33
TINJAUAN TEORITIK TENTANG JAMINAN HIPOTEK KAPAL LAUT, GROSSE AKTA HIPOTEK DAN EKSEKUSI JAMINAN HIPOTEK
A. Tinjauan Umum Jaminan
1. Pengertian Jaminan
Jaminan adalah segala sesuatu yang diterima kreditor dan diserahkan oleh debitor untuk menjamin suatu utang-piutang dalam masyarakat.22 Jaminan tersebut memiliki makna bahwa ada itikad baik dari debitor untuk melunasi utang-utangnya. Oey Hoey Tiong memberikan pendapat, bahwa istilah jaminan berasal dari kata jamin yang berarti tanggung, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan.23 Melengkapi definisi- definisi terkait dengan frasa jaminan diatas, Badzuralman memberikan definisi bahwa jaminan adalah suatu lembaga hukum berupa hak untuk mengambil pelunasan dari suatu benda. Jika nantinya seorang yang memiliki utang tidak bisa melunasi apa yang menjadi kewajibannya, maka benda atau objek jaminan yang dijaminkan dapat dijadikan pelunasan atas utangnya dengan catatan harus sesuai dengan Undang-Undang.
22 M. Bahsan, Op.Cit, hlm. 148.
23 Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Jakarta;Ghalia Indonesia, 1985, hlm.14.
2. Prinsip-Prinsip Jaminan
M. Bahsan berpendapat bahwa ada beberapa prinsip hukum jaminan yang diatur oleh ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata, ketentuang yang dimaksud sebagai berikut:24
1) Kedudukan Harta Pihak Peminjam
Pasal 1131 KUH Perdata menetapkan bahwa semua harta pihak peminjam, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari merupakan jaminan atas perikatan utang pihak peminjam. Ketentuan dalam Pasal 1131 KUH Perdata ini merupakan salah satu ketentuan pokok dalam hukum jaminan, yaitu mengatur tentang kedudukan harta pihak yang berutang (pihak peminjam) atas perikatan utangnya. Berdasarkan ketentuan pasal 1131 KUH Perdata pihak pemberi pinjaman akan dapat menuntut pelunasan utang pihak peminjam dari semua harta yang bersangkutan, termasuk harta yang masih akan dimilikinya di kemudian hari. Pihak pemberi pinjaman mempunyai hak untuk menuntut pelunasan utang dari harta yang akan diperoleh oleh pihak peminjam di kemudian hari.
24 M. Bahsan, Op.Cit, 2007, hlm.9-12.
2) Kedudukan Pihak Pemberi Pinjaman
Kedudukan pihak pemberi pinjaman ini dapat ditemu dalam Pasal 1132 KUH Perdata. Berdasarkan ketetuan pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kedudukan pihak pemberi pinjaman dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu (1) yang mempunyai kedudukan berimbang sesuai dengan piutang masing-masing, dan (2) yang mempunyai kedudukan didahulukan dari pihak pemberi pinjaman yang lain berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan.
Adapun alasan sah mengenai suatu yang harus didahulukan sebagaimana tercantum pada bagian akhir Pasal 1132 KUH Perdata adalah berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan, antara lain berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Pasal 1132 KUH Perdata yaitu dalam hal jaminan utang diikat melalui gadai atau hipotek.
3) Larangan Memperjanjikan Pemilihan Objek Jaminan Utang oleh Pihak Pemberi Pinjaman
Pihak pemberi pinjaman dilarang memperjanjikan akan memiliki objek utang bila pihak peminjam ingkar janji atau wanprestasi. Ketentuang mengenai hal tersebut tersebar didalam beberapa peraturan perundang-undangan seperti Pasal 1154 KUH Perdata tentang Gadai, Pasal 1178 KUH Perdata tentang Hipotek, juga dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan, serta Pasal 33 Undang-Undang Jaminan Fidusia.
Larangan untuk memperjanjikan akan memiliki objek jaminan jika peminjam wanprestasi tersebut tentunya akan melindungi kepentingan pihak peminjam dan pihak pemberi pinjaman lainnya, terutama apabila objek pinjaman lebih besar harganya dari jumlah utang. Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai hak berdasarkan ketentuan lembaga jaminan dilarang serta-merta menjadi pemilik objekjaminan utang apabila pihak peminjam ingkar janji.
