• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tidak menyenangkan dan dapat menimbulkan gejala-gejala fisiologis yang bisa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tidak menyenangkan dan dapat menimbulkan gejala-gejala fisiologis yang bisa"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan

2.1.1 Definisi Kecemasan

Kecemasan merupakan sebuah respon terhadap stress, merupakan sebuah hal yang tidak menyenangkan dan dapat menimbulkan gejala-gejala fisiologis yang bisa menghambat pencapaian seseorang. Jika seseorang mengalami kecemasan maka akan timbul ketegangan mental sebagai reaksi umum dan ketidakmampuan menghadapi masalah atau adanya rasa aman. (Heri, et al., 2013)

Kecemasan mirip dengan ketakutan tetapi dengan fokus yang tidak spesifik.

Dimana rasa takut biasanya respon terhadap ancaman, kecemasan sendiri memiliki ciri khas ketakutan akan terjadi hal buruk yang tidak dapat diprediksi di masa depan.

Steven juga mengemukakan kecemasan berasal dari kata Latin anxius, yang berarti penyempitan atau pencekikan. (Fitri & Ifdil, 2016)

2.1.2 Etiologi Kecemasan

Menurut (Sadock, et al., 2017) terdapat beberapa teori mengenai penyebab kecemasan yaitu:

1. Teori Psikoanalitik

Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan super ego. Id mewakili dorongan insting seseorang, sedangkan super ego mencerminkan isi hati nurani seseorang dan dikembangkan oleh norma budaya.

(2)

8 2. Teori Intrapersonal

Bahwa kecemasan timbul akibat ketakutan atau ketidakmampuan seseorang dalam hubungan intrapersonal. Hal ini biasanya di kaitkan dengan trauma perkembangan, perpisahan atau bahkan kehilangan.

3. Teori Perilaku

Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang menganggu kemampuan seseorang untuk mencapai sebuah keinginan.

4. Teori Biologis

I. Sistem saraf otonom

Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala pada beberapa tubuh seperti kardiovaskular, musculoskeletal, gastrointestinal, dan respirasi. Sistem saraf otonom pada beberapa pasien dengan gangguan kecemasan, menunjukkan peningkatan tonus simpatis.

Perasangan saraf simpatis yang menuju medulla adrenalis (Sympathetic Adrenal Medullary) menyebabkan pelepasan sejumlah Adrenalin dan norepinefrin ke dalam sirkulasi, dan kedua hormon ini kemudian dibawa dari sirkulasi ke seluruh tubuh.

Reaksi normal pada seseorang yang sehat pada keadaan darurat, mengancam jiwa akan merangsang pengeluaran hormon adrenalin, sehingga terjadi peningkatan denyut nadi,pernapasan dan tonus otot

(3)

9 dan rangsangan-rangsangan tersebut dapat meningkatkan kewaspadaan dan siap akan kecemasan. (Lauralee, 2014)

II. Neurotransmitter

Terdapat tiga neurotransmitter utama yang berhubungan dengan kecemasan yaitu norepinephrine, serotonine dan gamma- aminobutyric acid (GABA). Teori umum mengenai norepinefrin dalam gangguan kecemasan yaitu bahwa manusia dengan kecemasan mungkin memiliki regulasi norepinefrin yang buruk dalam ledakan aktivitas berkala.

Penelitian mengenai serotonin masih berbeda-berbeda namun dengan meningkatnya kecemasan seseorang, dapat dipastikan serotonin menurun. Dalam gangguan kecemasan, peranan GABA sendiri sudah terbukti melalui benzodiazepine sebagai salah satu obat untuk gangguan kecemasan yang berfungsi untuk meningkatkan aktifitas GABA pada reseptor GABA. (Sadock, et al., 2017)

2.1.3 Patofisiologi Kecemasan

Neurotransmitter seperti serotonine, Gamma-aminobutyric acid (GABA), dopamine dan norepinephrine sering dikaitkan dengan kecemasan. Setiap neurotransmitter memiliki peran yang berbeda dalam regulasi kecemasan. Dalam

(4)

10 kecemasan, neurotransmitter yang berperan penting adalah serotonine, norepinephrine dan GABA.

