• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Mohammad Rondhi, Ph.D Dosen Program Studi Agribisnis Universitas Jember D. ALAM Beberapa dekade terakhir,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Oleh: Mohammad Rondhi, Ph.D Dosen Program Studi Agribisnis Universitas Jember D. ALAM Beberapa dekade terakhir,"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PB DISTANBUN ACEH

Edisi III/2021

DISTANBUN ACEH 1

Edisi III/2021

https://twitter.com/distanbun_aceh https://facebook.com/distanbunaceh https://instagram.com/distanbun_acehprov

Email: distanbun[at]acehprov.go.id

TANI HABA

Informasi Pertanian Terbaru

EDISI III/2021

14

03 Distanbun Aceh Evaluasi Realisasi Penggunaan DBH-CHT

Dinas Pertanian dan Per kebunan (Distabun) Aceh, 30 September-1 Oktober 2021), menga dakan Pertemuan Koordinasi Se mester II Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) Tahun 2021 di Ballroom Hermes Palace Hotel, Banda Aceh.

Respons Aceh, Kementan akan Tambah Kuota Pupuk Subsidi

Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian (Kementan) RI memastikan segera melakukan realokasi (pengalokasian kembali) kuota pupuk subsidi untuk Aceh tahun ini setelah sebelumnya sempat dikurangi.

Harga Kelapa Sawit Melonjak, Petani Gembira

Dalam dua bulan terakhir, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Aceh terus meningkat. Jika sebelumnya harga beli pada tingkat pabrik kelapa sawit (PKS) di bawah Rp 2.000 per kilogram (Kg), kini melonjak hingga hampir mencapai Rp 3.000 per Kg.

04

10

Aceh Fokus Kembangkan Pertanian Berbasis Kawasan

Bangkitkan Kembali

Budidaya Cabai Secara Intensif

Ihsan, SP

(2)

2 DISTANBUN ACEH

Edisi III/2021

DISTANBUN ACEH 3

Edisi III/2021

Pembangunan Pertanian Berbasis Kawasan yang Berdaya Saing dan Kreatif

TANI OPINI

TANI HABA

PENGARAH: Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Ir. Cut Huzaimah, MP

PENANGGUNG JAWAB: Kabid Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Perkebunan Distanbun Aceh, Mukhlis, SP, MA

PEMIMPIN REDAKSI: Nurlisma, SP, MP

DEWAN REDAKSI: Sabri, S.Hut, M.Si dan Junaidi, SP SEKRETARIAT: Suryadi, S.Pt

REPORTER/LAYOUTER/ILUSTRATOR: Tim Serambi Indonesia

EMAIL: [email protected], [email protected]

Salam Redaksi

Nurlisma, SP, MP

Pemimpin Redaksi

D

ALAM Beberapa dekade ter- akhir, kita mendengar pe- ning katan importasi komo- ditas pertanian, khususnya komo ditas hortikultura dan pangan.

Tercatat dalam statistik bahwa nilai impor komoditas tersebut lebih tinggi dibanding dengan nilai ekspornya.

Pertanyaan menarik adalah mengapa Indonesia melakukan impor untuk komoditas-komoditas tersebut? Apakah Indonesia tidak melakukan produksi, atau produksi di Indonesia lebih kecil dibanding dengan negara lain, ataukah tingkat kompetisi produk dalam negeri lebih rendah dibanding dengan negara lain?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut me ngarah pada pentingnya daya saing dalam mengembangkan komoditas pertanian.

Secara geografis, pembangunan per- tanian terdistribusi dan terkonsentrasi berdasarkan sebaran wilayah. Komo- ditas pangan dan hortikultura terkon- sentrasi di Koridor Pulau Jawa, komo- ditas perkebunan terkonsentrasi di Koridor Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, sedangkan komoditas peter nakan terkonsentrasi di Koridor Indonesia Timur (Pasandaran dkk, 2015). Hal ini menunjukkan bahwa wilayah-wilayah ter sebut memiliki ke- un gulan dalam pe ngembangan komo- ditas tersebut.

Namun demikian, hal ini tidak ber arti bahwa di wilayah-wilayah ter sebut tidak ada komoditas lain yang di kem bangkan.

Misalnya, meski di Pu lau Jawa memiliki keunggulan dalam ko mo ditas pangan dan hortikultura, na mun tidak menutup kemungkinan ada pe ngembanngan komoditas lain seperti komoditas perkebunan (tembakau, ko pi, dan kakao). Begitu halnya di Pulau Sulawasi dan lain-lain. Meskipun pulau tersebut memiliki keunggulan komoditas kelapa sawit, namun di wilayah itu juga

mengembangkan komoditas hor- tikultura dengan jumlah terbatas.

Menurut pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif diketahui bahwa suatu wilayah dikatakan ung- gul jika memiliki keunggulan da lam sumber daya dan manajemen penge- lolaan. Suatu wilayah dika takan memiliki keunggulan jika wilayah tersebut secara geografis sesuai (cocok) dikembangkan komoditas tersebut, dan sebaliknya (Hayami, 2010). Artinya, komoditas karet banyak dibudidaya di Sumatera dan Kalimantan karena secara geografis komoditas tersebut sesuai untuk wilayah tersebut.

Lebih jauh lagi, pembahasan ke- unggulan kompetitif menitikberat- kan pada efisiensi penggunaan sumber daya yang sama untuk mem berikan hasil yang lebih lebih baik. Misalnya, membandingkan har ga komoditas karet di Sumatera dengan karet di Kalimantan. Hal itu dapat digunakan untuk mengetahui mana yang lebih efisien di antara dua daerah tersebut.

Konsep itu sudah diterima cukup lama dan berlaku hingga saat ini.

Pengembangan komoditas dilakukan dengan berbasis keunggulan wilayah, kelembagaan dan infrastruktur, ser ta sumber daya manusia. Suatu komo- ditas bisa jadi memiliki keunggulan wilayah, namun belum tentu memiliki efisiensi tinggi karena pengelolaan

yang tidak efisien (biaya produksi yang lebih besar). Hal ini memberikan penjelasan bahwa mengapa suatu negara masih melakukan importasi beberapa komoditas pertanian.

Biaya produksi komoditas ter tentu lebih mahal dibanding komo ditas yang sama dengan membeli dari luar. Hal ini juga tergantung pada skala produksi dan teknologi yang diusahakan. Skala produksi besar memiliki efisiensi lebih tinggi dibandingkan skala produksi yang lebih kecil.

Di lihat dari sisi konsumen, ada- nya importasi dengan harga yang lebih murah akan memberikan ke- untungan. Harga yang lebih murah akan memberikan kesejahteraan konsumen lebih tinggi dan pada gilirannya akan meningkatkan kese- jahteraan pasar. Namun dari sisi produsen, jika tidak mampu mela- kukan proses produksi dengan har- ga pasar tersebut, maka produk- sinya tidak laku di pasar, dan pada gilirannya akan menurunkan kese- jahteraan produsen. Dalam jangka Panjang, kondisi ini akan berdampak pada turunnya daya saing dan mengancam ketahanan bangsa.

Revolusi Industri 4.0 Revolusi industri 4.0 sudah me- nga rahkan adanya digitalisasi di semua sektor, termasuk sektor per- tanian mulai dari produksi hingga pemasaran. Adanya digitalisasi ini me munculkan industri kreatif yang dapat menembus pasar lintas batas negara. Dewasa ini bermunculan eksportir (importir) dengan skala bisnis kecil dan menengah dengan pangsa pasar di luar negeri.

Hal ini akan memunculkan daya saing baru pada industri berbasis perta- nian. Industri kreatif memiliki karakter spesifik yang berbeda dengan daerah lain. Beberapa contoh misalnya, kopi arabika asal daerah tertentu dengan indikasi geografis yang melekat mampu menembus pasar ekspor dengan kon- sumen tertentu di luar negeri. (*) Oleh:

Mohammad Rondhi, Ph.D Dosen Program Studi Agribisnis

Universitas Jember

M

engacu pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Nasional Berbasis Koporasi Petani, Pemerintah Aceh melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh memfokuskan diri pada pengembangan pertanian berbasis kawasan. “Pengembangan pertanian berbasis kawasan memang sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Tapi, kini kita akan lebih fokus lagi mengembangkan kawasan untuk tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan,” ujar Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Kadistanbun) Aceh, Ir Cut Huzaimah MP.

Menurutnya, ada beberapa alasan mengapa perlu dikembangkan pertanian berbasis kawasan. Di antaranya, untuk memudahkan pembinaan dan pengawalan kegiatan usaha tani. Selain itu, masing-masing komoditas baik ta- naman pangan, hortikultura, maupun perkebunan mem- punyai spesifikasi lokasi masing-masing. Jadi, berdasarkan spesifikasi lokasi itulah setiap komoditas dikembangkan

Cut Huzaimah juga menjelaskan, pengembangan pertanian berbasis kawasan sangat mungkin dilakukan di Aceh. Bahkan, ia menyakini program itu akan berhasil maksimal jika dikelola dengan baik. Sebab, menurutnya, beberapa kabupaten/kota di Aceh memiliki komoditas (baik komoditas tanaman pangan, hortikultura, maupun perkebunan) andalan yang hampir sama dengan kabupaten/

kota tetangganya.

Mengingat Aceh sebagai salah satu provinsi di Indo- nesia yang sebagian besar masyarakatnya masih menggan- tungkan kehidupan mereka pada bidang pertanian, maka pengembangan sektor ini dengan berbasis kawasan men jadi suatu keharusan. Sebab, dengan cara itu petani akan mudah mendapat pengawalan dan pembinaan, serta menerima bantuan dari pemerintah.

Seperti kita ketahui, selama ini keterbatasan prasarana dan sarana produksi serta kekurangan modal usaha sering menjadi kendala bagi petani dalam menjalankan usaha taninya. Di samping itu, keterlibatan pihak swasta dalam pengembangan sektor pertanian hingga sekarang masih sangat kurang. Karena itu, dibutuhkan usaha bersama dari semua stakeholder terkait agar semua hambatan dalam usaha tani dapat teratasi dan petani akan makin termotivasi untuk melakukan kegiatannya sehari-hari.