3. Jenis-Jenis Jaminan
Menurut sifatnya, jaminan dibedakan menjadi beberapa stelsel yaitu jaminan umum dan jaminan khusus. Petunjuk yang dipakai dalam menentukan rumusan jaminan adalah Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata. Jaminan umum diakomodir oleh Pasal 1131 KUHPerdata, sedangkan Pasal 1132 KUHPerdata menyempurnakan Pasal 1131 KUHPerdata yang menegaskan persamaan dan kedudukan para kreditor juga mengatur kemungkinan diadakannya suatu jaminan khusus apabila antara kreditor terdapat alasan-alasan yang sah untuk didahulukan yang dapat terjadi karena ketentuan undang-undang maupun
karena diperjanjikan.25 Adapun pengertian dari jaminan umum dan jaminan khusus sebagai berikut:
a. Jaminan umum sebagaimana dikenal dengan jaminan yang timbul karena undang-undang adalah jaminan tanpa adanya perjanjian yang dilakukan oleh para pihak terlebih dahulu. Jaminan ini berlaku umum bagi semua kreditor, kedudukan para kreditor adalah sama (paritas creditorium), kecuali apabila diantara kreditor tersebut
terdapat alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.
Pasal 1131 KUHPerdata menyebutkan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan seseorang.
Seluruh harta kekayaan milik debitor akan menjadi jaminan pelunasan hutang kreditor terhadap kreditor. Dengan demikian, tanpa terkecuali seluruh barang debitor akan menjadi jaminan umum atas pelunasan hutangnya, baik telah diperjanjikan maupun tidak diperjanjikan sebelumnya.26
Pasal 1132 KUHPerdata menyatakan:
25 Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata (Hak-hak yang memberi Jaminan), Jakarta;Ind-Hill-Co,2005, hlm. 7.
26 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta;Sinar Grafika, 2009, hlm. 287.
”Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-maisng, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.
Semua kreditor memiliki kedudukan sama terhadap kreditor lain dalam jaminan umum, tidak ada yang diutamakan maupun diistimewakan dari kreditor lainnya. Pelunasan hutang dibagi secara seimbang berdasarkan besar kecilnya masing-masing utang debitor terhadap kreditor. Pasal 1132 KUHPerdata juga memberikan kemungkinan pengecualian persamaan kedudukan antara kreditor dengan kreditor lain, pengecualian tersebut diberikan kepada kreditor pemegang hak previlege, gadai, dan hipotek. Hal in berarti kedudukan para kreditor ditentukan oleh jenis jaminan yang dipegangnya.27
b. Jaminan Khusus
Jaminan khusus timbul karena adanya perjanjian yang bersifat khusus diadakan oleh kreditor dan debitor. Jaminan khusus ini dapat bersifat jaminan kebendaan (Zakelijke Zekerheids Rechten) maupun jaminan bersifat perorangan
(Personlijke Zekerheids Rechten). Jaminan khusus ini dibuat
27 Ibid, hlm. 287-288.
untuk mengakomodir celah serta kelemahan dalam jaminan umum karena sejatinya, kreditor memerlukan suatu kepastian terhadap benda-benda tertentu yang secara khusus ditunjuk sebagai jaminan atas pembayaran hutang debitor dan benda tertentu tersebut hanya berlaku bagi kreditor yang memegang hak jaminan khusus tersebut. Kedudukan kreditor yang memegang jaminan khusus terhadap benda yang ditunjuk memiliki kedudukan lebih tinggi dan didahulukan daripada kreditor-kreditor lain. Pasal 1132 KUHPerdata menunjukan bahwa undang-undang memungkinkan diadakannya jaminan khusus. Pasal tersebut menyatakan bahwa seorang kreditor pemegang hak gadai dan hipotek diberikan hak untuk didahulukan dari kreditor-kreditor lainnya. Jaminan khusus sendiri sejatinya dibedakan menjadi jaminan perorangan dan jaminan kebendaan.
