SCTV)

This research was conducted to know the attitude of people in Surabaya in watching the show Reality Show Uya Emang Kuya on SCTV.

By using the S-O-R (Stimulus-Organism-Response) which shows that the main problem is not the media to change attitudes and behavior of audiences, but how the media meet the personal needs and social audiences.

The research method used is descriptive quantitative with the type of data used in this research is the primary data obtained directly from respondents by using questionnaires and secondary data are used as supporting data for analysis. While the sample of this research is part of Community Surabaya who watch the show Reality Show Uya Emang Kuya on SCTV, amounting to 100 respondens, withdrawal of samples using cluster random

sampling technique.

From the results of this study can be concluded that dominate society bahwasikap Surabaya in the event mnonton Reality Show Uya Emang Kuya on SCTV is the aspect of cognitive and affective aspects into positive categories while conative aspects included in the neutral category.

(12)

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan media massa semakin pesat, seirama dengan dinamika

masyarakat yang semakin kompleks dan kemajuan teknologi. Media massa

dikenal cukup kuat dalam proses mempengaruhi (influence), sehingga senantiasa

mendapat perhatian yang seksama untuk diteliti mengingat dampak yang

ditimbulkan, baik secara positif maupun negatif. Dengan media massa akan

diperoleh informasi tentang benda, orang, atau tempat yang tidak dialami secara

langsung.

Media massa merupakan media yang mampu menimbulkan keserempakan

diantara khalayak yang sedang memperhatikan pesan yang dilancarkan oleh media

tersebut. Bentuk media massa ini antara lain adalah surat kabar dan majalah

sebagai media cetak, serta radio, televisi dan film sebagai media elektronik. Suatu

media massa selain ditunjang dari segi kualitas juga harus didukung oleh faktor

kecepatan dan ketepatannya dalam mengulas sebuah informasi. Media massa yang

sesuai dengan faktor ini adalah media massa elektronik. Salah satu media massa

elektronik yang digunakan adalah televisi.

Televisi saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan

manusia. Banyak orang yang menghabiskan waktunya lebih lama di depan

pesawat televisi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk ngobrol

(13)

(Morrisan, 2004:1).

Kemajuan teknologi dan perkembangan sosial ekonomi telah

menempatkan televisi sebagai salah satu kebutuhan yang sulit dijauhkan dari

kehidupan masyarakat. Televisi adalah salah satu media elektronik dalam

komunikasi massa yang berfungsi sebagai media informasi, media pendidikan,

media kebudayaan, media hiburan dan media promosi yang ditujukan pada

khalayak penonton, baik yang aktif maupun yang pasif. Media televisi

mempunyai daya tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan media elektronik

yang lain, karena sifatnya yang audiovisual sehingga sesuatunya terkesan lebih

hidup, seolah-olah pemirsa berada di tempat kejadian peristiwa yang disiarkan

oleh stasiun itu.

Televisi saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan

manusia. Banyak orang yang menghabiskan waktunya lebih lama di depan

pesawat televisi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk ngobrol

dengan keluarga atau pasangan mereka. Bagi banyak orang televisi adalah teman,

televisi menjadi cermin perilaku masyarakat dan televisi dapat menjadi candu.

(Morrisan, 2004:1). Televisi merupakan perpaduan antara unsur-unsur film dan

unsur-unsur radio. Khalayak di rumah tidak mungkin dapat menangkap siaran

televisi, jika tidak ada unsur-unsur film, sebaliknya pemirsa tidak mungkin dapat

mendengarkan suara dari televisi jika tidak ada unsur-unsur radio. (Effendy,

(14)

kehidupan manusia telah menghadirkan suatu peradaban, khususnya dalam proses

komunikasi dan informasi. Kemampuan media televisi dalam menarik perhatian

masa menunjukkan bahwa media menguasai jarak secara geografis dan sosiologis.

Daya tarik yang dimiliki media televisi semakin besar sehingga pola dan

kehidupan manusia sebelum muncul televisi berubah total sama sekali.

Berbagai macam program acara televisi telah ditayangkan oleh stasiun

televisi swasta bagi para pemirsanya, mulai dari kuis, talk show, variety show,

komedi situasi, program berita, program olahraga, infotaiment sampai reality

show. Dari sekian banyak program televisi, reality show menempati daftar 10

besar. Rata-rata tingkat kepemirsaan 10 besar reality show adalah sebesar 5

persen dan share 21 persen (http://majalah.tempo

interaktif.com/id/arsip/2009/09/14/TV/mbm.20090914.TV131362.id.html).

Dari sekian banyak reality show yang ada di televisi, peneliti tertarik untuk

meneliti acara ”Uya Emang Kuya” di SCTV. Acara yang dipandu oleh artis

komedi Uya ini menghadirkan hiburan berupa sulap yang dirangkai dengan acara

hipnotis. Dalam setiap episodenya, Uya memilih beberapa orang untuk dihipnotis

dan ditanyakan beberapa hal pribadi mengenai profil orang tersebut. Lokasi

syuting acara ”Uya Emang Kuya” banyak mengambil tempat di mall ataupun di

tempat keramaian sehingga lebih menunjukkan bahwa acara yang dipandunya

tersebut memang nyata. Acara ini ditayangkan dua kali dalam sehari, mulai Senin

(15)

program reality show dari berdasarkan Chart program TV favorite 2011,

sedangkan yang menduduki program TV tervavorit pada urutan pertama adalah

sinetron Nada Cinta, urutan ke dua UEFA Champions League, urutan ke tiga

Provocative proactive dan pada urutan ke empat BPL and The FA Cup dan pada

urutan ke lima La Liga Fiesta

(http://myakise.blogspot.com/2011/04/monthly-chart-favorite-tv-program-april.html)

Selain banyak diminati, acara “Uya Emang Kuya” di SCTV ternyata juga

dicela oleh masyarakat, berbagai keluhan mengenai materi tayangan “Uya Emang

Kuya” di SCTV diberikan masyarakat melalui website resmi KPI (Komisi

Penyiaran Indonesia) yaitu www.kpi.go.id. Berikut adalah beberapa keluhan

masyarakat mengenai acara “Uya Emang Kuya” di SCTV yang dinilai

mengandung unsur ketidaksopanan karena mengumbar aib seseorang:

1.”acara hipnotis uya kuya di stasiun sctv sangat tdk mendidik dan tdk pantas ditayangkan. alasannya : 1. dgn acara tsb secara terang-terangan membuka aib / rahasia orang dan membeberkannnya di kalayak umum dimana seharusnya tdk sepantasnya dibeberkan di khalayak umum 2. meresahkan masyakarat. dgn acara tsb tdk sedikit suami / istri yang tdk mempercayai suami / istri atau pasangan hidupnya. mereka curiga jgn2 suami / istri nya punya rahasi sprt org2 yag dihipnotis tsb 3. maraknya kejahatan hipnotis akhir2 ini "mungkin" ada kaitan dgn acara tsb karena dgn tayangan tsb banyak org yang mau belajar hipnotis lantas mempraktekannya utk tujuan yg tdk baik. 4. memperhatikannya fatwa MUI tentang tayangan infotainment maka acara hipnotis uya kuya dpt dikategorikan HARAM MUTLAK karena merusak nama baik seseorang dan membuka aib / rahasia orang 5. mencerminkan kualitas acara TV yang sangat tdk bermutu dan hanya berorientasi keuntungan semata tanpa memperdulikan HALAL HARAM KESIMPULAN ACARA HIPNOTIS UYA KUYA HARUS SEGERA DIHENTIKAN

(Eef, Rabu – 26 Januari 2011)

(16)

kehidupan pribadi seseorang yang dibuka saat shooting dapat disaksikan dan didengar oleh kerumunan penonton dadakan yang ada di sekitar lokasi shooting dan ironisnya menjadi hiburan menarik bagi mereka dibuktikan dengan gelak tawa yang menghiasi shooting program tersebut. Saya pikir, program ini sangat tidak bijaksana dan dimohon KPI bisa meninjau kembali sehingga KPI dapat menjadi perpanjangan tangan rakyat untuk bisa menikmati tayangan televisi yang bermutu, mendidik, dan bijaksana.

