• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PROBLEMA PENDIDIKAN ANAK NELAYAN MISKIN :

LATAR BELAKANG ORANG TUA NELAYAN TERHADAP PERSEPSI DAN SIKAP ORANG TUA NELAYAN MENGENAI PENDIDIKAN ANAK

di BAGAN TAMBAHAN KECAMATAN MEDAN BELAWAN

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh :

RINA LESTARI 140901008

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)

PROBLEMA PENDIDIKAN ANAK NELAYAN MISKIN:

LATAR BELAKANG ORANG TUA NELAYAN TERHADAP PERSEPSI DAN SIKAP ORANG TUA NELAYAN MENGENAI PENDIDIKAN ANAK di

BAGAN TAMBAHAN KECAMATAN MEDAN BELAWAN

ABSTRAK

Kemiskinan meruapakan realita sosial ditandai dengan keterbelakangan banyak hal baik terkait dengan sosial ekonomi, budaya, politik, pendidikan, maupun faktor alam yang berpengaruh langsung terhadap ketidakmampuan masyarakat, sehingga menjadi miskin. Pendapatan rendah yang diperoleh orang tua/nelayan tidak mampu mencukupi kebutuhan mereka, termasuk kebutuhan dibidang pendidikan. Sehingga orang tua hanya mampu menyekolahkan anak pada jenjang pendidikan tertentu. Tidak jarang pada keluarga atau anak nelayan memiliki tingkat pendidikan yang terbilang rendah.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dan mengambil lokasi penelitian di Bagan Tambahan Kecamatan Medan Belawan. Dengan jumlah responden sebanyak 90 nelayan. Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara kuesioner dan observasi.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Faktor yang menyebabkan rendahanya tingkat pendidikan pada anak nelayan di Bagan Tambahan yaitu karena tidak mampunya orang tua untuk membiayai sekolah anak mereka, karena menurut mereka biaya pendidikan sangat mahal. Serta faktor rasa tidak ingin dari diri anak itu sendiri untuk bersekolah karena melihat teman-teman mereka yang tidak bersekolah sehingga merekapun menjadi ikut-ikutan malas bersekolah. Lingkungan yang tidak mendukung seperti banyaknya teman-teman sebaya mereka yang tidak tamat sekolah dan sudah banyak yang ikut bekerja melaut seperti orang tuanya. Persepsi dan sikap orang tua nelayan terhadap pendidikan sangat baik. Sebagian orang tua beranggapan bahwasanya sekolah anak jauh lebih penting, jika dibandingkan kebutuhan rumah tangga.

Kata Kunci : Persepsi, Sikap, Orang Tua Nelayan.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Problema Pendidikan Anak Nelayan Miskin: Latar Belakang Orang Tua Nelayan Terhadap Persepsi Dan Sikap Orang Tua Nelayan Mengenai Pendidikan Anak Di Bagan Tambahan Kecamatan Medan Belawan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan dan pengerjaan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dukungan serta doa dari berbagai pihak.

Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, yaitu:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.sos, M.Si selaku Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Harmona Daulay, M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi dan Bapak Drs. T. Ilham Saladin, M.SP selaku Sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Rizabuana M.Phil, Ph.D sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Serta ucapan terimakasih atas kesabaran dan pengertian beliau yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan bimbingan yang sangat berguna bagi penulis.

4. Begitu juga kepada Ibu Lina Sudarwati, M.Si. selaku Anggota Penguji dalam penulisan skripsi ini.

5. Kepada segenap Bapak/Ibu Dosen Sosiologi yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama saya mengikuti mata kuliah yang Bapak/Ibu ajarkan, serta segenap karyawan, dan staff yang bekerja di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah membantu mengurus semua keperluan saya selama ini, terutama untuk

(4)

Kak Ernita, Kak Rina dan Bang Abel yang selalu siap membantu dalam mengurus dan meminta berkas saat akan sidang.

6. Kepada orang tua tercinta Ayahanda tersayang dan Ibunda tersayang yang selama ini memberi saya support baik materi maupun kasih sayang.

Sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

7. Buat kakak tersayang Wenny Havn dan Abang ipar saya Morris, yang selama ini membiayai kuliah saya hingga selesai. Dan memberi dukungan kepada saya agar lebih semangat menjalani kuliah disaat saya sedang sulit.

Saya ucapkan terima kasih. dan juga untuk saudara saya abg, kakak dan adik penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas doa, kasih sayang, cinta, dan dukungan material dan moril yang tidak pernah ada habisnya kepada penulis selama perkuliahan hingga selesai.

8. Terima kasih juga buat Bripda Regdi Waldi Siregar yang selama memberikan pengertian dan kasih sayang kepada penulis dalam mengerjakan skripsi, dan memberikan kesabaran yang tiada henti.

9. Kepada kepala lingkungan 15 Ibu Ida yang telah memberikan banyak informasi dan membantu akan proses skripsi saya, dan terima kasih juga kepada orang tua nelayan di Bagan Tambahan yang telah banyak memberikan informasi akan skripsi saya.

10. Terima kasih juga buat para sahabat seperti Ningrum, Mifta, Sri, dan Iyem yang selalu menemani, membantu, memberikan semangat, serta memberi masukan kepada penulis saat penulis mengerjakan skripsi ini.

11. Terima kasih juga buat sahabat “cabe-cabean” yang terdiri dari Suci, Mesra, Sabet, Iyem, dan Murti yang selalu memberikan semangat, masukan, motivasi dan menjadi penghibur disaat penulis merasa jenuh dalam proses pengerjaan skripsi ini.

12. Terima kasih juga buat sahabat “Para Wanita Idaman” atas dukungan, bantuan, doa, dan penghibur disaat penulis lelah dan galau selama pengerjaan skripsi ini.

13. Terima kasih juga buat teman satu stambuk Sosiologi 2014, dan para senior yang sudah banyak membantu, memberikan semangat, doa, serta masukan, dalam proses pengerjaan skripsi ini

(5)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan dan menerima kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, 29 september 2018

Rina Lestari Nim. 140901008

(6)

DAFTAR ISI Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 10

1.4.2. Manfaat Praktis ... 11

1.5. Hipotesis ... 11

1.6. Definisi Konsep ... 11

1.6.1. Persepsi Orang Tua Nelayan ... 12

1.6.2. Sikap Orang Tua Nelayan ... 14

1.6.3. Pendidikan ... 15

1.7. Latar Belakang Orang Tua ... 16

1.7.1. Pendidikan ... 16

1.7.2. Pendapatan Orang Tua ... 16

1.7.3. Kepemilikan Rumah ... 18

1.8. Operasional Variabel ... 18

BAB II KERANGKA TEORI ... 20

2.1. Teori Pembelajaran Sosial: Albert Bandura ... 20

(7)

2.2. Penelitian Terdahulu ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1. Jenis Penelitian ... 29

3.2. Lokasi Penelitian ... 29

3.2.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 30

3.3. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 32

3.3.1. Populasi ... 32

3.3.2. Sampel ... 32

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.4.1. Data Primer ... 33

3.4.2. Data Sekunder ... 35

3.5. Teknik Analisa Data ... 39

3.5.1. Uji Validitas ... 39

3.5.2. Uji Reliabilitas... 39

3.5.3. Uji Korelasi ... 40

3.5.4. Uji t ... 41

3.5.5. Uji Anova ... 42

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA PENELITIAN ... 43

4.1. Analisis Data ... 43

4.1.1. Karakteristik Responden ... 43

4.1.1.1. Indentitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

4.1.1.2. Indentitas Responden Berdasarkan Kepala Kepala Keluarga Dalam Rumah Tangga ... 44

4.1.1.3. Indetitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 45

(8)

Dalam Rumah Tangga ... 46 4.1.1.5. Indentitas Responden Berdasarkan Suku

Bangsa ... 47 4.1.1.6. Indentitas Responden Berdasarkan Status

Kepemilikan Rumah ... 48 4.1.1.7. Indentitas Responden Berdasarkan Pendapatan Bulanan ... 49 4.1.1.8. Indentitas Responden Berdasarkan Pendapatan Tambahan ... 50 4.1.1.9. Indentitas Responden Berdasarkan Kondisi

Rumah ... .51 4.2. Persepsi Orang Tua Nelayan Mengenai Pendidikan Anak 51

4.2.1. Kondisi Lingkungan Yang Berkaitan Dengan

Pendidikan Anak ... 52 4.2.2. Pengalaman Masa Lalu Orang Tua Yang Berkaitan Dengan Pendidikan Anak ... 54 4.2.3. Kepentingan Orang Tua Terhadap Pendidikan