Jika ini terwujud, secara otomatis akan mendongkrak pendapatan petani dan akhirnya tingkat kesejahteraan mereka akan semakin baik. Hal ini kiranya perlu menjadi perhatian kita semua, terlebih di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang, di mana pertanian merupakan salah satu sektor yang bisa bertahan serta menjadi penopang ekonomi masyarakat, daerah, dan nasional. Peran serta kita semua akan menjadi ‘angin segar’ bagi petani.

Tanpa dukungan itu, bukan tak mungkin petani juga akan diterpa ‘badai’ pandemi jika wabah Corona ini tak kunjung berakhir. Sebab, jika kita hanya mengandalkan pemerintah untuk membantu sektor pertanian, sepertinya itu menjadi hal yang mustahil. Sebab, berbagai sektor lain juga membutuhkan dukungan dan bantuan dari pemerintah. (*)

Pertanian Berbasis Kawasan

Jadi Satu Keharusan

(3)

2 DISTANBUN ACEH

Edisi III/2021

DISTANBUN ACEH 3

Edisi III/2021

https://twitter.com/distanbun_aceh https://facebook.com/distanbunaceh https://instagram.com/distanbun_acehprov

TANI KARTUN

D

inas Pertanian dan Per- kebunan (Distabun) Aceh, 30 September-1 Oktober 2021), menga- dakan Pertemuan Koordinasi Se- mester II Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) Tahun 2021 di Ballroom Hermes Palace Hotel, Banda Aceh. Pertemuan rutin yang diikuti utusan kabupaten/

kota itu antara lain bertujuan untuk mengevaluasi realisasi penggunaan DBH-CTH.

Kadistanbun Aceh, Ir Cut Huzai- mah MP, mengatakan, selama ini ang garan yang berasal dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau

Distanbun Aceh Evaluasi

Realisasi Penggunaan DBH-CHT

Pada akhir tahun, kita akan lakukan kembali pertemuan koordinasi seperti ini

untuk mengevaluasi apakah penyaluran atau

penggunaan anggaran tersebut sudah sesuai dengan aturan yang ada

atau belum.”

Ir. CUT HUZAIMAH, MP Kadistanbun Aceh

diprioritaskan untuk kesehatan dan pemberdayaan ekonomi masya- rakat dengan perbandingan 50:50.

Tapi, sebutnya, untuk tahun 2021 pem bagiannya diubah menjadi un- tuk kesehatan dan penegakan hu- kum masing-masing 25 persen, serta sisanya 50 persen untuk pem- berdayaan masyarakat.

Karena itu, Cut Huzaimah me- minta kabupaten/kota pada tahun depan untuk fokus mengalokasikan 50 persen Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau untuk kesejahteraan atau pemberdayaan masyarakat.

Hal ini, menurutnya, dengan amanat Peraturan Menteri Keuangan

(PMK) Nomor 206/

PMK.07/2020 tentang Penggunaan, Pe- man tauan, dan Eva- luasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tem ba - kau. “Mohon, perha- tian kabupaten/kota agar pada tahun de- pan benar-benar me- ng alokasikan 50 per- sen DBH-CHT un tuk pemberdayaan masya- rakat,” harapnya.

Kadistanbun Aceh menye butkan, pro- gram peningkatan kese- jah teraan masyarakat dapat da pat dibiayai dengan DBH-CHT an tara lain pemberian bantuan ke pada petani tembakau, buruh tani, dan buruh pabrik, pembinaan lingkungan sosial, serta kegiatan pe ningkatan keterampilan kerja. Se telah direali- sasikan semuanya, me nurut Cut Huzaimah, pemerintah kabu paten/

kota melalui dinas terkait ha rus mempertanggungjawabkan pengu- naan dana tersebut.

“Pada akhir tahun, kita akan lakukan kembali pertemuan koor- di nasi seperti ini untuk meng- eva luasi apakah penyaluran atau

penggunaan anggaran tersebut su- dah sesuai dengan aturan yang ada atau belum. Hal ini bertujuan agar pe nyedia anggaran punya dasar da- lam menyusun alokasi anggaran un- tuk tahun depan sesuai dengan kebu- tuhan daerah,” ungkap Cut Huzaimah.

Ia berharap, ke depan komunikasi dan koordinasi pemerintah kabu paten/

kota dengan pihaknya da pat terus berlangsung dengan baik. Sehingga, jika ada kendala da lam pengelolaan anggaran da pat bersama-sama dica- rikan solusi nya. Dengan demikian, kata Cut Huzaimah, pengunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di Aceh dapat terealiasi sesuai dengan atu ran yang ada.

Cut Huzaimah juga memberi apresiasi kepada Aceh Tengah sebagai motor penggerak perolehan cukai rokok di Aceh. “Berkat pencapaian itu, tahun 2020 lalu Aceh secara umum menjadi salah satu provinsi penghasil cukai rokok di Indonesia,” jelas dia.

Hal ini, sebut Cut Huzaimah, tak terlepas dari usaha yang dilakukan oleh beberapa perusahaan di Aceh Tengah yang mampu mencukaikan rokoknya sendiri. Perusahaan itu seperti Ekspansi Gayo, Hill Gayo, dan Cerutu Gayo Mountain Cigar.

Ia juga berharap daerah-daerah penghasil tembakau lain di Aceh bisa meningkatkan produksinya dan mampu menjadi penghasil cukai hasil tembakau dan cukai rokok. (*)

(4)

4 DISTANBUN ACEH

Edisi III/2021

DISTANBUN ACEH 5

Edisi III/2021

TANI KEBIJAKAN

Respons Aceh, Kementan akan Tambah Kuota Pupuk Subsidi

P

emerintah Pusat me-

lalui Kementerian Perta- nian (Kementan) RI me- mastikan segera mela- ku kan realokasi (pengalokasian kem bali) kuota pupuk subsidi untuk Aceh tahun ini setelah sebelumnya sempat dikurangi. Jika sebelumnya dipotong sebanyak 10.199 ton, dalam realokasi ini jumlahnya menjadi 11.727 ton atau bertambah hampir 2.000 ton.

Adanya komitmen dari Kementan itu tidak lepas dari respons cepat Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh yang langsung menyurati Direktur Pupuk dan

Pestisida Direktorat Jenderal (Ditjen) Prasarana dan Saran Pertanian (PSP) setelah menerima SK pengurangan kuota pupuk subsidi tersebut.

Surat Distanbun Aceh yang isinya meminta Kementan menambah alokasi pupuk subsidi untuk Aceh, itu ikut ditembuskan kepada Anggota Komisi IV DPR RI asal Aceh, Muslim SHI MM. Bak gayung bersambut, Muslim setelah menerima surat tembusan tersebut juga langsung berkoordinasi dengan Direktur Pupuk dan Pestisida Ditjen PSP.

“Atas bantuan dan support Pak Muslim yang berkomunikasi lang- sung dengan Direktur Pupuk dan

Pestisida Ditjen PSP Kementan RI, akhirnya Pemerintah Pusat ko- mit mengalokasikan kembali kuota pupuk subsidi untuk Aceh. Ma- lah, jumlah yang akan ditambah lebih banyak dari yang dikurangi sebelumnya yaitu 11.727 ton,”

jelas Kabid Sarana dan Prasarana Distanbun Aceh, Fakhrurrazi SP MSc, beberapa hari lalu.

Karena itu, sebutnya, Kadistan- bun Aceh mewakili Pemerintah Aceh menyampaikan terima kasih kepada Anggota Komisi IV DPR RI, Muslim SHI MM. “Kadis pertanian kabupaten/

kota se-Aceh juga mengucapkan terima kasih kepada Pak Muslim atas

dukungan tersebut,” ujarnya.

Soal rincian tambahan untuk masing-masing jenis pupuk subsidi, Fakhrurrazi mengatakan, saat ini masih dalam bentuk draf dan dalam waktu dekat akan keluar SK terbaru tentang realokasi pupuk subsidi untuk semua provinsi di Indonesia. “Hal ini sesuai dengan informasi yang kami terima dari Pak Muslim. Bahkan, Direktur Pupuk dan Pestisida juga sudah juga menelepon kami untuk memberitahukan hal yang sama,” ungkap Fakhrurrazi.

Tapi, sebutnya, jika mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021, tambahan pupuk subsidi yang dibutuhkan Aceh terdiri atas pupuk urea 3.706 ton, SP- 36 sebanyak 1.325 ton, ZA sebanyak 5.006 ton, NPK sebanyak 163 ton, dan pupuk organik sebanyak 1.527 ton.

Fakhrurrazi mengungkapkan, pu puk subsidi tersebut diperun tuk- kan bagi lima subsektor per tanian yaitu tanaman Pangan (pa di, jagung, ke delai, dan lain-lain), hortikultura (bawang merah, cabai, tomat, kentang, dan lain-lain), perkebunan (kopi, ka- kao, kelapa sawit, dan lain-lain), peter-

nakan (bahan pakan ternak), serta perikanan tambak (bahan pakan ikan).

Seperti diketahui, Dirjen Pra- sarana dan Sarana Pertanian Kemen- tan RI, Ali Jamil, melalui SK Nomor 45/KPTS/RC.210/B/10 2021, tanggal 21 Oktober 2021, mengurangi kuota pupuk subsidi 2021 Aceh sebanyak 10.199 ton. Kuota pupuk subsidi yang dikurangi itu meliputi pupuk jenis urea sebanyak 3.705 ton, SP-36 sebanyak 1.325 ton, ZA 5.006 ton, dan NPK 163 ton. Sedangkan untuk pupuk organik di kurangi sebanyak 1.527 ton. (*)

... akhirnya Pemerintah Pusat komit mengalokasikan

kembali kuota pupuk subsidi untuk Aceh.

Malah, jumlah yang akan ditambah lebih banyak

dari yang dikurangi sebelumnya.”

FAKHRURRAZI, SP, M.Sc Kabid Sarana dan Prasarana Distanbun Aceh

ngan yang berimplikasi terhadap kesejahteraan petani dan nelayan melalui peningkatan produktivitas dan nilai tambah hasil pertanian dan kelautan.”