(Jumadi T. Simangunsong (Banten) – 19 Januari 2011)

Berdasarkan beberapa keluhan masyarakat tersebut maka pihak KPI

mengeluarkan surat teguran dan peringatan kepada pihak stasiun televisi SCTV.

Menurut pihak KPI Pusat, walaupun acara “Uya Emang Kuya” ratingnya tinggi

namun mengajarkan membuka aib. KPI menilai sebuah tayangan dari segi nilai

pendidikan dan etika. Pihak KPI juga mempermasalahkan kesepakatan yang

dilakukan antara sumber yang masih dibawah perwalian dengan pembawa acara.

jika hal tersebut dilakukan tanpa pengetahuan wali akan berimplikasi hukum

karena hal itu tidak diperbolehkan. Disarankan agar pihak SCTV menggunakan

persfektif penyiaran saat akan menayangkan acara tersebut. Jika disaksikan

diruangan tertutup dengan konsumen terbatas, maka hal tersebut tidak bermasalah.

Namun ketika masuk ke ranah publik dan ketika etika publik mengatakan ini sebuah

pelanggaran, tugas KPI untuk melakukan teguran kepada lembaga penyiaran

(http://www.kpi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2829%3Akpi-klarifikasi-sctv-soal-uya-memang-kuya&catid=14%3Adalam-negeri-umum&lang=id).

Selain mendapat teguran dari pihak KPI, acara “Uya Emang Kuya” juga

mendapat keluhan negatif dari masyarakat yang intinya mengharamkan menonton

acara tersebut. Dalam Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) se-Jawa

(17)

Pondok Pesantren (Ponpes) Darussalam, Dusun Jajar, Desa Sumbergayam,

Kecamatan Durenan, Trenggalek. Dalam forum ini, menyatakan bahwa acara Uya

Emang Kuya bertentangan dengan ajaran Islam. Acara ini kerap menampilkan

sosok orang terhipnotis yang di bawah alam sadar mereka mengumbar aib sendiri

dan aib orang lain. “Islam melarang aib yang disebarluaskan, Islam justru

menyarankan untuk menutup aibnya, saudaranya dan sesama muslim lainnya,”

Darus Azka mengatakan, ada dua poin yang dibahas, yakni teknik hipnotis yang

dipakai serta dampak dari hipnotis tersebut. Darus menambahkan bahwa ilmu

hipnotis sudah dikenal sejak zaman nabi. Ketika itu ada teknik hipnotis membuat

orang tertidur. Pada perkembangannya, muncul ilmu hipnotis menggunakan

jampi-jampi dan sihir. Teknik inilah yang diharamkan Islam. Dalam ilmu hipnotis

modern, muncul teknik menggunakan kekuatan psikologi dan eksplorasi

kemampuan diri manusia. Teknik termodern inilah yang dipakai Uya, dan

dianggap tidak menyalahi hukum agama. Secara teknik hipnotis yang dipakai,

Uya menggunakan kekuatan psikologis. Itu tidak bertentangan dengan agama.

Yang bermasalahadalah isi dari acara Uya Emang Kuta yang mungkin menghibur,

namun dengan cara yang mengumbar aib orang lain di televisi. Mengungkap aib

orang dengan tujuan menghibur inilah yang dianggap haram

(http://kampungtki.com/baca/27689).

Dari berbagai uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan konsep sikap. Sikap menurut Severin dan Tankard (2005,

p.177) merupakan rangkuman evaluasi terhadap objek sikap dimana evaluasi

rangkuman rasa suka atau tidak suka terhadap objek sikap adalah inti dari sikap.

(18)

di SCTV. Komponen afektif meliputi ketertarikan atau kesukaan mengenai

mengikuti segmen demi segmen yang ditampilkan oleh “Uya Emang Kuya” di

SCTV dan konatif yaitu kecenderungan perubahan perilaku pemirsa terhadap

acara “Uya Emang Kuya” di SCTV apakah akan menjadi pihak yang pro atau

yang kontra. Sikap yang dimaksud adalah bagaimana respon masyarakat Surabaya

setelah melihat tayangan acara “Uya Emang Kuya” di SCTV.

Dipilihnya Surabaya sebagai lokasi penelitian disebabkan karena selama

bulan Pebruari 2010, Surabaya telah dua kali menjadi lokasi syuting acara “Uya

Emang Kuya” yaitu berlokasi di Plaza Tunjungan III. Dengan demikian dapat

diasumsikan bahwa animo masyarakat Surabaya mengenai keberadaan dan

penayangan acara ini cukup besar.

Dipilihnya masyarakat Surabaya sebagai responden dalam penelitian ini

dikarenakan kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur, merupakan kota

terbesar kedua setelah Jakarta, dengan jumlah penduduk metropolisnya yang

mencapai 3 juta jiwa, Surabaya merupakan kota bisnis, industri dan pendidikan.

Dengan kondisi perekonomian yang sedemikian rupa maka masyarakat Surabaya

sebagai pusat perekonomian di Jawa Timur dan sekitarnya, keragaman sosial

budaya, agama, dengan keaneragaman tersebut menjadikan masyarakat Surabaya

berbeda karakteristik, pola pikir dan lain-lain. Masyarakat yang rata-rata bekerja

dalam bidang jasa, industri maupun dalam bidang perdagangan. masyarakat

Surabaya yang dijadikan responden yaitu masyarakat yang berusia minimal 17

tahun. Dipilihnya masyarakat dengan kategori usia minimal 17 tahun karena pada

(19)

intensif perkembangan intelektual membangun macam-macam fungsi baik psikis

dan rasa ingin tahu serta bercorak sosial.

Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, maka judul dalam penelitian

ini adalah ”Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Tayangan Uya Emang

Kuya Di SCTV”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka

permasalahan yang dapat dirumuskan adalah bagaimanakah sikap masyarakat

Surabaya terhadap tayangan Uya Emang Kuya di SCTV ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian adalah untuk

mengetahui sikap masyarakat Surabaya terhadap tayangan ”Uya Emang Kuya” di

SCTV.

1.4. Kegunaan Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Secara Teoritis

Hasil penelitian diharapkan bermanfaat untuk memperkaya kajian ilmu

komunikasi, khususnya pengaruh media elektronik yaitu televisi terhadap

pemirsa dan lebih melengkapi khasanah ilmu pengetahuan.

b. Secara Praktis

Dapat menjadi masukan bagi para produsen untuk dapat lebih berkembang

(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1 Televisi Sebagai Media Massa

Televisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siaran (Televisi

Broadcast) yang merupakan media elektronik dan memiliki ciri-ciri yang

berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum,

sasarannya menimbulkan keserempakan dan komunikannya heterogen (Effendy,

1993:17).

Televisi secara umum adalah melihat jauh, hal ini sesuai dengan

kenyataannya bahwa saat sekarang kita dapat melihat siaran langsung dari Jakarta

atau kata-kata lain dari rumah masing-masing. Dengan demikian televisi adalah

salah satu media massa yang memancarkan suara dan gambar yang berarti sebagai

reproduksi dari kenyataan yang disiarkannya melalui gelombang-gelombang

elektronik, sehingga dapat diterima oleh pesawat penerima di rumah (Effendy,

1993:10).

Menurut Sastro (1992:23) menyatakan bahwa dari beberapa media massa

yang ada, televisi merupakan media massa elektronik yang paling akhir

kehadirannya. Meskipun demikian televisi dinilai sebagai media massa yang

paling efektif saat ini dan banyak menarik simpatik kalangan masyarakat luas

karena perkembangan teknologinya begitu cepat. Hal ini disebabkan oleh sifat

(21)

relatif tidak berbatas dengan modal audio visual yang dimiliki siaran televisi

sangat komunikatif dalam memberikan pesannya karena itulah televisi sangat

bermanfaat sebagai upaya pembentukan sikap, perilaku dan sekaligus perubahan

pola berpikir, pengaruh televisi lebih kuat debandingkan dengan radio dan surat

kabar. Hal ini terjadi karena kekuatan audio visual televisi yang menyentuh

segi-segi kejiwaan.