Serotonine memainkan peran penting dalam regulasi mood, pola tidur, nafsu makan, suhu tubuh dan nyeri. Norepinephrine terlibat dalam fight or flight response dan dalam regulasi tidur, mood dan tekanan darah. Stress akut dapat meningkatkan norepinephrine. Dalam pasien dengan kecemasan, terutama dengan gangguan panik, sistem regulasi norepinephrine kurang baik.

GABA memiliki peran dalam menginduksi relaksasi dan tidur, dan mencegah ekstikasi berlebih (overexcitation). Disfungsi dari beberapa neurotransmitter dan reseptor di dalam otak yang telah diimplikasikan dalam gangguan kecemasan.

Serotonergic pathways meningkat dari raphe nuclei di batang otak dan menginervasi struktur terlibat dalam kecemasan, seperti lobus frontal, amigdala, hipotalamus dan hipocampus. (Evans, et al., 2016)

Setiap jumlah besar abnormalitas dari sistem serotonergic baik inervasi yang kurang atau berlebihan dalam sistem serotonergic dalam struktur otak dapat menjadi sebuah penyebab gangguan kecemasan. Yang memungkinan abnormalitas ini adalah regulasi abnormal dari pengeluaran/reuptake serotonine atau respon yang tidak normal terhadap sinyal serotonine (Soodan, 2015)

Norepinephrine akan memfasilitasi anxiety-like behavioral. Norepinephrine yang berlebihan akan muncul di gangguan panik, kecemasan dan post traumatic stress disorder (PTSD). Fungsi dari sistem Norepinephrine adalah untuk menyeimbangkan

(5)

11 kewaspadaan atau memindai sikap dengan fokus khusus dalam lingkungan yang menstimulasi kecemasan/tekanan. (Goddard, 2010)

HPA axis adalah mekanisme tubuh yang melibatkan hypothalamus, kelenjar hormon pituitari, dan kelenjar adrenal. Sistem komunikasi kompleks ini bertanggung jawab untuk menangani reaksi stress dengan mengatur produksi kortisol sejenis hormon yang merupakan mediator rangsang saraf. HPA axis dapat memperlihatkan mekanisme neuropsikiatri atau cemas.

HPA axis merupakan sebuah jalur kompleks interaksi antara tiga sistem yang terjadi dalam tubuh yang mengatur reaksi terhadap stress dan banyak proses dalam tubuh, termasuk di dalamnya proses pencernaan, sistem ketahanan tubuh, mood dan tingkat emosi, gairah seksual, penyimpanan energi dan penggunaannya. Hipotalamus merupakan pusat kontrol untuk sebagian besar sistem hormon tubuh. (Lauralee, 2014)

Sel-sel dalam hipotalamus menghasilkan hormon corticotropine releasing factor (CRF) pada manusia sebagai tanggapan atas sebagian besar semua jenis stress fisik atau psikologis, yang pada gilirannya mengikat reseptor spesifik pada sel-sel hipofisis, yang menghasilkan hormon adrenocorticotropic (ACTH). ACTH ini kemudian ke kelenjar adrenal dan merangsang produksi hormon adrenalin. (Lauralee, 2014)

Terdapat beberapa sumber utama respon stress, salah satunya yaitu

hypothalamus pituitary adrenal (HPA). Jalur pertama adalah aktivasi HPA melalui

(6)

12 neuron dalam nukleus paravestibular di hipotalamus yang menghasilkan CRH.

Hormon ini akan memacu hipofisis anterior melepaskan ACTH dan merangsang kelenjar adrenal untuk memproduksi kortisol atau glukortikoid.

Pada keadaan cemas, respon tubuh seseorang akan merangsang penurunan produksi stress threshold. Kecemasan juga memicu ketidakteraturan produksi hormon kortisol sehingga hipotalamus meningkatkan produksi CRH atau hormon kortikotropin yang pada akhirnya menyebabkan kelemahan, dan penurunan daya tahan tubuh. (Hall, 2019)

2.1.4 Faktor Risiko Kecemasan

Kecemasan merupakan hal biasa dalam mahasiswa kedokteran yang sedang menjalankan studinya. Pendapatan keluarga yang rendah sebagai faktor resiko dari kecemasan. Prevalensi untuk kecemasan sendiri sebesar 6%-66,5% banyak studi yang membuktikan bahwa kecemasan akan meningkat jika mahasiswa sudah berada di jenjang yang lebih tinggi. (Valerie, 2014)