1) Jaminan Kebendaan
Jaminan yang bersifat kebendaan dimaknai dalam lembaga seperti hipotek, hak tanggungan, fidusia, dan gadai. Jaminan ini wajib memenuhi asas publisitas agar dapat melahirkan hak mutlak atas kebendaan yang dijaminkan tersebut. Jaminan kebendaan ini juga berhubungan langsung dengan suatu benda tertentu. Hak kebendaannya dapat dipertahankan terhadap siapapun karena memiliki sifat :
a) Selalu mengikuti bendanya (droit de suite)
b) Dapat diperalihkan
c) Memberikan hak mendahului (droit de preference) kepada kreditor pemegang hak
atas benda yang dijaminkan, bilamana debitor melakukan wanprestasi atas kewajibannya kepada kreditor.
Manakala debitor tidak melakukan kewajibannya maka jaminan kebendaan yang diletakkan pada benda tertentu melalui prosedur hukum dengan ketentuan Undang-Undang, dapat dijadikan sebagai sarana untuk membayar utang debitor. Apabila benda yang dijaminkan sudah digunakan untuk membayar utang debitor, kreditor pemegang jaminan kebendaan masih memiliki hak selaku kreditor konkuren bersama-sama dengan kreditor lainnya untuk mengambil pelunasan piutangnya terhadap benda lainnya dari debitor. Jaminan terhadap benda tertentu ini didahulukan daripada jaminan terhadap benda umum, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1138 KUHPerdata.
2) Jaminan Perorangan
Jaminan perorangan yang kita kenal dengan persoonlijk guarantee dan/atau corporate guarantee, adalah kesanggupan membayar atau memenuhi prestasi yang dilakukan oleh
seseorang atau badan hukum apabila debitor melakukan wanprestasi. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengartikan jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitor tertentu, terhadap harta kekayaan debitor umumnya.28 Pengaturan mengenai jaminan perorangan ini dapat ditemui dalam buku III KUH Perdata.
Tuntutan pelaksanaan pembayaran utang hanya dapat dilakukan secara pribadi oleh kreditor yang memiliki piutang terhadap penjamin atau ahliwaris beserta mereka yang memenuhi hak dan kewajiban dari kedua pihak tersebut. Jaminan perorangan menimbulkan akibat hukum secara langsung pada diri orang perorangan atau pihak penjamin yang hanya dapat dipertahankan terhadap pihak penjamin tertentu terhadap harta kekayaan miliknya.
4. Jenis-Jenis Kreditor
Penggolongan kreditor dalam KUHPerdata dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
a. Kreditor Separatis
28 Salim H. S, Op.Cit, 2004, hlm. 28.
Kreditor Separatis yaitu kreditor pemegang jaminan kebendaan. Saat ini jaminan-jaminan yang diatur di Indonesia termasuk didalamnya :29
1) Gadai, yang diatur dalam Pasal 1150-1160 KUH Perdata.
2) Fidusia, diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
3) Hak Tanggungan, diatur dalam Undang-Undang No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah.
4) Hipotek Kapal, diatur dalam Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata.
5) Resi Gudang, diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 2011.
Kreditor separatis pemegang jaminan kebendaan memiliki hak preferen atau hak didahulukan dalam hal pelunasan utang debitor. Kreditor separatis memiliki hak yang melekat pada
29 Nien Rafles Siregar, “Perbedaan Antara Kreditor Separatis dengan Kreditor Konkuren”. 25 April 2012, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1998/perbedaan- antara-kreditor-separatis-dengan-kreditor-konkuren [16/02/2015]
benda tertentu yang menjadi objek jaminan dimanapun benda tersebut berada. Karena disebut sebagai kreditor separatis, sesuai dengan namanya maka benda yang menjadi objek jaminan dipisahkan dari benda secara umum milik debitor. Pasal 1134 KUHPerdata mengatakan bahwa kreditor pemegang jaminan kebendaan kedudukannya lebih tinggi dibandingkan hak istimewa.
b. Kreditor Preferen
Kreditor Preferen yaitu kreditor yang mempunyai hak mendahului karena sifat piutangnya oleh undang-undang diberi kedudukan istimewa. Kreditor Preferen yang biasa disebut dengan hak istimewa terdiri dari Kreditor preferen khusus, sebagaimana diatur dalam Pasal 1133 KUH Perdata, dan Kreditor Preferen Umum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1149 KUH Perdata.
c. Kreditor Konkuren
Kreditor diatur dalam 1131 KUH Perdata yang merupakan tidak temasuk dalam kreditor separatis atau golongan preferen.
