• Tidak ada hasil yang ditemukan

OLEH FYNCE SONIFATI DAELI NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "OLEH FYNCE SONIFATI DAELI NIM"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH

FYNCE SONIFATI DAELI NIM : 131000502

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(2)

Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

FYNCE SONIFATI DAELI NIM : 131000502

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(3)

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PASIEN HIPERTENSI DENGAN UPAYA PENGENDALIAN HIPERTENSI DI UPTD PUSKESMAS KECAMATAN GUNUNGSITOLI SELATAN KOTA GUNUNGSITOLI TAHUN 2017” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober2017

Fynce Sonifati Daeli

(4)
(5)

terjadi peningkatan prevalensi hipertensi. Secara keseluruhan prevalensi hipertensi di Indonesia tahun 2013 sebesar 26,5% (Riskesdas, 2013). Dan di Sumatera Utara prevalensi hipertensi tahun 2013 sebesar 24,7%. Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli mencatat ada sebanyak 3499 kasus hipertensi yang terjadi pada tahun 2016. Penderita hipertensi semakin meningkat setiap tahunnya hampir di seluruh dunia dan menimbulkan masalah kesehatan masyarakat global yang berkontribusi terhadap beban penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, kecacatan dan kematian dini.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif bersifat analitik dengan rancangan cross sectional, dengan jumlah sampel sebanyak 56 orang penderita hipertensi dan teknik sampling yang digunakan yaitu simple random sampling.

Analisis data menggunakan uji chi square.

Hasil dari penelitian adalah kelompok umur 45-54 tahun (35,7%), jenis kelamin perempuan (53,6%), pendidikan SMA (42,9%) dan pekerjaan petani/nelayan/buruh (37,5%). Tingkat pengetahuan baik (67,9%), sikap cukup (53,6%), upaya pengendalian hipertensi cukup (64,3%) dan dukungan keluarga dan petugas kesehatan baik (58,9%). Hasil uji chi square menunjukkan variabel yang berhubungan dengan upaya pengendalian hipertensi adalah pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga dan petugas kesehatan (p<0,05).

Disarankan untuk pihak puskesmas untuk meningkatkan program pelaksanaan kesehatan, khususnya deteksi dini penyakit hipertensi sehingga dapat dilakukan program penanggulangan secara cepat untuk menghindari hipertensi yang lebih parah. Diharapkan masyarakat mengikuti program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), yang berfokus pada tiga kegiatan, yaitu:

melakukan olahraga 30 menit per hari, mengonsumsi buah dan sayur; dan memeriksakan kesehatan secara rutin.

Kata kunci : Hipertensi, pengetahuan, sikap, upaya pengendalian

(6)

million cases of hypertension that occur worldwide. In Indonesia there is an increased prevalence of hypertension. Overall prevalence of hypertension in Indonesia in 2013 amounted to 26.5% (basic health research, 2013). And in North Sumatra the prevalence of hypertension in 2013 amounted to 24.7%. Health Office of Gunungsitoli City noted there were 3499 cases of hypertension that occurred in 2016. Patients with hypertension are increasing every year almost worldwide and cause global public health problems that contribute to the burden of heart disease, stroke, kidney failure, disability and premature death.

The type of this research is analytic quantitative research with cross sectional design, with total sample of 56 people with hypertension and sampling technique used is simple random sampling. Data analysis using chi square test.

The result of the research were 45-54 years old (35,7%), female gender (53,6%), high school education (42,9%) and farmer / fisherman / laborer work (37,5%). Good knowledge level (67,9%), sufficient attitude (53,6%), hypertension control effort enough (64,3%) and support of family and good health officer (58,9%). The result of chi square test showed that variables related to hypertension control were education, occupation, knowledge, attitude and support of family and health officer (p <0,05).

It is recommended for puskesmas to improve health implementation program, especially early detection of hypertension disease so that can be done program of fast countermeasures to avoid more severe hypertension. It is expected that the community will participate in the Healthy Living Community Movement (GERMAS) program, which focuses on three activities: exercise 30 minutes per day, consume fruits and vegetables; and routine health checks.

Key words : Hypertension, knowledge, attitude, control effort

(7)

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PASIEN HIPERTENSI DENGAN UPAYA PENGENDALIAN HIPERTENSI DI UPTD PUSKESMAS KECAMATAN GUNUNGSITOLI SELATAN KOTA GUNUNGSITOLI TAHUN 2017” skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini penulis banyak menemui kesulitan dan hambatan namun berkat bimbingan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.Untuk itu kritik dan saran masih sangat diperlukan demi kesempurnaan skripsi ini. Oleh sebab itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(8)

5. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membimbing dan meluangkan waktu, memberikan saran, dukungan, nasihat, serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku dosen Penguji I yang telah banyak memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

7. Dr. dr. Linda T Maas, MPH selaku dosen Penguji II yang telah banyak memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

8. dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan bimbingan akademik selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh dosen dan staff di FKM USU khususnya Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku yang telah memberikan ilmu dan membantu penulis menyelesaikan kepentingan administrasi selama masa perkuliahan.

10. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada kedua orang tua penulis, yaitu Filifo Daeli dan Yurniwati Harefa yang telah memberikan dukungan moril maupun materil di setiap langkah penulis selama melaksanakan perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari

(9)

Medan, Oktober 2017 Penulis

Fynce Sonifati Daeli

(10)

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Hipotesis Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Pengetahuan ... 8

2.1.1 Pengertian Pengetahuan ... 8

2.1.2 Klasifikasi Pengetahuan ... 8

2.1.3 Tingkat Pengetahuan ... 9

2.1.4 Faktor-faktor Yang Memperngaruhi Pengetahuan ... 10

2.2 Sikap ... 13

2.2.1 Pengertian Sikap ... 13

2.2.2 Komponen Pokok Sikap ... 14

2.2.3 Tingkatan Sikap ... 14

2.2.4 Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Sikap ... 15

2.3 Hipertensi ... 17

2.3.1 Definisi Hipertensi ... 17

2.3.2 Etiologi Hipertensi ... 18

2.3.3 Klasifikasi Hipertensi ... 20

2.3.4 Gejala Hipertensi ... 20

2.3.5 Komplikasi Hipertensi ... 21

2.3.6 Epidemiologi Hipertensi ... 23

2.3.7 Faktor Risiko Hipertensi ... 25

2.4 Penatalaksanaan Hipertensi ... 30

2.4.1 Pengendalian Faktor Risiko ... 30

2.4.2 Terapi Farmakologis ... 34

(11)