Sedangkan Kuswandi (1996:21-23) berpendapat bahwa munculnya media

televisi dalam kehidupan manusia, memang menghadirkan suatu peradaban,

khususnya dalam proses komunikasi dan informasi setiap media massa jelas

melarikan satu efek sosial yang bermuatan perubahan nilai-nilai sosial dan budaya

manusia. Kemampuan televisi dalam menarik perhatian massa menunjukkan

bahwa media tersebut menguasai jarak secara geografis dan sosiologis. Daya tarik

media televisi sedemikian besar sehingga pola dan kehidupan manusia sebelum

muncul televisi, berubah total sama sekali. Pengaruh daripada televisi lebih kuat

dibandingkan dengan radio dan surat kabar. Hal ini terjadi karena kekuatan audio

televisi yang menyentuh segi-segi kejiwaan pemirsa. Pada intinya media televisi

yang menyentuh segi-segi kejiwaan pemirsa. Pada intinya media televisi telah

menjadi cerminan budaya tontonan bagi pemirsa dalam era informasi dan

komunikasi yang semkin berkembang pesat. Kehadiran televisi menembus ruang

dan jarak geografis pemirsa.

Media televisi adalah termasuk dalam salah satu media massa yang

(22)

mempunyai daya tarik sendiri bagi yang menontonya seperti sebagai hiburan.

Serta dapat menginspirasi seseorang dalam hal-hal positif maupun negatif.

2.1.2 Dampak Media Televisi

Menurut Kuswandi (1996:98), ada tiga dampak yang di timbulkan dari

acara televisi terhadap pemirsa yaitu:

1. Dampak kognitif, yaitu kemampuan seseorang atau pemirsa untuk menyerap

dan memahami acara yang di tayangkan televisi yang melahirkan penetauan

bagi pemirsa.

2. Dampak peniruan, yaitu pemirsa di hadapkan pada tragedi aktual yang di

tayangkan televisi. Dalam penelitian ini tayangan acara Mario Golde Ways

dapat berdampak positif untuk masyarakat karena acara tersebut memberi

motivasi kepada pemirsa untuk bisa lebih baik.

3. Dampak perilaku yaitu proses tertanamnya nilai-nilai sosial budaya yang

telah di tayangkan acara televisi yang di terapkan dalam kehidupan pemirsa

sehari-hari.

Namun pada kenyataannya apa yang telah diungkapkan di atas hanya

bersifat teori. Sementara dalam prakteknya terjadi kesenjangan yang tajam.

Banyak acara televisi yang di konsumsikan bagi orang dewasa ternyata di tonton

oleh anak-anak.

Dalam kondisi sekarang, studi mengenai efek sesungguhnya telah sejak

awal diarahkan kearah tertentu, studi mempelajari efek dari proses sosialisasi

atau efek dari praktek menegakkan atau pelanggaran normas,norma sosial seperti

(23)

dari dari reaksi politik atau kultural ekonomi. Sebagai contoh bebrapa dampak

yang dapat ditimbulkan dari menonton televisi, misalnya menonton dampak

kekerasan menonton kekerasan di media massamerupakan suatu faktor bagi

munculnya perilaku agresif, pandangan yang lebih minoritas bahwa efek

menonton kekerasan di televisi bersifat katartis dan lain sebagaianya (Williams,

2009:167).

2.1.3 Program Televisi

Televisi sebagi salah satu media massa yang mempunyai daya tarik

tersendiri karena sifatnya yang audio visual. Fungsi media televisi ini bagi

masyarakat, sebagai media informasi, media pendidikan, media kebudayaan,

media hiburan dan media promosi yang diajukan kepada khalayak pemirsa baik

secara aktif maupun pasif. Televisi merupakan salah satu budaya populer yang

menampilkan berbagai informasi secara cepat dan efektif. Keadaan program acara

televisi sekarang ini yang didominasi dengan acara hiburan, banyak stasiun

televisi yang berlomba-lomba menayangkan tayangan bersifat hiburan, seperti

kartun, sinetron, komedi, reality show, talk show, ajang pencarian bakat/ talent

show dan masih banyak lagi.

Karena aspek yang tinggi dari TV maka tayanganpun memanjakan

kecenderungan-kecerendungan sifat ketertarikan manusia dan oleh karenanya

tayangan – tayanganya pun menjadi sangat menarik dan mempunyai daya tarik

(24)

Sedangkan menurut Williams (2009:106) program acara adalah :

1. Berita dan public Affair 2. Feature dan Dokumenter 3. Pendidikan

4. Seni dan musik

5. Program-program untuk anak-anak 6. Drama

7. Film

8. Hiburan umum 9. Olahraga 10. Agama 11. publisitas

12. Iklan-iklan komersial

Fungsi media massa sedikitnya dapat digolongkan menjadi 6 hal (Muda,

2005:10) :

1. Menyampaikan fakta, media massa menyediakan fasilitas araus informasi

dari kedua pihak, pertama mencerminkan kebutuhan dan keinginan.

2. Menyajikan opini dab analisis, sebagai mmasukkan opini orang-orang

luar, analisisi berita dilaukan oleh staf redaktur.

3. Melakukan investigasi, untuk melakukan hal ini perlu adanya

kecanggihan.

4. Hiburan, media massa televisi berfungsi sekaligus yaitu menghibur,

mendidik dan memberikan informasi.

5. Kontrol, fungsi ini dimanfaatkan oleh media kepada pemerintah dan juga

(25)

6. Analisis kebijakan, fungsi ini merupakan kecenderungan yang sedang

tumbuh pada media massa Amerika (the MacNeil/Lehrer) di mana

sajianya adalah menyoroti kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah

kemudian dianalisis oleh media tersebut dengan memberikan solusi

alternatif lain.

2.1.4 Fungsi Televisi

Televisipada pokoknya mempunyai tiga fungsi, yakni fungsi penerangan,

pendidikan dan hiburan (Effendi, 1984: 27-28)

1.Fungsi penerangan (the information function)

Dalam melaksanakan fungsinya sebagi sarana penerangan, stasiun televisi,

selain menyiarkan informasi dalam bentuk siaran pandangan mata, atau

berita yang dibacakan penyiar, dilengkapi gambar-gambar yang sudah tentu

faktual.

2.Fungsi pendidikan (the educational function)

Sesuai dengan makna pendidikan, yakni meningkatkan pengetahuan dan

penalaran masyarakat, stasiun televisi menyiarkan acara-acara tertentu secara

teratur, misalnya pelajaran bahasa, matematika, dan lain-lain.

3.Fungsi hiburan (the entertainment function)

Fungsi hiburan yang melekat pada siaran televisi sangat dominan. Sebagian

besar dari alokasi waktu siaran diisi oleh acara-acara hiburan. Hal ini dapat

(26)

beserta suaranya bagaikan kenyataan, dan dapat dinikmati di rumah oleh

seluruh keluarga.

2.1.5 Format Acara Televisi

Penayangan sebuah program acara televisi bukan hanya bergantung pada

konsep penyutradaraan atau kreativitas penulisan naskah, melainkan sangat

bergantung pada kemampuan profesionalisme dari seluruh kelompok kerja di

dunia broadcast dengan seluruh mata rantai divisinya.

Format acara televisi adalah sebuah perencanaan dasar dari suatu konsep

acara televisi yang akan menjadi landasan kteativitas dan desain produksi yang

akan terbagi dalam berbagai kriteria utama yang disesuaikan dengan tujuan dan

target pemirsa acara tersebut (Naratama, 2004:62).

Menurut Naratama (2004:64) ada tiga bagian dari format acara televisi

yaitu, Drama, Non drama, dan berita oleh raga.

1. Fiksi (Drama)

Format acara televisi yang diproduksi dan dicipta melalui proses imajinasi

kreatif dari kisah-kisah drama atau fiksi yang direkayasa dan dikreasi ulang.

Format yang digunakan merupakan intepretasi kisah kehidupan yang

diwujudkan dalam suatu runtutan cerita dalam sejumlah adegan.