Sekretaris Distanbun Aceh, Azanuddin Kurnia SP MP, menjelaskan, Program Aceh Hebat yang dituangkan dalam Aceh Troe dan Aceh Meugo diturunkan ke bentuk yang lebih detail oleh Distanbun Aceh. Setidaknya, menurut Azanuddin, ada lima program besar spesifik di Distanbun Aceh.

Pertama, Program Penyediaan dan pengembangan sarana pertanian yang meliputi pengawasan peredaran sarana pertanian; pengawasan mu- tu, penyediaan dan peredaran be nih tanaman; serta pengelolaan sumber- daya genetic (SDG) hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme kewenangan provinsi.

Kedua, Program penyediaan dan pengembangan prasarana pertanian dengan satu kegiatan yaitu penataan prasarana pertanian. Ketiga, Program pengendalian dan penanggulangan bencana pertanian dengan satu ke giatan yaitu pengendalian dan

Kami akan terus berupaha agar pada akhir

tahun mendatang dapat mencapai target yang sudah

ditetapkan sebelumnya.”

AZANUDDIN KURNIA, SP, MP Sekretaris Distanbun Aceh

Upayakan Realisasi Program Kerja Tercapai Sesuai Target

Dinas Pertanian dan Perke- bunan (Distanbun) Aceh dalam menjalankan program dan kegiatan tahun 2021 ini tetap mengacu kepada visi misi Pemerintah Aceh yang sudah ditetapkan. Distanbun Aceh akan berupaya maksimal untuk membantu mewujudkan visi

“Terwujudnya Aceh yang damai dan sejahtera melalui pemerintahan yang bersih, adil, dan melayani”

dengan sembilan misi yang salah satunya paling berkenaan dengan Distanbun Aceh yaitu “Menjamin kedaulatan dan ketahanan pa-

penangu langan bencana pertanian provinsi.

Keempat, Program perizinan usaha pertanian dengan satu kegiatan yaitu penerbitan izin usaha pertanian yang kegiatan usahanya dalam daerah kabupaten/kota. Kelima, Program penyuluhan pertanian dengan tiga kegiatan yaitu pengembangan kete- nagaan penyuluh pertanian, pe ngem- bangan penerapan penyuluh per- tanian, dan pengembangan kapasitas kelembagaan ekonomi petani berbasis kawasan.

Kelima program besar tersebut, menurut Azanuddin, dilaksanakan oleh 11 unit eselon tiga bersama SMK- PP Saree (Aceh Besar), Kutacane (Aceh Tenggara), dan Bireuen. Berdasarkan indikator kinerja utama (IKU), pening- katan produksi masih menjadi skala prioritas. Sedangkan sektor lain, sam bungnya, menjadi pendukung untuk meningkatkan nilai tambah yang pada akhirnya bisa meningkatan pen dapatan petani khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Sampai awal November 2021, sebut Azamuddin, capaian program

dan kegiatan Distabun Aceh secara umum baru mencapai 56,53 persen (Rp. 143.457.799.003) dari rencana 95 persen pada akhir Desember nanti. “Kami akan terus berupaha agar pada akhir tahun mendatang dapat mencapai target yang sudah ditetapkan sebelumnya,” ungkap pria yang akrab disapa Azan, ini.

Azan mengungkapkan, berbagai tantangan dan hambatan--baik kon disi lapangan maupun hal lain-- ditemu kan pihaknya dalam melak- sanakan program kerja. “Insyaa Allah secara perlahan bisa kita atasi dengan tetap berpegang kepada aturan yang berlaku. Kami menyadari bahwa banyak harapan masyarakat terhadap sektor pertanian khususnya pada ketahanan pangan, apalagi ditengah masa pendemi ini,” timpalnya.

Ia juga bersyukur karena pandemi Covid-19 secara perlahan sudah menunjukkan tren menurun, walau semua pihak masih tetap harus waspada. Pada beberapa kondisi, kata Azan, wabah Corona tak terlalu berarti bagi sebagian petani khususnya bagi petani sawit. “Tren harga terus

menunjukkan peningkatan bahkan sebagian sudah berkisar 3.000 rupiah per kilogram. Ini tentu sangat membahagiakan kita,” ucap Dia.

Terkait dengan fokus kegiatan, Azanuddin mengatakan, pada sub- sek tor perkebunan, Distanbun Aceh masih fokus pada tanaman 5K (Kelapa Sawit, Kopi, Kakao, Kelapa Dalam, dan Karet) serta PLNCT (Pala, Lada, Nilam, dan Tembakau) baik yang bersumber dari APBA, APBN, maupun BPDPKS (khusus sawit yang langsung dikelola oleh kelompok tani/gapkotan/koperasi).

“Programnya tak semua bersifat pengembangan, tapi ada juga pemeliharaan dan replanting atau penanaman kembali,” ujar Azan.

Sedangkan pada subsektor hortikultura tanaman, tambah Azanuddin, masih fokus pada bawang merah dan cabai merah serta tanaman buah-buahan seperti durian, mangga, rambutan, kelengkeng, dan lain-lain. “Adapun pada subsektor tanaman, kita masih fokus pada komoditas startegis yaitu padi dan jagung serta sedikit kedelai. Padi dan jagung masih menjadi primadona para petani dalam melakukan usaha taninya,”

demikian Sekretaris Distanbun Aceh, Azanuddin Kurnia SP MP. (*)

Distanbun Aceh menggelar pertemuan evaluasi kegiatan pupuk bersubsidi tahun 2021.

(5)

4 DISTANBUN ACEH

Edisi III/2021

DISTANBUN ACEH 5

Edisi III/2021

https://twitter.com/distanbun_aceh https://facebook.com/distanbunaceh https://instagram.com/distanbun_acehprov

TANI EDUKASI

S

ejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kasus pertama Covid-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020 lalu, berbagai sektor kehidupan--tak terkecuali dunia pendidikan--ikut menerima dampak negatif dari wabah tersebut. Seiring berjalannya waktu dan virus Corona makin mengancam keselamatan masyarakat, sejak 16 Maret 2020 hampir semua sekolah di Indonesia diliburkan sementara.

Pandemi Covid-19 membuat sistem pelaksanaa kegiatan belajar mengajar (KBM) pada semua jenjang pendidikan berubah dari tatap muka di kelas menjadi belajar secara online, dalam jaringan (daring), belajar dari rumah (BDR),

Berhasil mengembangkan pro duk dari jeruk dengan ber- bagai varian, Muhammad Amin SP MP, Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Pembangunan Per- tanian (SMK-PP) Negeri Saree, Aceh Besar, lulus dengan “sa ngat memuaskan” dalam Pen didikan dan Pelatihan (Diklat) Peningkatan Kapabilitas Mana jerial Kepala SMK Berbasis Indus tri. Diklat itu dilaksanakan oleh Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) Kemen terian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemenris tekdikti).

“Alhamdulillah lulus dan tentu ini menjadi suatu kebanggaan

Produk Jeruk Antar Muhammad Amin Jadi yang ‘Terbaik’ pada Diklat di Bogor

ba gi saya, karena bisa mengikuti diklat kepala sekolah hasil seleksi Kemendikbudristek,” ujarnya.

Me nurut Muhammad Amin, di- klat tersebut berlangsung pada 5 Oktober-9 Desember 2020 di Bogor dengan waktu 549 jam pelajaran.

Diklat dilaksanakan secara daring 20 hari dan luring 50 hari.

Dalam kegiatan itu, se but Amin, dirinya mempro mosikan empat jenis produk prototype untuk usaha yang dipresentasikan di depan dosen Universitas Indonesia (UI) Jakarta.

“Mereka juga sa ngat antusias, karena sa ya membawa produk yang dihasilkan langsung dari se kolah.

Dewan juri sangat bang ga,” katanya bangga.

Muhammad Amin mem bawa produk ke diklat itu tak hanya sekadar jeruk yang bisa dikonsumsi dalam ben tuk buah, namun bisa juga dikonsumsi dalam bentuk ola han turunan berbagai va rian.

“Olahan turunannya se perti sirup dan minyak dari kulit jeruk. Kami memproduksinya di se kolah,” ung- kap Amin.

Selama pelatihan, sebutnya, pe serta dilatih menyusun program

se kolah, cara melahirkan produk, serta bekerja sama dengan industri- industri dan mitra perbankan. “Saya berharap, dengan capaian ini bisa membagikan ilmu kepada sekolah lain yang ada di Aceh, sehingga kita bisa maju bersama. Kami ingin jadikan SMKPP Negeri Saree menjadi pusat centre of excellent,” pungkas Muhammad Amin.

Untuk diketahui, Muhammad Amin juga sudah melakukan pre sen- tasi secara online dalam kegiatan New Teaching Factory 2021 Pitching Nation yang dilaksanakan Di rektorat Pembinaan SMK pada 30 Juli 2021.

Karena berhasil lolos pada tahap 1, ia juga sudah menyampaikan pre sentasi tahap kedu. Sekarang tinggal menunggu penilaian dari 18 juri professional. Dari 120 SMK yang ikut serta, setelah diseleksi beberapa tahap kini tinggal 60 SMK se-Indonesia. (*)

SMK-PP Saree Ciptakan Aneka Produk Berbahan Lemon

Adapun produk yang dihasilkan bahan dasar lemon antara lain minyak atsiri, minyak wangi, lemon

fresh, sirup lemon, dan eco farming yang digunakan

untuk pupuk.”

MUHAMMAD AMIN, SP, MP Kepala SMK-PP Negeri Saree

dan bahkan terakhir muncul istilah pembelajaran jarak jauh (PJJ). Meski demikian, proses kegiatan belajar mengajar tidak boleh berhenti dan tak boleh menyurutkan semangat semua warga sekolah. Guru harus terus memberikan ilmu yang dimilikinya kepada peserta didik sekali pun secara daring.

Seperti halnya yang dilakukan oleh tenaga kependidikan di Sekolah Menengah Kejuruan Pembangunan Pertanian (SMK-PP) Negeri Saree, Aceh Besar. Pandemi Covid-19 bukan halangan untuk ‘cikgu’ di sekolah yang berlokasi di Jalan Banda Aceh-Medan, itu untuk terus memotivasi dan memberi semangat kepada siswanya agar berinovasi dan menghasilkan suatu karya yang

bermanfaat.

