• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL DI INDONESIA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL DI INDONESIA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

INTERNASIONAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-tugas Dalam Rangka Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

KEZIA BIRU DINI PANGGABEAN 160200454

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)

PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DI INDONESIA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL

Kezia Biru Dini Panggabean Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum.**

Arif, S.H., M.H.***

ABSTRAK

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang mempunyai kedaulatan penuh di perairan negaranya. Hal tersebut membuat Indonesia memiliki banyak wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dalam mengelola wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil Indonesia mengikuti ketentuan laut internasional yaitu UNCLOS III 1982. Pemerintah Indonesia mengundangkan Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kepala daerah memiliki wewenang terhadap pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di daerahnya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Penelitian ini ditujukan terutama untuk mengetahui ketentuan Hukum Internasional dan hukum nasional mengatur kedaultan negara berdaulat dalam mengelola wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan pengaturan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di daerah yang dalam hal ini mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Sumatra Utara No.4 tahun 2019 tentang tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Sumatera Utara Tahun 2019-2039.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang dikumpulkan melalui studi pustaka. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis data kualitatif.

Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki potensi dan hasil alam yang melimpah. Berdasarkan UNCLOS III 1982 Indonesia sebagai negara berdaulat berhak mengelola wilayahnya, Namun, dalam pengelolaannya sering kali tidak secara menyeluruh. Pemerintah mengeluarkan undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil . Zonasi sebagai salah satu bentuk pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diterapkan pada daerah-daerah di Indonesia, salah satunya Sumatera Utara. Hal itu ditampakkan dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Provinsi Sumatra Utara No.4 tahun 2019 tentang tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Sumatera Utara Tahun 2019-2039 yang membagi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Sumatera Utara menjadi beberapa kawasan.

Kata kunci: wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, zonasi, hukum intetnasional, UNCLOS

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan limpahan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul: “PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DI INDONESIA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam pembuatan skripsi ini diakuin penulis mengalami banyak kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan dari para dosen pembimbing, maka akhirnya penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam penulisan skripsi ini penulis juga mendapatkan semangat dan dukungan dari banyak pihak.

Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada orang tua penulis, Ayahanda Bigman Panggabean dan Ibunda Rupini, yang telah memberikan kasih sayang, pengertian, kesabaran, bantuan, pengorbanan dan doa yang tak ternilai harganya serta semangat yang diberikan tak henti-hentinya.

Sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih pada kesempatan yang berbahagia ini dengan kerendahan hati, Penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi:

1. Bapak Prof. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

(6)

2. Bapak Prof. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.MH, selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selama ini telah banyak membantu penulis serta memberikan masukan, arahan-arahan, dan bimbingannya selama penulis berada di jurusan Departemen Hukum Internasional.

7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta bimbingan di dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

8. Bapak Arif, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta bimbingan di dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

9. Ibu Marianne Magda, S.H, M.kn, selaku Dosen Pembimbing Akademik selama penulis berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen/Staff pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama saya

(7)

menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara.

11. Seluruh staff administrasi dan pegawai yang turut serta membantu saya dalam proses administrasi selama saya menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

12. Departeman Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

13. Kepada keluarga abangnda dari penulis Fadjar Biru, Devi Sisca, Alva Kairos Biru yang selalu memberi dukungan dan semangat serta bantuan finansial kepada penulis.

14. Kepada adikku satu-satunya Goldwin Biru, yang selalu menyemangati saya dan menjadi teman rebut dirumah.

15. Kepada teman seperjuangan penulis dikampus selama pengerjaan skripsi ini, Elisabeth Matondang dan Rehulina Sitepu, yang selalu memberi dukungan serta membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini.

16. Kepada Grup B, ILSA dan Stambuk 2016 yang telah menceriakan hari-hari saya, serta seluruh teman-teman yang telah membantu penulis dalam memberikan masukan-masukan mengenai penulisan skripsi ini yang tidak mungkin disebut satu-persatu.

17. Kepada teman-teman penulis di CG Anchor, yang selalu memberi semangat dan mendoakan penulis serta menjadi pendengar yang baik bagi penulis.

18. Kepada teman online penulis, Detta Abigail, yang menjadi pendengar yang baik atas keluh kesah penulis dalam perkuliahan.

19. Kepada sahabat sahabat penulis sejak masa SMP, Ade Christine dan Zsazsa Dhasa yang selalu memberikan support meski terpisah oleh jarak.

(8)

20. Kepada teman-teman selama masa perkuliahan penulis, Margareth Sagala, Jihan Fahira, Fiona Ardhina, Devira Ramadhani, Fadilla Aulia, dan Anggi Nadifah, yang telah menemani penulis dalam masa perkuliahan serta berbagi cerita meski tidak sedekat dulu.

21. Terkhusus kepada my partner in everything, Vincent Irving, yang telah memberikan dukungan dan afeksi serta menjadi pendengar yang baik bagi penulis.

22. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan semuanya satu persatu.

Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan skripsi ini, penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan dan jasa semua pihak yang telah membantu penulis secara tulus dan ikhlas dalam proses penulisan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat kepada para pembaca dan rekan-rekan yang hendak melakukan penelitian yang sejenis.

Medan, Juli 2020 Penulis,

KEZIA BIRU DINI PANGGABEAN NIM: 160200454

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... A. Latar belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Keaslian Penelitian ... 9

F. Tinjauan Pustaka ... 10

G. Metode Penelitian ... 13

H. Sistematika Penelitian ... 16

BAB II KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI KEDAULATAN NASIONAL NEGARA BERDAULAT DALAM MENGELOLA WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL ... A. Hak Berdaulat Negara Dalam Mengelola Sumber Daya Alam Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil di Indonesia Menurut Hukum Internasional ... 18

B. Hukum Internasional Mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil ... 21

(10)

C. Kebijakan Hukum Nasional Dikaitkan Dengan Hak Dan Kewajiban Negara Terhadap Hukum Internasional (UNCLOS 1982) ... 27

BAB III PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL MENURUT HUKUM NASIONAL...

A. Potensi Sumber Daya Alam Yang Dimiliki Oleh Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil ... 35 B. Hukum Nasional Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ... 43 C. Kewenangan Pemerintah Dalam Mengelola Wilayah Pesisir Dan

Pulau Pulau Kecil di Indonesia ... .... 56

BAB IV ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL DI DAERAH ...

A. Tujuan Diadakannya Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil ... 59 B. Zonasi Wilayah Menurut Perda No.4 Tahun 2019 Sebagai

Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau Pulau Kecil Sumatera Utara .... 67 BAB V PENUTUP ...