Adega-adegan tersebut akan menggabungkan antara realitas kenyataan hidup dengan

fiksi atau imajinasi khayalan para kreatornya

2. Nonfiksi (Nondrama)

Format acara televisi yang diproduksi dan dicipta melalui proses pengolahan

(27)

khayalan. Nondrama bukanlah suatu runtutan certita fiksi dari setiap

pelakunya. Untuk itu format-format program acara nondrama merupakan

sebuah runtutan pertunjukan kreatif yang mengutamakan unsur hiburan yang

dipenuhi dengan aksi, gaya dan musik

3. Berita dan Olahraga

Format acara televisi yang diproduksi berdasarkan informasi dan fakta atau

kejadian dan peristiwa yang berlangsung pada kehidupan masyrakat

sehari-hari. Format ini memerlukan nilai-nilai faktual yang disajikan dengan

ketepatan dan kecepatan waktu dimana dibutuhkan sifat liputan yang

independent.

Gambar 2.1. Bagan Format Acara Televisi

2.1.6 Program Reality Show

Menurut Vivian (2005:203) dalam bukunya “The Media of Mass

Communication” yang menyebutkan pengertian dari reality show adalah program

acara yang dibintangi oleh orang-orang yang bukan aktor dan aktris, tetapi walau

(28)

produser. Tayangan reality show juga merupakan salah satu tipe tayangan hiburan

televisi selain situation comedy, episodic drama, soap opera, quiz shows, dan

late-night dhows (Vivian, 2005:203).

Acara rekayasa realita atau dikenal juga sebagai reality show adalah salah

satu jenis program acara TV dimana pendokumentasian rekyasa realitas

berlangsung tanpa skenario dengan menggunakan pemain dari khalayak umum

biasa (tidak menggunakan artis).

Perkecualiannya adalah bila acara tersebut mengenai kehidupan artis,

maka yang didokumentasikan adalah kehidupan nyata bagaimana artis tersebut

menjalani hari-harinya. Acara ini biasanya ditayangkan secara berseri.

Pengkategorian format reality show dibagi dalam tujuh jenis, yaitu :

1. Documentary-style

Dalam banyak tayangan reality show, kamera dan pemirsa diposisikan

sebagai sesuatu yang pasif dalam mengikuti orang lain dalam sifat-sifat

kesehariannya maupun aktivitas profesionalnya. Tayangan jenis ini

menawarkan situasi dimana tidak ada peranan naskah sama sekali, lokasi

sesungguhnya, dan juga tidak ada tugas-tugas yang diberikan pada pemainnya.

Walaupun pada akhirnya plotnya akan diurutkan pada proses editing.

Tayangan reality show documentary style mencakup special living enviroment,

celebrity reality, dan professional activities.

2. Game shows

Program reality show ini, ’menempatkan’ pendukung acara sebagai

(29)

‘lingkungan’ tersebut peserta akan berkompetisi dalam sebuah permainan

(fisik dan logika yang telah disusun oleh produser acara. Nantinya, peserta

yang memenangkan permainan akan mendapatkan hadiah dan juga dukungan

dari penonton. Agar ada ‘kedekatan’ antara penonton dan peserta, maka

aktivitas dari masing-masing peserta akan ditayangkan di televisi. Sehingga

melalui kamera pengawas yang sudah terpasang di lokasi tersebut, penonton

juga ikut terlibat mengawasi dan ‘mengenal’ masing-masing peserta. Melalui

proses eliminasi, penonton menjadi ‘juri’ dan ‘berkuasa’ untuk menyingkirkan

peserta yang tidak disukai dan mempertahankan peserta yang diidolakan atau

di jagokan. Tayangan reality show jenis game show mencakup dating based

competition, job search, dan sports.

3. Self-improvement/ makeover

Tayangan ini menawarkan taraf hidup seseorang atau kelompok orang

tertentu. Biasanya, para peserta tayangan ini akan dikontrak sepanjang musim

sampai selesainya tayangan ini. Dalam tayangan ini, pada awalnya para

peserta akan diceritakan lingkungannya sebelum mengikuti acara ini, setelah

itu para peserta akan ditemukan dengan para ahli yang akan memandu mereka

untuk meningkatkan atau membuat sesuatu dalam hidup mereka menjadi lebih

baik. Para ahli tersebut akan membantu mereka dan mendukung para peserta

supaya mencapai hal yang diinginkannya dala acara tersebut. Di akhir acara,

para peserta akan dikembalikan pada lingkungan asalnya dan akan terlihat

ekspresi nyata dari keluarga dan teman-teman mengenai perubahan yang

(30)

4. Dating shows.

Program reality show ini adalah untuk mencari jodoh. Melalui

serangkaian tahap seleksi yang dilakukan. Maka pada akhirnya, akan terpilih 1

(satu) orang yang dirasa cocok.

5. Talk shows

Walaupun format jenis ini masih menggunakan format tradisional

dimana terdapat seorang pembawa acara yang akan mewawancarai bintang

tamu mengenai topik-topik tertent, namun para produser tetap berusaha untuk

meningkatkan format ini dengan mengangkat topik-topik yang masih hangat

di bicarakan di tengah-tengah publik.

6. Hidden Camera

Pengambilan gambar kamera tersembunyi dilakukan secara

diam-diam, tanpa sepengetahuan orang tersebut. Sehingga kejadian yang

ditampilkan pada layar televisi adalah spontanitas atau reaksi sebenarnya.

Reaksi dari orang-orang yang gambarnya diambil untuk hidden camera

bermacam-macam, marah, sedih, tertawa, dan secara tidak langsung hidden

camera juga “bisa” mengungkap rahasia atau kehidupan pribadi seseorang

tanpa sepengetahuan orang tersebut.

7. Hoaxes

Dalam hoax reality show, seluruh acara adalah sebuah olok-olokan atau

mengerjai satu atau beberapa orang yang sadar bahwa mereka tampil dalam

acara reality show atau yang benar-benar tidak sadar kalau mereka sedang

dikerjai. Walaupun hampir sama dengan format hidden camera, namun format

(31)

Dalam penyajiannya acara reality show ini terbagi menjadi 3 jenis yaitu:

1. Docusoap (dokumenter dan soap opera) yaitu gabungan dari rekaman asli dan

plot. Di sini penonton dan kamera menjadi pengamat pasif dalam mengikuti

orang-orang yang sedang menjalani kegiatan sehari-hari mereka, baik yang

professional maupun pribadi. Dalam hal ini produser menciptakan plot

sehingga enak ditonton oleh pemirsa. Para kru dalam proses editing

menggabungkan setiap kejadian sesuai dengan yang mereka inginkan

sehingga akhirnya terbentuk cerita berdurasi 30 menit tiap episode.

2. Hidden Camera yaitu sebuah kamera tersembunyi merekam orang-orang

dalam situasi yang sudah di-set.

3. Reality Game Show yaitu sejumlah kontestan yang direkam secara intensif

dalam suatu lingkungan khusus guna bersaing memperebutkan hadiah. Fokus

dari acara ini para kontestan menjalani kontes dengan penuh tipu muslihat,

sampai reaksi yang menang dan kalah.

2.1.7 Program Uya Emang Kuya

Tayangan program acara Uya Emang Kuya, yang menampilkan orang yang

dihipnotis dan berbicara tentang unek-uneknya di bawah alam sadar mereka.

Dalam ilmu hipnotis modern, muncul teknik menggunakan kekuatan psikologi

dan eksplorasi kemampuan diri manusia. Teknik termodern inilah yang dipakai

Uya. Secara teknik hipnotis yang dipakai, Uya menggunakan kekuatan psikologis.

isi dari acara Uya Emang Kuya yang mungkin menghibur, namun dengan cara

yang mengumbar aib orang lain di televisi. Namun, tayangan yang muncul setiap

(32)

hiburan. Sayangnya, di dalam proses menghibur ini, orang yang dihipnotis selalu

mengungkap aib seseorang atau aib diri sendiri. Nah, mengungkap aib orang

dengan tujuan menghibur. Dalam kaitan mengungkapkan aib diri sendiri dan

orang lain, Seseorang yang sepakat dihipnotis oleh Uya, berarti sepakat untuk

mengungkap aib diri atau orang lain. Apalagi aib itu kemudian disebarluaskan

lewat tayangan televisi

(http://ruanghati.com/2011/03/25/acara-tv-hipnotis-uya-kuya-haram-ditonton-karena-mengumbar-aib/).