Pelunasan piutang-piutang mereka dicukupkan dari sisa penjualan/ pelelangan harta pailit sesudah diambil bagian golongan separatis dan preferen. Sisa hasil penjualan harta pailit
dibagi menurut imbangan besar kecilnya piutang para kreditor konkuren.30
Hak untuk didahulukan dalam pemenuhan utang debitor timbul karena sengaja diperjanjikan (pada piutang dengan jaminan gadai, hipotek, dan hak tanggungan) dan ditentukan oleh undang-undang.31 Pemegang hak istimewa adalah kreditor yang oleh undang-undang ditentukan lebih didahulukan dari kreditor lainnya, semata-mata karena sifat piutangnya.
Seorang kreditor separatis pemegang hak jaminan, dapat melaksakan haknya dengan mudah, tidak terpengaruh dengan adanya kepailitan.32 Prosedurnya lebih mudah karena tidak melalui prosedur beslah lewat juru sita sebagaimana diatur dalam hukum acara. Selain itu kreditor separatis juga terbebas dari ongkos-ongkos budelnya.
B. Jaminan Hipotek
1. Pengertian Hipotek
Dalam hukum perdata, dikenal mengenai hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan dan hak kebendaan memberi jaminan. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan itu tertuju pada orang lain, baik benda bergerak maupun tidak bergerak. Menurut Saleh Adiwinata, lebih tepat menggunakan
30 Pasal 1132 KUH Perdata
31 Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, 2001, Yogyakarta;Liberty, hlm. 77.
32 Ibid, hlm. 78.
isilah benda tetap dan tidak tetap atau terdaftar atau tidak terdaftar.33 Apabila benda jaminan tertuju pada benda tidak bergerak maka, jaminan kebendaan tersebut berupa gadai atau hipotek.
Pengaturan hipotek diatur dalam KUHPerdata Buku II Bab XII pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 akan tetapi Undang- Undang No. 5 Tahun 1960 telah mencabut Buku II BW dengan pengecualian titel 21 dan Buku II BW. Apabila mengacu pada pasal 57 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 sebagai peraturan peralihan, bahwa selama Undang-Undang hak tanggungan terseut dalam pasal 51 belum terbentuk, ketentuan hipotek yang diatur dalam Buku II Bab XXI tetap berlaku. Yang dimaksud dengan hipotek diatur dalam pasal 1162 KUHPerdata:
“Suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan bagi suatu perikatan”.
Hak hipotek hanya berisi hak untuk pelunasan utang saja (verhaalsrecht) dan tidak mengandung hak untuk menguasai atau memiliki benda itu, namun diberi hak memperjanjikan
33 Idham Anis, Pranata Jaminan Kebendaan Hipotek Kapal Laut dan Masalah Eksekusi Hipotek Kapal Laut Ditinjau Dari Hukum Maritim, Alumni, Bandung, 1995, hal.
103.
menjual atas kekuatan sendiri bendanya manakala debitur wanprestasi.
Terhadap barang yang dijadikan modal berupa kapal laut cukup bila mempunyai nilai jaminan bagi pemberian fasilitas kredit. Di Indonesia, kapal laut berukuran tertentu dapat dijadikan jaminan utang, yaitu kapal yang berukuran 7 GT atau lebih dapat menjadi objek hipotek. Hal ini diatur dalam WvK pasal 314 alinea 3 yang menyebutkan:
“Atas kapal yang terdapat dalam daftar kapal, kapal yang sedang dibuat dan bagian dalam kapal yang demikian itu, dan dalam kapal yang sedang pembangunan dapat dijadikan hipotek”
Persyaratan utama untuk menjadikan kapal sebagai objek hipotek adalah harus terdaftar pada kantor pendaftaran kapal Kantor Ditjen pada Departemen Perhubungan sub Direktorat Pengukuran dan Pendaftaran Kapal dan pada Kantor Syahbandar setempat yang ditunjuk yang khusus diadakan untuk itu.
Pasal 31 WvK 5c (KUHD):
“Atas hipotek-hipotek kapal berlaku juga ketentuan- ketentuan dalam Pasal 1168, 1169, 1171 ayat (3) dan (4),
1175, 1176 ayat (2), 1177, 1178, 1180, 1986, 1987, 1989, 1190, 1193-1197, 1199, 1277 KUHPerdata tentang hipotek, sekadar sifat jaminan itu memperbolehkan”.