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 41

3.3 Populasi Dan Sampel ... 42

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 43

3.5 Instrumen Penelitian ... 43

3.6 Variabel Dan Definisi Operasional ... 43

3.7 Aspek Pengukuran ... 45

3.8 Analisis Data ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 51

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 51

4.2 Analisis Univariat ... 51

4.2.1 Karakteristik Umum ... 52

4.2.2 Pengetahuan Responden ... 54

4.2.3 Sikap Responden ... 56

4.2.4 Upaya Pengendalian Hipertensi ... 59

4.2.5 Dukungan Keluarga Dan Petugas Kesehatan ... 61

4.3 Analisis Bivariat ... 63

4.3.1 Umur Dengan Upaya Pengendalian Hipertensi ... 63

4.3.2 Jenis Kelamin Dengan Upaya Pengendalian Hipertensi ... 64

4.3.3 Pendidikan Dengan Upaya Pengendalian Hipertensi ... 65

4.3.4 Pekerjaan Dengan Upaya Pengendalian Hipertensi ... 66

4.3.5 Pengetahuan Dengan Upaya Pengendalian Hipertensi ... 67

4.3.6 Sikap Dengan Upaya Pengendalian Hipertensi ... 68

4.3.7 Dukungan Keluarga Dan Petugas Kesehtan Dengan Upaya Pengendalian Hipertensi ... 69

BAB V PEMBAHASAN ... 70

5.1 Karakteristik Umum Responden ... 70

5.2 Pengetahuan Responden ... 72

5.3 Sikap Responden ... 74

5.4 Dukungan Keluarga dan Petugas Kesehatan ... 75

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 70

6.1 Kesimpulan ... 70

6.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN .

(12)

Tabel 2.2 Pedoman Gizi Seimbang ... 31

Tabel 2.3 Dampak Modifikasi Gaya Hidup Terhadap Tekanan Darah ... 33

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ... 52

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 53

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 53

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi ... 54

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi ... 56

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Tentang Hipertensi ... 56

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Tentang Hipertensi ... 58

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Upaya Pengendalian Hipertensi ... 59

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Pengendalian Hipertensi ... 60

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga Dan Petugas Kesehatan ... 61

Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga Dan Petugas Kesehatan ... 63

Tabel 4.13 Hubungan Umur Pasien Hipertensi Dengan Upaya Pengendalian Hipertensi ... 63

Tabel 4.14 Hubungan Jenis Kelamin Pasien Hipertensi Dengan Upaya Pengendalian Hipertensi ... 64

Tabel 4.15 Hubungan Pendidikan Pasien Hipertensi Dengan Upaya Pengendalian Hipertensi ... 65

(13)

Tabel 4.18 Hubungan Sikap Pasien Hipertensi Dengan Upaya Pengendalian Hipertensi ... 68 Tabel 4.19 Hubungan Dukungan Keluarga Dan Petugas Kesehatan Dengan

Upaya Pengendalian Hipertensi ... 69

(14)

Gambar 2.2 Kerang Konsep ... 39

(15)

Lampiran 2 Master Data ... 89

Lampiran 3 Dokumentasi ... 101

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian ... 102

Lampiran 5 Surat Selesai Penelitian ... 103

Lampiran 6 Output Data ... 104

(16)

Tempat Lahir : Gunungsitoli Tanggal Lahir : 07 September 1995

Suku Bangsa : Nias

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah Nama Ayah : Filifo Daeli Suku Bangsa Ayah : Nias

Nama Ibu : Yurniwati Harefa

Suku Bangsa Ibu : Nias

Pendidikan Formal

1. SD/Tamat tahun : SD Negeri 070981 Fodo/2007 2. SLTP/Tamat tahun : SMP Negeri 1 Gunungsitoli/2010 3. SLTA/Tamat tahun : SMA Swasta Methodist 2 Medan/2013 4. Lama studi di FKM USU : 2013-2017

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu kondisi dimana pembuluh darah memiliki tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg) yang menetap.

Tekanan darah adalah kekuatan darah untuk melawan tekanan dinding arteri ketika darah tersebut dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh. Semakin tinggi tekanan darah maka semakin keras jantung bekerja (WHO, 2013).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) dari 70% penderita hipertensi yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik (adequately treated cases), diperkirakan sampai tahun 2025 tingkat terjadinya tekanan darah tinggi akan bertambah 60%, dan akan mempengaruhi 1,56 milyar penduduk di seluruh dunia. Di dunia, hampir 1 milyar orang atau 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Tekanan darah tinggi merupakan penyakit kronis yang bisa merusak organ tubuh manusia (Depkes RI, 2007).

WHO mencatat pada tahun 2013 sedikitnya sejumlah 839 juta kasus hipertensi, diperkirakan menjadi 1,15 milyar pada tahun 2025 atau sekitar 29%

dari total penduduk dunia, dimana penderitanya lebih banyak pada wanita (30%) dibanding pria (29%). Sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terjadi terutama di negara-negara berkembang (Triyanto, 2014).

(18)

Berdasarkan laporan WHO tahun 2013, Afrika Selatan menjadi Negara yang memiliki tingkat hipertensi paling tinggi di dunia yaitu sebanyak 72% pada orang dewasa yang usianya di atas 50 tahun. Tim peneliti yang dibentuk oleh WHO yang bernama SAGE atau Strategic Advisory Group of Expert menemukan prevalensi hipertensi pada hampir 72% orang dewasa di negara Rusia. Angka prevalensi yang lebih rendah terdapat di beberapa negara seperti 58% di Meksiko, 57% di Ghana, 53% di China, serta 32% di India (WHO, 2013).

