Page1 Abstrak
Dehidrasi ringan adalah suatu kondisi umum pada mereka yang berpartisipasi dalam kegiatan fisik di lingkungan yang hangat. Pemberian cairan pada atlet bertujuan untuk mencegah dehidrasi dan untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh. Cairan tubuh selain mengandung air juga mengandung bahan lain yang diperlukan oleh tubuh seperti elektrolit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan rehidrasi oralit dengan air mineral dalam menurunkan kadar serum Natrium, Kalium dan Klorida setelah aktivitas fisik. Desain penelitian uji klinik berpembanding dalam bentuk buta ganda yang dilakukan di Balai Kesehatan Olahraga dan Kebugaran Masyarakat pada tanggal 13-14 Desember 2012. Subjek penelitian ini adalah 30 orang mahasiswa Program Studi Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Husada di Palembang yang dibagi menjadi 2 kelompok penelitian dengan 15 subjek kelompok perlakuan dan 15 subjek kelompok pembanding. Pemeriksaan kadar serum Natrium, Kalium dan Klorida dilakukan sebanyak 3 kali pada setiap kelompok, pemeriksaan pertama sebelum aktivitas fisik (pre dehidrasi), kedua setelah aktivitas fisik (post dehidrasi) dan yang ketiga setelah pemberian cairan rehidrasi (post rehidrasi). Dari hasil pemeriksaan laboratorium tersebut dijadikan data penelitian dan dilakukan uji statistik dengan paired t-test dan independent t-test yang dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 18. Hasil analisis pada karakteristik umum subjek penelitian menunjukan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok (p>0,05). Hasil analisis rata-rata kadar serum Natrium, Kalium dan Klorida pada pre dehidrasi kelompok perlakuan (Oralit) dan kelompok pembanding (Air Mineral) menunjukan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05). Hasil analisis rata-rata kadar serum Natrium, Kalium dan Klorida pada post dehidrasi kelompok perlakuan (Oralit) dan kelompok pembanding (Air Mineral) menunjukan ada perbedaan yang bermakna pada Natrium (p<0,05). Setelah dibandingkan rata-rata kadar serum Natrium, Kalium dan Klorida pada post rehidrasi antara kedua kelompok tersebut menunjukan ada perbedaan penurunan yang bermakna pada kadar Natrium (p=0,001) dan Klorida (p=0,024). Dari hasil penelitian ini rehidrasi dengan Oralit maupun Air mineral sama baiknya digunakan untuk menurunkan kadar serum Natrium dan Klorida pada dehidrasi ringan akibat aktivitas fisik.
Kata kunci : natrium, kalium, klorida, oralit, air mineral, rehidrasi, aktifitas fisik Abstrack
Mild dehydration is a common condition in those who participate in physical activity in a warm environment. Fluid administration in athletes aiming to prevent dehydration and to maintain the body's fluid balance. Containing body fluids other than water also contains other ingredients such as electrolytes required by the body. This study aims to determine the ratio of mineral water rehydration with oral rehydration salts in lowering serum levels of Sodium, Potassium and Chloride after physical activity. Design research randomised controlled trials double blind that are done at the Sports and Fitness Center Health Society on 13-14th, December 2012. The subjects were 30 students of the College of Health Sciences Midwifery Bina Husada in Palembang were divided into 2 groups with 15 subjects study treatment group and a comparison group of 15 subjects. The level of serum sodium, potassium and chloride performed 3 times on each group, the first examination before physical activity (pre dehydration), the second after physical activity (post-dehydration) and the third after rehydration fluids (rehydration post). From the results of laboratory tests are used as research data and performed statistical tests with paired t-test and independent t-test were analyzed using SPSS version 18. Results of the analysis on the general characteristics of the study subjects showed no significant difference two between groups (p>0,05). Analysis results mean serum levels of sodium, potassium and chloride in the treatment group pre dehydration (ORS) and the comparison group (Mineral Water) showed no significant difference (p>0,05). Analysis results mean serum levels of sodium, potassium and chloride in the post-dehydration treatment group (ORS) and the comparison group (Mineral Water) showed no significant difference in sodium (p<0,05). Having compared the average levels of serum sodium, potassium and chloride in the post-rehydration between the two groups showed no significant in decrease difference in levels of sodium (p=0.001) and chloride (p=0.024). From the results of this study rehydration with ORS and mineral water as well be used to lower serum levels of sodium and chloride in mild dehydration due to physical activity.
Keywords : sodium, potassium, chloride, oral rehydration salts, mineral water, rehydration, physical activity
PERBANDINGAN REHIDRASI ORALIT DENGAN AIR MINERAL TERHADAP KADAR SERUM NATRIUM, KALIUM DAN KLORIDA
SETELAH AKTIVITAS FISIK
Oleh Putinah
Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Bina Husada Palembang Email : [email protected]
Page2 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dehidrasi ringan adalah suatu kondisi umum pada mereka yang berpartisipasi dalam kegiatan fisik di lingkungan yang hangat. Pemberian cairan pada atlet bertujuan untuk mencegah dehidrasi dan untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh.
Selain itu, pemberian cairan yang adekuat ditujukan untuk mencegah cedera akibat panas tubuh yang berlebihan (Primana, 2007).
Pada lingkungan dengan suhu yang panas, maka atlet yang melakukan olahraga dalam waktu yang lama, suhu tubuhnya akan meningkat diatas batas normal. Tubuh yang panas akan memberikan rangsangan pada area preoptik dibagian anterior hipotalamus yang dihantarkan ke medula spinalis yang kemudian melalui jaras simpatis ke kulit diseluruh tubuh menyebabkan keluarnya sekret prekursor berupa keringat (Guyton & Hall, 2007).
