• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PERSEPSI PEDAGANG MUSLIM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TERHADAP KEPENTINGAN LABELISASI HALAL PRODUK OLEH NADHIRA SYARIFA NASUTION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI PERSEPSI PEDAGANG MUSLIM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TERHADAP KEPENTINGAN LABELISASI HALAL PRODUK OLEH NADHIRA SYARIFA NASUTION"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PERSEPSI PEDAGANG MUSLIM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TERHADAP KEPENTINGAN LABELISASI

HALAL PRODUK

OLEH

NADHIRA SYARIFA NASUTION 130501148

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Persepsi Pedagang Muslim di Kecamatan Medan Sunggal Terhadap Labelisasi Halal Produk

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel yang diteliti mengenai persepsi pedagang Muslim di Kecamatan Medan Sunggal terhadap labelisasi halal produk. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah random sampling, dalam penelitian ini tidak ada rumus tertentu di karenakan menurut Roscoe dan Sugiyono (2014) ukuran sampel yang layak dalam pelitian adalah antara 30 sampai dengan 500 orang.

Maka dari itu sampel yang digunakan pedagang Muslim di Kecamatan Medan Sunggal dengan jumlah sampel 50 responden. Penelitian ini tidak bermaksud untuk menguji hipotesis karena penelitian ini bersifat eksploratif dan berjenis kualitatif. Penelitian ini dilakukuan di 1 kecamatan yang ada di Kota Medan, yaitu kecamatan Medan Sunggal. Rata-rata Pedagang Muslim yang menjadi pedagang di Kecamatan Medan Sunggal menyelesaikan pendidikannya hingga Sarjana DI/DIII. Responden penelitian mayoritas mempunyai umur 36 – 55 tahun, sebagian besar dari mereka memiliki suku batak dan padang.

Responden yang diteliti didominasi oleh pedagang berjenis kelamin wanita.

Sebagian besar dari responden telah menjadi pedagang selama 7-10 tahun. Dan seluruh pedagang Muslim di Kecamatan Medan Sunggal tidak pernah mengikuti kursus pelatihan labelisasi halal.

Sebagian besar pedagang Muslim di Kecamatan Medan Sunggal beranggapan bahwa label halal yang melekat pada suatu produk dapat meningkatkan kepercayaan pembeli, dan mereka menilai bahwa sertifikasi halal pada suatu produk itu penting karena dapat menenangkan batin yang mengkonsumsi serta dapat mempengaruhi keputusan saat menggunakan produk, tetapi responden menilai bahwa produk yang belum atau tidak memiliki sertifikasi halal bukan berarti dihasilkan dengan cara yang tidak halal dan bukan berarti memiliki mutu rendah.

Kata Kunci:Labelisasi Halal, Persepsi, Pedagang

(6)

ABSTRACT

Perceptions of Muslim Traders in Medan Sunggal Subdistrict Against Halal Product Labeling

The purpose of this study is to determine the relationship between the variables studied on the perception of Muslim traders in Medan Sunggal Subdistrict to the labeling of halal products. Sampling method used is random sampling, in this study there is no specific formula in because according to Roscoe and Sugiyono (2014) the size of a decent sample in the pelitian is between 30 to 500 people.

Therefore the sample used by Muslim traders in Kecamatan Medan Sunggal with sample number 50 respondents. This research does not intend to test the hypothesis because this research is explorative and qualitative type. This research is conducted in 1 sub district in Medan city, that is Medan Sunggal sub- district. The average Muslim trader who became a trader in Medan Sunggal Sub- district finished his education up to Bachelor of DI / DIII. Majority research respondents have aged 36 - 55 years, most of them have batak and padang tribes.

Respondents studied are dominated by female sex traders. Most of the respondents have been traders for 7-10 years. And all Muslim traders in Kecamatan Medan Sunggal never attended a halal labeling training course.

Most Muslim traders in Kecamatan Medan Sunggal think that halal label attached to a product can increase buyers' trust, and they consider that halal certification in a product is important because it can soothe the consuming mind and can influence the decision when using the product, but respondents rate that a product that has not or does not have halal certification does not mean that it is produced in an unlawful way and does not mean that it has a low quality.

Keywords: Halal Labeling, Perception, Trader

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmatNya yang dilimpahkan memberikan kekuatan, kesabaran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat beserta salam senantiasa tercurahkan kepada Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia ke jalan yang lurus, serta yang akan memberikan syafaat pada Akhirat kelak.

Skripsi ini berjudul “Persepsi Pedagang Muslim Di Kecamatan Medan Sunggal Terhadap Kepentingan Labelisasi Halal Produk”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Teristimewa untuk orang tua saya, ayahanda tercinta Nilwan Ramdhan Nasution dan Ibunda tercinta Deliana Siregar yang telah memberi dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ramli, S.E., M.S. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Coki Ahmad Syahwier Hsb, MP., selaku Ketua Program

(8)

SE.,M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E, M.Soc, Sc, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan arahan dengan penuh kesabaran sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution, SE.,M.Si, selaku dosen penguji I dan Bapak Wahyu Sugeng Imam Soeparno, S.E., M.Si., selaku dosen penguji II yang telah memberikan masukan yang membangun untuk perbaikan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan ilmu dan perhatiannya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

7. Terimakasih kepada sahabat-sahabat terbaik penulis M.Hanif Purba, Putri Endah, Winda Liana, Dita Claudia, Zumaya Chalidi, Zakwanul Ilanah, Fadly Hasan Srg, Nadia, Deborah Fransisca, , atas semangat, keceriaan, dan dukungan tiada hentinya untuk penulis.

8. Terimakasih penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan angkatan 2013 serta kepada seluruh pihak lainnya yang telah banyak mendukung dan memberikan kritik dan sarannya selama pengerjaan skripsi ini, namun tidak dituliskan

(9)

pada lembaran ini, penulis mohon maaf dan kelalaian ini tidak mengurangi rasa terimakasih penulis.

Akhir kata penulis mengharapkan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan membantu semua pihak yang membutuhkannya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, Mei 2018 Penulis

Nadhira Syarifa Nst 130501148

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar BelakangMasalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

BAB I TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UraianTeoritis ... 13

2.1.1 Teori Persepsi ... 13

2.1.2 Teori Kepentingan(Expactency Value Teori) ... 15

2.1.3 Pengertian Label ... 16

2.1.4 Pengertian Halal ... 19

2.1.5 Sertifikasi dan Labelisasi Produk Halal... 21

2.1.6 Pengertian Produk... 26

2.1.7 Teori Konsumsi ... 27

2.1.8 Produk Konsumsi ... 28

2.1.9 Pengertian Pedagang ... 29

2.1.10 Perilaku Konsumen... 30

2.2 PenelitianTerdahulu ... 32

2.3 KerangkaKonseptual ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

3.3 Definisi Operasional ... 36

3.4 Skala Pengukuran ... 36

3.5 Populasi dan Sampel ... 37

3.5.1 Populasi ... 37

3.5.2 Sampel ... 37

3.6 Jenis dan Sumber Data ... 38

3.7 Metode Pengumpulan Data ... 39

3.8 Alat Analisis Data ... 40

3.9. Metode Analisis Data ... 40

3.9.1 Uji Validitas ... 40

3.9.2 Uji Reliabilitas ... 41

(11)

3.9.3. AnalisisDeskriptif ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 45

4.1.1. Uji Validitas ... 46

4.1.2. Uji Reliabilitas ... 47

4.2. Gambaran Umum Kota Medan ... 48

4.3. Karakteristik Pedagang ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 90

LAMPIRAN ... 92

(12)

DAFTAR TABEL

1.1 Makanam Kemasan Berlabel Halal MUI ... 6

2.1 Penelitian Terdahulu ... 31

4.1 Uji Validitas ... 44

4.2 Uji Reliabilitas ... 45

4.3. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47

4.4 Data Responden Berdasarkan Umur ... 48

4.5 Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Umur Responden 48 4.6 Data Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 49

4.7 Tabulasi Silang Antara Pendidikan Terakhir Dengan Lama Berusaha Responden ... 50

4.8 Data Responden Berdasarkan Suku ... 51

4.9 Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Suku Responden . 51 4.10 Data Responden Berdasarkan Lama Berusaha ... 52