Di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi hipertensi. Secara keseluruhan prevalensi hipertensi di Indonesia tahun 2013 sebesar 26,5% (Riskesdas, 2013).

Dan di Sumatera Utara prevalensi hipertensi tahun 2013 sebesar 24,7%

(Riskesdas, 2013). Data dari Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH) menyebutkan, angka kematian di Indonesia mencapai 56 juta jiwa terhitung dari tahun 2000-2013. Diketahui bahwa faktor kematian paling tinggi adalah hipertensi, menyebabkan kematian pada sekitar 7 juta penduduk Indonesia (InaSH, 2014). Hal ini menunjukkan, 76% kasus hipertensi pada masyarakat belum terdiagnosis atau 76% masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi.

Menurut National Basic Health Survey 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia pada kelompok usia 15-24 tahun adalah 8,7 %, pada kelompok usia 25- 34 tahun adalah 14,7 %, 35-44 tahun 24,8 %, 45-54 tahun 35,6 %, 55-64 tahun 45,9 %, 65-74 tahun 57,6 %, dan lebih dari 75 tahun adalah 63,8 %. Dengan prevalensi yang tinggi tersebut, hipertensi yang tidak disadari mungkin jumlahnya

(19)

bisa lebih tinggi lagi. Hal ini disebabkan karena hipertensi dan komplikasi jumlahnya jauh lebih sedikit daripada hipertensi tidak bergejala (InaSH,2014).

Berdasarkan survey awal peneliti terhadap angka kesakitan dari tahun ke tahun dapat diketahui bahwa penyakit hipertensi atau yang lebih dikenal dengan penyakit tekanan darah tinggi merupakan penyakit nomor 5 terbanyak di Kota Gunungsitoli dengan jumlah kasus sebanyak 3499 kasus (Profil Kesehatan Kota Gungsitoli Tahun 2016), jumlah ini meningkat dari tahun 2015 yang berjumlah 2480 kasus. Pada tahun 2016 UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Selatan mencatat ada 627 kasus hipertensi yang terjadi di wilayah kerjanya. Data yang terdapat di UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Selatan mencatat ada sebanyak 125 pasien hipertensi pada bulan januari terjadi sampai dengan bulan mei 2017.

Penelitian Situmorang (2014) menunjukkan bahwa faktor keturunan, pola makan, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada penderita rawat inap di rumah sakit umum sari mutiara medan. Sejalan dengan hasil Penelitian Syahrini (2012) menunjukkan bahwa umur, obesitas, kebiasaan konsumsi garam, kebiasaan konsumsi makanan berlemak merupakan faktor-faktor risiko hipertensi primer di puskesmas tlogosari kulon kota semarang.

Hipertensi dapat dicegah dan dikontrol dengan membudayakan perilaku hidup sehat. Perilaku hidup sehat antara lain seperti mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsur kaya serat, rendah lemak dan rendah natrium (kurang dari 6 gr natrium perhari), berolahraga

(20)

secara teratur, istirahat yang cukup, berpikir positif, tidak merokok, dan tidak mengonsumsi alkohol karena rokok dan alkohol dapat meningkatkan resiko hipertensi. Namun kurangnya pengetahuan masyarakat yang memadai tentang hipertensi dan pencegahannya cenderung meningkatkan angka kejadian hipertensi (Wahid, 2008).

Penelitian Nugraheni (2008) menunjukkan bahwa penatalaksanaan hipertensi dalam upaya mencegah terjadinya hipertensi dengan mengendalikan faktor determinan yaitu melakukan olahraga teratur, menurunkan asupan lemak, menurunkan asupan natrium, meningkatkan asupan serat minimal, meningkatkan asupan kalium, serta melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin.

Salah satu cara untuk menanggulangi masalah kesehatan adalah dengan pencegahan terjadinya hipertensi bagi masyarakat secara umum dan pencegahan kekambuhan pada penderita hipertensi pada khususnya. Pencegahan kekambuhan ataupun pengendalian hipertensi perlu dilakukan oleh semua penderita hipertensi agar tidak terjadi peningkatan tekanan darah yang lebih parah. Tetapi sayangnya tidak semua penderita hipertensi dapat melakukan pengendalian terhadap penyakitnya. Hal ini disebabkan karena tingkat pengetahuan dan sikap penderita hipertensi tentang pengendalian penyakitnya tidaklah sama.

Tingginya kasus hipertensi di UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Selatan dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti, mungkin masyarakat sudah mengetahui tentang penyakit hipertensi yang dideritanya tetapi tidak ada tindakan upaya pengendalian yang dilakukannya, mungkin juga masyarakat memang tidak mengetahui sama sekali kalau mereka menderita penyakit hipertensi. Hal inilah

(21)

yang menjadi alasan peneliti mengambil judul hubungan tingkat pengetahuan dan sikap pasien hipertensi dengan upaya pengendalian hipertensi di UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Selatan.

Hipertensi termasuk suatu kondisi yang dapat dicegah atau dikendalikan.

Namun dari hasil pengamatan data bahwa penderita hipertensi semakin meningkat setiap tahunnya hampir di seluruh dunia dan menimbulkan masalah kesehatan masyarakat global yang berkontribusi terhadap beban penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, kecacatan dan kematian dini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Pasien Hipertensi Dengan Upaya Pengendalian Hipertensi di UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Selatan Kota Gunungsitoli Tahun 2017?”

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap pasien hipertensi dengan upaya pengendalian hipertensi di UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Selatan Kota Gunungsitoli Tahun 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik umum (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan) pasien hipertensi di UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Selatan Kota Gunungsitoli Tahun 2017.

(22)

2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien hipertensi dengan upaya pengendalian hipertensi di UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Selatan Kota Gunungsitoli Tahun 2017.

3. Untuk mengetahui sikap pasien hipertensi dengan upaya pengendalian hipertensi di UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Selatan Kota Gunungsitoli Tahun 2017.

1.4 Hipotesis Penelitian

Ho : Tidak ada hubungan tingkat pengetahuan dan sikap pasien hipertensi dengan upaya pengendalian hipertensi di UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Selatan Kota Gunungsitoli Tahun 2017.