Anak ... 57 4.2.4. Harapan Terhadap Pendidikan Anak ... 59 4.3. Sikap Orang Tua Nelayan Akan Pendidikan Anak ... 61 4.3.1. Wawasan/pengetahuan Orang Tua Tentang Pendidikan Anak... 61

(9)

4.3.2. Penilaian Terhadap Pendidikan Anak ... 64

4.3.3. Keinginan Untuk Menyekolahkan Anak ... 67

4.4. Uji Korelasi ... 68

4.5. Uji Anova ... 77

4.6. Uji t ... 86

4.7 Persepsi Orang Tua Nelayan Akan Pendidikan Anak Dan Sikap Orang Tua Nelayan Akan Pendidikan Anak ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

5.1. Kesimpulan ... 90

5.2. Saran …… ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

1.1. Tingkat Pendidikan Suami Pada Keluarga Nelayan ... 7

1.2. Tingkat Pendidikan Istri Pada Keluarga Nelayan ... 7

1.3. Tingkat Pendidikan Anak Pada Keluarga Nelayan ... 8

1.4. Operasional Variabel ... 19

3.1. Luas Wilayah dan Persentase Terhadap Luas Kecamatan Medan Belawan ... 36

3.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ... 36

3.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 37

3.4. Jumlah Sarana Kesehatan di Bagan Deli ... 37

3.5. Jumlah Sarana Pendidikan di Bagan Deli ... 38

3.6. Jumlah Nelayan di Kecamatan Medan Belawan ... 38

3.7. Hasil Uji Reabilitas ... 40

3.8. Pedoman Instrumen Keandalan Alpha Cronbach ... 40

3.9. Interpretasi Koefisien Korelasi .... ... 41

4.1. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

4.2. Identitas Responden Berdasarkan Kepala Keluarga Dalam Rumah Tangga ... 45

4.3. Identitas Responden Berdasarkan pendidikan Terakhir ... 45

4.4. Identitas Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Dalam Rumah Tangga ... 46

(11)

4.5. Identitas Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 47

4.6. Identitas Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah ... 48

4.7. Identitas Responden Berdasarkan Pendapatan Bulanan ... 49

4.8. Identitas Responden Berdasarkan Pendapatan Tambahan ... 50

4.9. Identitas Responden Berdasarkan Kondisi Rumah ... 51

4.10. Frekuensi Kondisi Lingkungan Yang Berkaitan Dengan Pendidikan Anak ... 52

4.11. Frekuensi Pengalaman Masa Lalu Orang Tua Yang Berkaitan Dengan Pendidikan Anak ... 56

4.12. Frekuensi Kepentingan Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak ... 57

4.13. Frekuensi Harapan Terhadap Pendidikan Anak ... 59

4.14. Frekuensi Wawasan/pengetahuan Orang Tua Tentang Pendidikan Anak ... 63

4.15. Frekuensi Penilaian Terhadap Pendidikan Anak ... 64

4.16. Frekuensi Keinginan Untuk Menyekolahkan Anak ... 67

4.17. Kondisi Lingkungan Yang Berkaitan Dengan Pendidikan Anak Dengan Sikap Orang Tua Nelayan Mengenai Pendidikan Anak... 69

4.18. Pengalaman Masa Lalu Yang Berkaitan Dengan Pendidikan Anak Dengan Sikap Orang Tua Nelayan Mengenai Pendidikan Anak... 71

(12)

Sikap Orang Tua Nelayan Mengenai Pendidikan Anak ... 73

4.20. Harapan Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak Dengan

Sikap Orang Tua Nelayan Mengenai Pendidikan Anak ... 75 4.21. Perbedaan Persepsi Dan Sikap Berdasarkan Pendidikan

Terakhir ... 78 4.22. Perbedaan Persepsi Dan Sikap Berdasarkan Pendapatan

Bulanan ... 80 4.23. Perbedaan Persepsi Dan Sikap Berdasarkan Kepemilikan

Rumah ... 83 4.24. Perbedaan Persepsi Dan Sikap Berdasarkan Kepala Keluarga

Dalam Rumah Tangga ... 86

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 3.1. Daerah Bagan Tambahan Melalui Pencitraan

Google Earth………. ... 29

3.2. Kondisi Jalan di Bagan Tambahan ... 30

3.3. Kondisi Lingkungan di Bagan Tambahan... 32

3.4. Peta Kecamatan Medan Belawan ... 35

4.1. Pengisian kuesioner yang dilakukan orang tua/nelayan ... 64

4.2. Tanggapan Responden Mengenai Keinginan untuk Menyekolahkan Anak ... 66

(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut (Soekanto, 2005). Kemiskinan pada masyarakat nelayan dapat dicirikan oleh pendapatan yang rendah, pengeluaran yang konsumtif, tingkat pendidikan keluarga rendah, kelembagaan yang ada belum mendukung terjadinya pemerataan pendapatan, potensi tenaga kerja keluarga (istri dan anak) belum dapat dimanfaatkan dengan baik, dan akses terhadap permodalan yang rendah (Hermanto, 1995). Kemiskinan nelayan terkait dengan kelembagaan produksi, yaitu tidak mampu menangkap jenis ikan yang muncul secara berkelanjutan.

Akibat keterbatasan jenis alat tangkap yang dimiliki. Nelayan kecil tidak mampu menyesuaikan diri untuk bisa menangkap ikan sesuai musim ikan yang ada.

Sepanjang tahun alat tangkap yang dipakai tetap sama, walaupun jenis ikan yang muncul selalu berganti sesuai musimnya. Kondisi demikian menjadikan hasil tangkapan nelayan menjadi sedikit. Selain itu keterbatasan sumber daya.

Keterbatasan sumber daya yang menyangkut sumber daya manusia, sumber daya modal keuangan yang tidak ada atau tidak memadai untuk mampu melakukan usaha penangkapan ataupun usaha lain yang lebih menguntungkan. Kondisi alam dan fluktuasi musim menyebabkan nelayan tidak dapat melaut sepanjang tahun.

Nelayan tidak berani melaut karena ombak yang besar yang dapat membahayakan keselamatan jiwa, ataupun musim paceklik tidak ada/sedikit ikan (Anas, 2011).

(15)

Tingkat pendidikan di masyarakat nelayan sangat rendah, dengan kondisi ekonomi yang lemah tidak memungkinkan bagi nelayan untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya. Selain itu pandangan masyarakat nelayan terhadap pendidikan juga berpengaruh terhadap tingkat pendidikan di masyarakat nelayan (Kadriani, 2017). Sebagian besar nelayan hanya lulusan SD, sedangkan yang lainya lulusan SMP dan SMA (Heny, 2013). Kemampuan rumah tangga nelayan dalam menjangkau pelayanan pendidikan sangat terbatas. Dengan rendahnya tingkat pendidikan nelayan ini berpengaruh juga terhadap keterampilan, pola pikir, dan mental mereka (Yemima dkk, 2017).

Pada umumnya rumah tangga di masyarakat pesisir kurang memiliki perencanaan yang matang untuk pendidikan anak-anaknya. Pendidikan untuk sebagian besar keluarga di masyarakat pesisir masih belum menjadi suatu kebutuhan yang penting didalam keluarga. Dapat dikatakan bahwa antusias terhadap pendidikan di masyarakat pesisir relatif masih rendah. Faktanya pendidikan bagi mereka tidak menjadi prioritas dan bahkan menganggapnya tidak penting (Agung dkk, 2017). Kemiskinan yang melanda rumah tangga nelayan karena tingkat pendidikan yang rendah. Ketidakmampuan ekonomi telah mempersulit mereka untuk membentuk generasi berikutnya yang lebih baik.

Anak-anak nelayan terpaksa harus menerima kenyataan yang memaksa mereka tidak bersekolah atau drop out dari sekolah dasar sebelum mencapai kelulusan (Kasim, 1985, dalam heny, 2013). Tingkat pendidikan orang tua yang rendah berpengaruh kepada anak-anak nelayan tersebut, dimana ada batasan dalam bersekolah, ada batasan dalam menentukan tingkatan pendidikan. Jika pendidikan seorang anak rendah maka anak tersebut mendapat halangan dalam menata masa

(16)

depannya tersebut. Selain pada pendidikan dan kesehatan yang mengalami pengaruh dalam keadaan ekonomi nelayan yang dikatagorikan miskin. Ada sisi lain yang menjadi perjuangan masyarakat nelayan dalam pola bertahan hidup seperti bagaimana cara nelayan mengatasi kehidupannya dalam keadaan ekonomi yang dikategorikan rendah dan cara nelayan mengatur keuangan mereka untuk pendidikan. Pendidikan memerlukan uang, tidak hanya untuk uang sekolah, akan tetapi juga untuk pakaian, buku, transport. Banyaknya biaya yang harus dikeluarkan untuk menyekolahkan anak menjadi alasan bagi orang tua yang memiliki kondisi sosial ekonomi yang rendah (Nasution, 2010). Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Basrowi dan Juariyah (2010), yang menjelaskan bahwa masyarakat yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yang rendah cenderung memiliki tingkat pendidikan yang rendah.