Faktor risiko kecemasan sendiri dibagi menjadi 3 macam, yaitu biologis, psikologis dan sosial. Faktor risiko biologis merupakan gangguan anatomis atau gangguan organik dari dalam cerebrum/cerebellum dari pasien itu sendiri. Untuk kecemasan sendiri belum terdapat pathognomic markers yang jelas. Tetapi genetik berperan dalam faktor risiko kecemasan secara biologis. (Merikangas & Pine, 2002)

Dalam faktor risiko psikologis. Kecemasan merupakan kondisi yang progresif, dan sering muncul saat masa kanak-kanak yang diikuti dengan pola asuh yang kurang

(7)

13 ideal. Serta kemungkinan adanya overlap diantara kecemasan dengan gangguan psikiatri yang lain. Gejala kecemasan dapat berubah-ubah sepanjang hidup, terutama transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa muda. (Merikangas & Pine, 2002)

Faktor risiko sosial kecemasan di mahasiswa kedokteran adalah tugas akademis yang menumpuk, kekurangan tidur yang terus menerus, keterbatasan finansial, tekanan dari para dosen, tidak tahu apa yang harus diekspektasikan dalam fakultas kedokteran menyebabkan stress dan banyak membuat kecemasan. (Alvi, 2010)

Intinya faktor risiko sosial kecemasan dalam mahasiswa kedokteran adalah informasi yang masuk berlebihan tetapi kekurangan waktu luang untuk mengistirahatkan pikiran. Tekanan akademik yang berlebih akan membuat para mahasiswa tertekan, performa belajar, ujian yang tidak memuaskan, dan merasa memiliki beban dengan ujian yang terus menerus. (Yadav & Gupta, 2016)

2.1.5 Gejala Kecemasan

Menurut Hamilton Rating Scale of Anxiety (HRSA), gejala kecemasan menjadi 5 jenis, yaitu kardiovaskuler, respiratori, gastrointestinal, genitourinaria dan autonomic. Untuk kardiovaskuler gejalanya dapat berupa takikardia, palpitasi, nyeri dada, rasa ingin pingsan dan detak jantung yang ireguler. Gejala respiratori dapat berupa tekanan di dada, rasa tercekik, dan dispnea. (Evans, et al., 2016)

Pada gejala gastrointestinal dapat muncul kesulitan untuk menelan, nyeri abdomen, rasa terbakar, perut terasa penuh, mual, muntah, borborygmi, berat badan menurun, dan konstipasi. Gejala pada genitourinaria yakni, frekuensi, urgensi untuk

(8)

14 miksi akan terganggu dan pada perempuan dapat berupa Amenorrhea, menorrhagia.

Khusus untuk pria, perkembangan dalam orgasme, ejakulasi prematur, impotensi.

Autonomic gejalanya berupa mulut kering, kulit kemerahan (flushing), pucat, mudah berkeringat, sakit kepala dengan rasa tertekan, piloereksi. Pada gangguan panik dapat muncul palpitasi, keringat, tremor, nafas pendek, sesak, dan nyeri dada.

Kecemasan sendiri merupakan respon terhadap stimulus internal atau eksternal yang dapat mempengaruhi respon perilaku, emosi, kognitif dan fisik. (Evans, et al., 2016)

2.1.6 Tingkat Kecemasan

Kecemasan (anxiety) memiliki tiga tingkatan yaitu:

Kecemasan ringan yang berhubungan dengan ketegangan dalam sehari-hari, ansietas ini menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi dan menghasilkan pertumbuhan juga memunculkan kreativitas. Dan di dalam kuisioner Hamilton Rating Scale of Anxiety (HRSA) skor dimunculkan dengan interval 0-17 (Evans, et al., 2016)

Kecemasan sedang yang memungkinkan individu untuk berfokus di hal penting. Ansietas ini mempersempit persepsi individu. Demikian, individu menjadi tidak selektif untuk memberi perhatian, namun dapat berfokus pada banyak area jika diarahkan. Di dalam Hamilton Rating Scale of Anxiety (HRSA) Skor yang dimunculkan dalam interval angka 18-24.