Ha : Ada hubungan tingkat pengetahuan dan sikap pasien hipertensi dengan upaya pengendalian hipertensi di UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Selatan Kota Gunungsitoli Tahun 2017.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Selatan

Penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan mengenai pengetahuan dan sikap pasien dalam mengendalikan hipertensi untuk menurunkan kasus hipertensi di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Selatan dan juga sebagai bahan masukkan dalam pengambilan kebijakan.

(23)

2. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat memberikan masukan dan informasi pada masyarakat khususnya penderita hipertensi tentang pentingnya upaya pencegahan ataupun pengendalian hipertensi, sehingga dapat menurunkan angka kasus hipertensi dan mencegah kematian akibat hipertensi.

3. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan dan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian tentang hipertensi secara lebih mendalam.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan faktor dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang, sebab dari hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek inilah yang akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari objek di ketahui maka menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tesebut.

2.1.2 Klasifikasi Pengetahuan

Riyanto (2013) menyatakan bahwa jenis pengetahuan diantaranya sebagai berikut:

a. Pengetahuan Implisit

Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat

(25)

nyata seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip. Pengetahuan seseorang biasanya sulit untuk ditransfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan. Pengetahuan implisit sering kali berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari.

b. Pengetahuan Eksplisit

Pengetahun eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan.

Pengetahuan nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.

2.1.3 Tingkat Pengetahuan

Menurut (Notoadmodjo, 2012), tahap pengetahuan di dalam domain kognitif terdiri dari 6 tingkat, yaitu :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah di terima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang di ketahui dan dapat menginterpretasikan materi

(26)

tersebut secara benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat di artikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru daru formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan - rumusan yang telah ada.

(27)

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Riyanto (2013) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun nonformal), berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Pendidikan memengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah untuk menerima informasi.

b. Informasi

Informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu.

(28)

c. Sosial, budaya, dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan memengaruhi pengetahuan seseorang.

d. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

e. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecaahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional, serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan

(29)

menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

f. Usia

Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

2.2 Sikap

2.2.1 Pengertian Sikap

Menurut Notoatmodjo (2012) sikap merupakan suatu reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap adalah suatu tingkatan afeksi yang baik yang bersifat positif maupun dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Sikap juga sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi. Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus objek dan tidak langsung terlihat yang berarti seseorang mempunyai kesiapan untuk bertindak, tetapi belum melakukan aktifitas yang disebabkan oleh penghayatan pada suatu objek.

Thomas dan Znaniecki dalam Wawan dan Dewi (2010) menyatakan bahwa sikap adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu, sehingga sikap bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni dari individu (purely psychic inner state), tetapi sikap lebih merupakan proses kesadaran yang sifatnya individual. Artinya proses ini terjadi secara

(30)

subjektif dan unik pada diri setiap individu. Keunikan ini dapat terjadi oleh adanya perbedaan individual yang berasal dari nilai-nilai dan norma yang ingin dipertahankan dan dikelola oleh individu.

2.2.2 Komponen Pokok Sikap

Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu :

a. Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek artinya bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave) artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

2.2.3 Tingakatan Sikap

Menurut Notoatmodjo (2012) menjelaskan berbagai tingkatan yakni sebagai berikut :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

(31)

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya, dan sebagainya) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.

2.2.4 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Sikap

Menurut Azwar (2013), ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi pembentukan sikap pada manusia, antara lain :

1. Pengalaman pribadi.

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.

(32)

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting.

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak, tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita akan mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Contoh : Orang tua, teman sebaya, teman dekat, guru, istri, suami dan lain-lain.

3. Pengaruh kebudayaan.

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.

4. Media Massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

(33)

6. Pengaruh faktor emosional

Tidak semua bentuk sikap dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang, kadang - kadang sesuatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

2.3 Hipertensi

2.3.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi.

Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari satu periode.

Hal ini terjadi bila arteriol-arteriol kontriksi. Kontriksi arteriol membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti, 2011).

Menurut WHO (2013), hipertensi didefinisikan sebagai keadaan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk penyakit yang mematikan, tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu (Vitahealth, 2006).

(34)

2.3.2. Etiologi Hipertensi

A. Hipertensi Primer atau Esensial

Hipertensi Primer atau Esensial adalah suatu peningkatan tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal tanpa subjek yang jelas atau tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi primer memiliki populasi kira-kira 90% dari seluruh pasien hipertensi. Beberapa faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut ini.

1. Genetik

Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, berisiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.

2. Jenis kelamin dan usia

Laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca menopause berisiko tinggi untuk mengalami hipertensi.

3. Diet

Konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan dengan berkembangnya hipertensi. Menurut Widharto (2007) sebenarnya, bukanlah garam (garam dapur) yang tidak baik bagi tekanan darah, tetapi kandungan natrium (Na) dalam darah yang dapat mempengaruhi tekanan darah seseorang. Namun, Na yang masuk dalam darah secara berlebihan dapat menahan air sehingga meningkatkan volume darah.

Meningkatkannya volume darah mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding pembuluh darah sehingga kerja jantung dalam memompa darah semakin meningkat. Sebagian besar hipertensi juga disebabkan

(35)

adanya penebalan dinding pembuluh arteri oleh lemak atau kolesterol. Jika penderita hipertensi mengonsumsi makanan berlemak, kadar kolesterol dalam darahnya dapat meningkat sehingga dinding pembuluh darah makin menebal. Dampak yang semakin parah, pembuluh darah tersebut menjadi tersumbat.

4. Berat badan

Obesitas (>25% di atas berat badan ideal) dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi. Orang yang kelebihan berat badan, tubuhnya bekerja keras untuk membakar berlebihnya kalori yang masuk.

Pembakaran kalori ini memerlukan suplai oksigen dalam darah yang cukup. Semakin banyak kalori yang dibakar, semakin banyak pula pasokan oksigen dalam darah. Banyaknya pasokan darah tentu menjadikan jantung bekerja lebih keras. Dampaknya, tekanan darah orang gemuk cenderung tinggi (Widharto, 2007).