Berdasarkan penelitian dilakukan Saiful Fatwa (2016), menunjukkan pertama, sebagian besar pendidikan orang tua/nelayan masih rendah, pendidikan rendah yang disandang orang tua menyebabkan tidak mampunya orang tua memberikan wawasan tentang pendidikan bagi anaknya, sehingga anak cenderung mengikuti pola-pola yang dilakukan orang tuanya, sehingga banyak anak-anak yang tidak sekolah atau putus sekolah karena orang tua tidak perduli dengan perkembangan pendidikan bagi anak mereka. Pola pikir mereka tentang pendidikan anak masih sangat rendah, mereka tidak pernah memikirkan fasilitas pendidikan untuk anak-anaknya serta adanya ketidak konsistenan antara persepsi dengan prilaku untuk menyekolahkan anak, karena ada berbagai faktor yang mempengaruhi pendidikan anak seperti faktor ekonomi. Misalnya, keadaan ekonomi keluarga yang mencukupi tentunya akan memberikan kesempatan yang

(17)

luas bagi anak dapat memperoleh pendidikan. Rendahnya persepsi nelayan terhadap pendidikan menujukkan status sosial mereka rendah. Rendahnya status sosial pendidikan nelayan pandega akibat tuntutan kebutuhan hidup keluarga.

Kedua, komitmen keluarga nelayan terhadap pendidikan anak dipengaruhi pola asuh keluarga nelayan dimana secara umum dan sebagian besar keluarga nelayan memiliki pola asuh otoriter dengan perpaduan pola asuh permisif, pola asuh otoriter untuk menghukum anaknya secara fisik seperti mencubit, menarik telingan, memukul, menampar bahkan menendang anaknya. Hukuman diberikan kepada anak yang bertingkah laku salah, tidak baik, pantas atau diterima oleh masyarakat. Hukuman dapat berupa fisik atau hukuman sosial tergantung dari tingkat kesalahan anak, karena banyak orang tua bersikap memaksakan kehendak dalam bidang tertentu seperti pendidikan anak.

Selain itu, penelitian yang dilakukan Nina (2016), jika dilihat dari pendidikan anak nelayan cukup memprihatinkan anak nelayan manjadi sebabkan karena jika mereka ikut melaut ataupun bekerja di laut maka mereka akan mendapatkan uang yang biasanya dipergunakan untuk berfoya–foya, selain itu juga faktor penyebab anak tidak sekolah karena sosial budaya yang berkembang dimasyarakat nelayan seperti , sekolah bukanlah sesuatu hal yang menjanjikan untuk menjadikan hidup lebih baik. Disamping itu faktor dari diri anak itu sendiri, pada dasarnya ada orang tua yang memiliki uang banyak namun anaknya tidak mau sekolah dan sebaliknya uang orang tua yang memiliki pendapatan rendah namun orang tua selalu berusaha bagaimana anak tersebut bisa sekolah setinggi–tingginya. Anak tersebut ada sebagian yang hanya bermain dan tidak jarang para anak-anak yang terdapat

(18)

dengan demikian anak-anak nelayan dapat dipastikan tidak bersekolah padahal dari segi usia mereka masih duduk dibangku sekolah bukan diisibukkan dengan melakukan berbagai kegiatan yang belum pantas mereka lakukan. Pada dasarnya jika berbicara mengenai masalah pendidikan anak, maka alasan yang dilontarkan oleh orang tua mengapa anak mereka tidak sekolah adalah karena keadaan ekonomi sehingga tidak pernah terpikirkan untuk menyekolahkan anak kejenjang yang lebih tinggi. Namun berbeda yang ditemukan pada masyarakat nelayan di Desa Binasi. Jika dilihat dari pendapatan orang tua yang bermata pencaharian sebagai nelayan, pada umumnya pendapatan yang mereka peroleh relatif cukup untuk menyekolahkan anaknya kejenjang yang lebih tinggi. Tetapi pendidikan anak nelayan di Desa Binasi masih rendah.

Penelitian yang dilakukan Eman Surachman (2011), menyatakan bahwa khususnya pada masyarakat nelayan di Desa Marga Mulya Kecamatan Mauk Kabupaten Tanggerang, yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan pada anak nelayan adalah masalah ekonomi. Disebabkan rendahnya pendapatan para nelayan. Masalah itu muncul karena disatu sisi masyarakat nelayan memiliki persepsi yang baik serta positif terhadap pendidikan anak. Sementara disisi lain realitas sosial yang dihadapi para nelayan menunjukkan secara ekonomis mereka berada pada posisi lemah untuk mampu menyekolahkan anak. Disini, mereka menganggap bahwa pendidikan anak memiliki arti penting bagi kelangsungan hidup mereka, baik secara individual maupun bagi kehidupan masyarakat pada umumnya. Artinya mereka menaruh harapan besar terhadap keberhasilan pendidikan anak, serta masa depan anak yang lebih baik dari kehidupan mereka saat ini.

(19)

Pendidikan yang rendah banyak di jumpai pada anak-anak nelayan yang kehidupan mereka berada pada ekonomi yang rendah, dimana pendidikan mereka masih banyak sekali yang hanya tamat pada tingkat sekolah dasar. Bahkan ada juga sebagian dari mereka yang tidak menamatkan sekolahnya pada jenjang sekolah dasar dan jarang pula pada anak-anak yang berada di Bagan Tambahan memilki tingkat pendidikan yang tinggi. Faktor yang menyebabkan rendahanya tingkat pendidikan pada anak nelayan di Bagan Tambahan yaitu karena tidak mampunya orang tua untuk membiayai sekolah anak mereka, karena menurut mereka biaya pendidikan sangat mahal, dan faktor rasa tidak ingin dari diri anak itu sendiri untuk bersekolah karena melihat teman-teman mereka yang tidak bersekolah sehingga merekapun menjadi ikut-ikutan malas bersekolah, serta faktor pada lingkungan masyarakat yang tidak mendukung untuk bersekolah.

Lingkungan yang tidak mendukung seperti banyaknya teman-teman sebaya mereka yang tidak tamat sekolah dan sudah banyak yang ikut bekerja melaut seperti orang tuanya, sehingga mereka beranggapan dunia pendidikan kurang penting. Kehidupan nelayan yang rata-rata berada pada pendidikan yang rendah terutama pada anak-anak nelayan banyak dijumpai di daerah Bagan Tambahan, Kecamatan Medan Belawan di Lingkungan 15.

Dari pengamatan dan informasi yang didapat di Bagan Tambahan, Kecamatan Medan Belawan, di lingkungan 15 khususnya pada keluarga nelayan yang memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah, data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

(20)

Tabel 1.1

Data Tingkat Pendidikan Suami Pada Keluarga Nelayan Di Bagan Tambahan, Kecamatan Medan Belawan.

Sumber: Data Penelitian, 2017.

Pada tabel 1.1 pendidikan formal keluarga nelayan masih sangat rendah.

Kebanyakan orang tua yang bermata pencaharian sebagai nelayan di Bagan Tambahan Belawan memiliki pendidikan yang umumnya hanya pada tingkat SD, bahkan masih ada nelayan yang butah huruf dan tidak tau membaca. Dengan kondisi tersebut dapat dilihat bahwa fenomena yang terjadi para nelayan belum memahami dan mengerti pentingnya pendidikan.

Tabel 1.2

Data Tingkat Pendidikan Istri Pada Keluarga Nelayan Di Bagan Tambahan, Kecamatan Medan Belawan.

No Tingkat pendidikan Suami Nelayan Jumlah Persentase (%)

1. Tidak sekolah 15 8,10 %

2. Tidak tamat SD/sederajat 30 16,2 %

3. Tamat SD/sederajat 107 57,8 %

4. Tamat SLTP/sederajat 20 10,8 %

5. Tamat SLTA/sederajat 13 7,02 %

6. Tamat Perguruan Tinggi 0 0

Jumlah 185 100 %

No Tingkat pendidikan Istri Nelayan Jumlah Persentase (%)

1. Tidak sekolah 22 12,02 %

2. Tidak tamat SD/sederajat 21 11,47 %

3. Tamat SD/sederajat 103 56,28 %

4. Tamat SLTP/sederajat 22 12,02 %

5. Tamat SLTA/sederajat 15 8,19 %

6. Tamat Perguruan Tinggi 0 0

Jumlah 183 100 %

(21)

Sumber: Data Penelitian, 2017.