Banyaknya keringat yang keluar tergantung dari ukuran tubuh, jenis olahraga, intensitas olahraga, lamanya olahraga, cuaca dan kelembaban lingkungan, serta jenis bahan pakaian yang digunakan. Setiap perubahan berat badan sebelum dan setelah olahraga merupakan petunjuk adanya kehilangan cairan tubuh selama berolahraga (Ilyas, 2007).
Keseimbangan cairan selama latihan merupakan hal yang penting untuk mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler dan pengaturan suhu tubuh.
Pada saat latihan, air yang ada didalam plasma dialirkan ke dalam usus dan ruang intraselular untuk membantu proses metabolisme. Penurunan volume plasma dalam tubuh akan meningkatkan denyut nadi, tekanan darah dan suhu tubuh.
Perubahan tersebut akan mengalami pemulihan setelah tercapainya keseimbangan cairan di dalam tubuh (Jack, 1994).
Air adalah salah satu unsur alam yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tubuh manusia terdiri dari sebagian besar air yaitu 60% dari berat badan. Air mempunyai fungsi penting untuk menjaga volume darah dan regulasi fungsi kardiovaskuler, suhu tubuh dan merupakan media pengangkut oksigen, karbondioksida dan nutrien.
Air dalam cairan tubuh manusia menempati 2 kompertemen yaitu cairan intrasel (CIS) dan cairan ekstrasel (CES), dimana 2/3 bagian dari cairan tubuh berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan 1/3 bagian berada diluar sel (cairan ekstrasel/CES) (Sherwood, 2001).
Cairan tubuh selain mengandung air juga mengandung bahan lain yang diperlukan oleh tubuh seperti elektrolit. Elektrolit dalam cairan tubuh terdiri dari kation dan anion. Kation utama dalam cairan tubuh adalah Natrium (Na+) dan Kalium (K+), sedangkan anion utama adalah Klorida (Cl-).
Natrium (Na+) merupakan kation yang terbanyak di dalam cairan ekstrasel dan bertanggung jawab
untuk mempertahankan osmolalitas cairan ekstrasel.
Elektrolit Natrium (Na+), Kalium (K+) dan Klorida (Cl-) merupakan elektrolit makro dalam komposisi cairan tubuh. Di dalam tubuh, elektrolit tersebut mempunyai fungsi penting antara lain dalam pengaturan keseimbangan cairan & elektrolit, transmisi saraf, kontraksi otot serta terlibat dalam proses enzimatik (Primana, 2008).
Volume cairan tubuh pada saat olahraga dapat dimonitor dengan cara menimbang berat badan sebelum dan setelah olahraga. Setiap penurunan berat badan 0,5 kg harus diganti paling sedikit dengan 2 gelas air atau lebih cairan yang diminum (Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani, 2000).
Hampir semua reaksi biokimia yang terjadi dalam tubuh tergantung dari keseimbangan air dan elektrolit. Kosentrasi cairan di dalam sel (cairan intrasel) dan luar sel (cairan ekstrasel) harus dipertahankan tetap seimbang. Hal ini bertujuan untuk transmisi impuls saraf dan kontraksi otot yang sangat penting pada saat olahraga. Kontraksi otot selama berolahraga menghasilkan peningkatan produksi energi panas. Panas yang terbentuk dialirkan secara cepat dari otot melalui darah ke permukaan tubuh. Panas tubuh kemudian dibebaskan ke atmosfer lewat keringat yang keluar dari tubuh (Primana, 2008).
Pengeluaran keringat diperlukan untuk mendinginkan kulit dan penting dalam pengaturan suhu. Jumlah keringat yang diproduksi tergantung pada kondisi psikologis (emosi), jumlah panas yang dibentuk oleh aktivitas otot dan suhu lingkungan (Sherwood, 2001). Akan tetapi pengeluaran keringat yang berlimpah dapat menganggu keseimbangan elektrolit (garam-garam) dan cairan tubuh (dehidrasi) (Ronald, 2006).
Dehidrasi adalah suatu keadaan kehilangan cairan sehingga mengganggu fungsi normal organ- organ tubuh. Tubuh kita dapat mengalami dehidrasi disebabkan oleh masukan air kurang atau keluaran air berlebihan. Dehidrasi karena keluaran air berlebihan disebabkan oleh diare atau peningkatan aktivitas fisik. Perubahan status cairan tubuh saat berolahraga disebabkan oleh peningkatan produksi keringat dan asupan cairan ke dalam tubuh yang sedikit. Defisit air sebanyak 1% dari berat badan yang keluar dalam bentuk keringat saat berolahraga terbukti mengurangi toleransi tubuh terhadap olahraga. Sedangkan kehilangan air sebanyak 2%
dari berat badan dapat menyebabkan peningkatan laju jatung dan suhu tubuh (Irawan, 2007).
Dalam kaitanya dengan aktivitas fisik, elektrolit Natrium (Na+), Kalium (K+) dan Klorida (Cl-) merupakan elektrolit dengan konsentrasi terbesar dalam air keringat. Berkurangnya ketiga elektrolit ini di dalam tubuh akibat dari keluarnya keringat secara berlebih saat latihan fisik intensif dapat menyebabkan terjadinya kelelahan yang
Page3 diakibatkan oleh terganggunya keseimbangan
cairan tubuh & terhambatnya laju produksi energi (Almuktabar, 2009).