5. Gaya hidup

Merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah jika gaya hidup tersebut menetap.

B. Hipertensi Sekunder atau non Esensial

Hipertensi Sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain yaitu kerusakan ginjal, diabetes, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Sekitar 10%

dari pasien hipertensi tergolong hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2% penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pemakaian pil

(36)

KB). Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan, peningkatan volume intravaskuler, luka bakar, dan stres (Udjianti, 2011).

2.3.3 Klasifikasi Hipertensi

Penggolongan hipertensi berdasarkan tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD), untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit hipertensi tersebut maka ESH (Europian Society of Hypertension) dan ESC (Europian Society of Cardiology) tahun 2013 dipakai batasan sebagai berikut : Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah sistolik dan tekanan

darah diastolik oleh ESH (Europian Society of Hypertension) dan ESC (Europian Society of Cardiology) tahun 2013.

Sistolik Diastolik

Optimal <120 <80

Normal 120-129 80-84

Normal Tinggi 130-139 85-89

Hipertensi derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi derajat 2 160-179 100-109

Hipertensi derajat 3 >180 ≥110

Hipertensi terisolir ≥140 <90

2.3.4 Gejala Hipertensi

Tekanan darah tinggi sering disebut sebagai silent killer, hal ini diibaratkan sebagai bom waktu yang pada awal tidak menunjukkan tanda dan gejala yang spesifik, sehingga orang seringkali mengabaikannya. Gejala-gejalanya

(37)

itu adalah sakit kepala/rasa berat di tengkuk, mumet (vertigo), jantung berdebar- debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan.

Namun demikian, jika hipertensinya berat atau sudah berlangsung lama dan tidak mendapat pengobatan, akan timbul gejala seperti: sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak napas, terengah-engah, pandangan mata kabur dan berkunang-kunang. Terjadi pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki, keluar keringat yang berlebihan, kulit tampak pucat dan kemerahan, denyut jantung yang kuat, cepat dan tidak teratur. Kemudian muncul gejala yang menyebabkan gangguan psikologis seperti: emosional, gelisah dan sulit tidur (Ira, 2014).

2.3.5 Komplikasi Hipertensi

Menurut Corwin (2005) komplikasi hipertensi terdiri dari stroke, infark miokard, gagal ginjal, ensefalopati (kerusakan otak) dan pregnancy-included hypertension (PIH). Adapun komplikasi yang mungkin timbul tergantung pada

berapa tinggi tekanan darah, berapa lama telah dialami, adakah faktor-faktor risiko lain dan bagaimana penyakit tersebut ditangani.

a. Stroke

Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam yang berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah. Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak.

Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah yang

(38)

menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi (Hacke, 2003).

Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh otak yang terpajan tekanan tinggi.

Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya anurisma (Corwin, 2005).

b. Infark miokardium

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik

tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menyumbat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Akibat hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi dapat menimbulkan perubahaan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung dan peningkatan risiko pembentukan bekuan (Corwin, 2005).

c. Gagal Ginjal

Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dari berbagai penyebab, salah satunya pada bagian yang menuju ke kardiovaskular. Mekanisme terjadinya hipertensi pada gagal

(39)

ginjal kronik oleh karena penimbunan garam dan air atau sistem renin angiotensin aldosteron (RAA). Menurut Mansjoer (2001) hipertensi berisiko 4 kali lebih besar terhadap kejadian gagal ginjal bila dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami hipertensi.

d. Ensefalopati (kerusakan otak)

Ensefalopati (Kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong ke dalam ruang intersitium diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps yang dapat menyebabkan ketulian, kebutaan dan tak jarang juga koma serta kematian mendadak. Keterikatan antara kerusakan otak dengan hipertensi, bahwa hipertensi berisiko 4 kali terhadap kerusakan otak dibandingkan dengan orang yang tidak menderita hipertensi (Corwin, 2005).

2.3.6 Epidemiologi Hipertensi a. Berdasarkan orang

Hipertensi lebih sering terjadi pada pria usia 31 tahun ke atas sedangkan pada wanita terjadi pada usia 45 tahun (setelah menopause). Di jawa barat prevalensi hipertensi pada laki-laki sekitar 23,1% sedangkan pada wanita sekitar 6,5%. Pada usia 50-59 tahun prevalensi hipertensi pada laki- laki sekitar 53,8% sedangkan pada wanita sekitar 29% dan pada usia lebih dari 60 tahun prevalensi hipertensi sekitar 64,5% (Suryati, 2005).

(40)

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun keatas secara nasional mencapai 25,8%. Berdasarkan kelompok umur paling tinggi terdapat pada kelompok umur 75 tahun ke atas yaitu 63,8%, di ikuti umur 65-74 tahun sebesar 57,6%.

Berdasarkan jenis kelamin prevalensi hipertensi pada laki-laki sebesar 22,8%

dan pada perempuan sebesar 28,8%.

Menurut Bustan (2007), berdasarkan suku dan ras bahwa orang hitam di Amerika mempunyai prognosis yang lebih jelek dibandingkan dengan orang berkulit putih.

b. Berdasarkan tempat

Hasil pengkuran tekanan darah yang diperoleh dari Riskesdas (2007) menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah Papua Barat (20,1%). Provinsi Jawa Timur (37,4%), Bangka Belitung (37,2%), Sulawesi Tengah (36,6%), DI Yokyakarta (35,8%), Sulawesi Barat (33,9%), Kalimantan Tengah (33,6%) dan Nusa Tenggara Barat (32,4%), merupakan proinsi yang mempunyai prevalensi hipertensi lebih tnggi dari angka nasional (31,7%).

Berdasarkan Riskesdas (2013), prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 26,5%, prevalensi mengalami penurunan dari tahun 2007 sebesar 31,7%. Provinsi yang paling tinggi adalah Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimatan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%), Jawa Barat (29,4%) dan prevalensi yang paling kecil adalah Papua (16,8%).