Pasal 314 WvK (kuhd) alinea 1 menyatakan:
“Kapal Indonesia yang ukurannya paling sedikit dua puluh meter kubik isi kotor didaftarkan si suatu kapal sesuai dengan peraturan yang akan diberikan dengan ordonansi tersendiri”.
Alinea 2:
“Dalam ordonansi ini diatur juga cara peralihan hak milik dan penyerahan kapal yang terdaftar dalam daftar kapal atau kapal yang sedang dalam pembagunan dan andil dalam kapal yang demikian itu atau dalam kapal yang sedang dalam pembangunan”.
Pada 314 WvK, 315 WvK merupakan lex specialis dan hipotek atas kapal terhadap peraturan umum tentang hipotek yang diatur dalam Pasal 1162-1232 BW.
Pada pasal 60 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran disebutkan mengenai pembebanan kapal laut yang dapat dibebani hipotek:
“Kapal yang telah didaftarkan dalam Daftar Kapal Indonesia dapat dijadikan jaminan utang dengan pembebanan hipotek atas kapal”.
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 disebutkan lebih lanjut mengenai definisi kapal Indonesia dalam Pasal 158 ayat (2):
a) Kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang- kurangnya 7 (GT.7);
b) Kapal milik warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; dan
c) Kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia.
Ketentuan mengenai pendaftaran kapal diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan dan dari Peraturan Pemerintah tersebut mengenai tata cara dan pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 13 tahun 2012 tentang Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal.
2. Sifat Jaminan Hipotek
Jaminan Hipotek memiliki sifat yang melelat padanya, dianataranya adalah:
a. Sifat Accesoir Jaminan Hipotek
Hipotek merupakan perjanjian yang accessoir, artinya bahwa perjanjian hipotek itu merupakan perjanjian tambahan
terhadap perjanjian pokoknya yaitu perjanjian pinjam mengganti (kredit), sehingga perjanjian hipotek itu tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian pokok tersebut.
konsekuensi dari perjanjian accesoir adalah bahwa jika perjanjian pokok tidak sah atau karena sebab apapun hilang berlakunya atau dinyatakan tidak berlaku maka secara hukum perjanjian hipotek sebagai perjanjian accesoir juga akan batal.34
b. Jaminan Hipotek Mempunyai Sifat Droit De Suite
Sifat Droit De Suite yang mengikuti hak kebendaan. Maksud dari sifat tersebut yaitu penerima jaminan hipotek mempunyai hak yang mengikuti benda yang menjadi obyek jaminan hipotek dalam tangan siapapun benda itu berada, hal ini diatur dalam pasal 1136 ayat (2) dan pasal 1198 KUHPerdata. Apabila benda gadai hilang atau dicuri dari Penerima Gadai maka Penerima Gadai berhak menuntut kembali benda tersebut dari pihak ketiga.
c. Jaminan Hipotek Memberikan Hak Preferen
Kreditor pemegang jaminan hipotek memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya. Artinya, apabila debitor cedera janji maka kreditor penerima jaminan hipotek memiliki hak untuk mengeksekusi objek jaminan hipotek dan
34 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Bandung;PT. Citra Aditya Bakti, 1996 hlm. 70.
dari hasil eksekusi tersebut, kreditor memiliki hak untuk didahulukan dalam mendapat pelunasan hutang dari hasil eksekusi objek jaminan tersebut.
d. Jaminan Hipotek Mempunyai Kekuatan Eksekutorial
Pasal 60 ayat (3) Undang-Undang Pelayaran menegaskan bahwa apabila debitor cedera janji, kreditor sebagai penerima hipotek mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi obyek jaminan hipotek atas kekuasaan sendiri. Hak menjual atau hak untuk menjual benda yang menjadi obyek jaminan hipotek atas kekuasaan sendiri. Hak menjual atau hak untuk mengeksekusi tersebut merupakan perwujudan dari Sertifikat Jaminan Hipotek yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan pasti. Hal ini seperti yang ditegaskan dalam 60 ayat (4) Undang-Undang Pelayaran yang dicantumkan kata-kata atau irah-irah dalam Sertifikat Jaminan Hipotek “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Jika debitor wanprestasi, kreditor sebagai penerima hipotek dapat melakukan penjualan benda jaminan secara langsung dengan bantuan kantor lelang dan tidak perlu
meminta fiat pengadilan. Hak kreditor untuk menjual sendiri benda jaminan dinamakan parate eksekusi.
e. Jaminan Hipotek Mempunyai Sifat Spesialitas.