A. Kesimpulan... 89 B. Saran ... 91 DAFTAR PUSTAKA ... 94

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 ... 31

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konsep negara kepulauan (Archipelagic State) lahir didasarkan atas kedaulatan Indonesia terhadap wilayah. Suatu Negara mempunyai kedaulatan penuh dalam perairan teritorialnya dan dapat menyelenggarakan serta menjalankan tindakan – tindakan seperlunya untuk menjamin kepentingan rakyatnya.60

Berdasarkan United Nation Conference on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, total luas wilayah laut Indonesia menjadi 5,9 juta km2 , terdiri atas 3,2 juta km2 perairan teritorial dan 2,7 km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif, luas perairan ini belum termasuk landas kontinen (continental shelf). Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia (the biggest Archipelago in the World).61

Deklarasi Djuanda yang memuat konsepsi Negara kepulauan, pada tanggal 18 Februari 1960 dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu) dan selanjutnya ditingkatkan dalam bentuk Undang – undang, yaitu Undang – undang nomor 4/Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Pada Pasal 1 ayat (2) Undang – undang tersebut, disebutkan :

Laut wilayah Indonesia ialah lajur laut selebar dua belas (12) mil laut yang garis luasnya diukur tegak lurus atas garis dasar atau titik pada garis dasar yang terdiri dari garis- garis lurus yang menghubungkan titik terluar pada garis air rendah dari pulau-pulau atau bagian pulau-pulau terluar dalam wilayah Indonesia 62

60Indien Winarwati, Konsep Negara Kepulauan, (Jakarta: Setara Press, 2016), hal. 1

61Ridwan Lasabuda, “Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan”, Jurnal Ilmiah Platax Universitas Sam Ratulangi , Vol. I, No. 2 ,(Manado, 2013), hal. 93

62Indien Winarwati, Op.Cit., hal. 4

(13)

Sejak berakhirnya Perang Dunia I dan Perang Dunia II, negara- negara di seluruh belahan dunia mulai sadar akan potensi positif dan negatif dari laut, dan menyadari pula bahwa laut harus diatur sedemikian rupa agar berbagai kepentingan negara negara atas laut dapat terjaga. Dari pengalaman itulah negara- negara sepakat untuk membentuk suatu aturan hukum dengan sebutan hukum laut Internasional.63

Sampai sekarang ini, terhitung telah empat kali diadakan konferensi- konferensi Internasional untuk menghimpun suatu aturan mengenai laut secara menyeluruh, antara lain:64

1. The Hague Codification Conference in 1930 (Konferensi Kodifikasi Den Haag 1930 dibawah naungan Liga Bangsa – Bangsa)

2. The UN Conference on The Law of The Sea in 1958 (Konferensi PBB tentang Hukum Laut 1958)

3. The UN Conference on The Law of The Sea in 1960 (Konferensi PBB tentang Hukum Laut 1960)

4. The UN Conference on The Law of The Sea in 1982 (Konferensi PBB tentang Hukum Laut 1982)

Ditinjau dari Hukum Internasional, ada dua cara untuk menjelaskan konsep kedaulatan di laut: pertama, kedaulatan dilihat dalam kaitannya dengan zona maritim, di mana suatu negara pantai atau negara kepulauan mempunyai

63Mirza Satria Buana, Hukum Internasional Teori dan Praktek, (Bandung: Nusamedia, 2007), hal. 103

64Wahyu Agung Pamungkas, Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Reklamasi Pulau – Pulau Yang Dipersengketakan di Laut China Selatan Oleh Republik Rakyat Tiongkok, (Skripsi Universitas Sumatera Utara, 2016), hal.3

(14)

kedaulatan atas perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial. Kedua, kedaulatan dikaitkan dengan yurisdiksi suatu negara.65

Kemudian ditegaskan bahwa kedaulatan Negara atas perairan kepulauan mencakup ruang udara di atas perairan, ruang airnya, dan dasar laut dan tanah dibawahnya serta kekayaan alam yang terdapat di dalamnya.66

Dalam pelaksanaan kedaulatan negara pantai atau negara kepulauan, dan hak lintas damai kapal asing di laut teritorial, suatu negara pantai mempunyai wewenang untuk membuat peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan konservasi hayati, pencegahan terhadap pelanggaran peraturan perundang- undangan dibidang perikanan dan pelestarian lingkungan laut negara pantai.67

Pemerintah Indonesia mengundangkan Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No, 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang telah dilengkapi dengan mekanisme penyelesaian sengketa, gugatan perwakilan, proses penyidikan, sanksi administrasi dan sanksi pidana, sebagai peraturan tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.

Selain itu pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan perundang-undangan ini mengatur wewenang pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Tiap pemerintah daerah memiliki otonomi untuk membuat peraturannya

65Dikdik Mohamad Sodik, Hukum Laut Internasional, (Bandung: Aditama, 2011), hal.

22.

66Indien Winarwati, Op.Cit., hal.45

67Arie Afriansyah, “Kewenangan Negara Pantai Dalam Mengelola Wilayah Laut”, Jurnal Hukum dan Pembangunan Universitas Indonesia, Vol. 45, No. 4, (Jakarta, 2015), hal. 609

(15)

sendiri untuk mengatur pengelolaan akan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil di daerahnya. Salah satunya ialah Peraturan Daerah Provinsi Sumatra Utara No.4 tahun 2019 tentang tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Sumatera Utara Tahun 2019-2039. Peraturan daerah ini mengatur tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yaitu salah satu cara pengelolaan yang digunakan dengan cara membagi wilayah dalam beberapa kawasan.

Pengelolaan lahan pesisir pantai adalah sebuah perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian sebuah lahan pesisir pantai yang dikelola oleh masyarakat yang diatur oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan tujuan untuk memaksimalkan pemanfaatan sebaik mungkin tanpa merusak lahan pesisir pantai. Dengan berjalannya pengelolaan lahan pesisir pantai dengan baik maka akan meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar lahan pesisir pantai tersebut.68

Secara alamiah potensi pesisir di daerah dimanfaatkan langsung oleh masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan tersebut yang pada umumnya terdiri dari nelayan. Nelayan di pesisir memanfaatkan kekayaan laut mulai dari ikan, rumput laut, terumbu karang dan sebagainya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pada umumnya potensi pesisir dan kelautan yang dimanfaatkan oleh para nelayan baru terbatas pada upaya pemenuhan kebutuhan hidup.69

Pulau-pulau kecil (PPK) dan terluar di wilayah NKRI juga mempunyai potensi yang sangat besar dilihat dari segi sosial, ekonomi dan budaya serta

68Suryadi, Pengelolaan Lahan Pesisir Pantai Dusun Batulawang Desa Kemujan Kecamatan Karimunjawa, ( Skripsi Universitas Negeri Semarang, 2015), hal. 10

69Adi Waluyo, “Permodelan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Secara Terpadu yang Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Pulau Raas Kabupaten Sumenep Madura)”, Jurmal Kelautan, Universitas Trunojoyo, Vol. 7, No. 2, (Madura, 2014), Hal. 79

(16)

keamanan negara..70 Sebagai sumber pangan, perairan di sekitar pulau- pulau kecil (PKK) memiliki sumberdaya ikan yang besar dan sangat potensial untuk media budidaya ikan di laut, atau untuk pemanfaatan budidaya rumput laut. Sebagai sumber non pangan, memiliki kekayaan ekosistem yang kaya akan biota yang hidup di dalamnya.71 Kekayaan laut di Indonesia yang sangat berlimpah ini menjadikan komoditas yang dilihat dari sudut pandang ekonomi adalah sangat menguntungkan untuk dikelola, baik yang ada di pesisir ataupun pada pulau pulau kecil. 72

Pemanfaatan yang berlebih (over exploitation) dapat mengakibatkan degradasi sumber daya pesisir. Tekanan pemanfaatan sumber daya pesisir semakin parah dengan adanya krisis ekonomi, sehingga mendorong banyak pihak bersaing mendapatkan sumber daya yang masih tersisa dengan berbagai cara.