Penurunan volume plasma yang menyertai dehidrasi penting dalam mempengaruhi kapasitas kerja. Aliran darah ke otot-otot harus dipertahankan pada tingkat tinggi untuk memasok oksigen dan substrat, tetapi aliran darah yang tinggi pada kulit juga diperlukan untuk mengubah panas yang hilang ke permukaan tubuh (Maughan, 1999). Bila suhu lingkungan tinggi dan volume darah telah menurun dengan hilangnya keringat selama latihan yang berkepanjangan, mungkin ada kesulitan dalam memenuhi aliran darah yang banyak ke jaringan.
Dalam situasi ini, aliran darah kulit mungkin akan terganggu, sehingga tekanan vena sentral dan aliran darah otot dipertahankan tetapi mengurangi hilangnya panas dan menyebabkan inti suhu tubuh meningkat (Rowell, 1986).
Hasil berbagai penelitian, rehidrasi setelah latihan dapat dicapai jika air dan elektrolit terpenuhi (Maughan et al, 1994). Pemberian cairan dalam jumlah banyak dianjurkan untuk mengatasi dehidrasi, minsalnya pada saat mengayuh exercise cycle (ergocycle) dengan intensitas sedang.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada 6 orang sampel dengan aktifitas fisik menggunakan ergocycle selama 1 jam (60 menit) dengan speed 60% dari Heart Rate Maximum, menunjukan terjadi penurunan berat badan sebanyak 1% (dehidrasi ringan).
Pemeriksaan laboratorium pada kondisi dehidrasi dan rehidrasi dengan oralit, menunjukan adanya perubahan pada kadar serum Natrium (Na+), Kalium (K+), dan Klorida (Cl-).
Oralit adalah larutan yang mengandung elektrolit Natrium klorida dan Kalium klorida yang bekerja sama dalam mengatur keseimbangan cairan tubuh. Penelitian ini menggunakan Oralit karena merupakan cairan isotonis setelah dilarutkan, mudah didapat, harganya cukup terjangkau oleh masyarakat dan mempunyai banyak cita rasa seperti rasa jeruk, anggur dan lainnya. Penelitian ini ingin membandingkan rehidrasi Oralit dengan Air mineral terhadap kadar serum Natrium (Na+), Kalium (K+) dan Klorida (Cl-) setelah melakukan aktivitas fisik.
1.2 Tujuan Penelitian 1.2.1 Tujuan Umum
Untuk membandingkan efek rehidrasi Oralit dengan Air Mineral terhadap kadar serum Natrium (Na+), Kalium (K+) dan Klorida (Cl-) setelah aktivitas fisik.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui rata-rata kadar serum Natrium (Na+), Kalium (K+) dan Klorida (Cl-) pre
dehidrasi pada rehidrasi Oralit dengan Air mineral.
2. Mengetahui rata-rata perubahan kadar serum Natrium (Na+), Kalium (K+) dan Klorida (Cl-) post dehidrasi pada rehidrasi Oralit dengan Air mineral.
3. Mengetahui rata-rata perubahan kadar serum Natrium (Na+), Kalium (K+) dan Klorida (Cl-) pada post rehidrasi Oralit dengan Air mineral setelah aktivitas fisik.
1.3 Manfaat Penelitian 1.3.1 Bagi STIK Bina Husada
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan informasi sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang pentingnya rehidrasi dalam melakukan aktivitas fisik.
1.3.2 Bagi Peneliti
Untuk memantapkan pemahaman peneliti tentang cairan dan elektrolit tubuh dalam melakukan rehidrasi setelah melakukan aktivitas fisik yaitu membandingkan rehidrasi Oralit yang mempunyai kandungan ion Natrium klorida dan Kalium klorida terhadap kadar serum Natrium (Na+), Kalium (K+) dan Klorida (Cl-).
2. METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan uji klinik berpembanding dalam bentuk double blind. Penelitian ini dilakukan di Balai Kesehatan Olahraga dan Kebugaran Masyarakat (BKOKM) Palembang Sumatera Selatan. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 13 s.d 14 Desember tahun 2012.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswi Program Studi Kebidanan STIK Bina Husada Palembang sebanyak 426 orang.
Pengambilan sampel akan dilakukan dengan tehnik Multistage Random sampling yang disaring atas dasar faktor-faktor inklusi dan eksklusi dari kerangka populasi. Pada stage pertama seluruh populasi dibagi menurut tingkatnya yaitu 3 tingkat.
Kemudian pada stage kedua, dari setiap tingkat sesuai jumlahnya yaitu semester I = 157 orang, semester III = 173 orang dan semester V = 96 orang, maka secara Multistage Random sampling dipilih 11 orang dari semester I, 12 orang dari semester III dan 7 orang dari semester V. Dari hasil perhitungan sampel didapatkan total sampel sebesar 30 sampel, dibagi menjadi 2 kelompok masing- masing 15 subjek, dimana kelompok I (perlakuan) akan diberi Oralit sedangkan kelompok II (kontrol) diberi Air mineral.
Page4 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Populasi
Penelitian ini telah dilakukan di ruang olahraga Balai Kesehatan Olahraga dan Kebugaran Masyarakat (BKOKM) Palembang pada tanggal 13-14 Desember 2012 di ruang yang tertutup dengan suhu 31oC. Subjek penelitian adalah mahasiswi Program Studi Ilmu Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan sebanyak 30 orang yang memenuhi kriteria inklusi, di bagi menjadi 2 kelompok secara randomisasi menggunakan bilangan ganjil untuk kelompok perlakuan (Oralit) dan bilangan genap untuk kelompok pembanding (Air Mineral). Larutan Oralit dan Air Mineral diberikan dengan bentuk kemasan yang sama dengan jumlah disesuaikan dengan hasil penghitungan pengurangan berat badan sebelum dengan sesudah aktivitas fisik.