(9)

15 Untuk kecemasan berat, akan memberikan efek yang cukup berat pada lapang persepsi seseorang. Individu cenderung berfokus di sesuatu yang rinci dan spesifik hal ini membuat penderita tidak berpikir tentang hal-hal lainnya. Semua perilaku ditujukan untuk menghilangkan ketegangan. Individu tersebut memerlukan arahan yang banyak untuk berfokus pada area yang lain. Di dalam kuisioner Hamilton Rating Scale of Anxiety (HRSA) akan dimunculkan skor interval 25-30. (Evans, et al., 2016)

2.1.7 Penatalaksanaan kecemasan

Bila kecemasan tidak terobati, dapat memberikan konsekuensi yang serius.

Banyak yang tersiksa dari kecemasan yang tidak terobati sehingga lebih rentan terkenan gangguan mental lainnya, seperti depresi, dan memiliki kecendrungan untuk menyalahgunakan alkohol dan NAPZA. Dengan pengobatan yang optimal, pasien dengan gangguan kecemasan dapat hidup dengan normal. ( American Psychological Association, 2008)

Kecemasan ringan mungkin membantu untuk membuat pasien ebih waspada dan fokus pada situasi genting atau menantang. Di sisi lain, gangguan kecemasan menyebabkan tekanan berlebih dan menggangu berjalannya aktivitas pada beberapa pasien. Frekuensi dan intensitas dari kecemasan seperti apa yang terlibat masih belum jelas. ( American Psychological Association, 2008)

(10)

16 Terapi yang sukses, akan menurunkan gejala dari kecemasan. Di seluruh gangguan kecemasan, terapi psikologis juga merupakan suatu opsi first-line treatment, pemilihan terapi antara psikoterapi dan obat-obatan didasarkan pada keinginan pasien, respon sebelumnya dan ketersediaan. Psikoterapi, anti depressan memiliki efikasi yang sama terhadap pengobatan kecemasan.

Apabila pasien tidak dapat menoleransi tekanan yang memicu kecemasan, biasanya farmakoterapi digunakan dikombinasi dengan psikoterapi. Kecemasan sendiri masih belum pasti apakah kombinasi ini lebih baik untuk pengobatan jangka panjang atau hanya perlu terapi tunggal saja. Tipe terapi yang diberikan harus disesuaikan dengan kemauan pasien, gejala, dan jenis kecemasan.

Selective serotonine reuptake inhibitors (SSRIs), memiliki efek anti-ansietas berspektrum panjang, dan sering digunakan sebagai opsi first-line dalam seluruh gangguan kecemasan, PTSD dan OCD (obsessive-compulsive disorder). Serotonine and noradrenaline reuptake inhibitor (SNRI) venlafaxine digunakan dalam banyak jenis kecemasan kecuali OCD. Apabila SSRI tidak berhasil, phenelzine dan moclobemide dapat menjadi pilihan. (Bleakley, 2014)

Beberapa jenis tricyclic antidepressants (TCA) seperti clomipramine, imipramine, lofepramine dan amitriptyline. Memiliki efikasi yang baik pada beberapa jenis kecemasan. Untuk mengurangi resiko kambuh, pasien harus di edukasi untuk

(11)

17 melanjutkan anti depresan setidaknya selama 6 bulan. Benzodiazepines juga sering digunakan untuk terapi kecemasan akut.

Benzodiazepines harus diresepkan hanya untuk 2-4 minggu saja untuk melegakan kecemasan akut. Apabila lebih dari itu, maka benzodiazepines berpotensi berbahaya dan memberikan efek withdrawal seperti rebound anxiety, insomnia, bingung, kejang dan gelisah. Hydroxyzine, anti histamin dengan efek sedasi juga dapat menjadi terapi jangka pendek untuk kecemasan. (Bleakley, 2014)

Propranolol dan oxprenolol dapat digunakan sebagai anti kecemasan, dapat digunakan untuk mengurangi gejala fisik seperti palpitasi, tremor, keringat berlebih dan nafas pendek. Pregabalin juga dapat digunakan sebagai alternatif. Dengan begitu banyak opsi farmakoterapi ini, lebih di rekomendasikan untuk pendekatan psikoterapi terlebih dahulu. (Bleakley, 2014)

Behavioral therapy dan Cognitive therapy dapat menjadi sangat efektif untuk mengobati kecemasan. Contoh pendekatan ini dengan melatih pasien dalam relaksasi dan teknik nafas dalam yang akan menetralkan agitasi dan hiperventilasi (nafas cepat dan pendek) yang menemani beberapa kecemasan. Dengan terapi kognitif, pasien belajar untuk mengerti akan pikiran mereka berkontribusi terhadap gejala kecemasan.

