Laporan KPPIP
Laporan KppIp SemeSter 2 2016 perIode JuLI 2016 – deSember 2016 daFtar ISI
Perkembangan Pembangunan
Infrastruktur di Indonesia 9
• Paket Kebijakan Ekonomi.
• Percepatan Perizinan Melalui BKPM .
• Revisi Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2015 tentang Penunjukkan BUMD sebagai Kontraktor.
12 13
• Peraturan Menteri Keuangan No. 129 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No. 265 Tahun 2015 tentang Fasilitas dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur.
• Peraturan Menteri Keuangan No. 130 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.
• Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 96 tahun 2016 tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan Dalam Rangka Kerjasama Pemerintah Daerah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur Di Daerah.
15
15
15 Bab ini mencakup highlights perkembangan terkait peraturan, fiskal, dan institusional
yang mendukung percepatan penyediaan infrastruktur dan rangkuman pencapaian proyek prioritas KPPIP (milestones).
A. Perbaikan Peraturan Terkait Infrastruktur 12
B. Perbaikan Peraturan Terkait Kebijakan Fiskal 14
Perkembangan Komite Percepatan
Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) 1
• Perkenalan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP).
• Pengembangan KPPIP Dengan Revisi Peraturan Presiden No.75 Tahun 2014.
• Pengembangan Project Management Office (PMO) KPPIP.
• Dukungan KPPIP Untuk Kebijakan Terkait Percepatan Penyediaan Infrastruktur.
3 5 6 7 Bab ini mencakup highlights perkembangan KPPIP sebagai institusi,
dimana termasuk:
BAB 01
BAB 02
• Rancangan Peraturan Presiden tentang Penyediaan Pendanaan Pengadaan Tanah bagi PSN.
• Pembubaran Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional (UP3KN) dan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN).
• Pembiayaan Investasi Non-APBN (PINA).
16 16 17
C. Perbaikan Peraturan Terkait Kelembagaan 16
• Kemajuan KPBU di Indonesia. 17
D. Perkembangan KPBU di Indonesia 17
Pencapaian KPPIP 19
• Penyusunan Outline Business Case/OBC Pelabuhan Hub Internasional (PHI) Kuala Tanjung.
• Harga Keekonomian Produk Kilang Minyak Bontang.
• Penyusunan Dokumen AMDAL Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Merauke.
• Studi Kelembagaan Pendanaan dalam Pengadaan Infrastruktur di Indonesia.
21 21 21 21
A. Dukungan Penyiapan Proyek 21
• Penandatanganan Perjanjian KPBU dan Financial Close SPAM Harga Keekonomian Produk Kilang Minyak Bontang adalah Poin Kedua.
• Penandatanganan Perjanjian KPBU Palapa Ring Broadband Paket Timur.
• Pencapaian Financial Close Palapa Ring Broadband Paket Tengah dan Paket Barat.
• Penerbitan Penetapan Lokasi untuk Central – West Java Transmission Line 500 kV.
• Pengadaan Badan Usaha Jalan Tol Serang – Panimbang.
22
22 23 23 23
B. Penetapan Skema Pendanaan Proyek 22
• Kesesuaian Tata Ruang untuk Transmisi Sumatera 500 kV.
• Prioritasisasi Pembangunan Zona Lainnya setelah Zona 1 dan 6 Jakarta Sewerage System (JSS).
• Debottlenecking Penyusunan Dok. AMDAL Pelabuhan Patimban.
• Pengalokasian Kebutuhan Sisa Dana Pengadaan Tanah untuk Kereta Api Makassar – Pare Pare oleh BLU LMAN.
• Kesepakatan Legal Standing Penyelenggaraan Prasarana Light Rail Transit (LRT) Sumatera Selatan.
• Penjaminan Medium Term Notes (MTN) dan Obligasi Pembiayaan Jalan Tol Trans Sumatera (8 ruas prioritas) oleh Pemerintah melalui Penerbitan Peraturan Menteri Keuangan No. 168/PMK.08/2016.
24 25 25 25 26 26
C. Dukungan Penyiapan Proyek 24
Bab ini mencakup laporan pencapaian KPPIP untuk proyek dalam hal peningkatan kualitas penyiapan proyek, penetapan skema pendanaan, monitoring dan debottlenecking serta perbaikan peraturan.
BAB 03
• Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2016 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
• Peraturan Presiden No. 102 Tahun 2016 tentang Pendanaan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
1. SPAM Semarang Barat 2. Jakarta Sewarage System
3. National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) Fase A 4. Kilang Minyak Bontang
5. Kilang Minyak Tuban
6. Revitalisasi Kilang Eksisiting (RDMP) 7. High Voltage Direct Current (HVDC) 8. Transmisi Sumatera 500kV
9. Central – West Java Transmission Line 500 kV 10. Central Java Power Plant (PLTU Batang) 11. PLTU Indramayu
12. A. PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 B. PLTU Mulut Tambang Sumsel 9, 10 13. PLTA Karangkates IV & V (2x50 MW) 14. PLTA Kesamben (37 MW) 15. PLTMH Lodoyo (10MW) 16. Jalan Tol Balikpapan – Samarinda 17. Jalan Tol Manado – Bitung 18. Jalan Tol Serang – Panimbang
19. A. Jalan Tol Medan – Binjai (8 Ruas Jalan Tol Trans Sumatera) B. Jalan Tol Palembang – Indralaya (8 Ruas Trans Sumatera) C. Jalan Tol Bakauheni – Terbanggi Besar (8 Ruas Trans Sumatera) D. Jalan Tol Pekabaru – Dumai (8 Ruas Trans Sumatera)
E & F. Jalan Tol Terbanggi Besar – Pematang Panggang – Kayu Agung (8 Ruas Trans Sumatera)
G. Jalan Tol Palembang – Tanjung Api-Api (8 Ruas Trans Sumatera) H. Jalan Tol Kisaran – Tebing Tinggi (8 Ruas Trans Sumatera) 20. MRT Jakarta Jalur Utara – Selatan
21. Kereta Ekspres Bandara Soekarno – Hatta
31 33 35 37 38 40 42 44 45 47 48 49 51 52 53 54 56 57 58 60 61 62 64 65
66 68 69 71 27 27
D. Pencapaian dalam Perbaikan Peraturan terkait Infrastruktur 27
Daftar Proyek Prioritas KPPIP 29
BAB 04
22. Kereta Api Makassar – Pare Pare 23. Kereta Api Kalimantan Timur 24. Light Rail Transit Sumatera Selatan
25. Light Rail Transit Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi 26. Pelabuhan Hub Internasional Kuala Tanjung 27. Pelabuhan Hub Internasional Bitung 28. Pelabuhan Patimban
29. Inland Waterways/Cikarang – Bekasi – Laut 30. Palapa Ring Broadband
72 74 75 76 78 79 81 82 84
Proyek Strategis Nasional 87
• Status PSN Saat Ini
• Evaluasi dan Monitoring PSN
• Sistem Teknologi Informasi (TI) KPPIP
90 91 95 Penjelasan tentang Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016 tentang Proyek Strategis Nasional
dan peran KPPIP untuk mendorong PSN tersebut. Selain itu, Bab ini mencakup kegiatan KPPIP dalam melakukan evaluasi PSN dan posisi terakhir proyek.
BAB 05
Kebijakan Terkait Infrastruktur yang Didukung KPPIP 97
• Perubahan Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas.
• Sinkronisasi Penyusunan Raperpres Pendanaan untuk Pengadaan Tanah bagi PSN antar Kementerian/Lembaga.
• Mendukung Percepatan Penerbitan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment) dari APBD.
• Perubahan terhadap Peraturan Pemerintah tentang Jasa Konstruksi untuk Mengakomodir Percepatan Pengadaan Kontraktor oleh BUMD yang Mendapatkan Penugasan Pemerintah.
99 100 100 101 A. Kemajuan Kebijakan dan/atau Regulasi yang Telah Teridentifikasi 99
• Perubahan terhadap Peraturan Pemerintah tentang Perkeretaapian untuk Mengakomodir Percepatan Pelaksanaan Proyek Prioritas Kereta Api Kalimantan Timur.
• Perubahan terhadap Ketentuan Minimum Modal Disetor untuk Badan Usaha Penyelenggara Pelabuhan Utama.
102 102 B. Identifikasi Kebijakan dan/atau Regulasi yang Perlu Dilakukan Perbaikan 102 Bab ini mencakup penjelasan tentang substansi revisi Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2015
yang sedang berlangsung dan fasilitasi percepatan penerbitan peraturan yang dilakukan oleh KPPIP, contohnya untuk sinkronisasi Perpres BLU LMAN dari Kementerian Keuangan dan Perpres Bank Tanah dari Kementerian ATR.
BAB 06
Rencana KPPIP ke Depan 105
• Pencapaian Saat Ini
• Rencana Pencapaian 1 Tahun ke Depan
• Upaya Pencapaian Target
107 108 108
A. Rencana KPPIP ke Depan 107
• Webinar KPPIP
• Modul Pengembangan Kapasitas KPPIP
109 110
B. Kegiatan KPPIP untuk Pengembangan Kapasitas 109
• Perubahan terhadap Kebijakan di Bidang Perbankan untuk Mendukung Pembiayaan Infrastruktur Melalui Skema Project Financing.