Kepala SMK-PP Negeri Saree, Muhammad Amin SP MP, mengungkapkan, salah satu prestasi membanggakan yang ditoreh guru dan siswa di sekolah yang dipimpinnya pada masa pandemi Covid-19 ini adalah, mereka mampu menciptakan berbagai jenis produk dari bahan baku lemon yang banyak ditanam di sekolah tersebut.

Produk-produk dari lemon hasil kreasi siswa dan guru tersebut, kata Amin, sudah layak jual karena dalam memproduksinya mereka bekerja sama dengan Seameo Beotrop yang berpusat di Bogor, Jawa Barat.

Adapun produk yang dihasilkan bahan dasar lemon, sebut Amin, antara lain minyak atsiri, minyak

wangi, lemon fresh, sirup lemon, dan eco farming yang digunakan untuk pupuk.

Amin menjelaskan, selain lemon dan kini diolah menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomis, SMK-PP Negeri Saree juga membudidaya buah-buahan lain seperti jeruk dan sirsak. Hasil itu tidak hanya dijual dalam bentuk buah-buahan saja, tapi ada yang diolah hingga menjadi produk turunan seperti minyak atsiri.

“Alhamdulillah, produk inovasi yang kami olah di sini bisa mendapat kepercayaan dari masyarakat.

Karena itu, saya juga mengajak semua pihak untuk belajar bersama kami, sehingga ke depan tercipta peluang kerja baru,” ungkap Amin.

Meski sudah mulai mendapat kepercayaan dari masyarakat, menurut Amin, namun pihaknya belum mengembangkan usaha tersebut dalam skala besar karena kapasitas masih kecil. “Insya Allah, ke depan akan kami kembangkan lebih luas lagi,” ujarnya.

Ia menambahkan, produks lemon dan turunannya dikoordinir oleh Ketua Kompetensi Keahlian Agribisnis Tanaman Pangan dan Holtikultura, Candra Romaiyana STP, Ipah Mayasari SP, (guru), bersama Diana Suryandari SP (Tenaga Laboran), Iput Saputra (Instruktur Lapangan), dan Rahmayani (Teknisi Laboran).

Menurut Amin, SMK-PP Negeri Saree kini mengembangkan delapan kompetensi keahlian yaitu Agribisnis Tanaman Pangan dan Holtikultura, Agribisnis Tanaman Perkebunan,

Perbenihan dan Pembibitan Tanaman, Agribisnis Ternak Ruminansia, Agribisnis Ternak Unggas, Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian, Mekanisasi Pertanian, serta Kesehatan dan Reproduksi Ternak.

Muhammad Amin menambahkan, SMK-PP Negeri Saree pada tahun 2021 ditetapkan sebagai SMK Pusat Keunggulan (PK) atau Center of Excellence (CEO) oleh Dirjen Vokasi Kemendikbudristek. “SMK-PP Negeri Saree juga sudah empat kali menerima penghargaan Unit Kerja Pelayanan Publik (UKPP) Abdi Bhakti Tani dari Kementerian Pertanian RI masing- masing pada tahun 2013, 2017, 2019, dan tahun 2021,” rincinya. (*)

Siswi SMK-PP Negeri Saree, Aceh Besar, mengolah lemon menjadi berbagai jenis produk.

(6)

6 DISTANBUN ACEH

Edisi III/2021

DISTANBUN ACEH 7

Edisi III/2021

Menyediakan Benih Tanaman Pangan melalui Sejumlah Kegiatan

Dengan program DMB, kita berharap dapat

menumbuhkembangkan produsen benih yang mampu menyediakan benih untuk memenuhi

kebutuhan benih di wilayahnya.”

SAFRIZAL, SP, MPA Kabid Tanaman Pangan

Distanbun Aceh

Benih memiliki posisi vital dalam usaha pertanian. Sebab, dalam benih terkandung poten- si genetik produksi yang akan memberikan hasil dalam usaha pertanian nantinya. Sebaik apapun faktor lingkungan se- perti ketersediaan unsur hara dan lain-lain, namun ketika potensi benihnya rendah ma- ka rendah pula produksi yang dihasilkan. Karena itu, persoalan benih harus mendapat perhatian lebih besar dari pemangku kepen- tingan dalam upaya mening- katkan produktivitas pertanian.

Pemerintah Aceh melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh pada tahun 2021 ini menargetkan luas tanam padi 379.439 hektare (Ha) dengan luas panen 360.467 Ha dan provitas sebesar 56,65 Kw/Ha. Target itu untuk memperoleh produksi padi sebanyak 2 juta ton gabah kering giling (GKG).

Kepala Bidang (Kabid)

Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Perke bunan (Distanbun) Aceh, Safrizal SP MPA, menjelaskan, untuk pelaksanaan penanaman padi seluas yang ditargetkan tersebut, membutuhkan benih sekitar 9,5 ribu ton. Karena itu, menurut Safrizal, perlu dipikirkan langkah-langkah atau strategi untuk memastikan tersedianya benih ter sebut (terutama benih dari dalam wilayah Aceh).

Pemerintah melalui APBN dan APBA, sambung Safrizal, selama ini sudah memberikan berbagai bentuk kegiatan atau bantuan guna mendukung penangkaran benih padi. Seperti pengembangan dan penguatan desa mandiri benih (DMB), pengembangan petani produsen benih tanaman pangan (P3BTP), serta penyaluran benih bantuan bagi penangkar benih padi.

Safrizal mengungkapkan, desa mandiri benih merupakan program Kementerian Pertanian (Kementan) RI membentuk 1.000 desa yang mampu mengusahakan benih secara mandiri, meningkatkan ketersediaan

benih bagi petani, dan mengangkat benih unggul lokal. “Dengan pro- gram DMB, kita berharap dapat menumbuhkembangkan produsen benih yang mampu menyediakan benih untuk memenuhi kebutuhan benih di wilayahnya,” jelas Safrizal didampingi Kasi Benih dan Perlindungan Tanaman Pangan, Masyithah SP.

Adapun P3BTP, lanjut Safrizal, adalah pengembangan produsen benih tanaman pangan yang dilaksanakan dengan cara memberdayakan ke- lompok tani sebagai penangkar atau produsen benih tanaman pangan guna dapat mencukupi kebutuhan benih di wilayahnya.

Pada tahun ini, menurutnya, di Aceh dilaksanakan penangkaran benih padi di 15 kabupaten/kota oleh 126 kelompok penangkar/

produsen benih padi. Sementara luas lahan penangkaran yang sudah disertifikasi oleh UPTD BPSB selama Januari-September 2021 seluas 1.396,75 Ha. Adapun benih yang dihasilkan berupa Penih Pokok (BP

= Label Ungu) dan Benih Sebar (BR =

Label Biru) dengan berbagai macam varietas seperti Inpari, Ciherang, Mekongga, Inpago, dan Situbagendit.

Bila diperkirakan dalam satu hektare dapat menghasilkan rata-rata 4 ton benih, maka akan diperoleh benih padi sebanyak 5.587 ton. Jumlah ini masih sangat jauh

dibanding dengan jum lah benih yang dibutuhkan untuk target penanaman padi di Aceh pada 2021 sekitar 9.500 ton (target luas tanam padi 379.439 Ha).

Pada tahun ini, tambah Safrizal, bantuan pemerintah untuk penangkaran benih padi di Aceh berasal dari APBN dan APBA.

Bantuan dari APBN untuk P3BTP seluas 200 Ha dilaksanakan di lima kabupaten/kota yaitu Aceh Besar, Aceh Utara, dan Aceh Tamiang masing-masing 50 Ha, serta A Timur dan Aceh Jaya masing-masing 25 Ha. “Bila kita perkirakan dalam satu hektare menghasilkan empat ton benih, maka akan diperoleh benih sebanyak 800 ton,” ujarnya.

Sementara bantuan dari APBA berupa benih untuk penangkaran benih padi seluas 100 Ha dilaksanakan di lima kabupaten/

kota yakni Aceh Timur, Langsa, Aceh Tengah, Aceh Jaya, dan Aceh Barat Daya (Abdya). Masing- masing daerah mendapat alokasi 20 Ha. “Bila kita perkirakan dalam satu hektare dapat menghasilkan 4 ton benih maka akan diperoleh sebanyak 400 ton benih,” de- mikian Safrizal. (*)

TANI INSPIRASI

B

udidaya sayuran hidro ponik bertujuan untuk men d ukung program keta hanan pangan dan da pat memenuhi kebu- tuhan gizi masya rakat melalui sayur sehat. Dam paknya, bisa menghemat belanja rumah tangga dan menambah pendapatan keluarga. Pertanian hidro ponik juga memiliki beberapa kelebihan seperti penggunaan lahan lebih efisien, tanpa media tanah,

Dengan pelatihan ini, kita berharap ke depan petani mampu

mengembangkan hidroponik minimal di masing-masing anggota

kelompoknya.”

MUKHLIS, SP, MA Kabid Penyuluhan dan

Pengembangan SDM Pertanian Perkebunan

Distanbun Aceh

Distanbun Aceh Latih Petani Cara Budidaya Sayuran Hidroponik

kuantitas dan kualitas produksi tana- man lebih tinggi, lebih bersih, bebas dari racun pestisida, serta periode tanam lebih pendek.

Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh bersama DPR Aceh Daerah Pemilihan Aceh Tamiang dan kota Langsa beberapa waktu yang lalu mengadakan pelatihan hidro- ponik bagi petani di Kota Langsa.

Kadis Pangan, Pertanian, Ke-

lautan, dan Perikanan kota Langsa, Banta Ahmad SST Pi. dalam sam- butan pembukaan Banta meng- ukapkan petani di kota itu sangat membutuhkan ilmu tentang budi- daya sayuran hidroponik akibat ke- terbatasan lahan yang dimiliki. Selain itu, sebutnya, pertanian sistem hidro- ponik juga tidak mengenal mu sim dan bisa di kondisikan untuk sa yur organik maupun sayur an organik.