2. Karakteristik Umum Subjek Penelitian Karakteristik subjek menunjukkan pada kelompok perlakuan (Oralit) rata-rata Usia 18,00 tahun, BMI 20,49 kgm2, MAP 85,22 mmHg, Hb 12,90 g/dl, BB sebelum aktivitas 49,47 kg dan sesudah aktivitas 48,22 kg. Sedangkan kelompok pembanding (Air Mineral) memiliki rata-rata Usia 18,00 tahun, BMI 20,00 kgm2, MAP 84,30 mmHg, Hb 12,75 g/dl BB sebelum aktivitas 51,78 kg dan BB sesudah aktivitas 50,67 kg. Hasil uji statistik terhadap 4 karakteristik subjek didapatkan nilai p>α (0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik Usia, BMI, MAP, Hb antara kelompok perlakuan (Oralit) dengan kelompok pembanding (Air Mineral) tidak ada perbedaan yang signifikan sehingga kedua kelompok dapat dibandingkan.
Pada distribusi rata-rata penurunan berat badan pada kelompok perlakuan (Oralit) dan kelompok pembanding (Air Mineral) maka subjek penelitian mengalami dehidrasi ringan. Hal ini terlihat pada Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1.
Karakteristik Umum Subjek Penelitian (n=14 orang) Karakteristik
Subjek
Rata-rata p*
Perlakuan Pembanding Umur (tahun)
BMI (kgm2) MAP (mmHg) Hb (g/dl)
BBsebelum aktivitas (kg)
BB sesudah aktivitas (kg)
18,00±0,000 20,49±2,116 85,22±5,036 12,90±1,109 49,47±6,033 48,22±5,989
18,00±0,006 20,00±1,190 84,30±5,342 12,75±0,769 51,78±4,488 50,67±4,476
0,756 0,068 0,650 0,267 0,307 0,294 p* : nilai Levene’s t-test
3. Distribusi Kadar Serum Natrium, Kalium, dan Klorida Pre Dehidrasi pada Kelompok Perlakuan dan Pembanding
Distribusi hasil rata-rata kadar serum Natrium pre dehidrasi pada kelompok perlakuan (Oralit) adalah 142,14 mEq/liter dengan standar deviasi 1,864, sedangkan pada kelompok pembanding (Air Mineral) adalah 143,57 mEq/liter dengan standar deviasi 1,534. Hasil uji statistik kedua kelompok didapatkan pada kadar serum Natrium dengan nilai p=0,570 tidak terlihat perbedaan yang signifikan. Pada rata-rata kadar serum Kalium pre dehidrasi kelompok perlakuan (Oralit) adalah 4,100 mEq/liter dengan standar deviasi 0,163, sedangkan pada kelompok pembanding (Air Mineral) adalah 4,028 mEq/liter dengan standar deviasi 0,236. Hasil uji statistik kedua kelompok didapatkan pada kadar serum Kalium dengan nilai p=0,523 tidak terlihat perbedaan yang signifikan. Pada rata-rata kadar serum Klorida pre dehidrasi kelompok perlakuan (Oralit) adalah 102,71 mEq/liter dengan standar deviasi 2,138, sedangkan pada kelompok pembanding (Air Mineral) adalah 102,00 mEq/liter dengan standar deviasi 1,816. Hasil uji statistik kedua kelompok didapatkan pada kadar serum Klorida dengan nilai p=0,425 juga tidak terlihat perbedaan yang signifikan. Hal ini terlihat pada Tabel 2 berikut ini:
Tabel 2.
Distribusi Rata-rata Kadar Serum Natrium, Kalium, dan Klorida Pre Dehidrasi pada Kelompok Perlakuan dan
Pembanding
Variabel Perlakuan Pembanding
Mean SD Mean SD p
Natrium (mEq/lt) Kalium (mEq/lt) Klorida (mEq/lt)
143,14 4,100 102,71
1,864 0,163 2,138
143,57 4,028 102,00
1,534 0,236 1,816
0,570 0,523 0,022 Uji t (Independent t-test)
4. Distribusi Kadar Serum Natrium, Kalium dan Klorida Post Dehidrasi pada Kelompok Perlakuan dan Pembanding
Distribusi hasil rata-rata kadar serum Natrium post dehidrasi pada kelompok perlakuan (Oralit) didapatkan sebelum rehidrasi 143,43 mEq/liter dan sesudah rehidrasi 142,86 mEq/liter dengan nilai p=0,028 terlihat perbedaan yang signifikan, sedangkan pada kelompok pembanding (Air Mineral) didapatkan sebelum rehidrasi 143,00 mEq/liter dan sesudah rehidrasi 140,86 mEq/lt dengan nilai p=0,001 juga terlihat perbedaan yang signifikan. Pada rata-rata kadar serum Kalium post dehidrasi kelompok perlakuan (Oralit) didapatkan sebelum rehidrasi 4,129 mEq/liter dan sesudah rehidrasi 4,114 mEq/lt dengan nilai p=0,892 tidak terlihat perbedaan yang signifikan, sedangkan pada
Page5 kelompok pembanding (Air Mineral) didapatkan
sebelum rehidarsi 4,200 mEq/liter dan sesudah rehidrasi 4,243 mEq/lt dengan nilai p=0,751 juga tidak terlihat perbedaan yang signifikan. Pada rata- rata kadar serum Klorida post dehidrasi kelompok perlakuan (Oralit) didapatkan sebelum rehidrasi 104,71 mEq/liter dan sesudah rehidrasi 104,29 mEq/liter nilai p=0,649 tidak terlihat perbedaan yang signifikan, sedangkan pada kelompok pembanding (Air Mineral) didapatkan sebelum rehidrasi 103,71 mEq/liter dan sesudah rehidrasi 101,43 mEq/liter dengan nilai p=0,080 juga tidak terlihat perbedaan yang signifikan. Hal ini terlihat pada Tabel 3 berikut ini:
Tabel 3.