• Koordinasi Perubahan terhadap Ketentuan Pengenaan Pajak di Bidang Hulu Minyak dan Gas Bumi.
102 103
BAB 07
01 BAB
Perkembangan Komite
Percepatan Penyediaan
Infrastruktur Prioritas
(KPPIP)
P
emerintah Indonesia telah menyatakan komitmen yang kuat dalam mempercepat penyediaan infrastruktur untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat. Akan tetapi proses penyediaan infrastruktur seringkali terhambat di lapangan sehingga membutuhkan penyiapan yang lebih baik meskipun sudah mendapatkan komitmen dari tingkat tinggi.Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas dengan membentuk KPPIP dan memberikan mandat untuk melaksanakan percepatan proyek-proyek yang terpilih sebagai proyek prioritas sebagaimana diatur dalam Peraturan Menko Perekonomian No. 12 Tahun 2015.
Seiring diterbitkannya Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2016 dan Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, maka mandat KPPIP pun berkembang. KPPIP dimandatkan untuk melakukan seleksi dan evaluasi atas daftar Proyek Strategis Nasional dan melaporkan kepada Presiden secara periodik.
Dalam melakukan evaluasi, KPPIP bekerja sama dengan Penanggung Jawab Proyek (PJP) untuk melakukan pengumpulan dan verifikasi data, penyusunan Rencana Aksi, identifikasi isu, dan pemutakhiran status terakhir proyek. Dari hasil evaluasi tersebut, KPPIP telah menyusun hasil evaluasi yang dibahas di tingkat Tim Pelaksana dan Komite KPPIP untuk menentukan revisi Daftar PSN.
Selain melakukan evaluasi PSN, KPPIP juga mendukung Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara (BLU LMAN) melakukan prioritasisasi alokasi pendanaan penyediaan tanah untuk PSN.
perKenaLan KomIte percepatan
penyedIaan InFraStruKtur
prIorItaS (KppIp)
Proyek Bottom Up (usulan K/L/Pemda) Proyek Top Down
(usulan presiden/wakil)
APBN
Koordinasi antara PJP dengan Kementerian PPN terkait sumber pendanaan (APBN, APBD, PHLN)
Penugasan BUMN ditujukan untuk percepatan pelaksanaan dan pemanfaatan kapasitas nansial BUMN
KPBU Strategic Funding PPP Unit di Kemenkeu untuk mengkoordinasikan penyusunan Final Business Case (FBC) dan transaction advisory untuk implementasi proyek KPBU ( melibatkan konsultan bertaraf internasional ) Penerapan standar kualitas
Pra-Studi Kelayakan (OBC) serta melakukan revisi/ re-do
bila diperlukan (3-6 bulan) 1
Penetapan Daftar Proyek Prioritas 2
Penetapan skema & sumber pendanaan untuk proyek yang ditetapkan sebagai prioritas
3
Memetakan strategi dan kebijakan di sektor infrastruktur
Memfasilitasi peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan terkait penyediaan
infrastruktur prioritas
5 6
Monitoring and debottlenecking KPPIP menyusun rencana aksi dan memantau serta melakukan
debottlenecking 4
OUTPUT KPPIP
Rencana Aksi dengan target pencapaian serta insentif dan disinsentif
Service Level Agreement (SLA) yang mengikat Daftar Proyek Prioritas
yang disetujui semua pihak
Pemilihan proyek strategis nasional
Memantau serta melakukan strategi debottlenecking untuk proyek strategis nasional
Mandat berdasarkan Perpres No. 75 Tahun 2014
MANDAT KPPIP
mandat KppIp
S
eiring berjalannya KPPIP dan dampak dari perubahan akibat factor eksternal, maka disepakati bahwa Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 perlu mengakomodir perubahan-perubahan tersebut.Beberapa hal yang berubah mencakup penambahan anggota komite, penambahan jenis infrastruktur, mengakomodir fasilitas percepatan pengadaan di Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016, dan pembentukan Panel Konsultan.
Pada Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014, KPPIP dibentuk dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sebagai Ketua dan Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Menteri Agraria dan Tata Ruang, dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN sebagai anggota. Dengan adanya perubahan kebinet dengan naiknya Presiden Jokowi pada Oktober 2014, maka KPPIP akan menambahkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman sebagai Wakil Ketua dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai anggota.
Selain itu, revisi juga mencakup penambahan 4 jenis infrastruktur prioritas yang dapat didukung oleh KPPIP sehingga keseluruhan menjadi 13 jenis. Jenis infrastruktur yang ditambahkan adalah infrastruktur fasilitas pendidikan, infrastruktur kawasan, infrastruktur pariwisata, dan infrastruktur kesehatan. Penambahan jenis infrastruktur tersebut telah mempertimbangkan jenis infrastruktur yang diatur dalam peraturan lain, seperti Peraturan Presiden No. 38 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha.
Selanjutnya, revisi Perpres juga mencakup penambahan pasal tentang percepatan proses pengadaan yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016, seperti pengadaan langsung untuk jasa konsultansi atau jasa lainnya dengan nilai paling tinggi Rp 500 Juta, penunjukan langsung kepada Lembaga Keuangan Internasional untuk memfasilitasi penyiapan infrastruktur prioritas, dan penunjukan langsung satu kali untuk Penyedia Barang yang telah melakukan kontrak sejenis dengan kinerja baik.
Selanjutnya, revisi Perpres mencakup penambahan pasal tentang pembentukan Panel Konsultan. Dengan adanya Panel Konsultan, KPPIP melaksanakan prakualifikasi dan seleksi awal. Konsultan yang lolos prakuaifikasi akan diberikan kontrak payung dengan jangka waktu 3 tahun di dalam Panel dan dapat ditunjuk langsung oleh KPPIP ketika dibutuhkan. Dengan adanya Panel Konsultan, diharapkan agar penyiapan proyek dapat dilaksanakan tanpa terhambat waktu pengadaan.
penGembanGan KppIp denGan
reVISI peraturan preSIden
no. 75 taHun 2014
Tim Pengadaan:
1.TA Senior Procurement 2. TA Procurement
Office Manager Tim Administrasi
Tenaga Ahli
Komunikasi Konsultan
Hukum Direktur Sumber
Daya Manusia Direktur Proyek
Sektor Energi Direktur
Finansial
Direktur Proyek Sektor Sumber
Daya Air
Direktur Proyek Sektor
Transportasi
Direktur Proyek Sektor Jalan
& Jembatan
Direktur Capacity Development
KONSULTAN PENDAMPING PMO
PANEL KONSULTAN Direktur Program Tim Pelaksana harian
Selama tahun 2016, PMO KPPIP juga mengawasi implementasi sistem Teknologi Informasi (TI) KPPIP untuk pemantauan proyek prioritas dan PSN. Tujuan dari pembentukan Sistem TI tersebut adalah untuk melakukan sinkronisasi data dan status terakhir proyek, memudahkan pemantauan proyek dengan sistem yang terintegrasi, dan memberikan sistem warning jika ada tindak lanjut yang dibutuhkan. Dengan adanya sistem ini, diharapkan agar seluruh pihak terkait memperoleh informasi yang seragam dan terintegrasi.
Sistem TI KPPIP dibentuk dengan bekerja sama dengan Kantor Staf Presiden dan telah dilakukan soft launch pada Tim Pelaksana KPPIP pada 30 November 2016.
P
MO KPPIP terdiri dari tenaga ahli profesional untuk melakukan analisa dan bertindak sebagai ‘dapur’ KPPIP. Selain melakukan analisa untuk rekomendasi kebijakan atau pengambilan keputusan di tingkat Tim Pelaksana dan Menteri, PMO KPPIP berperan untuk memberikan masukan atas kebijakan dan strategi, mendukung prioritasisasi proyek, mendorong kegiatan penyelesaian masalah(debottlenecking), menyusun rekomendasi kebijakan dan peraturan, dan menyusun strategi pengembangan kapasitas pihak terkait. PMO KPPIP diisi oleh Direktur Program dan Direktur Sektor, mencakup sektor energi dan ketenagalistrikan, sektor transportasi, sektor jalan dan jembatan, sektor air dan sanitasi, dan keuangan. Untuk mendukung kegiatan harian, PMO juga didukung oleh tim konsultan untuk pelaksanaan, hukum, dan komunikasi.
penGembanGan proJect
manaGement oFFIce (pmo) KppIp
StruKtur orGanISaSI
D
ukungan untuk percepatan penyediaan infrastruktur dibutuhkan dari tingkat strategis maupun di tingkat implementasi. Di samping menjalankan tugasnya untuk mendorong percepatan penyediaan proyek prioritas di tingkat implementasi, KPPIP juga memberikan kontribusi untuk masukan-masukan terkait kebijakan infrastruktur di tingkat tinggi.Pertama, KPPIP terlibat dalam penyusunan rekomendasi pengaliran dana dari dana repatriasi yang diperoleh dari program Tax Amnesty Pemerintah Indonesia. Kajian yang dilakukan oleh KPPIP mencakup analisa Economic Rate of Return (EIRR) proyek prioritas, penyusunan opsi investasi melalui investasi langsung dan tidak langsung (melalui instrumen finansial), strategi implementasi jangka pendek dengan memanfaatkan secondary market seperti Medium Term Notes (MTN), Efek Beragun Aset (EBA), Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT), dan opsi pembiayaan swasta untuk 30 proyek prioritas.