Maksud dari sifat spesialitas adalah, Sertifikat Jaminan Hipotek harus tertera secara jelas dan rinci mengenai uraian benda yang menjadi obyek jaminan Hipotek, jelas mengenai surat bukti kepemilikannya. Pengikatan Hipotek hanya dapat dilakukan atas benda-benda yang di tunjuk secara khusus.
Misalnya:
1. Bendanya Berwujud apa 2. Dimana letaknya
3. Berapa besarnya dan luasnya
4. Berbatasa dengan apa atau siapa dan sebagainya f. Jaminan Hipotek Mempunyai Sifat Publisitas
Pengikatan Hipotek harus didaftarkan dalam Register umum agar masyarakat khususnya pihak ketiga dapat mengetahuinya.
g. Jaminan Hipotek Tidak Dapat Dibagi-bagi
Ondeelbaar, yaitu Hipotek tidak dapat dibagi-bagi karena
Hipotek terletak di atas seluruh benda yang menjadi objekya artinya sebagian hak Hipotek tidak menjadi hapus dengan di bayarnya sebagian hutang (Pasal 1163 ayat (1) KUH Perdata). Selama hutang belum dilunasi seluruhnya, selama itu hipotek tetap melekat seutuhnya diatas benda objek
hipotek. Debitur tidak dapat menuntut penghapusan hipotek atas sebagian benda hipotek atas alasan bahwa debitur telah membayar sebagian hutang. Pencoretan atau pengahapusan hipotek (roya) tidak dapat dilakukan secara parsial, kecuali pihak kreditur menyetujuinya dengan jalan membuat akta hipotek baru. Oleh karena itu, sekalipun hutang tinggal sedikit, hal itu tidak menyebabkan hapusnya hipotek atas sebagian benda. Selama seluruh hutang dan bunga yang diperjanjikan belum lunas secara keseluruhan, debitur tidak dapat menuntut penghapusan atas sebagian hipotek atas benda objek hipotek, karena itu bertentangan dengan asas : “ hipotek tidak dapat dibagi-bagi “. Asas ini diatur dalam pasal 1163 BW.
3. Objek dan Subjek Jaminan Hipotek
Terdapat dua pihak terkait perjanjian pembebanan hipotek kapal laut, yaitu:35
a. Pemberi Hipotek (hypotheekgever)
Pemberi Hipotek merupakan mereka yang sebagai jaminan memberikan suatu hak kebendaan, atas bendanya yang tidak bergerak, biasanya mereka mengadakan suatu utang yang terikat pada hipotek, tetapi hipotek atas beban pihak ketiga.
35 Salim HS, Op.Cit, 2006, hlm.200.
b. Penerima Hipotek (hypotheekbank)
Penerima Hipotek merupakan pihak yang meminjamkan uang di bawah ikatan hipotek, biasanya yang menerima hipotek ini adalah lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank.
Objek Hipotek diatur dalam pasal 1164 KUHPerdata yaitu:
1. Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindahtangankan beserta segala perlengkapannya.
2. Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya.
3. Hak numpang karang dan hak usaha.
4. Bunga tanah, baik yang dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil tanah,
5. Bunga seperti semula.
6. Pasar-pasar yang diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak asli merupakan yang melekat padanya.
Yang termasuk dalam benda-benda tidak bergerak seperti yang telah disebutkan pada pasal 1164 KUHPerdata adalah ha katas tanah, kapal laut, dan pesawat terbang. Sejak berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, hipotek atas tanah sudah tidak berlaku lagi, tapi yang digunakan dalam pembebanan hak atas tanah tersebut adalah hak tanggungan. Sedangkan kapal laut tetap
berlaku sebagaimana diatur dalam ketentuan Buku II KUHPerdata.
Kapal laut yang berukuran 20 m3 merupakan objek jaminan hipotik, sedangkan yang dibawah ukuran itu berlaku ketentuan mengenai jaminan fidusia.