(Compton, 2004)

Kerjasama pasien adalah krusial, harus memiliki kolaborasi yang kuat antara pasien dengan psikolog/dokter untuk mengobati kecemasan. Cognitive-behavioral

(12)

18 therapy (CBT) merupakan terapi pilihan untuk kecemasan. Sebagai contoh, menggunakan restrukturasi kognitif dan intervensi dengan paparan. CBT untuk gangguan kecemasan mendorong kognisi dan perilaku pasien. (Compton, 2004)

Dalam melakukan CBT untuk kecemasan, pasien harus mentransformasikan presepsi dirinya yang tadinya cemas akan hal tersebut menjadi berani karena menghadapi hal tersebut. Terapi psikologis untuk kecemasan secara keseluruhan efektif. Terapi ini dapat dilakukan dengan grup/individual. Assesment secara hati-hati dan formulasi yang baik akan menghasilkan efek yang optimal. (Reynolds, 2012)

Dalam gangguan kecemasan, serotonine reuptake inhibitor merupakan poin penting tetapi intervensi psikososial juga terlibat. Hal ini akan bekerja untuk membiaskan somatisasi pasien untuk menjadi normal kembali. Para pelayan kesehatan harus mengikuti perkembangan pasien (follow-up). Tiap kasus berbeda. namun biasanya 12 bulan setelah terapi sudah optimal.

Ketika seseorang menghadapi situasi yang akan memicu kecemasan misalkan ujian yang memerlukan bicara di depan orang, ada penigkatan rasa tidak nyaman dan akan muncul gejala-gejala kecemasan seperti peningkatan denyut nadi, berkeringat berlebih, dan memiliki perasaan “terlihat bodoh di depan umum”. Dengan menghindari situasi tersebut, seseorang akan merasakan lega sesaat.

Perilaku kabur ini diperkuat dengan terbentuknya siklus kecemasan yang diobati dengan menghidari situasi yang membuat cemas. Karena setelah kabur, pasien akan merasa lega. Dengan terapi intervensi paparan ini pasien dituntut untuk

(13)

19 menghadapi hal yang membuat cemas. Manajemen kecemasan dari keluarga juga merupakan komponen yang dapat meningkatkan efektifitas terapi. (Compton, 2004)

2.1.8 Penyusunan Tugas Akhir

Laporan tugas akhir merupakan student final project berbentuk karya ilmiah yang ditulis oleh mahasiswa program studi kedokteran di semester V-VIII dengan melalui proses pemimbingan oleh dosen pembimbing menggunakan kaidah atau norma penulisan karya ilmiah bedasarkan penelitian dan/atau kajian lain sesuai dengan bidang keilmuannya. (Nazmi, 2013)

Untuk mahasiswa kedokteran waktu yang disediakan belum tentu cukup.

Mengingat masih ada serangkaian mata kuliah yang harus dijalani. Khusus Universitas Muhammadiyah Malang, diharapkan dalam waktu setahun sudah dapat menyelesaikan tugas akhir. Tetapi kenyataannya, banyak mahasiswa yang memerlukan waktu lebih dari setahun untuk mengerjakan tugas akhir (Nazmi, 2013)

2.1.9 Kecemasan dalam Penyusunan Tugas Akhir

Kecemasan dalam penyusunan tugas akhir disebabkan oleh kesulitan mahasiswa dalam mencari judul penelitian, kesulitan mencari literatur, bahan bacaan, dana yang terbatas, serta saat menghadapi dosen pembimbing. Apabila masalah- masalah tersebut menyebabkan adanya tekanan dalam diri mahasiswa maka dapat menyebabkan adanya kecemasan dalam penyusunan tugas akhir pada mahasiswa (Listanto & Kiay D, 2015).