Dari hasil kajian tersebut, diharapkan agar dana yang diperoleh dari tax amnesty dapat disalurkan sebagian untuk menutupi gap pendanaan pembangunan infrastruktur. Hasil kajian dan rekomendasi tersebut telah disampaikan kepada Menko Perekonomian dan Kementerian Keuangan.
Kedua, KPPIP telah mendukung analisa terkait kebutuhan lahan untuk pembangunan infrasturktur, baik untuk infrastruktur eksisting atau infrastruktur yang akan dibangun di masa mendatang.
Analisa dilakukan dengan menggunakan data yang tersedia dari Biro Pusat Statistik, data dan laporan Kementerian dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam penyusunan estimasi kebutuhan ke depan, KPPIP menganalisa benchmark dari infrastruktur eksisting atau data kebutuhan tanah untuk infrastruktur di luar negeri.
Hasil kajian tersebut menjadi panduan Menko Perekonomian dalam menyampaikan estimasi kebutuhan lahan untuk infrastruktur dengan mempertimbangkan peruntukan lahan lainnya, seperti lahan kehutanan dan lahan pertanian. Hasil kajian telah disampaikan kepada Menko Perekonomian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
duKunGan KppIp untuK
KebIJaKan terKaIt percepatan
penyedIaan InFraStruKtur
02 BAB
Perkembangan
Pembangunan
Infrastruktur
di Indonesia
P
erlambatan pertumbuhan ekonomi global pada tahun-tahun belakangan ini mengakibatkan penurunan pada pertumbuhan PDB negara maju dan negara berkembang. Berdasarkan World Bank Economic Outlook, pertumbuhan global diproyeksikan akan melambat pada 3,1% di 2016, sebelum mengalami perbaikan di 2017 pada angka 3,4%. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi global, termasuk beberapa kejutan, seperti Brexit (referendum yang memutuskan United Kingdom keluar dari Uni Eropa), rebalancing pertumbuhan ekonomi di Tiongkok, tren produktivitas yang melambat, serta beberapa faktor non-ekonomi, seperti ketidakjelasan peraturan dan geopolitik.Untuk terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi, salah satu fokus Pemerintah pada saat ini adalah melakukan percepatan pembangunan infrastruktur. Pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah upaya dalam rangka mendorong investasi untuk beragam sektor terkait infrastruktur.
Dimulai dari upaya dalam meningkatkan sumber pendapatan dan investasi, hingga perbaikan dalam regulasi, fiskal, dan kelembagaan telah dilakukan Pemerintah guna mendorong pencapaian milestones proyek prioritas.
Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan sumber pendapatan dan investasi adalah dengan mengeluarkan aturan tentang Tax Amnesty yang secara efektif dimulai sejak Juli 2016. Pendapatan dari hasil uang tebusan Tax Amnesty diharapkan untuk dapat meningkatkan keberlangsungan penggunaan APBN. Dengan demikian, kemampuan belanja Pemerintah akan semakin besar, sehingga alokasi untuk pembangunan infrastruktur dapat ditingkatkan.
Selain dana dari uang tebusan, Pemerintah juga dapat memanfaatkan dana repatriasi Tax Amnesty. Dana repatriasi Tax Amnesty ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pembiayaan infrastruktur melalui investasi langsung
pada proyek-proyek infrastruktur, ataupun investasi tidak langsung melalui instrumen finansial, baik dalam bentuk ekuitas, utang, ataupun derivatif. Contoh produk derivatif yang dikembangkan adalah Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT), Efek Beragun Aset (EBA), dan Dana Investasi Real Estate (DIRE).
Sejak tahun 2015, Pemerintah juga telah melakukan reformasi dengan mengeluarkan 14 paket kebijakan ekonomi. Sejak Juli 2016, terdapat 2 Paket Ekonomi baru yang diterbitkan Pemerintah. Terkait kebijakan fiskal, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 129 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No. 265 Tahun 2015 tentang Fasilitas dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur dan Peraturan Menteri Keuangan No. 130 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.
Selain itu, Pemerintah juga akan segera mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 96 tahun 2016 tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan Dalam Rangka Kerjasama Pemerintah Daerah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur Di Daerah. Upaya perbaikan peraturan pemerintah dalam hal kelembagaan ditunjukan dengan perancangan Raperpres yang ditujukan untuk menjamin penyediaan dana Uang Ganti Rugi (UGR) PSN dengan cara dikelola oleh Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara (BLU LMAN), perampingan organisasi untuk penghematan anggaran, dan penyusunan rancangan Peraturan Presiden terkait Pembiayaan Investasi Non-APBN (PINA).
Dengan upaya yang dilakukan Pemerintah tersebut, diharapkan terjadinya peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang didorong oleh peningkatan pertumbuhan pembangunan infrastruktur.
VIII
Kebijakan Satu Peta, mempercepat pembangunan kilang minyak dalam negeri dan memberikan insentif bagi perusa- haan jasa pemeliharaan
IX
Mendukung percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan melalui Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan untuk mencapai target rasio elektrifikasi sebesar 97% di tahun 2019.
X
Meningkatkan perlindungan bagi Usaha Mikro, Kecil, Me- nengah, dan Koperasi (UMKMK) melalui revisi Daftar Negatif Investasi (DNI)
XI
Pengendalian risiko untuk memperlancar arus barang di pelabuhan melalui Indonesia Single Risk Management (ISRM)
XII
Kebijakan deregulasi untuk mendukung kemudahan berusaha dengan memangkas dari 94 prosedur menjadi 10 prosedur untuk mendapatkan izin memulai usaha.
XIII
Penyederhanaan jumlah dan waktu perizinan yang diperlu- kan untuk membangun rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dari 33 izin/tahapan menjadi 11 izin/
rekomendasi.
XIV
Menerbitkan Peta Jalan E-Commerce untuk mendorong perluasan dan peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat di seluruh Indonesia secara efisien dan terkoneksi secara global.
S
alah satu solusi yang ditempuh Pemerintah dalam menghadapi kendala dalam percepatan pembangunan infrastruktur Indonesia adalah melakukan reformasi berupa paket kebijakan ekonomi. Pemerintah telah mengeluarkan 14 paket kebijakan ekonomi sejak September 2015 hingga Desember 2016. Paket kebijakan ekonomi tersebut bertujuan untuk mengatur kembali regulasi Indonesia yang menghambat pertumbuhan ekonomi (deregulasi), mengatur kembali birokrasi Indonesia, dan memberikan insentif kemudahan hingga iklim investasi dan perekonomian di Indonesia menjadi kondusif dan menguat. Berikut di bawah adalah penjabaran paket kebijakan ekonomi tersebut:Harapan dengan diimplementasikannya kebijakan-kebijakan tersebut adalah untuk dapat menarik lebih banyak investor, terutama investor dari luar negeri,
Paket Kebijakan Ekonomi
a. perbaIKan peraturan terKaIt InFraStruKtur
Paket kebijakan
ekonomi Pokok kebijakan
I
Melakukan deregulasi atas 165 peraturan, mempercepat birokrasi perizinan terkait pengadaan lahan dan izin lainnya untuk proyek infrastruktur, memperkuat kepastian hukum untuk kepemilikan lahan, serta memperjelas tata cara dan kelengkapan dokumen yang dibutuhkan dalam prosedur perizinan
II
Mempermudah layanan dalam pemberian izin investasi di kawasan industri, memangkas durasi untuk mengurus tax allowance dan tax holiday dan menghapus pungutan PPN untuk alat transportasi
III
Menurunkan harga BBM, gas, dan tarif dasar listrik bagi industri dan menyederhanakan izin pertanahan untuk kepentingan investasi
IV
Memperbaiki sistem ketenagakerjaan serta sistem penda- patan yang meningkat setiap tahunnya dan memberikan kebijakan terhadap Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang lebih luas dan terjangkau
V
Memberikan insentif berupa keringanan pajak dan revaluasi aset perusahaan dan BUMN serta individu untuk membuat sistem ekonomi dan investasi yang lebih transparan dan efisien
VI
Memberikan insentif berupa kemudahan investasi untuk daerah KEK, regulasi sumber daya air dan proses perizinan yang cepat
VII Memberikan keringanan pada industri padat karya, dimana PPh 21 menjadi tanggungan perusahaan
B
erdasarkan Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007, BKPM merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang mempunyai tugas melaksanakan koordinasi kebijakan dan pelayanan di bidang penanaman modal.Pada 11 Januari 2016, Pemerintah meresmikan peluncuran 3 Jam Perizinan Investasi di BKPM. Produk-produk perizinan yang dapat diberikan melalui layanan izin investasi 3 jam diantaranya adalah:
R
evisi PP No. 79/2015 j.o PP No. 54/2016 diundangkan pada 22 November 2016. Adapun revisi yang dilakukan adalah pengaturan bahwa BUMD yang diberi penugasan oleh Pemerintah Daerah dapat melakukan penunjukkan langsung jasa kontraktor. Sebelum dilakukan revisi ini, hanya BUMN yang diberi penugasan oleh Pemerintah yang dapat melakukan penunjukkan langsung.KPPIP mendorong dilakukannya revisi dan mendorong percepatan finalisasi rancangan revisi PP No. 79/2015 untuk memastikan bahwa proyek-proyek yang menggunakan skema penugasan kepada BUMD dapat melakukan penunjukkan langsung jasa konstruksi. Dengan dilakukannya penunjukkan langsung, BUMD terkait dapat mempercepat proses pengadaan barang/
jasa sehingga mempercepat proses penyiapan proyek.