Distribusi Rata-rata Kadar Serum Natrium, Kalium dan Klorida Post Dehidrasi pada Kelompok Perlakuan dan
Pembanding Variabel
Perlakuan Pembanding
Mean Sblm
Mean Ssdh
p Mean
Sblm
Mean Ssdh
p Natrium
(mEq/lt) Kalium (mEq/lt) Klorida (mEq/lt)
143,43 4,129 104,71
142,86 4,114
104,29 0,028 0,892 0,649
143,00 4,200 103,71
140,86 4,243 101,43
0,001 0,751 0,080 Uji t (paired t-test)
5. Distribusi Kadar Serum Natrium, Kalium, dan Klorida Post Rehidrasi pada Kelompok Perlakuan dan Pembanding
Distribusi hasil rata-rata kadar serum Natrium post rehidrasi pada kelompok perlakuan (Oralit) adalah 143,14 mEq/liter dengan standar deviasi 2,193, sedangkan pada kelompok pembanding (Air Mineral) adalah 142,14 mEq/liter dengan standar deviasi 1,215. Hasil uji statistik kedua kelompok didapatkan pada kadar serum Natrium dengan nilai p=0,001 terlihat perbedaan yang signifikan. Pada rata-rata kadar serum Kalium post rehidrasi kelompok perlakuan (Oralit) adalah 4,075 mEq/liter dengan standar deviasi 0,377, sedangkan pada kelompok pembanding (Air Mineral) adalah 4,167 dengan standar deviasi 0,332. Hasil uji statistik kedua kelompok didapatkan pada kadar serum Kalium dengan nilai p=0,645 tidak terlihat perbedaan yang signifikan.
Pada rata-rata kadar serum Klorida post rehidrasi kelompok perlakuan (Oralit) adalah 104,38 mEq/liter dengan standar deviasi 1,061, sedangkan pada kelompok pembanding (Air Mineral) adalah 101,50 mEq/liter dengan standar deviasi 2,950.
Hasil uji statistik kedua kelompok didapatkan pada kadar serum Klorida dengan nilai p=0,024 terlihat perbedaan yang signifikan. Hal ini terlihat pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4.
Distribusi Rata-rata Kadar Serum Natrium, Kalium, Klorida Post Rehidrasi pada Kelompok Perlakuan dan
Pembanding
Variabel Perlakuan Pembanding
Mean SD Mean SD p
Natrium (mEq/lt) Kalium (mEq/lt) Klorida (mEq/lt)
143,14 4,075 104,38
2,193 0,377 1,061
142,14 4,167 101,50
1,215 0,332 2,950
0,001 0,645 0,024 Uji t (Independent t-test)
3.2 Pembahasan
Pada karakteristik subjek penelitian yang meliputi Umur, BMI, MAP dan Hb kedua kelompok tersebut secara statistik menunjukan tidak terlihat perbedaan yang signifikan (p>0,05) (Tabel 1). Karakteristik subjek terlihat homogen dikarenakan subjek terlebih dahulu disesuaikan dengan kriteria inklusi yang sudah ditetapkan. Pada berat badan sebelum dan sesudah aktivitas fisik pada kedua kelompok subjek penelitian mengalami perubahan dan dilihat dari rerata penurunan berat badan sebelum dan setelah aktivitas fisik pada kedua kelompok (Tabel 1) maka dehidrasi kedua kelompok berada pada tingkat dehidrasi ringan 1- 2%. Hasil ini sama dengan penelitian Ronal (2006) tentang Pengaruh Perkuliahan Atletik Mahasiswa FPOK UPI terhadap Penurunan Berat Badan yang menunjukan perbedaan yang signifikan dari penurunan berat badan akibat perkuliahan atletik pada masing-masing kelompok. Menurut Irawan (2007) defisit air sebanyak 1% dari berat badan akibat pengeluaran keringat yang berlebih pada saat olahraga dapat mengurangi toleransi tubuh terhadap olahraga. Data hasil penghitungan pengurangan berat badan sebelum dan setelah aktivitas fisik juga digunakan untuk menentukan jumlah cairan rehidrasi yang diberikan kepada subyek penelitian.
Menurut Guyton (2006) pengeluaran cairan tubuh yang berlebihan melalui keringat dapat mengakibatkan berkurangnya volume cairan ekstrasel atau dehidrasi diikuti penurunan volume darah serta peningkatan konsentrasi Natrium (Na+) dan unsur lain. Pada saat dehidrasi tubuh tidak hanya kehilangan air tetapi juga kehilangan elektrolit terutama Natrium, Kalium dan Klorida.
Kehilangan Natrium dan Klorida dapat mencapai 40-60 mEq/liter, sedangkan Kalium 1,5-6 mEq/liter. Kehilangan elektrolit akan mempercepat timbulnya gejala dan gangguan fungsi organ-organ (Oetoro, 2008). Bila konsentrasi Natrium (Na+) meningkat kira-kira 2 mEq/liter di atas normal, akan terjadi rangsangan pada pusat haus di preoptik lateral dan osmoreseptor nukleus supraoptik hipotalamus anterior yang menimbulkan rasa haus dan produksi Anti Diuretik Hormon (ADH) oleh kelenjar hipofise posterior (Guyton & Hall, 2007).