(14)

20 Mahasiswa seharusnya mampu mengatasi kecemasan sehingga dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir dengan baik, namun di lapangan banyak mahasiswa yang tidak mampu mengatasi kecemasan. Hal ini mengakibatkan tertundanya penyusunan tugas akhir yang mengakibatkan timbul perasaan cemas saat menyusun tugas akhir. (Inahatul, 2018)

Kecemasan dapat memberikan efek yang berbeda, ada beberapa gejala yang sering dialami para mahasiswa. Beberapa dari hal tersebut adalah emosional, seperti rasa takut, kecewa, marah, depresi atau tidak berdaya. Gejala yang lain lebih ke perilaku, dari gelisah, mondar-mandir hingga penyalahgunaan zat atau perilaku yang membahayakan diri lainnya. (Alvi, 2010)

Terdapat gejala psikologis, seperti takikardi, nausea, sakit kepala, kepala terasa ringan, berkeringat, atau gangguan pada fungsi tubuh. Banyak orang memiliki gejala kognitif, seperti berfikir negatif tentang diri sendiri dan overthinking. Gejala lain juga termasuk “Blanking out” dalam hal yang sudah dipelajari, ketakutan untuk gagal sebelum ujian dimulai, komprehensi membaca rendah dan atensi rendah. (Alvi, 2010)

Untuk beberapa mahasiswa, mereka mengalami kecemasan ringan. Mahasiswa yang mengalami kecemasan ringan akan merasakan gugup dengan ujian mereka tetapi masih dapat memfokuskan perhatian mereka di dalam studi mereka dan di dalam

(15)

21 assessment akan dapat menjawab beberapa pertanyaan. (Sauder School of Bussiness, 2002)

Untuk mempersiapkan tugas akhir adalah hal yang terpenting dan merupakan aspek yang membuat mahasiswa tertekan dalam dunia perkuliahan. Pada mahasiswa yang memiliki kecemasan tinggi rentan mendapatkan nilai rendah daripada mahasiswa yang memiliki kecemasan ringan atau sedang, meskipun kemampuan dan persiapan mereka sama. (University of Saskatchewan, 2000)

Mahasiswa dengan kecemasan berat akan terlihat menderita saat sebelum ujian seperti panik, fobia, gejala fisik, dan gejala-gejala lain yang banyak dan bervariasi tiap individu. Yang paling khas adalah rasa gelisah. Situasi ujian sering sekali merupakan situasi dengan kecemasan dimana p (Buckle, 2015)ikiran mahasiswa yang sudah dipenuhi dengan konflik secara tak sadar.

Terdapat pola somatik seperti ketegangan pada otot (kaku, lemah dan tremor), di sistem kardiovaskuler (palpitasi, takikardi, pingsan, pucat atau wajah kemerahan), dan di sistem gastrointestinal (nausea, muntah dan diare). Dan ada manifestasi lain seperti dingin, ekstremitas basah (hyperhidrosis), nafas cepat, frekuensi urinasi meningkat dan gangguan tidur. (Buckle, 2015)

Para mahasiswa harus mengidentifikasi kecemasan tersebut dan mengatasi kecemasan tersebut dalam menghadapi menyusun tugas akhir. Hal ini merupakan normal untuk mengalami kecemasan tentang tugas akhir. Semua orang merasakan

(16)

22 beberapa tingkat kecemasan. Mencoba menghadapi dan menerima kecemasan tersebut adalah kewajiban mahasiswa.

Ketika seseorang menolak atau menahan kecemasannya atau fokus terhadap kecemasannya, mereka akan membuang-buang waktu dan energi yang hanya akan meningkatkan kecemasan mereka. Tidak ada mahasiswa yang sempurna. Karakteristik mahasiswa yang mengalami kecemasan akan terlihat. Perlu pendeketan Psikologis untuk dapat beradaptasi dengan masalah ini. (Sauder School of Bussiness, 2002)

2.2 Intensitas Membaca Al-qur’an

2.2.1 Intensitas Kegiatan Membaca Al-qur’an

Intensitas merupakan suatu kekuatan maupun ukuran kualitas dari tingkah laku seseorang ketika orang tersebut melakukan suatu kegiatan yang dapat ditunjukan melalui semangat yang kuat, motivasi yang tinggi, ketekukan, dan juga keseriusan.