Pada tabel 1.2 pendidikan formal pada istri dari keluarga nelayan tidak jauh berbeda seperti tingkat pendidikan pada suami yang pada umumnya hanya pada tingkat sekolah dasar saja, pendidikan istri yang menampatkan sekolah pada tingkat sekolah dasar berjumlah 103 orang.

Tabel 1.3

Tingkat Pendidikan Anak Pada Keluarga Nelayan Di Bagan Tambahan, Kecamatan Medan Belawan.

No Tingkat pendidikan anak nelayan Jumlah Persentase (%)

1. Belum sekolah 54 25,4 %

2. Anak tidak tamat SD/sederajat 34 16 %

3. Anak tamat SD/sederajat 74 34,9 %

4. Anak tamat SLTP/sederajat 27 12,7 %

5. Anak SLTA/sederajat 23 10,8 %

6. Anak tamat Perguruan Tinggi 0 0

Jumlah 212 99.8 %

Sumber: Data Penelitian, 2017.

Pada tabel 1.3 menunjukkan bahwa pendidikan anak pada keluarga nelayan di Bagan Tambahan, Kecamatan Medan Belawan masih sangat rendah. Apabila meninjau mengenai tingkat pendidikan anak-anak pada keluarga nelayan di Bagan Tambahan hampir rata-rata mengikuti jejak orang tua mereka yang hanya menamatkan pendidikan pada tingkat sekolah dasar (SD). Namun jika dilihat dari pendidikan pada anak-anak nelayan di Bagan Tambahan Belawan hampir rata pendidikan mereka masih sangat memprihatinkan. Ada beberapa fenomena yang peneliti amati diantaranya pendidikan bukanlah suatu hal yang menjanjikan. Bagi mereka, jika ikut pergi melaut atau bekerja dilaut maka mereka akan mendapatkan uang yang bisa dipergunakan untuk membeli sesuatu yang mereka

(22)

inginkan ataupun untuk membantu ekonomi keluarganya. Mereka beranggapan bahwa sekolah bukanlah hal yang penting dan menjanjikan untuk masa depan karena menurut mereka ada juga orang yang bersekolah tapi nyatanya juga melaut. Selain itu faktor dari diri anak itu sendiri,mereka lebih memilih ikut melaut karena suda bisa mendapatkan uang.

Pada kenyataanya masih terjadi permasalahan dalam sistem pendidikan di Indonesia (Intan, 2017). Salah satunya adalah banyak anak usia pendidikan dasar yang tidak melanjutkan ketingkat sekolah menengah. Banyaknya faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut, faktor utama yang menjadi alasan sebagian masyarakat di Bagan Tambahan Belawan adalah mahalnya biaya pendidikan untuk sekolah menengah serta pendapatan ekonomi yang mereka peroleh tidak cukup untuk membiayai kebutuhan sekolah anak mereka, sehingga orang tua lebih cenderung menyekolahkan anak mereka pada tingkat sekolah dasar (SD) saja.

Faktor lainya adalah kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan anak- anak. Selain itu, bagi mereka untuk menjadi seorang nelayan tidak dibutuhkan pendidikan yang tinggi sehingga mereka beranggapan bahwa hanya pada tingkat sekolah dasar saja sudah cukup.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Adakah hubungan persepsi orang tua nelayan mengenai pendidikan anak dan sikap orang tua nelayan mengenai pendidikan anak di Bagan Tambahan ?

(23)

2. Adakah perbedaan latar belakang orang tua nelayan dengan persepsi orang tua mengenai pendidikan anak dan sikap orang tua mengenai pendidikan anak di Bagan Tambahan ?

1.3 Tujuan Penelitan

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui adakah hubungan persepsi orang tua nelayan mengenai pendidikan anak dan sikap orang tua nelayan mengenai pendidikan anak di Bagan Tambahan.

2. Untuk mengetahui perbedaan latar belakang orang tua nelayan dengan persepsi orang tua mengenai pendidikan anak dan sikap orang tua mengenai pendidikan anak di Bagan Tambahan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau sumbangan pemikiran berkaitan dengan persepsi dan sikap orang tua terhadap pendidikan dimasyarakat nelayan terutama pada pendidikan anak-anak mereka. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu:

1.4.1 Manfaat teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran pada dunia pendidikan, serta memperkaya hasil penelitian dalam bidang sosiologi pendidikan.

(24)

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan penelitian bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian mengenai persepsi dan sikap orang tua nelayan, dan diharapkan juga dapat memberi masukan bagi masyarakat guna memahami masalah persepsi dan sikap otang tua nelayan terhadap pendidikan.

1.5 Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan sementara terhadap masalah penelitian. Hipotesi merupakan ramalan sementara tergadap hasil penelitian. Sifat hipotesis yang hanya memperediksi, menyebabkan hipotesis kadang-kadang sesuai dengan hasil penelitian dan kadang dapa meleset dari hasil penelitian (Bungin,2005). Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ho : Terdapat hubungan antara latar belakang orang tua terhadap persepsi orang tua nelayan mengenai pendidikan anak dan sikap orang tua nelayan mengenai pendidikan anak.

Ha : Tidak terdapat hubungan antara latar belakang orang tua nelayan terhadap persepsi orang tua nelayan mengenai pendidikan anak dan sikap orang tua nelayan mengenai pendidikan anak.

1.6 Defenisi Konsep

Dalam melakukan penelitian ini, terdapat beberapa konsep yang digunakan sebagai bahan dalam mengerjakan sebuah penelitian. Konsep tersebut digunakan untuk menjelaskan mengenai suatu kejadian/ peristiwa dan merupakan suatu dasar ataupun petunjuk didalam suatu penelitian, dimana konsep tersebut dapat

(25)

memberikan sebuah gambaran secara sistematis dari sebuah fenomena. Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1.6.1 Persepsi Orang Tua Nelayan

Persepsi pada hakikatnya adalah merupakan proses penilaian seseorang terhadap obyek tertentu. Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Menurut Walgito, 1981 (dalam Nilawati, 2013) menyimpulkan bahwa persepsi adalah kesan yang pertama untuk mencapai suatu keberhasilan.

Persepsi orang tua nelayan merupakan pandangan orang tua/masyarakat mengenai suatu hal atau proses yang dipergunakan individu untuk menafsirkan suatu hal atau keadaan yang terjadi disekitarnya, salah satunya mengenai persepsi orang tua nelayan terhadap pendidikan anak. Menurut Eman Surachman (2011), persepsi orang tua nelayan dapat dilihat dari empat indikator yaitu :

a) Kondisi Lingkungan yang berkaitan dengan pendidikan anak.

Kondisi lingkungan orang tua memandang bahwa kondisi lingkungan fisik maupun lingkungan sosial merupakan hal penting dan cukup kondusif untuk mendukung terlaksananya kegiatan pendidikan. Kondisi lingkungan yang kondusif meliputi : kemampuan orang tua menyekolahkan anak, cara yang dilakukan orang tua dalam mendidik anak, serta pandangan orang tua terhadap pentingnya pendidikan anak.

b) Pengalaman masa lalu yang berkaitan dengan pendidikan anak.

(26)

Pada konteks ini, pengalaman buruk orang tua akan pendidikan anak dimasa lalu berhubungan dengan penghalang atau tidaknya bagi pendidikan anak. Melainkan masa lalu pendidikan orang tua menjadi motivasi untuk pendidikan anak mereka dimasa depan. Dengan adanya motivasi orang tua, pengalaman masa lalu dapat diperbaiki melalui : peningkatan pendapatan orang tua dan timbulnya anggapan bahwa pendidikan penting untuk masa depan anak.

c) Kepentingan orang tua terhadap pendidikan anak

Pada hal ini orang tua beranggapan bahwa pendidikan anak penting untuk kelangsungan hidup keluarga, baik secara individu maupun bagi masyarakat umum. Untuk hal ini orang tua perlu memotivasi anak dalam beberapa hal : memberi sarana dan prasarana bagi anak, menyekolakan anak tepat waktu dan meningkatkan atau membantu anak dalam proses belajar.

d) Harapan terhadap pendidikan anak

Dengan adanya pendidikan yang baik orang tua tentunya mempunyai harapan yang lebih kepada anak-anaknya, karena setiap orang tua tentunya berharap supaya anak-anak mereka menjadi manusia yang berguna dan dapat mengenyam pendidikan yang layak, guna memperbaiki status sosial ekonomi keluarga dan harapan orang tua agar anak tersebut memiliki tingkat pendidikan dari orang tua mereka.

