• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KESEHATAN KOTA DENPASAR TAHUN 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROFIL KESEHATAN KOTA DENPASAR TAHUN 2012"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KESEHATAN KOTA DENPASAR

TAHUN 2012

(2)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

VISI Dinas Kesehatan Kota Denpasar adalah ”DENPASAR SEHAT YANG KREATIF, MANDIRI DAN BERKEADILAN”, sedangkan Misi yang ditetapkan Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Denpasar untuk mencapai visi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mengoptimalkan sumber daya kesehatan untuk peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat dan menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik .

2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan.

3. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dan masyarakat madani.

4. Meningkatkan kemandirian masyarakat dalam berprilaku hidup bersih dan sehat.

5. Menggerakkan pembangunan daerah berwawasan kesehatan dan berperan aktif menunjang pelaksanaan pembanagunan kesehatan yang berskala nasional.

Dalam mengimplementasikan Visi dan Misi ini sangat diperlukan adanya program dan kegiatan yang mendukung Visi dan Misi tersebut. Untuk membuat suatu program dan kegiatan yang berkualitas dan menyentuh kebutuhan masyarakat maka data/ gambaran kesehatan Kota Denpasar sangat diperlukan, sehingga setiap tahun terjadi perbaikan/perubahan derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik, Perubahan – perubahan tersenut yang nantinya akan dituangkan dalam profil kesehatan yang akan dijadikan acuan dalam membuat program dan kegiatan selanjutnya, sebagai bahan informasi bidang kesehatan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pada pasal 17 ayat 1 yang menyebutkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pada pasal 168 menyebutkan bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan yang efektif dan efisien memerlukan informasi kesehatan yang dilakukan melalui system informasi dan melalui kerjasama lintas sektor.

Sejak diberlakukannya desentralisasi beberapa peraturan perundang-undangan bidang kesehatan sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan

BAB

I

(3)

2 Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, telah dan terus disusun Peraturan perundangan kesehatan tersebut antara lain : (a) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 574/

Menkes/SK/IV/2000 tentang Kebijakan Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. (b) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1202/Menkes/SK/VII/2003 tentang Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Propinsi Sehat dan Kabupaten Sehat (c) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standard Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

Untuk mengukur keberhasilan pembangunan kesehatan tersebut diperlukan indikator.

Indikator yang dipakai adalah Indikator Kinerja dari Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan yang terdiri atas 26 indikator pelayanan bidang kesehatan . Salah satu sarana yang dapat digunakan untuk menggambarkan hasil atau pencapaian program di bidang kesehatan atau kinerja dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah Profil Kesehatan.

Profil Kesehatan pada intinya berisi berbagai data/informasi yang menggambarkan tingkat pencapaian program pembangunan kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Disamping itu profil juga bermanfaat sebagai bahan untuk perencanaan pembangunan kesehatan di tingkat Kabupaten. Oleh karena itu data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat sangat dibutuhkan dalam mengambil keputusan dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan mengevaluasi pembangunan kesehatan di Kota Denpasar.

Profil kesehatan Kota Denpasar diharapkan dapat dijadikan salah satu media untuk memantau dan mengevaluasi hasil penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Harapan kita Profil Kesehatan Kota Denpasar dapat disusun secara lebih berkualitas yaitu dapat terbit lebih cepat, menyajikan data yang lebih akurat, konsisten dan sesuai kebutuhan.

B. Tujuan

B.1 Tujuan Umum

Tersedianya data/informasi yang akurat, tepat waktu dan sesuai kebutuhan dalam rangka meningkatkan kemampuan manajemen kesehatan secara berhasil guna dan berdayaguna.

B.2 Tujuan Khusus

a. Tersedianya acuan dan bahan rujukan dalam rangka pengumpulan data, pengolahan, analisis serta pengemasan informasi;

b. Tersedianya wadah integrasi berbagai data yang telah dikumpulkan oleh berbagai sistim pencatatan dan pelaporan di unit-unit kesehatan;

(4)

c. Memberikan analisis-analisis yang mendukung penyediaan informasi dalam menyusun alokasi dana/anggaran program kesehatan;

d. Tersedianya bahan untuk penyusunan profil kesehatan tingkat propinsi dan nasional.

C. Isi Ringkasan Profil

Profil kesehatan Kota Denpasar berisi narasi dan gambaran analisis situasi umum dan lingkungan yang mempengaruhi kesehatan, situasi sumber daya, situasi upaya kesehatan, situasi derajat kesehatan dan pembiayaan kesehatan. Disamping narasi juga berisi tabel dan diagram untuk sajian distribusi frekuensi menggambarkan perkembangan/perbandingan pencapaian program.

D. Sistimatika Penyajian Bab I. Pendahuluan

Bab ini secara ringkas menjelaskan maksud dan tujuan disusunnya profil kesehatan Kota Denpasar. Dalam bab ini juga diuraikan secara ringkas pula isi dari Profil Kesehatan Kota Denpasar dan sistimatika penyajian.

Bab II. Gambaran Umum Kota Denpasar

Dalam bab ini diuraikan gambaran secara umum Kota Denpasar yang meliputi keadaan geografi, cuaca, keadaan penduduk, tingkat pendidikan penduduk, keadaan ekonomi, serta perilaku penduduk yang terkait dengan kesehatan.

Bab III. Situasi Derajat Kesehatan

Bab ini berisi uraian tentang berbagai indikator derajat kesehatan yang mencakup tentang angka kematian, angka harapan hidup, angka kesakitan dan status gizi masyarakat Bab IV. Situasi Upaya Kesehatan

Bab ini berisi uraian tentang upaya kesehatan yang tertuang pada tujuan program pembangunan di bidang kesehatan. Gambaran upaya kesehatan yang telah diselenggarakan meliputi pelayanan kesehatan dasar, pencapaian upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit dan upaya perbaikan gizi masyarakat serta gambaran tentang keadaan sumber daya mencakup tentang keadaan sarana/ fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, dan pembiayaan kesehatan.

Bab V. Kinerja Pembangunan Kesehatan.

Bab ini menyajikan kegiatan multi sektor yang dilaksanakan dalam rangka mencapai Kabupaten/Kota Sehat yang dituangkan dalam Indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan.

(5)

4 Bab VI. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan yang disajikan dalam bab ini mencakup tentang keadaan umum maupun pencapaian pembangunan kesehatan dan kinerja pembangunan kesehatan

Saran-saran berisi rekomendasi dalam rangka mengatasi masalah-masalah kesehatan dan masalah-masalah kinerja pembangunan kesehatan yang menonjol.

Lampiran

Pada lampiran dicantumkan seluruh tabel induk yang digunakan dalam penyusunan profil kesehatan Kota Denpasar.

(6)

GAMBARAN UMUM DAN

PERILAKU PENDUDUK KOTA DENPASAR

A. Gambaran Umum A.1 Geografi

Kota Denpasar terletak pada posisi 08035’31” sampai 08044’49” Lintang Selatan dan 115000’23” sampai 115016’27” Bujur Timur. Kota Denpasar merupakan daerah dengan ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Batas wilayah Kota Denpasar di bagian Utara, Selatan dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Badung, sedangkan di bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Gianyar. Peta wilayah Kota Denpasar seperti tampak pada gambar berikut :

Peta Wilayah Kota

Denpasar

Luas Wilayah Kota Denpasar 127,78 km2 atau 2,18% dari luas wilayah Propinsi Bali.

Secara administratif Kota Denpasar terdiri dari 4 Keamatan, 43 desa atau kelurahan dengan 209 dusun. Letak geografis dan luas masing-masing kecamatan seperti pada tabel 2.1 berikut :

Kab. Badung

Kab. Gianyar

Selat Badung

BAB

II

(7)

6 Tabel 2.1

Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Denpasar Tahun 2012

No Kecamatan Letak Geografis Luas

(Km2) Lintang Selatan Bujur Timur

1 Denpasar Utara 08035`31”- 08039`29”

115012`09”- 115014`39” 31,42 2 Denpasar Timur 08035`31”-

08040`36”

115012`29”- 115016`27” 22,31 3 Denpasar

Selatan

08040`00”- 08044`49”

115010`23”- 115015`54” 49,99 4 Denpasar Barat 08036`24”-

08041`59”

115010`23”- 115014`14” 24,06 Denpasar 08035`31”-

08044`49”

115010`23”- 115016`27” 127,78

Penggunaan lahan di Kota Denpasar sebagian kecil dimanfaatkan sebagai lahan sawah irigasi (21,26%), dan sisanya merupakan lahan kering (78,66%) dan lahan lainnya (0,08%). Sementara itu luas kawasan hutan rakyat hanya sebesar 0,59%, yang ditanami Tanaman Hutan Rakyat yang meliputi hutan mangrove yang berfungsi sebagai hutan pencegah abrasi terletak di kawasan Suwung, Benoa dan Serangan.