Menurut Primana (2008) elektrolit Natrium (Na+),
Page6 Kalium (K+) dan Klorida (Cl-) merupakan elektrolit
makro dalam komposisi cairan tubuh. Di dalam tubuh, elektrolit tersebut mempunyai fungsi penting dalam pengaturan keseimbangan cairan &
elektrolit, transmisi saraf, kontraksi otot serta terlibat dalam proses enzimatik. Dalam kaitanya dengan aktivitas fisik, elektrolit Natrium (Na+), Kalium (K+) dan Klorida (Cl-) merupakan elektrolit dengan konsentrasi terbesar dalam air keringat.
Berkurangnya ketiga elektrolit ini di dalam tubuh akibat dari keluarnya keringat secara berlebih saat latihan fisik intensif dapat menyebabkan terjadinya kelelahan yang diakibatkan oleh terganggunya keseimbangan cairan tubuh & terhambatnya laju produksi energi (Almuktabar, 2009).
Pada hasil pemeriksaan rata-rata kadar serum Natrium (N+) kelompok perlakukan (Oralit) dan kelompok pembanding (Air Mineral) menunjukan perubahan yang signifikan (p<0,05) pada post dehidrasi (Tabel 3) dan post rehidrasi (Tabel 4). Hasi ini menunjukan adanya peningkatan kadar natrium dalam cairan ekstraseluler dan intravasluler karena pengeluaran cairan dari dalam tubuh melalui kelenjar keringat sehingga cairan CES menjadi lebih pekat. Hal ini sama dengan hasil penelitian Wahyudi,dkk (2008) tentang perubahan kadar Natrium dan Kalium serum akibat pemberian glukosa 40% setelah latihan fisik yang menunjukan adanya perubahan yang bermakna (p<0,05) pada kadar serum Natrium (N+) pada kelompok perlakuan dan plasebo. Ini dikarenakan Natrium (Na+) mampu membuat membran sel menjadi permeabel, sementara itu transmisi syaraf dan kontraksi otot melibatkan pertukaran Natrium (Na+) ekstraseluler dan Kalium (K+) intraseluler.
Metabolisme Natrium (Na+) terutama diatur oleh aldosteron suatu hormon korteks adrenal yang meningkatkan reabsorbsi Natrium (Na+) dari ginjal (Hutagalung, 2008).Pada keadaan normal, Natrium (Na+)bersama dengan pasangan (terutama klorida) akan memberikan kontribusi lebih dari 90%
terhadap efektif osmolalitas di dalam cairan ekstrasellular (Irawan, 2007).
Hasil pemeriksaan rata-rata kadar serum Kalium (K-) kelompok perlakukan (Oralit) dan kelompok pembanding (Air Mineral) pada pre dehidrasi, post dehidrasi dan post rehidarsi menunjukan tidak terlihat perubahan yang signifikan (p>0,05) (Tabel 2,3,4). Hal ini juga sama dengan hasil penelitian Wahyudi,dkk (2008) yang menunjukan tidak adanya perubahan bermakna (p>0,05) kadar serum Kalium (K+) pada kelompok perlakuan dan plasebo. Hal ini karenasekitar 90%
dari total Kalium (K+) terdapat di dalam cairan intrasellular (CIS) sehingga tidak terjadi perubahan Kalium dalam CES (Irawan, 2007). Dengan demikian, konsumsi Natrium (Na+) perlu di imbangi dengan Kalium (K+). Rasio konsumsi Natrium (Na+) dan Kalium (K+) yang dianjurkan
adalah 1:1 (Oetoro, 2008). Di dalam tubuh, Kalium (K+) biasanya bekerja sama dengan Natrium (Na+) dalam mengatur keseimbangan muatan elektrolit cairan tubuh (Muchtadi, 2007). Dehidrasi seluler meningkatkan kosentrasi Kalium (K+) intrasel, dengan demikian meningkatkan difusi Kalium (K+) keluar dari sel dan meningkatkan kosentrasi Kalium (K+) ekstrasel. Peningkatan kosentrasi Kalium (K+) plasma berperan sebagai salah satu mekanisme yang paling penting untuk meningkatkan seksresi Kalium (K+) dan mengatur kosentrasi ion Kalium (K+) cairan ekstrasel (Guyton & Hall, 2007).
Hasil pemeriksaan rata-rata kadar serum Klorida (Cl-) kelompok perlakukan (Oralit) dan kelompok pembanding (Air Mineral) menunjukan perubahan yang signifikan (p<0,05) pada post rehidrasi (Tabel 4). Hasil ini dikarenakan ion Klorida sebagai anion utama dalam cairan CES bekerja sama dengan Natrium dalam menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh pada aktivitas fisik dan juga merupakan ion dengan konsentrasi terbesar yang keluar melalui keringat.
Selain itu, ion Klorida (Cl-) juga mempunyai fungsi fisiologis penting yaitu sebagai pengatur derajat keasaman lambung dan ikut berperan dalam menjaga keseimbangan asam-basa tubuh. Jumlah ion Klorida (Cl-) yang terdapat di dalam jaringan tubuh diperkirakan sebanyak 1.1 g/KgBB dengan konsentrasi antara 98-106 mmol/L (Irawan, 2007).