Dukungan KPPIP dalam mendorong revisi dan percepatan finalisasi rancangan revisi PP No. 79/2015 adalah pemantauan sirkulasi tanda tangan pemangku kepentingan dan eskalasi ke rapat tingkat menteri KPPIP pada 11 November 2016.
Pada saat peluncuran layanan 3 Jam Perizinan Investasi, salah satu syarat yang dibutuhkan adalah investasi minimal Rp 100 Miliar dan/atau menyerap tenaga kerja minimal 1.000 orang. Selanjutnya, untuk mendukung program Tax Amnesty, peserta Tax Amnesty dapat memanfaatkan layanan tersebut tanpa melihat batasan nilai investasi dan jumlah tenaga kerja.
KPPIP turut mendukung BKPM dalam peningkatan investasi di Indonesia, salah satunya dengan menyampaikan peluang investasi pada infrastruktur prioritas pada forum-forum bisnis yang diadakan bersama dengan BKPM.
Percepatan Perizinan Melalui BKPM
Revisi Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2015 tentang Penunjukkan BUMD
sebagai Kontraktor
1. Izin investasi
2. Akta Perusahaan dan Pengesahan 3. NPWP
4. Tanda Daftar Perusahaan
5. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) 6. Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) 7. Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) 8. Nomor Induk Kepabeanan (NIK)
9. Surat Keterangan Peta Informasi Ketersediaan Lahan
b. perbaIKan peraturan terKaIt KebIJaKan FISKaL
Peraturan Menteri Keuangan
No. 129 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No. 265 Tahun 2015 tentang Fasilitas
dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur
P
eraturan Menteri Keuangan No. 129 Tahun 2016 mengatur Tata Cara Pelaksanaan Fasilitas dengan Lembaga Internasional untuk Penyediaan Transaction Advisor dengan opsi perjanjian kerja sama, yang diterbitkan pada bulan Agustus 2016. PMK ini merupakan revisi dari Peraturan Menteri Keuangan No. 265 Tahun 2015 dengan penambahan peraturan terkait dengan Pembangunan Kilang Minyak melalui skema KPBU.Penyusunan Peraturan Menteri Keuangan No. 129 Tahun 2016 dilatarbelakangi oleh kebutuhan Proyek Kilang Minyak Bontang, yang telah ditetapkan sebagai proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) pada 9 Februari 2016, untuk menetapkan Transaction Advisor.
Pada rapat koordinasi yang sama yang menetapkan skema proyek menjadi KPBU, terdapat usulan agar International Finance Corporation (IFC) menjadi Transaction Advisor mengingat rekam jejak suksesnya pendampingan IFC untuk proyek KPBU di Indonesia sebelumnya.
Pertimbangan pemilihan IFC sebagai Transaction Advisor adalah karena IFC dipercaya dapat melakukan proses pelelangan yang credible dan juga sekaligus bankable. Pada 29 Agustus 2016, IFC mengirimkan proposal Transaction Advisor untuk Proyek Kilang Minyak Bontang kepada PT Pertamina, sebagai penanggung jawab proyek. PT Pertamina membutuhkan dukungan fasilitas Pemerintah berupa Project Development Fund (PDF) untuk mendapatkan penggantian biaya Transaction Advisor.
Dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas untuk melaksanakan fasilitas tersebut, Kementerian Keuangan menyusun Peraturan Menteri Keuangan No.
129 Tahun 2016 di mana di dalamnya ditambahkan satu pasal (pasal 14A) yang menyatakan bahwa Menteri Keuangan, dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, dapat mengadakan kerjasama dengan Lembaga Internasional dalam rangka pelaksanaan fasilitas.
Dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan No. 129 Tahun 2016 ini, maka dimungkinkan ditetapkannya IFC sebagai Transaction Advisor Proyek Kilang Minyak Bontang dengan skema kerja sama dengan Menteri Keuangan.
Cara pemilihan Transaction Advisor melalui skema kerja sama, sesuai dengan PMK 129/2016 adalah sebagai berikut:
Cara pemilihan Transaction Advisor melalui PJPK mengajukan Surat Permohonan Fasilitas kepada Menteri Keuangan.
1
Menteri Keuangan dan PJPK membuat Kesepakatan Induk.
2
Menteri Keuangan dan Lembaga Internasional membuat Perjanjian Kerjasama Pelaksanaan Fasilitas (Cooperation Agreement).
3
PJPK dan Lembaga Internasional menyusun Draft Financial Advisory Services Agreement (FASA)
4
PJPK menyampaikan draft FASA kepada Kementerian ESDM untuk mendapat persetujuan terkait lingkup dan biaya.
5
Kementerian ESDM menyampaikan Surat Konfirmasi 6
PJPK dan Lembaga Internasional menandatangani FASA 7
MENTERI KEUANGAN
PJPK MENTERI
ESDM LEMBAGA
INTERNASIONAL
1 2
6 5
4 7
3
Dukungan KPPIP diberikan dalam implementasi PMK 129/2016 untuk percepatan penetapan IFC sebagai Transaction Advisor Proyek Kilang Minyak Bontang, dengan mengkoordinasikan rapat pembahasan secara rutin dengan semua pemangku kepentingan, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, PT Pertamina, dan IFC.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.
96 tahun 2016 tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan dalam Rangka Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur di Daerah
Peraturan Menteri Keuangan No. 130 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan
P
eraturan Menteri Keuangan No. 130 Tahun 2016 merupakan peraturan turunan dari Perpres 4/2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang diterbitkan pada September 2016.Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2016 tersebut memberikan penugasan kepada PT PLN untuk melakukan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan (PIK) melalui skema swakelola dan skema kerja sama dengan Independent Power Producer (IPP).
Selanjutnya Peraturan Menteri Keuangan No. 130 Tahun 2016 mengatur tata cara pemberian jaminan Pemerintah berupa jaminan pinjaman PT PLN dalam hal melakukan swakelola, dan jaminan kelayakan usaha atas kerja sama penyediaan tenaga listrik yang dilakukan dengan IPP berdasarkan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL).
Dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan No. 130 Tahun 2016, pemenuhan kewajiban PT PLN kepada kreditur berdasarkan perjanjian pinjaman/kredit dapat dijamin oleh Pemerintah, sehingga dapat meningkatkan kemudahan bagi PT PLN dalam mendapatkan kreditur untuk melaksanakan PIK secara swakelola.
Untuk skema kerja sama dengan IPP, Pemerintah dapat memberikan jaminan bahwa PT PLN mampu memenuhi kewajiban finansialnya dalam membeli listrik dari IPP sesuai dengan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL), dalam bentuk Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU). Dukungan Pemerintah ini merupakan wujud komitmen dalam membangun infrastruktur ketenagalistrikan, termasuk mencapai target program 35.000 MW.
KPPIP mendukung implementasi dari Peraturan Menteri Keuangan No. 130 Tahun 2016 untuk mempercepat pencapaian financial close dari proyek-proyek dalam program 35.000 MW, terutama dengan skema kerja sama IPP. Dengan adanya jaminan pemerintah ini, maka para pengembang proyek dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi pada proyek-proyek ketenagalistrikan.
P
embayaran ketersediaan layanan atau Availability payment adalah bentuk dukungan pemerintah untuk pengembangan proyek infrastruktur dengan skema KPBU. Pembayaran ketersediaan layanan mengambil bentuk pembayaran secara berkala oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah kepada Badan Usaha Pelaksana atas tersedianya layanan Infrastruktur yang sesuai dengan kualitas dan/atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam perjanjian KPBU.Untuk memberikan dukungan dalam bentuk Pembayaran ketersediaan layanan bagi proyek infrastruktur dengan Pemerintah Daerah sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK), maka diperlukan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) sebagai dasar hukum.
Pada Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai Pembayaran Ketersediaan Layanan diatur dalam Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pemerintahan dalam negeri, paling lambat 30 hari sejak Peraturan Presiden ini dikeluarkan (Pasal 13 dan Pasal 47). Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 sendiri dikeluarkan pada Maret 2015, namun hingga pertengahan 2016, Permendagri terkait Pembayaran ketersediaan layanan belum juga dikeluarkan.
KPPIP mendukung untuk mendorong diterbitkannya Permendagri tersebut dengan menyampaikan pemahaman mendasar terkait pratek KPBU dan memastikan digunakannya prinsip-prinsip kunci Pembayaran Ketersediaan Layanan, pada pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri.