Situasi ini mempengaruhi kehidupan masyarakat dan menimbulkan marginalisasi masyarakat pesisir. Permasalahan ini disebabkan banyak faktor, antara lain belum diadopsi pendekatan Pengelolaan Pesisir terpadu.73

Kemiskinan dan ketergantungan terhadap sumberdaya pesisir dan pulau pulau kecil, seringkali mengakibatkan masyarakat melakukan kegiatan yang menurunkan kualitas sumberdaya, seperti : penebangan mangrove (untuk kayu bakar dan dijual), penangkapan ikan dengan merusak ekosistem.74

Maka dari itu, diperlukan sebuah sistem melalui pengaturan yang memadai, mengingat sumber daya alam sekarang ini bukan lagi sumber daya alam

70Ismeth Inounu, dkk, “Potensi Ekosistem Pulau-Pulau Kecil dan Terluar Untuk Pengembangan Usaha Sapi Potong”, Jurnal Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor, Vol. 17, No. 4, (Bogor, 2007), Hal. 156

71Suriana, Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Laut Gugus Pulau Kaledupa Berbasis Partisipasi, (Tesis Institut Pertanian Bogor, 2009) Hal. 2

72Dwi Yono, “Keadilan Sosial Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir”, Jurnal Seminar Nasional Hukum Universitas Brawijaya,Vol. 2, No. 1, (Malang, 2016), Hal.17

73Ibid.

74Ridwan Lasabuda, Op.Cit., hal. 96

(17)

yang tidak terbatas jumlahnya, tetapi sudah menjadi sumber daya yang harus dibudidayakan sebaik baiknya. Dalam pengelolaannya pun harus diperhatikan dampak dampak terhadap lingkungan.

Dalam hukum internasional, seluruh peraturan yang menyangkut tentang laut telah diatur dalam UNCLOS 1982, termasuk tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil harus memperhatikan efek samping dalam pengembangannya, untuk itu diadakan United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) yang mengatur tentang pembangunan berkelanjutan.

Pengembangan wilayah merupakan program yang menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumber daya yang ada dan kontribusinya pada pembangunan suatu wilayah.75Negara pantai diwajibkan untuk mengambil langkah-langkah konservasi dengan menetapkan jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan dari sumber daya ikan yang terdapat di perairannya.76

Pembangunan di bidang kelautan wilayah pesisir dan pulau -pulau kecil di Indonesia hingga saat ini masih jauh dari harapan, padahal wilayah pesisir dan pulau pulau kecil di Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan yang cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Karena itu, muncul konsep pembangunan yang memasukkan lebih banyak dimensi untuk mengukur keberhasilan pembangunan dalam perspektif waktu panjang dengan mempertimbangkan kepentingan antar generasi yang dikenal dengan model pembangunan berkelanjutan (sustainable development).77

75Rahardjo Adisasmita, Pengembangan Wilayah Konsep Dan Teori, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008), hal. 34

76Dikdik Mohamad Sodik, Op.Cit., hal. 85

77Suriana, Op.Cit., hal.1

(18)

Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitar selain harus memperhatikan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di sekitarnya, juga harus diprioritaskan untuk kepentingan- kepentingan tertentu yang mencakup: konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budidaya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara lestari, pertanian organik, peternakan, serta pertahanan dan keamanan negara.78 Konsep pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil secara berkelanjutan terfokus pada karakteristik ekosistem pesisir yang bersangkutan, yang dikelola dengan memperhatikan aspek parameter lingkungan, konservasi, dan kualitas hidup masyarakat, yang selanjutnya diidentifikasi secara komprehensif dan terpadu melalui kerjasama masyarakat, ilmuwan dan pemerintah, untuk menemukan strategi-strategi pengelolaan pesisir yang tepat.79

Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian tentang,

“PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL” penting untuk dilakukan.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana ketentuan Hukum Internasional mengatur kedaulatan negara berdaulat dalam mengelola wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil?

2. Bagaimanakah Hukum Nasional di Indonesia tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil?

3. Bagaimanakah zonasi wilayah pesisir dan pulau pulau kecil di daerah?

78Pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

79https://dipertasby.wordpress.com/2014/02/19/pengelolaan-kawasan-pesisir-secara- terpadu-dan-berkelanjutan-berbasis-masyarakat/ , diakses pada 5 Maret 2020

(19)

C. Tujuan

1. Untuk memahami Hukum Internasional dalam mengatur kedaulatan negara berdaulat dalam mengelola wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil.

2. Untuk mengetahui ketentuan Hukum Nasional di Indonesia dalam mengatur pengelolaan pesisir dan pulau pulau kecil.

3. Untuk mengetahui penerapan zonasi sebagai salah satu cara mengelola wilayah pesisir dan pulau pulau kecil di daerah.

D. Manfaat Penulisan

Penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang membaca maupun yang secara langsung terkait didalamnya. Adapun kegunaan penulisan ini adalah:

1. Secara Teoritis

Penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi yang berkaitan dengan pendidikan ataupun referensi dan pengetahuan bagi peneliti yang melakukan pengembangan penelitian selanjutnya.

2. Secara Praktis

a. Penulisan ini diharapkan dapat dijadikan masukan untuk pemerintah dalam melakukan pengelolaan di wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil

(20)

b. Agar masyarakat wilayah pesisir mengerti akan potensi-potensi wilayah pesisir yang menguntungkan dan memanfaatkannya dengan maksimal.

c. Diharapkan penelitian ini dapat menyumbangkan sudut pandang dan menjadi masukan terhadap peraturan perundang-undangan.

E. Keaslian Penulisan

Mengenai keaslian penulisan skripsi dengan judul “Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia Berdasarkan Hukum Internasional”, pada tanggal 14 Agustus 2019 telah dilakukan pemeriksan pada Arsip Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum USU/ Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU.

Setelah penelusuran lebih lanjut ditemukan karya ilmiah yang memiliki keterkaitan dengan karya ilmiah yang dibuat oleh Penulis, akan tetapi secara keseluruhan memiliki permasalahan dan substansi serta pembahasan yang berbeda dengan skripsi ini. Adapun karya ilmiah itu sebagai berikut:

1. Skripsi Universitas Hasanuddin, dengan judul “Tinjauan Hukum Terhadap Pemanfaatan Perairan Pesisir Untuk Kegiatan Usaha Di Kota Makassar”, Oleh M. Azwardin Marzuki, yang dipublikasikan tahun 2018. Penelitian ini membahas tentang kebijakan pemerintah daerah terhadap pemanfaatan perairan pesisir untuk kegiatan usaha serta mengetahui sistem pengawasan pemerintah daerah terhadap pemanfaatan perairan pesisir untuk kegiatan usaha di kota Makassar. Walaupun ada kemiripan pada judul, rumusan masalah yang dibahas berbeda. Pada

(21)

skripsi ini dibahas tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Sumatera Utara sebagai salah satu bentuk pengelolaan wilayah wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

2. Skripsi Universitas Bangka Belitung, dengan judul “Analisis hukum terhadap Perusakan Terumbu Karang di tinjau dari Pasal 73 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”,Oleh Riki Andryan, yang dipublikasikan tahun 2016. Penelitian ini membahas tentang perusakan terumbu karang sebagai salah satu kekayaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan analisis hukum terhadap perusakan itu menurut Pasal 73 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil. Walaupun menggunakan Undang-undang yang sama yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- undang No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, namun dalam skripsi ini lebih membahas secara luas, sedangkan skripsi tersebut hanya berfokus pada perusakan terumbu karang saja.