2.1.8 Sikap

Dalam ilmu psikologi sosial, sikap banyak sekali diteliti, mulai dari teori,

konstruksi, konsep hingga pengukurannya. Berikut ini adalah beberapa definisi

mengenai sikap :

a. Menurut Sutisna, Sikap adalah mempelajari kecenderungan memberikan

tanggapan pada suatu obyek atau kelompok obyek baik disenangi atau tidak

disenangi secara konsisten (Sutisna, 2003:99).

b. Menurut Sheriff, Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap

bukan sekedar rekanan masa lalu, tetapi menentukan apakah orang harus

setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai,

diharapkan dan diinginkan mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa

yang harus dihindari (Rakhmat, 1999 : 40).

c. Menurut Berkowitz, Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.

Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung

(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau memihak (unfavorable)

(33)

d. Menurut Rakhmat, Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi.

Berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap

bukan perilaku tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan

cara-cara tertentu terhadap objek sikap (Rakhmat, 1999 : 39 – 40).

Dari definisi diatas dapat terlihat bahwa manifestasi sikap tidak dapat

langsung dilihat, tetapi harus terlebih dahulu ditafsirkan sebagai tingkah laku yang

masih tertutup. Selain itu pengertian sikap juga menunjukkan konotasi adanya

kesesuaian reaksi terhadap kategori stimulus tertentu dan dalam penggunaan

praktis, sikap seringkali diharapkan dengan rangsang sosial dan reaksi yang

bersifat emosional. Jadi, sikap adalah rangkuman evaluasi terhadap objek sikap

kita. Evaluasi rangkuman rasa suka atau tidak suka terhadap objek adalah inti dari

sikap.

Sikap dapat terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar. Pandangan

ini mempunyai dampak terapan, yaitu bahwa berdasarkan pendapat ini, bisa

disusun berbagai upaya (pendidikan, pelatihan, komunikasi,penerangan dan

sebagainya) untuk mengubah sikap seseorang. (Sobur, 2004: 62). Artinya melalui

media komunikasi dapat dilakukan perubahan sikap seseorang.

Orang-orang yang berusaha membujuk orang lain perlu memerhatikan

dasar sikap yang dipegang itu apabila mereka berusaha mengubahnya. Bagi

sejumlah orang komponen kognitif (rasional) dari sikap mungkin adalah yang

paling kuat. Sedangkan bagi orang lain, yang paling kuat adalah komponen afektif

(emosional) sikap.

Sikap dan perilaku adalah suatu hal yang berbeda. Perilaku (behavior)

(34)

reaksi dan gerakan tubuh saja, melainkan juga pernyataan-pernyataan verbal dan

pengalaman subjektif (Bungin, 2005 : 27-27). Dengan demikian perilaku tersebut

dapat diketahui dengan tindakan-tindakan yang nyata dan juga ucapan atau

pikiran-pikiran. Mar’at dalam Dayakisni (2003 : 96) menjelaskan bahwa pada

hakekatnya sikap adalah merupakan suatu interaksi dari berbagai komponen,

dimana komponen-komponen tersebut ada tiga, yaitu:

1. Komponen Kognitif

Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang

dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian

akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tertentu.

2. Komponen Afektif

Yaitu yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya

evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau system

nilai yang dimilikinya.

3. Komponen Konatif

Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan

dengan obyek sikapnya.

Efek kognitif adalah yang timbul pada komunikan yang menyebabkan dia

menjadi tahu atau meningkat intelektualnya. Disini pesan yang disampaikan

komunikator ditujukan kepada pikiran si komunikan. Dengan perkataan lain,

tujuan komunikator hanyalah berkisar pada upaya mengubah pikiran diri

komunikan. Efek afektif lebih tinggi kadarnya daripada efek kognitif. Disini

tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi tergerak

(35)

takut, cemas, gembira, marah, dan sebagainya. Yang paling tinggi kadarnya

adalah efek behavioral, yaitu yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku,

tindakan, atau kegiatan.

Adapun pengaruh media massa tidak harus langsung terlihat, namun

terpaan yang berulang-ulang pada akhirnya dapat mempengaruhi sikap dan

tindakan masyarakat. (Mulyana, 1999: 143) Sedangkan tolak ukur terjadinya

pengaruh terhadap sikap seseorang, dapat diketahui melalui respon atau tanggapan

yang dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu: (a) respon positif, jika seseorang

menyatakan setuju, (b) respon negatif, jika seseorang menyatakan tidak setuju, (c)

respon netral, jika seseorang tidak memberikan pendapatnya tentang suatu

obyeknya.

Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa adanya efek komunikasi

tersebut, maka terjadi perubahan sikap komunikan setelah mereka diterpa pesan

yang disampaikan oleh komunikator, sehingga dasar landasan teori yang dipakai

bukan pada adanya pengaruh (efek, dampak) komunikan, tetapi pada bentuk sikap

komunikan terhadap pemberitaan salah satu media. Jadi jika komunikasi yang di

lakukan antara komunikator dengan komunikan mempunyai efek, maka terjadi

perubahan sikap komunikan, sebaliknya jika komunikasi yang dilakukan antara

komunikator dan komunikan “gagal”, maka tidak terjadi perubahan sikap pada

komunikan. Dengan demikian dapat dipertegas bahwa untuk mengetahui sikap

(36)

2.1.9 Pemirsa Sebagai Audience

Secara universal dan sederhana khalayak media dapat diartikan sebagai

sekumpulan orang yang menjadi pembaca, pendengar, penonton, dan pemirsa

sebagai media massa atau komponen isinya. Dalam arti yang lebih ditekankan,

khalayak media ini memiliki beberapa karakteristik yaitu memiliki jumlah yang

besar, bersifat heterogen, menyebar dan anonym, serta mempunyai kelemahan

dalam ikatan organisasi sosial sehingga tidak konsisten dan komposisinya dapat

berubah dengan cepat (Mc.Quail, 1994:201).

Pemirsa merupakan sasaran komunikasi massa melalui media televisi.

Komunikasi dapat efektif, apabila pemirsa terpikat perhatiannya, tertarik

minatnya, mengerti dan melakukan kegiatan yang diinginkan komunikator. Pada

dasarnya pemirsa televisi dapat dibedakan dalam 4 hal yaitu :

1. Heterogen (aneka ragam) yakni pemirsa televisi adalah massa, sejumlah

orang sangat banyak, yang sifatnya heterogen terpencar-pencar diberbagai

tempat. Selain itu pemirsa televisi dapat dibedakan pula menurut janis

kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan taraf kehidupan, dan kebudayaan.

2. Pribadi yakni untuk dapat diterima dan di mengerti oleh pemirsa, maka isi

pesan yang disampaikan melalui televisi bersifat pribadi dalam arti sesuai

dengan situasi pemirsa saat itu.

3. Aktif yakni pemirsa bersifat aktif, mereka aktif, seperti apabila mereka

(37)

aktif, aktif melakukan interprestasi.Mereka bertanya-tanya pada dirinya

apakah yang diucapkan oleh seorang penyiar televisi benar atau tidak.

4. Selektif yakni pemirsa sifatnya selektif. Ia memilih program televisi yang

disukai (Effendy, 1990:84).

Penelitian ini difokuskan pada pemirsa televisi, yaitu masyarakat, karena

masyarakat sebagai pemirsa televisi juga mempunyai sifat yang aktif dan selektif.

Dikatakan aktif karena apabila mereka menjumpai sesuatu yang menarik dari

sebuah tayangan pada stasiun televisi, mereka berpikir aktif dan melakukan

interprestasi. Mereka bertanya-tanya pada dirinya, apakah yang diucapkan dan

dicontohkan oleh seorang penyiar televisi, benar atau tidak dan dapat diterima.

Sedangkan selektif yaitu mereka memilih program televisi yang disukainya. Jadi

tidak semua acara yang ditayangkan diberbagai stasiun televisi menjadi kesukaan

masyarakat, ada program acara yang disukai dan tidak disukai.

2.1.10 Teori SOR

Teori yang digunakan sebagai dasar penelitian ini adalah teori S-O-R yaitu

singkatan dari Stimulus-Organism-Response ini semula berasal dari psikologi.

Apabila kemudian menjadi juga teori komunikasi, tidak mengherankan karena

objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yakni manusia

yang jiwanya meliputi komponen-komponen sikap, opini perilaku, kognisi, afeksi

dan konasi.