Pada akhir November 2016, rancangan Permendagri telah disetujui dan ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri dengan nomor Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 96 tahun 2016 tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan Dalam Rangka Kerjasama Pemerintah Daerah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur Di Daerah. Selanjutnya, Permendagri ini akan diproses oleh Kementerian Hukum dan HAM untuk selanjutnya diberlakukan.
1. Penyiapan kebijakan penataan ruang nasional 2. Pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN)
3. Penanganan dan penyelesaian masalah yang timbul dalam penyelenggaraan penataan ruang
4. Penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang
5. Pemaduserasian peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan penataan ruang
6. Pemaduserasian penatagunaan RTRWN 7. Pemantauan pelaksanaan RTRWN
8. Penyelenggaraan, pembinaan, dan penentuan prioritas pelaksanaan penataan ruang kawasan-kawasan strategis nasional
9. Pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional dan kawasan strategis nasional
10. Pemfasilitasian kerja sama penataan ruang antar provinsi 11. Kerja sama penataan ruang antarnegara
12. Penyebarluasan informasi bidang penataan ruang dan yang terkait
13. Sinkronisasi Rencana Umum dan Rencana Rinci Tata Ruang Daerah dengan peraturan perundang-undangan 14. Upaya peningkatan kapasitas kelembagaan Pemerintah
dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang
c. perbaIKan peraturan terKaIt KeLembaGaan
Rancangan Peraturan Presiden tentang Penyediaan Pendanaan Pengadaan Tanah bagi PSN
Pembubaran Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional (UP3KN) dan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN)
KPPIP mendukung secara intensif Raperpres Penyediaan Pendanaan Pengadaan Tanah bagi PSN. Raperpres ini ditujukan untuk menjamin penyediaan dana Uang Ganti Rugi (UGR) PSN dengan cara dikelola oleh Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara (BLU LMAN). Implementasi Raperpes ini akan terbagi dalam dua skema yakni Pendanaan Langsung dan Dana Talangan. Dalam skema Dana Talangan, LMAN akan mengganti dana badan usaha yang telah terpakai terlebih dahulu untuk pengadaan tanah proyek PSN.
Dengan dikelola oleh LMAN, diharapkan alokasi dana lebih terjamin karena dikelola dibawah satu instansi yang dapat fokus pada penganggaran dana UGR.
Lalu, dengan dikelola oleh LMAN, alokasi dana tidak terikat dengan rezim APBN yang terpaku pada anggaran tahunan (dapat di carry over ke tahun berikutnya jika UGR belum dapat dicairkan pada tahun anggaran).
KPPIP mendukung perumusan Raperpres ini karena diharapkan dapat mempercepat dan menjamin ketersediaan dana UGR bagi PSN. Saat ini, KPPIP tidak hanya mendukung perumusan tetapi juga mendukung penyiapan implementasi Raperpres ini di LMAN melalui kompilasi informasi data kebutuhan dana pengadaan tanah PSN dan prioritasisasi pengalokasiannya.
BKPRN
Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) adalah lembaga ad hoc yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional. Berdasarkan Keputusan Presiden tersebut BKPRN bertugas untuk mengkoordinasikan:
Pada 20 September 2016, dilakukan Rapat Terbatas yang memutuskan pembubaran 9 (sembilan) Lembaga Non Struktural (LNS), termasuk salah satunya adalah BKPRN. Alasan dari pembubaran LNS ini adalah untuk penghematan anggaran dan menghapus terjadinya tumpang tindih kewenangan antar instansi Pemerintah. Setelah pembubaran ini, maka fungsi dari Sembilan LNS tersebut, termasuk BKPRN, akan diintegrasikan kepada Kementerian atau Lembaga yang berkaitan dengan fungsi tersebut.
UP3KN
Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional (UP3KN) dibentuk pada Januari 2015 melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 129 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri ESDM No. 3 Tahun 2015. Pembentukan UP3KN bertujuan untuk mempercepat proses Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan (PIK) dan pencapaian target program 35.000 MW. Tugas dari UP3KN meliputi inventarisasi status PIK, menyusun dan memantau kemajuan rencana aksi, debottlenecking hambatan yang ditemui, fasilitasi pertemuan dengan pemangku kepentingan, dan mendorong pemanfaatan produk dalam negeri.
Pada Agustus 2016, unit ini dibubarkan oleh Plt Menteri ESDM dalam rangka perampingan organisasi pada Kementerian ESDM, dengan menyerahkan fungsi unit khusus kepada DItjen terkait di Kementerian ESDM.
d. perKembanGan Kpbu dI IndoneSIa
Kemajuan KPBU di Indonesia
U
ntuk pembangunan infrastruktur di Indonesia dibutuhkan pendanaan yang mencapai sekitar Rp 4.796,2 Triliun. Mengingat adanya keterbatasan pendanaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), maka dibutuhkan peran dari Badan Usaha Swasta untuk menutupi gap pendanaan sebesar 36%.Keterlibatan Badan Usaha Swasta dapat dilihat sejak tahun 1970-an dimana dilakukan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) pertama untuk sektor jalan tol. Sejak itu, Pemerintah mulai mengembangan KPBU di sektor jalan tol dengan skema Built-Operate-Transfer (BOT). Pada tahun 2007, Pemerintah menerbitan Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2007 tentang Kerjasama Pemerintah Swasta yang sudah direvisi menjadi Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha.
Selain itu, dari sisi kelembagaan juga telah dibentuk PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia untuk memberikan penjaminan sehingga meningkatkan kelayakan proyek dan PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) untuk mendorong pendampingan penyiapan dan pendanaan proyek.
Kementerian Keuangan juga telah membentuk PPP Unit yang mengelola dukungan penyiapan maupun dukungan pemerintah lainnya untuk proyek KPBU.
Meskipun langkah-langkah reformasi dari sisi peraturan dan kelembagaan sudah dilakukan, implementasi KPBU di Indonesia masih terhambat. Sejumlah proyek yang diusung sebagai KPBU melalui PPP Book sejak tahun 2011 sampai tahun 2013 belum sukses mencapai financial close dan konstruksi.
Pada tahun 2015, Pemerintah semakin giat untuk mendorong tumbuhnya keterlibatan Badan Usaha sesuai arahan Presiden Jokowi. Hasil dari seluruh upaya dan kerjasama berbagai pihak terkait, maka sejumlah proyek KPBU telah berhasil maju ke tahapan proyek selanjutnya, Dari proyek prioritas, terdapat proyek PLTU Batang, Palapa Ring Paket Barat, dan Palapa Ring Paket Tengah yang sudah mencapai financial close sehingga konstruksi fisik dapat segera dilakukan.
Di samping itu, terdapat proyek Palapa Ring Paket Timur, Jalan Tol Manado – Bitung, dan Jalan Tol Balikpapan – Samarinda dan SPAM Umbulan yang sudah mencapai penandatanganan perjanjian KPBU.
Dengan adanya perbaikan-perbaikan regulasi, pembentukan kelembagaan, penyediaan dukungan pemerintah, komitmen PJPK yang solid, dan koordinasi yang kuat antar pemangku kepentingan, diharapkan semakin banyak proyek- proyek KPBU yang dapat maju dan berhasil.
Pembiayaan Investasi Non-APBN (PINA)
T
otal alokasi dana infrastruktur 2015-2016 yang bersumber dari APBN/APBD adalah sekitar Rp 1.500 Triliun, dari total kebutuhan investasi infrastruktur sebesar Rp 4.796,2 Triliun, sehingga masih terdapat gap dalam pendanaan pembangunan infrastruktur.
Oleh karena itu, Kementerian PPN/Bappenas memandang dibutuhkannya suatu sistem perencanaan dan koordinasi paralel untuk investasi pembangunan yang menggunakan dana non APBN dan diatur dalam bentuk Peraturan Presiden.
Sejumlah isu kunci yang perlu diatur dalam Peraturan Presiden ini adalah
penegasan tugas dan kewenangan Menteri PPN/Bappenas sebagai Chief Investment Officer dan jalur koordinasi dengan pihak terkait, penambahan arahan kebijakan khusus PINA pada Rencana Kerja Pemerintah, dan harmonisasi kebijakan dalam rangka menciptakan sumber-sumber pendanaan PINA.
KPPIP mendukung perumusan PINA dengan memberi masukan terkait perlunya sinergi antara KPPIP dan Koordinator PINA untuk optimalisasi proyek prioritas dan strategis.
03 BAB
Pencapaian KPPIP
Bab ini mencakup laporan pencapaian
KPPIP untuk proyek dalam hal peningkatan
kualitas penyiapan proyek, penetapan skema
pendanaan, monitoring dan debottlenecking
serta perbaikan peraturan.
a. duKunGan penyIapan proyeK
Penyusunan Outline Business Case/OBC Pelabuhan Hub Internasional (PHI)
Kuala Tanjung
Harga Keekonomian Produk Kilang Minyak Bontang
P
enyiapan rencana pembangunan proyek PHI Kuala Tanjung telah dilakukan sejak 2012 oleh sejumlah pemangku kepentingan. Akan tetapi, belum ada upaya untuk mengintegrasikan rencana pembangunan pelabuhan dengan pengembangan industri serta infrastruktur akses dan pendukung yang merupakan faktor penting dalam menjaga keberlanjutan operasional pelabuhan di masa mendatang.Melihat kondisi ini, KPPIP menyediakan jasa konsultansi penyusunan Pra- studi Kelayakan/OBC PHI Kuala Tanjung melalui pengadaan Konsorsium Mott MacDonald, Deloitte Indonesia dan Hanafiah, Ponggawa & Partners (HPRP).