Dengan demikian orisinalitas atau keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan. Penulis menyatakan bahwasannya skripsi ini merupakan karya asli buatan dan temuan sendiri dengan mengumpulkan referensi yang digunakan sebagai sumber data.

F. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Wilayah Pesisir

(22)

Menurut Pasal 1 angka 2 UU No 27 tahun 2007, Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Pesisir merupakan perbatasan antara daratan dan lautan umumnya merupakan suatu garis yang tidak didefinisikan secara jelas pada sebuah peta, namun hal tersebut terjadi sebagai suatu wilayah transisi bertahap.80 Wilayah pesisir adalah kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem darat dan ekosistem laut, yang sangat rentan terhadap perubahan akibat aktivitas manusia di darat dan di laut, secara geografi ke arah darat sejauh pasang tertinggi dan ke arah laut sejauh pengaruh dari darat. Untuk kepastian hukum maka harus ada secara administrasi wilayahnya maka ke arah darat sejauh batas yang mempunyai peranan laut dan ke arah laut sejauh 12 mil dari garis pantai.81Pengertian pesisir juga bisa dijabarkan dari dua segi yang berlawanan, yakni dari segi daratan dan dari segi laut. Dari segi daratan, pesisir adalah wilayah daratan sampai wilayah laut yang masih dipengaruhi sifat-sifat darat (seperti:

angin darat, drainase air tawar dari sungai, sedimentasi). Sedangkan dari segi laut, pesisir adalah wilayah laut sampai wilayah darat yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut (seperti: pasang surut, salinitas, intrusi air laut ke wilayah daratan, angin laut).82

80Dedy Hery Wahyudi, Arahan Pengembangan Industri Perikanan Laut Di Kabupaten Indramayu,(Skripsi Universitas Pasundan, 2011), Hal. 21

81Irwandi Idris, dkk, Membangunkan Raksasa Ekonomi, ( Bogor : PT. Sarana Komunikasi Utama, 2007 ), Hal. 197

82M. S. Wibisono, Pengantar Ilmu Kelautan, (Yogyakarta: Grasindo, 2005), Hal. 39

(23)

Tapi UNCLOS tidak menjelaskan / mengatur tentang wilayah pesisir dengan jelas , namun UNCLOS mengatur tentang pembagian laut yang menjadi zona-zona sebagai berikut :

a. Wilayah laut yang berada di bawah yurisdiksi suatu Negara adalah :

1. Perairan Pedalaman (Internal Waters) 2. Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters) 3. Laut Wilayah (Territorial Sea)

4. Zona Tambahan (Contiguous Zone)

5. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone) 6. Landas Kontinen (Continental Shelf)

b. Wilayah laut yang berada di luar yurisdiksi suatu Negara adalah:

1. Laut Lepas (High Seas)

2. Dasar Laut Dalam/kawasan (Area/Deep Seabed)

2. Pengertian Pulau Kecil

Pulau-pulau kecil didefinisikan berdasarkan dua kriteria utama yaitu luasan pulau dan jumlah penduduk yang menghuninya. Definisi pulau-pulau kecil yang dianut secara nasional sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41/2000 Tentang Pedoman Umum Pengelolaan Pulau- pulau Kecil yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat jo.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 67/2002 Tentang Pedoman Umum Pengelolaan Pulau-pulau Kecil yang Berkelanjutan dan Berbasis

(24)

Masyarakat adalah pulau yang berukuran kurang atau sama dengan 10.000 km2, dengan jumlah penduduk kurang atau sama dengan 200.000 jiwa.

Di samping kriteria utama tersebut, beberapa karakteristik pulau-pulau kecil adalah secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik yang jelas dan terpencil dari habitat pulau induk, sehingga bersifat insular; mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi; tidak mampu mempengaruhi hidroklimat; memiliki daerah tangkapan air (catchment area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut serta dari segi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pulau-pulau kecil bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya.83

Pulau pulau kecil juga sering kali diartikan sebagai pulau terluar dari wilayah Indonesia yang menjadi patokan garis pangkal atau perbatasan dengan wilayah atau Negara lain.

3. Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau Kecil

Menurut UU No. 1 tahun 2014 tentang perubahan UU No.27 tahun 2007, pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

83 https://kontras.org/wp-content/uploads/2019/11/cetak_pulau-kecil.pdf diakses pada 09 Maret 2020

(25)

Ada beberapa juga konvensi dan Hukum Internasional yang mengatur tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil ini, antara lain ialah UNCLOS , Konferensi Bumi, dan Deklarasi Rio De Janiero.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dibangun adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, peranjian, serta doktrin (ajaran).84 Penulisan penelitian ini menggunakan penelitian normatif, yaitu mengambil data sekunder atau data yang berasal dari kepustakaan. Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif untuk meneliti dan menulis pembahasan skripsi ini sebagai metode penelitian hukum.

Penggunaan metode penelitian normatif dalam upaya penelitian dan penulisan skripsi ini dilatari kesesuaian teori dengan metode penelitian yang dibutuhkan penulis.

2. Pendekatan

Penulisan ini menggunakan Pendekatan perundang-undangan (statute approach).Pendekatan perundang-undangan adalah suatu pendekatan yang

84 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Cetakan IV, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2017), hal.33

(26)

dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang berkaitan.85 Penelitian ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum) yang sedang dihadapi, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.

3. Sumber Data

Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder, yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu semua bahan-bahan hukum yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yang menjadi landasan utama yang digunakan dalam penelitian ini.

Disini bahan hukum primer yang digunakan berupa perundang- undangan seperti Undang-Undang No27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Undang- Undang No.1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang No27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No.4 Tahun 2019 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Sumatera Utara Tahun 2019-2039, Perjanjian Internasional seperti UNCLOS

85 Soerjono Soekanto & Sri Mamudy, Penelitian hukum normatif (suatu tinjauan singkat), (Jakarta: Rajawali pers, 2001), hal. 13

(27)

(United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982, Konfrensi Bumi, dan Deklarasi Rio.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti buku-buku, jurnal, artikel, dan lain-lain yang erat kaitannya dengan objek penelitian.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier tersebut adalah media internet.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah dengan penelitian kepustakaan (library research), dikarenakan sumber data ialah data sekunder . Yaitu dengan dengan penelusuran buku dan jurnal terkait baik yang terdapat pada perpustakaan maupun yang ada di internet.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan bertujuan agar tidak terjadi kesimpangan pemikiran dalam penguraian lebih lanjut tentang inti permasalahan yang dibahas. Pada bagian ini terdapat garis besar dari lima Bab yang diuraikan dalam skripsi, dalam setiap bab terdapat beberapa sub-bab yang akan mendukung keutuhan pembahasan setiap bab dalam skripsi ini. Berikut sistematikanya :

(28)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL NEGARA BERDAULAT MENGELOLA WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL

Berisi tentang bagaimana hak negara berdaulat mengelola SDA di wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil , dan bagaimana Hukum Internasional mengaturnya, serta kaitan Hukum Nasional terhadap Hukum Internasional.

