• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Marketing 4.0

Pemasaran yaitu mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan social dengan cara yang menguntungkan. Tujuan dari pemasaran mengetahui dan memahami pelanggan dengan baik sehingga produk atau jasa bisa sesuai dengan kebutuhannya. Konsumen yang semakin selektif dalam memilih produk memaksa perusahaan agar menempatkan kepuasan pelanggan sebagai tujuan utama dan diyakini bahwa kunci utama untuk memenangkan persaingan adalah dengan memberikan nilai lebih kepada pelanggan (Kotler & Keller 2006 :6 ). Sejak pendekatan Marketing 3.0 menginspirasi dunia untuk merangkul dan menjelajahi pemasaran yang berorietasi pada manusia , para pelopor dibidang ini menerapkan teknologi canggih untuk membuka wawasan baru mengenai siapa pelangan kita , bagaimana mereka mengambil keputusan . Marketing 4.0 mengembangkan serta memaparkan secara terperinci pendekatan lengkap yang membawa pelanggan dari menyadari ke menganjurkan. Marketing 4.0 tidak hanya memadukan offline dan online, tapi juga menggabungkan style dan substance. Yang artinya, sebuah brand tidak hanya mengedepankan digital branding yang bagus, tapi juga harus mempunyai konten yang relevan, menarik dan upto-date untuk pelanggannya.

Konsep Marketing 4.0 sebagai integrasi dari empat elemen: Brand Identity, Brand Image, Brand Integrity, dan Brand Interaction. Tiga elemen pertama adalah bagian dari Marketing 3.0 (Kotler et al., 2010) dan gerakan ke Marketing 4.0 menunjukkan pergeseran ke arah pendekatan pemasaran yang lebih inklusif, horizontal dan sosial. Internet of Things (IoT) dan alat terbaru yang tersedia seputar Web 3.0 telah mengubah bauran pemasaran dan mengantarkan gerakan Marketing 4.0. Marketing 4.0 bekerja, berhubungan dan berinteraksi satu sama lain dan memengaruhi perilaku keputusan konsumen. (Dash et al., 2021) Didalam penelitiannya menyampaikan model konseptual mencakup empat element untuk marketing 4.0 dan menunjukkan hubungan antara keempat element marketing 4.0 dengan kepuasan konsumen dan minat beli yaitu pada gambar 2.1 .

(2)

(Sumber: Dash et al., 2021)

Tabel 2. 1 Description Conceptual Framework

Hypothesis Description

H1 (a) Brand Indentity memiliki hubungan positif dengan Customer Satisfaction H1 (b) Brand Image memiliki hubungan positif dengan Customer Satisfaction H1 (c) Brand Integrity memiliki hubungan positif dengan Customer Satisfaction H1 (d) Brand Interaction memiliki hubungan positif dengan Customer

Satisfaction

H2 (a) Brand Identity memiliki hubungan positif dengan Purchase Intention H2 (b) Brand Image memiliki hubungan positif dengan Purchase Intention H2 (c) Brand Integrity memiliki hubungan positif dengan Purchase Intention H2 (d) Brand Interaction memiliki hubungan positif dengan Purchase Intention H3 Custome Satisfaction memiliki hubungan positif dengan Purchase

Intention

Gambar 2. 1 Conceptual Framework

(3)

2.2 Elemen Marketing 4.0

2.2.1 Brand Identity Marketing 4.0

Brand Identity ( Identitas merek) adalah tentang memposisikan merek di benak konsumen. (Jara et al., 2012) Brand Identity berasal dari perusahaan, yaitu perusahaan bertanggung jawab untuk menciptakan produk yang berbeda dengan fitur yang unik Sebuah perusahaan akan sering menggunakan strategi branding sebagai sarana untuk mengkomunikasikan identitas dan nilainya kepada konsumen dan pemangku kepentingan lainnya.(Nandan, 2005). Setiap merek berusaha menjangkau konsumen dengan menggunakan berbagai alat. Misalnya, perusahaan cenderung menggunakan kombinasi alat pemasaran seperti saluran distribusi, hubungan masyarakat, harga, promosi, layanan inti, dan sistem. (Goi et al., 2014)

Brand indentity adalah kontruksi yang sangat lengkap yang membutuhkan banyak item untuk penelitian yang memadai. Brand indentity dapat diukur menggunakan 3 elemen yaitu signage, kecanggihan dan reputasi agar menjadi penelitian yang memadai (Dash et al., 2021) .