A.2 Topografi dan Iklim

Topografi Kota Denpasar sebagian besar merupakan dataran rendah yang terbentang dari Selatan ke Utara. Panjang pantai ± 11 Km, berupa perairan laut yang meliputi pantai padang Galak, pantai Sanur, serta pantai Pulau Serangan. Wilayah Kota Denpasar secara umum beriklim laut tropis yang dipengaruhi oleh angin musim.

Sebagai daerah tropis Kota Denpasar memiliki musim kemarau dan musim hujan yang diselingi oleh musim panca roba, dengan curah hujan berkisar antara 1 – 437 mm. Curah hujan yang paling rendah terjadi pada Bulan September yaitu sebesar 1 mm, sedangkan curah hujan yang paling tinggi terjadi pada Bulan Januari sebesar 437 mm.

Suhu maksimum berkisar antara 29,90C – 33,90C dan suhu minimum berkisar antara 22,70C – 25,60C. Temperatur tertinggi terjadi di Bulan Desember dan terendah terjadi pada Bulan September dengan kelembaban udara berkisar antara 73 hingga 82 persen .

(8)

A.3 Pemerintahan

Pemerintahan Kota Denpasar secara adminnistratif terdiri dari 4 kecamatan dan 43 Desa/Kelurahan. Dari 43 Desa/ Kelurahan yang ada 16 buah berstatus Kelurahan dan 27 berstatus Desa. Kecamatan Denpasar Selatan terdiri dari 6 kelurahan dan 4 desa, Denpasar Timur 4 Kelurahan dan 7 Desa, Denpasar Barat 3 Kelurahan dan 8 Desa dan Kecamatan Denpasar Utara 3 Kelurahan dan 8 Desa.

A.4 Kependudukan

Berdasarkan hasil perhitungan geometris berdasarkan proyeksi Sensus Penduduk 2010 yang dibantu oleh BPS Propinsi Bali, pencerminan penduduk Kota Denpasar pada tahun 2012 berjumlah 833.900 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 425.800 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 408.100 jiwa.

Kecamatan Denpasar Barat merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar yaitu 204.042 atau 28,89% dari seluruh penduduk Kota Denpasar, diikuti Denpasar Selatan 202.561 jiwa (28,67%), Denpasar Utara 166.290 jiwa (23,54%) dan Denpasar Timur 133.467 jiwa (18,89%). Bila dilihat kepadatan penduduk Kota Denpasar dibandingkan luas wilayahnya kecamatan Denpasar Barat merupakan wilayah dengan penduduk terpadat 8.480,55/Km2, dan Kecamatan Denpasar Selatan dengan kepadatan terendah yaitu 4052,03/Km2

Sex ratio adalah perbandingan penduduk laki –laki dan penduduk perempuan di suatu wilayah. Sex ratio penduduk Denpasar adalah 103,15 artinya penduduk laki-laki 3,15% lebih banyak dari penduduk perempuan. Laju pertumbuhan penduduk mencapai angka 4,28%. Tingkat kepadatan penduduk adalah 5.410/km2. Sedangkan Umur Harapan Hidup (UHH) penduduk Kota Denpasar tahun 2011 mencapai umur 73.06 tahun.

Penduduk Kota Denpasar bila dirinci menurut golongan umur dan jenis kelamin, dapat dilihat pada piramida berikut:

(9)

8 Grafik 2.2 Distribusi penduduk di Kota Denpasar menurut

golongan Umur tahun 2012

0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75>

Perempuan Laki-Laki

Pada Grafik 2.1 terlihat bahwa jumlah balita adalah sebesar 9% dari seluruh total penduduk dan jumlah usila 3.5% dari seluruh total penduduk, sedangkan persentase balita dan anak anak adalah 13,44% dari seluruh total penduduk Denpasar. Berdasarkan data ini dapat kita lihat bahwa komposisi penduduk usia produktif (dewasa) lebih besar dibandingkan usia non produktif (anak-anak dan usia lanjut).

Indikator penting yang terkait dengan distribusi penduduk menurut umur yang sering digunakan untuk mengetahui produktifitas penduduk adalah ratio beban ketergantungan atau dependency ratio. Ratio beban ketergantungan adalah angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif (umur dibawah 15 tahun dan diatas 65 tahun) dengan banyaknya umur produktif (umur 15-64 tahun).

Ratio beban ketergantungan di Kota Denpasar sebesar 25.95, angka ini menunjukkan setiap 100 orang yang masih produktif akan menanggung 26 orang yang belum/sudah tidak produktif lagi.

(10)

A.5 Sosial Ekonomi

Pertumbuhan perekonomian Kota Denpasar dapat dilihat dari laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang setiap tahunnya mengalami peningkatan.

Nilai PDRB Kota Denpasar tahun 2009 atas dasar harga berlaku sebesar 10,72 triliun rupiah atau meningkat 14% bila dibandingkan dengan tahun 2008. Data sampai dengan tahun 2009 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan PDRB Kota Denpasar mencapai 14 % dan mampu menyumbang 18,62 % terhadap total PDRB Propinsi Bali. Pembentukan PDRB Kota Denpasar sebagian besar (73,69%) ditopang oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor pengangkutan dan sektor jasa-jasa lainnya. Besarnya PDRB perkapita di Kota Denpasar mencapai Rp.

11,80 juta, melebihi rata-rata PDRB Propinsi Bali yang mencapai angka Rp. 9,89 juta.

B. Perilaku Penduduk

B.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Untuk menanggulangi rumah tangga yang rawan terhadap penyakit infeksi dan non infeksi, maka setiap rumah tangga yang ada perlu diberdayakan untuk melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada rumah tangga di Kota Denpasar dalam lima tahun terakhir seperti pada grafik di bawah ini :

(11)

10 Grafik 2.3

Tren persentase Rumah Tangga ber PHBS di Kota Denpasar Tahun 2008 s/d 2012

31.83

59.4

70.05 76.4 72.9

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

2008 2009 2010 2011 2012

Data pada grafik 2.2 di atas menunjukkan bahwa selama tahun lima tahun terakhir jumlah rumah tangga yang ber PHBS sudah cenderung mengalami

peningkatan. Hal ini sudah cukup baik mengingat peran PHBS yang begitu penting dalam membantu menumbuhkan budaya hidup yang baik dibidang kesehatan. Pada Renstra Dinas Kesehatan Kota dicantumkan target rumah tangga ber PHBS untuk tahun 2012 sebesar 77%. Pencapaian Kota Denpasar sebesar 72,9%. Mengingat tahun 2012 persentase rumah tangga yang ber PHBS mengalami sedikit penurunan, maka untuk tahun selanjutnya perlu terus digalakkan upaya untuk meningkatkan cakupan

(12)

rumah tangga ber PHBS dengan meningkatkan pembinaan PHBS di rumah tangga dengan menggerakkan dan memberdayakan keluarga atau anggota rumah tangga untuk hidup bersih dan sehat melalui penyuluhan baik secara individu maupun berkelompok agar setiap orang, kelompok atau keluarga tahu, mau dan mampu menolong diri sendiri di bidang kesehatan.

Bila kita lihat data per puskesmas persentase rumah tangga ber PHBS tertingi di wilayah kerja Puskesmas Denpasar II Barat (87,8%) sedangkan terendah di

Puskesmas I Denpasar Timur ( 60,0%).

B.2 Aktivitas Posyandu

Posyandu merupakan salah satu upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM). Keberadaan posyandu sampai saat ini masih memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya pada golongan balita. Tingkat perkembangan posyandu di Kota Denpasar dalam lima tahun terakhir seperti pada grafik di bawah ini :

Grafik 2.4

Persentase Posyandu di Kota Denpasar Tahun 2008 s/d 2012

0 10 20 30 40 50 60

2008 2009 2010 2011 2012

% Pratama

% Madya

% Purnama

% Mandiri

Sumber : Seksi Prom Kes Bidang Bina Kesmas Dikes Kota Denpasar

(13)

12 Data pada grafik 2.2 di atas menunjukkan bahwa perkembangan posyandu di Kota Denpasar terutama untuk posyandu mandiri mengalami penurunan. Dari 459 posyandu yang ada di Kota Denpasar baru 53,38% merupakan Posyandu Aktif. Lambatnya perkembangan posyandu ke arah posyandu mandiri tidak terlepas dari kurang berperan sertanya masyarakat dalam penyelenggaraan kegiatan posyandu terutama dalam hal dukungan dana untuk operasional kegiatan posyandu. Saat ini dana operasional posyandu sebagian besar berasal dari bantuan pemerintah.