4.11 Tabulasi Silang Antara Lama Berusaha Dengan Tingkat Umus Responden ... 53

4.12 Data Responden Tentang Pernah Atau Tidak Pernah Mengikuti Kursus Labelisasi Halal ... 53

4.13 Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin, Umur dan Pendidikan Terakhir ... 55

4.14 Jawaban Dari Persepsi Responden Tentang Labelisasi halal ... 56

4.15 Jawaban Dari Tingkat Pemahaman Responden Tentang Label Halal ... 61

4.16 Jawaban Dari Tingkat Penolakan Responden Terhadap Produk Yang Tidak Mempunyai Tanda Label Halal ... 67

4.17 Jawaban Dari Responden Terhadap Tingkat Labelisasi Halal ... 73

4.18 Tabulasi Silang Antara Pernyataan Responden Mengenai Persepsi Pedagang Muslim Dengan Pendidikan Terakhir ... 79

4.19 Tabulasi Silang Antara Pernyataan Responden Mengenai Tingkat Pemahaman Pedagang Muslim Terhadap Labelisasi Halal Dengan Lama Berusaha ... 80

4.20 Tabulasi Silang Antara Pernyataan Responden Mengnai Tingkat Penolakan Terhadap Produk Yang Tidak Mempunyai Tanda Label Halal Dengan Lama Berusaha ... 82 4.21 Tabulasi Silang Antara Pernyataan Responden Mengenai

No. Tabel

Judul Halaman

(13)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Logo Halal MUI ... 23 2.2 Diagram Proses Sertifikasi Halal ... 26 2.3 Kerangka Konseptual ... 34 4.1 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Produk Konsumsi Berlabel Halal

Adalah Produk Yang Berkualitas ... 59 4.2 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Pada Produk Konsumsi Yang Telah Tersertifikasi Label Halal Tidak Menimbulkan Keraguan

Dalam Mengkonsumsi ... 60 4.3 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Terdapat pada Kemasan Produk Berlabel Halal Mempermudah Saya Dalam Memberi Informasi

Dan Keyakinan Akan Mutu Produk ... 61 4.4 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Dengan Adanya Label Halal Yang Dikeluarkan LPPOM-MUI, Saya Yakin Bahwa

Makanan Tersebut Tidak Berpengaruh Buruk Pada Konsumen ... 62 4.5 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Sertifikasi Dan Labelisasi Halal Bertujuan Untuk Memberikan Perlindungan

Terhadap Konsumen ... 64 4.6 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Aadanya Label halal Dapat

Menjadi Pertimbangan Untuk Memilih Produk ... 65 4.7 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Tujuan Dari Sertifikasi Halal Adalah Untuk Memberikan Kepastian Status Kehalalan Suatu Produk, Hingga Sapat Menenangkan Batin

Yang Mengkonsumsinya ... 66 4.8 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Label Halal Di Indonesia

Harus Mendapatkan Persetujuan Dari LPPOM-MUI ... 67 4.9 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Produk Yang Halal Merupakan No. Gambar

Judul Halaman

(14)

Zatnya, Prosesnya, Penyembelihannya, Maupun

Cara Mendapatkannya ... 68 4.10 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Saya Enggan Mencoba Produk

Yang Tidak Berlabel Halal ... 70 4.11 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Saya Tidak Bersedia Membeli

Produk yang Tidak Memiliki Label Halal ... 71 4.12 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Saya Pernah Mengembalikan

Barang Yang Ternyata Tidak Berlabel Halal ... 72 4.13 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Pedagang Muslim Seharusnya

Tidak Menerima/ Menjual Produk Yang Tidak Bertanda Halal .. 73 4.14 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Saya hanya Akan Membeli Produk

Yang Sudah Jelas Berlabel Halal ... 74 4.15 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Labelisasi Halal Menjadi Peran

Penting Dalam Keputusan Pembelian Produk Konsumsi ... 76 4.16 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Semua Produk Konsumsi Berlabel

Halal Terlindungi Dari Zat Yang Diharamkan ... 77 4.17 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Produk Yang Telah Tersertifikasi

Label Halal Aman Untuk Digunakan Maupun Dikonsumsi ... 78 4.18 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Labelisasi Halal Pada Produk

Menjamin Kehalalan Produk Tersebut ... 79 4.19 Persentase Jawaban Responden Tentang Setuju/Tidak

Setuju Terhadap Pernyataan Adanya Label Halal Dapat Membantu Mengidentifikasi Produk Sebelum Melakukan

Pembelian ... 80

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuisioner Penelitian

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran

(16)
(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era modern ini, perkembangan ekonomi Indonesia sangat cepat. Indonesia mengalami peningkatan ekonomi di atas pertumbuhan ekonomi dunia.

Pertumbuhan ini tidak lepas dari peran pengusaha di dalamnya. Pengusaha memanfaatkan penduduk Indonesia yang banyak dan bervariatif. Smith Adam (1776) berpendapat bahwa “Pertumbuhan ekonomi sebenarnya bertumpu pada adanya pertambahan penduduk” . Dengan penduduk Indonesia yang mencapai 261 juta jiwa merupakan pasar yang sangat besar di Indonesia. Disisi lain, populasi umat Islam di Indonesia mencapai 90 persen dari jumlah penduduk. Hal ini mengakibatkan membanjirnya produk-produk dari dalam maupun luar negeri.

Membanjirnya produk ini akan mengakibatkan dilema bagi masyarakat Indonesia.

Di satu sisi banyak pilihan bagi masyarakat disisi lain masyarakat harus jeli dalam memperhatikan kehalalan produk terutama makanan.

Perkembangan perekonomian di Indonesia dewasa ini melahirkan berbagai industri baru yang menghasilkan produk-produk konsumsi, baik yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan domestik maupun perusahaan asing. Produk konsumsi yang beredar di masyarakat tidak semuanya memiliki jaminan kesehatan yang jelas. Dalam hal ini masyarakat berhak mendapatkan perlindungan akan produk konsumsi yang beredar dipasaran. Masyarakat sangat memerlukan informasi yang benar, baik mengenai kuantitas, isi, kualitas maupun hal-hal yang di anggap penting untuk diketahui masyarakat mengenai produk yang

(18)

dikonsumsinya. Salah satu persoalan cukup mendesak yang dihadapi umat adalah membanjirnya produk makanan dan minuman olahan, obat-obatan, serta kosmetik. Sejalan dengan ajaran Islam, umat Islam menghendaki agar produk- produk yang akan dikonsumsi atau digunakan tersebut dijamin kehalalan dan kesuciannya.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam merupakan lingkungan pasar yang cukup banyak bagi perusahaan terutama perusahaan makanan dan minuman juga tidak terkecuali produk makanan rumah tangga. Oleh karena itu sebagai umat Muslim dari segi produk ada salah satu yang akan menjadi pertimbangan dalam melakukan penjualan,pembelian atau kegiatan konsumsi, merupakan sebuah syariat yang harus dijalankan oleh setiap muslim, yaitu kehalalan sebuah produk tersebut, baik itu yang sifatnya tersubstansi dalam produk maupun yang terjadi dalam proses produksinya.

Menurut ajaran Islam ada 5 hukum Islam yang disebut khakam al khamsah yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. “Wajib adalah suatu perbuatan yang dituntut Allah untuk dilakukan, yang diberi ganjaran dengan pahala bagi orang yang melakukannya dan diancam dosa bagi orang yang meninggalkannya karena bertentangan dengan kehendak yang menuntut” dikemukakan oleh Amir Syarifuddin (2009:341-342). Dan dalam ajaran Islam, mengkonsumsi yang halal, suci dan baik merupakan perintah agama dan hukumnya wajib (Departemen Agama, 2003).

(19)

Populasi yang demikian besar dari Umat Islam di Indonesia, menjadi pasar yang demikian potensial untuk dimasuki oleh para produsen makanan. Hal ini tentu akan menjadi fenomena yang patut diperhatikan oleh para pemasar di Indonesia dalam rangka meningkatkan penjualan produk mereka. Konsep kehalalan di kehidupan masyarakat Indonesia sudah diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Halal diperuntukkan bagi sesuatu yang baik dan bersih untuk dimakan atau untuk dikonsumsi oleh manusia menurut syariat islam. Lawan halal adalah haram yaitu tidak dibenarkan atau dilarang menurut ajaran Islam. Allah telah menegaskan dalam al Qur’an terjemahan Suratal Maidah ayat 3:“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, dan daging babi”QS (5:3).