(41)

c. Berdasarkan waktu

Para penderita penyakit hipertensi berdasakan waktu berbeda setiap tahunnya. Studi morbiditas Survei Kesehatan Rumah Tanggga (SKRT, 2001), menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi mengalami peningkatan dari 96 per 1000 penduduk pada tahun 1995, naik menjadi 110 per 1000 penduduk tahun 2001. Berdasarkan laporan Riskesdas 2007 prevalensi hipertensi di Indonesia 31,7 % dari total penduduk dewasa, sedangkan tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 26,5%.

2.3.7 Faktor Risiko Hipertensi

a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol 1. Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar resiko terkena hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai resiko terkena hipertensi, dengan bertambahnya usia resiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalesi hipertensi dikalangan usia lanjut lebih tinggi yaitu umur diatas 75 tahun 63,8% diikuti usia 65-74 tahun (57,6%), usia 55-64 tahun (45,9%) (Riskesdas, 2013). Kategori untuk pengelompokkan umur pada penelitian ini menggunakan pengelompokkan umur berdasarkan Riskesdas 2013, yaitu : 15-24 tahun, 25-34 tahun, 35-44 tahun, 45-54 tahun, 55-64 tahun dan ≥65 tahun.

2. Jenis Kelamin

Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan wanita, dengan rasio

(42)

sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki manopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih meningkat dibandingkan dengan pria yang diakibatkan faktor hormonal. Prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin pada riskesdas 2007 maupun riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki (Depkes, 2014)

3. Keturunan atau Genetika

Seseorang cenderung menderita tekanan darah tinggi bila kedua orangtuanya juga menderita tekanan darah tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah seorang anak akan lebih mendekati tekanan darah orangtuanya bila mereka memiliki hubungan darah. Hal ini menunjukkan bahwa gen yang diturunkan, dan bukan hanya faktor lingkungan (seperti makanan atau status sosial), berperan besar dalam menentukan tekanan darah (Palmer, A & William, B, 2005). Riwayat keluarga yang menunjukkan adanya tekanan darah yang meninggi merupakan faktor risiko paling kuat bagi seseorang untuk mengidap hipertensi di masa datang.

b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol 1. Konsumsi Garam

Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti

(43)

oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik yang normal (Sheps, 2005). Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram per hari menyebabkan prevalensi hipertensi rendah, sedangkan apabila asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi menngkat menjadi 15-20%. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram perhari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.

2. Konsumsi lemak jenuh

Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah (Sheps, 2005).

3. Alkohol

Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti. Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum sedikit. Mekanisme peningkatan tekanan darah

(44)

akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam meingkatkan tekanan darah. Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar 5-20% dari semua kasus hipertensi.

Mengkonsumsi 3 gelas atau lebih minuman beralkohol setiap hari meningkatkan risiko menderita hipertensi sebesar 2 kali.

4. Obesitas

Obesitas diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan lemak yang berlebihan dijaringan lemak tubuh dan dapat mengakibatkan terjadinya beberapa penyakit. Obesitas merupakan ciri khas penderita hipertensi. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33%

memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes, 2006).

5. Olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung lebih tinggi

(45)

sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.

Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Sheps, 2005).

Melakukan olahraga secara teratur tidak hanya menjaga bentuk tubuh dan berat badan, tetapi juga dapat menurunkan tekanan darah. Latihan aerobik sedang selama 30 menit sehari selama beberapa hari setiap minggu dapat menurunkan tekanan darah. Jenis latihan yang dapat mengontrol tekanan darah adalah berjalan kaki, bersepeda, berenang, dan aerobik (Palmer, A & William, B, 2005).

6. Stres

Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi antara individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya (biologis, psikologis dan sosial) yang ada pada diri seseorang (Depkes, 2006).

Hubungan antara stren dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stres menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi (Nurkhalida, 2003).

7. Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Merokok juga meningkatkan

(46)

denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung.

Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri (Depkes, 2006).

2.4 Penatalaksanaan Hipertensi

Tatalaksana hipertensi meliputi non farmakologis dan farmakologis.

Tatalaksana non farmakologis meliputi modifikasi gaya hidup, upaya ini dapat menurunkan tekanan darah atau menurunkan ketergantungan penderita hipertensi terhadap pengunaan obat-obatan. Sedangkan tatalaksana farmakologis umumnya dilakukan dengan memberikan obat-obatan antihipertensi di Puskesmas. Apabila upaya non farmakologis belum mampu mencapai hasil yang diharapkan, Puskesmas bisa merujuk pasien ke pelayanan kesehatan sekunder yaitu rumah sakit (Depkes, 2013).

2.4.1 Pengendalian Faktor Resiko

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah. Pola hidup sehat yang dianjurkan untuk mencegah dan mengendalikan hipertensi adalah :

1. Makan gizi seimbang

Modifikasi diet terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Prinsip diet yang dianjurkan adalah gizi seimbang:

membatasi gula, membatasi konsumsi garam, makan cukup buah, makan sayuran, makan kacang-kacangan, biji-bijian, makanan rendah lemak jenuh, menggantinya dengan unggas dan ikan.

(47)

Tabel 2.2 Pedoman Gizi Seimbang Garam

- Batasi garam < 5 gram (1 sendok teh perhari)

- Kurangi garam saat memasak - Membatasi makanan olahan dan

cepat saji

Buah-buahan dan sayuran

- 5 porsi (400-500 gram) buah- buahan dan sayuran perhari.

(satu porsi setara dengan 1 buah jeruk, apel, mangga, pisang, atau 3 sendok makan sayur yang sudah dimasak).

Makanan Berlemak

- Batasi daging berlemak, minyak susu dan minyak goreng (1,5-3 sendok makan perhari).

- Ganti daging lainnya dengan ayam (tanpa kulit)

Ikan

- Makan ikan sedikitnya 3 kali perminggu

- Utamakan ikan berminyak seperti tuna, makarel, salmon

2. Mengatasi Obesitas/menurunkan kelebihan berat badan

Hubungan erat antara obesitas dengan hipertensi telah banyak dilaporkan. Upayakan untuk menurunkan berat badan sehingga mencapai IMT normal 18,5 – 22,9 kg/m2, lingkar pinggang < 90 cm untuk laki-laki atau < 80 cm untuk perempuan.