2.2.2 Brand Image Marketing 4.0

Citra merek adalah gambaran mental subjektif dari sebuah merek yang dimiliki oleh sekelompok konsumen” dan sebenarnya memudahkan untuk mengevaluasi lebih banyak fitur dalam waktu yang lebih singkat. Citra merek harus menarik emosi konsumen kebutuhan dan keinginan di luar fungsi dan fitur produk (Jara et al., 2012). Memenuhi keinginan, kebutuhan dan keinginan pelanggan dapat menyebabkan peningkatan transaksi antara pelanggan dan barang dan jasa yang mereka peroleh. Misalnya, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa meningkatkan citra merek sebenarnya meningkatkan minat beli (Cretu &

Brodie, 2007).

Untuk menilai citra merek dapat menggunakan 3 elemen yaitu misteri , sensualitas, dan keintiman. Elemen dilakukan untuk mengukur produk maupun pelayanan secara keseluruhan agar kualitas dari produk maupun pelayanan secara keseluruhan yang dirasakan lebih baik, peningkatan kepuasan konsumen, dan

(4)

peningkatan loyalitas, bersama dengan kompetensi produk atau layanan yang disampaikan (Neupane, 2015).

2.2.3 Brand Integrity marketing 4.0

Brand Integrity juga dikenal sebagai kredibilitas merek, mengacu pada menepati janji yang dibuat kepada pelanggan dengan bantuan teknik pemosisian dan diferensiasi yang tepat. (Erdem & Swait, 2004) mendefinisikan kredibilitas merek adalah kepercayaan atas informasi produk yang terkandung pada sebuah merek, yang diperlukan konsumen untuk memahami bahwa merek memiliki kemampuan/keunggulan dan kepercayaan untuk selalu memberikan apa yang dijanjikan . (Erdem & Swait, 2004) menganggap dua aspek utama untuk kredibilitas merek adalah keahlian dan kepercayaan.

(Erdem & Swait, 2004) menjelaskan kepercayaan mengimplikasikan bahwa sebuah merek bersedia memberikan sesuatu yang telah dijanjikan, sementara keahlian/keunggulan mengimplikasikan sebuah merek mampu memberikan sesuatu yang telah dijanjikan. Keberhasilan sebuah merek dapat dilihat dengan integritas yang dirasakan, yaitu ulasan publik dari suatu merek yang terbukti dan tepercaya untuk memenuhi janji mereknya . Kredibilitas merek dapat diukur menggunakan 3 item yaitu kepercayaan, keahlian dan ketulusan. 3 item tersebut diukur hubugannya dengan produk dari starbucks maupun dengaan pelayanan secara keseluruhan (Dash et al., 2021).

2.2.4 Brand Interaction marketing 4.0

Brand Interaction didasarkan pada pengalaman pelanggan dan semakin banyak tentang partisipasi, dan kolaborasi dengan pelanggan dalam pengembangan produk dan layanan daripada sebelumnya. Meningkatnya jumlah dan laju perubahan teknologi banyak berkaitan dengan meningkatnya peran interaksi merek dalam Marketing 4.0. Munculnya web semantik bersama dengan keberadaan teknologi telah membuat interaksi merek dengan konsumen realtime dan terus menerus (Gensler et al., 2013). Dengan evolusi web, konsumen sangat terlibat dengan merek melalui media sosial . Ketiga elemen Marketing 3.0 yang sudah ada sebelumnya identitas, citra dan integritas dapat mempengaruhi

(5)

pelanggan secara positif hanya ketika merek berinteraksi dengan pelanggan secara efektif. Konsumen melakukan tiga fungsi saat berinteraksi dengan merek, yaitu konsumsi, kontribusi, dan kreasi. Untuk mengukur interaksi merek dalam penelitian ini menggunakan 4 elemen yaitu konsumsi, kontribusi kreasi dan distribusi agar penelitian terhadap interaksi merk memadai dan tepat (Dash et al., 2021).