BAB III PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL MENURUT HUKUM NASIONAL

Membahas potensi potensi yang dimiliki oleh wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil, dan bagaimana Hukum Nasional mengaturnya serta kewenangan pemerintah

BAB IV ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL DI DAERAH

Membahas zonasi sebagai salah satu cara mengelola wilayah pesisir dan bagaimana zonasi di daerah, serta pembagian daerah daerah yang dikelompokkan.

BAB V PENUTUP

Berisi kesimpulan dan saran dari uraian bab – bab sebelumnya.

(29)

BAB II

KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI KEDAULATAN NEGARA BERDAULAT DALAM MENGELOLA WILAYAH PESISIR

DAN PULAU PULAU KECIL

A. Hak Negara Berdaulat Negara dalam Mengelola Sumber Daya Alam Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil di Indonesia Menurut Hukum Internasional

Kekuasaan penuh negara pantai untuk menjamin kepentingan- kepentingannya dalam laut teritorialnya digambarkan dengan pengertian kedaulatan.

86 Kedaulatan atau dalam bahasa asingnya sovereignity bermakna kekuasaan tertinggi dalam suatu negara yang di dalam negara tersebut tidak dihinggapi adanya kekuasaan lain. Berkaitan dengan kedaulatan, Jean Bodin yang hidup pada abad XVI mengungkapkan bahwa kedaulatan menentukan hukum dalam negara tersebut dan sifatnya: tunggal, asli, abadi serta tidak dapat dibagi-bagi.87 Bagi suatu negara berdaulat yang berarti bahwa negara tersebut mempunyai otonomi penuh dan tanggung jawab yang penuh pula terhadap perkembangan bangsa dan negara baik yang bersifat ke dalam maupun politik, ekonomi, hukum, pertahanan dan keamanan serta menjalin hubungan dengan negara-negara serta bangsa-bangsa lain di dunia.88

Dalam pergaulan masyarakat internasional sebagai masyarakat dunia mempunyai berbagai urusan yang bersifat melintasi batas wilayah negara

86Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Laut Internasional, ( Bandung : Binacipta, 1986), hal.32

87Soehino, Ilmu Negara, (Yogyakarta : Libarty, 1980), Hal. 17

88P. Joko Subagyo, Hukum Laut Indoneia, ( Jakarta: Asdi Mahasatya, 2002), Hal. 15

(30)

dengan berbagai transaksi dan pendekatan lainnya antara satu negara dengan negara lainnya. Negara sebagai anggota masyarakat internasional yang berbicara tentang nasib dan keadaan politik dunia merupakan negara yang merdeka, berdaulat serta mempunyai kesamaan derajat, sehingga segala tindakan antar negara ada kewajiban saling mengakui dan menghormati. Juga hak-hak yang harus diperhatikan yang timbul sebagai akibat logis dalam pergaulan di dalam masyarakat.89

Titik tolak pertama kedaulatan suatu negara adalah penentuan secara benar batas-batas wilayah negara yang benar dan diakui.90 Kedaulatan negara republik Indonesia di wilayah perairan meliputi laut teritorial, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman serta ruang udara diatas laut teritorial, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman serta dasar laut dan tanah di bawahnya termasuk sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.91 Laut sebagai wilayah teritorial, merupakan daerah yang menjadi tanggung jawab sepenuhnya negara yang bersangkutan dengan penerapan hukum yang berlaku di wilayahnya.92 Wilayah pesisir dan laut masuk kedalam perairan pedalaman (internal waters) adalah bagian dari perairan suatu negara yang tunduk pada kedaulatan negara tersebut. Adapun yang berkaitan dengan perairan pedalaman dalam UNCLOS 1982 Pasal 8.

Berdasarkan pasal tersebut maka negara mempunyai kewenangan penuh untuk mengatur dan mengelola wilayah yang masuk dalam garis pangkal laut territorialnya.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka UNCLOS 1982 memberikan kedaulatan secara penuh untuk mengelola wilayah pesisirnya dan memberikan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut

89Ibid., hal. 17

90Indien Winarwati, Op.Cit., Hal. 37

91Pasal 4 Undang-Undang No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia

92P.Joko Subagyo, Op.Cit., hal. .21

(31)

Dengan memperhatikan keadaan tersebut di atas, negara berdaulat mempunyai dan melaksanakan hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pengelolaan dan berupaya untuk melindungi, melestarikan sumber daya alam yaitu menjaga dan memelihara keutuhan ekosistem laut.93

Pasal 56 Konvensi Hukum Laut 1982 menyatakan bahwa di zona ekonomi ekslusif, negara pantai mempunyai hak-hak berdaulat dan yuridiksi khusus yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam ikan yang berada pada jalur tersebut, termasuk pada dasar laut dan tanah di bawahnya.94 Setelah ZEE , zona maritim berikutnya adalah laut bebas. Berkenaan dengan dasar laut, negara pantai dan/ negara kepulauan juga berhak atas landas kontinen (continental shelf), yaitu dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut.95

Sebuah negara dapat menambah luas landas kontinennya selebar 150 mil laut sehingga menjadi 350 mil laut, dengan sebuah persyaratan khusus. Di landas kontinen ini negara pantai dan/ negara kepulauan dapat melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam non-hayati.96

Indonesia sebagai negara berdaulat, di samping mengatur wilayah teritorial laut Indonesia juga berhak dan memiliki kedaulatan yang berkenaan

93Ibid., hal.84

94Dikdik Mohamad Sodik, Op.Cit., hal.84

95Dhiana Puspitawati, ”Desentralisasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Dalam Kerangka Prinsip Negara Kepulauan”, Jurnal Hukum Arena Universitas Brawijaya, Vol. 7, No. 2, (Malang, 2014), hal. 214

96Ibid., hal. 5

(32)

dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Kedaulatan Indonesia untuk mengatur wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ditunjukan salah satunya dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

B. Hukum Internasional Mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Pengaturan Hukum Internasional tentang laut yang umum paling dikenal oleh masyarakat internasional adalah UNCLOS. Konvensi ini mengatur mengenai batas-batas laut dan rezim yang berlaku, hak-hak setiap negara terhadap wilayah laut, perlindungan dan pelestarian laut, dan lain-lain.

Perkembangan kodifikasi hukum laut internasional dimulai dengan diadakannya Konferensi Internasional tentang Hukum Laut I atau dikenal dengan United Nation Conference on the Law of the Sea I (UNCLOS I) pada tahun 1958, yang kemudian dilanjutkan dengan UNCLOS II pada tahun 1960.

UNCLOS II kemudian diteruskan dengan UNCLOS III yang berlangsung selama hampir 10 tahun (tahun 1973-1982). Pada UNCLOS III inilah akhirnya

(33)

Konvensi Hukum Laut Internasional atau yang kemudian dikenal dengan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 atau Konvensi PBB tentang Hukum Laut, disingkat UNCLOS 1982.