3. Melakukan olahraga secara teratur

Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit (sejauh 3 kilometer) lima kali perminggu, dapat menurunkan TDS 4 mmHg dan TDD 2,5 mmHg. Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga dan hypnosis dapat mengontrol sistem syaraf sehingga dapat menurunkan tekanan darah.

(48)

4. Berhenti merokok

Tidak ada cara yang benar-benar efektif untuk memberhentikan kebiasaan merokok. Beberapa metode yang secara umum dicoba adalah sebagai berikut:

a. Inisiatif sendiri

Banyak perokok menghentikan kebiasaannya atas inisiatif sendiri, tanpa pertolongan pihak luar. Metode ini banyak menarik para perokok karena hal-hal berikut:

- Dapat dilakukan secara diam-diam

- Program diselesaikan dengan tingkat dan jadwal sesuai kemauan - Tidak perlu menghadiri rapat-rapat penyuluhan

b. Menggunakan permen yang mengandung nikotin

Kecanduan nikotin membuat perokok sulit meninggalkan rokok.

Permen nikotin dapat mengurangi penggunaan rokok. Ada jangka waktu tertentu untuk menggunakan permen ini, dan selama menggunakan permen, penderita dilarang merokok. Dengan demikian, diharapkan perokok sudah berhenti merokok secara total sesuai jangka waktu yang ditentukan.

c. Kelompok program

Beberapa orang mendapatkan manfaat dari dukungan kelompok berhenti merokok. Para anggota kelompok dapat saling member nasehat dan dukungan. Program ini banyak yang berhasil, tetapi memerlukan

(49)

biaya dan waktu untuk menghadiri pertemuan-pertemuan, sehingga menyebabkan keengganan untuk bergabung.

5. Mengurangi konsumsi alkohol

Satu studi meta-analisis menunjukkan bahwa kadar alkohol seberapapun, akan meningkatkan tekanan darah. Mengurangi alkohol pada penderita hipertensi yang biasa minum alkohol, akan menurunkan TDS rata-rata 3,8 mmHg. Dalam memberikan edukasi kepada pasien tentang alkohol, hendaknya dikemukakan hal-hal sebagai berikut:

- Pantang alkohol harus dipertehankan (jangan mulai minum alkohol) - Jangan menganjurkan untuk mulai mengkonsumsi alkohol demi alasan

kesehatan

- Batasi konsumsi alkohol untuk laki-laki maksimal 2 unit perhari dan untuk perempuan 1 unit perhari, jangan lebih dari 5 hari minum perminggu.

Satu unit = setengah gelas bir (5% alkohol), 100 ml anggur (10%

alkohol), 25 ml minuman 40% alkohol.

Dengan mengadopsi gaya hidup sehat, diharapkan terjadi penurunan tekanan darah sebagai terlihat pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Dampak modifikasi gaya hidup terhadap penurunan tekanan darah

Modifikasi Rekomendasi Penurunan TD (mmHg)

Berat badan Pertahan IMT 18,5-22,9 kg/m2 5-20mmHg/ penurunan 10 kg

Diet sehat Konsumsi sayur dan buah cukup, hindari lemak

8-14 mmHg

(50)

Batasi garam Konsumsi garam < 1 sendok teh kecil

2-8 mmHg

Aktifitas fisik Olahraga teratur: jalan kaki 30-45 menit (3km)/hari – 5 kali perminggu

4-9 mmHg

Batasi Alkohol Laki-laki : 2 unit minuman/hari Perempuan : 1 unit minuman/hari

2-4 mmHg

2.4.2 Terapi farmakologis

Penganan hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka kesakitan, kompikasi dan kematian akibat hipertensi. Terapi farmakologis hipertensi dapat dilakukan di pelayanan strata primer atau puskesmas, sebagai penangan awal.

Berbagai penelitian klinik membuktikan, bahwa obat anti hipertensi yang diberikan tepat waktu, dapat menurunkan kejadian stroke hingga 35-40%, infark miokard 20-25%, dan gagal jantung lebih dari 50%.

Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal yang mempunyai masa kerja panjang sehingga dapat diberikan sekali sehari dan dosisnya dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditambahkan selama beberapa bulan pertama perjalanan terapi.

Pemilihan atau kombinasi obat anti hipertensi yang cocok bergantung pada keparahan hipertensi dan respon penderita terhadap obat. Beberapa prinsip pemberian obat anti hipertensi perlu diingat, yaitu:

1. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan penyebabnya.

(51)

2. Pengobatan hipertensi essensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi.

3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat antihipertensi.

4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan seumur hidup.

5. Jika tekanan darah terkontrol maka pemberian obat hipertensi di puskesmas dapat diberikan disaat kontrol dengan catatan obat yang diberikan untuk pemakaian selama 30 hari bila tanpa keluhan baru.

6. Untuk penderita hipertensi yang baru didiagnosis (kunjungan pertama) maka diperlukan kontrol ulang disarankan 4 kali dalam sebulan atau seminggu sekali, apabila tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 100 mmHg sebaiknya diberikan terapi kombinasi setelah kunjungan kedua (dalam dua minggu) tekanan darah tidak dapat dikontrol.

7. Pada kasus hipertensi emergensi atau urgensi tekanan darah tidak dapat terkontrol setelah pemberian obat pertama langsung diberikan terapi farmakologis kombinasi, bila tidak dapat dilakukan rujukan.

2.5 Landasan Teori

Model PRECEDE dikembangkan pada tahun 1970 oleh Green dan rekannya (Green, Kreuter, Deeds, and Partridge, 1980). Akronimnya adalah singkatan dari Predisposing, Reinforcing, dan Enabling Constructs in Educational/Environmental Diagnosis and Evaluation. PRECEDE didasarkan

(52)

pada premis bahwa, sama seperti diagnosis medis mendahului rencana perawatan, Jadi sebaiknya diagnosa pendidikan mendahului rencana intervensi. Pendekatan ini ditujukan pada kekhawatiran di antara beberapa profesional bahwa pendidikan kesehatan difokuskan terlalu banyak pada pelaksanaan program dan terlalu sedikit dalam merancang intervensi yang direncanakan secara strategis untuk memenuhi kebutuhan yang ditunjukkan.