(27)

1.6.2 Sikap Orang Tua Nelayan

Menurut Tursean,1990 (dalam Nilawati, 2013) Sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau objek. Jadi, sikap dapat disimpulkam sebagai suatu pikiran, kecenderungan dan perasaan seseorang untuk mengenal aspek-aspek tertentu pada lingkungan yang seringnya bersifat permanen karena sulit diubah, sikap yang dimiliki setiap individu memberikan warna tersendiri untuk seseorang bertingkah laku. Menurut Eman Surachman (2011), sikap orang tua nelayan mempunyai tiga indikator:

a). Wawasan/pengetahuan tentang pendidikan anak.

Pengetahuan akan pendidikan anak harus diketahui orang tua, agar orang tua bisa mengetahui kebutuhan anak untuk menunjang kemajuannya dalam pendidikan seperti : mengetahui kebutuhan sekolah dan melihat potensi anak.

b). Penilaian terhadap pendidikan anak

Penilaian orang tua terhadap pentingnya pendidikan anak merupakan salah satu pendorong yang cukup penting bagi anak, terutama pendidikan dimasa depan. Penilaian tersebut meliputi : penilaian pendidikan anak untuk saat ini dan penilian pendidikan anak untuk masa depan.

c). Keinginan untuk menyekolahkan anak

Pendidikan anak tidak terlepas dari keinginan orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Pendidikan yang diinginkan orang tua terhadap anaknya bisa seperti : keinginan orang tua untuk menyekolahkan anak

(28)

kejenjang pendidikan yang tinggi, maupun berani berjuang hanya untuk pendidikan anak (tenaga, uang dll).

1.6.3 Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu langkah pembangunan nasional dengan tujuan untuk meningkatkan kecerdasan masyarakat, sehingga terwujud masyarakat yang cerdas, terampil, maju dan sejahtera. Selain itu pendidikan dapat dijadikan modal bagi sumber daya manusia untuk meninggkatkan kemampuan baik secara formal maupun keterampilan sumber daya manusia, sehingga memudahkan manusia dalam memperoleh pekerjaan. Pendidikan dapat dilihat dari suatu persiapan struktur pekerjaan dan bisa memberikan peluang bagi suatu individu dalam memperoleh status pekerjaanya. Sampai saat ini pendidikan dianggap dapat dijadikan sebagai sarana yang efektif dalam menyadarkan manusia baik secara individu maupun sebagai anggota dalam masyarakat. Abdullah, 2011 dilihat dari ruang lingkupnya pendidikan terdiri dari tiga jenis yaitu :

a) Pendidikan dalam keluarga (informal), maksudnya pendidikan dalam keluarga dan lingkungan yang dapat membentuk karakter anak.

b) Pendidikan di sekolah (formal), maksudnya jalur pendidikan yang terstrukrur dan berjenjang yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

c) Pendidikan dalam masyarakat (nonformal), maksudnya jalur pendidikan diluar formal yang dapat terlaksana secara struktur dan berjenjang.

Jadi, berdasarkan defenisi diatas ialah peneliti ingin mengetahui bagaimana pendidikan menurut masyarakat nelayan, dan pendidikan tentunya sangat diperlukan bagi mereka untuk memajukan kehidupan dimasa yang akan datang.

(29)

Dengan adanya pendidikan tentunya akan memudahkan mereka dalam mencari pekerjaan.

1.7 Latar Belakang Orang Tua 1.7.1 Pendidikan

Pendidikan disekolah keluarga masyarakat terdapat saling keterkaitan.

Karena pendidikan adalah bagian dari kehidupan yang dituntut mampu mengikuti perekembangan didalamnya. Antara pendidikan dan perekembangan masyarakat tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tujuan pendidikan, sebagaimana diungkapkan oleh A.Tresana Sastrawijaya 1991, (dalam Abdullah, 2011), adalah mencakup kesiapan jabatan, keterampilan, memecahkan masalah, penggunaan waktu senggang secara membangun dan sebagainya karena setiap siswa atau anak mempunyai harapan yang berbeda. Latar belakang orang tua di Bagan Tambahan hampir rata hanya memiliki tingkat pendidikan pada sekolah dasar. Dan jarang pula para orang tua disana memiliki tingkat pendidikan yang tinggi.

1.7.2 Pendapatan Orang Tua

Pendapatan merupakan segala sesuatu yang diperoleh dari hasil pekerjaan seseorang, pendapatan yang dimaksdud bisa berupa barang, uang dan benda.

Pendapatan orang tua biasanya digunakan untuk memenuhi kehidupan mereka sehari-hari seperti, membiayai anak sekolah, kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Pendapatan masyarakat nelayan secara langsung maupun tidak akan sangat mempengaruhi kualitas hidup mereka, karena pendapatan dari hasil berlayar merupakan sumber pemasukan utama atau bahkan satu-satunya bagi mereka, sehingga besar kecilnya pendapatan akan sangat memberikan pengaruh terhadap

(30)

kehidupan mereka, terutama terhadap kemampuan mereka dalam mengelola lingkungan tempat hidup mereka.

Untuk masyarakat yang mempunyai penghasilan yang kecil, hasil dari pekerjaannya hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Untuk keluarga yang berpenghasilan menengah mereka lebih terarah kepada pemenuhan kebutuhan pokok yang layak seperti makan, pakaian, perumahan, pendidikan dan lain-lain.

Sedangkan keluarga yang berpenghasilan tinggi dan berkecukupan mereka akan memenuhi segala keinginan yang mereka inginkan termasuk keinginan untuk menyekolahkan anak mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Karsidi, 2008). Pendapatan nelayan di Bagan Tambahan, Kecamatan Medan Belawan dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu:

a) Pendapatan tinggi, pendapatan tinggi yang diperoleh nelayan perbulanya berkisar antara Rp. 3.000.000 – Rp. 4.000.000

b) Pendapatan sedang, pendapatan sedang yang diperoleh nelayan perbulanya berkisar antara Rp. 1.500.000 – Rp. 3.000.000

c) Pendapatan rendah, pendapatan rendah yang diperoleh nelayan perbulanya berkisar antara Rp. 500.000 – Rp. 1.500.000

Jadi, berdasarkan defenisi diatas pendapatan orang tua yang dimaksud adalah seberapa penting pendapatan orang tua dalam meningkatkan pendidikan, dan mampukah dengan pendapatan yang mereka punya bisa menyekolahkan anak mereka kejenjang yang lebih tinggi dan layak.

(31)

1.7.3 Kepemilikan rumah

a) Status kepemilikan tempat tinggal seperti tempat tinggal yang masih menyewa,tempat tinggal pemberian orang tua dan tempat tinggal yang sudah miliki sendiri.

b) Jenis tempat tinggal masih banyak rumah yang terbuat dari kayu dan sedikit pula rumah yang terbuat dari batu, dan jenis lantai dasar tempat tinggal pada umumnya terdiri dari lantai yang terbuat dari kayu.

c) Ukuran tempat tinggal dari keluarga nelayan yang memilki tingkat perekonomian kaya memiliki luas lebih dari 10 m2, keluarga nelayan yang memiliki tingkat perekonomian rendah memiliki luas tempat tinggal kurang dari 10 m2 dan keluarga nelayan yang termasuk kurang kaya hampir rata tempat tinggal mereka hanya memiliki luas bangunan kurang dari 5 m2.

1.8 Operasional Variabel

Operasional variabel adalah hasil dari operasionalisasi. Operasionalisasi adalah proses penyederhanaan suatu konstruk kedalam tingkat konsep, untuk menyusun operasional variabel dengan memberikan makna pada suatu konstruk atau variabel dengan menetapkan operasi di perlukan untuk mengukur konstruk atau variabel (Bungin, 2005).

(32)

Tabel 1.4 Operasional variabel

X

Persepsi orang tua nelayan mengenai pendidikan.

1. Kondisi lingkungan yang berkaitan dengan

pendidikan anak.

2. Pengalaman masa lalu orang tua yang berkaitan dengan pendidikan anak.

3. Kepentingan orang tua terhadap pendidikan anak.

4. Harapan orang tua terhadap pendidikan anak.

Latar Belakang Orang Tua 1. Pendidikan

2. Pendapatan

3. Kepemilikan rumah Y

Sikap orang tua nelayan mengenai pendidikan anak.