Dari terjemahan surat diatas Allah hanya memerintahkan umat manusia hanya mengonsumsi makanan yang halal saja. Sumarwan (2011:209), berpendapatHalal atau tidak merupakan suatu keamanan pangan yang sangat mendasar bagi umat islam. Konsumen Islam cenderung memilih produk yang telah dinyatakan halal daripada produk yang belum dinyatakan halal oleh lembaga yang berwenang.

Selain itu, umat Muslim pada khususnya memerlukan produk halal dan jaminan kesehatan. Oleh karena itu melalui badan pengawasan pemerintah menegaskan produk-produk konsumsi yang dipasarkan harus sesuai dengan ketentuan syariah, terutama produk yang di makan dan di minum secara langsung.

Didalam ajaran Islam, seorang Muslim tidak diperkenankan mengkonsmusi makanan haram, maka halal lagi baik merupakan pilihan terpenting dalam memilih sebuah produk konsumsi. Sesuai dengan Firman Allah dalam terjemahan (QS.Albaqarah:168), “Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang

(20)

terdapat dibumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan, karena sesungguhnya syaithan adalah musuh yang nyata bagimu”.

Makanan menempati posisi yang sangat urgen dalam Islam, tidak hanya dipandang dari kacamata kesehatan, tetapi terkait erat dengan etika moral yang berbanding lurus dengan iman dan takwa. Makanan yang masuk kedalam tubuh seseorang diyakini memiliki dampak terhadap sikap dan perilaku. Maka Islam memberi aturan untuk senantiasa memperhatikan setiap makanan yang dikonsumsi. Makanan tersebut haruslah memenuhi kriteria halal dan baik (halâlan thayyiban). Atribut produk dalam usaha layanan jasa restoran salah satunya

berupa pencantuman label halal pada restoran tersebut. Pencantuman label halal pada tiap restoran bertujuan untuk memberikan kepastian status kehalalan pada restoran tersebut dan untuk menentramkan batin konsumen Muslim akan prosedur, bahan baku, dan pengolahan dari makanan itu sendiri, sehingga masyarakat tak ragu dan memutuskan untuk melakukan pembelian di restoran tersebut. “Label merupakan bagian dari suatuproduk yang menyampaikan informasi mengenai produk dan penjual” dikemukakan oleh Fandy Tjiptono (1997:107). Dari pengertian label tersebut, maka label halal sendiri dapat diartikan sebagai informasi mengenai suatu produk yang telah diizinkan untuk dikonsumsi menurut Islam.

Sebagai masyarakat muslim selayaknya perlu memperhatikan dan bersikap selektif dalam mengggunakan atau menjual produk , karena halal menjadi suatu hal yang mutlak. Sementara disisi lain tidak semua produk konsumsi bersifat halal dan membawa dampak positif untuk dikonsumsi oleh konsumen. Produk yang

(21)

belum tersertifikasi label halal belum terjamin secara syariat dan manfaatnya, terlebih lagi tentang ada atau tidaknya dampak negatif yang terkandung di dalam produk konsumsi yang berakibat fatal pada kesehatan. Biasanya hal ini dipengaruhi oleh adanya bahan berbahaya yang terkandung pada produk konsumsi tersebut.

Di Indonesia, ada suatu lembaga yang kompeten untuk melakukan penjaminan kehalalan produk yaitu Lembaga Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Dalam kerjanya peran MUI dibantu oleh LPPOM-MUI (Lembaga Pengkajian Pengan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia). Lembaga ini dibentuk untuk membantu Majelis Ulama Indonesia dalam menentukan kebijaksanaan, merumuskan ketentuan-ketentuan, rekomendasi dan bimbingan yang menyangkut pangan, obat-obatan dan kosmetika sesuai dengan ajaran Islam.

Dengan kata lain “LPPOM-MUI didirikan agar dapat memberikan rasa tentram pada umat tentang produk yang dikonsumsinya” dikemukakan oleh Adisasmito (2008:10). Departemen Kesehatan Republik Indonesia, mewajibkan para produsen-produsen produk konsumsi untuk mencantumkan label tambahan yang memuat informasi tentang kandungan (ingredient) pada kemasan produk-produk konsumsi. Sementara MUI memberikan pengesahan tentang sertifikasi label halal sesuai dengan kandungan (ingredient) berdasarkan dengan prisip syariah serta ketentuan yang berlaku.

(22)

Tabel 1.1 menunjukkan produk-produk makanan dalam kemasan yang telah diberi label halal oleh LPPOM-MUI:

Tabel 1.1

Makanan Kemasan Berlabel Halal MUI

No Merek

1

ABC Mie Remes Pelangi rasa Burger,Spaghetti, Pop Corn, Krim Bawang Amerika

2 Anak Mas, Krip-Krip, You & Mie

3

Calbee Megumi snack Udang Rasa Lada Hitam, Rumput Laut, Original, Sweet Potato Pellet

4 Cheese snack, Serena, Snack Chocolate, Crackers, Orange 5 Chippy Snek, Guritoz Snek Jagung

6

Chitato, Cheetos, Teny Net, Jetz Sweet, Salty, Sauce, Chiki Potato, Tradia Crackers

7 Mie Snack

8 Mie Snack Kremezz Rasa Ayam Panggang & Jagung Bakar Sumber: www.halalmui.org

Peraturan Pemerintah dan Fatwa MUI sangat diperlukan untuk mengambil jalan tengah, serta menentramkan jiwa umat Muslim, dengan diterbitkannya peraturan tentang jaminan produk halal ini akan memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat bahwa setiap produk yang bertanda label halal resmi dari MUI dijamin halal sesuai ayari’at Islam dan hukum positif, sehingga masyarakat tidak perlu ragu dalam memilih, mengkonsumsi dan menggunakan

(23)

produk halal secara aman, karena dilindungi oleh hukum. Untuk mengetahui hal tersebut, masyarakat harus lebih mengetahui tentang labelisasi halal yang terdapat dalam produk tersebut. Henry Simamora (2000:502), “Pemberian label (labeling) merupakan elemen produk yang sangat penting yang patut memperoleh perhatian seksama dengan tujuan untuk menarik para konsumen”

“Produk halal merupakan suatu produk yang wajib dikonsumsi bagi umat Islam dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan undang-undang No.33 tahun 2014 bahwa setiap produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajid bersertifikat halal” dikemukakan oleh (www.hukumonline.com)

Mengingat manfaat Labelisasi halal yang memiliki jaminan kualitas baik, sudah selayaknya menjadi kepentingan untuk memilih, menjual dan mengunakan produk konsumsi bagi masyarakat muslim secara khusus maupun masyarakat luas secara umum. Seiring dengan pekembangan zaman dan tuntutan modernisasi, sejumlah pedagang dan masyarakat muslim melalaikan tentang kewajiban menggunakan atau menjual produk halal dan menggunakan barang hanya berdasarkan manfaat yang tertera melalui iklan tanpa mempertimbangkan kehalalan atas suatu produk yang akan dijual atau digunakan. Oleh karena itu mencari informasi tentang produk produk halal bagi masyarakat muslim adalah hal yang penting untuk dilakukan. Perkembangan teknologi mempengaruhi masyarakat melalui pelabelan dan iklan agar tidak memberikan keterangan yang menyesatkan. Dibutuhkan ketelitian Masyarakat dalam memilih setiap produk konsumsi. Mengenai kualitas komposisi dan campuran bahan dalam setiap produk. yang tidak merugikan bagi kesehatan tubuh.