4. Tata Cara Pembebanan Hipotek Kapal Laut
Sebelum mencapai tahap pendaftaran pembebanan jaminan hipotik kapal laut, notaris harus terlebih dahulu memenuhi beberapa syarat, yaitu:36
a. Pengecekan Keabsahan Grosse Akta Pendaftaran Kapal Pada Kantor Pelabuhan Tempat Kapal Tersebut Didaftarkan
Sebelum dibuatnya Akta Surat Kuasa Memasang Hipotik atas suatu kapal, notaris da/atau kuasanya harus terlebih dahulu melakukan pengecekan terhadap sertifikat asli grosse Akta Pendaftaran atas kapal dimaksud pada kantor pelabuhan tempat kapal tersebut didaftarkan. Hal ini dimaksudkan agar pada saat dibuatkannya Akta Surat Kuasa Memasang Hipotek Kapal tersebut, notaris dapt mengetahui keabsahan grosse Akta Pendaftaran Kapal dimaksud,
36 Irma Devitasari, S,H., M.kn., Hukum Jaminan Perbankan, Kaifa, Bandung, 2011, hlm. 130.
serta untuk mengetahui apakah kapal tersebut masih sedang dibebani dengan hipotek atau jaminan lainnya.
b. Pembuatan Akta Surat Kuasa Memasang Hipotek Kapal.
Pembuatan Akta Surat Kuasa Memasang Hipotek Kapal dilakukan dengan menggunakan akta notaris.
Notaris yang berwenang untuk melakukan pembuatan Akta Surat Kuasa Memasang Hipotek Kapal tersebut tidak dibatasi sesuai dengan wilayah kerja dari notaris bersangkutan.
c. Pembuatan Akta Hipotek Kapal sekaligus mendaftarkannya pada syahbandar setempat
Setelah selesainya salinan Akta Surat Kuasa Memasang Hipotek Kapal selesai dibuat, maka notaris atau kuasanya mendapat kuasa dari pemilik kapal untuk dapat membuat Akta Hipotek Kapal pada kantor syahbandar setempat dan sekaligus mendaftarkannya hipotek kapal dalam buku pencatatan yang terdapat di kantor pelabuhan tempat kapal tersebut didafarkan.
d. Penerbitan Grosse Akta Hipotek Kapal
Setelah Akta HIpotek Kapal tersebut didaftarkan, maka kantor pelabuhan akan menerbitkan gorse Akta Hipotek Kapal yang merupakan bukti telah dilakukannya pendaftaran hipotek atas suatu kapal.
Pembebanan hipotek atas kapal diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Perhubungan No.13 Tahun 2012 Tentang Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal pada pasal 28- 39. Terdapat beberapa tahapan mengenai pembebanan hipotek kapal laut yaitu:
a. Tahapan I
Perjanjian Kredit (utang piutang) dengan menyatakan membebankan kapal dengan hipotik sebagai jaminan pelunasan hutang.
1. bentuknya tertulis
2. Konsensual dan obligator b. Tahapan II
Perjanjian pemberian (pembebanan) hipotik. Kreditur bersama debitur atau bank sendiri berdasarkan Surat Kuasa Memasang Hipotik menghadap Pejabat Pendaftar Kapal dan minta dibuatkan akta Hipotik Kapal.
1. Surat Permohonan dengan menyebutkan data kapal dan nilai penjaminan.
2. Grosse Akta Pendaftaran Kapal Surat Kuasa Memasang Hipotik.
Pejabat pendaftaran kapal membuat akta Hipotik, yg selanjutnya dibawa ke INSPEKSI PAJAK untuk
memperoleh SKUM Bea Materai dan BM di bayar ke Kas Negara.
c. Tahapan III
Pendaftaran Akta Hipotik dalam buku daftar.
5. Hak dan Kewajiban Yang Timbul Dari Hipotek
Pada pasal 1178 KUHPerdata ayat (2) disebutkan hak kreditor untuk menjual kapal yang dibebani dengan hipotek apabila debitur wanprestasi, maka kreditor selaku pemegang hipotek atas kapal berhak untuk melakukan penjualan secara lelang di muka umum atas kapal yang telah dibebani hipotek. Selain itu disebuutkan pula pada pasal 1185 KUHPerdata mengenai kreditur utuk memperoleh persetujuan tertulis dari kreditor dalam hal kapal tersebut akan disewakan kepada pihak lain. Oleh karena itu basanya pihak penyewa juga harus menandatangani surat pernyataan yang menyatakan bersedia setiap saat mengosongkan dengan sukarela dan menyerahkan kapal tersebut dalam keadaan baik kepada kreditor pada saat debitur melakukan wanprestasi.
