• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Preeklampsia

Preeklampsia didiagnosis ketika wanita hamil normotensif sebelumnya, setelah 20 minggu masa kehamilan tekanan darah lebih tinggi dari 140/90mmHg, dengan atau tanpa proteinuria, disertai dengan trombositopenia, edema paru dan lesi organ yang mempengaruhi organ akhir seperti ginjal, otak atau hati (ACOG, 2013).

Etiologi preeklampsia masih belum jelas, beberapa faktor yang dianggap berperan pada kejadian preeklampsia adalah gen, plasenta, respon imun dan penyakit vaskular pada ibu (Cuningham, 2013). Disfungsi endotel dan plasenta diduga berperan penting dalam perkembangan terjadinya preeklampsia (Mateus et al., 2011).

Adapun komplikasi yang ditimbulkan dari preeklampsia, meliputi eklampsia, hemolytic-elevated liver enzim and low platelet (HELLP syndrome), Disseminated Intravascular Coagulophaty (DIC), hipertensi emergensi, hipertensi ensefalopati dan kebutaan daerah kortikal serebri (Cunningham, 2013).

Preeklampsia dibedakan menjadi usia kehamilan <34 minggu dan usia kehamilan ≥34 minggu (Peter et.al, 2003). Konsep preeklampsia early onset dan late onset merupakan konsep yang lebih modern, dan dinyatakan bahwa kedua entitas ini memiliki etiologi yang berbeda dan harus dianggap sebagai bentuk penyakit yang berbeda. Preeklampsia early onset (sebelum 34 minggu) umumnya terkait dengan Doppler arteri uterus yang abnormal, terjadinya hambatan pertumbuhan janin (FGR = Fetal Growth Restriction), dan berakibat fatal untuk kelangsungan hidup ibu maupun janin. Lain halnya dengan preeklampsia late onset (setelah 34 minggu), dimana didapatkan tingkat keterlibatan janin yang sedikit, dan hasil perinatal yang lebih baik (Lisonkova, 2013).

commit to user commit to user

(2)

B. Epidemiologi

Di Indonesia kematian ibu terjadi setiap 1 jam. Berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia ( SDKI) tahun 2012, AKI sebesar 359 per 100.0000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara - negara tetanggga di kawasan ASEAN. Pemerintah sejak tahun 1990 telah melakukan upaya strategis dalam upaya menekan AKI dengan pendekatan safe motherhood yaitu memastikan semua wanita mendapatkan perawatan yang dibutuhkan sehingga selamat dan sehat selama kehamilan dan persalinannya.

Lima penyebab kematian ibu terbesar yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. Kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, dan infeksi. Namun proporsinya telah berubah, dimana perdarahan dan infeksi cenderung mengalami penurunan sedangkan HDK proporsinya semakin meningkat. Lebih dari 25% kematian ibu di Indonesia pada tahun 2013 disebabkan oleh HDK.

Gambar 2.1 Angka Kematian Ibu di Indonesia tahun 1991 – 2012.

Sumber: BPS, SDKI 1991-2012 commit to user commit to user

(3)

Gambar 2.2 Penyebab Kematian Ibu di Indonesia tahun 2010 – 2013 Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Tampak peningkatan kasus HDK yang signifikan dari tahun ke tahun 21,5%

pada tahun 2010 dan 27,1% pada tahun 2013. Hal ini perlu menjadi perhatian serius dan memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor – faktor apa yang menyebabkan peningkatan kasus ini. HDK seharusnya bisa diketahui dan diidentifikasi dari saat antenatal care apabila strategi pendekatan resikonya berjalan dengan baik.