B.3 Penyuluhan Kesehatan.

Penyuluhan kesehatan merupakan upaya untuk memberikan pemahaman, penyebaran informasi tentang masalah kesehatan dan solusi pemecahan masalah kesehatan kepada masyarakat agar berperilaku atau mengubah perilaku ke arah yang dapat menunjang kesehatannya. Cakupan penyuluhan di Kota Denpasar tahun 2012 sebanyak 5.884 kali penyuluhan yang meliputi penyuluhan kelompok sebanyak 5.758 kali dan penyuluhan massa sebanyak 86 kali.

C. Keadaan Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu variabel yang perlu mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat. Bersama dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat (Profil Kesehatan Indonesia, 2012).

Kondisi lingkungan di Kota Denpasar sangat dipengaruhi oleh perilaku hidup manusia dalam menata rumah dan alam sekitarnya. Pada tahun 2011 melakukan pemeriksaan terhadap 49.306 rumah (37,7%) dari 130.793 rumah yang ada di Kota Denpasar. Jumlah Rumah yang termasuk dalam kategori sehat sebanyak 48.512 rumah (98.2%). Cakupan rumah sehat menurut kecamatan seperti pada grafik di bawah ini :

Grafik 2.5

Persentase Rumah Sehat di Kota Denpasar Tahun 2008 s/d 2012

(14)

90.59

95.31 95.11

98.2

96.4

86 88 90 92 94 96 98 100

2008 2009 2010 2011 2012

Sumber seksi PLP dan Kualitas air bidang bina PL Dikes Kota Denpasar

Data pada grafik 4.43 di atas menunjukkan bahwa cakupan rumah sehat di Kota Denpasar selama 5 tahun terakhir sudah diatas target Renstra Dikes Kota Denpasar Tahun 2012 sebesar 85%.

Ada beberapa hal yang mempengaruhi keadaan lingkungan di Kota Denpasar, dan kegiatan yang telah dilakukan antara lain:

C.1 Air Bersih

Cakupan keluarga yang memiliki akses air bersih di Kota Denpasar pada tahun 2012 mencapai 100%. Dengan adanya seluruh masyarakat yang sudah bisa mengakses air bersih di Kota Denpasar, diharapkan penyakit-penyakit menular melalui air (water borne desease) dapat dicegah atau sedapat mungkin diturunkan kasusnya.

C.2 Jamban

Kepemilikan jamban bagi keluarga merupakan sesuatu yang vital karena dengan adanya jamban di masing-masing rumah tangga berbagai penyakit yang penularannya melalui kotoran manusia seperti kecacingan, diare dan sebagainya dapat dicegah sedini mungkin. Pada dasarnya seluruh KK yang ada di Kota Denpasar sudah memiliki jamban, namun yang termasuk dalam kategori jamban sehat mencapai 96,6% atau dari 100.497 KK yang memiliki jamban, yang berada dalam kategori sehat sebanyak 97.046 KK.

(15)

14 C.3 Tempat Sampah dan Pengelolaan Air Limbah

Tempat sampah dan pengeloaan air limbah di tingkat rumah tangga merupakan faktor yang ikut berperan penting dalam menciptakan suatu lingkungan yang sehat di tingkatan yang paling bawah. Data yang ada menunjukkan bahwa seluruh KK di Kota Denpasar sudah memiliki tempat sampah dan pengelolaan air limbah. Tempat sampah yang termasuk dalam kategori sehat berkisar 95.9%, sedangkan pengelolaan air limbah yang termasuk dalam kategori sehat sebesar 94,9%.

C.4 Tempat Umum Pengelolaan Makanan (TUPM)

Pemeriksaan terhadap tempat-tempat umum dan tempat umum pengelolaan makanan (TUPM) secara berkala meliputi hotel, restoran/rumah makan, pasar serta TUPM lainnya. Pemeriksaan bertujuan untuk menjamin agar tetap terjaganya kesehatan lingkungan di tempat-tempat yang bersangkutan dan lingkungan sekitarnya. Data pada tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah hotel di Kota Denpasar sebanyak 230 buah, pasar 57 buah, restoran/rumah makan sebanyak 411 buah dan TUPM lainnya sebanyak 4.224 buah.

Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada hotel mencakup 203 buah hotel (88,3%) dari 230 buah hotel yang ada. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sebagian besar (99,51%) termasuk dalam kategori sehat. Sedangkan cakupan pemeriksaan pada Tempat umum pengelolaan makanan (TUPM) yang meliputi restoran/rumah makan, pasar dan tempat umum pengelolaan makanan lainnya mencapai 3.856 buah (91,306%) dari 4224 TUPM yang ada. Hasil pemeriksaan menunjukkan TUPM yang termasuk dalam kategori sehat sebanyak 3.574 buah (92,69%) dari seluruh TUPM yang diperiksa.

Disamping pemeriksaan terhadap TUPM tersebut juga dilaksanakan pembinaan terhadap institusi meliputi sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana ibadah dan perkantoran.

Pembinaan pada sarana kesehatan yang meliputi sarana puskesmas, puskesmas pembantu beserta jejaringnya sudah dilaksanakan secara rutin (100%). Pembinaan pada sarana pendidikan mencakup 365 buah sarana pendidikan (96,6%) dari 378 buah sarana pendidikan yang ada, pembinaan pada sarana ibadah mencakup 120 buah tempat ibadah (69,8%) dari 172 sarana ibadah yang ada.

Dalam rangka pencegahan terhadap DBD, di Kota Denpasar telah dilakukan pengamatan jentik secara berkala. Pemeriksaan dilakukan pada 191.602 rumah/bangunan dari 191.602 rumah/bangunan yang ada (100%). Hasilnya menunjukkan bahwa yang termasuk dalam kategori rumah/bangunan bebas jentik sebanyak 184.632

(16)

rumah/bangunan (96,36%). Sedangkan sisanya 4,54% dalam kategori tidak bebas jentik yang dikhawatirkan dapat menimbulkan KLB Demam Berdarah Dengue di Kota Denpasar. Kondisi lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan banyak barang tidak terpakai berserakan dapat mengakibatkan genangan air terutama pada musim hujan. Genangan air ini dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk penyebar penyakit seperti DBD. Untuk itu perlu upaya yang lebih keras lagi dari petugas maupun seluruh komponen masyarakat agar seluruh rumah/bangunan yang ada bebas dari jentik.

Cakupan rumah/bangunan bebas jentik menurut kecamatan di Kota Denpasar seperti pada grafik berikut :

Grafik 2.6

Persentase Rumah Bebas Jentik berdasarkan kecamatan Di Kota Denpasar Tahun 2011

96.6 96.6

96.2

96

95.6 95.8 96 96.2 96.4 96.6

Den Ut Den Tim Den Sel Den Bar

Sumber Seksi P2B2 Bidang P2P Dikes Kota Denpasar

Data pada grafik 4.44 di atas menunjukkan bahwa rumah/bangunan bebas jentik tertinggi berada di Kecamatan Denpasar Timur dan Kecamatan Denpasar Utara, disusul Kecamatan Denpasar Selatan dan Kecamatan Denpasar Barat

Secara umum cakupan angka bebas jentik di Kota Denpasar sudah mencapai 96,36%. Cakupan ini sudah melampaui target yang ditetapkan yaitu sebesar 95%.

(17)

16

SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan, seperti kondisi morbiditas, mortalitas dan status Gizi. Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh multi faktor. Fator kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan sangat menentukan derajat kesehatan masyarakat. Faktor lain diluar kesehatan yang tak kalah penting berperan dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat adalah keadaan social ekonomi, pendidikan, lingkungan social, keturunan dan factor lainnya (Depkes, 2010). Pada bagian ini derajat kesehatan masyarakat Kota Denpasar akan digambarkan melalui Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka morbiditas beberapa penyakit yang ada di Kota Denpasar.