1. Wawasan/pengetahuan orang tua terhadap pendidikan anak.

2. Penilaian orang tua terhadap pendidikan anak.

3. Keinginan untuk menyekolahkan anak.

(33)

BAB II

KERANGKA TEORI 2.1 Teori Pembelajaran Sosial : Albert Bandura

Teori pembelajaran yang dikemukakan oleh Bandura disebut teori pembelajaran sosial-kognitif dan disebut pula sebagai teori pembelajaran melalui peniruan (Qumruin, 2015). Teori Bandura berdasarkan pada tiga asumsi, yaitu:

a) Individu melakukan pembelajaran dengan meniru apa yang ada di lingkungannya, terutama perilaku-perilaku orang lain. Perilaku orang lain yang ditiru disebut sebagai perilaku model atau perilaku contoh. Apabila peniruan itu memperoleh penguatan, maka perilaku yang ditiru itu akan menjadi perilaku dirinya. Proses pembelajaran menurut proses kognitif individu dan kecakapan dalam membuat keputusan.

b) Terdapat hubungan yang erat antara pelajar dengan lingkungannya.

Pembelajaran terjadi dalam keterkaitan antara tiga pihak yaitu lingkungan, perilaku dan faktor-faktor pribadi.

c) Hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbal yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.

Atas dasar asumsi tersebut, maka teori pembelajaran Bandura disebut sosial kognitif karena proses kognitif dalam diri individu memegang peranan dalam pembelajaran, sedangkan pembelajaran terjadi karena adanya pengaruh lingkungan sosial. Individu akan mengamati perilaku di lingkungannya sebagai model, kemudian ditirunya sehingga menjadi perilaku miliknya. Dengan demikian, maka teori Bandura ini disebut teori pembelajaran melalui peniruan.

Perilaku individu terbentuk melalui peniruan terhadap perilaku di lingkungan,

(34)

pembelajaran merupakan suatu proses bagaimana membuat peniruan yang sebaik- baiknya sehingga bersesuaian dengan keadaan dirinya dan tujuannya.

Proses pembelajaran menurut teori Bandura, terjadi dalam tiga komponen (unsur) yaitu perilaku model (contoh), pengaruh perilaku model, dan proses internal pelajar. Jadi individu melakukan pembelajaran dengan proses mengenal perilaku model (perilaku yang akan ditiru), kemudian mempertimbangkan dan memutuskan untuk meniru sehingga menjadi perilakunya sendiri. Perilaku model ialah berbagai perilaku yang dikenal di lingkungannya. Apabila bersesuaian dengan keadaan dirinya (minat, pengalaman, cita-cita, tujuan dan sebagainya) maka perilaku itu akan ditiru. Setiap proses belajar dalam hal ini belajar sosial terjadi dalam urutan tahapan peristiwa. Tahap-tahap ini berawal dari adanya peristiwa stimulus atau sajian perilaku model dan berakhir dengan penampilan atau kinerja (performance) tertentu sebagai hasil atau perolehan belajar seorang siswa. Tahap-tahap dalam proses belajar tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tahap perhatian (attentional phase), pada tahap pertama ini para siswa atau para peserta didik pada umumnya memusatkan perhatian (sebab para siswa atau peserta didik tidak bisa mengimitasi sebuah model tanpa memberikan perhatian yang cukup kepada model tersebut) pada obyek materi atau perilaku model yang lebih menarik terutama karena keunikannyadibanding dengan materi atau perilaku lain yang sebelumnya telah mereka ketahui. Untuk menarik perhatian para peserta didik, guru dapat mengekspresikan suara dengan intonasi khas ketika menyajikan pokok materi atau bergaya dengan mimik tersendiri ketika menyajikan contoh perilaku tertentu.

(35)

2. Tahap penyimpanan dalam ingatan (retention phase), pada tahap kedua ini informasi berupa materi dan contoh perilaku model itu ditangkap, diproses dan disimpan dalam memori. Para peserta didik lazimnya akan lebih baik dalam menangkap dan menyimpan segala informasi yang disampaikan atau perilaku yang dicontohkan apabila disertai penyebutan atau penulisan nama,istilah, dan label yang jelas serta contoh perbuatan yang akurat.

3. Tahap reproduksi (reproduction phase), tahap ketiga ini, segala bayangan atau citra mental (imagery) atau kode-kode simbolis yang berisi informasi pengetahuan dan perilaku yang telah tersimpan dalam memori peserta didik itu diproduksi kembali. Untuk mengidentifikasi tingkatp enguasaan para peserta didik, guru dapat menyuruh mereka membuat atau melakukan lagi apa-apa yang telah mereka serap misalnya dengan menggunakan sarana post-test.

4. Tahap motivasi (motivation phase), tahap terakhir dalam proses terjadinya peristiwa atau perilaku belajar adalah tahap penerimaan dorongan yang dapat berfungsi sebagai reinforcement (penguatan) bersemayamnya segala informasi dalam memori para peserta didik. Pada tahap ini,guru dianjurkan untuk memberi pujian, hadiah, atau nilai tertentu kepada para peserta didik yang berkinerja memuaskan. Sementara itu, kepada mereka yang belum menunjukkan kinerja yang memuaskan perlu diyakinkan akan arti penting penguasaan materi atau perilaku yang disajikan model (guru) bagi kehidupan mereka. Seiring dengan upaya ini, adabaiknya ditunjukkan pula bukti-bukti kerugianorang yang tidak menguasai materi atau perilaku tersebut.

Pendidikan, ditinjau dari sudut sosiologis menurut Ahmadi dan Nur (2007), Pendidikan sebagai persiapan untuk hidup di masyarakat salah satu tujuan

(36)

pendidikan yang disebutkan oleh para ahli pendidikan adalah bahwa mendidik itu bertujuan membimbing anak agar dapat hidup serasi dengan masyarakat tempat hidupnya. Di dalam masyarakat terdapat tata kehidupan yang beraneka ragam dan terdapat norma-norma yang harus dianut oleh seluruh anggota masyarakat. Anak harus disiapkan agar dengan sukarela dapat menerima ikatan-ikatan dari berbagai norma tersebut. Apabila anak sanggup melaksanakan norma-norma yang ada di masyarakat, maka mereka dapat hidup serasi di masyarakat.

Teori pembelajaran sosial menurut Bandura ini menekankan kepada proses bagaimana anak-anak belajar norma-norma kemasyarakatan. Jika pesan yang disampaikan oleh ibu bapak dan agen-agen yang lain adalah positif dan jika anak- anak menerimanya dengan baik, sedangkan pengaruh lain adalah sama maka anak itu akan cenderung untuk membesar dengan nilai-nilai yang baik. Teori pembelajaran sosial melihat bagaimana norma-norma yang diterima masyarakat dipindahkan dalam lingkungan keluarga. Jika pengajaran ini lemah atau tidak dilakukan dengan berkesan, anak-anak cenderung untuk melakukan yang sebaliknya.

Menurut Gunarsa (1989), bahwa dalam mengasuh dan mendidik anak, sikap orang tua dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah pengalaman masa lalu yang berhubungan erat dengan pola mereka, nila-nilai yang dianut oleh orang tua, tipe kepribadian orang tua, kehidupan orang tua. Adapun tujuan kedisiplinan adalah memberitahukan kepada anak sesuatu yang baik dan buruk serta mendorongnya untuk berprilaku dengan standar yang berlaku dengan masyarakat dilingkunganya ( Hurlock,1999).

(37)

Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut (Soekanto, 2005). Sedangkan menurut Depsos, kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah

sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2.100 kilo per kalori per orang per hari dan kebutuhan non makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan non makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (Suharto, 2005). Kemiskinan tidak bisa hanya dilihat dari sudut ekonomi saja karena kemiskinan ternyata berkaitan dengan berbagai aspek, diantaranya aspek sosial budaya, bahwa persoalan kemiskinan sangat erat hubungannya dengan budaya. Dari sudut ini, kita dapat melihat bahwa budaya turut ambil bagian dalam membuat seseorang menjadi miskin.