(24)

Salah satu upaya untuk mencapai tertib pengaturan adalah melalui label dan iklan produk. Label dan iklan berperan aktif dalam intensitas pada tingkat penjualan produk konsumsi kepada masyarakat luas. Informasi pada label pangan atau melalui iklan sangat diperlukan bagi masyarakat agar masing-masing individu secara tepat dan menentukan pilihan sebelum menjual atau menggunakan produk-produk . Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh masyarakat sebelum menggunakan suatu produk adalah memahami bahasa/tulisan, nomor pendaftaran, nama produk, produsen dan alamat produksi, label halal, daftar bahan yang digunakan (ingredient). “Masalah yang kemudian timbul adalah banyaknya ingredient pangan baik bahan baku utama maupun bahan aditifnya yang sulit ditentukan kehalalan asal bahan pembuatnya. Padahal, kejelasan suatu informasi suatu produk pangan sangatlah penting agar masyarakat mengetahui produk yang di gunakan tersebut adalah produk yang halal atau tidak jelas ketentuan hukumnya” dikemukakan oleh Apriyantono (2005)

Robbins (2003:97) mengemukakan bahwa “Persepsi merupakan kesan yang diperoleh oleh individu melalui panca indera kemudian di analisa (diorganisir), diintepretasi dan kemudian dievaluasi, sehingga individu tersebut memperoleh makna”. Sementara persepsi label halal sendiri berarti dapat diartikan sebagai kesanyang telah dianalisa, diintepretasi dan dievaluasi oleh individu yang menghasilkan sebuah makna bahwa apapun yang berlabel halal telah terjamin akan kehalalannya dan diizinkan menurut hukum Islam.

Melalui LPOM MUI masyarakat atau pedagang dapat dengan mudah mendapatkan informasi tentang produk-produk konsumsi berlabel halal.

(25)

Sertifikasi label halal di tetepkan oleh lembaga MUI yang di dukung oleh Departemen Kesehatan dalam produk konsumsi yang telah di uji secara klinis bahan-bahan yang terkandung dan aman untuk dikonsumsi. Namun pada kenyataanya produk-produk konsumsi tidak selalu disertai dengan sertifikasi halal yang disahkan oleh LPOM MUI.

Sumatera Utara merupakan daerah yang masyarakatnya mayoritas beragama Islam, salah satunya adalah pada Kecamatan Medan Sunggal. Sebagian besar pedagang Muslim di Kecamatan Medan Sunggal menjual makanan kaki lima maupun rumah makan. Dari data yang diperoleh sementara, beberapa pedagang muslim menjual makanan melihat kemasan, dikarenakan produk yang mereka jual adalah produk yang berasal dari pabrik, serta produk berkemasan lainnya, namun ada juga penduduk yang berbeda pendapat, mereka memilih makanan yang akan mereka jual tidak harus memiliki label halal, walaupun bahan tersebut terbuat dari bahan-bahan seperti kentang, ubi, dll,menurut mereka halal atau haramnya suatu makanan dapat dilihat dari bahan, kebersihan, dan lain-lain.

Allah telah mengatur segala sesuatu yang diperbolehkan, dilarang, dihindari maupun dijauhi, termasuk perintah untuk menjauhi mengkonsumsi yang haram. Pemahaman dan kepedulian seseorang tentang makanan yang boleh digunakan menurut hukum Islam secara pasti halal adalah berbeda. Jaminan kehalalan pada suatu tempat makan sangat penting dalam Islam pada jaman sekarang ini, karena telah banyak diberitakan adanya bahan-bahan berbahaya atau tidak layak digunakan di campurkan pada bahan makanan dan minuman. Tetapi banyak masyarakat atau pedagang muslim yang tidak mengindahkan hal tersebut,

(26)

karena tidak mempedulikannya. Terbukti berdasarkan persepsi pada pra survey dengan beberapa pedagang Muslim di Kecamatan Medan Sunggal, bahwa mereka sama sekali tidak pernah menanyakan tentang status kehalalan atau jaminan halal pada produk yang akan mereka jual dan ada juga beberapa masyarakat Muslim belum memahami arti kehalalan produk tersebut ,setiap mereka akan mengkonsumsinya. Oleh karena itu beberapa pedagang Muslim yang menjadi pra survey saya masih belum peduli tentang kehalalan produk yang akan mereka gunakan atau jual.

Padahal sebagai umat Islam yang baik dan cerdas, seharusnya masyarakat Muslim mengimplementasikan syariat atau hukum dari Allah yang memerintahkan untuk memperhatikan makanannya. Salah satu caranya adalah dengan mulai sejak dini mengkonsumsi, menggunakan, dan menjual segala sesuatu yang sudah pasti halal, lebih spesifiknya adalah memperhatikan ada atau tidaknya sertifikat halal pada produk yang akandikonsumsi. Ketidak pedulian konsumen muslim terhadap pentingnya labelisasi halal dapat dikatakan bahwa mereka kurang memperhatikan perintah Allah untuk menghindari mengkonsumsi yang haram dan memperhatikan makanannya secara lebih selektif, waspada, dan jeli. Karena disesuaikan dengan perkembangan jaman global yang menawarkan apa saja seperti saat ini. Dari uraian latar belakang diatas, penulis ingin melaukan penelitian dengan judul penelitian “ Persepsi Pedagang Muslim di Kecamatan Medan Sunggal Terhadap Kepentingan Labelisasi Halal Produk.

(27)

1.2 Rumusan Masalah

Dari kondisi dan kenyataan seperti diuraikan pada bagian 1.1 penelitian ini, makaperumusan masalah di batasi pada 3 persoalan utama, yakni :

1. Bagaimana persepsi pedagang muslim di Kecamatan Medan Sunggal terhadap labelisasi halal produk?

2. Bagaimana tingkat pemahaman pedagang muslim di Kecamatan Medan Sunggal terhadap labelisasi halal produk?

3. Bagaimana tingkat penolakan pedagang muslim di Kecamatan Medan Sunggal terhadap produk yang tidak mempunyai tanda label halal?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan uraian diatas maka tujuan penelitian ini adalah;

1. Untuk mengetahui bagaimana persepsi pedagang muslim di Kecamatan Medan Sunggal terhadap labelisasi halal produk.

2. Untuk mengetahui bagaimana tingkat pemahaman pedagang muslim di Kecamatan Medan Sunggal terhadap labelisasi halal produk.

3. Untuk mengetahui bagaimana tingkat penolakan pedagang muslim di Kecamatan Medan Sunggal terhadap produk yang tidak mempunyai tanda label halal.

(28)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diyakini bermanfaat luas terutama bagi :

1. Bagi pedagang muslim, penelitian ini bermanfaat untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mencari langkah-langkah dalam pemilihan produk konsumsi .

2. Bagi masyarakat umum, penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat sebagai konsumen untuk lebih mempriyoritaskan produk konsumsi berlabel halal.

3. Bagi Peneliti, penelitian ini sebagai penambah wawasan referensi dan kekayaan intelektual dalam penelitian selanjutnya.

(29)

2.1.1. Teori Persepsi

Persepsi merupakan salah satu faktor psikologis selain motivasi pembelajaran dan kepercayaan serta sifat yang dapat mempengaruhi individu dan organisasi dalam menentukan kepuasan pembelian. Menurut Philip Kotler (2005:216), persepsi adalah ”Proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterprestasi masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti”. Menurut Lamb et. al.

(2001: 224), definisi persepsi adalah “Proses dimana kita memilih, mengatur dan menginterpretasikan rangsangan tersebut ke dalam gambaran yang memberikan makna dan melekat”. Sementara menurut Boyd, dkk (2001:133) definisi persepsi adalah “Proses dengan apa seseorang memilih, mengaturdan menginterprestasikan informasi”. Kunci terpenting dalam persepsi adalah bahwa manusia menyimpan informasi dalam bentuk hubungan asosiatif, dan hubungan asosiatif itu membantu manusia menginterpretasikan dunia disekitarnya. Secara singkat persepsi adalah cara kita memandang dunia di sekitar kita serta bagaimana kita dapat mengetahui bahwa kita membutuhkan bantuan dalam membuat suatu keputusan pembelian. Definisi di atas menerangkan bahwa persepsi merupakan proses dimana individual terlebih dahulu mengenali objekobjek dan fakta objektif disekitarnya. Seperti halnya

(30)

dengan pengamatan, persepsi diawali dengan kegiatan panca indera, selanjutnya akan terjadi proses psikologis. Sehingga individual dapat mengorganisir dan menafsirkan informasi. Pengenalan akan suatu objek, jelas, gerakan, intensitas (seperti: volume yang meningkat) dan aroma adalah suatu petunjuk yang akan mempengaruhi persepsi. Konsumen menggunakan petunjuk tersebut untuk mengidentifikasi produk dan merek. Bentuk kemasan sebuah produk seperti bentuk luar sabun cair Lux misalnya akan dapat mempengaruhi persepsi. Kemudian warna adalah suatu pertunjukan yang lain, dan warna memegang peran kunci terhadap persepsi konsumen. Apa yang diterima konsumen dapat juga bergantung pada kemudahan rangsangan atau tarif yang mengejutkan (shock value). Peringatan grafis akan bahayanya menggunakan sebuah produk akan diterima lebih cepat dan selalu diingat bahkan lebih akurat dibandingkan peringatan yang kurang mudah atau peringatan yang berupa teks tertulis. Pada dasarnya kita dapat membedakan menjadi 3 (tiga) faktor dalam persepsi yang biasa dilakukan manusia terhadap rangsangan yaitu:

1. Keterbukaan yang Seleksi (Selective Exposure) Merupakan proses dimana seorang konsumen mendapatkan suatu rangsangan dan mengabaikan rangsangan yang lain. Hal ini berarti para pemasar harus bekerja keras untuk menarik perhatian konsumen.