2.3 Customer Satisfaction

Kepuasan konsumen merupakan perasaan senang atau kecewa yang timbul dari diri seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang diharapkan dengan hasil yang pelanggan terima (Kotler & Keller, 2008). Kepuasan konsumen merupakan hal yang sangat penting bagi setiap usaha yang dijalankan, karena konsumen menyerbarluaskan rasa puasnya kecalon konsumen lain, sehingga reputasi menjadi naik dari setiap usaha yang dijalankannya. Kepuasan konsumen juga menjadi salah satu satu tujuan utama dalam suatu perusahaan, baik tujuan jangka pendek maupun jagka panjang (Murwanti & Pratiwi, 2017).

Kepuasan konsumen merupakan evaluasi spesifik terhadap keseluruhan pelayanan yang sudah diberikan oleh perusahaan, sehingga kepuasan konsumen hanya dapat dinilai berdasarkan pengalaman yang pernah dialami saat proses pembelian produk di perusahaan tersebut (Winarno et al., 2018). Kepuasan konsumen dapat diukur melalui tiga item yaitu kualitas layanan secara keseluruhan, kompetensi professional dan pengalaman dengan karyawan front office (Dash et al., 2021).

2.4 Purchase Intention

Minat beli suatu produk atau jasa merupakan salah satu bentuk dari perilaku konsumen. Minat adalah kemampuan yang mendorong untuk melakukan sesuatu. Minat beli adalah perilaku yang muncul sebagai respon terhadap obyek yang menunjukan keinginan seseorang untuk melakukan pembelian akan suatu produk (Latief, 2018) . Minat beli berhubungan dengan perasaan seseorang, dimana ketika orang tersebut merasa senang dan puas ketika melihat produk atau jasa. Oleh karena itu akan memperkuat minat beli seseorang terhadap suatu

(6)

produk. Minat beli bagian dari komponen perilaku dalam sikap mengonsumsi dan minat beli timbul setelah adanya proses evaluasi alternative (Siburian et al., 2017) Minat beli menciptakan suatu motivasi yang terus terekam dalam benak konsumen dan akan menjadi suatu keinginan yang sangat kuat yang pada akhirnya memutuskan untuk membeli produk yang inginkan (Suharmono, 2015). Minat beli dapat diukur dengan lima item yaitu kemauan untuk membeli, kemampuan untuk membeli, niat untuk membeli di masadepan, keputusan pembelian kembali dan kebutuhan untuk membeli. (Dash et al., 2021).

2.5 Hubungan elemen Marketing 4.0 terhadap Customer satisfaction 2.5.1. Hubungan antara Brand Indentity dan Customer Satisfaction.

Kepuasan konsumen sangat dipengaruhi oleh identitas merek (Ahearne et al., 2005). Konsumen identitas sebagai cara untuk menunjukkan identitas individu mereka; Oleh karena itu, identitas merek memainkan peran utama dalam meningkatkan tingkat kepuasan konsumen. Identitas merek yang unik merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan tingkat kepuasan konsumen (Lu et al., 2008). Seorang pelanggan cenderung lebih puas dibandingkan dengan sesama pelanggan (dalam pasar yang kompetitif) jika merek yang disukainya memiliki identitas merek yang berbeda (Berger & Heath, 2007). Identitas merek yang ditingkatkan diperlukan untuk meningkatkan kepuasan konsumen (Cornwell

& Coote, 2005), memberikan prestise kepada pelanggan , secara positif mempengaruhi kenikmatan pelanggan dan meningkatkan hasil bagi kepercayaan pelanggan (Fuller et al., 2006) .

2.5.2. Hubungan antara Brand Image dan Customer Satisfaction

Dengan cara yang mirip dengan hubungan antara identitas merek dan niat membeli, citra merek yang dibangun dengan baik dapat mendorong kepuasan konsumen yang positif. Literatur sebelumnya menunjukkan bahwa citra merek sesuai dengan peningkatan konsumen' kepuasan penggunaan dan rujukan produk konsumen (Morgan, 2000). Citra merek yang diproyeksikan memainkan peran besar dalam meningkatkan kepuasan dan ilmuwan lain juga mengidentifikasi hubungan yang kuat dan positif antara citra merek dan kepuasan konsumen.

(7)

Rupanya, pelanggan mencoba untuk mendapatkan nilai dari citra merek dan nilai ini dapat diwujudkan melalui alat promosi dan kepuasan pelanggan dan dengan membangun loyalitas pelanggan (Appel et al., 2020). Misalnya, dalam industri perhotelan, citra merek memainkan peran dominan dalam mempengaruhi kepuasan konsumen yang positif, meningkatkan loyalitas pelanggan dan, selanjutnya, meningkatkan niat beli.