Terdapat beberapa ketentuan internasional yang mengatur tentang pengelolaan wilayah pesisir dan lautan, diantaranya meliputi UNCLOS, UNCED, Deklarasi Rio,Agenda 21, 97 dan World Ocean Conference.

1. United Nation Conference on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982) UNCLOS 1982 dalam pasal 193 mengatur bahwa Negara-negara mempunyai hak kedaulatan untuk mengeksploitasi kekayaan alam mereka serasi dengan kebijaksanaan lingkungan mereka serta sesuai pula dengan kewajiban mereka untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut.

Dalam Pasal 61 juga diatur tentang konservasi sumber kekayaan hayati.

Negara pantai, dengan memperhatikan bukti ilmiah terbaik yang tersedia baginya harus menjamin dengan mengadakan tindakan konservasi dan pengelolaan yang tepat sehingga pemeliharaan sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif tidak dibahayakan oleh eksploitasi yang berlebihan.

Di mana Negara pantai dan organisasi internasional berwenang, baik sub- regional, regional maupun global, harus bekerja sama untuk tujuan ini.98

Wilayah pesisir dan laut masuk kedalam perairan pedalaman (internal waters) adalah bagian dari perairan suatu negara yang tunduk pada kedaulatan negara tersebut. Adapun yang berkaitan dengan perairan pedalaman dalam UNCLOS 1982 adalah Pasal 8. Berdasarkan pasal tersebut maka negara mempunyai kewenangan penuh untuk mengatur dan

97Dhiana Puspitawati, Op.Cit., hal. 4

98UNCLOS pasal 61

(34)

mengelola wilayah yang masuk dalam garis pangkal laut teritorialnya.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka UNCLOS 1982 memberikan kedaulatan secara penuh untuk mengelola wilayah pesisirnya dan memberikan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Akan tetapi dalam melaksanakan haknya setiap negara pantai harus memberikan kebebasan-kebebasan kepada setiap negara pantai dan negara tak berpantai untuk mempergunakan bagian laut tersebut sebagai laut lepas .Selain itu UNCLOS 1982 sebagai sistem pembangunan berkelanjutan memberi prioritas tinggi pada konservasi dan pengelolaan yang layak atas sumberdaya hayati termasuk juga wilayah pesisir dan telah mengembangkan suatu ketentuan yang melindungi ekosistem laut dari kegiatan yang merusak dan menjamin pemanfaatan sumberdaya yang terdapat di wilayah-wilayah tersebut secara berkelanjutan.99

2. United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) Konferensi Bangsa-Bangsa untuk Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development / UNCED) yang diselenggarakan pada tahun 1992 di Rio de Janeiro, yang disebut juga dengan Konferensi Bumi (Earth Summit); dan pertemuan dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan (the World Summit for Sustainable Development) yang diselenggarakan pada tahun 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan.100 Yang 20 tahun kemudian diadakan kembali pertemuan di

99 http://etd.repository.ugm.ac.id/home/detail_pencarian/42864, diakses pada 04 Maret 2020

100 Dirhamsyah, “Pengelolaan Wilayah Pesisir Terintegrasi di Indonesia”, Jurnal Penelitian Oseanografi LIPI, Vol. 31, No. 1, (Jakarta, 2006), Hal. 24

(35)

Rio de Janeiro, Konferensi ini diadakan sebagai kelanjutan dari Earth Summit Rio 1992 dengan fokus utama perubahan iklim dan kelangsungan lingkungan hidup. Dokumen UNCED secara khusus meminta agar kebijakan, proses pengambilan keputusan dan kelembagaan dalam pengelolaan kawasan laut dan pesisir serta pulau-pulau kecil dapat dilaksanakan secara terpadu.101

3. Deklarasi Rio

Deklarasi ini merupakan salah satu produk hasil atas adanya konferensi rio. Deklarasi ini memperkenalkan suatu pendekatan baru dalam pengelolaan lingkungan, yaitu melalui pendekatan yang lebih luas, terpadu serta berkelanjutan dengan prioritas penanganan masalah lingkungan, yang intinya adalah untuk meningkatkan kerjasama internasional.102

Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil didasarkan pada prinsip-prinsip integrated coastal management, berkaitan erat dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam The Rio Declaration on Environment and Development (selanjutnya disebut Rio Declaration 1992).103 Deklarasi Rio 1992 menetapkan 21 prinsip dengan 7 prinsip utama untuk pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yaitu:104

1. principles of interrelationship and integration 2. inter and intra-generational equity principles

101Ibid., hal. 25

102Dhiana Puspitawati, Loc.Cit.

103Dina Sunyowati, “Penataan Ruang Laut Berdasarkan Integrated Coastal Management”, Jurnal Hukum Universitas Airlangga, Vol. 20, No. 3, (Surabaya, 2008), hal. 428

104Billiana Cicin-Saint and Robert W. Knecht, , Integrated Coastal and Ocean Management, Concept and Practices, (Washington, D.C, Covelo: California Island Press, 1998), hal. 53

(36)

3. principles of right to develop

4. environmental safeguards principles 5. precautionary principle

6. polluter pays principle

7.transparency principle and other process oriented principle 4. Agenda 21

UNCED memasukkan integrated coastal management dalam Agenda 21 Chapter 17 sebagai rencana kerja di Abad 21 dengan judul

“Protection of the Oceans, All Kinds of Seas, including Enclosed and Semi- enclosed Seas, and Coastal Areas, and the Protection, Rational Use and Development of Their Living Resources”. Pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu (integrated coastal management) merupakan pendekatan baru sebagaimana dituangkan dalam Chapter 17 Agenda 21 bahwa lingkungan laut (The Marine Environment) merupakan komponen penting sistem penyangga kehidupan global.105

Integrated coastal management merupakan pedoman dalam pengaturan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam di wilayah pesisir dan laut dengan memperhatikan lingkungan.106

Agenda 21 Chapter 17 berisi 7 program utama yang terdiri atas :107

105Rokhmin Dahuri, Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu, (Jakarta : Pradnya Paramita,) 2001, hal. 5.

106Dina Sunyowati,” Pengaturan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut di Indonesia”, Jurnal Hukum Universitas Airlangga , Vol. 24, No.1 , (Surabaya, 2012), hal. 2

107Nicholas A. Robinson , Agenda 21: Earth’s Action Plan, (New York-LondonRome : Oceana Publications, Inc.,1993), hal. 307.

(37)

a. Integrated management and sustainable development of coastal areas, including exclusive economic zones

b. Marine environmental protection

c. Sustainable use and conservation of marine living resources of the high seas

d. Sustainable use and conservation of marine living resources under national jurisdiction

e. Addressing critical uncertainties for the management of marine environment and climate change

f. Strengthening international, including regional cooperation and coordination

g. Sustainable development of small islands

5. World Ocean Conference

Pada tanggal 11 -15 Mei World Ocean Conference (WOC/

Konferensi Kelautan Dunia) diadakan di Manado, Sulawesi Utara.