2. Distorsi seleksi (Selective Distortion) Distro seleksi terjadi ketika konsumen mengubah atau mengganti informasi yang bertentangan dengan perasaan atau kepercayaan mereka, dalam hal ini konsumen

(31)

mempunyai kecenderungan untuk mengolah informasi menjadi suatu pengertian pribadi.

3. Ingatan yang Seleksi (Selective Retention) Merupakan proses pada saat seorang konsumen hanya mengingat informasi yang mendukung perasaan dan kepercayaan pribadi seseorang. Konsumen akan meluapkan semua informasi yang tidak konsisten yang pernah diterimanya.

2.1.2. Teori Kepentingan (Expactency Value Teori)

Kepentingan adalah suatu tindakan individu atau kelompok yang mendorong manusia kepada beberapa tingkatan yang mendasar.

Kepentingan bersifat tetap berlandaskan hukum dan moral tertentu dalam memilih dan memutuskan yang berpengaruh terhadap suatu objek tertentu berdasarkan tingkat kebutuhan yang paling di utamakan oleh individu atau kelompok.

Bila masyarakat muslim di kecamatan Medan Sunggal sepakat beranggapan mengkonsumsi produk-produk halal adalah suatu kepentingan dan bernilai wajib, maka labelisasi halal pada produk-produk konsumsi merupakan kepentingan mutlak bagi masyarakat muslim di kecamatan Medan Sunggal dan menjadi pilihan konsumsinya. Namun di pihak lain, jika masyarakat muslim lainya beranggapan labelisasi halal bukan merupakan suatu kepentingan dan hanya melihat berdasarkan manfaat dari suatu produk. Maka, bagi mereka labelisasi halal bukan suatu kepentingan dalam memilih menggunakan produk-produk konsumsi bagi

(32)

masyarakat muslim di kecamatan Medan Sunggal. Yang perlu di pertimbangkan produk-produk konsumsi berlabel halal adalahhal yang baik dan positif, baik dilihat dari segi manfaat kesehatan dan menurut ajaran Islam. Oleh karena itu produk konsumsi berlabelisasi halal menjadi suatu kepentingan bagi sebagian masyarakat khususnya masyarakat muslim dalam memilih produk-produk konsumsi berlabel halal.

Dalam ketentuan syari’at Islam, umat muslim di larangan untuk mengunakan atau mengkonsumsi produk konsumsi yang mengandung unsur-unsur haram yang dilarang syariat Islam , seperti yang di tegaskan dalam Al-Quran surah Al-baqarah ayat 168 “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi suci dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. Dan Al-Quran surah ‘Abasa ayat 24 Artinya : “Maka hendakilah manusia itu memperhatikan barang- barang yang dikonsumsinya dan yang digunakannya.”

2.1.3. Pengertian Label

Label merupakan sarana penyampaian informasi secara langsung kepada konsumen mengenai identifikasi produk dan produsenya. Pada produk Label merupakan keterangan yang melengkapi suatu kemasan barang yang berisi tentang bahan-bahan yang digunakan untuk membuat barang tersebut ,cara pengggunaan, efek samping dan bagainya.

Merupakan salah satu bentuk perlindungan pemerintah kepada para

(33)

bahan makanan dan minuman atau obat.dalam hal ini pemerintah mewajibkan produsen untuk melekatkan label/etiket pada hasil produksinya sesuai dengan peraturanyang tercantum dalam undang- undang bahan makan. Dengan melekatkan label sesuai dengan peraturan berarti produsen memberikan keterangan yang diperlakukan oleh para konsumen agar dapat memilih memebeli serta meneliti secara bijaksana.

Merupakan jaminan bahwa barang yang telah dipilih tidak berbahaya bila digunakan, untuk mengatasi hal ini maka para konsumen mmembiasakan diri untuk membaca label terlebih dahulu sebelum membelinya.

Dengan demikian para konsumen membiasakan diri untuk membaca label tersebut karena dengan mambaca label akan diketahui isi bungkusan /wadah barang tersebut.hampir semua makanan jadi yang dijual berada dalam kemasan sehingga konsumen tidak dapat memeriksa apa dan bagaimana keadaan isinya waktu membeli.

Menurut Stanton dan William (2004:282) label adalah bagian sebuah produk yang membawa informasi verbal tentang produk atau tentang penjualnya. Sebuah label bisa merupakan bagian dari kemasan atau pula etiket (tanda pengenal) yang dicantumkan pada produk. Stanton dan J william(2004:282) membagi label kedalam tiga klasifikasi yaitu

a. Brand Label, yaitu merek yang diberikan pada produk dicantumkan pada kemasan.

b. Descriptive Label, yaitu label yang memberikan informasi objektif mengenai penggunaan, konstruksi/pembuatan,

(34)

perhatian/perawatan, dan kinerja produk, serta karakteristik- karakteristik lainnya yang berhubungan dengan produk.

c. Grade Label, yaitu label yang mengidentifikasikan penilaian kualitas produk (product’s judged quality) dengan suatu huruf, angka, atau kata.

Label mempunyai fungsi (Kotler, 2003: 29), yaitu:

1) Identifies(mengidentifikasi) : label dapat menerangkan mengenai produk.

2) Grade(nilai/kelas) : label dapat menunjukkan nilai/kelas dari produk. Produk buah peachkalengan diberi nilai A, B, dan C menunjukkan tingkat mutu.

3) Describe(memberikan keterangan) : label menunjukkan keterangan mengenai siapa produsen dari produk, dimana produk dibuat, kapan produk dibuat, apa komposisis dari produk dan bagaimana cara penggunaan produk secara aman.

4) Promote(mempromosikan) : label mempromosikan produk lewat gambar dan warna yang menarik

Peraturan pelabelan produk pangan olahan di Indonesia diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 79/Menkes/PER/III/1978.

Dalam peraturan tentang label dan periklanan makanan ini diatur tentang tata cara pelabelan serta ketentuan-ketentuan yang berlaku. Label dan periklanan harus jelas dan berisi keterangan yang lengkap serta mudah dibaca. Untuk itu dalam peraturan-peraturan tersebut, khususnya dalam

(35)

surat keputusan Dirjen POM dimuat tata cara terperinci yang perlu dipatuhi oleh pembuat label. Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM) No.02240/B/S/SK//VII/1991 yang diterbitkan pada tanggal 2 Juli 1996. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, label harus dapat memberikan informasi yang jelas dan tidak menyesatkan mengenai sifat, bahan kandungan, asal, daya tahan, nilai ataupun kegunaannya.

Sebagai konsumen masyarakat membutuhkan dan berhak mengetahui keadaan produk-produk konsumsi yang digunakan, sementara itu labelisasi juga berfungsi sebagai sarana komunikasi antara produsen dengan konsumenya mengenai beberapa hal yang menjadi hak konsumen untuk mengetahuinya. Misalnya mengenai fungsi dan manfaat, isi, kualitas, kuantitas, petunjuk penggunaan pada produk tersebut. Melalui labelisasi konsumen mendapatkan informasi sehingga memberikan rasa aman kepada konsumen.