(38)

2.2 Penelitian Terdahulu

1. Kadriani, La Harudu (2017), keadaan penduduk bila dilihat dari tingkat pendidikannya masih dalam kategori yang rendah, tingkat pendidikan yang dominan adalah tamat sekolah dasar sekitar 66,06% yang tamat sekolah dasar (SD), 9,63% yang tamat SLTP, 20,64% yang tamat SLTA, dan yang tamat akademi dan perguruan tinggi sekitar 3,67%. Penelitian ini mengkaji tentang persepsi masyarakat nelayan tentang pentingnya pendidikan formal di Desa Jawi- Jawi yang meliputi pengetahuan masyarakat nelayan tentang pentingnya pendidikan formal, pemahaman terhadap pendidikan formal, kebutuhan akan pendidikan formal dan pandangan masyarakat nelayan terhadap pendidikan.

Pengetahuan masyarakat nelayan tentang pentingnya pendidikan formal masuk dalam kategori sangat setuju. Bahwa pendidikan formal merupakan suatu hal yang penting untuk anak-anaknya. Bagi para nelayan menyekolahkan anak adalah untuk bekal hidup anak dimasa yang akan datang dengan harapan dapat memperoleh pekerjaan yang layak dan memperoleh penghidupan yang lebih baik dari kondisi orang tuanya.

Fenomena yang terjadi pada masyarakat nelayan di Desa Jawi-Jawi adalah adanya ketidakkonsistenan persepsi dengan perilaku untuk menyekolahkan anak karena adanya berbagai faktor yang memepengaruhi pendidikan anak.

Pemahaman masyarakat nelayan Desa Jawi-Jawi terhadap pendidikan formal masuk dalam kategori setuju. Masyarakat nelayan Desa Jawi-Jawi sudah memahami akan pentingnya pendidikan formal seperti pemahaman masyarakat nelayan bahwa anak yang menempuh jalur pendidikan formal berbeda dengan anak yang tidak menempuh jalur pendidikan formal. Kebutuhan masyarakat

(39)

nelayan Desa Jawi-Jawi akan pendidikan formal masuk dalam kategori setuju. Ini tergambar bahwa secara keseluruhan responden berpendapat bahwa anak-anak mereka berhak menempuh jalur pendidikan formal. Pandangan masyarakat nelayan Desa Jawi-Jawi terhadap pendidikan formal masuk dalam kategori setuju.

Secara keseluruhan bahwa responden ikut terlibat dalam pendidikan anaknya, baik dalam bentuk memberi dorongan/motivasi kepada anaknya untuk bersekolah kejenjang yang lebih tinggi maupun dalam bentuk mengingatkan dan membantu anak untuk belajar.

2. Sri Rahmawati, Bambang Genjik S, Rustiyarso (2013), dari hasil pengolahan dan penelitian yang dilakukan secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa penghasilan orang tua berpengaruh terhadap pendidikan anak pada keluarga nelayan di Desa Penjajap Kecamatan Pemangkap. Adapun yang dapat disimpulkan oleh peneliti yaitu : a) Penghasilan orang tua pada masyarakat nelayan di Desa Penjajap sudah dikatan cukup tinggi, rata-rata penghasilan utama setiap kepala keluarga yang berprofesi sebagai nelayan diatas Rp 1.000.000, dan penghasilan istri rata-rata dibawah Rp 100.000. b) Pendidikan anak dalam keluarga nelayan di Desa Panjajap kecamatan Pamangkap sudah baik, hal ini dibuktikan lebih dari 50% dalam keluarga nelayan tidak terdapat anak putus sekolah. Berati rata-rata anak pada keluarga nelayan mendapatkan pendidikan yang layak baik yang saat ini masih menempuh pendidikan formal maupun yang telah menyelesaikan pendidikan minimal SLTA. c) Pengasilan orang tua belum mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga dan pendidikan anak.

3. Mutriani (2016), perspektif masyarakat nelayan terhadap pendidikan anak di Desa Lero Tatari Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala, berdasarkan tingkat

(40)

pengetahuan masyarakat terhadap pendidikan anak sangat beragam, tapi pada dasarnya mereka sudah sadar akan arti pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka untuk masa yang akan datang. Mereka setuju bahwa pendidikan memberikan manfaat bagi anak nelayan di Desa Lero Tatari. Oleh karena itu, anak harus dibekali dengan ilmu, dengan cara menyekolahkan mereka sampai kejenjang yang lebih tinggi sehingga mereka tidak lagi merasakan bagaimana susahnya mencari pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang menjanjikan.

Berdasarkan hasil penelitian di Desa Lero Tatari menunjukkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi pendidikan anak nelayan ada 4 faktor yakni faktor ekonomi, faktor lingkungan, faktor pendidikan orang tua dan faktor motivasi.

Faktor ekonomi merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi pendidikan anak nelayan di Desa Lero Tatari. Hal ini di karenakan pekerjaan orang tua yang hanya sebagai nelayan dan stratifikasi responden dalam pekerjaan nelayan di dominasi oleh nelayan sambilan/buruh. Hal ini juga diperkuat dengan data hasil pengolahan angket sebanyak 96% responden memberikan tanggapan positif bahwa tingkat ekonomi keluarga sangat berdampak terhadap keberlanjutan pendidikan anak nelayan. Selain permasalahan ekonomi, pendidikan orang tua juga sangat mempengaruhi suksesnya pendidikan anak, khususnya dalam pandangan orang tua terhadap pendidikan anak karena dengan pendidikan orang tua yang cukup/memadai maka akan membantu memotivasi, dan memberikan dorongan terhadap pendidikan anak.

Pendidikan nelayan di Desa Lero Tatari dinyatakan rendah karena sebagian besar dari mereka rata-rata hanya tamat SD bahkan masih ada yang buta aksara.

Namun, hal tersebut tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat

(41)

pendidikan anak.Banyak diantara anak-anak mereka yang tidak melanjutkan sekolah terutama anak laki-lakinya, alasan mereka ini karena tidak mempunyai biaya dan lain sebagainya seperti yang telah penulis kemukakan sebelumnya.

Namun hal ini tidak hanya terbatas pada anak-anak nelayan yang tidak mampu saja melainkan anak-anak nelayan yang kayapun juga banyak yang tidak melanjutkan sekolah, entah karena orang tua yang tidak mau membiayai atau anaknya sendiri yang malas karena sudah terbiasa memegang uang, sehingga mereka lupa dengan tujuan utamanya yaitu menuntut ilmu atau sekolah. Adapun alasan lain yang berpengaruh yakni disebabkan anak mereka terbawa-bawa oleh teman sebaya yang tidak sekolah/putus sekolah dan juga banyak terdapatnya anak putus sekolah disekitar tempat tinggal mereka.

(42)
(43)

Lokasi penelitian ini dilakukan di Bagan Tambahan, Kecamatan Medan Belawan, Lingkungan 15, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dengan mencari data primer dan data sekunder ke tempat - tempat yang erat hubungannya dengan yang diperlukan dalam penelitian ini.

Peneliti memilih lokasi tersebut untuk dijadikan sebagai tempat peneliti untuk meneliti karena banyaknya jumlah masyarakat yang hampir rata memiliki tingkat pendidikan rendah. Pendidikan yang rendah banyak di jumpai oleh peneliti, baik itu terhadap anak-anak maupun orang tua. Sehingga peneliti memilih lokasi tersebut sebagai tempat peneliti untuk melihat hubungan antara persepsi dan sikap orang tua nelayan terhadap pendidikan anak di Bagan Tambahan, Kecamatan Medan Belawan.

3.2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Gambar 3.2 Kondisi Jalan di Bagan Tambahan

Bagan Deli terletak di Kecamatan Medan Belawan, jarak antara Belawan dengan Bagan Deli sendiri berkisar 6 km, sedangkan jarak Bagan Deli dengan pusat kota Medan berkisar 15 km. Jarak yang cukup jauh dengan pusat kota. Di kecamatan ini bermukimnya para nelayan yang aslinya suku melayu. Tidak hanya

(44)

bermukim nelayan yang ada disini juga merupakan nelayan yang berkerja disekitar tempat mereka tinggal. Bagan Deli merupakan sebuah kelurahan, di daerah ini terdapat dua pecahan daerah yang biasa disebut oleh masyarakat sekitar dengan Bagan Darat dan Bagan Tambahan (BATAM). Nelayan yang tinggal di Bagan Tambahan merupakan nelayan yang langsung berhubungan dengan laut dan tempat tinggal mereka juga berada di atas laut. Bagan Tambahan sendiri mulai ada tahun 1987, orang yang pertama kali tinggal dan mendirikan rumah di daerah tersebut bernama pak Kasim. Bagan Tambahan ini pada awalnya adalah pantai yang tidak berpenghuni, namun pak Kasim dan keluarga mulai berpikir untuk membuka tempat tinggal di Bagan Tambahan, seiring berjalannya waktu pertumbuhan penduduk di Bagan Tambahan sendiri cukup pesat hingga sekarang.