Di Jawa Tengah, khususnya di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, angka kematian ibu hamil pada tahun 2012 yang disebabkan preeklampsia sebanyak 63,3% yaitu 19 orang dari 30 ibu hamil yang meninggal dan pada tahun 2013 sebanyak 57,14% yaitu 12 orang dari 21 ibu hamil yang meninggal (Sulistyowati et al., 2016).

commit to user commit to user

(4)

C. Patogenesis Preeklampsia

Patofisiologi preeklampsia sangat kompleks, dan yang menjadi penyebab utama adalah adanya plasentasi yang abnormal. Beberapa studi mengatakan bahwa preeklampsia terjadi dua tahap, yaitu tahap pertama / stadium preklinik, yaitu pada proses endotelialisasi yang terjadi gangguan sitotrofoblas serta invasi arteri spiralis pada miometrium yang tidak adekuat sehingga menyebabkan terjadinya iskemia dan hipoksia plasenta. Tahap kedua terjadi pada kehamilan lanjut, yaitu adanya stress oksidatif plasenta menyebabkan pelepasan protein antiangiogenik seperti sFlt-1, prostaglandin, dan sitokin ke dalam sirkulasi maternal. Keadaan stress oksidatif tersebut akan menekan produksi faktor proangiogenik termasuk PlGF dan VEGF (Creasy, 2014). Kondisi lingkungan hipoksia di dalam plasenta mengakibatkan vasokontriksi, peningkatan tekanan darah, dan disfungsi endotel (Norma, 2006). Tahap kedua ini yaitu tahap simptomatik atau sindrom maternal ditandai oleh hipertensi, gangguan ginjal, dan proteinuria dan hal ini akan dapat berkembang menjadi HELLP syndrome, eklampsia dan gagal ginjal (Creasy, 2014).

Pada pemeriksaan plasenta wanita hamil dengan preeklampsia umumnya ditemukan plasenta yang mengalami infark dan terjadi penyempitan karena sklerosis dari arteri dimana ditandai dengan kelainan invasi endovaskuler oleh sitotrofoblas dan tidak adekuatnya remodeling dari arteri spiralis uterus (Creasy, 2014).

Meskipun perubahan patologis secara makroskopis tidak selalu ada pada kehamilan dengan preeklampsia namun profil plasenta seperti Doppler arteri uterina yang abnormal dan morfologi plasenta telah digunakan untuk mengidentifikasi secara kohort pada wanita dengan risiko preeklampsia. Penelitian Doppler arteri uterina yang mengukur indeks pulsatif (IP) menunjukkan peningkatan tahanan vaskuler uterus sebelum tanda dan gejala dari preeklampsia timbul (Holston et al., 2009).

Kelainan tersebut mungkin juga berkaitan dengan jalur nitrit oksida, yang memberikan kontribusi substansial untuk mengontrol tekanan vaskuler. Selain nitrit oksida, adanya stres oksidatif memacu pelepasan dari radikal bebas, lipid oksida, sitokin dan sFlt-1. Hal tersebut mengakibatkan disfungsi endotel dengan gangguan permeabilitas vaskuler dan hipertensi (Li et al., 2007).

commit to user commit to user

(5)

Proses plasentasi pada mamalia membutuhkan faktor angiogenesis yang tinggi untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi janin. Faktor proangiogenik dan antiangiogenik bekerjasama dalam perkembangan plasenta. Dipercaya bahwa angiogenesis plasenta pada preeklampsia tidak efektif. Pada preeklampsia, sitotrofoblas gagal merubah ikatan cell-surface dan adhesion molecules. Perubahan yang abnormal dari sitotrofoblas merupakan deteksi awal yang akan menyebabkan iskhemia plasenta (Hagman et al., 2012).

Gambar 2.3. Patogenesis Preeklampsia (Hagman et al., 2012)

Gambar di atas menjelaskan terjadinya invasi trofoblas yang tidak adekuat sehingga menyebabkan reaksi inflamasi dan infark pada plasenta yang mengakibatkan disfungsi endotel yang akan memacu pelepasan substansi toksik, apoptosis, radikal commit to user commit to user

(6)

bebas, dan inflamasi sistemik. Trofoblas pada preeklampsia mengalami maltransformasi saat menginvasi arteri spiralis, hal tersebut menyebabkan abnormalitas plasenta dimana invasi sitotrofoblas pada arteri terbatas tidak sampai endotel, sangat dangkal, dan tidak menyebar. Diferensiasi abnormal plasenta ini merupakan awal hipoksia yang pada akhirnya menyebabkan iskemia plasenta. Abnormalitas plasenta sebagai akibat kegagalan remodeling sitotrofoblas arteri spiralis uterus menyebabkan pelepasan beberapa faktor angiogenik tersekresi ke sirkulasi maternal dan mencapai puncaknya pada simptom klinis preeklampsia yang dikenal dengan sindrom maternal (Hagman et al, 2012).