2.1.4 Pengertian Halal

Berbagi macam persepsi halal di kalangan masyarakat luas pandangan halal secara umum menurut masyarakat muslim mengenai produk konsumsi dapat dilihat dari jenis kandunagan zat yang tidak membahayakan atau pun yangdari sesuatu yang di haramkan begitu juga dengan proses dan cara mendapatkannya. Allah berfirman pada Al-Qur’an surah Al Baqoroh (2: 168) : Artinya :‘’ Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi ,dan janganlah kamu

(36)

mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. Dan di nyatakan dengan hadist Rasullah. “ Sesungguhnya yang halal itu sudah jelas, dan haram itupun sudah jelas sedangkan di antara keduanya terdapat sesuatu yang samar (syhubhat). Kata halalan, menurut bahasa Arab berasal dari kata, halla yang berarti “lepas” atau “tidak terikat”. Secara etimologi kata halalan berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya.Allah memberikan batasan-batasan antara yang halal dan yang haram jelas tertera melalui Al- qur’an dan hadist. Untuk memberikan kejelasan yang jelas kepada umat terhadap hal-hal yang samar para ulama mengeluarkan fatwa. Fatwa berarti penjelasan menurut istilah penjelasan tentang hukum syara’.

Adapun yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syariat Islam, (Burhanuddin, 2011:140) yaitu:

1. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi

2. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti; bahan- bahan yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran-kotoran, dan lain sebagainya;

3. Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syariat Islam.

4. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat pengelolaan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi.

(37)

Jika pernah digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkandengan tata cara yang diatur menurut syariat Islam;

5. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamarSistem produksi halal perlu di lakukan untuk menjamin kehalalan suatu produk. Setiap produk yang dikonsumsi harus memenuhi standar halal dapat dilihat dari bahan produksi, proses, fasilitas fisik, peralatan produksi,dan manajemen produksi harus memenuhi kriteria. Kehalalan setiap produk konsumsi dilihat baik dan halal secara zatnya ataupun cara memperolehnya.

2.1.5. Sertifikasi Dan Labelisasi Produk Halal

Produk konsumsi memerlukan fatwa MUI untuk mendapatkan labelisasi halal dan disahkan oleh Mentri Agama melalui pemeriksaan halal denganmenyertakan sertifikat halal kepada pemohon dengan tembusan Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM). Sementara penetapan struktur biaya sertifikasi halal ditetapkan oleh Mentri Keuanagan terhadap permohon atas usul Menteri Agama. Sertifikasi halal berlaku selama 2 tahun dan diperbaharui sesuai dengan perundang- undangan, pengawasanya di lakukan oleh lembaga pemeriksa halal. Dan jika pada saat pemeriksaan ditemukan pelanggaran maka lembaga pemeriksaan halal berhak untuk menyabut sertifikasi halal.

Sertifikasi halal dan label halal merupakan dua kegiatan yang berbeda tetapi mempunyai keterkaitan satu sama lain. Sertifikasi halal dapat

(38)

didefenisikan sebagai suatu kegiatan pengujian secara sistematik untuk mengetahui suatu barang yang diproduksi oleh suatu perusahaan telah memenuhi ketentuan halal. Hasil dari kegiatan sertifikasi halal adalah diterbitkannya sertifikasi halal, dan produk yang dimaksud telah memenuhi ketentuan sebagai produk halal. Sertifikasi halal dilakukan oleh lembaga yang mempunyai otoritas untuk melaksanakannya, Tujuan akhir dari sertifikasi halal adalah adanya pengakuan secara legal, formal, bahwa produk yang dikeluarkan telah memenuhi ketentuan syariat dan aman untuk dikonsumsi

Tidak semua produk konsumsi memiliki sertifikasi halal, dan untuk terdaftar dan memiliki jaminan labelisasi halal dari lembaga POM ada beberapa fase yang harus di lalui oleh perusahaan atas produknya.Data Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia pada tahun 2005 menunjukan bahwa tidak lebih dari 2000 produk yang telah meminta pencantuman halal kepada MUI menunjukkan bahwa permohonan sertifikasi halal selama 11 tahun terakhir tidak lebih 8000 produk dari 870 produsen di Indonesia. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, bahan pangan diolah melalui berbagai teknik pengolahan dan metode pengolahan baru dengan memanfaatkan kemajuan teknologi sehingga menjadi produk yang siap dipasarkan untuk dikonsumsi masyarakat di seluruh dunia. Sebagian besar produk industri pangan dan teknologi pangan dunia tidak menerapkan sistem sertifikasi halal.

(39)

Barang-barang produksi mengalami persaingan ketat dengan barang- barang produksi negara asing seperti Malaysia dan Singapura yang telah merambah ke pasar Indonesia dan memiliki sertifikasi yang di akui keabsahanya.

Hal ini mengancam produksi domestik, masyarakat akan di hadapi pilihan dengan lebih banyak macam produk yang bersifat homogen dari berbagai merek dan asal produksi negara domestik dan asing. Selain kualitas produk-produk konsumsi domestik perlu meningkatakan kualitas dan sertifikasi yang baik untuk dapat bersaing dengan produk asing. Label halal yang ada pada kemasan produk yang beredar di Indonesia adalah sebuah logo yang tersusun dari huruf-huruf Arab yang membentuk kata halal dalam sebuah lingkaran.

Gambar 2.1

Logo Halal MUI Sumber :www.halalmui.org

Gambar 2.1 Logo Halal MUI

Keputusan Mentri Agama (KMA) Nomor 518 Tahun 2000 tentang pedoman dan tata cara pemeriksaan produk Halal, KMA Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi dan menggunakan produk halal merupakan tantangan yang perlu di respon oleh pemerintah dan pelaku usaha Indonesia. Hal ini berkaitan dengan adanya keputusan pemerintah dan produsen

(40)

terkait dan berpengaruh kepada sikap atau perilaku konsumen terhadap produk konsumsi tersebut.

Pada umumnya konsumen muslim lebih selektif dalam memilih produk berkualitas baik dengan disertai labelisasi dan sertifikasi halal yang terakreditasi secara baik dan dapat di pertanggung jawabkan. Labelisasi halal yang secara prinsip adalah label yang menginformasikan kepada pengguna produk yang berlabel tersebut, bahwa produknya benar-benar halal dan nutrisi-nutrisi yang dikandungnya tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan secara syariah sehingga produk tersebut boleh dikonsumsi. Dengan demikian produk-produk yang tidak mencantukam label halal pada kemasannya dianggap belum mendapat persetujuan lembaga berwenang (LPPOM-MUI) untuk diklasifikasikan kedalam daftar produk halal atau dianggap masih diragukan kehalalannya. Ketidak adaan label itu akan membuat konsumen Muslim berhati-hati dalam memutuskan untuk mengkonsumsi atau tidak produk-produk tanpa label halal tersebut.

Produk pangan, obat, kosmetika, dan produk lain berasal dari luar negeri yang di impor di Indonesia berlaku sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagai mana di atur dalam keputusan MUI Indonesia. Sertifikasi halal yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi luar negri dapat di akui setelah melakukan perjanjian saling pengakuan yang berlaku timbal balik (re-ciprocal), penilaian terhadap lembaga sertifikasi, dan tempat proses produksi. Perjanjian tersebut di lakukan oleh Mentri Agama dan badan yang berwenang di luar negeri sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(41)

Secara Umum Prosedur Sertifikasi Halal adalah sebagai berikut :

a. Perusahaan yang mengajukan sertifikasi, baik pendaftaran baru, pengembangan (produk/fasilitas) dan perpanjangan, dapat melakukan pendaftaran secara online. melalui website LPPOM MUI (www.halalmui.org) atau langsung ke website : www.e- lppommui.org.

b. Mengisi data pendaftaran : status sertifikasi (baru/pengembangan/perpanjangan), data Sertifikat halal, status SJH (jika ada) dan kelompok produk.

c. Membayar biaya pendaftaran dan biaya akad sertifikasi halal melalui Bendahara LPPOM MUI di email : bendaharalppom@halalmui.org Komponen biaya akad sertifikasi halal mencakup :

- Honor audit

- Biaya sertifikat halal

- Biaya penilaian implementasi SJH - Biaya publikasi majalah Jurnal Halal

d. Biaya tersebut diluar transportasi dan akomodasi yang ditanggung perusahaan. Mengisi dokumen yang dipersyaratkan dalam proses

pendaftaran sesuai dengan status pendaftaran (baru/pengembangan/perpanjangan) dan proses bisnis (industri pengolahan, RPH, restoran, dan industri jasa), diantaranya : Manual SJH, Diagram alir proses produksi, data pabrik, data produk, data bahan dan dokumen bahan yang digunakan, serta data matrix produk.