Setelah dibandingkan rehidrasi Oralit maupun Air Mineral menunjukan ada perbedaan yang signifikan (p<0,05) pada kadar serum Natrium dan Klorida (Tabel 4). Hasil ini menunjukan perlunya penggantian elektrolit setelah latihan berkaitan dengan hilangnya elektrolit dalam keringat.
Elektrolit Natrium klorida dapat ditemukan dalam oralit dan air mineral yang dapat digunakan untuk mengembalikan kehilangan cairan dan elektrolit karena proses dehidrasi. Menurut Ronald (2006), air mineral efektif dalam merehidrasi cairan tubuh pada dehidrasi ringan akibat aktivitas fisik karena perbedaan elektrolit dan osmolaritas pada air mineral.
Menurut Williams (2007), menyatakan air minum direkomendasikan untuk pengantian cairan pada saat latihan tidak terlalu lama pada suhu panas, sedangkan apabila latihan dalam waktu yang lama lebih dari 90 menit baik diberikan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa. Rehidrasi dengan memberikan air minum biasa justru akan sangat berbahaya pada kehilangan elektrolit. Air minum biasa menyebabkan CES menjadi hipoosmolar sehingga air masuk ke CIS. Minum air biasa terus menerus semakin meningkatkan hipoosmolaritas CES dan menambah volume cairan air yang masuk ke CIS sehingga mengakibatkan pembengkakan sel yang dapat mengakibatkan kematian pada sel tersebut. Oleh sebab itu komposisi cairan rehidrasi harus mengandung
Page7 elektrolit dan glukosa dalam jumlah yang cukup
untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang (Prastowo, 2008).
Menurut Guyton (2006) Air mineral mudah masuk ke dalam sel sehingga dapat mengencerkan cairan intrasel dan memekatkan cairan ekstrasel sampai kedua larutan mempunyai osmolaritas yang sama.Walaupun air putih masih merupakan larutan yang terbaik, namun konsumsi air putih dalam kaitannya dengan latihan/pertandingan olahraga perlu juga untuk diperhatikan. Hal ini disebabkan karena konsumsi air putih secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi plasma natrium & osmolality plasma secara cepat (Ronal, 2006). Selain itu, penurunan konsentrasi ini juga akan menyebabkan berkurangnya rasa haus sehingga mengurangi volume konsumsi cairan yang sebenarnya dibutuhkan oleh tubuh. Oleh karena itu maka air putih dianggap bukan merupakan larutan yang ideal untuk optimalkan proses rehidrasi tubuh terutama setelah berolahraga dalam waktu yang panjang (Irawan, 2007).
Dari hasil penelitian ini menunjukan ada perbedaan penurunan kadar serum Natrium dan Klorida dengan rehidrasi Oralit dan Air Mineral setelah aktivitas fisik sehingga hipotesis satu diterima dan hipotesis nol ditolak. Sedangkan pada kadar serum Kalium menunjukan tidak ada perbedaan penurunan pada rehidrasi Oralit dan Air Mineral setelah aktivitas fisik sehingga hipotesis nol diterima dan hipotesis satu ditolak.
4. SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan
1. Hasil pemeriksaan rata-rata kadar serum Natrium, Kalium dan Klorida pre dehidrasi pada kelompok perlakuan (Oralit) dan kelompok pembanding (Air Mineral) tidak menunjukan ada perbedaan yang signifikan (p>0,05).
2. Hasil pemeriksaan rata-rata kadar serum Natrium, Kalium dan Klorida post dehidrasi kelompok perlakuan (Oralit) dan kelompok pembanding (Air Mineral) pada kadar serum Natrium yang menunjukan ada perbedaan singnifikan (p<0,05).
3. Setelah dibandingkan hasil pemeriksaan rata-rata kadar serum Natrium, Kalium dan Klorida post rehidrasi kelompok perlakuan (Oralit) dengan kelompok pembanding (Air Mineral) pada kadar serum Natrium dan Klorida yang menunjukan ada perbedaan yang signifikan (p<0,05).
4.2 Saran
4.2.1 Bagi STIK Bina Husada
Disarankan kepada mahasiswa agar selalu mengganti cairan tubuh yang hilang akibat aktivitas
fisik dengan mengkonsumsi cairan terutama yang mengandung elektrolit natrium klorida seperti Oralit maupun air mineral yang sama baiknya untuk digunakan sebagai pengganti cairan ketika dehidrasi ringan. Air mineral adalah yang paling mudah didapatkan dengan harga terjangkau.
4.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan jenis cairan rehidrasi lainnya seperti pocari sweat, gatorade dengan penghitungan jumlah kalori yang dibutuhkan pada tingkat dehidrasi lebih tinggi misalnya dehidrasi sedang atau berat.
Daftar Pustaka
Almuktabar. N, 2009. Perspektif Fisiologi suatu Analisis Kelelahan saat Dehidrasi. Journal IPTEK
Olahraga. Vol. 11 No.2
(http://www.iptekor.com/doc/11) diakses 24 Agustus 2010
Borowski. L, 1998, Sweating : Students Find Exercise and Dehydration to be Hot Topics in Chemistry, The Science Teacher Journal.
Crowe, M. 2007. What you can expext from exercise. (http://coolnurse.com.) di akses 10 September 2012
Ganong, W.F, 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Cetakan I. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Jakarta
Guyton, 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi Revisi. Penerbit Buku Kedokteran:
EGC. Jakarta
Guyton & Hall, 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Penerbit Buku Kedokteran:
EGC. Jakarta
Hartana. H, 2002. Pengaruh Lingkungan Yang Berbeda Terhadap Pengaturan Cairan Tubuh Dalam Olahraga (http://www.ppsplab.com/journal/01.pdf) diakses tanggal 10 Februari 2011
Hartanto. W, 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi Klinik FK Universitas Padjadjaran.