Terkait penelitian ini, intensitas dengan aspek kuantitatif terdapat dalam wujud rutinitas membaca. (Hidayat, 2018)

Membaca memiliki arti “melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Membaca dalam hal ini dipahami sebagai pelafalan dari apa yang dilihat dalam bentuk tertulis. Dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan upaya menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti dan mengetahui ciri-cirinya. (Shihab, 2002)

(17)

23 Proses awal belajar untuk bisa memahami Al-qur’an adalah dengan membacanya. Di dalam Al-qur’an itu sendiri terdapat perintah belajar dengan membaca. Umat Islam mendapat anjuran untuk belajar sejak ayat pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang berbunyi :

Sesuai dengan Al-qur’an surat Al-‘Alaq ayat 1-5

Yang artinya, “1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. 2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”

Kata (أرقا (Iqra‟ terambil dari kata kerja (أرق (qara‟a yang pada mulanya menghimpun atau membaca. Dalam Surat al-‘Alaq ayat 1-5 Allah memerintahkan manusia untuk belajar membaca dan menulis (mempelajari, meneliti, dan sebagainya) apa saja yang telah Ia ciptakan, baik ayat-ayat-Nya yang tersurat (Qauliyah), yaitu Al- qur’an dan ayat-ayat Nya yang tersirat (Kauniyah). (Hidayat, 2018)

Gambar 1.1 Surah Al-‘Alaq/96: 1-5

(18)

24 Pengaitan membaca, menelaah, menghimpun dan sebagainya dengan biismirabbika ini merupakan syarat agar si pembaca bukan hanya sekedar melakukan bacaan dengan ikhlas, tetapi juga memilih bacaan yang tidak menghantarkannya kepada hal-hal yang bertentangan dengan nama Allah S.W.T. Dengan begitu manfaat yang diperoleh adalah anugerah pemahaman, pengetahuan, dan wawasan baru (Shihab, 2002)

Anugerah berikutnya yang dilimpahkan Allah adalah kemampuan membedakan hal yang baik dan hal buruk. Dapat disimpulkan bahwa intensitas membaca Al-qur’an adalah kekuatan penuh, semangat yang membara dan rutinitas (frekuensi) dalam melakukan aktivitas melafalkan, menelaah, dan mempelajari Al- qur’an sebagai pedoman hidup dalam kehidupan sehari-hari. (Hidayat, 2018)

Allah juga berkata dalam surat Ar-Ra’d ayat 28

Gambar 1.2 surat Ar-Ra’d QS 13 : 28

Artinya :“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”

(19)

25 Ayat di atas menyatakan, Orang-orang yang mendapat petunjuk dan kembali menerima tuntunan-Nya sebagaimana disebut pada ayat 28 surah Ar-Ra’d adalah orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram setelah sebelumnya bimbang dan ragu. Ketentraman itu muncul disebabkan karenamengingat Allah, atau karena ayat-ayat Allah yakni Al-Qur’an yang membuat hati menjadi tentram (Shihab,2002)

2.2.2. Hal- hal yang Harus Diperhatikan dalam Membaca Al- Qur’an

Tajwid merupakan hiasan atau seni dalam bacaan Al-Qur‟an. Tajwid adalah membaca huruf sesuai dengan hak- haknya, menertibkannya, serta mengembalikannya ke tempat keluar dan asalnya, serta memperhalus pelafalannya tanpa dilebih- lebihkan.

Gharibil Qur'an adalah ilmu yang mempelajari tentang makna kata-kata yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab

Ilmu ini juga menerangkan kata-kata yang sulit, halus dan tinggi. Saat membaca Al-Qur‟an, huruf hija'iyyah mempunyai letak yang berbeda-beda ketika pengucapan, ini disebut dengan makharijul huruf. Hal ini digunakan untuk membaca Al-Qur’an secara tartil dan fasih serta untuk membedakan antara huruf yang satu dengan huruf lainnya. (Mulyadi, et al., 2007)

2.2.3 Aspek Membaca al-qur’an dalam kecemasan

Mendengarkan musik terbukti dalam mengurangi kecemasan dan menciptakan efek relaksasi. Efek anxiolytic terbukti dalam intervensi musik, efek ini memberikan

(20)

26 efek positif terhadap kondisi mental seseorang. Serta dalam studi, terbukti bahwa membaca al-qur’an lebih efektif dalam mengatasi kecemasan dibandingkan hanya mendengarkan musik atau al-qur’an

Dari hasil beberapa riset, (Ghiasi & Afsaneh, 2018) menyebutkan bahwa pembacaan al-qur’an dapat digunakan sebagai terapi non farmakologis untuk mengurangi kecemasan. Meskipun intervensi SSRI (selective serotonine reuptake inhibitors) masih diperlukan. Meskipun penggunaan musikal sebagai terapi bukan lagi hal baru, terdapat beberapa riset dalam musik religius. (Masoumy, et al., 2013)

Menghubungkan agama dengan musik religius dapat menjadi efek positif dalam kesehatan mental. Al-qur’an adalah buku suci bagi seluruh umat muslim; yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Pembacaan al-quran sendiri membentuk musik mistikal dimana muncul pelepasan endorfin dengan menstimulasi gelombang alfa otak.