Pasal 1210 KUHPerdata mengatur mengenai pembeli kapal yang dijual melaui lelang berhak agar meminta agar hipotek yang terdaftar pada kapl tersebut dihapuskan atau diroya. Debitur atau pemberi hipotek diwajibkan
mengasuransikan kapal yang dibebankan denganhipotek dalam hal pencegahan apabila terjadi kerusakan atau musnahnya kapal. Klaim asuransi tersebut akan digunakan nantinya untuk melunasi utang debitur kepada kreditur, hal ini diatur dalam pasal 297 KUHD.
Setelah terjadinya pembebanan hipotek kapal laut, timbul pula hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.37 Hak pemberi hipotek:
a. Tetap menguasai bendanya b. Mempergunakan bendanya
c. Melakukan tindakan penguasaan asal tidak merugikan pemegang hipotek
d. Berhak menerima uang pinjaman Kewajiban Pemegang Hipotek:
a. Membayar pokok berserta bunga pinjaman uang dari jaminan hipotek
b. Membayar denda atas keterlambatan melakukan pembayaran pokok pinjaman dan bunga
Hak Pemegang Hipotek:
a. Memperoleh penggantian daripadanya untuk pelunasan piutangnya (vershaal-recht) jika debitur wanprestasi
37 Salim HS, Op.Cit, 2006, hlm.211.
b. Memindahkan piutangnya, karena hipotek bersifat accesoir, maka dengan berpindahnya hutang pokok maka hipotek ikut berpindah.
6. Hapusnya Hipotek Kapal Laut
Pada pasal 1209 KUHPerdata disebutkan mengenai hapusnya hipotek kapal laut yang artinya hapusnya hipotek kapal laut tidak berlaku lagi hipotek yang dibebankan atas kapal oleh tiga hal:
1. Hapusnya perikatan pokok
2. Pelepasan hipotek itu oleh kreditur
3. Pengaturan urutan tingkat oleh pengadilan
Di dalam 3.4.1.2 NBW (Nieuw Burgerlijk Wetboek) diatur juga mengenai hapusnya hipotek. Hapusnya hipotek disebabkan oleh:
1. Hapusnya hak menjadi landasan lahirnya hak terbatas
2. Jangka waktunya berkahir atau telah terpenuhinya syarat batal
3. dilepaskan dengan sukarela oleh yang mempunyai hak
4. dihentikan sebelum jangka waktu berakhir, bila kewenangan itu diberikan haknya kepada pemegang hak terbatas atau kepada keduanya
5. karena percampuran.
7. Eksekusi Hipotek Atas Kapal
a. Grosse Akta Mempunyai Kekuatan Eksekutorial Berdasarkan pasal 224 HIR Grosse Akta mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Dengan menggunakan Grosse Akta Hipotek Kapal, maka kreditur dapat meminta bantuan pengadilan untuk melakukan eksekusi atas kapal yang dibebani hipotek.
b. Pemegang Hipotek Memiliki Hak Untuk Menjual Sendiri Kapal Yang Dibebani Dengan Hipotek
Pada pasal 1178 KUHPerdata ayat (2) disebutkan hak kreditor untuk menjual kapal yang dibebani dengan hipotek apabila debitur wanprestasi, maka kreditor selaku pemegang hipotek atas kapal berhak untuk melakukan penjualan secara lelang di muka umum atas kapal yang telah dibebani hipotek.
c. Eksekusi Terhadap Kapal Yang Berada Di Luar Wilayah Negara Indonesia
Terhadap kapal yang berada di luar wilayah Indonesia, kreditor dapat mengajukan gugatan atau permohonan eksekusi terhadap kapal tersebut di
pengadilan tempat kapal itu berada.38 Apabila hal tersebut sulit untuk dilakukan, maka pihak kreditur dapat mengajukan permohonan untuk meminta debitur memberikan perintah kepada kapal ataupun nahkoda kapal untuk segera kembali ke Indonesia.
38 Irma Devitasari, S,H., M.kn., Op.Cit, hlm. 134.