D. Plasenta pada Preeklampsia

Pada kehamilan normal, arteri spiralis uteri mengalami remodeling, ditandai dengan adanya sel ekstravilus trofoblas interstitial menginvasi desidua endometrium dan myometrium bagian dalam dan sel ekstravilus trofoblas endovaskuler menginvasi lumen arteri spiralis, sehingga mengakibatkan endotelium, otot polos pembuluh darah dan lamina elastik diganti dengan fibrinoid sehingga menghasilkan pembuluh darah yang lebar, lemas, tipis dan memiliki tahanan yang rendah (Lyall, 2013). Namun pada preeklampsia, terjadi gangguan remodeling arteria spiralis di miometrial dan invasi trofoblas dinding arteriola spiralis, sehingga arteriola miometrium bagian dalam tidak kehilangan lapisan endotel dan jaringan muskuloelastiknya menyebabkan menurunnya aliran darah uteroplasenta (Romero, 2013). Lumen arteriola spiralis yang terlalu sempit (abnormal) diduga akan mengganggu aliran darah plasenta (Lyall, 2013; Roberts, 2012).

Pada preeklampsia, plasenta mengalami keadaan perfusi yang inadekuat dan perubahan arteri spiralis berubah mengalami stenosis dan oklusi derajat berat sehingga plasenta mengalami hipoksia, stres oksidatif dan iskemia, yang menyebabkan nekrosis dan infark. Abnormalitas aliran darah pada preeklampsia, mempengaruhi arteri spiralis dimana merupakan arteri yang mensuplai villi. Suplai oksigen villi yang berkurang mengakibatkan hipoksia yang menyebabkan bentuk bagian ujung atau terminal villi menjadi tidak beraturan sehingga pada plasenta preeklampsia dapat di temukan suatu endateritis obliteratif yang disebabkan karena kurangnya pasokan oksigen kepada pembuluh darah terutama arteriol dimana hal ini menyebabkan sel otot polos tunika commit to user commit to user

(7)

media akan bermigrasi ke tunika intima dan mengalami proliferasi yang ditandai dengan penebalan tunika intima sehingga mengakibatkan penyempitan pada pembuluh darah.

Selain itu pada plasenta preeklampsia dapat ditemukan adanya fibrosis stroma yang mempunyai kaitan erat dengan gangguan vaskularisasi atau proliferasi fibroblastik yang merupakan proses perbaikan jaringan yang rusak akibat radang kronis karena hipoksia (Simbolon, 2013).

E. Histologi Plasenta Preeklampsia

Menurunnya aliran darah pada ruang intervilli akibat stenosis dan atau oklusi arteria spiralis pada preklampsia akan menyebabkan perubahan gambaran histopatologi plasenta berupa: proliferasi sel-sel sitotrofoblas, meningkatnya syncitial knots, penebalan membrana basalis trofoblas, nekrosis fibrinoid, aterosis akut, pengurangan jumlah vaskuler (hipovaskuler/ avaskuler) penebalan arteri villi korialis dan penyempitan diameter arteri villi korialis (Narasimha, 2011; Varughese et al., 2013).

Selain itu pada preeklampsia, terdapat respon pembuluh darah terhadap angiotensin II dan kadar tromboksan (suatu vasokonstriktor yang poten) meningkat beberapa kali lipat, tetapi di pihak lain, prostasiklin yang berperan dalam relaksasi pembuluh darah dan dihasilkan oleh sel endotel vaskuler uterus, arteria umbilikalis dan vena plasenta kadarnya menurun, sehingga efek vasokonstriksi dari angiotensin II dan tromboksan tidak dapat dicegah secara efektif. Hal inilah yang diduga menyebabkan perubahan gambaran histologi berupa penebalan dinding pembuluh darah dan berkurangnya (hipovaskuler/avaskuler) pembuluh darah vili korialis.