A. Mortalitas

Angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat tertentu dikenal dengan mortalitas (Depkes, 2010). Mortalitas selain dapat menggambarkan keadaan dan derajat kesehatan masyarakat suatu wilayah dapat juga digunakan sebagai dasar perencanaan di bidang kesehatan. Tingkat kematian secara umum sangat berhubungan erat dengan tingkat kesakitan. Sebab-sebab kematian ada yang dapat diketahui secara langsung dan tidak langsung. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitas dan morbiditas adalah sosial ekonomi, pendapatan perkapita, pendidikan, perilaku hidup sehat, lingkungan, upaya kesehatan dan fertilitas.

A.1 Angka Kematian Bayi (AKB)

Jumlah kematian penduduk yang berusia di bawah satu tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun tertentu disuatu daerah disebut Angka Kematian Bayi (AKB). AKB merupakan indikator yang sangat berguna untuk mengetahui status kesehatan anak khususnya bayi dan dapat mencerminkan tingkat kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan secara umum, status kesehatan penduduk secara keseluruhan serta tingkat perkembangan sosial ekonomi masyarakat.

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi AKB secara umum adalah tingkat kesakitan dan status gizi, kesehatan ibu waktu hamil dan proses penanganan persalinan.

Gangguan perinatal merupakan salah satu dari sekian faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan ibu selama hamil yang mempengaruhi perkembangan fungsi dan organ janin.

Angka Kematian Bayi (AKB) di Kota Denpasar dalam lima tahun terakhir seperti pada grafik di bawah ini.

BAB

III

(18)

Grafik 3.1

Angka Kematian Bayi (AKB) di Kota Denpasar Tahun 2007 s/d 2012

8.6

11.01 11.3

3.8

1.8 0.7

0 2 4 6 8 10 12

AKB/1000KH 8.6 11.01 11.3 3.8 1.8 0.7

Tahun 2007

Tahun 2008

Tahun 2009

Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

Sumber: Seksi Keluarga Bidang Bina Kesehatan Masyarakat Dikes Kota Dps

Data pada grafik 4.1 di atas menunjukkan bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) di Kota Denpasar dalam tiga tahun terakhir cenderung mengalami penurunan, hal ini tidak terlepas dari pemerataan pelayanan kesehatan berikut fasilitasnya, meningkatnya pendapatan masyarakat serta perbaikan gizi yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit.

AKB di tingkat Kecamatan tahun 2012 seperti pada grafik di bawah ini .

0 0.5 1 1.5

AKB/1000 KH

Grafik 3.2

Angka Kematian Bayi (AKB) Menurut Jenis Kelamin di Tingkat Kecamatan Tahun 2012

Laki-laki 1.5 0.6 0.5 0.35 0.7

Perempuan 1.5 0 1.1 0.35 0.7

Total 1.5 0.3 0.78 0.35 0.7

Denut Dentim Densel Denbar Kota Dps

(19)

18

Sumber: Seksi Keluarga Bidang Bina Kesehatan Masyarakat Dikes Kota Dps

Gambar diatas menunjukkan angka kematian di Kota Denpasar seimbang antara laki-laki dan perempuan. Bila dilihat berdasarkan kecamatan anka kematian bayi perempuan di kecamatan Denpasar Selatan lebih tinggi daripada angka kematian bayi laki-laki. Angka Kematian Bayi pada tahun 2012 tertinggi di Kecamatan Denpasar Utara dan terendah di Kecamatan Denpasar Timur. Kematian bayi di Kota Denpasar disebabkan karena BBLR 7 orang (58,33

%), asfiksia satu orang (8,3 %), Pneumonia satu orang (8,3 %), infeksi dua orang (16,7%) dan kelainan kongenital satu orang (8,3%). Upaya-upaya yang telah dilakukan untuk menanggulangi kematian pada bayi meliputi imunisasi TT pada ibu hamil, persalinan yang bersih, perawatan mata, ASI dini dan eksklusif dan pemberian antibiotika untuk penyebab kematian karena infeksi. Kemudian untuk penyebab kematian karena asfiksia dan trauma kelahiran dilakukan upaya berupa resusitasi dan penghangatan. Sedangkan untuk mencegah kematian bayi karena kelainan kongenital dilakukan upaya yang meliputi terapi spilis bagi WUS penderita spilis dan suplementasi Folat pada ibu hamil.

Renstra Dinas Kesehatan Kota Denpasar mencantumkan target kematian bayi 24 per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi di Kota Denpasar (0,7/1000 Kelahiran Hidup) sudah dibawah target dan ini menunjukan bahwa pelayanan kesehatan bagi bayi di Kota Denpasar sudah cukup baik karena petugas dan sarana kesehatan sudah menjangkau seluruh wilayah desa/kelurahan yang ada di Kota Denpasar.

1. Angka Kematian Balita (AKABA)

AKABA adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun dan dinyatakan per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian balita dihitung dengan menjumlahkan kematian bayi dengan kematian balita. Berdasarkan pedoman MDGs disebutkan bahwa nilai normatif >140 tinggi, 71-140 tinggi, 20-40 sedang dan <20 rendah. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak-anak dan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi, penyakit infeksi dan kecelakaan. Angka Kematian Balita (AKABA) di Kota Denpasar seperti pada grafik di bawah ini :

(20)

Grafik 3.3

Angka Kematian Balita (AKABA) per 1000 KH Menurut Kecamatan TH 2011

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

Den Ut Den Tim Den Sel Den Bar Kota Dps

laki-laki Permpuan Total

Sumber: Seksi Keluarga Bidang Bina Kesehatan Masyarakat Dikes Kota Dps

Pola grafik kematian Balita di Kota Denpasar tidak jauh berbeda dengan kematian bayi karena pada tahun 2012 tidak ada kematian anak balita (anak usia 11-59 bulan ) di Kota Denpasar.

Grafik 3.4

Angka Kematian Balita (AKABA) per 1000 KH Di Kota Denpasar Th 2008 sampai dengan Th 2012

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

2008 2009 2010 2011 2012

AKABA/1000 KH

Sumber: Seksi Keluarga Bidang Bina Kesehatan Masyarakat Dikes Kota Denpasar

Secara Nasional ditetapkan AKABA sebesar 40/1000 KH. Pada tahun 2012 terdapat 12 kematian balita (12 kematian bayi dan tidak ada kematian anak balita). Bila kita lihat pencapaian Kota Denpasar pada tahun 2012 yaitu sebesar 0,7/1000 KH, maka sudah lebih rendah dari target nasional. Rendahnya angka kematian balita (AKABA) di Kota

(21)

20 Denpasar disebabkan karena baiknya gizi balita, rendahnya faktor risiko yang mengakibatkan kematian bagi balita, perilaku orang tua dalam pemberian gizi anak cukup baik serta peranan dari petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.

A.3 Angka Kematian Ibu Maternal (AKI)

Angka kematian ibu (AKI) adalah banyaknya wanita yang meninggal pada tahun tertentu dengan penyabab kematian yang terkait gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup. Indikator ini secara langsung digunakan untuk memonitor kematian terkait kehamilan.

Angka Kematian Ibu Maternal berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi, kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, waktu melahirkan dan masa nifas.

Keberhasilan pembangunan sektor kesehatan senantiasa menggunakan indikator AKB dan AKI sebagai indikator utamanya.

Angka kematian ibu maternal di Kota Denpasar dalam lima tahun terakhir sebagaimana terlihat pada grafik di bawah ini :

Grafik 3.5

Angka Kematian Ibu Maternal Di Kota Denpasar Tahun 2008 s/d 2012

42

25.36 24.91

46

59.7

0 10 20 30 40 50 60 70

2008 2009 2010 2011 2012

AKI per 100000 KH

Pada grafik diatas terlihat dalam tiga tahun terakhir angka kematian ibu di Kota denpasar cenderung mengalami peningkatan. Angka Kematian Ibu Maternal di Kota

(22)

Denpasar tahun 2012 (59,7 per 100.000 KH) sudah lebih rendah dari target Rensra Dinas Kesehatan Kota Denpasar tahun 2012 (72 per 100.000 KH). Selama tahun 2012 di Kota Denpasar terjadi 10 kematian ibu yang terdiri dari 5 kematian ibu hamil, 2 orang ibu bersalin dan 3 orang ibu nifas. Bila kita lihat seluruh ibu hamil meninggal di fasilitas kesehatan (Rumah Sakit). Lima puluh persen kematian ibu di Kota Denpasar disebabkan oleh penyakit Non Obstertri seperti HIV/Aids, jantung, ginjal dan penyakit penyerta lainnya yang memperberat suatu kehamilan.