2.5.3. Hubungan antara Brand Integrity dan Customer satisfaction

Integritas merek adalah elemen ketiga dalam kerangka Marketing 4.0 dan mempengaruhi kepuasan konsumen dengan cara yang sama seperti dua elemen sebelumnya. Integritas merek sangat penting karena konsumen mengharapkan merek untuk memenuhi janji mereka. Janji merek menetapkan harapan untuk merek dan jika merek gagal memenuhi konsumen, konsekuensi negatif yang serius dapat terjadi (Campelo et al., 2011). Selanjutnya, dampak kegagalan identitas merek cenderung memiliki efek jangka panjang pada kepuasan konsumen. Sebaliknya, integritas merek berdampak positif terhadap kepuasan konsumen karena berkorelasi langsung dengan kepercayaan dan loyalitas konsumen yang mendorong tingkat kepuasan konsumen (Shugan, 1980). Seperti yang dijelaskan Shugan, integritas merek yang positif meningkatkan pangsa pasar merek karena pelanggan setia mengembangkan proses pengambilan keputusan pembelian yang jelas dan ditentukan sebelumnya yang mendukung merek dengan persepsi integritas merek yang kuat. Selain itu, integritas merek yang positif mencerminkan tingkat komitmen yang dijamin oleh merek dan bertindak seperti jaminan tidak resmi. Oleh karena itu, persepsi integritas merek tingkat tinggi memiliki dampak positif pada kepuasan konsumen dan sering kali menciptakan kelompok eksklusif pelanggan setia. Hubungan jangka panjang dengan pelanggan dapat dibangun dengan meningkatkan tingkat integritas merek yang dirasakan.(Atilgan et al., 2005)

2.5.4. Hubungan antara brand interaction dan customer satisfaction

Seperti yang telah ditunjukkan oleh penelitian sebelumnya, ketiga elemen sebelumnya dari Model Marketing 3.0 asli, Identitas, Citra, dan Integritas, dapat

(8)

memengaruhi kepuasan konsumen secara positif, tetapi hubungan ini berkembang di era digital. Di era digital, Interaksi Merek (pengalaman konsumen dengan merek) memainkan peran penting dalam membentuk kepuasan konsumen dan meningkatkan hubungan antara konsumen dan merek (Morrison & Crane, 2007).

Merek harus mengadopsi sarana digital, termasuk media sosial, untuk koneksi yang nyaman dengan konsumen. Tergantung pada tingkat interaksi, pelanggan mengembangkan hasil bagi pengalaman yang mungkin positif atau negatif. Ini bisa jangka pendek atau jangka panjang dan interaksi ini mempengaruhi kepuasan konsumen (Zarantonello & Schmitt, 2010). Oleh karena itu, merek harus mengembangkan mekanisme untuk menjangkau konsumen agar mereka tetap puas dan menghasilkan pengalaman positif. Sosialisasi digital memberikan wawasan yang dapat dimanfaatkan untuk membantu pemasar mengembangkan strategi pemasaran berdasarkan interaksi mereka dengan konsumen (Delorme et al., 2009).

2.6 Hubungan elemen Marketing 4.0 terhadap Purchase Intention 2.6.1 Hubungan antara Brand Indentity dan Purchase Intention

Banyak faktor yang mempengaruhi minat beli namun, identitas merek umumnya dianggap penting di antara faktor-faktor ini karena ia menyediakan hubungan antara pelanggan dan pemasar .(Bruwer & Buller, 2012) menemukan bahwa identitas merek adalah penentu utama niat beli dan konsumen Preferensi, loyalitas, dan niat beli yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh identitas merek.

Berbagai aspek identitas merek memiliki efek langsung pada niat perilaku konsumen (Akin, 2011). Pada pergantian abad, pemasar menyadari pentingnya identitas merek dan sekarang membuat upaya yang jelas dan jelas untuk mengembangkan identitas untuk menangkap preferensi konsumen, penggunaan, dan keputusan pembelian. (Toldos-Romero Ma & Orozco-Gómez, 2015) menemukan bahwa identitas merek dan berbagai parameternya sangat terkait dengan peningkatan niat beli. Selanjutnya, (Bataineh, 2015) menjelaskan bahwa konsumen cenderung membeli lebih banyak produk ketika merek berkontribusi

(9)

pada peningkatan status dan nilai tambah melalui identitas merek yang tepat dan khas.