Penyusunan lingkup studi untuk OBC PHI Kuala Tanjung dibahas dan disepakati oleh pemangku kepentingan utama yaitu Kementerian Perhubungan,
PT Pelindo I serta PT Inalum. Dengan diselesaikannya penyusunan OBC ini, maka proses pembahasan dan penetapan skema pendanaan proyek dapat segera dilakukan. OBC PHI Kuala Tanjung telah diselesaikan pada Desember 2016.
B
erdasarkan Peraturan Presiden No. 146 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri, produk BBM Kilang Minyak Bontang akan ditetapkan menggunakan harga keekonomian. Harga keekonomian merupakan harga yang diperhitungkan berdasarkan pengembalian nilai investasi dan keuntungan yang wajar atas Pembangunan Kilang Minyak atau Pengembangan Kilang Minyak yang besarannya ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.Pada bulan April 2016, Kementerian ESDM mengirimkan surat permohonan kepada KPPIP untuk melakukan kajian harga keekonomian. Menindaklanjuti hal tersebut, KPPIP menyediakan jasa konsultansi dan memilih Argus/Santi Group sebagai konsultan penyusun kajian.
Kajian Harga Keekonomian selesai pada Oktober 2016, setelah sebelumnya dilakukan tiga kali workshop untuk membahas metodologi dan hasil perhitungan harga. Hasil kajian harga keekonomian ini dapat menjadi basis harga referensi produk Kilang Minyak Bontang yang menjadi informasi penting bagi calon investor dan digunakan pada saat market sounding guna menarik minat investor untuk mengembangkan proyek Kilang Minyak Bontang.
Penyusunan Dokumen AMDAL Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Merauke
P
ada bulan Juli 2016, Presiden menginstruksikan untuk segera dilakukan pembentukan KEK Merauke. Sebagai upaya percepatan memenuhi kelengkapan dokumen pengusulan pembentukan KEK Merauke oleh Pemerintah Kab. Merauke, KPPIP menyediakan jasa konsultansi untuk penyusunan Dok. AMDAL dimana PT Karsa Buana Lestari terpilih melalui proses penunjukan langsung.Pada Desember 2016, kajian AMDAL telah diselesaikan dan dilanjutkan dengan sosialisasi rencana pembentukan KEK kepada masyarakat setempat oleh Konsultan penyusun Dok. AMDAL dengan dukungan KPPIP. Dengan diselesaikannya Dok. AMDAL ini, proses pengusulan pembentukan KEK diharapkan dapat segera dilakukan pada awal tahun 2017.
Studi Kelembagaan Pendanaan dalam Pengadaan Infrastruktur di Indonesia
M
enimbang kebutuhan pendanaan infrastruktur yang sangat signifikan serta keterbatasan kemampuan pembiayaan dari APBN/APBD, maka diperlukan sumber dan skema pembiayaan alternatif. Melihat kondisi ini, KPPIP melalui pengadaan jasa konsultansi PT Wiswakharman yang terpilih melalui proses lelang untuk melakukan studi Kelembagaan Pendanaan dalam Pengadaan Infrastruktur di Indonesia.Tujuan upaya ini adalah mencari rekomendasi alternatif pembiayaan guna mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia. Studi Kelembagaan ini diselesaikan pada Oktober 2016.
Studi Kelembagaan ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada KPPIP dan Penanggung Jawab Proyek infrastruktur terkait dengan konsep lembaga keuangan dan investasi infrastruktur yang perlu dikembangkan di Indonesia untuk membantu pendanaan proyek melalui instrumen-instrumen atau skema yang saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal.
b. penetapan SKema pendanaan proyeK
Penandatanganan Perjanjian KPBU dan Financial Close SPAM Umbulan
S
etelah selesainya proses lelang Proyek SPAM Umbulan pada Februari 2016, penandatanganan Perjanjian KPBU antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai PJPK dan Badan Usaha belum dapat dilakukan hingga Mei 2016.Hal ini disebabkan belum terpenuhinya persyaratan berupa persetujuan atas Detail Engineering Design (DED) Proyek SPAM Umbulan oleh semua PDAM terdampak yaitu PDAM Kab, Gresik, PDAM Kota Surabaya, PDAM Kab. Sidoarjo, PDAM Kota Pasuruan, dan PDAM Kab. Pasuruan. Persetujuan atas DED yang masih dibutuhkan adalah persetujuan dari PDAM Kabupaten Pasuruan.
Melalui Rapat Koordinasi Menteri KPPIP pada 17 Juli 2016, KPPIP memfasilitasi pencapaian kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Pemkab Pasuruan, PDAM Pasuruan, dan Kementerian PUPR serta berperan aktif dalam melakukan komunikasi dengan Gubernur Provinsi Jawa Timur untuk memastikan semua syarat penandatanganan perjanjian KPBU yang menjadi tanggung jawab PJPK dapat terpenuhi. Penandatanganan perjanjian KPBU sendiri dilakukan pada 22 Juli 2016.
KPPIP membantu proses percepatan financial close melalui rapat mingguan SPAM Umbulan yang dipimpin oleh Deputi VI Kemenko Perekonomian selaku Ketua Tim Pelaksana KPPIP. Mendekati tenggat waktu target percepatan financial close, KPPIP melaksanakan Rapat Koordinasi Tingkat Menteri KPPIP pada 21 November 2016.
Rapat ini membahas upaya pemenuhan syarat-syarat financial close seperti alokasi DAK untuk pembangunan jaringan distribusi SPAM Umbulan di Kabupaten Pasuruan dan juga membahas amandemen perjanjian KPBU antara PJPK dan Badan Usaha untuk memungkinkan percepatan financial close.
Terkait dengan alokasi DAK untuk pembangunan jaringan distribusi SPAM Umbulan di Kabupaten Pasuruan, KPPIP berkoordinasi dengan Kedeputian Bidang Sarana dan Prasarana serta Kedeputian Bidang Pengembangan Regional Bappenas; Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian PUPR; serta Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan.
Sebagai hasil atas koordinasi yang dilakukan KPPIP, dikeluarkannya surat komitmen dukungan ketiga kementerian tersebut untuk pengalokasian DAK bagi pembangunan jaringan distribusi hilir di Kabupaten Pasuruan terkait Proyek SPAM Umbulan.
Terkait amandemen perjanjian KPBU antara PJPK dan Badan Usaha, KPPIP berkoordinasi dengan Tim PJPK yang dipimpin oleh Gubernur Jawa Timur serta Kepala BPPT Jawa Timur, PT Sarana Multi Infrastruktur sebagai pelaksana project development facility, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia sebagai penjamin risiko, PT Indonesia Infrastructure Finance sebagai lead arranger, dan PT Meta Ardhya Tirta Umbulan sebagai badan usaha.
KPPIP berperan sebagai mediator dalam negosiasi hal-hal yang termasuk sebagai condition precedent dan perubahannya menjadi condition subsequent dari financial close. Perubahan-perubahan tersebut dapat mendorong percepatan financial close dari 1 tahun menjadi 6 bulan sejak penandatanganan perjanjian KPBU. Financial close SPAM Umbulan berhasil terpenuhi pada 30 Desember 2016.
Penandatanganan Perjanjian KPBU Palapa Ring Broadband Paket Timur
P
alapa Ring Paket Timur adalah paket terakhir dari proyek Palapa Ring yang bertujuan membangun jaringan serat optik nasional yang mencakup 35 kabupaten/kota. Pada 29 September 2016, penandatanganan Perjanjian KPBU untuk Palapa Ring Paket Timur telah terlaksana antara Menteri Komunikasi dan Informatika sebagai PJPK dan PT Palapa Timur Telematika sebagai Badan Usaha Pelaksana yang terpilih melalui proses lelang. Selain itu, telah dilakukan penandatanganan Perjanjian Penjaminan dan Perjanjian Regres pada saat yang bersamaan.Sebagai bagian dari proyek prioritas, KPPIP melakukan pemantauan kemajuan proyek bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kementerian Keuangan, dan PT Sarana Multi Infrastruktur serta memfasilitasi penandatanganan Perjanjian KPBU yang disaksikan oleh Presiden di Istana Negara.
Pencapaian Financial Close Palapa Ring Broadband Paket Tengah dan Paket Barat
Penerbitan Penetapan Lokasi untuk
Central – West Java Transmission Line 500 kV
Pengadaan Badan Usaha Jalan Tol Serang – Panimbang
S
etelah tercapainya penandatanganan Perjanjian KPBU Palapa Ring Paket Barat pada 29 Februari 2016 dan Paket Tengah pada 4 Maret 2016, maka Kementerian Kominfo sebagai PJPK telah mengambil langkah- langkah untuk mewujudkan financial close agar dana dapat dicairkan untuk memulai konstruksi. Financial close Paket Barat telah tercapai pada 26 Juli 2016 dan disusul oleh Paket Tengah pada 29 Agustus 2016.Untuk mencapai milestone ini, KPPIP melakukan pemantauan dan memfasilitasi koordinasi untuk percepatan pencapaian financial close sehingga konstruksi dapat segera dimulai.