Holloway. B.W, 2003. Rujukan Cepat Keperawatan Klinis. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Jakarta Hutagalung, M. 2008. Jenis-jenis mineral (http:warnadunia.com). diakses tanggal 20 Agustus 2012
Page8 Ilyas. E, 2007. Nutrisi pada atlet. http://www.gizi
net. Diakses 25 Agustus 2012
Irawan. A. M, 2007. Konsumsi Cairan dan Olahraga. Polton Sports Science and Performance Lab: Sports Science Brief. Vol. 01 No.2 (www.pssplab.com/journal/pdf) diakses 07 Agustus 2011
Irawan. A. M, 2008. Mineral & Elektrolit (http://www.ppsplab.com/journal/01.pdf) diakses 05 Februari tanggal 2012
Jack. H, Wilmore, and Costill D.L, 1994.
Physiology of Sport and Exercise. Human Kinetics Jamil. H, 1996. Kompagurasi kontribusi latihan isotonik dan latihan isometrik terhadap peningkatan kekuatan dan daya ledak otot tungkai, laporan hasil penelitian universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh
Kee. J.L, 1997. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran:
EGC. Jakarta
Krisnawati. D, 2011. Efek Cairan Rehidrasi terhadap Denyut Nadi, Tekanan Darah dan Lama Periode Pemulihan. Journal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia. Volume 1. Edisi 2.
Desember 2011. (http:/journal/01.pdf) diakses tanggal 04 Januari 2013
Kuntarti, 2005. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, Asam Basa. (http://perawatonline.com/) diakses tanggal 20 November 2010
Latief, 2006. Interpretasi Keseimbangan Asam- Basa, Adakah Hal Yang Baru?. Disampaikan Pada Internasional Symposium Pediatric Challenge.
Medan 1-4 May
Lemeshow, 2001 (alih bahasa : Dibyo, P.Drg) Besar Sampel dalam penelitian kesehatan, 1997, Universitas Gajah Mada
Lysminiar, 2010. Air Kelapa Sebagai Cairan Elektrolit Tubuh Alami (http://student.
Blog.undip.ac.id) diakses tanggal 2 September 2012 Maretha. E.D, 2009. Pengaruh Pemberian Oralit Terhadap Kecepatan Reaksi setelah latihan Fisik.
Tesis. Biomedik Fakultas Kedokteran UNSRI Palembang.
Mountain, S.J. & Coyle, E.F. 1992. Influence of Graded Dehydration on Hyperthermia and Cardiovascular Drift during Exercise. J Apply Physiol.
Muchtadi, 2007. Konsumsi Kalium (http://kkp.deptan.go.id/seputar.bkp/ web/konsumsi kalium.htm) diakses tanggal 4 April 2011
Notoatmodjo. S, 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Edisi revisi. Rineka Cipta. Jakarta Oetoro. S, 2008. Kalium Atur Keseimbangan
Elektrolit Tubuh
(www.klikdokter.com/article/detail/139) diakses tanggal 25 April 2011
Prastowo. A, 2008. Air kelapa sebagai air mineral alami (http://wap.kalbe.co.id/detail_news.php news_id=1951&post=articles) diakses tanggal 24 Maret 2011
Primana. D, 2007. Kebutuhan air dan elektrolit
pada olahraga.
(http://www.smallcrab.com/kesehatan/597/03/) diakses tanggal 21 November 2010
Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani. 2000.
Pedoman Modul dan Pelatihan Kesehatan Olahraga bagi Pelatih Olahragawan Pelajar. Depdiknas.
Jakarta
Ronald. H, 2006. Pengaruh Perkuliahan Atletik Mahasiswa FPOK UPI Terhadap Penurunan Berat Badan dan Pengaruh Rehidrasi Menggunakan Air Putih Biasa dan Cairan Elektrolit dan Sumber Energi Terhadap Pemulihan Kemampuan Fungsional (http://www.ppslab.com/journal/03.pdf) diakses tanggal 05 Januari 2011
Rotikam, 2004. Pentingnya Pemberian Cairan dan Pencegahan Dehidrasi Pada Olahraga. Majalah Gizmindo
Salwan. H, 2008. Gambaran Kadar Natrium dan Kalium Plasma berdasarkan Status Nutrisi sebelum dan sesudah rehidrasi pada kasus Diare yang dirawat di RSCM. Bagian IKA. FKUI.Jakarta (http://journal/pdf) diakses tanggal 10 Desember 2012
Sawka, M.N., Francesconi, R.P., Pimental, N.E. &
Pandolf KB. 1995. Hydratian and Vascular Fluid Shift during Exercise in The Heat. J Apply Physiol.
Sherwood, 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-2. Penerbit Buku Kedokteran:
EGC. Jakarta
Sinaga. E, 2007. Natrium (http://asidharta.blogspot- com), diakses tanggal 12 Desember 2012
Page9 The Clinicans Ultimate Reference. Global Rph.com
(www.Global rph/map.htm) diakses 20 Januari 2013
Wahyudi, 2008. Perubahan Kadar Natrium dan Kalium serum akibat Pemberian Glukosa 40% pada Latihan Fisik Akut. Departemen Ilmu Kesehatan Anak. FKUSU. Medan (http:/journal/01.pdf) diakses tanggal 10 Januari 2013
Williams. M, 2007. Nutrition for Health, Fitness and Sport. Eighth Edition. New York: Americas