2.6.2 Hubungan antara Brand Image dan Purchase Intention

Seperti yang diramalkan di atas, dampak citra merek terhadap minat beli juga sangat penting. Hubungan ini memberikan asosiasi unik dengan pelanggan yang sangat penting untuk retensi serta meningkatkan niat beli. Keunikan merek didorong oleh citra yang diproyeksikan dan ini sangat penting dalam pasar yang kompetitif di mana perusahaan menjual produk atau layanan serupa. Bahkan, beberapa ahli telah menemukan bahwa hubungan positif antara citra merek dan konsumen citra merek berkontribusi pada niat perilaku konsumen terhadap merek itu (Jamal & Goode, 2001; Paul & Mas, 2020). Oleh karena itu, citra merek yang kuat membantu merek mengembangkan kepercayaan dan persetujuan konsumen dan ini memengaruhi keputusan pembelian mereka (Keller, 1993; Kumar et al., 2020). Mempertimbangkan sifat industri real estat, citra merek merupakan penentu utama dalam keputusan pembelian akhir dan citra merek yang positif dan menarik meningkatkan pelanggan' persepsi kualitas dan menurunkan risiko yang mereka rasakan (Dash et al., 2021).

2.6.3 Hubungan antara Brand Integrity dan Purchase Intention

Sebuah merek harus hidup sesuai dengan nilai-nilai yang dirasakan dan komitmen merek dan jika memenuhi janji-janji ini, maka niat pembelian ditingkatkan (Napoli et al., 2014). Untuk dampak positif yang konsisten pada niat pembelian, merek harus memenuhi janji mereka dan jika mereka dapat mengelola untuk memberikan tingkat integritas di atas apa yang mereka janjikan, mereka bahkan dapat menikmati tingkat kepuasan konsumen dan loyalitas pelanggan yang lebih kuat. Merek dengan tingkat persepsi integritas yang lebih tinggi mempengaruhi konsumen secara dan jika suatu merek dianggap memiliki integritas, maka merek tersebut dipercaya oleh konsumen dan memiliki korelasi yang lebih tinggi dengan niat beli yang positif positif (McKnight et al., 2002).

Bahkan dalam krisis, para ahli telah mengidentifikasi bagaimana integritas merek

(10)

memainkan peran besar dalam mendapatkan konsumen' kepercayaan dan kepercayaan ini mendorong pelanggan minat beli (Sarkar, 2013) .

2.6.4 Hubungan antara Brand Interaction dan Purchase Intention

Setelah merek terlibat dengan konsumen, minat beli konsumen mulai terbentuk dan mereka dapat mempengaruhi konsumen dengan lebih baik membeli perilaku dan keputusan. Dimasukkannya interaksi merek dalam model Marketing 4.0 menjadi perlu karena munculnya web semantik seiring dengan keberadaan Internet of Things di mana-mana dan telah membuat interaksi merek dengan konsumen secara real time dan berkelanjutan. Merek menggunakan media sosial modern untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan niat membeli dengan membagikan semua informasi mengenai merek yang diinginkan pelanggan (Gensler et al., 2013). Perlunya menggunakan berbagai elemen media sosial untuk meningkatkan keterlibatan konsumen dalam kreasi bersama. Faktanya, hari ini, lebih dari sebelumnya, konsumen secara aktif berinteraksi dengan merek dan mencari peningkatan peran dalam proses konsumsi. Merek harus berinteraksi dengan konsumen secara terus menerus untuk meningkatkan niat pembelian.

Dengan demikian, web semantik dan platform media sosial telah menciptakan ruang untuk umpan balik instan dan ulasan kelompok sebaya yang memengaruhi niat pembelian dan merek harus memberikan pengalaman yang lebih baik untuk mempengaruhi perilaku pembelian secara positif) (S et al., 2020).

2.7 Hubungan antara Customer Satisfaction dan Purchase Intention

Keempat komponen pemasaran 4.0 terkait erat dengan kepuasan konsumen, yang pada gilirannya mempengaruhi niat beli. Kepuasan konsumen telah menjadi konstruksi penting dalam pemasaran (Ball et al., 2004) . Meskipun sering dibahas, tidak ada pengukuran yang diterima secara tunggal untuk kepuasan konsumen. Dalam literatur, kepuasan konsumen cenderung menjadi kombinasi tanggapan setelah akuisisi dan konsumsi produk/jasa dalam waktu tertentu (Brunero et al., 2009) . Itu selalu secara luas dianggap sebagai salah satu konstruksi terpenting di bidang pemasaran (McQuitty et al., 2000). Langkah langkah atau konstruksi yang berbeda harus diadopsi tergantung pada jenis produk

(11)

atau layanan. Selanjutnya, pelanggankepuasan telah dianggap sebagai indikator niat beli yang baik , prediktor kuat loyalitas pelanggan dan kombinasi penilaian khusus transaksi dan penilaian keseluruhan (Yang & Peterson, 2004).

Menariknya, prediktor utama kepuasan konsumen adalah kualitas layanan yang dirasakan (Martensen et al., 2000), tetapi sementara kualitas layanan yang dirasakan selalu mendahului kepuasan konsumen , kepuasan konsumen mungkin tidak (selalu) mendahului niat beli. Kepuasan Konsumen biasanya diukur dengan tiga dimensi: kualitas layanan secara keseluruhan, kompetensi profesional dan pengalaman dengan karyawan garis depan (Mouri, 2005).

Begitu konsumen menerima pesan pemasaran mengenai produk atau layanan, kecenderungan perilaku berkembang dengan cepat dan konsumen lebih cenderung untuk melakukan pembelian (Dodds et al., 1991). Namun, ini biasanya tergantung pada nilai yang dirasakan dari produk atau layanan (Monroe, 2011).

Ketika saatnya tiba untuk membayar produk, konsumen biasanya membandingkan nilai yang mereka rasakan dengan harga sebenarnya dan kemudian membuat keputusan pembelian akhir mereka. Niat berasal dari kecenderungan dan merupakan kombinasi dari kemauan, kemampuan, kesempatan, dan potensi konsumen (Rohadi et al., 2013) (Moon et al., 2008). Niat pembelian dibagi menjadi tiga faktor: sosial, pribadi dan psikologis dan beberapa literatur terbaru telah memberikan konstruksi lima dimensi yang mewakili niat beli termasuk kesediaan untuk membeli, kemampuan untuk membeli, niat untuk membeli di masa depan, keputusan pembelian kembali dan kebutuhan untuk membeli (Shao et al., 2004). Singkatnya, jika nilai yang dirasakan melebihi biaya pembelian, konsumen puas dan cenderung melakukan pembelian. Jika, di sisi lain, nilai yang dirasakan gagal memenuhi atau melampaui konsumen' biaya, konsumen tidak puas dan akan memutuskan untuk tidak melakukan pembelian.

Gambar

Tabel 2. 1  Description Conceptual Framework

Referensi

Dokumen terkait

Faktor pertama adalah sikap orang lain yang mempengaruhi keputusan pembelian dan faktor kedua adalah situasional yang tidak diharapkan seperti mengubah niat

Keputusan pembelian konsumen adalah membeli merek yang paling di sukai, tetapi dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan pembelian, yaitu faktor

Kepuasan pelanggan dapat terwujud apabila kualitas pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan sama, atau setidaknya hampir sama dengan apa yang pelanggan harapkan

a. Meriset pelanggan, loyalitas yang sesungguhnya bukanlah seperti apa yang dipikirkan oleh pelanggan yang diukur dari kebiasaan membeli dan terikat dengan barang/jasa

Menurut Gremler dan Brown (dalam Ali Hasan, 2008:83) bahwa loyalitas pelanggan adalah pelanggan yang tidak hanya membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi

Sedangkan (Kotler, 2002:47) Kepuasan pelanggan adalah pengukuran dari servis yang dilakukan untuk melayani pelanggan pada perusahaan jasa, dimana untuk perusahaan produksi

Kepercayaan Pelanggan pada merek (brand trust) didefinisikan sebagai sikap positif seorang konsumen terhadap suatu merek, sehingga konsumen memiliki keinginan kuat

Pelanggan yang berada pada tingkatan habitual buyer didalam piramida brand loyalty dapat dikategorikan sebagai pelanggan yang puas dengan merek produk yang dikonsumsi atau