K
PPIP memfasilitasi rapat koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait di Sekretariat Wakil Presiden pada 30 Agustus 2016 untuk mempercepat diterbitkannya Penetapan Lokasi oleh Bupati Tegal. Dengan dilakukannya serangkaian pembahasan di level teknis dan rapat koordinasi ini, Penetapan Lokasi proyek dikeluarkan pada 17 Oktober 2016 sehingga proses pengadaan tanah dapat dilaksanakan guna mencapai target mulai konstruksi pada Januari 2017.K
PPIP mendukung BPJT selaku penanggung jawab proyek Jalan Tol Serang – Panimbang untuk mempercepat penentuan skema pendanaan.KPPIP melakukan analisa finansial maupun kelembagaan terhadap penyusunan skema pendanaan Jalan Tol Serang – Panimbang.
KPPIP juga secara intensif berkoordinasi dan berdiskusi dengan pemangku kepentingan terkait meliputi BPJT selaku otoritas pengatur jalan tol, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) selaku pemberi jaminan dan Kementerian Keuangan untuk mendiskusikan mengenai bentuk dukungan Pemerintah yang dapat ditberikan.
Sebagai hasil dari upaya ini, BPJT telah melaksanakan proses Request for Final Proposal (RFP) atau pemasukan penawaran terakhir pada tanggal 27 Oktober 2016. Hasilnya terdapat satu peserta lelang yang mengikuti RFP yakni konsorsium PT Wijaya Karya dengan PT Jababeka. Saat ini sedang berlangsung proses negosiasi dimana diharapkan pada Januari 2017 sudah dapat ditetapkan BUJT pemenang lelang.
c. pemantauan dan
debottLenecKInG proyeK
Kesesuaian Tata Ruang untuk Transmisi Sumatera 500 kV
K
PPIP memantau kemajuan proyek dan memfasilitasi rapat koordinasi yang diperlukan untuk menyelesaikan isu yang menghambat pembangunan Transmisi Sumatera 500 kV. Salah satu isu yang muncul adalah belum disahkannya RTRW Provinsi Riau sehingga proses Penetapan Lokasi dan Izin Lingkungan Transmisi yang melewati Provinsi Riau, jalur New Aur Duri – Peranap – Perawang, belum dapat dilanjutkan.Pada 16 September 2016, telah dilaksanakan rapat pembahasan tata ruang terkait rencana pembangunan SUTET 500kV New Aur Duri – Peranap – Perawang, yang secara khusus bertujuan untuk merumuskan dan mengambil diskresi untuk penyelesaian permasalahan mengenai belum disahkannya RTRW Provinsi Riau.
Hasil dari rapat yang difasilitasi oleh BKPRN ini adalah penandatanganan rumusan rekomendasi yang menjadi fatwa bahwa rencana pembangunan SUTET 500kV New Aur Duri – Peranap – Perawang, yang sesuai dengan Jaringan Transmisi Sumatera Timur dan Jaringan Transmisi Sumatera Tengah, dapat dilanjutkan.
Peran KPPIP pada kegiatan ini adalah mendukung dan memastikan bahwa fatwa yang dikeluarkan dapat diaplikasikan oleh para pihak terkait didalam proses pengadaan lahan Transmisi Sumatera 500kV.
Prioritasisasi Pembangunan Zona Lainnya Setelah Zona 1 dan 6 Jakarta Sewerage System (JSS)
Pengalokasian Kebutuhan Sisa Dana Pengadaan Tanah untuk Kereta Api Makassar – Pare Pare oleh BLU-LMAN
Debottlenecking Penyusunan Dok. AMDAL Pelabuhan Patimban
S
etelah penetapan skema pendanaan untuk Zona 1 dan Zona 6 proyek JSS, belum dilakukan prioritasisasi untuk zona-zona lainnya. Untuk mencapai target layanan pengolahan limbah di Provinsi DKI Jakarta, diperlukan keputusan prioritasisasi dan penetapan rencana aksi JSS selain Zona 1 dan 6. Keputusan prioritasisasi ini memerlukan studi komprehensif sebagai dasar penetapan dan pengambilan keputusan.KPPIP bekerjasama dengan Kementerian PUPR melakukan rapat koordinasi dengan pemangku kepentingan JSS pada Oktober 2016 untuk memperoleh pendapat terkait rencana penyiapan JSS selanjutnya. KPPIP, dengan bantuan dari Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) selaku lembaga donor penyedia pendanaan, melakukan scoping study untuk menentukan zona-zona yang (secara indikatif) menjadi prioritas dan memiliki potensi untuk dikembangkan setelah Zona 1 dan Zona 6 JSS. Studi ini diperkirakan akan selesai pada Januari 2017. Hasil dari studi tersebut akan menjadi dasar bagi KPPIP melakukan gap study untuk zona-zona prioritas pada tahun 2017.
Gap study melengkapi studi-studi yang sudah dilakukan seperti misalnya rancangan dasar teknis dan kajian awal. Hasil dari gap study dapat menjadi komplemen untuk kajian yang sudah ada dan bila disatukan akan menghasilkan Outline Business Case (OBC) yang lengkap. OBC tersebut dapat menjadi dasar pengambilan keputusan skema pendanaan atas zona-zona prioritas dan menandai dimulainya penyiapan untuk zona-zona tersebut.
P
ada awalnya, dana alokasi dana pengadaan tanah pada DIPA Kementerian Perhubungan untuk proyek KA Makassar – Parepare tidak mencukupi kebutuhan pembayaran uang ganti rugi (UGR) lahan untuk memenuhi target operasi pada 2019.Menanggapi kondisi ini, KPPIP memfasilitasi koordinasi dan prioritasisasi alokasi dana antara BLU-LMAN dan Kementerian Perhubungan dalam rangka pembahasan kebutuhan anggaran UGR untuk Tahun Anggaran 2017. Dengan teralokasinya dana ini, pengadaan tanah proyek dapat dilakukan sesuai dengan target dan pada akhirnya memastikan tidak tertundanya konstruksi proyek.
S
etelah ditetapkannya lokasi pelabuhan di Patimban, Subang, Jawa Barat pada 25 Mei 2016, Kementerian Perhubungan selaku Penanggung Jawab Proyek segera memulai penyiapan proyek dengan menyusun 4 studi secara paralel, salah satunya adalah Dok. AMDAL melalui dukungan hibah dari JICA yang dibutuhkan sebagai kelengkapan dokumen untuk pengajuan pinjaman luar negeri (ODA Loan).Mengingat proyek belum tercantum dalam tata ruang di tingkat nasional dan daerah dan Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) serta penyusunan Rencana Induk Pelabuhan (RIP) dilakukan secara paralel, maka pengajuan penilaian KA-ANDAL oleh Kementerian Perhubungan tidak dapat diproses oleh Kementerian LHK.
Menanggapi situasi ini, KPPIP memfasilitasi serangkaian rapat koordinasi dan konsultansi dengan pemangku kepentingan untuk membahas solusi agar proses penilaian KA-ANDAL dapat dilakukan yaitu dikeluarkannya Surat Menteri Perhubungan yang menjelaskan status penyiapan proyek sembari melengkapi prasyarat administrasi dan legalitas proyek serta Surat Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian ATR sebagai rujukan untuk penyesuaian tata ruang di tingkat nasional dan daerah.
Selain itu, KPPIP turut memfasilitasi pembahasan teknis dengan Kementerian LHK agar Dok. AMDAL yang disusun telah memenuhi seluruh komponen yang diperlukan untuk penilaian kelayakan lingkungan oleh Komite AMDAL. Dengan dukungan KPPIP ini, proses KA-ANDAL Pelabuhan Patimban dapat dilanjutkan.
Kesepakatan Legal Standing Penyelenggaraan Prasarana Light Rail Transit (LRT) Sumatera Selatan
Penjaminan Medium Term Notes (MTN) dan Obligasi Pembiayaan Jalan Tol Trans Sumatera (8 Ruas Prioritas) oleh Pemerintah melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan No. 168/PMK.08/2016
P
royek LRT Sumatera Selatan merupakan salah satu infrastruktur yang direncanakan untuk mendukung perhelatan Asian Games pada Agustus 2018. Dalam rangka memastikan terwujudnya target operasi proyek pada Agustus 2018, dibutuhkan percepatan sehingga dikeluarkannya penugasan penyelenggaraaan prasarana dan sarana LRT melalui Peraturan Presiden No. 116/2015 j.o.Peraturan Presiden No. 55/2016 tentang Perubahan atas Perpres No. 116/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan KA Ringan/LRT di Provinsi Sumatera Selatan. Setelah dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 116/2015, PT Waskita Karya segera menjalankan konstruksi namun terdapat sejumlah kelengkapan penyiapan proyek yang belum terpenuhi sehingga berpotensi menghambat pelaksanaan penyelenggaraan proyek meliputi penetapan spesifikasi teknis/desain dan kontrak kerjasama.