Al-qur’an memiliki gelombang suara alfa, yang dapat menyebar dalam tuhun dan menjadi getaran yang dapat memberikan efek fungsi Gerakan sel-sel didalam otak dan membuat pendengarnya nyaman. Hal ini membuat neurotransmitter menjadi stabil kembali. Al-qur’an dapat mempercepat penyembuhan, dikarenakan saat membaca al- qur’an nafas akan teregulasi sehingga supply O2 ke tubuh lebih terdistribusi (Rahman, et al., 2017)

Hal tersebut merangsang stress threshold sehingga menghilangkan emosi negatif dan memunculkan efek relaksasi pada tubuh. Dalam pelepasan endorphine itu

(21)

27 sendiri dimunculkan penurunan norepinephrine, peningkatan gamma-aminobutyric acid (GABA) dan serotonine yang sebelumnya serotonine dan GABA menurun dan norepinephrine meningkat akibat efek kecemasan itu sendiri.

Intervensi al-qur’an dengan alunan yang pelan dan merdu dapa mengurangi hormone stress dan mengaktivasi endorphine natural (serotonine). Terapi audio ini juga merupakan terapi yang tergolong murah dan tidak menimbulkan efek samping.

Al-qur’an memberikan efek positif dalam kesehatan mental pasien. Pendekatan spiritual ini memberikankebiasaan yang positif, seperti mendengarkan al-qur’an (Hamidiyanti, 2019)

Apabila pasien mengalami kecemasan, tubuh akan mengaktifkan HPA axis dan menghasilkan kortisol. Semakin tinggi tingkat kecemasannya, akan semakin banyak kortisol yang dieksresikan oleh kelenjar adrenal. Hal ini dapat menurunkan daya tahan tubuh dikarenakan dosis kortisol yang tinggi dapat menyebabkan atrofi jaringan limfosit dalam timus, limpa dan kelenjar limfe. (Khalifah & Lutfiah, 2010)

Al-Qur’an, dapat membantu dalam mengatasi masalah dan mengurangi kecemasan sebanyak mungkin. Apabila intensitas membaca Al-Qur’an tinggi, akan mempengaruhi aspek kesehatan dan emosional pasien serta dapat menjadi support dan kekuatan emosional yang baik dalam mengurangi kecemasan. Karena jika kecemasan tidak teratasi dengan baik, dapat menganggu proses penyembuhan pasien. (Rahman, et al., 2017)

(22)

28

Gambar

Gambar 1.1 Surah Al-‘Alaq/96: 1-5
Gambar 1.2 surat Ar-Ra’d QS 13 : 28

Referensi

Dokumen terkait

Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Nofeenamo seemie megaluno, “Noafa pedaghoo anagha?” Nobhalomo, “Rampahano kaparendeno kontu foliu-liuno kambaka nefumaaku, dotaburiane dagi moneu sedodo.” Noeremo

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara perilaku merokok dengan prevalensi asma di Propinsi Jawa Timur tahun 2018.. Kata kunci : perilaku,

Tingkat kemudahan pembacaan simbol pada peta multiskala cetak dan web diperoleh hasil sebesar 74% responden memilih web cartography sebagai bentuk penyajian peta multiskala yang

Pembuatan padang rumput campuran dapat dilakukan dengan menyebar biji rumput yang dicampur dengan biji leguminosa (Mc Ilroy, 1976) atau seperti yang dinyatakan

Saran dari penelitian ini bagi korban perkosaan adalah agar dapat memaafkan kejadian dan pelaku dengan mengubah pola pikirnya tentang perkosaan dan mengembangkan empati kepada

Guru memberikan motivasi kepada siswa untuk aktif dalam mengikuti pembelajaran Guru melakukan apersepsi guna menggali konsep dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa