• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Jagung Manis Pada Sistem Tumpang Sari Dengan Kacang Tanah Dan Jarak Tanam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Respon Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Jagung Manis Pada Sistem Tumpang Sari Dengan Kacang Tanah Dan Jarak Tanam"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Sains dan Aplikasi eISSN 2656 – 8446

23

Respon Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Jagung Manis Pada Sistem Tumpang Sari Dengan Kacang Tanah Dan Jarak Tanam

Khairul Anwar1 , Juliawati1, dan Ilya Puryani*1 Fakultas Pertanian Universitas Iskandarmuda, Surien Banda Aceh

Email : khairul.anwar@gmail.com ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis yang ditanam secara tumpangsari dengan kacang tanah dan pengaturan jarak tanam. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial 2 x 3 dengan 4 ulangan, ada dua faktor yang diteliti yaitu sistem tumpangsari (tanpa sistem tumpangsari dan dengan sistem tumpangsari) dan jarak tanam (60 cm x 40 cm, 70 cm x 40 cm , dan 80 cm x 40 cm). Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata antara sistem tumpangsari dan jarak tanam terhadap semua parameter yang diamati (tinggi tanaman dan diameter batang umur 15, 30 , dan 45 hari setelah tanam, diameter tongkol tanpa klobot, panjang tongkol tanpa klobot, dan berat brangkasan basah tanaman jagung manis). Sistem tanam tumpangsari berpengaruh nyata terhadap panjang tongkol dan berat brangkasan basah, namun berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman dan diameter batang umur 15, 30, dan 45 hst, serta diameter tongkol jagung manis. Panjang tongkol terbesar dan berat brangkasan basah terberat dijumpai pada perlakuan sistem tanam tumpasari. Jarak tanam berpengaruh nyata terhadap panjang tongkol jagung manis, namun berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman dan diameter batang umur 15, 30, dan 45 hst, serta diameter tongkol jagung manis. Tongkol jagung manis terpanjang dijumpai pada perlakuan jarak tanam 80 cm x 40 cm.

Jarak tanam yang terbaik dijumpai pada 80 cm x 40 cm.

ABSTRAC

This research aims was to study growth and yield sweet corn on intercropping system with peanut and spacing. The research applied a randomized complete design factorial 2 x 3 with four replicates, there were two factors are studies, the first intercropping (not intercropping and with intercropping), and the second crop spacing (60cm x 40 cm, 70 cm x 40 cm, and 80 cm x 40 cm). The result showed the interaction did not significantly affect beetwen intercrop and spacing to all patameters (plant height and diameter of bottom stem,15, 30, and 45 days after plant, sweet corn ear diameters without cornhusk, ear lenght without cornhusk, and sweet corn fresh stover weight). Intercropping was are significant affect on sweet corn ear lenght without cornhusk, and sweet corn fresh stover weight, however not significant affect on plant height and diameter of bottom stem,15, 30, and 45 days after plant, and sweet corn ear diameters without cornhusk. The best sweet corn ear lenght without cornhusk, and sweet corn fresh stover weight was with intercropping. Crop spacing was are significant affect on

(2)

24

sweet corn ear lenght without cornhusk, however not significant affect on plant height and diameter of bottom stem,15, 30, and 45 days after plant, sweet corn ear diameters without cornhusk, and sweet corn fresh stover weight. The best sweet corn ear lenght was 80 cm x 40 cm crop spacing. 80 cm x 40 cm is the best crop spacing.

Keywords : sweet corn, intercropping n crop spacing PENDAHULUAN

Jagung Manis (Zea Mays L. Saccharata) merupakan jenis jagung yang belum lama dikenal di Indonesia. Jagung manis semakin popular dan banyak dikonsumsi karena memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan jagung biasa. dan umur produksinya lebih singkat (genjah), sehingga sangat baik untuk dibudidayakan (Rahmi dan Jumiati, 2007).

Tanaman jagung merupakan tanaman yang tidak membutuhkan perawatan intensif serta resiko kegagalan bertanam jagung umumnya relatif kecil. Sebagai tanaman serealia, jagung biasa tumbuh di semua tempat. Pada umumnya petani membudidayakan jagung secara monokultur, sehingga hasil yang diperoleh masih rendah dan penggunaan lahan tidak efesien. Menurut Efendi dkk., (2007) dalam Sembiring, Jonis, dan Ferry, (2015), usaha tani monokultur pada lahan sempit kurang menguntungkan, kegagalan panen, berarti kerugian sangat besar. Polikultur dengan sistem pola tanam yang tepat dapat mengatasi kerugian akibat gagal panen dari satu jenis komoditas.

Tumpangsari merupakan suatu usaha intensifikasi dalam meningkatkan produksi pertanian, yaitu pola menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dan waktu yang bersamaan, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan kacang tanah, atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda dengan penanaman berselang seling dan jarak tanam teratur dalam sebidang lahan yang sama (Warsana, 2009). Hal yang harus dipertimbangkan dalam tumpangsari ialah perbedaan sistem perakaran, tinggi tanaman, famili dan tanaman inang dari hama yang berbeda, populasi, dan jarak tanam (Ashandi, 1998, dalam Herlina dan Aisyah, 2018).

Tumpangsari jagung (serealia) dengan jenis kacang-kacangan (legume), seperti kacang tanah, merupakan salah satu tumpangsari yang umum karena kacang tanah dapat menambat N dari udara sehingga mengurangi kompetisi N dandapat mengurangi penambahan N dari pupuk buatan. Tanaman jagung dan kacang tanah dapat memberi pengaruh yang komplementer baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan kedua jenis tanaman. Postur jagung yang tinggi dan ramping serta kacang tanah yang lebih rendah menyebabkan turbulensi angin lebih baik, sehingga terjadi distribusi CO2 yang merata. Jagung merupakan tanaman tipe C4 yang memerlukan intensitas cahaya yang tinggi, sedangkan kacang tanah walaupun laju fotosintesis lebih rendah tetapi sebagai tanaman tipe C3, relatif tahan terhadap naungan (Durma, 2010).

Permasalahan utama dalam pola tanam tumpangsari adalah adanya kompetisi antar dua species tanaman yang ditanam, yaitu dalam penyerapan air, unsur hara, cahaya matahari dan ruang tumbuh. Pengaturan jarak tanam yang sesuai dapat mengurangi naungan dan mengoptimalkan produksi pada sistem tumpangsari jagung manis dan tanaman kacang tanah. Semakin tinggi tingkat kerapatan suatu pertanaman

(3)

Jurnal Sains dan Aplikasi eISSN 2656 – 8446

25 mengakibatkan semakin tinggi tingkat persaingan antar tanaman dalam hal memperoleh unsur hara, cahaya matahari, dan faktor tumbuh lainnya. Jika populasi masih dibawah peningkatan kompetisi maka peningkatan produksi akan tercapai pada populasi yang lebih padat (banyak) (Bakkara, 2010 dalam Sembiring dkk., 2015). Untuk itu perlu dilakukan pengaturan jarak tanam pada suatu sistem pertanaman untuk meminimalkan kompetisi diantara tanaman atau dapat saling mendukung untuk pertumbuhan dan produksi serta meningkatkan produktivitas per satuan luas lahan (Francis, 1986 dalam Ridwan, 1992, yang dikutip oleh Herlina, 2011).

Pengaturan jarak tanam jagung dalam sistem tumpangsari sangat penting untuk menentukan populasi persatuan luas lahan. Penelitian Wahid dkk., (1998 dalam Durma 2010) menunjukkan bahwa semakin rapat jarak tanam jagung (populasi 62.000 tanaman/ha) menyebabkan semakin rendahnya jumlah polong kacang tanah produktif per rumpun dan semakin tinggi kerapatan tanaman, semakin rendah berat kering pertanaman. Berdasarkan pokok pemikiran di atas perlu diteliti pengaruh jarak tanam pada pola tumpang sari dengan kacang tanah terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan Pembangunan Pertanian (SMKPP) Negeri Saree, Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten Aceh Besar. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian 450 m dpl dengan jenis tanah Andosol. Ketinggian lokasi penelitian 450 meter di atas permukaan laut (dpl).

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung manis varietas Master Sweet dan benih kacang tanah varietas Kancil. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk kandang sapi 20 ton/ha (12 kg/bedeng). Pupuk dasar lainnya yaitu Urea 300 kg/ha (180 g/bedeng), SP-36 200 kg/ha (120 g/bedeng), dan KCl 150 kg/ha (90 g/bedeng). Insektisida berbahan aktif profenofos dan fungisida mankozeb.

Alat-alat yang digunakan adalah ; cangkul, garu, spayer, gembor, meteran, pisau, tali rapia, papan nama, cat, tugal, timbangan, timbangan analitik, jangka sorong, serta alat tulis menulis.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial 2 x 3 dengan 4 ulangan, dengan demikian terdapat 6 kombinasi perlakuan dan 24 unit percobaan. Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah sistem tumpangsari, yang terdiri dari dua perlakuan yaitu tanpa sistem tumpangsari dan dengan sistem tumpangsari, dan jarak tanam, yang terdiri dari tiga perlakuan, yaitu jarak tanam 60 cm x 40 cm, 70 cm x 40 cm, dan 80 cm x 40 cm.

Parameter yang diamati adalah : tinggi tanaman jagung manis, diameter batang, diameter tongkol, panjang tongkol tanpa klobot, serta berat brangkasan basah tanaman jagung manis.

HASIL DAN PEMBAHASAN Interaksi

Hasil uji F pada analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan sistem tanam tumpangsari dan pengaturan jarak tanam terhadap semua peubah yang diamati, yaitu : tinggi tanaman 15, 30, dan 45, hst,

(4)

26

diameter batang umur 15, 30, dan 45 hst, diameter tongkol, panjang tongkol tanpa kelobot, dan berat brangkasan basah tanaman jagung manis.

Pengaruh Sistem Tumpangsari

Hasil uji F pada analisis ragam (8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, dan 24) menunjukkan bahwa sistem tanam tumpangsari berpengaruh nyata terhadap panjang tongkol tanpa kelobot dan berat brangkasan basah, namun berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman dan diameter batang pada umur 15, 30, dan 45 hst, serta diameter tongkol jagung manis. Rata- rata pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis yang diamati akibat perlakuan sistem tumpangsari dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata Tinggi Tanaman dan Diameter Batang Umur 15, 30, dan 45 hst, Diameter Tongkol, Panjang Tongkol Tanpa Klobot dan Berat Brangkasan Basah Tanaman Jagung Manis pada Sistem Tumpangsari

Peubah yang diamati Sistem Tumpangsari

T0 T1 BNJ 0.05

Tinggi Tanaman 15 hst 30 hst 45 hst

32,89 95,08 154,22

32,96 96,63 155,10

- Diameter Batang

15 hst 30 hst 45 hst

2,15 14,10 19,48

2,14 14,13 19,41

Diameter Tongkol 5,99 5,89 -

Panjang Tongkol Tanpa Klobot

29,98 a 30,66 b -

Berat Brangkasan Basah 342,58 a 365,74 b 19,42 Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam lajur yang sama tidak

berbeda sangat nyata pada Uji BNJ 0,05

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata – rata tongkol jagung manis tanpa klobot terpanjang (30,66 cm) dijumpai pada perlakuan dengan sistem tumpangsari yang berbeda nyata dengan tanpa perlakuan sistem tumpangsari. Hal ini dikarenakan sistem tumpangsari tanaman jagung dengan kacang tanah memberikan pengaruh positif terhadap produksi jagung, karena tanaman jagung memperoleh manfaat dari ketersediaan hara terutama unsur N dari kacang tanah dan perbedaan respons tanaman jagung pada sistem monokultur dan tumpangsari dilihat dari nilai kesetaraan lahan (NKL), dimana NKL tertinggi pada sistem tumpangsari jagung dengan kacang- kacangan dibandingkan sistem monokultur, ini berarti tumpangsari lebih menguntungkan dari pada sistem monokultur (Catharina, 2009 dalam Rahmawati, 2013).

Jagung merupakan tanaman C4 yang tahan terhadap kekeringan, mampu beradaptasi dengan baik pada intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi, fotorespirasi dan transpirasi rendah serta membutuhkan unsur nitrogen yang tinggi, sedangkan kacang tanah merupakan tanaman C3 yang memiliki laju fotosintesis lebih rendah dibandingkan tanaman C4 dan pada akarnya terdapat bintil akar sehingga mampu memfiksasi nitrogen (N2) dari udara melalui simbiosis dengan bakteri

(5)

Jurnal Sains dan Aplikasi eISSN 2656 – 8446

27 Rhizobium sp. Hasil fiksasi tersebut berupa unsur nitrogen yang dapat digunakan oleh tanaman jagung untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan adanya tumpangsari jagung dan kacang tanah, diharapkan pemberian pupuk urea dapat ditekan seefisien mungkin, karena tanaman kacang tanah mampu menyumbangkan nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman jagung (Rahmawati, 2013).

Menurut Setiawan (2009 dalam Rahmawati, 2013), pada umumnya tumpangsari lebih menguntungkan dibandingkan dengan penanaman secara monokultur karena produktivitas lahan juga menjadi lebih tinggi, jenis komoditas yang dihasilkan beragam, hemat dalam pemakaian sarana produksi, dan resiko kegagalan dapat diperkecil. Menurut Tarigan (2007, dalam Warsunata, (2012), pembentukan tongkol sangat dipengaruhi oleh unsur hara Nitrogen yang merupakan komponen dalam proses sintesa protein. Apabila sintesa protein berlangsung baik, akan berkorelasi positif terhadap peningkatan ukuran tongkol baik dalam hal panjang maupun ukuran diameter tongkolnya.

Brangkasan basah tanaman jagung manis terberat juga dijumpai pada perlakuan T1 (365,74 cm) yang berbeda nyata dengan perlakuan T0 (342,58 cm). Hal ini ternyata bahwa sistem tanam tumpangsari secara nyata lebih baik memberikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung manis, karena berat brangkasan basah merupakan cerminan dari efesiensi dari tanaman jagung manis dalam penyerapan hara. Menurut Lakitan (2006) berat basah tanaman merupakan komposisi hara dari jaringan tanaman dengan mengikut sertakan kadar airnya yang rendah, berat basah ditentukan oleh pertumbuhan organ tanaman tersebut, dan pertumbuhan tanaman ditentukan oleh keterserdiaan unsur hara serta kondisi fisik tanah disekitar perakarannya.

Hasil penelitian Pinem, Syarif, dan Chaniago (2011), tumpangsari jagung dan kacang tanah dengan perlakuan waktu tanam kacang tanah bersamaan dengan jagung dan populasi kacang tanah 190.476 rumpun/ha memberikan hasil terbaik yaitu diperoleh hasil jagung sebesar 7,72 ton/ha dan kacang tanah sebesar 1,59 ton/ha.

Menurut Kadekoh (2007 dalam Rahmawati, 2013), salah satu contoh sistem tumpangsari dengan sistem annual adalah kombinasi tanaman jagung dan kacang tanah. Kacang tanah dan jagung merupakan dua komoditas yang biasa ditanam petani secara tumpangsari. Kedua jenis tanaman tersebut sesuai untuk ditumpangsarikan karena habitus kedua tanaman berbeda, sehingga kemampuan memanfaatkan faktor- faktor tumbuh berbeda pula. Kacang tanah merupakan tanaman leguminosae yang mempunyai sifat dapat memperbaiki kesuburan tanah karena adanya kerjasama akar tersebut dengan bakteri Rhizobium sp.

Myrna (2003 dalam Herlina, 2011) menambahkan, syarat bagi tercapainya hasil produksi jagung yang tinggi adalah ketersediaan unsur hara yang optimal, salah satu unsur hara essensial tersebut adalah nitrogen. Masalah penggunaan nitrogen, terutama di daerah tropis dengan suhu dan kelembaban tinggi serta iklim basah seperti Indonesia, adalah efisiensinya yang rendah. Oleh sebab itu diharapkan pada sistem tanam tumpangsari jagung dan kacang tanah dapat memberikan pengaruh yang positif pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung sehingga penggunaan pupuk nitrogen dalam budidaya tumpangsari menjadi efisien karena tanaman jagung mendapatkan rembesan N yang berasal dari tanaman kacang tanah.

(6)

28

Pengaruh Jarak Tanam

Hasil uji F pada analisis ragam menunjukkan bahwa berbagai jarak tanam berpengaruh nyata terhadap panjang tongkol tanpa kelobot, namun berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman dan diameter batang pada umur 15, 30, dan 45 hst, serta diameter tongkol dan berat brangkasan basah jagung manis. Rata- rata pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis yang diamati akibat perlakuan jarak tanam dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata Tinggi Tanaman dan Diameter Batang Umur 15, 30, dan 45 hst, Diameter Tongkol, Panjang Tongkol Tanpa Klobot dan Berat Brangkasan Basah Tanaman Jagung Manis pada Berbgai Jarak Tanam

Peubah yang diamati

Jarak Tanam

60 cm x 40 cm 70 cm x 40 cm 80 cm x 40 cm

BNT 0.05

Tinggi Tanaman 15 hst 30 hst 45 hst

31,65 ,92,79 153,75

34,20 92,79 155,42

32,93 97,48 152,31

- Diameter Batang

15 hst 30 hst 45 hst

2,07 13,64 19,12

2,23 14,13 19,58

2,13 14,58 19,63

Diameter Tongkol 5,93 5,96 5,94 -

Panjang Tongkol 29,95 a 30,24 a 30,78 b 0,67

Berat Brangkasan Basah

350,28 356,70 355,50 -

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam lajur yang sama tidak berbeda sangat nyata pada Uji BNJ 0,05

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tongkol jagung manis terpanjang (30,78 cm) dijumpai pada jarak tanam 80 cm x 40 cm yang berbeda nyata dengan perlakuan jarak tanam lainnya. Jarak tanam ini merupakan jarak tanam yang lebih lebar dibandingkan dengan jarak tanam lainnya. Hal ini dikarenakan dengan jarak tanam yang lebih lebar maka setiap tanaman akan tercukupi dalam mendapatkan faktor yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangannya, karena setiap tanaman tidak saling berkompetisi dalam hal cahaya matahari dan unsur hara. Sedangkan untuk tinggi tanaman dan diameter batang umur 15,30, dan 45 hst, diameter batang, dan berat brangkasan tanaman jagung manis tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata untuk semua perlakuan jarak tanam.

Menurut Sri Setyati (2002), pengaturan jarak tanam sangat berkaitan erat dengan kerapatan tanaman. Kerapatan tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta jumlah populasi tanaman. Penggunaan jarak tanam yang rapat akan meningkatkan jumlah populasi, namun kompetisi yang dialami tanaman juga semakin ketat. Kompetisi yang intensif antar tanaman dapat mengakibatkan perubahan morfologi pada tanaman, seperti berkurangnya organ yang terbentuk sehingga perkembangan tanaman menjadi terganggu. Kepadatan populasi tanaman dapat ditingkatkan sampai mencapai daya dukung lingkungan, karena keterbatasan lingkungan pada akhirnya akan menjadi pembatas pertumbuhan tanaman. Menurut

(7)

Jurnal Sains dan Aplikasi eISSN 2656 – 8446

29 prinsip faktor pembatas leibig, materi esensial yang tersedia minimum cenderung menjadi faktor pembatas pertumbuhan (Odum, 1959 dan Boughey, 1968 dalam Herlina, 2011).

Menurut Mawazin dan Hendi (2008), jarak tanam akan mempengaruhi efektivitas penyerapan unsur hara oleh tanaman. Semakin rapat jarak tanam semakin banyak populasi tanaman per satuan luas, sehingga persaingan hara antar tanaman semakin ketat, akibatnya pertumbuhan tanaman akan terganggu dan produksi per tanaman akan turun. Oleh karena itu jarak tanam harus diperhatikan untuk mendapatkan jumlah populasi yang optimum. Ukuran tajuk tanaman yang semakin besar membutuhkan jarak tanam yang semakin renggang untuk mencegah terjadinya overlapping yang akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya kompetisi terhadap cahaya matahari (Syafruddin dan Saidah, 2006).

Pengaturan jarak tanam tergantung dari jenis tanaman dan varietas yang ditanam. Jumlah populasi tanaman per hektar merupakan faktor penting untuk mendapatkan hasil maksimal. Produksi maksimal dicapai jika menggunakan jarak tanam yang sesuai. Semakin tinggi tingkat kerapatan suatu pertanaman mengakibatkan semakin tinggi tingkat persaingan antar tanaman dalam hal mendapatkan unsur hara dan cahaya (Jumin, 2005).

Ketika dua atau lebih jenis tanaman tumbuh bersamaan akan terjadi interaksi, masing-masing tanaman harus memiliki ruang yang cukup untuk memaksimumkan kerjasama dan meminimumkan kompetisi. Oleh karena itu, dalam tumpangsari perlu dipertimbangkan berbagai hal yaitu (1) pengaturan jarak tanam, (2) populasi tanaman, (3) umur panen tiap-tiap tanaman, (4) arsitektur tanaman (Sullivan, 2003 dalam Suwarto dkk., 2005). Tinggi dan lebar tajuk antara tanaman yang ditumpangsarikan akan berpengaruh terhadap penerimaan cahaya matahari, lebih lanjut akan mempengaruhi hasil sintesa (glukosa) dan muara terakhir akan berpengaruh terhadap hasil secara keseluruhan (Herlina, 2011). Tanaman yang ditumpangsarikan juga harus memperhatikan kemampuannya dalam penyerapan unsur hara. Pilihlah tanaman yang mempunyai akar dalam dan tanaman yang berakar dangkal. Hal ini untuk menghindari persaingan unsur hara dari dalam tanah (Bangun, 1995 dalam Herlina, 2011).

Kesimpulan

1. Tumpangsari jagung manis dan kacang tanah dan perlakuan jarak tanam yang beragam tidak memberikan interaksi yang nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis.

2. Sistem tanam secara tumpangsari berpengaruh nyata terhadap panjang tongkol tanpa klobot dan berat brangkasan basah tanaman jagung manis., namun berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman dan diameter batang umur 15,30, dan 45 hst, dan diameter tongkol jagung manis. Tongkol tanpa klobot terpanjang dan brangkasan basah terberat dijumpai pada perlakuan dengan sistem olah tanah.

3. Jarak tanam berpengaruh nyata terhadap panjang tongkol tanpa klobot, namun berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman dan diameter batang umur 15, 30, dan 45 hst, diameter tongkol, serta berat brangkasan basah tanaman jagung manis.

Tongkol tanpa klobot terpanjang dijumpai pada perlakuan jarak tanam 80 cm x 40 cm.

(8)

30

DAFTAR PUSTAKA

Durma, I. W. 2010. Pengaruh Jarak Tanam Jagung (Zea mays L) dan Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Terhadap Hasil Jagung dan Kacang Tanah dalam Sistem Tumpangsari pada Lahan Kering di Nusa Penida

Effendi, S. 1994. Pupuk dan Pemupukan. Kumpulan Kuliah Pada ULPB, Philipina.

Herlina. 2011. Kajian Variasi Jarak dan Waktu Tanam Jagung Manis dalam Sistem Tumpangsari Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) dan Kacang Tanah (Arachis hipogaea L). Thesis Program Pascasarjana. Universitas Andalas.

Padang.

Herlina, N. dan Yarda A. 2018. Pengaruh Jarak Tanam Jagung Manis dan Varietas Kedelai Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedua Tanaman dalam Sistem Tanam Tumpansari. Buletin Palawija Vol.16 No.1 : 9-16 (Mei 2018).

Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas pertanian, Universitas Brawijaya.

Malang.

Jumin, H. B. 2005. Dasar – dasar Agronomi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 122 hal.

Lakitan, B. 2007. Dasar – dasar Fisiologi Tanaman. Publisher Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta,

Mawazin dan S. Hendi. 2008. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Diameter (Shorea parvifolia Dyer). Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Hutan. Pusat Litbang dan Konservasi Alam. 5 (4) : 381-388.

Pinem, T., Z. Syarif, dan I. Chaniago. 2011. Kajian Waktu Tanam dan Populasi Kacang Tanah Tehadap Hasil Jagung dan Kacang Tanah dalam Sistem Tumpangsari Jagung/Kacang Tanah. Jurnal Jerami. 4 (2) : 102-108 docplayer.info/13076-Kajian-waktu-tanam-dan-populasi-kacang-tanah-t...

Rahmawati, F. D. 2013. Efisiensi Pupuk Urea dan Pemanfaatan Lahan dalam Meningkatkan Hasil Jagung (Zea mays L.) pada Sistem Tumpangsari dengan Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.).

digilib.unila.ac.id/3949/2/ABSTRAK.pdf di akses 24/05/2015.

Sembiring, A. S., Jonis Ginting, dan Ferry E. Sitepu. 2015. Pengaruh Populasi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) dan Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi pada Sistem Tumpangsari. Jurnal Online Agroteknologi. ISSN No. 2337-6597. Vol 3 N0 1 : 52 – 71 Desember 2015.

Di akses 09/07/2015.

Sri Setyati,. H. 2002. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 232 hal.

Suwarto, S. Yahya, Handoko, M. A. Chozin. .2005. Kompetisi Tanaman Jagung dan Ubi Kayu dalam Sistem Tumpangsari. USU. Medan

Syafruddin dan Saidah. 2006. Produktivitas Jagung dengan Pengaturan Jarak Tanam dan Penjarangan Tanaman Pada Lahan Kering di Lembah Palu. Jurnal Penelitian Pertanian, 25(2): 129−134.

Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah.

Tabloid Sinar Tani. 25 Februari 2009.

Gambar

Tabel 1.    Rata-rata Tinggi Tanaman  dan Diameter Batang Umur 15, 30, dan 45 hst,  Diameter Tongkol, Panjang Tongkol Tanpa Klobot dan Berat Brangkasan  Basah Tanaman Jagung Manis pada Sistem Tumpangsari
Tabel 2.    Rata-rata Tinggi Tanaman  dan Diameter Batang Umur 15, 30, dan 45 hst,  Diameter Tongkol, Panjang Tongkol Tanpa Klobot dan Berat Brangkasan  Basah Tanaman Jagung Manis pada Berbgai Jarak Tanam

Referensi

Dokumen terkait

Dengan beberapa kasus sukses tersebut, masyarakat muslim umumnya menyadari bahwa al-Qur’an, di luar segala aspeknya yang lain, memiliki kekuatan untuk menyembuhkan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penurunan simpanan biomassa dan karbon akibat dari kegiatan pemanenan kayu berasal dari jumlah biomassa dan

Tekolabbua dukungan tokoh masyarakat dalam kategori sedang dengan rataan skor 61,0 sedangkan di Kelurahan Pundata Baji dalam kategori rendah dengan rataan skor 31,8.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa single parent (ibu) menerapkan authoritative parenting dengan cara-cara kreatif sehingga mengembangkan

adalah Research and Development (R&D) dan menggunakan model pengembangan ADDIE, yaitu analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Game edukasi

Teknik konservasi tanah yang baik dan benar umumnya belum dilakukan pada budi daya sayuran dataran tinggi, sehingga kehilangan tanah (erosi) dari lahan pertanaman terus

Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,

Jumlah tenaga kerja yang digunakan pada industri minyak goreng pada tahun 1990 adalah 105.130 orang, sedangkan tenaga kerja total dalam seluruh sektor perekonomian Indonesia