Menurut Stimulus response ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi

(38)

kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsur-unsur dalam model

ini adalah :

b. Pesan (Stimulus, S)

c. Komunikan (Organism, O)

d. Effek (Response,R)

Dalam proses komunikasi berkenaan dengan perubahan sikap adalah aspek

‘how’ bukan ‘what’ dan ‘why’. Jelasnya how to communicate dalam hal ini how

to change the attitude, bagaimana mengubah sikap komunikasi.Dalam proses

perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah hanya jika stimulus yang

menerpa benar-benar melebihi semula.

Prof. Dr. Mar’at dalam bukunya “Sikap Manusia, Perubahan serta

Pengukurannya mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang menyatakan,

bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting, yaitu :

a. Perhatian

b. Pengertian

c. Penerimaan

Gamabar 2.2. Teori S-O-R

Stimulus

Response (Perubahan sikap) Organisme :

(39)

2.2 Kerangka Berfikir

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mengetahui sikap masyarakat

Surabaya tentang tayangan “Uya Emang Kuya” yang ditayangkan di SCTV.

Penelitian berusaha mengetahui hal tersebut diatas melalui sikap seseorang

terhadap objek yang disebabkan karena kondisi yang mempengaruhi pandangan

seseorang, latar belakang pengetahuan (frame of reference) yang berbeda, budaya

dan psikologis individu yang berbeda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

bagan dibawah ini:

Gambar 2.3. Kerangka Berfikir

Stimulus : Tayangan “Uya Emang Kuya” Mengandung muatan :

(40)

METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

3.1.1 Definisi Operasional

Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti yaitu sikap masyarakat

Surabaya terhadap Tayangan acara ”Uya Emang Kuya”.

a. Sikap

Variabel Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpikir berpersepsi, dan

merasa dalam menghadapi obyek atau ide, situasi atau nilai. Sikap ini dapat

dibedakan dalam 3 hal yakni aspek kognitif, aspek afektif dan aspek konatif

(Azwar, 2007:87).

Variasi sikap diukur berdasarkan komponen kognitif, komponen afektif,

komponen konatif yang meliputi :

Adapun indikator dari masing-masing aspek sikap yang diamati dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Aspek kognitif menunjukkan pengetahuan atau pemahaman yang dimiliki

masyarakat mengenai.

a. Masyarakat mendapatkan informasi, pengetahuan dan wawasan

tentang hal-hal baru pesan yang disampaikan oleh pembawa acara

b. Memperoleh informasi tentang hipnotis dan sulap

(41)

yang dihipnotis

e. Memperoleh pengetahuan tentang ilmu sulap

f. Memperoleh Pengetahuan tentang penyelesaian suatu masalah

2. Aspek afektif yang menunjukkan perasaan seperti kesukaan, ketertarikan,

dan kekaguman masyarakat meneganai tayangan

a. Perasaan suka terhadap tayangan “Uya Emang Kuya”

b. Ingin merasakan dihipnotis

c. Perasaan suka terhadap tema yang ditayangkan

d. Perasaan senang terhadap pernyataan orang yang dihipnotis

e. Sikap senang terhadap keramaian penontonnya

f. Sikap senang responden terhadap pertunjukkan sulap yang dimainkan

pembawa acara dalam tayangan Uya Emang Kuya

3. Aspek konatif yaitu, menunjukkan kecenderungan masyarakat dalam

menanggapi tayangan “Uya Emang Kuya”.

a. Memiliki keinginan untuk melakukan hipnotis setelah menonton

tayangan “Uya Emang Kuya”

b. Memiliki keinginan untuk belajar hipnotis setelah menonton tayangan

“Uya Emang Kuya”

c. Memiliki keinginan untuk menjadi seorang mentalis yang handal

d. Memiliki keinginan untuk lebih sering melihat tayangan reality show

“Uya Emang Kuya”

(42)

hari

3.1.2 Pengukuran Variabel

Pengukuran sikap ini diukur melalui pemberian skor dengan menggunakan modifikasi model skala likert (skala sikap). Metode ini merupakan metode penskalaan pernyataan sikap dengan menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan skalanya. Untuk melakukan penskalaan dengan model ini, responden

diberi daftar pernyataan mengenai sikap dan setiap pernyataan akan disediakan jawaban yang harus dipilih oleh responden untuk menyatakan kesetujuan dan ketidak setujuannya (Singarimbun, 1987 : 111). Pilihan jawaban masing-masing pernyataan digolongkan dalam empat macam kategori, yaitu “Sangat Tidak

Setuju” (STS), “Tidak Setuju” (TS), “Setuju” (S) dan “Sangat Setuju” (SS).

Untuk mengetahui sikap pemirsa tentang Tayangan acara ”Uya Emang

Kuya” diukur dengan alternative pilihan yang dinyatakan dalam pernyataan untuk

mengukur komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif

dinyatakan dalam jumlah skor.

Dalam pemberian skor pernyataan sikap yang bersifat mendukung atau

memihak pada objek sikap (Azwar, 1997:161), sebagai berikut:

1. Sangat Tidak Setuju (STS) = skor 1

(responden menyatakan sangat tidak setuju dengan berbagai pernyataan yang

diajukan dalam kuesioner)

2. Tidak Setuju (TS) = skor 2

(responden menyatakan tidak setuju dengan berbagai pernyataan yang

(43)

(responden menyatakan setuju dengan berbagai pernyataan yang diajukan

dalam kuesioner)

4. Sangat Setuju (SS) = skor 4

(responden menyatakan sangat setuju dengan berbagai pernyataan yang

diajukan dalam kuesioner)

Dalam penelitian ini tidak digunakan alternatif jawaban ragu-ragu (undecided) alasannya menurut Hadi (1981:20) adalah sebagai berikut :

a. Kategori undecided memiliki arti ganda, bisa diartikan belum dapat

memberikan jawaban netral dan ragu-ragu. Kategori jawaban yang memiliki arti ganda (Multi Interpretable) ini tidak diharapkan dalam instrumen.

b. Tersedianya jawaban ditengah menimbulkan kecenderungan menjawab ketengah (central tendency effect), terutama bagi mereka yang ragu-ragu akan

kecenderungan jawabannya.

c. Disediakannya jawaban ditengah akan menghilangkan banyaknya data penelitian sehingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat dijaring oleh responden.

Skoring pada penelitian ini dilakukan dengan cara menjumlahkan skor dari

setiap item dari tiap-tiap angket, sehingga diperoleh skor total dari tiap

pernyataannya tersebut untuk masing-masing individu. Selanjutnya, tiap-tiap

indikator untuk sikap diukur melalui pernyataan-pernyataan yang terdapat pada

angket. Kemudian jawaban yang telah dipilih diberi skor dan ditotal. Total skor

(44)

masing-masing kategori ditentukan dengan :

R (range) = skor tertinggi – skor terendah Jenjang yang diinginkan

Keterangan :

Range : Batasan dari setiap tingkatan

Skor Teringgi : Perkalian antara nilai tertinggi dengan jumlah item

pertanyaan

Skor Terendah : Perkalian antara nilai terendah dengan jumlah item Pertanyaan

Jenjang : 3 (Positif, Netral, Negatif)

Interval sikap sebagai berikut :

6

Jadi penentuan kategori adalah :

1. Sikap negatif = 6 – 12

Dikategorikan negatif jika pengetahuan Masyarakat rendah terhadap

Informasi yang ada dalam tayangan Uya Emang Kuya (total skor

keseluruhan jawaban responden berada pada interval 6 s/d 12).

2. Sikap netral = 13 – 18

Dikategorikan netral jika pengetahuan Masyarakat sedang terhadap

Informasi yang ada dalam tayangan Uya Emang Kuya (total skor

(45)

Dikategorikan positif jika pengetahuan Masyarakat tinggi terhadap

Informasi yang ada dalam tayangan Uya Emang Kuya (total skor

keseluruhan jawaban responden berada pada interval 19 s/d 24).

3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek

yang mempunyai kuantitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari (Sugiyono, 203:55). Populasi dalam penelitian disini adalah

masyarakat Surabaya baik laki-laki maupun perempuan yang menonton program

acara “Uya Emang Kuya” yang minimal berumur 17 tahun, karena remaja pada

masa ini memasuki masa remaja menurut kartini dan Kartono (2007:154)

perkembangan awal remaja ini diikuti dengan pertumbuhan intelektual yang

intensif perkembangan intelektual membangun macam-macam fungsi baik psikis

dan rasa ingin tahu serta bercorak sosial. Berdasarkan data BPS tahun 2010,

diperoleh informasi bahwa jumlah populasi masyarakat Surabaya yang berusia 17

tahun adalah 2.013.045 orang.

3.2.2 Sampel Dan Teknik Penerikan Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah :

(46)

di SCTV.

Dengan tingkat populasi penduduk yang besar dan keberagaman

penduduk kota Surabaya, diharapkan dapat mewakili responden secara

representatif. Oleh karena itu, penelitian ini dirasa mewakili keberagaman

masyarakat dalam menerima informasi yang disampaikan melalui media televisi.

Sedangkan Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Multistage Cluster Random Sampling yaitu pengambilan sampel jika anggota

populasi yang diteliti atau sumber data sangat luas.

Menurut Subiakto (1995), tidak ada ketentuan yang pasti mengenai ukuran

sampel, yang penting dalam hal ini representatif, namun bila populasinya cukup

banyak, agar mempermudah dapat pula dengan 50%, 25% atau minimal 10% dari

seluruh populasi (dalam Kriyantono, 2006:160).

Berdasarkan data tersebut maka untuk mengetahui jumlah sampel maka

digunakan rumus Yamane yaitu sebagai berikut : N

N. N.

N.1. N.1.

N. N. N. N.

N.2. N.2.

N.e N. N. N.

(47)

1

d = Presisi (derajat ketelitian 10%).

1 = angka konstan

Dari perhitungan dengan menggunakan rumus Slovin tersebut dapat

diketahui jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebesar 100 responden.

Langkah–langkah dalam pengambilan sampel Cluster ini adalah :

1. Langkah pertama, responden dikelompokkan berdasarkan wilayah Surabaya,

yaitu Surabaya Barat, Surabaya Selatan, Surabaya Timur, Surabaya Timur,

kemudian dirandom (acak), terpilih wilayah Surabaya Timur dan Surabaya

Pusat.

2. Langkah kedua, responden dikelompokkan berdasarkan wilayah kecamatan

yang ada pada Surabaya Timur dan Surabaya pusat, kemudian dirandom

maka terpilih untuk Surabaya Timur adalah Kecamatan Gunung Anyar dan

Kecamatan Tenggilis Mejoyo dan untuk Surabaya Pusat terpilih Kecamatan

Genteng dan Kecamatan Tegalsari.

3. Langkah ketiga, responden dikelompokkan berdasarkan wilayah kelurahan

(48)

Kecamatan Tenggilis Mejoyo adalah Kelurahan Kutisari dan Kelurahan

Kendangsari. Kecamatan Gunung Anyar adalah Kelurahan Rungkut

Menanggal dan Kelurahan Rungkut Tengah dan Kecamatan Genteng adalah

Kelurahan Genteng dan Kelurahan Kapasari, sedangkan Kecamatan Tegalsari

adalah Kelurahan Keputran dan Kelurahan Dr. Soetomo.

Tabel 3.1.

Jumlah Sampel Untuk Keseluruhan Surabaya

No Wilayah

Surabaya Kecamatan Kelurahan

Jumlah

Tegalsari DR. Soetomo

15.361 Rungkut Menanggal 10.242 Gunung Anyar

Rungkut Tengah 9.922

Kutisari 16.647

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) (2010)

Untuk lebih rincinya jumlah masyarakat dari beberapa Kelurahan yang akan

dilakukan penarikan sampel berdasarkan wilayah tiap-tiap Kelurahan dengan

menggunakan rumus adalah sebagai berikut :

ni =

N Nixn

(49)

ni : jumlah sampel masyarakat Surabaya yang berusia minimal 17 tahun dari

beberapa Kelurahan

Ni : ukuran stratum ke 1

N : jumlah masyarakat Surabaya yang berusia minimal 17 tahun dari delapan

Kelurahan

n : jumlah sampel yang telah ditentukan

1. Kelurahan Genteng

5. Kelurahan Rungkut Menanggal

6. Kelurahan Rungkut Tengah

(50)

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data untuk penelitian ini menurut cara memperolehnya,

dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, dengan melakukan pengumpulan data

primer, kedua dengan melakukan pengumpulan data sekunder.

1. Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung langsung dari responden.

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara pada responden

dengan berdasarkan kuisioner yang terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang

terutup dan yang terbuka.

2. Data sekunder adalah data yang tidak dapat langsung diperoleh dari lapangan.

Data sekunder dikumpulkan melalui sumber-sumber informasi kedua, seperti

perpustakaan, pusat pengelolahan data, pusat penelitian, dan lain sebagainya.

Data sekunder ini akan digunakan sebagai data penunjang untuk melakukan

(51)

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabel frekuensi yang

digunakan untuk menggambarkan data yang diperoleh dari hasil penyebaran

kuesioner yang diisi oleh responden.

Data yang diperoleh dari hasil kuesioner selanjutnya akan diolah untuk

mendiskripsikan. Pengolahan data yang diperoleh dari hasil kuesioner terdiri dari:

mengedit, mengkode, dan memasukkan data tersebut dalam tabulasi data untuk

selanjutnya dianalisis secara deskriptif setiap pertanyaan yang diajukan. Data

yang didapat dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan rumus :

100% N

F P 

Keterangan :

P : Persentase Responden

F : Frekuensi Responden

N : Jumlah Responden

Dengan menggunakan rumus tersebut maka diperoleh apa yang diinginkan

peneliti dengan kategori tertentu. Hasil perhitungan selanjutnya dilampirkan

(52)

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat SCTV

Bermula dari Jl. Darmo Permai, Surabaya, Agustus 1990, siaran SCTV

diterima secara terbatas untuk wilayah Gerbang Kertasusila (Gresik, Bangkalan,

Mojokerto, Surabaya, Sidoardjo dan Lamongan) yang mengacu pada izin

Departemen Penerangan No. 1415/RTF/K/IX/1989 dan SK No.

150/SP/DIR/TV/1990. Satu tahun kemudian, 1991, pancaran siaran SCTV meluas

mencapai Pulau Dewata, Bali dan sekitarnya.

Baru pada tahun 1993, berbekal SK Menteri Penerangan No 111/1992

SCTV melakukan siaran nasional ke seluruh Indonesia. Untuk mengantisipasi

perkembangan industri televisi dan juga dengan mempertimbangkan Jakarta

sebagai pusat kekuasaan maupun ekonomi, secara bertahap mulai tahun 1993

sampai dengan 1998, SCTV memindahkan basis operasi siaran nasionalnya dari

Surabaya ke Jakarta.

Pada tahun 1999 SCTV melakukan siarannya secara nasional dari Jakarta.

Sementara itu, mengantisipasi perkembangan teknologi informasi yang kian

mengarah pada konvergensi media SCTV mengembangkan potensi

multimedianya dengan meluncurkan situs http://www.liputan6.com,

http://www.liputanbola.com Melalui ketiga situs tersebut, SCTV tidak lagi hanya

bersentuhan dengan masyarakat Indonesia di wilayah Indonesia, melainkan juga

(53)

usahanya hingga mancanegara dan menembus batasan konsep siaran tradisional

menuju konsep industry media baru.

SCTV menyadari bahwa eksistensi industri televisi tidak dapat

dipisahkan dari dinamika masyarakat. SCTV menangkap dan

mengekspresikannya melalui berbagai program berita dan feature produksi Divisi

Pemberitaan seperti Liputan 6 (Pagi, Siang, Petang dan Malam), Buser, Topik

Minggu Ini, Sigi dan sebagainya. SCTV juga memberikan arahan kepada pemirsa

untuk memilih tayangan yang sesuai. Untuk itu, dalam setiap tayangan SCTV di

pojok kiri atas ada bimbingan untuk orangtua sesuai dengan ketentuan UU

Penyiaran No: 32/2002 tentang Penyiaran yang terdiri dari BO (Bimbingan

Orangtua), D (Dewasa) dan SU (Semua Umur). Jauh sebelum ketentuan ini

diberlakukan, SCTV telah secara selektif menentukan jam tayang programnya

sesuai dengan karakter programnya.

Dalam kurun waktu perjalanannya yang panjang, berbagai prestasi diraih

dari dalam dan luar negeri antara lain: Asian Television Awards (2004 untuk

program kemanusian Titian Kasih (Pijar), 1996 program berita anak-anak Krucil),

Majalah Far Eastern Economic Review (3 kali berturut-turut sebagai satu dari 200

perusahaan terkemuka di Asia Pasific), Panasonic Awards (untuk program berita,

pembaca berita dan program current affair pilihan pemirsa) dan sebagainya.

Semua itu menjadikan SCTV kian dewasa dan matang. Untuk itu, manajemen

SCTV memandang perlu menegaskan kembali identitas dirinya sebagai stasiun

televisi keluarga. Maka sejak Januari 2005, SCTV mengubah logo dan slogannya

(54)

menggapai sekitar lebih dari 175 juta potensial pemirsa. Dinamika ini terus

mendorong SCTV untuk selalu mengembangkan profesionalisme sumber daya

manusia agar dapat senantiasa menyajikan layanan terbaik bagi pemirsa dan mitra

bisnisnya.

SCTV telah melakukan transisi ke platform siaran dan produksi digital,

yang merupakan bagian dari kebijakan untuk secara konsisten mengadopsi

kecanggihan teknologi dalam meningkatkan kinerja dan efsiensi operasional.

Dalam semangat yang sama, kebijakan itu telah meletakkan penekanan yang

kokoh pada pembinaan kompetensi individu di seluruh aspek untuk mempertajam

basis pengetahuan seraya memupuk talenta, kreativitas dan inisiatif. Inilah kunci

untuk memperkuat posisi SCTV sebagai salah satu dari stasiun penyiaran

terkemuka di Indonesia.

Pada tahun 1962 menjadi tonggak pertelevisian Nasional Indonesia dengan

berdiri dan beroperasinya TVRI. Pada perkembangannya TVRI menjadi alat

strategis pemerintah dalam banyak kegiatan, mulai dari kegiatan sosial hingga

kegiatan-kegiatan politik. Selama beberapa decade TVRI memegang monopoli

penyiaran di Indonesia, dan menjadi “ corong “ pemerintah. Sejak awal

keberadaan TVRI, siaran berita menjadi salah satu andalan. Bahkan Dunia dalam

Berita dan Berita Nasional ditayangkan pada jam utama.Bahkan Metro TV

menjadi stasiun TV pertama di Indonesia yang fokus pada pemberitaan, layaknya

CNN atau Al-Jazeera. Pada awalnya, persetujuan untuk mendirikan televisi hanya

dari telegram pendek Presiden Soekarno ketika sedang melawat ke Wina,

(55)

bahkan untuk memlilih peralatan yang mana dari perusahaan apa, masih serba

menerka. Dalam perkembangannya, TV swasta melahirkan siaran berita yang

lebih variatif. Siaran berita yang bersifat straight news, seperti Liputan 6 (SCTV),

Metro Malam (Metro TV), dan Seputar Indonesia (RCTI) tidak jadi satu-satunya

pakem berita televisi. Kurang dalamnya straight news disiasati stasiun TV dengan

tayang depth reporting, yang mengulas suatu berita secara lebih mendalam.

Tayangan itu antara lain Metro Realitas (Metro TV), Derap Hukum dan Sigi

(SCTV) dan Kupas Tuntas (Trans TV). Sementara itu, berita kriminal mendapat

tempat tersendiri dalam dunia pemberitaan televisi, sebutlah Buser (SCTV),

Sergap (RCTI) dan Patroli (Indosiar). Tonggak kedua dunia pertelevisian adalah

pada tahun 1987, yaitu ketika diterbitkannya Keputusan Menteri Penerangan RI

Nomor : 190 A/ Kep/ Menpen/ 1987 tentang siaran saluran terbatas, yang

membuka peluang bagi televisi swasta untuk beroperasi. Seiring dengan keluarnya

Kepmen tersebut, pada tanggal 24 agustus 1989 televisi swasta, RCTI, resmi

mengudara, dan tahun-tahun berikutnya bermunculan stasiun-stasiun televisi

swasta baru, berturut-turut adalah SCTV ( 24/8/90 ), TPI ( 23/1/1991 ), Anteve (

7/3/1993 ), indosiar ( 11/1/1995 ), metro TV ( 25/11/2000 ), trans TV (

25/11/2001 ), dan lativi ( 17/1/2002 ). Selain itu, muncul pula TV global dan TV

7. jumlah stasiun televisi swasta Nasional tersebut belum mencakup stasiun

televise local – regional.

Maraknya komunitas televisi swasta membawa banyak dampak dalam

kehidupan masyarakat, baik positif atau negatif. Kehadiran mereka pun sering

(56)

informasi, namun di sisi lain mereka pun tidak jarang menuai kecaman dari

masyarakat karena tayangan-tayangan mereka yang kurang bisa diterima oleh

masyarakat ataupun individu-individu tertentu. Bagaimanapun juga, televisi telah

menjadi sebuah keniscayaan dalam masyarakat dewasa ini. Kemampuan televisi

yang sangat menakjubkan untuk menembus batas-batas yang sulit ditembus oleh

media masa lainnya. Televisi mampu menjangkau daerah-daerah yang jauh secara

geografis, ia juga hadir di ruang-ruang publik hingga ruang yang sangat pribadi.

Televisi merupakan gabungan dari media dengar dan gambar hidup ( gerak atau

live ) yang bisa bersifat politis, informatif, hiburan, pendidikan, atau bahkan

gabungan dari ketiga unsur tersebut. Oleh karena itu, ia memiliki sifat yang sangat

istimewa.

Kemampuan televisi yang luar biasa tersebut sangat bermanfaat bagi

banyak pihak, baik dari kalangan ekonomi, hingga politik. Bagi kalangan

ekonomi televisi sering dimanfaatkan sebagai media iklan yang sangat efektif

untuk memperkenalkan produk pada konsumen. Sementara, bagi kalangan politik,

televisi sering dimanfaatkan sebagai media kampanye untuk menggalang masak,

contohnya adalah, banyak pihak yang menilai kemenangan SBY di Indonesia dan

JFK di Amerika sebagai presiden adalah karena kepiawaian mereka

memenfaatkan media televisi. Belakangan, televisi pun sering dimanfaatkan oleh

pemerintah sebagai media sosialisasi sebuah kebijakan yang akan di ambil kepada

masyarakat luas, seperti yang belakangan adalah sosialisasi tentang kenaikan

harga BBM dan tarip dasar listrik. Kehadiran televisi banyak memberi pengaruh

Gambar

Gambar 2.3 Kerangka Berfikir ....................................................................................
Tabel 4.27
Gambar 2.1. Bagan Format Acara Televisi
Gambar 3.1. Bagan Multistage Cluster
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menjawab tujuan penelitian yang ketiga yaitu mengetahui risiko usahatani padi sawah lahan irigasi teknis dan petani padi sawah lahan tadah hujan dengan menggunakan

Dalam bagian akhir skrispi ini, penulis akan membuat kesimpulan dan saran yang kiranya penting diperhatikan bagi para guru PAK dalam kaitannya dengan pembinaan iman bagi para

Dapat disimpulkan bahwa 90% panelis menyatakan suka dengan penampilan “Sintetic Ribs With Mushroom Sauce”, 10% panelis menyatakan cukup suka dengan penampilan

Paling tidak kita harus menguasai empat jenis keterampilan dasar dalam komunikasi, yaitu menulis, membaca (bahasa tulisan), mendengar, dan berbicara (bahasa

sikap apatis siswa dapat tereduksi dengan baik, pada saat inilah reactive teaching perlu diterapkan. Ada empat ciri guru yang reaktif : 1) guru menjadikan siswa

Hasil penghitungan statistik menunjukan bahwa dimensi perilaku individu telah memberikan pengaruh terhadap kinerja pegawai sebesar 13,0 %. Hasil ini mengisyaratkan bahwa hipotesis

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan dalam bentuk pembinaan dan pendampingan dengan cara pemberian materi, tanya jawab dan diskusi. Metode ini dimaksudkan