Sementara itu, Kepala bidang Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Perkebunan Distanbun Aceh, Mukhlis SP MA, menjelaskan, petani diberikan teori mengenai hidroponik dan kemudian dilanjutkan dengan praktek pembuatan instalasi hidroponik. pelatihan ini bertujuan agar muncul petani-petani muda (melinial) yang berorientasi bisnis.

Merubah pola pikir dari cara ber- tani konvensional ke cara ber tani Digital dalam menyongsong tun- tutan era 4.0 , pertanian menjadi pe kerjaan yang asik bagi anak mu da, karena dilakukan dengan full mekanisasi, di operasionalkan le wat digital, di kendalikan dengan meng- gunakan handphon, teknologi Smart Farming menjadi trend di ka langan anak muda dan sekarang su dah mulai di operasional pa da budidaya sayuran sistem Hidro ponik, ” Dengan pelatihan ini, kita ber harap kedepan petani mam pu megembangkan hidroponik mini mal di masing-masing anggota kelom pok nya ‘’ ungkap Mukhlis yang di dam pingi Kasie Pelatihan dan Pen- didikan, Ir. Safitri.

Di era sekarang ini budidaya hidro- ponik adalah alternatif yang te pat untuk mendapatkan sayuran di lahan yang sempit atau terbatas, sistem hidroponik sangat cocok di kembangkan di aceh yang ber iklim tropis, jenis tanaman

hidro ponik adalah kangkung, sawi, se- lada, pakcoy, selidri dan banyak tana- man sayur lainnya yang umur sing kat, budidaya hidroponik akan men dapatkan hasil yang bagus bila di barengi dengan hobbi,

Mustaqim, perwakilan peserta berharap ke depan Distanbun Aceh dapat mengadakan kembali pelati- han serupa agar petani di Kota langsa mampu dan mau membudidaya sa- yuran sistem hidroponik. Kegiatan itu diakhiri dengan penyerahan instalasi hidroponik oleh Irfansyah kepada ketua kelompok tani. Penyerahan bantuan tersebut turut disaksikan Mukhlis SP MA dan Ir Safitri. (*)

Anggota DPRA, Irfansyah menyerahkan bantuan kepada peserta pelatihan pertanian hidroponik.

(7)

6 DISTANBUN ACEH

Edisi III/2021

DISTANBUN ACEH 7

Edisi III/2021

https://twitter.com/distanbun_aceh https://facebook.com/distanbunaceh https://instagram.com/distanbun_acehprov

TANI INOVASI

Komandan Kodim (Dandim) 0117/Aceh Tamiang, Letkol Cpn Yusuf Adi Puruhita, meyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada petani binaan pihaknya yang sudah

TNI Akan Terus Dampingi Petani

Kami akan terus mendampingi dan membina

petani agar pendapatan mereka meningkat. Kami juga mengajak untuk terus

berkreasi dan berinovasi dalam mengembangkan

usaha tani.”

LETKOL CPN YUSUF ADI PURUHITA Dandim 0117/Aceh Tamiang berhasil memanen Talas Beneng.

Dandim berharap, hasil panen itu akan menambah penghasilan atau pendapatan para petani.

“Ini adalah langkah awal dalam

upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga petani. Dulu kita tidak tahu manfaat Talas Beneng, tapi sekarang sudah menjadi komoditas yang memiliki manfaat dan nilai ekonomis yang luar biasa,” ungkap Dandim saat menghadiri panen perdana Talas Beneng di Kampung Padang Langgis, Kecamatan Seruway, Aceh Tamiang.

Akhir September lalu.

Letkol Yusuf Adi Puruhita mengungkapkan, Talas beneng bisa dijadikan bahan baku industri pangan yang berbasis karbohidrat dengan cara diolah menjadi tepung, keripik, es krim, kue, kosmetik, dan lain- lain. Sementara daunnya, menurut Dandim, bisa menjadi bahan tembakau rokok herbal tanpa nikotin. “Menurut kami, penanaman Talas Beneng ini

Talas Beneng, Tanaman Liar yang Jadi Sumber Ekonomi Baru Petani

Talas Beneng ini perawatannya mudah, tidak ada

gangguan hama penyakit, dan manfaatnya luar biasa.”

LUKMAN

Petani Kampung Padang Langgis

T

alas Beneng (Xan tho­

soma undipes K.Koch) me ru pakan sumber pa- ngan alternatif selain beras yang banyak ditemukan di kawasan pengunungan, baik berupa tanaman liar maupun hasil budidaya.

Talas beneng bisa diolah menjadi tepung dan berbagai makanan.

Namun, hing ga kini komoditas tersebut belum dimanfaatkan secara mak simal. Karena itu, diperlukan peren canaan pengembangannya da- ri hulu sampai hilir.

Untuk konteks Aceh, pengem- bangan tanaman tersebut masih jarang dilakukan oleh masyarakat dan bahkan nyaris belum ada. Hing- ga saat ini, budidaya Talas Beneng baru dilakukan oleh Lukman (47), warga Kampung Padang Langgis, Kecamatan Seruway, Aceh Tamiang.

Bahkan, Talas Beneng--yang me ru- pakan salah satu kekayaan sumber-

daya nabati lokal  Indonesia--hasil budidaya Lukman sudah dipanen pada akhir September 2021 lalu.

Penanaman Talas Beneng yang dilakukan Lukman mendapat pem- binaan dari Kodim 0117/Aceh Ta miang.

Karena itu, tak meng heran kan bila Dandim 0117/Aceh Tamiang, Letkol Cpn Yusuf Adi Puruhita, dan jajarannya ikut menghadiri pa nen perdana tersebut.

Hadir pu la Kadistannak Aceh Tamiang, per wakilan Polres Aceh Tamiang, dan Muspika Seruway.

“Kami menyampaikan apresiasi dan terima kasih yang sebesar-be- sarnya kepada Bapak Dandim 0117/

Aceh Tamiang dan Danramil Seruway beserta jajarannya yang su dah membina Kelompok Tani Subur Jaya 1 dalam membudidaya Talas Beneng,”

ungkapnya seraya menyebutkan Ta- las Beneng yang dipanen itu di tanam pada areal seluas 1 hektare lebih.

Lukman yang juga Kelompok Tani Subur Jaya 1, Kampung Padang Langgis, memperkirakan dirinya adalah orang pertama di Aceh Tamiang yang membudidayakan tana man berjenis umbi tersebut.

“Talas Beneng ini perawatannya mu- dah, tidak ada gangguan hama pe- nyakit. Kalau pun ada hama seperti babi dan tikus, tanaman ini sangat tahan, sehingga meringankan beban kita pada saat menanam. Selain itu, manfaatnya luar biasa,” ujar Lukman kepada Haba Tani, pekan lalu.

Setelah dipanen, sebutnya, Talas Beneng bisa tahan (tidak berubah rasanya) sampai empat bulan asal belum dikupas. Ia mengungkapkan, Talas Beneng memiliki beragam manfaat. Seperti, daunnya dapat dijadikan sebagai pengganti tem- bakau yang tidak mengandung

nikotin dan dapat juga dijadikan se- bagai pengganti minuman teh de- ngan citarasa yang khas dan enak.

“Sementara umbinya dapat kita jadikan untuk tepung, keripik, es krim, kue, kosmetik, dan lain-lain,”

rinci Lukman

Untuk harga jual, Lukman menyebutkan, daun basah dijual Rp 1.000 per kilogram (Kg) dan daun kering Rp 15.000 per Kg.

Sementara umbi yang masih basah, sambungnya, dijual dengan harga Rp 1.000 per Kg dan umbi kering Rp 7.000 per Kg. “Hasil panen kami langsung diambil oleh CV Andalan Tamiang Jaya, yang berlokasi di Kota Lintang, Kecamatan Kota Kualasimpang, Aceh Tamiang,” jelas Lukman.

Sebagai tanaman alternatif, tam bah Lukman, Talas Beneng me-

mi liki potensi besar untuk dikem- bangankan. Sebab, tanaman ini bisa untuk konsumsi domestik dan ekspor. Karena itu, Lukman berharap ke depan adanya bantuan dari pemerintah melalui instansi terkait, sehingga petani makin termotivasi untuk menanam Talas Beneng.

“Bantuannya bisa berupa pen- dampingan atau prasarana dan sarana lain penunjang bagi petani yang menanam Talas Beneng,” ucap dia. Lukman mengungkapkan, Talas Beneng memiliki umbi yang besar dan berwarna kuning.

Untuk diketahui, talas jenis ini merupakan tumbuhan berbiji (spermatophyta) dengan biji tertutup (angiospermae) berkeping satu (monocotyledonae). Umbi talas ini sebagian terpendam di dalam tanah. Sebagian lagi muncul di atas

permukaan tanah berntuk batang, memanjang, kulit berwarna coklat, daging umbi berwarna kuning muda, dan pada pinggir batang yang berumur 9 bulan dan 12 bulan terdapat umbi-umbi kecil menempel dengan akar serabut berwarna putih (Yuliani, 2013).

Ukuran talas ini dapat mencapai 30 kilogram (Kg) dalam umur 2 tahun. Panjangnya mencapai 1,2 -1,5 meter, ukuran lingkar luar 50 centimeter, serta berwarna kuning.

Talas ini memiliki pertumbuhan yang sangat mudah dan cepat sehingga sering dianggap tanaman penganggu. Namun, setelah diteliti ternyata kandungan nutrisinya memiliki kadar protein 6,29 persen, karbohidrat 84,88 persen, lemak 1,12 persen, pati 75,62 persen, dan kalori sebesar 374,69 kkal (Tuti

merupakan inovasi yang dilakukan oleh petani di Aceh Tamiang dan bisa menjadi contoh bagi petani di daerah lain,” jelas Yusuf Adi Puruhita.

Dandim 0117/Aceh Tamiang menambahkan, pihaknya akan terus mendampingi dan membina petani agar pendapatan mereka me- ningkat dan secara lambat laun kesejahteraan petani juga akan makin membaik. “Kami akan terus mendampingi dan membina petani agar pendapatan mereka meningkat.