Gambaran histologi plasenta tersebut ada bila pada ruang intervili terdapat perdarahan yang sedikit/ kurang, bila ruang intervili terdapat perdarahan yang cukup maka gambaran histologi tersebut tidak ditemukan. Stenosis atau oklusi arteri spiralis terjadi karena gagalnya sel-sel trofoblas mengadakan remodeling, sehingga adanya gambaran perubahan histologi plasenta tersebut menandakan bahwa pada preeklampsia terjadi penurunan perfusi uteroplasenter yang bisa memberikan efek gangguan pada pertumbuhan janin intrauterin (Romero, 2013).

commit to user commit to user

(8)

Pada penelitian Narasimha dan Noha, juga memperlihatkan bahwa terdapat perubahan gambaran histologi plasenta pada preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal (Narasimha, 2011; Noha, 2014).

a. Plasenta Preeklampsia b. Arteri Vili Korialis

Gambar 2.4. Plasenta preeklampsia dengan penebalan dinding arteri vili korialis (Narasimha, 2011).

F. Faktor Resiko Preeklampsia - Usia

Wanita multipara berusia 35 atau lebih tua, 2,5 kali berisiko mengalami preeklampsia dibandingkan wanita multipara berusia muda.

Lamminpaa, et al. (2012) menyimpulkan bahwa usia ibu di atas 35 tahun dapat meningkatkan resiko preeklampsi lebih tinggi daripada ibu usia muda.

- Paritas

Shen, et al. (2017) dalam penelitiannya menunjukkan nuliparitas memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya preeklampsia. Namun, banyak penelitian telah menunjukkan bahwa walaupun pada risiko rendah, wanita multipara yang sering mengalami penyakit berat, dan resiko relatif terhadap preeklampsia, mereka memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya morbiditas dan mortalitas yang lebih parah.

- Riwayat Hipertensi

Wanita dengan hipertensi yang sudah ada sebelumnya memiliki peningkatan risiko terjadinya preeklampsia (Shen, 2017). commit to user commit to user

(9)

- Riwayat Diabetes Mellitus

Diabetes melipatgandakan risiko preeklampsia. Wanita dengan diabetes yang sudah ada sebelumnya (tipe I dan tipe II) memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan diabetes gestasional. Risiko pre-eklampsia berhubungan dengan tingkat keparahan diabetes yang mendasarinya. Wanita tanpa komplikasi mikrovaskuler diabetes berisiko lebih rendah dibandingkan dengan komplikasi ginjal atau retina (Sibai, 2000).

- Tingkat Stress pada maternal

Kejadian psikologis seperti tingkat stres yang tinggi, kecemasan atau depresi dapat secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kehamilan karena menyebabkan preeklampsia. Stres psikologis dapat mempengaruhi hingga 18%

pada wanita hamil , dimana terjadi perubahan fungsi sistem neuroendokrin dan sistem kekebalan tubuh. Kondisi marabahaya dapat secara langsung mengubah poros hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA), yang mengarah pada peningkatan kadar kortisol dan perubahan terkait dalam imunitas seluler. Kadar kortisol yang tinggi berhubungan dengan hipertensi dan disfungsi endotel (Priscila et al., 2011).

- Nutrisi pada wanita hamil

Berdasarkan sejumlah studi, asupan magnesium dan kalsium yang lebih rendah yang diukur selama kehamilan diidentifikasi terkait dengan kejadian preeklampsia pada wanita hamil (Danielle et al., 2014).

G. Komplikasi Preeklampsia

Preeklampsia menyebabkan komplikasi pada 5-10% kehamilan dan secara signifikan berkontribusi terhadap kematian ibu di Amerika Serikat, Inggris, Eropa dan, yang paling menonjol, di negara berkembang. Preeklampsia early onset dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi pada maternal, perinatal, khususnya pada kasus seperti eklampsia dan HELLP sindrom (Hutcheon, et al., 2011).