Konferensi membahas mengenai kebijakan kelautan global, khususnya dalam upaya adaptasi dan mitigasi Manado Ocean Declaration (MOD) dan dampak perubahan iklim terhadap laut dihadiri oleh para Kepala Negara, para dan sebaliknya. Selain itu diperlukan Menteri terkait di bidang kelautan, utusan strategi nasional untuk pengelolaan Negara-negara, Wakil Diplomatik dan Konsuler Negara-negara sahabat serta organisasi internasional yang terkait dengan kelautan, seperti USAID, National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), World Wide Foundation (WWF), The

(38)

Nature Conservancy (TNC),Conservancy International (CI), dan UNESCO.108

Manado Ocean Declaration (MOD) terdiri atas 14 paragraf pembuka inti dan 21 poin kesepakatan operatif. Isi deklarasi antara lain berupa komitmen negara-negara peserta untuk melakukan konservasi laut jangka panjang, menerapkan manajemen pengelolaan sumber daya laut dan daerah pantai dengan pendekatan ekosistem, serta memperkuat kemitraan global untuk diadakan pembangunan berwawasan lingkungan.109

C. Kebijakan Hukum Nasional Dikaitkan Dengan Hak dan Kewajiban Negara Terhadap Hukum Internasional (UNCLOS 1982)

Hukum Nasional dan Hukum Internasional adalah dua domain hukum yang pada satu sisi terkadang dipahami sebagai satu kesatuan sistem hukum dan pada sisi lainnya terkadang pula diposisikan dalam dua entitas sistem hukum yang berbeda serta terpisah antara satu dengan yang lainnya.

Kedua sudut pandang tersebut dalam prakteknya memetakan hubungan antara Hukum Nasional pada satu sisi dan Hukum Internasional pada sisi lainnya.110

Hukum Internasional merupakan sistem aturan yang digunakan untuk mengatur negara yang merdeka dan berdaulat. Hukum Internasional terdiri atas sekumpulan hukum, yang sebagian besar terdiri dari prinsip -

108Dina Sunyowati, “Tata Kelola Kelautan Berdasarkan Integrated Coastal And Ocean Management Untuk Pembangunan Kelautan Berkelanjutan”, Jurnal Hukum Universitas Airlangga, Vol. 15, No. 1, (Surabaya, 2010), Hal.77

109Ibid., hal.77

110Firdaus,” Kedudukan Hukum Internasional dalam Sistem Perundang-undangan nasional Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum Universitas Agung Tirtayasa ,Vol. 8, No. 1, (Banten, 2014), Hal. 37

(39)

prinsip dan aturan tingkah laku yang mengikat negara - negara dan oleh karenanya ditaati dalam hubungan antara negara, yang juga meliputi:

1) Peraturan - peraturan hukum tentang pelaksanaan fungsi lembaga - lembaga dan organisasi - organisasi Internasional serta hubungannya antara negara - negara dan individu - individu.

2) Peraturan - peraturan hukum tertentu tentang individu - individu dengan kesatuan - kesatuan bukan negara, sepanjang hak - hak dan kewajiban individu dengan kesatuan kesatuan tersebut merupakan masalah kerjasama internasional.111

Sebagai wujud pengimplementasian Hukum Internasional, negara Indonesia telah mengambil langkah penting dan tindakan nyata serta selalu berperan dalam perundingan-perundingan, juga melalui saluran diplomatik dalam hal mempertahankan kepentingan internasional bagi bangsa Indonesia pada masalah kelautan (sea interest state). Indonesia mengikuti konferensi- konferensi mengenai kelautan yang diadakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1958, 1960 dan tahun 1973 - 1982.112 Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadakan konferensinya yang pertama tahun 1958 dan berhasil menetapkan 4 buah konvensi, yaitu : 113

1. Konvensi mengenai Laut Lepas (Convention on the High Seas)

111Rosmawati, “Pengaruh Hukum Internasional terhadap Hukum Nasional”, Jurnal Ilmu Hukum Universitas Syah Kuala, Vol. 15, No. 61, (Aceh, 2013), Hal. 461

112Ida Kurnia, “Penerapan UNCLOS 1982 Dalam Ketentuan Perundang - Undangan Nasional, Khususnya Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia”, Jurnal Penelitian Universitas Gajah Mada, Vol. 2, No. 1, (Yogyakarta, 2008), hal. 42

113Ibid., hal.43

(40)

2. Konvensi mengenai Perikanan dan Perlindungan Kekayaan Hayati di Laut Lepas (Convention on Fishing and Conservation of Living Resources on the High Seas)

3.Konvensi mengenai Landas Kontinen (Convention on the Continental Shelf).

4.Konvensi mengenai Laut Wilayah dan Zona Tambahan (Convention on the Territorial Sea and Contiguous Zone)

Indonesia hanya meratifikasi 3 dari 4 konvensi yang ditetapkan melalui Undang Undang Nomor 19 tahun 1961 (LN Nomor 276, TLN. Nomor 2318 tanggal 6 September 1961) tentang Pengesahan Ketiga Konvensi yaitu : Konvensi Laut Lepas, Konvensi Mengenai Perikanan dan Perlindungan Hayati di Laut Lepas serta Konvensi Landas Kontinen.

Hak dan Kewajiban Indonesia serta Status saat ini terhadap perairan Indonesia sepenuhnya berada di bawah kedaulatan Negara Indonesia.114 Perairan kepulauan (Archiplegic Waters), Indonesia sebagai negara kepulauan lebih banyak mempunyai hak daripada kewajiban menurut Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Hak tersebut seperti menetapkan garis pangkal lurus kepulauan sehingga menjadi bagian kedaulatan RI.115

Salah satu hak dan kewajiban Indonesia sebagai negara yaitu terhadap peraturan tentang Laut Teritorial (Teritorial Waters) yang telah diatur oleh Konvensi, yaitu yang terdapat dalam Bab II Konvensi Hukum Laut 1982

114Peni Susetyorini, “Kebijakan Kelautan Indonesia Dalam Perspektif UNCLOS 1982”, Jurnal Masalah-Masalah Hukum Universitas Diponegoro, Vol. 48, No. 2, (Semarang, 2019), hal.

167

115Ibid., hal. 168

(41)

berjudul “Territorial Sea and Contiguous Zone” dari mulai Pasal 2 s/d Pasal 32. Hak dan Kewajiban Indonesia serta Status saat ini terhadap laut territorial, Indonesia berdaulat penuh di laut teritorial, tetapi apabila laut teritorial Indonesia berhadapan atau berdampingan dengan negara tetangga, maka harus ditetapkan batas-batas laut teritorial tersebut dengan negara itu sebagaimana diwajibkan oleh Pasal 15 Konvensi Hukum Laut (UNCLOS)1982.116

Ketentuan Pasal 2 s/d Pasal 32 Konvensi Hukum Laut 1982 tersebut sudah implementing legislation, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dan aturan pelaksanaannya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal Asing dalam Melaksanakan Lintas Damai melalui Perairan Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan melalui Alur Laut Kepulauan yang Ditetapkan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis TititkTiitik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.117

Secara keseluruhan, hak dan kewajiban Negara Indonesia berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea) setelah meratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985 dapat dijabarkan dalam tabel berikut ini :118

116Ibid.