Upaya yang sudah dilakukan selain rutin melaksanakan Audit Maternal Perinatal (AMP) untuk mengetahui akar permasalahan penyebab kematian juga sudah dilaksanakan pembelajaran kasus yang mengakibatkan kematian ibu tersebut. Strategi kedepannya yang akan diambil untuk mengatasi hal ini adalah selain melibatkan lintas sektor dan lintas program agar ikut bersama – sama memantau ibu hamil, melahirkan dan masa setelah melahirkan dengan gerakan sayang ibu di harapkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi di Kota Denpasar dapat di tekan.

Di Tingkat Kecamatan yang ada di Kota Denpasar, Angka Kematian Ibu terdistribusi di 4 kecamatan seperti terlihat pada grafik di bawah ini :

Grafik 3.6

Angka Kematian Ibu per 100.000 KH berdasarkan Kecamatan di Kota Denpasar Tahun 2012

50.5

60.33

78.74

53

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Den Ut Den Tim Den Sel Den Bar

Sumber: Seksi Keluarga Bidang Bina Kesehatan Masyarakat Dikes Kota Denpasar

Data pada grafik 2.5 di atas menunjukkan bahwa kematian maternal tertinggi di kecamatan Denpasar Selatan. Bila dilihat kelompok umurnya kematian ibu hamil tertinggi pada kelompok umur 20-34 tahun.

Secara umum Angka Kematian Ibu di Kota Denpasar pada tahun 2012 masih dibawah target Nasional (125 per 100.000 KH) maupun target tingkat Propinsi Bali (100 per 100.000

(23)

22 KH), dan bila dibandingkan dengan target Renstra Dinas Kesehatan Kota Denpasar (72 per 100.000 KH), maka AKI per 100.000 Kelahiran Hidup di Kota Denpasar masih berada di bawah target yang telah ditetapkan. Ini menunjukkan bahwa kwalitas pelayanan kesehatan pada ibu hamil di Kota Denpasar sudah cukup baik. Disamping itu pula akses terhadap sarana pelayanan sangat mudah karena penyebarannya hampir merata di wilayah seluruh Kota Denpasar.

A.4 Umur Harapan Hidup (UHH)

Derajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat juga dapat dilihat dari nilai Umur Harapan Hidup (UHH). UHH juga merupakan indikator Indeks keberhasilan Pembangunan Manusia. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari peningkatan UHH.

Umur Harapan Hidup penduduk Kota Denpasar tahun 2011 berdasarkan data BPS sebesar 73,06 tahun. Angka ini lebih tinggi dari UHH Propinsi Bali oleh BPS sebesar 69,65 tahun untuk semua jenis kelamin dan lebih tinggi dari proyeksi UHH nasional tahun 2007 yang tertulis dalam Profil Kesehatan Indonesia yaitu sebesar 68,7 tahun.

B. Morbiditas

Angka kesakitan baik insiden maupun prevalen dari suatu penyakit disebut morbiditas.

Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi pada kurun waktu tertentu dan berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan masyarakat.

B.1 Penyakit Menular a. TB Paru

Penyakit TB Paru merupakan penyakit re emerging masih terus ditemukan di Provinsi Bali. Secara nasional TB Paru merupakan penyakit tropis yang sangat erat kaitannya dengan kemiskinan. TB Paru merupakan penyakit yang masih tinggi angka kejadiannya bahkan merupakan yang tertinggi ketiga di dunia. MDGs menetapkan penyakit TB Paru sebagai salah satu target penyakit yang harus diturunkan selain HIV AIDS dan Malaria.

Hasil pengobatan penderita TB Paru dipakai indikator succses rate, dimana indikator ini dapat dievaluasi setahun kemudian setelah penderita ditemukan dan diobati. Sukses rate akan meningkat bila pasien TB Paru dapat menyelesaikan pengobatan dengan baik tanpa atau dengan pemeriksaan dahak. Pada tahun 2012 angka sukses rate sebesar 85,6%

(24)

Gambaran penyakit TB Paru di Kota Denpasar seperti terlihat pada grafik dibawah ini :

Grafik 3.7

Succes Rate TB di Kota Denpasar tahun 2008 s/d 2012

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

2008 2009 2010 2011 2012

Sucses Rate TB

Sumber seksi P2ML Bidang Bina P2P Dikes Kota Denpasar

Data pada grafik 4.7 di atas menunjukkan bahwa secara signifikan terjadi peningkatan sucses rate kasus TB Paru di Kota Denpasar dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Prevalensi TB Paru pada tahun 2012 sebesar 66 per 100.000 penduduk, dengan jumlah kematian akibat TB Paru sebesar 4,1 per 100.000 penduduk. Angka penemuan kasus TB Paru sebesar 98,02. Peningkatan angka penemuan ini disebabkan karena semakin ditingkatkannya jangkauan pelayanan yang mengacu pada manajemen DOTS baik dari puskesmas, RS Pemerintah, RS Swasta maupun praktisi swasta sehingga semakin banyak kasus yang bisa terdeteksi di masyarakat.

Upaya yang perlu dilakukan untuk menurunkan Case Rate dan meningkatkan Success Rate adalah dengan cara meningkatkan sosialisasi penanggulangan TB Paru dengan manajemen DOTS melalui jejaring internal maupun eksternal rumah sakit serta sektor terkait lainnya. Disamping meningkatkan jangkauan pelayanan, upaya yang tidak kalah penting dan perlu dilakukan dalam rangka penanggulangan penyakit TB Paru adalah meningkatkan kesehatan lingkungan serta perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat. Kasus TB Paru sangat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk dan kemiskinan,

(25)

24 karena penularan TB Paru adalah melalui kontak langsung langsung dengan penderita.

Status gizi juga mempengaruhi kasus TB Paru terutama angka kesembuhannya, dengan status gizi yang baik penderita TB Paru akan lebih cepat pulih.

b. Pneumonia

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang pernapasan mulai dari hidung hingga alveoli. Penyakit ISPA yang menjadi masalah dan masuk dalam program penanggulangan penyakit adalah pneumonia karena merupakan salah satu penyebab kematian anak. Pneumonia adalah infeksi akut yang menyerang jaringan paru (alveoli). Infeksi ini bisa disebabkan oleh bakteri, jamur, virus atau kecelakaan karena menghirup cairan atau bahan kimia. Populasi rentan yang terserang pneumonia adalah anak umur < 2 tahun. Penemuan dan tatalaksana kasus adalah salah satu kegiatan program penanggulangan.

Jumlah kasus pneumonia pada balita yang dilaporkan berobat di sarana pelayanan kesehatan baik di Puskesmas maupun RSU dalam lima tahun terakhir di Kota Denpasar seperti terlihat pada grafik di bawah ini :

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Persentase

Grafik 3.8

Prevalensi Kasus Pneumonia Pada Balita Di Kota Denpasar Tahun 2008 s/d 2012

% Kasus 3.77 2.3 3.01 8.2 16.8

Tahun 2008

Tahun 2009

Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

Penderita pneumonia yang ditemukan dan ditangani di Kota Denpasar sudah terlihat cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012 ditemukan 16,8% dari jumlah perkiraan penderita sebesar 8.355 orang. Perlu diterus ditingkatkan upaya penemuan penderita penemonia terutama pada Balita sehingga segera dapat ditangani. Pneumonia pada balita lebih banyak disebabkan karena faktor seperti kurang gizi, status imunisasi yang tidak lengkap, terlalu sering membedung anak, kurang diberikan ASI, riwayat penyakit kronis pada

(26)

orang tua bayi/balita, sanitasi lingkungan tempat tinggal yang kurang memenuhi syarat kesehatan, orang tua perokok dan lain sebagainya. Upaya yang telah dilakukan untuk menanggulangi kasus pneumonia pada bayi/balita adalah menghilangkan faktor penyebab itu sendiri melalui peningkatan status gizi bayi/balita, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), peningkatan sanitasi lingkungan tempat tinggal serta peningkatan status imunisasi bayi/balita.

c. Aquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)

HIV/AIDs merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus yang menyerang system kekebalan tubuh penderitanya sehingga penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah terinfeksi berbagai macam penyakit yang lain.

Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dahulu dinyatakan sebagai HIV positif. HIV positif dapat diketahui dengan 3 cara yaitu VCT, sero survey dan survey terpadu biologis dan perilaku (STBP). Di Kota Denpasar terdapat 3 Puskesmas dengan layanan VCT yaitu Puskesmas I Denpasar Selatan, Puskesmas III Denpasar Utara dan Puskesmas I Denpasar Timur.

Penyebaran HIV-AIDS tidak mengenal batas daerah maupun wilayah. Perkembangan kasus AIDS dan infeksi HIV yang dilaporkan di Kota Denpasar dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, seperti terlihat pada grafik dibawah ini:

0 100 200 300 400

Kasus

Grafik 3.9

Jumlah Kasus Baru HIV-AIDS Di Kota Denpasar Tahun 2008 s/d 2012

HIV 192 112 6 221 294

AIDS 134 172 170 221 310

Tahun 2008

Tahun 2009

Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

Data pada grafik 4.9 di atas menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir jumlah kasus baru HIV-AIDS meningkat secara signifikan. Pada tahun 2010

(27)

26 tercatat kasus baru HIV-AIDS sebanyak 316 kasus, terdiri dari 6 kasus HIV dan 170 kasus AIDS. Pada tahun 2011 ditemukan 221 kasus HIV baru. Pada tahun 2012 jumlah penderita HIV yang ditemukan meningkat menjadi 294 orang (119 penderita laki-laki dan 175 perempuan) dan AIDS sebanyak 310 orang (208 penderita laki-laki dan 102 penderita perempuan). Selama tahun 2012 ditemukan 12 kematian akibat AIDS (10 laki-laki dan 2 perempuan). Penularan kasus HIV-AIDS dominan melalui hubungan seks, jarum suntik yang tercemar HIV, ibu hamil yang HIV+. Situasi kasus HIV-AIDS menurut kelompok resiko di Kota Denpasar sebagian besar terdapat pada kelompok heterosex (57,53%) kemudian disusul IDU (30,97%), Homo/Biseksual (6,10%), tidak diketahui (4,12) dan perinatal (1,28%). Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi penyebaran kasus HIV-AIDS di Kota Denpasar. Salah satunya adalah melakukan skrining terhadap pendonor darah. Pada tahun 2012 Unit Tranfusi Darah (UTD) PMI Cabang Kota Denpasar yang berkedudukan di RSUD Wangaya telah melakukan skrining terhadap 4.279 pendonor darah. Dari jumlah tersebut sebanyak 11 sampel darah (0,26%) positif terinfeksi HIV-AIDS.

Disamping itu juga Dinas Kesehatan Kota Denpasar bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Denpasar secara aktif melaksanakan penyuluhan/KIE ke tempat-tempat kerja/perusahaan terutama yang termasuk dalam kategori resiko tinggi seperti panti-panti pijat. Tujuan penyuluhan atau KIE tersebut adalah agar kelompok berisiko tersebut mau datang ke Klinik VCT untuk memeriksakan diri secara berkala.

d. Infeksi Menular Seksual (IMS)

IMS merupakan jenis penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan sexual dengan orang yang mengidap IMS. Gambaran kasus IMS di Kota Denpasar dalam lima tahun terakhir seperti pada grafik di bawah ini :

(28)

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

Kasus

Grafik 3.10

Jumlah Kasus IMS Di Kota Denpasar Tahun 2008 s/d 2012

Jml. Kasus 2824 4558 3332 1931 5872

2008 2009 2010 2011 2012

Jumlah kasus IMS yang ditemukan pada tahun 2012 sebanyak 5.872 kasus.

Tingginya penemuan kasus IMS tidak terlepas dari keberadaan klinik VCT di Puskesmas dan sudah meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri ke layanan kesehatan ketika mengalami keluhan IMS. Penyakit IMS merupakan masalah kesehatan yang cukup penting karena IMS merupakan salah satu pencetus timbulnya kasus HIV- AIDS di masyarakat. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap cukup tingginya kasus IMS di Kota Denpasar disebabkan karena meningkatnya jangkauan pelayanan terhadap penyakit menular sexual sehingga semakin banyak penderita yang terjaring, diobati dan dilaporkan. Sebaran kasus IMS pada tahun 2012 di wilayah Kota Denpasar sebagaimana tampak pada grafik berikut :

(29)

28 0

20 40 60 80 100

Persentase

Grafik 4.11

Sebaran Kasus IMS Di Tingkat Kecamatan Tahun 2010 s/d 2012

% kasus 2010 16.6 0.66 55.3 2.01

% kasus 2011 12.1 3.2 81.7 3.1

% Tahun 2012 22 10 61 7

Kec.

Denut

Kec.

Dentim

Kec.

Densel

Kec.

Denbar

Grafik 4.11 di atas menunjukkan bahwa secara umum kasus IMS di masing-masing kecamatan mengalami peningkatan.Peningkatan jumlah kasus IMS di kecamatan tersebut tidak terlepas dari perilaku seksual masyarakat yang menyimpang dan juga karena mobilitas penduduk serta perkembangan pariwisata di Kota Denpasar. Upaya yang dilakukan untuk mencegah dan mengurangi penularan penyakit menular seksual (PMS), termasuk dampak sosialnya, maka Pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas Kesehatan Kota Denpasar telah melakukan Sero Survey yang kegiatannya meliputi: (1) Pemeriksaan darah sero dan sentinel surveilans IMS dan HIV/AIDS, (2) Penyuluhan/KIE kepada masyarakat umum, anak sekolah/remaja maupun kelompok resiko tinggi, (3) Penemuan dan Pengobatan, dan (4) Monitoring ke Puskesmas.

e. Diare

Diare dapat didefinisikan sebagai kejadian buang air besar berair lebih dari tiga kali namun tidak berdarah dalam 24 jam, bila disertai dengan darah disebut disentri. CFR diare secara nasional adalah 2,48% sedangkan di Kota Denpasar CFR nya 0.

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan di Kota Denpasar, karena IR nya cukup tinggi. Penyakit gastroenteritis lain seperti diare berdarah dan tifus perut klinis juga termasuk ke dalam sepuluh besar penyakit baik di Puskesmas maupun catatan rawat inap di rumah sakit. Meskipun jumlah kasus diare cukup tinggi, namun angka kematiannya relative rendah. Serangan penyakit yang bersifat akut mendorong penderitanya untuk segera mencari

(30)

pengobatan ke pelayanan kesehatan. Dalam perjalanan alamiahnya sebagian besar penderita sembuh sempurna.

Angka kesakitan akibat diare yang dilaporkan dari sarana pelayanan kesehatan dalam lima tahun terakhir seperti pada grafik di bawah ini :

Grafik 4.16

Jumlah Kasus Diare Di Kota Denpasar Tahun 2008 s/d 2012

0 5000 10000 15000 20000 25000

Ju ml

ah

Ka su

s

Kasus 15361 7787 11721 11493 21552

Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012

Pada tahun 2012 terdapat 21.552 penderita diare yang ditemukan dan ditangani atau sebesar 7,4% dari jumlah perkiraan kasus yang ada. Gejala diare yang terkesan ringan dan dapat diobati sendiri oleh penderitanya menyebabkan penderita enggan mendatangi sarana pelayanan kesehatan.

Penanggulangan diare dititikberatkan pada penanganan penderita untuk mencegah kematian dan promosi kesehatan tentang hiegyne sanitasi dan makanan untuk mencegah LB. Upaya yang dilakukan oleh jajaran kesehatan baik oleh puskesmas maupun dinas kesehatan adalah meningkatkan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat, kaporitisasi air minum dan peningkatan sanitasi lingkungan.

f. Malaria

Angka kesakitan malaria untuk Jawa dan Bali diukur dengan Annual Parasite Rate Incidence (API). Pada tahun 2012 tidak terdapat kasus penyakit malaria positif dari hasil pemeriksan secara klinis terhadap 226 sampel darah di Kota Denpasar. Penyakit malaria bukan merupakan penyakit endemis tetapi merupakan kasus-kasus import dari penduduk yang berasal dari daerah endemis malaria atau orang Bali khususnya yang berasal dari Kota Denpasar yang pernah tinggal di daerah endemis malaria seperti NTT, Maluku dan Papua.

(31)

30 g. Kusta

Kusta adalah penyakit kulit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium leprae.

Bila penyakit kusta tidak ditangani maka dapat menjadi progresif menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, mata dan anggota gerak. Strategi global WHO menetapkan indicator eliminasi kusta adalah angka penemuan penderita/ new case detection rate (NCDR). Dengan NCDR 0,1 per 10.000 penduduk berarti Denpasar sudah dapat dikatagorikan sebagai daerah rendah kusta dengan mengacu pada indicator pusat bahwa daerah dengan NCDR 0,50 per 10.000 penduduk sudah dapat dikatakan sebagai daerah rendah kusta.

Gambaran Penyakit kusta dalam lima tahun terakhir seperti pada grafik di bawah ini : Grafik 3.17

Kasus Penyakit Kusta Di Kota Denpasar Tahun 2008 s/d 2012

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25

Kasus

Kasus/10.000 pddk 0.07 0.01 0.07 0.1 0.2

Tahun 2008

Tahun 2009

Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

Keberhasilan penanganan kasus kusta di Kota Denpasar tidak terlepas dari upaya intensif dari dinas kesehatan, puskesmas dan jajarannya serta adanya kemauan penderita untuk sembuh dari penyakit kusta. Kasus kusta sampai dengan tahun 2012 di Kota Denpasar sudah bisa ditekan menjadi < 1 per 10.000 penduduk.

Indikator yang dipakai dalam menilai keberhasilan program kusta adalah angka proporsi cacat tingkat II (cacat yang dapat dilihat oleh mata). Angka ini dapat dipakai untuk menilai kinerja petugas, bila angka proporsi kecacatan tingkat II tinggi berarti terjadi keterlambatan penemuan penderita akibat rendahnya kinerja petugas dan rendahnya pengetahuan masyarakat tentang tanda/gejala penyakit kusta. Di Kota Denpasar Cacat tingkat II tidak diketemukan, ini berarti kinerja petugas cukup baik.

Indikator lain yang dipakai menilai keberhasilan program adalah adanya penderita anak diantara kasus baru, yang mengindikasikan bahwa masih terjadi penularan kasus di

(32)

masyarakat. Proporsi kasus anak di Kota Denpasar sebesar 0%. Dalam lima tahun terakhir prevalensi kusta tidak mengalami penurunan yang signifikan, akan tetapi masih berada pada posisi eliminasi kusta.

B.2 Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

Untuk mencegah supaya tidak terjadi kasus penyakit ada beberapa langkah yang dapat dilakukan. Salah satunya adalah dengan imunisasi. Beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi antara lain:

a. Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum (TN) disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang masuk ke tubuh melalui luka. Penyakit ini dapat menginfeksi bayi baru lahir apabila pemotongan tali pusat tidak dilakukan dengan steril. Pada tahun 2012 di kota Denpasar tidak ditemukan kejadian tetanus neonatorum.

b. Poliomyelitis dan Acute Flaccid Paralysis (AFP)/ Lumpuh Layuh Akut

Penyakit poliomyelitis merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Penyebab penyakit tersebut adalah virus polio yang menyerang system syaraf hingga penderita mengalami kelumpuhan. Kelompok umur 0-3 tahun merupakan kelompok umur yang paling sering diserang penyakit ini, dengan gejala demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher dan sakit di tungkai dan lengan.

AFP merupakan kondisi abnormal ketika seseorang mengalami penurunan kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas dan kemudian berakhir dengan kelumpuhan. Ditjen PP&PL Kementrian Kesehatan RI menetapkan indicator surveilans AFP yaitu ditemukannya Non Polio AFP Rate minimal sebesar 2/100.000 anak usia < 15 tahun. Hasil surveilens aktif pada tahun 2008 s/d 2012 di Kota Denpasar seperti pada grafik di bawah ini :

Grafik 3.7

Kasus AFP Pada Umur < 15 Tahun Di Kota Denpasar Tahun 2008 s/d 2012

0 1 2 3 4 5 6 7

AFP/100.000 Pddk <

15 Thn

5.49 2.62 2.58 6.24 2.49

2008 2009 2010 2011 2012

(33)

32 Data pada grafik 4.6 di atas menunjukkan selama lima tahun terakhir AFP rate tetap dapat dipertahankan diatas 2 per 100.000 anak < 15 tahun. Non Polio AFP Rate di Kota Denpasar tahun 2012 adalah sebesar 2,49 per 100.000 anak < 15 tahun. Hal ini menunjukkan kinerja surveilans AFP di Kota Denpasar sudah cukup baik.

h. Campak

Penyakit campak adalah penyakit akut yang mudah menular baik pada balita, anak- anak maupun orang dewasa yang disebabkan oleh virus campak. Penularan campak dapat terjadi melalui udara yang terkontaminasi dan secret orang yang terinfeksi. Dalam lima tahun terakhir penyakit campak pada balita seperti pada grafik di bawah ini :

Grafik 3.8

Prevalensi Penyakit Campak Pada Balita Di Kota Denpasar Tahun 2008 s/d 2012

0 1 2 3 4

Persentase

% Kasus 0.04 0.11 0 0.39 0

Tahun 2008

Tahun 2009

Tahun 2010

tahun 2011

Tahun 2012

Prevalensi penyakit campak di masyarakat dalam lima tahun terakhir sudah bisa ditekan. Pada tahun 2011 kasus campak pada balita mencapai angka 0,12% sedangkan untuk tahun 2012 di Kota Denpasar tidak ditemukan kejadian campak. Keberhasilan menekan kasus campak tidak terlepas dari pelaksanaan imunisasi campak secara rutin baik di tingkat puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu serta sarana kesehatan lainnya, penyediaan sarana vaksin yang sudah memadai, tenaga yang mencukupi serta kesadaran masyarakat untuk mendapatkan imunisasi campak bagi bayi/balitanya.

c. Penyakit berpotensi KLB/Wabah 1) Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh vector nyamuk aedes aegypty. Indonesia merupakan negara tropis yang secara umum mempunyai risiko terjangkit penyakit DBD, karena vektor penyebabnya

(34)

yaitu nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di kawasan pemukiman maupun tempat-tempat umum, kecuali wilayah yang terletak pada ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Serangan penyakit DBD berimplikasi luas terhadap kerugian material dan moral berupa biaya rumah sakit dan pengobatan pasien, kehilangan produktivitas kerja dan yang paling fatal adalah kehilangan nyawa.

Perjalanan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam waktu singkat. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia.

Kota Denpasar merupakan dearah endemis DBD baik tingkat desanya maupun kecamatan, karena selama tiga tahun berturut – turut selalu dilaporkan adanya kasus DBD. Untuk daerah endemis kriteria kejadian luar biasa (KLB) DBD adalah terjadinya satu kematian akibat DBD dan terjadinya peningkatan kasus secara bermakna 2 kali lipat dari periode sebelumnya

Jumlah kasus DBD pada tahun 2012 adalah 1009 kasus, terdiri dari 565 penderita laki-laki dan 444 perempuan. Kematian akibat DBD pada tahun 2012 sebanyak 3 orang (CFR=2,4%). Incidence rate DBD pada tahun 2012 adalah 142,8 per 100.000 penduduk.

Grafik 4.8

IR DBD di Kota Denpasar Tahun 2007 s/d 2012

0 100 200 300 400 500 600 700

2007 2008 2009 2010 2011 2012

IR DBD

Sumber seksi P2B2 Bidang Bina P2P Dikes Kota Denpasar

Tiga hal penting dalam upaya pemberantasan DBD adalah 1) Peningkatan surveilans penyakit dan surveilans vektor, 2) diagnosis dini dan pengobatan dini, 3) peningkatan upaya pemberantasan vektor penular penyakit DBD. Upaya pemberantasan vektor yang dilaksanakan di Kota Denpasar adalah melalui pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui 3M plus (Menguras,menutup dan mengubur) plus menabur larvasida. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan PSN adalah angka bebas jentik (ABJ). Tahun 2012 ABJ Kota Denpasar adalah sebesar 96,36%.

(35)

34 Tingginya kasus DBD di Kota Denpasar disebabkan oleh lingkungan dengan tingkat sanitasi yang kurang memadai, tingkat kepadatan penduduk serta tingkat kepadatan populasi nyamuk aedes aegypty yang tinggi, serta masih rendahnya peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk. Berbagai upaya telah diambil Pemerintah Kota Denpasar untuk menanggulangi penyakit Demam Berdarah di masyarakat, diantaranya adalah melalui Fogging massal maupun fokus, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui program 3 M plus, penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta peningkatan sanitasi lingkungan.