Adapun komplikasi lain dari preeklampsia antara lain : kardiomiopati, hipertensi maligna, ruptur hati, gagal ginjal akut, solutio placenta, gangguan koagulopati, gangguan pengelihatan, edema paru, pankreatitis, dan gangguan pernafasan (Nankali, et al., 2013) commit to user commit to user

(10)

H. Subklasifikasi Preeklampsia

Preeklampsi merupakan penyakit pada kehamilan dengan ganguan yang bervariasi. Proses untuk memahami penyebab dari preeklampsi ini akan sangat membantu jika dilakukan pengsubklasifikasian dari preeklampsi tersebut. Peter (2003) dan kawan – kawan telah melakukan pengsubklasifikasian dari preeklampsi, dimana preeklampsi dibagi menjadi early onset (< 34 minggu kehamilan) dan late onset ( ≥ 34 minggu kehamilan). Menurut beberapa pendapat, angka 34 minggu usia kehamilan didapatkan berdasarkan data mengenai perbedaan komplikasi yang didapat pada pasien dengan usia kehamilan sebelum dan sesudah usia 34 minggu (Cheng et al., 2011).

Beberapa pedoman untuk diagnosis dan manajemen preeklampsia dipelopori oleh Canadian Hypertension Societ, US National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy dan Australasian Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ASSHP) (Brown et al., 2000).

International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP) telah melakukan pembagian menjadi preeklampsia ringan yang didefinisikan sebagai tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan proteinuria 0,3 sampai 3 g/hari dan preeklampsia berat yang didefinisikan sebagai tekanan darah dimana sistole ditemukan diantara 160 dan 170 dan diastole 100 dan 110 mmHg, dengan proteinuria 3 sampai 5 g/hari (Brown et al., 2001). Pendekatan ini merupakan teori yang masih tumpul untuk menjelaskan resiko dari preeklampsi karena klasifikasi preeklampsi selama ini hanya berdasarkan status hipertensi dan proteinuria, dimana usia kehamilan belum menjadi hal yang penting untuk disoroti berkaitan dengan diagnosis, keparahan, dan subklasifikasi (Peter et al., 2003).

Preeklampsia early onset disebabkan gangguan plasentasi dimana terjadi gangguan remodeling arteria spiralis di miometrial dan invasi trofoblas dinding arteriola spiralis. Pada preeklampsia late onset didapatkan hipotesa mengenai konstitusi maternal yang menyebabkan kerusakan endotelial pada maternal yang tidak ada kaitannya dengan kerusakan akibat invasi trophoblast (Mifsud dan Sebire, 2014).

Sangatlah penting untuk mengetahui komplikasi yang akan ditemukan pada preeklampsi, baik itu komplikasi maternal maupun fetal. Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk membedakan komplikasi antara early dan late onset, namun data untuk pasien preeklampsia di Asia, khususnya di Indonesia sendiri masih sedikit. commit to user commit to user

(11)

Adapun penelitian yang telah dilakukan untuk membedakan komplikasi early dan late onset di beberapa benua antara lain :

Benua Eropa :

 Boudewijn (2008) melakukan penelitian pada wanita di Nederlands, menyimpulkan bahwa preeklampsia early onset lebih banyak memyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi.

 Mifsud dan Sebire (2014) melakukan penelitian pada wanita di London, menyimpulkan bahwa early onset berhubungan dengan invasi trophoblast yang menyebabkan hipoksia dan kemudian menyebabkan gangguan pertumbuhan pada janin.

 Emilie, et al. (2017) melakukan penelitian pada wanita di Netherlands, menyimpulkan bahwa pada preeklampsia early onset didapatkan plasenta ukuran lebih pendek dengan dinding arteri dan vena umbilikal yang sempit, sedangkan pada preeklampsia late onset, arteri dan vena umbilikal lebih lebar.

 Joris, et al. (2017) melakukan penelitian pada wanita di Netherlands dan menyimpulkan bahwa preeklampsia early onset lebih banyak didapatkan pada wanita nullipara. Angka mortalitas pada perinatal meningkat dua kali lipat pada preeklampsia early onset. Kejadian gagal nafas pada perinatal lebih tinggi didapatkan pada preeklampsia early onset yang dihubungkan dengan patofisiologi preeklapmsia early onset.