Kami dari TNI juga mengajak untuk terus berkreasi dan berinovasi dalam mengembangkan usaha tani masing-masing termasuk Talas Beneng ini yang termasuk tanaman baru di Aceh,” pungkas ung kap Letkol Cpn Yusuf Adi Puruhita. (*)

Lukman memperlihatkan umbi talas beneng di kebunnya kawasan Kampung Padang Langgis, Kecamatan Seruway, Aceh Tamiang.

Panen perdana talas beneng di Kampung Padang Langgis, Seruway, Aceh Tamiang.

(8)

8 DISTANBUN ACEH

Edisi III/2021

DISTANBUN ACEH 9

Edisi III/2021

TANI UTAMA

S

alah satu langkah stra- tegis pemerintah ter kait perkembangan orien- tasi usaha tani ada lah pe ngembangan pertanian ber - ba sis kawasan. Hal ini sesuai de- ngan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Nasional Berbasis Koporasi Petani.

Berdasarkan hal tersebut, Peme rintah Aceh melalui Dinas Perta nian dan Perkebunan (Distan- bun) Aceh juga fokus untuk

Aceh Fokus

Kembangkan Pertanian

Berbasis Kawasan Dengan potensi yang ada tersebut, kami yakin pengembangan

pertanian berbasis kawasan di Aceh akan terlaksana dengan baik.”

Ir. CUT HUZAIMAH, MP Kadistanbun Aceh

mengembangkan pertanian ber- basis kawasan. “Pe ngembangan per tanian berbasis kawasan me- mang sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Tapi, kini kita akan lebih fokus lagi mengembangkan kawasan untuk tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan,” ujar Kepala Di nas Pertanian dan Perkebunan (Kadis- tanbun) Aceh, Ir Cut Huzaimah MP.

Menurutnya, ada beberapa ala- san mengapa perlu dikembangkan pertanian berbasis kawasan. Di anta ranya, sebut Cut Huzaimah,

untuk memudahkan pihaknya da- lam melakukan pembinaan dan pengawalan kegiatan usaha ta ni.

Selain itu, masing-masing komo- ditas baik tanaman pangan, hor- tikul tura, maupun perkebunan mem punyai spesifikasi lokasi masing-masing. “Dulu terpencar- pencar, tapi sekarang dibuat dalam satu ka wasan. Sehingga mudah dalam pembinaan dan pe ngawalan serta penyaluran ban tuan kepada petani,” timpal Cut Huzaimah.

Cut Huzaimah menjelaskan, pe- ngem bangan pertanian berbasis kawasan sangat mungkin dilakukan di Aceh. Bahkan, ia menyakini pro- gram itu akan berhasil maksimal jika dikelola dengan baik. Sebab, menurutnya, beberapa kabupaten/

kota di Aceh memiliki komoditas (baik komoditas tanaman pangan, hortikultura, maupun perkebunan) andalan yang hampir sama dengan kabupaten/kota tetangganya.

Sebagai contoh, sebut Kadis- tanbun Aceh, komoditas tanaman pangan (padi, jagung, ubi kayu, kedelai, dan kentang) berpotensi dikem bangkan di Aceh Besar, Aceh Barat, Aceh Jaya, Pidie, Nagan Raya,

Aceh Barat Daya (Abdya), Bener Meriah, Aceh Selatan, Aceh Tengah, Pidie Jaya, Simeulue, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara.

Sementara tanaman hortikultura (cabai besar, bawang merah, dan jeruk), menurut Cut Huzaimah, bisa dikembangkan di Pidie, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Tengah, Be- ner Meriah, Simeulue, Aceh Utara, Aceh Tmur, dan Gayo Lues. Se- dangkan untuk komoditas per- kebunan (kelapa, karet, pala, kela- pa sawit, tebu, kakao, kopi, dan ceng keh) berpotensi dikem bangkan di Aceh Besar, Aceh Barat, Nagan Raya, Abdya, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Selatan, Pidie, Pidie Jaya, Simeulue, Bireuen, Aceh Singkil, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Gayo Lues.

Dalam upaya mewujudkan pe- ngembangan pertanian berbasis kawasan, Kadistanbun Aceh me- ngung kapkan, pihaknya memiliki ber bagai program prioritas. Seperti pro gram penanaman padi tiga kali dalam setahun (IP-300) mulai tahun 2019, Gerakan Masyarakat (Ger mas) Kopi dan Kakao (2019), dan Gerakan Aceh Mandiri Pangan

(Gampang) pada tahun 2020.

Kegiatan terbaru yang dilaksanakan pihaknya, tambah Cut Huzaimah, adalah Gerakan Peningkatan Produktivitas Lahan Sawah Pra Tanam (Gepeuaman) di Pidie yang diluncurkan pada September lalu. Gerakan itu bertujuan untuk mengembalikan kesuburan lahan sawah menggunakan pupuk organik dan terbebas dari pencemaran akibat penggunaan pupuk kimia dan pembasmi hama anorganik secara terus menerus.

“Dengan potensi yang ada tersebut, kami yakin pengembangan pertanian berbasis kawasan di Aceh akan dapat terlaksana dengan baik.

Untuk itu, perlu dukungan dari berbagai pihak terkait supaya usaha agribisnis secara terintegrasi dari hulu ke hilir di setiap kawasan sesuai dengan potensinya bisa terwujud,”

pungkas Kadistanbun Aceh. (*)

Launching Beras Organik di Dataran Tinggi Gayo

Melalui peluncuran beras organik ini, kami juga berharap dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang perbedaan beras

organik dan nonorganik.

Sehingga masyarakat bisa menjatuhkan pilihannya

pada beras sehat ini.”

Ir. Cut Huzaimah, MP Kadistanbun Aceh

Salah satu dampak negatif sistem pertanian konvensional adalah tercemarnya produk hasil pertanian oleh bahan kimia yang digunakan secara terus menerus dan selanjutnya akan berdampak buruk terhadap kesehatan manusia.

Menjawab tantangan itu, Pemerin- tah Pusat melalui Distanbun Aceh ta hun ini mengalokasikan ban tuan budidaya padi organik seluas 100 hektare (Ha) untuk pengembangan padi organik di Aceh Tengah.

Kadistanbun Aceh, Ir Cut Huzaimah MP, mengatakan, pihak- nya sudah mem bina Gapoktan

‘Sanah Midie’ Desa Kuyun Uken, Kecamatan Celala, Aceh Tengah, yang diketuai Aramiko, dalam pro- ses sertifikasi padi organik seluas 48,59 Ha. Padi ini, sebutnya, sudah dinyatakan lulus uji oleh LSO PT ICERT Agritama Internasional dengan nama ‘Beras Organik Kuyun Uken’ dan sekarang dalam proses izin edar oleh Dinas Pangan Aceh.

“Setelah keluar izin edar, beras organik Kuyun Uken dapat dipasarkan secara retail. Kepada Aparatur pemerintah kita sarankan untuk mengkonsumsi beras ini seba- gai bentuk dukungan terhadap pe- ngem bangan beras organik di Aceh Tengah,” harap Cut Huzaimah seusai menghadiri Gerakan Panen dan Laun- ching Padi Organik di Kampung Kuyun Uken, Kecamatan Celala, Aceh Tengah, 18 November 2021.

Kegiatan itu dihadiri Bupati Aceh Tengah yang diwakili Asisten Perekonomian dan Pembangunan,

Harun Marzola SE MM, ber sama sejumlah kepala SKPK terkait, Kabid Tanaman Pangan Distanbun Aceh, Safrizal SP MPA, Kabid Penyu luhan dan Pengembangan SDM Per tanian Perkebunan Distanbun Aceh, Mukhlis SP MA, Kadis Pangan Aceh, Ir Cut Yusminar APi MSi, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Lhokseumawe, Yukon

Afrinaldo, perwakilan Kepala BPTP Aceh, Muspika Celala, serta se jum lah tamu undangan lainnya.

Cut Huzaimah berharap, pelun- curan beras organik Kuyun Uken ini menjadi pemicu dan penyebaran informasi beras sehat kepada ke- lompok tani lain untuk ikut me- nerapkan praktik pertanian yang sama

di Aceh Tengah dan kabupaten/kota lain di Aceh.

“Melalui peluncuran beras or- ga nik Kuyun Uken ini, kami juga ber- harap dapat meningkatkan kesa- daran masyarakat tentang perbe- daan beras organik dan nonorganik yang umum dikonsumsi. Sehingga masyarakat bisa menjatuhkan pilihan nya pada beras sehat ini,”

pung kas Kadistanbun Aceh.

Harapan hampir sama juga disampaikan Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setdakab Aceh Tengah, Harun Marzola SE MM.

Ia berharap lahan pertanian di kabupaten itu terus dikembangkan menjadi kawasan organik. “Pemkab Aceh Tengah sangat mendukung agar pertanian organik tidak berhenti sampai di sini saja, tapi harus terus dilanjutkan,” ungkap Harun.

Sebab, sambungnya, pasar kini sudah sangat menginginkan pangan sehat yang salah satu caranya dapat diperoleh melalui pertanian yang mengandalkan alam atau pertanian organik. “Masyarakat sekarang sudah cerdas dalam memilih pangan yang aman untuk dikonsumsi,”

pungkas Harun Marzola. (*)

Kadistanbun Aceh, Ir Cut Huzaimah MP, bersama Bupati Aceh Tengah dan pejabat lain- nya panen perdana padi organik di Desa Kuyun Uken, Kecamatan Celala, Aceh Tengah.

Kadistanbun Aceh, Ir Cut Huzaimah MP, bersama Assiten Perekonomian dan Pembangunan Setdakab Aceh Tengah, Kadis Pangan Aceh, dan Kepala Perwakilan BI Lhokseumawe, memperlihatkan beras organik yang dihasilkan petani Kampung Kuyun Uken, Kecamatan Celala, Aceh Tengah.