Pada tahun 1991, PROCEED (Policy, Regulatory, and Organizational Constructs in Educational and Environmental Development) ditambahkan ke

dalam kerangka untuk mengenali pentingnya faktor lingkungan sebagai penentu perilaku kesehatan dan kesehatan. Sebagai penghargaan atas dampak "lifestyle"

(yaitu, pola perilaku terkait kesehatan) pada kesehatan tumbuh, demikian juga pengakuan bahwa perilaku ini, seperti merokok dan minum, dipengaruhi oleh kekuatan kuat di luar individu, seperti industri, media, politik, dan ketidaksetaraan sosial.

Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2012) bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor penguat.

a. Faktor Predisposisi (predisposing factors)

Faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai- nilai, tradisi, dan sebagainya. Contohnya seorang ibu mau membawa anaknya ke posyandu, karena tahu bahwa di posyandu akan dilakukan penimbangan anak

(53)

untuk mengetahui pertumbuhannya. Tanpa adanya pengetahuan-pengetahuan ini ibu tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke posyandu.

b. Faktor Pendukung (enabling factors)

Faktor-faktor yang mendukung atau memfasilitasi perilaku atau tindakan.

Yang dimaksud dengan faktor pendukung adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya: puskesmas, posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olah raga, makanan bergizi, uang dan sebagainya. Contohnya sebuah keluarga yang sudah tahu masalah kesehatan, mengupayakan keluarganya untuk menggunakan air bersih, buang air di WC, makan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Tetapi apakah keluarga tersebut tidak mampu untuk mengadakan fasilitas itu semua, maka dengan terpaksa buang air besar di kali/kebun menggunakan air kali untuk keperluan seharihari, dan sebagainya.

c. Faktor Penguat (reinforcing factors)

Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Faktor penguat ini terwujud dalam sikap dan perilaku keluarga atau petugas kesehatan yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Karenanya, petugas kesehatan harus memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai- nilai kesehatan. Selain itu perilaku keluarga dan tokoh masyarakat juga dapat menjadi panutan orang lain untuk berperilaku sehat. Kadang-kadang meskipun orang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi mereka tidak melakukannya. Contohnya seorang ibu hamil tahu manfaat periksa hamil dan di dekat rumahnya ada polindes, dekat dengan bidan, tetapi ia tidak mau melakukan

(54)

periksa hamil karena ibu lurah dan ibu tokoh-tokoh lain tidak pernah periksa hamil namun anaknya tetap sehat. Hal ini berarti bahwa untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat.

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku (Lawrence W. Green)

Faktor Pendukung : 1. Adanya Puskesmas 2. Adanya Obat-obatan 3. Keterjangkauan Sumber

Faktor Penguat : 1. Keluarga

2. Petugas Kesehatan 3. Masyarakat

Perilaku Faktor Predisposisi :

1.Pengetahuan 2.Sikap

3.Kepercayaan 4.Keyakinan 5.Nilai-nilai

(55)

2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan beberapa kajian teori yang telah dibahas, maka kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Keterangan

: Area yang di teliti : Area yang tidak diteliti Faktor Predisposisi

Karakteristik umum pasien hipertensi :

- Umur

- Jenis kelamin - Pendidikan - Pekerjaan

Tingkat pengetahuan Sikap pasien hipertensi

Upaya

pengendalian hipertensi

Faktor Penguat

Dukungan Keluarga dan Petugas kesehatan Faktor Pendukung Sarana dan Prasarana

(56)

Penelitian ini bermaksud untuk melihat hubungan tingkat pengetahuan dan sikap hipertensi dengan upaya pengendalian hipertensi. Dari skema diatas dapat dilihat berdasarkan teori Green, yaitu perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Dalam penelitian ini akan dilihat karakteristik umum pasien hipertensi yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan serta tingkat pengetahuan dan sikap pasien hipertensi yang merupakan faktor predisposisi. Untuk faktor penguat yang akan diteliti yaitu bagaimana dukungan keluarga dan petugas kesehatan terhadap pasien hipertensi dalam upaya pengendalian hipertensi yang dilakukannya. Untuk faktor pendukung yang meliputi sarana dan prasarana menjadi batasan penelitian atau tidak diteliti oleh peneliti. Peneliti merasa faktor pendukung yang merupakan sarana dan prasarana seperti jarak ke puskesmas mampu dijangkau oleh pasien hipertensi dan ketersediaan obat di puskesmas tetap diperhatikan sehingga tidak ada pasien yang tidak mendapatkan obat.

Gambar

Tabel 2.2 Pedoman Gizi Seimbang  Garam
Tabel 2.3  Dampak modifikasi gaya hidup terhadap penurunan tekanan darah
Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku  (Lawrence W. Green) Faktor Pendukung : 1
Gambar 2.2 Kerangka Konsep  Keterangan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil peramalan dengan menggunakan NAO Tide untuk pasang surut dalam waktu 3 tahun mendatang, dapat diketahui nilai HHWL tertinggi yaitu terjadi pada bulan Januari

[r]

Mohon sekiranya dapat diberikan ijin bagi mahasiswa S1 prodi Administrasi Publik Fakultas ISIP Universitas Diponegoro untuk dapat melaksanakan penelitian dan mengumpulkan data

Sesuai dengan potensi yang dimiliki masing-masing daerah kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tengah, mempunyai peluang yang cukp besar untuk dikembangkan sebagai

Maka mohon sekiranya dapat diberikan ijin melaksankan wawancara di kantor .... Cengkeh

merupakan suatu penelitian untuk memperoleh data yang benar terjadi di lapangan.Sedangkan penelitian kuantitatif sebagaimana diungkapkan oleh Sugiyono(2014:14) adalah

[r]

Membuat dan Mengelola Mesin Tetas, Jakarta :