 Benua Amerika :

 Lisonkova, et al. (2013) menyebutkan dalam penelitiannya di Washington, bahwa preeklampsia late onset lebih sering didapatkan daripada early onset.

Dimana dalam penelitian tersebut pada preeklampsia early onset berkaitan erat dengan ras Afrika – Amerika, hipertensi kronis, diabetes mellitus, kelainan kongenital, usia ibu yang relatif lebih muda (20 - 34 tahun), nulliparitas, sedangkan late onset lebih berkaitan dengan riwayat penyakit ibu, seperti hipertensi dan diabetes mellitus. Didapatkan angka kematian bayi 16,4 kali

commit to user commit to user

(12)

lipat pada preeklampsia early onset dan 2 kali lipat pada preeklampsia late onset dibandingkan dengan kehamilan normal.

 Erez, et al. (2017) melakukan penelitian pada wanita di Amerika dengan hasil pada early onset didapatksn lesi pada placenta yang menyebabkan abnormal pada arteri umbilikal dan arteri uterina, sehingga berakibat IUGR, HELLP syndrom. Sedangkan untuk late onset, didapatkan tidak adanya gangguan berarti pada plasenta, biasa muncul pada pasien obese dan penyakit kardiovaskular.

 Transbenua :

 Simsek, et al. (2016) melakukan penelitian pada wanita Turki, menyebutkan pada early onset didapatkan karakteristik seperti nulliparitas dan riwayat abortus sebelumnya dengan hasil luaran kematian neonatus yang tinggi, sedangkan late onset lebih berhubungan dengan obesitas pada ibu, hipertensi kronis, diabetes mellitus dan riwayat kelahiran prematur.

 Halenur, et al. (2015) melakukan penelitian pada wanita Turki, menyimpulkan bahwa preeklampsia early onset meningkatkan resiko mortalitas pada ibu sebanyak dua puluh kali dibandingkan dengan preeklampsia late onset.

 Benua Afrika :

- Gathiram dan Moodley (2016), melakukan penelitian pada wanita Afrika, didapatkan janin dengan luaran IUGR didapatkan pada pasien early onset, dan tidak ditemukan pada late onset.

 Benua Asia :

 Fang, et al. (2009) melakukan penelitian pada wanita Thailand dan menyimpulkan bahwa wanita dengan usia ≥ 30 tahun, obesitas dan riwayat hipertensi pada keluarga lebih sering mendapatkan late onset preeklampsia daripada early onset preeklampsia.

 Bhadarka dan Mukherjee (2016) menyimpulkan bahwa pada wanita di India didapatkan lebih banyak insiden preeklampsia late onset daripada early onset.

commit to user commit to user

(13)

Riwayat hipertensi, riwayat diabetes mellitus, perubahan hasil laboratorium berupa HELLP syndrom berkaitan erat dengan preeklampsia early onset.

 Aziz dan Johanes (2016) melakukan penelitian pada pasien di Bandung, Indonesia. Disimpulkan bahwa insiden early onset lebih sedikit dibandingkan late onset, komplikasi pada perinatal berupa IUGR dan asphiksia janin didapatkan pada preeklampsi early onset.

I. Kerangka Konseptual

Karakteristik ibu -usia ibu

-paritas - riwayat hipertensi

- riwayat diabetes mellitus

- hasil

pemeriksaan laboratorium (trombosit,ewitz, LDH)

- Abnormal plasentasi, gangguan

remodelling arteri spiralis, invasi trofoblas dinding arteri spiralis - Gangguan endotel

vaskular maternal

Preeklampsia

Preeklampsia Early Onset

(< 34 minggu)

Preeklampsia Late Onset ( ≥ 34 minggu)

Komplikasi maternal (kematian maternal, eklampsi, impending eklamsi, Odem paru, Hellp sindrom) dan komplikasi perinatal (kematian perinatal,

iugr, fetal distress/hipoksia) Komplikasi maternal

(kematian maternal, eklampsi, impending eklamsi, Odem paru, Hellp sindrom) dan komplikasi perinatal (kematian perinatal,

iugr, fetal distress/hipoksia)

commit to user commit to user

(14)