(42)

e. Setelah selesai mengisi dokumen yang dipersyaratkan, maka tahap selanjutnya sesuai dengan diagram alir proses sertifikasi halal seperti diatas yaitu pemeriksaan kecukupan dokumen --- Penerbitan Sertifikat Halal

Gambar 2.2

Proses Sertifikasi Halal Dalam Bentuk Diagram Alir

2.1.6. Pengertian Produk

Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan.

Produk yang ditawarkan bisa meliputi barang fisik ( tangible ) atau meliputi

(43)

barang jasa ( intangible ) yang dapat memuaskan konsumennya (Tjiptono, 2006:95).

Secara konseptual, produk adalah pemahaman subjektif dari produsen atas sesuatu yang ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan keinginan konsumen sesuai dengan kompetensi dan kapabilitas organisasi serta daya beli pasar. Selain itu, produk dapat pula didefinisikan sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil produksinya. Secara lebih rinci, konsep produk total meliputi barang, kemasan, label, pelayananan dan jaminan. (Tjiptono, 2006:96).

2.1.7. Teori Konsumsi

Konsumsi menyangkut pemenuhan kebutuhan dan keinginan individu- individu, akan tetapi hal pokok yang mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran oleh individu-individu untuk konsumsi adalah besar kecilnya pendapatan mereka. Hubungan antara pendapatan individu dan konsumsi yang dilakukannya dinamakan kecenderungan untuk mengkonsumsi (propensity to consume). Apabila telah diketahui pendapatannya maka akan diketahui pula kecendrungan untuk mengkonsumsi dan kemudian dapat dihitung besar konsumsinya. Beberapa teori konsumsi pada dasar membahas hal inti yang sama yaitu alokasi pendapatan kepada konsumsi, kepada tabungan serta kepada investasi. Teori konsumsi berkaitan dengan fungsi utility. Utility adalah adalah kemampuan suatu barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan manusia sesuai dengan kegunaan barang atas jasa tersebut.

(44)

Menurut Keynes dalam bukunya The General theory of employment, interes and money tahun 1936 keynes mengungkapkan bahwa besar

kecilnya konsumsi pada suatu waktu di tentukan oleh nilai absolute dari pendapatan masyarakat yang siap untuk di belanjakan (disposabel income).

Pada waktu berlangsung. Pola konsumsi masyarakat meningkat sejalan dengan pertambahan nilai pendapatan dan sebaliknya. Al Gazali mengungkapkan teori konsumsi Islami. Pemikiranya di awali dari sebuah pemikiran bahwa kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar yaitu agama (al-dien), jiwa (nafs), harta (maal) dan akal (aql). Dalam aspek ekonomi fungsi kesejahteraan sosial disusun secara hirarkis meliputi kebutuhan (daruriat), kesenangan dan kenyamanan (hajaat) dan kemewahan (tahsinaat). Kunci pemeliharaan lima tujuan dasar terletak pada penyediaan tingkat pertama (kebutuhan atau daruriat) yaitu kebutuhan makanan, pakaian dan perumahan. Kebutuhan dasar ini cenderung flekisbel mengikuti waktu, tempat dan sosiopsikologis. Kelompok kebutuhan kedua (kesenangan atau hajaat) terdiri dari semua kegiatan dan hal-hal yang tidak vital bagi lima fondasi tersebut, tetapi tetap diperlukan untk menghilangkan rintangan dan kesukaran dalam hidup.

2.1.8. Produk Konsumsi

Produk konsumsi adalah segala jenis barang atau jasa yang dapat digunakan baik secara langsungmaupun tidak langsung, untuk memenuhi kebutuhan hidup yang bersifat ekonomis. Konsumsi langsung merupakan

(45)

pengkonsumsian barang atau jasa yang langsung digunakan oleh konsumen tanpa melakukan olahan selanjutnya. Konsumsi tidak langsung merupakan pemakaian benda konsumsi berupa barang atau jasa yang tidak secara langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengguna barang.

Menurut Simamora (2003:30), berpendapat bahwa produk halal adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan individu, ruumah tangga maupun organisasi kedalam pasar untuk diperhatikan, digunakan, dibeli dan dimiliki konsumen. Produk ditawarkan meliputi barang fisik, jasa, orang atau pribadi, tempat, organisasi, dan ide.

2.1.9. Pengertian Pedagang

Pengertian pedagang adalah orang yang berdagang atau bisa juga disebut saudagar. Jadi pedagang adalah orang-orang yang melakukan kegiatan-kegiatan perdagangan sehari-hari sebagai mata pencaharian mereka dan orang atau instansi yang memperjual belikan produk atau barang kepada konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung (Damsar, 2008:106).

Manning dan Effendi (2009:102) menggolongkan para pedagang dalam tiga kategori, yaitu:

1. Penjual Borongan (Punggawa)

Penjual borongan (punggawa) adalah istilah umum yang digunakan diseluruh Sulawesi selatan untuk menggambarkan perihal yang mempunyai cadangan penguasaan modal lebih besar dalam hubungan perekonomian.

Istilah ini digunakan untuk menggambarkan para wiraswasta yang memodali dan mengorganisir sendiri distribusi barang-barang dagangannya.

2. Pengecer Besar

Pengecer besar dibedakan dalam dua kelompok, yaitu pedagang besar yang termasuk pengusaha warung di tepi jalan atau pojok depan sebuah halaman

(46)

rumah, dan pedagang pasar yaitu mereka yang memiliki hak atas tempat yang tetap dalam jaringan pasar resmi.

3. Pengecer Kecil

Pengecer kecil termasuk katergori pedagang kecil sektor informal mencakup pedagang pasar yang berjualan dipasar, ditepi jalan, maupun mereka yang menempati kios-kios dipinggiran pasar yang besar.

Adapun yang dikemukakan Damsar (2008:110) membedakan pedagang menurut jalur distribusi barang yang dilakukan, yaitu:

1. Pedagang distributor (tunggal), yaitu pedagang yang memegang hak distribusi satu produk dari perusahaan tertentu.

2. Pedagang partai (besar), yaitu pedagang yang membeli produk dalam jumlah besar yang dimaksudkan untuk dijual kepada pedagang lainnya seperti grosir.

3. Pedagang eceran, yaitu pedagang yang menjual produk langsung kepada konsumen.

2.1.10 Perilaku konsumen

Dalam perspektif ekonomi Islam. perilaku konsumsi seorang muslim didasarkan pada beberapa asumsi sebagaimana dikemukakan oleh Monzer Kahf, yaitu :

1. Islam merupakan suatu agama yang diterapkan di tengah masyarakat.

2. Zakat hukumnya wajib.

3. Tidak ada riba dalam masyarakat.

4. Prinsip mudharabah diterapkan dalam aktivitas bisnis.

5. Konsumen berperilaku rasional yaitu berusaha mengoptimalkan kepuasan.

Dalam perilaku konsumsi, seorang Muslim harus memperhatikan prinsip moral konsumsi, yaitu(sarwono, 2009) :

1. Keadilan 2. Kebersihan 3. Kesederhanaan 4. Kemurahan hati 5. Moralitas

Selain itu Islam juga mengajarkan umatnya agar berperilaku konsumsi secara sederhana (moderation). Dalam perspektif ekonomi dapat diartikan bahwa dalam berkonsumsi harus senantiasa memperhatikan kemampuan daya beli agar

(47)

tidak mengalami defisit anggaran. “Perilaku konsumstif akan mendorong munculnya budaya materialistik, hedonistik dan pragmatik yang menyebabkan masyarakat tidak lagi memperhitungkan kondisi lingkungan dan daya dukung sumber daya alam bagi kepentingan generasi berikutnya”. dikemukakan oleh sarwono (2009).

Perilaku konsumsi dalam Islam juga mengajarkan kita bersikap murah hati dengan mempertimbangkan kondisi lingkungannya. Munculnya kesenangan di tengah masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan hidup akan menimbulkan kecemburuan yang dapat menjadi sumber konflik. Di samping sikap kesederhanaan juga perlu dikembangkan sikap melihat dan memperhatikan kondisi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Nabi menekankan dalam suatu hadist bahwa tidak dikatakan seseorang itu beriman manakala ada tetangganya kelaparan sementara dia dalam keadaan kekenyangan. (sarwono, 2009).