(9)

8 DISTANBUN ACEH

Edisi III/2021

DISTANBUN ACEH 9

Edisi III/2021

https://twitter.com/distanbun_aceh https://facebook.com/distanbunaceh https://instagram.com/distanbun_acehprov

TANI UTAMA

Kawasan perkebunan terbentuk atas tujuh prinsip yaitu kesesuaian fisik (agroekosistem) dan status kawasan; kelayakan teknis atau teknologi untuk dikembangkan pada aspek budidaya dan pengolahan;

kelayakan ekonomi kawasan; ke- giatan menciptakan nilai tambah di kawasan; nilai manfaat yang inklusif;

manfaat bagi sekitar kawasan; dan kapasitas kelembagaan. Ketujuh, tu juh prinsip tersebut menjadi da- sar pengembangan kawasan per- kebunan berbasis korporasi. 

Sementara itu, konsep pe ngem- bangan ekonomi kawasan dalam

Bila ini semua sudah berjalan dengan baik, maka pengembangan perkebunan berbasis kawasan tersebut

dapat dikatakan sudah terbentuk.”

Ir. EDDY NOER, MM

Kabid Perbenihan, Produksi, dan Perlindungan Perkebunan

Distanbun Aceh

Karena itu, kita berharap ke depan swasta

mau membantu dengan bergerak dalam bidang pengembangan bawang

merah.”

Ir. CHAIRIL ANWAR, MP Kabid Hortikultura

Distanbun Aceh

Kakao dan Kopi Jadi Andalan Subsektor Perkebunan

grand design kawasan per kebunan berbasis korporasi dida sarkan pada dua pilar yaitu pengembangan pro- duksi (sektor/komoditas unggu lan) dan Pengembangan pusat per mu- kiman/pelayanan dengan me nga cu pada Permentan Nomor RI 18 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengem- bangan Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi Petani.  

Dalam lingkup Aceh, pem- bangunan perkebunan difokuskan pada komoditas berdasarkan lo- kasi (berbasis kawasan). Fokus lo- kasi mencakup wilayah sentra pro- duksi baik kawasan eksisting mau-

pun kawasan baru. Keberhasilan pe ngem bangan kawasan harus mem per hitungkan kawasan sekitar perkebunan.

Kabid Perbenihan, Produksi, dan Perlindungan Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh, Ir Eddy Noer MM, mengatakan, Aceh memiliki dua kawasan pengembangan komoditi unggul nasional yaitu komoditi kakao dan kopi. Kawasan kakao, sebut Eddy Noer, ditetapkan di Kabupaten Pidie, Pidie Jaya, dan Aceh Tenggara.

Sementara kawasan kopi, lanjutnya, di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues.

Untuk mendukung pengem- bangan perkebunan berbasis kawasan untuk kedua komoditi itu, menurut Eddy Noer, sejak 2016 hingga 2021 Pemerintah Aceh mengalokasikan anggaran melalui APBN dan APBA. Tahun ini, APBN masing-masing diperuntukan bagi peremajaan tanaman kakao seluas 100 hektare (Ha) yang tersebar di Kabupaten Pidie dan Aceh Tenggara, serta untuk peremajaan tanaman kopi arabika seluas 200 Ha yang meliputi Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah.

Sementara dana APBA, menurut Eddy Noer, dialokasikan untuk pengembangan kebun kakao rakyat seluas 55 Ha di Kabupaten Pidie Jaya dan Bireuen, penyediaan bibit kakao sebanyak 21.100 Batang di Pidie Jaya dan Bireuen, penyediaan bibit kopi arabika 640.000 batang untuk Aceh Tengah dan Bener Meriah, penyediaan bibit kopi robusta sebanyak 140.000 Batang di Aceh Timur, Aceh Jaya, dan Aceh Barat, serta pengembangan kebun

kopi robusta pada lahan seluas 349 Ha yang tersebar di Aceh Jaya, Aceh Tamiang, dan Pidie.

“Wilayah/kawasan perke bu nan di Aceh yang ditetapkan itu sudah sesuai dengan daya dukung fisik ling kungan serta selaras dengan ta- ta ruang/status kawasan dan kela- yakan teknis atau teknologi untuk dikem bangkan pada aspek budi- daya dan pengolahan pascapanen/

pe ngolahan oleh  masya rakat se - tempat,” jelas Eddy Noer di dampingi Kasi Perlin dungan, Ahmad Zaini SP MSi.

Penciptaan nilai tambah on-farm dan off-farm, lanjut Eddy, dinikmati oleh petani atau pekebun dan masya- rakat di kawasan dilakukan melalui integrasi (keterpaduan) perkebunan dengan kegiatan lain dan hilirisasi seperti pascapanen, pengo lahan pri- mer, industri sekunder dan tersier, serta nilai tambah.

Dari sisi aspek kelembagaan pe- tani, kapasitas kelembagaan--baik organisasi pelaku usaha, peme- rintah, maupun pengembangan sis- tem informasi--dapat dilihat de ngan adanya tata kelola kawasan pada lintas sektoral, organisasi petani, dan pelaku usaha (korporasi berbasis petani), serta komunikasi. “Bila ini semua sudah berjalan dengan baik, maka pengembangan perkebunan berbasis kawasan tersebut dapat dikatakan sudah terbentuk,” pung- kas Eddy Noer. (*)

Dinas Dorong Swasta Ikut dalam Pengembangan Bawang Merah

Untuk tanaman hortikultura, ada dua komoditas yang sangat berpengaruh terhadap inflasi yaitu cabai merah dan bawang merah. Karena itu, Pemerintah Aceh melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh fokus pada pengembangan kedua komoditas tersebut.

Kabid Hortikultura Distanbun Aceh, Ir Chairil Anwar MP, mengatakan, untuk cabai merah, Aceh saat ini sudah surplus.

Sehingga, menurutnya, yang perlu difokuskan pada pengelolahan bagaimana ke depan bisa menghasilkan produk turunan dari cabai merah.

“Kalau selama ini, kita menjual cabai merah dalam bentuk bahan baku, maka ke depan yang harus dipikirkan bagaimana komoditas ini juga bisa dijual dalam barang jadi yang membuat harga produk bertambah. Produk turunan itu seperti cabai bubuk, saos, dan lain-lain,” ungkap Chairil Anwar.

Langkah itu, menurutnya, perlu dipkirkan dan ditindaklanjuti agar petani cabai merah dapat terbantu. Sebab, selama ini saat panen harga cabai merah anjlok.

Kondisi itu jelas membuat petani kewalahan. “Jadi, intinya kita harus memikirkan bagaimana aktivitas pertanian dijalankan dari hulu sampai ke hilir,” timpalnya.

Untuk bawang merah, sebut Chairil, Aceh saat ini masih defisit sekitar tujuh ribu ton lebih. Di mana produksinya sekitar 11 ribu ton per tahun sementara kebutuhan untuk seluruh Aceh mencapai 19 ribu ton per tahun. Untuk mengatasi hal ini, menurutnya, pemerintah tak mampu menambah luas tanam, tapi hanya sanggup memberikan berbagai stimulus kepada masya rakat agar

mau bertani menanam bawang merah.

“Karena itu, kita berharap ke depan swasta mau membantu dengan bergerak dalam bidang pengembangan bawang merah.

Demikian juga petani harus mau berjuang dengan menanam bawang merah guna menutupi kekurangan tersebut. Sebab, pemerintah hanya mampu membantu sebagian saja untuk penanaman bawang merah.

Seperti tahun ini, pemerintah hanya membantu pengembangan bawang merah untuk lahan seluas 169 hektare,” jelas Chairil.

Alasan lain perlunya swasta bergerak karena bidang ini memerlukan investasi agar bisa dilakukan kegiatan pascapanen yang dapat meningkatkan nilai tambah produk tersebut. Ia menyebutkan, daerah yang bisa disasar oleh pengusaha adalah lima kabupaten/

kota yang selama ini menjadi sentra bawang merah di Aceh yaitu Aceh Tengah, Bener Meriah, Pidie, Aceh Besar, dan Gayo Lues.

Untuk menutup defisit kebutuhan bawang merah sebanyak 7.774,05 ton per tahun, tambah Chairil, Aceh masih kekurangan luas tanam komoditas ini seluas 904 hektare. “Untuk menutupi kekurangan itu, selama ini kita terpaksa memasukkan bawang merah dari provinsi lain seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat,” rinci Kabid Hortikultura Distanbun Aceh, ini.

Masalahnya, kata Chairil, kadang-kadang banyak pengusaha masih enggan bergerak di bidang tanaman pertanian--khususnya bawang merah--karena risikonya tinggi. Apalagi, jika perawatannya tidak baik, maka tanaman bawang diserang hama dan penyakit hingga mengakibatkan gagal panen.

Ke depan, menurut Chairil Anwar, juga perlu dilakukan peningkatan kapasitas petani dan penyuluh melalui berbagai pelatihan tentang metode baru menanam

bawang merah, sehingga bisa meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas tersebut.

“Selama ini, petani kita juga kekurangan modal. Dulu sudah pernah ada program KUR (kredit usaha rakyat), tapi realiasinya sangat kecil. Hal itu disebabkan oleh syarat yang harus dipenuhi sangat memberatkan petani.

Karena itu, kalau bisa persyaratan itu bisa dilonggarkan sehingga petani akan mudah mendapat modal usaha,” pungkas Chairil Anwar. (*)

Penijauan lokasi penanaman bawang merah di Gayo Lues.

Peremajaan tanaman kopi arabika.

(10)

10 DISTANBUN ACEH

Edisi III/2021

DISTANBUN ACEH 11

Edisi III/2021

TANI INVESTIGASI

Pemerintah Aceh dalam hal ini Dinas Pertanian dan Perke- bunan (Distanbun) Aceh dengan mengacu pada amanat Permentan Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pem- belian Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Produksi Pekebun, berkewajiban untuk menetapkan harga kelapa sawit di tingkat pabrik (PKS). Penetapan itu dilakukan oleh tim khusus yang di- SK-kan oleh Gubernur Aceh.

Tim tersebut terdiri atas SKPA terkait seperti Dinas Koperasi dan UKM Aceh, Disperindag Aceh, Bappeda Aceh, dan Biro Ekonomi Setda Aceh bersama pihak luar seperti Universitas Syiah Kuala

Karena itu, kami berharap bantuan dari pemerintah agar harga pupuk tetap normal.