Gambar 2.5 Kerangka Konseptual

Keterangan : Karakteristik ibu seperti usia ibu, paritas, riwayat hipertensi, riwayat diabetes mellitus, hasil pemeriksaan laboratorium (trombosit,ewitz, LDH) dapat mempengaruhi terjadinya preeklampsia pada ibu hamil dengan mekanisme 2 jalur, yaitu terjadinya abnormal plasentasi, gangguan remodelling arteri spiralis, invasi trofoblas dinding arteri spiralis, serta gangguan endotel vaskular maternal yang berasal dari maternal itu sendiri. Melalui 2 jalur terjadinya preeklampsia ini, preeklampsia dibagi menjadi 2 subklasifikasi yaitu preeklampsia early onset dan preeklampsia late onset.

Dimana dari kedua subklasifikasi ini didapatkan komplikasi maternal dan fetal yang berbeda, dan bila ditelusuri ke belakang didapatkan perbedaan karakteristik ibu pada early onset dan late onset preeklampsia.

J. Hipotesis

1. Terdapat perbedaan umur ibu antara preeklampsia early onset dan preeklampsia late onset.

2. Terdapat perbedaan jumlah paritas ibu antara preeklampsia early onset dan preeklampsia late onset.

3. Terdapat perbedaan riwayat hipertensi ibu antara preeklampsia early onset dan preeklampsia late onset.

4. Terdapat perbedaan riwayat diabetes mellitus ibu antara preeklampsia early onset dan preeklampsia late onset.

5. Terdapat perbedaan jumlah trombosit ibu antara preeklampsia early onset dan preeklampsia late onset.

6. Terdapat perbedaan kualitas proteinuria ibu antara preeklampsia early onset dan preeklampsia late onset.

7. Terdapat perbedaan kadar LDH ibu antara preeklampsia early onset dan preeklampsia late onset.

8. Terdapat perbedaan kejadian kematian maternal antara preeklampsia early onset dan preeklampsia late onset.

9. Terdapat perbedaan kejadian eklampsia antara preeklampsia early onset dan preeklampsia late onset. commit to user commit to user

(15)

10. Terdapat perbedaan kejadian impending eklampsia antara preeklampsia early onset dan preeklampsia late onset.

11. Terdapat perbedaan kejadian edem pulmo antara preeklampsia early onset dan preeklampsia late onset.

12. Terdapat perbedaan kejadian HELLP syndrom antara preeklampsia early onset dan preeklampsia late onset.

13. Terdapat perbedaan kejadian kematian bayi antara preeklampsia early onset dan preeklampsia late onset.

14. Terdapat perbedaan kejadian IUGR antara preeklampsia early onset dan preeklampsia late onset.

15. Terdapat perbedaan kejadian fetal hipoksia ataupun fetal distress antara preeklampsia early onset dan preeklampsia late onset.

16. Faktor resiko (karakteristik ibu) yang berpotensi mempengaruhi kejadian preeklampsia early maupun late onset adalah usia dan paritas.

17. Komplikasi yang paling sering terjadi pada preeklampsia early maupun late onset adalah kematian bayi.

commit to user commit to user

Referensi

Dokumen terkait

Konsep HAM generasi pertama yaitu yang berkaitan dengan hak sipil dan politik antara lain termuat pada Undang-Undang seperti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

Melalui referensi Salinan Resmi Putusan Perkara Perdata Nomor 237/Pdt/ 2012/ PT.DKI., Elnusa meminta Bank Mega untuk segera melaksanakan keputusan Pengadilan Tinggi Jakarta

Peran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari orang Betawi Udik berbeda dengan peran agama Islam di antara orang Betawi Tengah dan Betawi Pinggir di mana pada

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang

System tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan

Revisi 00 Halaman 1 dari 1 SPO Tanggalterbit 07 Maret 2016 Ditetapkan, Direktur RSUD

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa produk yang berasal dari bekatul mempunyai potensi yang sangat bagus untuk dikembangkan sebagai produk pangan atau bahan pangan fungsional

Sebagian besar remaja pada kelompok obesitas memiliki kecukupan energi, karbohidrat, protein dan lemak lebih tinggi dibandingkan dengan remaja non obesitas. Hasil