Perilaku konsumen merupakan proses dimana terjadi suatu keputusan dalam pasar yang di ambil berdasrkan faktor kebutuhan konsumsinya. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Keputusan memilih produk bukan hanya berdasarkan tinggi rendahnya harga jual (low-involvement and high-involvement) namun terdapat banyak pertimbangan lain yang turut mempermudah atau mempersulit keputusan dalam memilih suatu produk

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen adalah :

a. Adanya faktor sosial yang di pengaruhi oleh kelompok individu dan pengaruh keluarga, peran dan status sosial.

(48)

b. Faktor Personal seperti pengaruh yang datang dari situasi ekonomi, gaya hidup kepribadian, konsep diri, umur, pekerjaan dan pekerjaan

c. Faktor Psikologi atas dasar motivasi, persepsi, pembeljaran, Beliefs adalah pemikiran deskriptif bahwa seseorang mempercayai sesuatu. Beliefs dapat didasarkan pada pengetahuan asli, opini, dan iman (Kotler, Amstrong, 2006, p.144).and Attitude evaluasi, perasaan suka atau tidak suka, dan

kecenderungan yang relatif konsisten dari seseorang pada sebuah obyek atau ide (Kotler, Amstrong, 2006, p.145).

d. faktor kebudayaan di pengaruhi oleh adanya subkultur, kelas sosial dalam masyarakat.

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitian dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No

Nama Peneliti, Tahun, Judul

Variabel

Model Analisis

Hasil

1

Yuli Mutiah Rambe, 2012, Pengaruh Pencantuman Label Halal Pada Kemasan Mie Instan Terhadap Minat Pembelian

Masyarakat Muslim (Studi Kasus Pada Mahasiswa Universitas Al-Washliyah,

X: Pencantuman Label Halal Y: Minat Beli

analisis data korelasi produk moment

pencantuman label halal memberikan pengaruh sebesar 31,1% terhadap minat beli. Ini berarti masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi minat beli mahasiswa,

diantaranya adalah

(49)

Medan) mengerti tidaknya audiens (mahasiswa) terhadap stimulus (kemasan mie instan) dan penerimaan terhadap stimulus (kemasan mie instan) sertafrekuensi.

2

Ady Syahputra,2010, Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Masyarakat Kecamatan Perbaungan Dalam Pembelian Produk Makanan dalam Kemasan

X: Pencantuman Label Halal Y: Minat Beli

Analisis Deskriptif

Dari hasil analisis deskriptif yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa tanggapan dari para responden akan

pernyataan yang ditujukan kepada mereka sangat memuaskan, hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan terhadap produk makanan berlabel halal cukup tinggi.

3

Yayat Supriyadi,

2005,Pengaruh Kebijakan Labelisasi Halal Terhadap Hasil Penjualan Produk Industri Makanan dan Dampaknya Pada Ketahanan Perusahaan

X: Kebijakan Labelisasi halal Y: Penjualan Produk

Analisis Regresi Linier Berganda

Dari hasil penelitian dan analisis terhadap data hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa kebijakan labelisasi halal yang digunakan oleh produk industri makanan sangat berpengaruh secara

(50)

signifikan terhadap hasil penjualan produk industri makanan di Indonesia pada saat ini. Oleh karena itu, dampak kebijakan labelisasi halal tersebut terhadap ketahanan perusahaan yang menggunakan label halal dan telah mendapatkan sertifikasi halal dari pemerintah-pun adalah sangat signifikan.

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dan kerangka berfikir merupakan gambaran tentang hubungan antara variabel yang diteliti, yang tersusun dari teori yang telah dideskriptifkan (sugiyono, 2007:49).

Gambar 2.2.

Kerangka Konseptual Persepsi pedagang

Labelisasi halal produk Pemahaman

pedagang

Tingkat Penolakan

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan adalah jenis penelitian analisis deskriptif karena dalam pelaksanaannya akan menganalisis dan menginterpretasi tentang arti dari data yang diperoleh. Penelitian ini bersifat Deskriptif Kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, menghubungkan variabel satu dengan variabel lain dan dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, dan gambar.

Penelitian ini di susun dengan mencari dan mengumpulkan data yang ada di lapangan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor, unsur-unsur bentuk, dan suatu sifat dari fenomena di masyarakat. Penelitian deskriftif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau hubungan antara fenomena yang diuji.

Penelitian ini tidak bermaksud untuk menguji hipotesis karena penelitian ini bersifat eksploratif. Penelitin ini juga bersifat Kualitatif.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Sebagaimana judul penelitian ini yaitu“Persepsi Pedagang Muslim di Kecamatan Medan Sunggal Terhadap Labelisasi Halal Produk” maka penelitian ini di lakukan kepada masyarakat muslim di kecamatan Medan Sunggal, kota Medan propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini di laksanakan pada bulan Desember 2017 sampai dengan selesai.

(52)

3.3. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat beberapa definisi operasional yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kepentingan Labelisasi Halal Produk(Variabel Y)

Tingkat kepentingan merupakaan kunci dari arahan tindakan yang akan di ambil sebagai keputusan dalam hal-hal tertentu, biasanya kepntingan terbentuk karena adnya faktor-faktor yang mempengaruhi seperti agama, politik, sosial, budaya dan sebagainya. Dalam hal ini faktor analisis kepentingan labelisasi halal pada Produk konsumsi (Variabel y)

b. Persepsi Pedagang Muslim(Variabel X)

Persepsi pedagang muslimterhadap kepentingan labelisasi halal adalah pendapat seseorang dalam memandang pentingnya tingkat kehalalan suatu produk yang mau dikonsumsi dan kesadaran tentang pentingnya melihat halal dalam membeli suatu produk.

3.4. Skala Pengukuran Variabel

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain:

(53)

Sangat setuju = 5

Setuju = 4

Netral = 3

Tidak setuju = 2 Sangat tidak setuju = 1

Instrumen penelitian yang menggunakan skala Likert dapat dibuat dalam bentuk checklist ataupun pilihan ganda.

3.5 Populasi dan Sampel 3.5.1 Populasi

Populasi adalah kumpulan dari semua kemungkinan orang–orang, benda–benda, dan ukuran lain yang menjadi objek perhatian atau kumpulan seluruh objek yang menjadi perhatian. Dengan demikian, maka populasi dalam penelitian ini adalahpedagang Muslim di Kecamatan Medan Sunggal.

Dalam penelitian ini, populasinya tidak diketahui dari sumber resmi.

3.5.2 Sampel

Sampel merupakan bagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti (Sugiyono 2005:110) Sampel dibutuhkan untuk memberikan gambaran tentang keadaan yang sesungguhnya dari kesimpulan data yang diperoleh.

Dalam penelitian ini, tidak ada rumus tertentu untuk mendapatkan angka 50 ini. Angka ini ditetapkan peneliti dengan alasan antara lain :

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun sering kaliseorang arsitek dilibatkan dalam suatu pemecahan permasalahan, tradisi yang biasa dilakukan adalah seorang klien menyodorkan maslah pada seorang

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat dipahami bahwa penggunaan metode Problem Solving dapat membantu untuk meningkatkan berpikir kritis siswa besiswa,

Pemanfaatan Kebijakan Desentralisasi Fiskal Berdasarkan Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2000 Oleh Pemerintah Daerah Untuk Menarik Pajak Daerah dan Retribusi Daerah : Studi Kasus di

Mahasiswa pelajari sradha Sradha dicari sampai ke pura Gemakan dharma dengan berbeda Inilah karya pantun jenaka Kalau hendak mencari dupa Janganlah lupa mencari api Bagaimana

Sebelumdilaksanakannya upacara mepandes terlebih dahulu dilakukan upacara pengekeban atau ngekeb.Ngekebberasal dari kata nyekeb yang berarti meredam unsur-unsur yang

Dari kurva tersebut dapat diperkirakan bahwa waktu kontak optimum berada pada menit ke-100 karena setelah proses adsorpsi berlangsung selama 100 menit penambahan waktu

Tujuan utama dari penerapan Teknologi Augmented Reality dengan metode Marker Based Tracking adalah menghasilkan sebuah aplikasi sederhana, dinamis dan informatif

Alasan peneliti memilih tema indahnya kebersamaan ini di SDN Widorokandang Pati adalah berdasarkan observasi yang peneliti lakukan ditemukan bahwa guru menyajikan