Sehingga, petani bisa menikmati kenaikan harga TBS kelapa sawit.”

TEUKU JOHAN Petani Sawit Nagan Raya

Sejak harga kelapa sawit naik dua bulan

lalu, Alhamdulillah pendapatan bersih saya

bisa mencapai 4 juta rupiah per sekali panen.”

SAFRIZAL

Petani Sawit Aceh Tamiang

Harga Kelapa Sawit

Melonjak, Petani Gembira

D

alam dua bulan terakhir, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Aceh terus meningkat.

Jika sebelumnya harga beli pada tingkat pabrik kelapa sawit (PKS) di bawah Rp 2.000 per kilogram (Kg), kini melonjak hingga hampir mencapai Rp 3.000 per Kg.

Peningkatan harga TBS tersebut jelas disambut dengan suka cita oleh petani kelapa sawit. Sebab, mereka sudah cukup lama menjual hasil kebunnya dengan harga murah.

Seperti disampaikan Safrizal (32), petani muda yang memiliki kebun kelapa sawit seluas 1,5 hektare (Ha) di Dusun Tualang Niat, Kampung Selamat, Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang, kepada Haba Tani, beberapa waktu lalu.

Ia sangat bersyukur atas kenaikan harga TBS kelapa sawit. Sebab, menurut Safrizal, hal itu membuat

pendapatannya meningkat.

“Kalau dulu, setiap kali panen

Pemerintah Aceh Dorong Kemitraan Gapoktan dan PKS

Sebab, dengan kemitraan antara PKS dan petani akan

memotong mata rantai pemasaran TBS kelapa sawit

yang cukup panjang seperti selama ini.”

Ir. NURLAILA, MT Kasie Pemasaran Produksi Perkebunan Distanbun Aceh

(USK), serta beberapa asosiasi di antaranya Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).

“Untuk Aceh, pihak dinas melalui tim tersebut wajib menetapkan harga kelapa sawit di tingkat pabrik minimal satu kali dalam sebulan.

Penetapan itu sudah kami lakukan sejak tahun 2015 lalu hingga saat ini,” kata Kasi Pemasaran Produksi Perkebunan Distanbun Aceh, Ir Nurlaila MT, pekan lalu.

Menurutnya, harga kelapa sawit yang ditetapkan itu dibagi dalam dua wilayah yaitu timur dan barat selatan. Wilayah timur meliputi Bireuen hingga Aceh Tamiang, sementara wilayah barat selatan mulai dari Aceh Jaya hingga Aceh Singkil. Sebab, ongkos angkut CPO beda antara wilayah timur dan barat selatan Aceh.

Sebagai contoh, sebut Nurlaila, ongkos angkut CPO dari Aceh Timur ke Belawan, Sumatera Utara hanya Rp 150 per Kg. Sedangkan dari Nagan Raya bisa mencapai Rp 440- Rp 450 per Kg. “Makanya, harga TBS kelapa sawit yang kita tetapkan tak mungkin sama antara wilayah barat dan timur. Kalau satu harga pasti terjadi ketimpangan di antara kedua kawasan tersebut,” ucapnya.

Ia menyampaikan syukur karena dalam dua bulan terakhir harga sawit di tingkat PKS semakin baik. Hal ini, menurut Nurlaila, tak lepas dari naiknya harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) di pasaran.

“Pada tanggal 1 November 2021, harga CPO di Kantor Pemasaran

Bersama (KPB) Belawan Rp 14.782.

Sementara harga TBS kelapa sawit pada tanggal 2 November berkisar antara 2.300 sampai 3.000 rupiah per kilogram,” rinci Nurlaila.

CPO dari 55 PKS yang aktif di Aceh saat ini, lanjutnya,semuanya dibawa ke Medan dan dijual setelah melalui pelelangan yang dilakukan oleh KPB Belawan. Hal itu berlaku untuk CPO yang diekspor maupun untuk kebutuhan dalam negeri.”Karena itu, makin tinggi harga CPO tinggi, maka harag TBS kelapa sawit juga tinggi,”

ulangnya. Selain harga CPO, kata Nurlaila, harga TBS kelapa sawit juga ditentukan oleh banyak faktor. Salah satunya indeks K yaitu proporsi yang diterima petani dari hasil penjualan TBS, di mana aturannya 85 persen dari hasil penjualan harus diterima oleh petani.

Nurlaila menambahkan, masa- lah terbesar dalam penjualan TBS kelapa sawit milik petani di Aceh sampai sekarang adalah mata rantai pemasarannya masih cukup panjang. Akibatnya, banyak harga yang terpotong oleh pihak-pihak yang ikut dalam mata rantai itu sebelum TBS dari petani sampai ke PKS. Hal itu terjadi karena tidak adanya kemitraan antara petani dengan pabrik

Karena itu, tambahnya, Peme- rintah Aceh menekankan semua PKS di Aceh melakukan kemitraan

dengan petani melalui gabungan ke- lompok tani (gapoktan) atau kope- rasi di wilayah kerja masing-masing.

“Sebab, dengan kemitraan akan me- motong mata rantai pemasaran TBS yang cukup panjang seperti sela ma ini,” katanya.

Terkait pentingnya dilakukan ke mitraan itu, sebut Nurlaila, Gubernur Aceh sejak tahun 2018 lalu sudah menyurati bupati/wali kota agar menekankan kepada PKS untuk melakukan kemitraan dengan petani. “Tapi, hingga saat ini belum ada respons yang sangat baik dari PKS. Padahal, di setiap pertemuan kita juga selalu menekankan hal yang sama. Kita mendorong kemitraan itu guna memberi nilai tambah bagi petani sawit,” jelas Nurlaila.

Upaya lain yang sudah dilakukan

pihak dinas untuk mendorong kemitraan PKS dengan petani, tambah Nurlaila, adalah membuat Rancangan Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh tentang penetapan harga sawit yang didalamnya juga memuat imbauan agar PKS bermitra dengan petani. “Ran- cangan Pergub itu kita buat karena dalam Permentan lebih fokus pada petani plasma. Jadi, di Pergub kita diarahkan ke petani swadaya.

Sehingga mereka lang sung bermitra dengan PKS melalui kelompok tani atau kope rasi. Saat ini, rancangan Pergub ter sebut sudah diterima oleh Kemendagri.

Tinggal lagi kita disku sikan dengan Biro Hukum Setda Aceh dan Kemendagri. Sete lah itu sudah bisa jadi Pergub,” pungkasnya. (*) saya hanya dapat keuntungan

sekitar 2 juta rupiah dari menjual

TBS. Tapi, sejak harga kelapa sawit naik dua bulan lalu, Alhamdulillah pendapatan bersih saya bisa mencapai 4 juta rupiah per sekali panen,” ungkap pria yang akrab disapa Ijal, ini.

Ia berharap, pemerintah me- lalui dinas terkait dapat melakukan berbagai upaya agar harga TBS bisa bertahan seperti sekarang.

Sehingga, petani lebih bergairah dalam mengelola atau menggarap kebunnya. Ijal meng ungkapkan, melambungnya harga TBS kelapa sawit seharusnya juga diimbangi dengan murahnya harga pupuk subsidi.

Sehingga, biaya perawatan yang dikeluarkan oleh petani tidak ikut melonjak. “Jika harga TBS naik dan biaya perawatannya juga ikut naik, maka pendapatan kami selaku petani tidak akan meningkat,” katanya.

Safrizal berharap harga pupuk

subsidi bisa terjangkau oleh petani dan stok di pasaran juga harus tersedia. Karena itu, kata Ijal, dinas terkait melakukan terobosan agar lonjakan harga pupuk tersebut dapat ditekan dan stok di pasar selalu tersedia.

Ungkapan hampir sama juga disampaikan Teuku Johan, petani kelapa sawit di Gampong Padang Rubek, Kecamatan Kuala Pesisir, Nagan Raya. “Di satu sisi kita bersyukur karena harga TBS sekarang sudah lumayan memihak kepada petani. Tapi, kalau harga pupuk subsidi ju ga naik, maka peningkatan harga kelapa sawit tak akan ber- pengaruh secara signifikan ter- hadap pendapatan petani,” jelas Teuku Johan.

Sejak beberapa bulan terakhir, menurutnya, harga kelapa sawit di Nagan Raya sekitar Rp 2.600 per Kg. Sementara harga pupuk seperti jenis KCL juga meningkat dari sebelumnya Rp 329 ribu per sak kini menjadi Rp 570 ribu per sak. “Karena itu, kami berharap bantuan dari pemerintah agar harga pupuk tetap normal. Se- hingga, petani bisa menikmati kenaikan harga TBS kelapa sa- wit,” pungkas Teuku Johan. (*)

“ “

Pejabat Distanbun Aceh foto bersama dengan petani sawit di Nagan Raya.

Referensi

Dokumen terkait

Tes lisan adalah suatu bentuk tes yang menuntut jawaban dari peserta didik. dalam bentuk bahasa

 penulisan perintah perintah program program pada pada matlab matlab diperlukan diperlukan ketelitian ketelitian yang yang sangat sangat tinggi tinggi karena

Hasil pengujian yang menyatakan bahwa probability value ( sig )-t lebih kecil dari 5% maka dapat dinyatakan bahwa variabel independen berpengaruh terhadap variabel

Perlakuan pupuk tidak memberikan pengaruh nyata, namun dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa dari semua varietas yang ditanam pada perlakuan pupuk kotoran sapi

usaha berada di tempat yang salah, terlalu kecil, atau tidak digunakan secara efisien, hal itu dapat menjadi pengembos utama dari laba usaha. • Faktor yang relevan untuk

pengambilalihan 77,8% saham PGAS ke Pertamina dalam pembentukan holding energi, berpotensi dibatalkan apabila tidak terbit Peraturan Pemerintah dalam 60 hari

Bila anda mempunyai ke empat larutan asam asam tersebut dengan molaritas yang sama, manakah yang pH nya paling tinggi?.

Pemaparan refleksi teologis dari hasil penelitian di GKJ Watusigar pepanthan Sambeng terhadap tradisi rewang yang masih dihidupi oleh masyarakat setempat sebagai