Penyelenggaraan prasarana juga telah dimulai sejak November 2015 oleh PT Waskita Karya untuk mencapai target penyelesaian konstruksi pada Juni 2018 dan target penyelenggaraan sarana pada Maret 2018.
Dalam rangka memastikan bahwa pelaksaan pembangunan LRT Sumatera Selatan berjalan sesuai dengan Peraturan Presiden No. 116/2015 j.o. Peraturan Presiden No. 55/2016, KPPIP memfasilitasi rapat penyusunan kesepakatan legal standing pada 14 November 2016 dengan melibatkan Kantor Staf Presiden (KSP); Kementerian Perhubungan; Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP); Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan, dan Pembangunan (TP4); Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP); dan PT Waskita Karya. Penyusunan legal standing ini bertujuan untuk menyamakan pemahaman diantara pemangku kepentingan terkait dengan pelaksanaan pembangunan LRT oleh PT Waskita Karya berdasarkan dasar hukum Peraturan Presiden No. 116/2016.
Hal ini dibutuhkan agar pelaksanaan pembangunan tidak menghasilkan temuan pada saat proses audit dilakukan di masa mendatang.
K
PPIP terlibat dalam pembahasan pemenuhan sumber pendanaan 8 ruas prioritas Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) yang merupakan bagian dari program infrastruktur prioritas Pemerintah. KPPIP secara aktif membahas dan merekomendasikan potensi alternatif sumber pendanaan JTTS. Hal ini dilakukan melalui koordinasi dengan PT Hutama Karya selaku penerima penugasan penyelenggaraan proyek dan PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) selaku konsultan yang mendukung PT Hutama Karya dalam pemenuhan pembiayaan JTTS. Pada akhirnya diputuskan bahwa pemenuhan kebutuhan ekuitas PT Hutama Karya akan dipenuhi melalui penerbitan MTN dan Surat Hutang, namun agar menarik bagi calon investor diperlukan dukungan Pemerintah berupa jaminan.Pada November 2016, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 168/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan Obligasi Dalam Rangka Percepatan Proyek Pembangunan Jalan Tol di Sumatera. Jaminan tersebut diberikan berdasarkan mandat Peraturan Presiden No. 100 Tahun 2014, disamping memberikan jaminan atas pinjaman PT Hutama Karya dalam rangka pengusahaan jalan tol di Sumatera.
d. pencapaIan daLam perbaIKan peraturan terKaIt InFraStruKtur
Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2016 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Peraturan Presiden No. 102 Tahun 2016 tentang Pendanaan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional
K
PPIP terlibat dalam proses pembahasan dan penyusunan serta mendorong percepatan pengundangan rancangan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 79 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Dengan direvisinya PP ini, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang mendapat penugasan dari Pemerintah dapat melakukan penunjukan langsung pelaksana konstruksi.PP ini dibutuhkan oleh BUMD yang menerima penugasan langsung dari Pemerintah agar dapat memenuhi pelaksanaan penyediaan prasarana infrastruktur dalam waktu singkat (18 - 24 bulan) sehingga target operasi dapat tercapai. Dengan diperbolehkannya BUMD melakukan penunjukan langsung, maka akan mempersingkat proses pengadaan kontraktor dari sekitar 6 bulan menjadi 3 bulan. Hasil dorongan percepatan ini ialah diterbitkannya PP No. 54 Tahun 2016 tentang Perubahan Ketiga atas PP No. 29 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
D
alam rangka memastikan tersedianya dana ganti rugi untuk pengadaan tanah PSN, KPPIP berkerjasama dengan Badan Layanan Umum-Lembaga Manajemen Aset Negara (BLU-LMAN) dalam menyusun kebutuhan dana pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Dengan diterbitkannya Peraturan Presiden ini, penanggung jawab PSN melalui Menteri/Kepala K/L terkait mengalokasikan pendanaan sesuai dengan daftar peringkat, yang telah dikoordinasikan dengan KPPIP, dalam APBN pada bagian Bendahara Umum Negara (BUN).Selain itu, diatur pula mengenai pengadaan tanah dengan menggunakan dana badan usaha terlebih dahulu untuk memastikan tersedianya dana ganti rugi pengadaan tanah proyek sesuai dengan jadwal pelaksanaan proyek. Menteri/Kepala K/L terkait perlu melakukan perjanjian dengan Badan Usaha untuk memperoleh kuasa pengadaan tanah dan selanjutnya meminta persetujuan BLU-LMAN. Dana pengadaan tanah yang telah digunakan akan dibayarkan kembali melalui APBN setelah pelepasan hak obyek pengadaan tanah selesai.
04 BAB
DAFTAR PROYEK
PRIORITAS KPPIP
1. Spam SemaranG barat
SPAM Semarang Barat adalah proyek pembangunan SPAM yang direncanakan sebagai pilot project SPAM dengan skema pendanaan KPBU di Indonesia. SPAM Semarang Barat akan menyelesaikan permasalahan krisis air bersih dan penurunan permukaan tanah karena penggunaan air tanah di Kota Semarang.
Proyek akan menggunakan air dari Bendungan Jatibarang untuk menyelesaikan masalah kurangnya penyediaan air baku kota Semarang yang selama ini mengandalkan penyediaan dari Kabupaten Kudus. Proyek ini bertujuan untuk menyediakan air minum untuk 31 kelurahan di 3 kecamatan dengan estimasi 60.000 keluarga yang belum tersambung dengan jaringan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dalam wilayah Semarang Barat, Tugu, dan Ngaliyan. Proyek ini diharapkan dapat menyelesaikan krisis air bersih dan mengurangi penggunaan air tanah di Kota Semarang.
Sesuai dengan instruksi Wakil Presiden pada Juni 2015, saat ini sedang dilakukan koordinasi untuk penetapan skema pendanaan yang akan diterapkan dalam proyek ini. Direktorat Pengembangan SPAM Kementerian PUPR telah membuat quick review atas perbandingan skema KPBU dan pendanaan pemerintah pusat-pemerintah daerah. Atas hasil tersebut, Menteri PUPR meminta arahan lebih lanjut dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam menentukan skema pendanaan yang akan dipilih.
Pengambilan keputusan atas skema pendanaan direncanakan akan dilakukan dalam Rapat Tingkat Menteri KPPIP. Sebagai dampak dari perubahan regulasi dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 122/2015 dan Peraturan Menteri PUPR No. 19/2016, apapun skema pendanaan yang nantinya terpilih, PJP /PJPK yang baru dari proyek SPAM Semarang Barat adalah PDAM Kota Semarang.
Nilai Investasi : ~Rp 900 Miliar Skema Pendanaan : Belum ditetapkan
Lokasi : Jawa Tengah
Penanggung Jawab Proyek : PDAM Kota Semarang Rencana Mulai Konstruksi : 2018
Rencana Mulai Operasi : 2022
Deskripsi Proyek
Signifikansi Proyek
Status Terakhir
Skema Pendanaan
Pengadaan Tanah
Jadwal Pelaksanaan Proyek dan Status Proyek
RTRW Pra-Studi Kelayakan Studi Kelayakan Rencana Teknik Terinci (DED)
Sudah tercantum Selesai pada 2012 Selesai pada 2014 Ditargetkan dimulai pada
Semester ke-2 2017
AMDAL Izin Lingkungan IPPKH Pengadaan Tanah
Sudah diterbitkan Sudah diterbitkan N/A Menunggu penetapan lokasi
Penetapan Skema
Pendanaan Pelelangan Investasi Dukungan Kelayakan Penjaminan
Belum ditetapkan Ditargetkan dimulai pada Semester ke-2 2016
In principle approval sudah disetujui Letter of intent PT PII sudah diterbitkan
Pencapaian Pembiayaan Rencana Mulai Konstruksi Target Operasi
2017 2018 2022
Proyek SPAM Semarang Barat sebelumnya telah disiapkan dengan menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang direncanakan akan menerima Dukungan Pemerintah dalam bentuk Viability Gap Fund (VGF). Izin Prinsip VGF (in-principle approval VGF) telah dikeluarkan di bulan Mei 2015. Saat ini, menindaklanjuti instruksi Wakil Presiden pada 2015, masih dilakukan kajian bersama oleh para pemangku kepentingan atas skema pendanaan yang akan dipilih, antara KPBU, APBN, atau Business-to-Business.
Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah telah disusun, dan penyelesaian pengadaan tanah ditargetkan selesai sebelum proses lelang selesai. Proses pengadaan tanah terhenti dan menunggu kejelasan skema pendanaan sebelum ditindaklanjuti.
Tindak Lanjut
1. Koordinasi antara Direktorat Jenderal Cipta Karya, Pemerintah Kota Semarang dan PDAM Kota Semarang untuk menyepakati skema pendanaan yang paling tepat dan efektif untuk mempercepat pelaksanaan proyek;
2. Penguatan dan peningkatan kapasitas PDAM Semarang Barat sebagai PJP/PJPK proyek SPAM Semarang Barat sesuai dengan Peraturan Menteri PUPR No.19/2016.