Masyarakat yang tinggal di Bagan Tambahan sekitar 90% memiliki perkerjaan sebagai nelayan. Pekerjaan sebagai nelayan menjadi pusat mata pencarian masyarakat tersebut, dengan pengahasilan yang relatif rendah diperoleh masyarakat tersebut. Pengahasilan rendah yang diperoleh masyarakat juga tidak mencukupi untuk membiaya sekolah anak-anak mereka. Banyak dijumpai pada masyarakat khususnya di Bagan Tambahan yang memilki tingkat pendidikan rendah, baik yang hanya tamat pada tingkat SD ataupun yang tidak bersekolah.

Penghasilan yang mereka peroleh bergantung pada hasil tangkapan. Pada umumnya nelayan yang berada di Bagan Tambahan memiliki banyak jenis, jenis yang dimaksud adalah nelayan yang menangkap hasil apa saja yang dapat jual, seperti nelayan kerang, ikan, udang, cumi- cumi dan yang lainnya.

(45)
(46)

yang sama pada semua unsur populasi untuk dipilih sehingga dapat mewakili keadaan sebenarnya dalam keadaan populasi (Bungin, 2005).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan menggunakan pertimbangan tertentu dalam memilih sampel tersebut. Pemilihan sampel dalam teknik purposive sampling menggunakan dasar-dasar yang ditentukan peneliti agar bisa mendapatkan sampel yang sesuai dengan kegiatan peneliti (Bungin, 2010).

Jadi, sampel yang diambil pada penelitian ini adalah masyarakat/orang tua nelayan yang memiliki pendidikan dari mulai yang tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, dan tamat SMA dengan jumlah 90 responden. Dengan kriteria yang dianggap peneliti sesuai dengan sumber data.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

3.4.1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data yang didapatkan pertama kali di lokasi penelitian. Langkah-langkah pengumpulan data primer adalah dengan cara:

1. Observasi

Obsevasi adalah menggunakan indera sebagai alat untuk melihat keseharian manusia dalam melakukan aktivitasnya. Dengan menggunakan metode observasi, peneliti dapa mengidentifikasi dan mengkategorikan sejauh mana tingkat gejala

(47)

yang dialami dan perlu diamati berkenaan dengan masalah sosial yang mempunya nilai bagi kehidupan masyakat atau kelompok yang akan diteliti. Observasi dilakukan peneliti dengan cara memperhatiakan keadaan atau situasi lingkungan seperti tempat tinggal orang tua, anak yang berada di Bagan Tambahan, lingkungan 15.

2. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen baik dokumen tertulis, gambar, maupun eletronik. Dokumen-dokumen yang dihimpun dipilih sesuai dengan tujuan dan fokus masalah. Metode dokumentasi digunakan untuk mendukung hasil observasi yang dilakukan (Bungin, 2010).

3. Kuesioner

Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan kepada orang lain yang dijadikan responen untuk dijawabnya. Meskipun terlihat muda, teknik pengumpulan data melalui kuesioner cukup sulit dilakukan jika respondenya cukup banyak. Metode kuesioner dapat dilakukan melalui tatap muka langsung maupun melalui kuesioner surat (Suryani dan Hendriyadi, 2015).

Kuesioner tersebut terdiri 27 item pertanyaan, dari masing- masing item pertanyaan tersebut terdiri dari variabel persepsi orang tua nelayan akan pendidikan, dengan 4 indikator meliputi : kondisi lingkungan yang berkaitan dengan pendidikan anak, pengalaman masa lalu orang tua yang berkaitan dengan

(48)

orang tua terhadap pendidikan anak. Variabel sikap orang tua nelayan akan pendidikan anak dengan 3 indikator meliputi : wawasan/pengetahuan orang tua tentang pendidikan anak, penilaian terhadap pendidikan anak serta keinginan untuk menyekolahkan anak.

3.4.2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari data kedua atau sumber-sumber yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebelum menuju tahap berikutnya. Data sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal, artikel dan internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti. Adapun data sekunder yang diperoleh peneliti sebagai berikut :

Gambar 3.4 Peta Kecamatan Medan Belawan

(49)

Tabel 3.1

Luas Wilayah Dan Persentase Terhadap Luas Kecamatan Medan Belawan

Sumber : Kecamatan Medan Belawan Dalam Angka 2017.

Dari 6 kelurahan di Kecamatan Medan Belawan, kelurahan Belawan Pulau Sicanang memiliki luas wilayah yang terluas yaitu 15,10 km2, sedangkan kelurahan Belawan Bahagia mempunyai luas terkecil yaitu 0,54 km2.

Tabel 3.2

Tabel 3.2 Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Di Bagan Tambahan Kecamatan Medan Belawan

No Golongan usia Jumlah

1 0 – 10 118

2 10 – 20 317

3 20 – 40 391

4 >40 107

Sumber : Profil Desa Bagan Deli 2017

Berdasarkan tabel 3.2 kelompok umur penduduk usia 0 – 10 tahun sebanyak 118 orang, yang berusia 10 – 20 tahun sebanyak 317 orang, usia 20 – 40 tahun sebanyak 391 orang dan usia >40 tahun sebanyak 107 orang.

Kelurahan Luas (km2) Persentase Terhadap Luas Kecamatan (%)

Belawan Pulau Sicanang 15,10 69,20

Belawan Bahagia 0,54 2,47

Belawan Bahari 1,03 4,72

Belawan II 1,75 8,02

Bagan Deli 2,30 10,54

Belawan I 1,10 5,04

Jumlah 21,82 100,00

2017 21,82 100,00

(50)

Tabel 3.3

Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Di Bagan Tambahan Kecamatan Medan Belawan

No Agama Laki-laki Perempuan

1 Islam 512 421

2 Keristen - -

Jumlah 993 jiwa

Sumber : Profil Desa Bagan Deli 2017

Dalam data kependudukan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan berdasarkan agama yang dianut oleh masyarakat daerah tersebut. Adapun masyarakat yang menganut agama islam laki-laki sebanyak 512 orang dan perempuan sebanyak 412 orang. Di profi Bagan Deli, tepatnya di Bagan Tambahan pada daerah yang saya teliti, tidak terdapat masyarakat yang menganut agama selain islam.

Tabel 3.4

Sarana Kesehatan Di Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

No Sarana Kesehatan Jumlah

1 Puskesmas pembantu 1

2 Klinik 2

3 Balai pengobatan 2

4 Apotek 1

Sumber : Profil Desa Bagan Deli 2017.

Terdapat beberapa sarana kesehatan di Bagan Deli, yang terdiri dari puskesmas pembantu yang merupakan tempat terdekat yang ada disana untuk melayani masyarakat apababila sakit, dipuskemas tersebut terdapat seorang dokter dan dua orang bidan yang membantu melayani masyarakat. Tempat pengobatan lainya yaitu terdiri dari klnik pengobatan, apotek dan balai pengobatan.

Gambar

Tabel 1.4  Operasional variabel
Gambar 3.2 Kondisi Jalan di Bagan Tambahan
Gambar 3.4 Peta Kecamatan Medan Belawan
Tabel 3.8 Pedoman Instrumen Keandalan Alpha Cronbach
+4

Referensi

Dokumen terkait

Menurut salah seorang pengurus masjid Haqqul Yaqien mengatakan bahwa : “Mengenai faktor pendukungnya adalah semangat remaja yang sangat antusias,serta dukungan dari

Peraturan Menteri Kesehatan No 49 Tahun 2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit menyatakan bahwa setiap rumah sakit harus membentuk komite keperawatan dan wajib

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah salah satu strategi dan langkah yang dilakukan oleh suatu perguruan tinggi (UNNES) yang mempunyai calon lulusan tenaga

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Strata-1 (S1) dari Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial

Tujuan penelitian dan pengembangan ini adalah untuk: 1 mengetahui proses penyusunan media pembelajaran PENA puzzle nusantara materi keberagaman budaya dalam meningkatkan hasil

Manfaat lainnya adalah untuk bidang konservasi, yaitu yang diharapkan dari penelitian ini adalah dengan diketahuinya besar pergeseran horisontal di sekitar Waduk Sermo,

LD.1 HASIL UJI FT-IR BAHAN BAKU ASAM PALMITAT. Gambar D.1 Hasil Uji FT-IR Bahan Baku

Nilai koefisien reliabilitas ini lebih besar dari nilai patokan yakni sebesar 0,5 sehingga dapat dikatakan bahwa instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel sikap