117Ibid.

118Ibid., hal. 169

(42)

Tabel 2.1

Hak dan Kewajiban Negara Indonesia Berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982

No.

Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS)

1982

Hak – Hak Indonesia

Kewajiban

Indonesia Keterangan

1. Pasal 1 : (4)”Pollution of the marine environment”

(5) dumping

Hak berdaulat eksploitasi lingkungan laut (Pasal 193).

Wajib melindungi dan Melestarikan lingkungan laut (Pasal 192).

• Perlu ditetapkan batas wilayah perairan pedalaman.

• Sudah ada di PP.

No. 19 Tahun 1999 sebaiknya ditingkatkan ke UU.

• Dumping tunduk pada LDC 1972 2. Pasal 2-32 :

tentang rezim laut teritorial sejauh 12 mil dari garis pangkal (lebar laut teritorial, garis pangkal normal/lurus, batas laut teriorial, peta dan daftar koordinat geografis, hak lintas damai bagi kapal asing di laut teritorial

Hak kedaulatan penuh

• Wajib membuat peta dan koordinat geografis dan menyampaikannya salinannya kpd Sekjen PBB (Pasal 16).

•Wajib

menghormati hak lintas damai kapal asing di laut teritorial Indonesia

Rejim laut teritorial sudah implementing legislation dgn UU No 6 Tahun 1996 dan PP 36, PP 37, dan PP 38 th 2002 namun perlu dikaji kembali.

• Pasal 16 belum dilakukan Indonesia.

•Harus

menyampaikan ke Sekjen PBB pada tahun 2009.

•Meninjau kembali garis pangkal laut wilayah

(43)

3. Pasal 33 : Rezim zona tambahan (contiguous zone) sejauh 24 mil dari garis pangkal

Hak yurisdiksi pengawasan untuk mencegah pelanggaran peraturan bea cukai, fiskal, imigrasi, saniter, dan menghukum pelakunya

Tidak ada

kewajiban karena ini hak yurisdiksi kontrol dan menghukumnya, tapi kalau ada pelanggaran wajib diproses karena untuk kepentingan Indonesia

• Perlu diatur mengenai Zona tambahan.

• Sebaiknya diadopsi oleh uu terkait, misal : bea cukai, imigrasi, dll.

4. Pasal 46-53 : Rezim negara kepulauan (garis pangkal kepulauan, hak lintas damai,hak ALKI)

Perairan kepulauan berada dalam kedaulatan penuh Indonesia

• Wajib menghormati perairan

internasional yang sudah ada dengan negara lain.

• Wajib

menghormati hak tradisional

penangkapan ikan negara lain.

• Wajib menghormati kabel bawah laut negara lain

• Sudah diatur oleh UU No.6/

1996 dan ketiga PP : PP

No.36/37/38 tahun 2002.

• Indonesia bukan hanya negara kepulauan, tapi harus jadi negara kelautan (SDA dan pelayaran harus

dioptimalkan)

5. Pasal 55-75 :

Rezim zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil dari garis pangkal

Hak berdaulat dan yurisdiksi negara, bukan berada dalam kedaulatan Indonesia

•Dapat

memberikan hak akses pada negara lain untuk

memanfaatkan sumber daya hayati.

•Wajib konservasi atas sumber daya hayati dan nonhayati.

•Menegakkan hukum karena banyak

kapal asing berorasi dan mengambil keuntungan.

• Penyelesaian

•Sudah di implementing legislation : UU No. 6/1996.

• Sudah ada PP No. 36/37/38.

•Mengadakan perjanjian batas ZEE dengan negara tetangga. • Membuat peta dan koodinat

geografis.

•Sudah ada implementing legislation : UU No. 5/1983 tentang

ZEE Indonesia.

(44)

batas-batas ZEE Indonesia dengan negara lain

•Wajib

menyampaikan ke Sekjen PBB.

•Mengumumkan pembangunan dan letak pulau-pulau buatan, instalasi dan bangunan lainnya.

6. Pasal 133-191 Kawasan (Area)

Rezim

internasional :

• common heritage of mankind.

• Pengelolaan kekayaan di Kawasan berada pada Badan Otorita Intern/

ISA.

Wajib berperan serta sebagai negara

berkembang dan bekerja sama dengan perusahaan.

Ikut berperan aktif dan kerjasama dengan lembaga- lembaga regional maupun

internasional di bidang kelautan

7 Pasal 192-237 Perlindungan dan

Pelestarian Lingkungan Laut

• Hak berdaulat (Pasal 193) atas kekayaan sumber daya alam di laut

• Wajib

melindungi dan melestarikan lingkungan laut.

• Mencegah, mengurangi, dan mengendalikan pencemaran laut.

• Wajib bekerja sama regional dan global.

• Membuat UU tentang

pencegahan, pengurangan, dan pengendalian pencemaran laut.

• Koordinasi dengan KLH yang telah membuat peraturan perundang- undangan tentang lingkungan hidup dan pengendalian pencemaran laut.

• Perlu dibuat uu tentang

pencegahan dan pengendalian pencemaran laut, menggantikan PP No. 19 Tahun 1999

8 Pasal 266- 278:

Pengembanga n dan Alih Teknologi Kelaut

• Hak

mengembangkan teknologi

kelautan;

• Hak kerja sama dengan pemilik teknologi kelautan

• Wajib kerja sama internasional dan regional.

• Wajib membangun pusat-pusat riset nasional untuk pengembangan teknologi

kelautan, apalagi

• Indonesia harus mempunyai kebijakan yang mengatur tentang alih teknologi kelautan.

• Budayakan dan perkuat

pengembangan dan alih teknologi

Referensi

Dokumen terkait

"Saya bersumpah,he4anji, bahwa saya akan melakukan pekeq'aan Ilmu Kedokteran, Ilmu Bedah dan Ilmu Kebidanan dengan pengetahuan dan tenaga saya yang

Jika dilakukan observasi di lokasi kejadian kecelakaan, pemasangan rambu rambu sementara yang dilakukan petugas layanan jalan tol belum sesuai dengan aturan SK DIREKSI

Dibanding metode pohon klasifikasi tunggal (CART), penerapan metode Bagging pada pohon klasifikasi CART mampu meningkatkan ketepatan klasifikasi total (akurasi)

Berdasarkan Rencana Jangka Menengah Tahun 2010-2012 Kampung Totokaton Kecamatan Punggur pelaksanna pembangunan berdasarkan hasil identifikasi, pemetaan swadaya dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pengembangan kompetensi guru produktif dalam meningkatkan sikap kewirausahaan siswa melalui MGMP, (2) Pelaksanaan

Metafora sebagai salah satu wujud daya kreatif bahasa di dalam penerapan makna, artinya berdasarkan kata-kata tertentu yang telah dikenalnya dan berdasarkan keserupaan atau

PT Greenspan Packaging System sudah baik, hal ini dapat dilihat dari pembagian tanggung jawab fung- sional diantaranya fungsi penjualan terpisah dengan fungsi gudang untuk

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui adakah pengaruh yang signifikan antara kompetensi pedagogik guru Pendidikan Agama Islam terhadap pemahaman materi