Disamping melalui upaya tersebut di atas, Pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas Kesehatan Kota Denpasar secara rutin melaksanakan Lomba Kebersihan Lingkungan dan Pemberantasan Sarang Nyamuk serentak di seluruh wilayah Kota Denpasar yang meliputi 4 Kecamatan, 43 Desa/Kelurahan yang didalamnya termasuk 399 Banjar Dinas/Lingkungan.

Lomba ini merupakan upaya yang sifatnya promotif/preventif dan sekaligus sebagai motivator bagi masyarakat agar berperan aktif dalam memberantas penyakit Demam Berdarah Dengue melalui peningkatan kebersihan lingkungan masing-masing rumah tangga.

Kebijakan lain yang telah ditempuh pemerintah Kota Denpasar dalam upaya menurunkan IR DBD adalah dengan mengangkat 430 petugas Juru Pemantau Jentik (JUMANTIK) yang ditempatkan di masing – masing banjar serta 43 orang koordinator Jumantik yang ditempatkan di masing – masing Desa/ Kelurahan, dimana setiap hari mereka melaksanakan pemantauan jentik ke rumah – rumah penduduk. Berbagai upaya yang telah dilakukan diharapkan dapat menurunkan kasus DBD sampai dibawah targetyang ditetapkan secara Nasional yaitu sebesar 55/100.000 penduduk dan kejadian luar biasa yang lebih besar dapat dicegah.

2) Rabies

Denpasar merupakan daerah tertular rabies. Rabies merupakan penyakit dengan CFR yang sangat tinggi, yang disebabkan oleh infeksi virus rabies yang ditularkan melalui gigitan hewan seperti anjing, kucing, kelelawar, kera, musan dan serigala yang di dalam tubuhnya mengandung virus rabies. Pada tahun 2012 di Kota Denpasar terjadi 2 kasus rabies dengan CFR 100%.

3) Keracunan Makanan

Pada tahun 2012 di Kota Denpasar terjadi 1 kali kejadian luar biasa keracunan makanan dengan 66 penderita tanpa kematian.

4) Kejadian luar biasa Gizi Buruk

Selama tahun 2012 di kota Denpasar ditemukan 3 Balita Gizi Buruk berdasarkan indikator BB/TB. Seluruh balita gizi buruk sudah mendapatkan penanganan dan perawatan.

(36)

SITUASI UPAYA KESEHATAN

Salah satu langkah penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah upaya pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan secara tepat dan tepat diharapkan dapat mengatasi sebagian besar masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat. Pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan di Kota Denpasar adalah:

A. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Kebijakan tentang kesehatan ibu dan bayi baru lahir secara khusus berhubungan dengan pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang diberikan di semua jenis fasilitas pelayanan kesehatan, dari posyandu, puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah maupun fasilitas pelayanan kesehatan swasta. Kesehatan anak meliputi bayi, balita dan remaja.

A.1 Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil (K1 dan K4).

Pelayanan kesehatan ibu hamil (antenatal) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil oleh petugas kesehatan sesuai dengan standar pelayanan kebidanan. Pelayanan antenatal yang sesuai standar meliputi timbang berat badan, pengukuran tinggi badan, tekanan darah, nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas), tinggi fundus uteri, menentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ), skrining status imunisasi tetanus dan memberikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan, pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan, test laboratorium (rutin dan khusus), tatalaksana kasus, serta temu wicara (konseling), termasuk perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K), serta KB Pasca persalinan.

Pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa distribusi frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan yaitu: minimal 1 kali pada triwulan pertama, 1 kali pada triwulan kedua dan 2 kali pada triwulan ketiga. Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi.

BAB

IV

(37)

36 Cakupan K1 menggambarkan besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Cakupan K4 menggambarkan besaran ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit empat kali kunjungan yaitu sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga. Angka ini dapat dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan pada ibu hamil.

Gambar 4.1 memperlihatkan cakupan kunjungan K1 dan K4 pada ibu hamil selama lima tahun terakhir :

Gambar 4.1

Cakupan K1 dan K4 Dinas Kesehatan Kota Denpasar Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2012

Sumber: Seksi Keluarga Bidang Bina Kesmas Dikes Kota Denpasar

Kesenjangan antara cakupan K1 dan K4 menunjukkan angka droup out K1-K4, dengan kata lain jika kesenjangan K1 dan K4 kecil maka hampir semua ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama pelayanan antenatal meneruskan hingga kunjungan keempat pada triwulan 3, sehingga kehamilannya dapat terus dipantau oleh petugas kesehatan. Pada tahun 2012 kesenjangan antara K1 dan K4 sebesar 1,9% hal ini berarti terdapat 1,9% ibu yang melakukan pemeriksaan kehamilan K1 pada trimester I, namun tidak melakukan pemeriksaan sampai K4.

(38)

Bila kita bandingkan dengan target standar pelayanan minimal (K1=95% dan K4=80%) maka cakupan K1 dan K4 di Kota Denpasar sudah melampaui target yang ditetapkan.

Hasil Riskesdas 2007 menunjukkan 100% ibu hamil di Kota Denpasar sudah memeriksakan kehamilannya, namun kelemahan Riskesdas 2007 ini tidak ditanyakan lebih lanjut frekuensi pemeriksaan dan pada trimester berapa pemeriksaan dilaksanakan. Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap pemeriksaan kehamilan K4 adalah tingkat pendidikan, jenis pekerjaan ibu, dan tingkat sosial ekonomi (Dep Kes, 2009).

A.2 Cakupan pemberian tablet besi (Fe).

Upaya penanggulangan anemia gizi diprioritaskan pada kelompok rawan yaitu ibu hamil, balita, anak usia sekolah, wanita usia subur termasuk remaja putri dan pekerja wanita. Selama ini upaya penanggulangan anemia gizi difokuskan kepada sasaran ibu hamil dengan suplementasi tablet besi folat (200 mg feSO4 dan 0,25 mg asam folat) dengan memberikan setiap hari 1 tablet selama minimal 90 hari berturut-turut. Cakupan pemberian tablet besi dalam kurun waktu lima tahun terakhir terutama pada ibu hamil seperti pada grafik di bawah ini :

Grafik 4.2

Cakupan Pemberian Tablet Tambah Darah Fe 1 & Fe 3 Di Kota Denpasar Tahun 2008 s/d 2012

Gambar

Grafik  4.11  di  atas  menunjukkan  bahwa  secara  umum  kasus  IMS  di  masing-masing  kecamatan  mengalami  peningkatan.Peningkatan  jumlah  kasus  IMS  di  kecamatan  tersebut  tidak terlepas dari perilaku seksual masyarakat yang menyimpang dan juga ka
Gambar 4.1 memperlihatkan cakupan kunjungan K1 dan K4 pada ibu hamil selama  lima tahun terakhir :
Grafik  3.2  di  atas  menggambarkan  bahwa  pemerintah  daerah  sudah  mulai  menyadari  bahwa  kesehatan  itu  mahal  dan  merupakan  investasi
TABEL 1 sudah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain dari hal tersebut diatas, ternyata bahwa proses pembuatan suatu produk mempengaruhi mutu produk bersangkutan. Dalam suatu proses produksi diperlukan

 Luka tertutup : cedera jaringan lunak tidak Luka tertutup : cedera jaringan lunak tidak disertai dengan kerusakan jaringan kulit.. disertai dengan kerusakan

Sesuai Pasal 443 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, penjatuhan sanksi pidana kepada korporasi dapat dibebankan kepada pengurusnya yaitu pidana penjara dan

Lafaz 'am ialah yang sengaja diciptakan oleh bahasa untuk menunjukkan satu makna yang dapat mencakup seluruh satuan-satuan yang tidak terbatas dalam jumlah

agglomerans LAS-2b yang berasal dari Sumber Air Panas Lejja, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, dengan tahapan peremajaan bakteri, pembuatan medium inokulum dan medium

Untuk maksud tersebut maka Dinas Kesehatan melalui Seksi Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan mengadakan Pelatihan Asuhan Persalinan Normal ( APN ) yang bekerjasama

Foto Senyawa Kromanon Deamina Komersial dengan Merk Dagang Vet-i..

Nilai recovery nikel dan besi campuran antara nickeliferous sintetik, sub-bituminous, dan tambahan sulfur hingga 52% yang dilakukan proses milling selama 10 jam