• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Visual

Kata komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin, yaitu

“communis” yang berarti sama, “communico”, “communicatio”, atau

“communicare” yang berarti membuat sama atau to make common. Istilah communis yang paling sering disebut sebagai asal dari kata komunikasi merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Dapat disempulkan bahwa makna dari kata “sama” tersebut merujuk pada suatu pikiran, makna, atau pesan dianut secara bersama-sama (Mulyana, 2008).

Komunikasi merupakan sarana interaksi antar manusia, dimana di dalamnya terdapat pesan-pesan, ide, dan perasaan tertentu. Agar komunikasi dapat dimengerti, manusia menggunakan bahasa. Komunikasi yang dimengerti bukan hanya saling memahami bahasa digunakan. Namun, saling mengerti arti dan makna yang terkandung dalam komunikasi tersebut (Gassing dan Suryanto, 2016).

Scheidel (dalam Mulyana, 2008) berpendapat bahwa tujuan dasar manusia berkomunikasi adalah untuk mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis manusia. Kemudian, Scheidel pun menjabarkan secara rinci bahwa tujuan manusia berkomunikasi adalah untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, membangun kontak sosial dengan orang di sekelilingnya, dan mempengaruhi orang lain untuk ikut merasakan, berpikir, dan berperilaku seperti apa yang diinginkan.

Dalam komunikasi terjadi pertukaran pesan dengan arti dan makna tertentu.

Dari sudut pandang pertukuran makna, komunikasi sebagai proses penyampaian makna dalam wujud informasi atau buah pikir seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan) dengan media tertentu. Pertukuran makna tersebut merupakan inti dari proses komunikasi karena yang disampaikan seorang komunikator ke komunikan bukanlah hanya kata-kata, namun arti atau makna dari kata-kata tersebut (Hardjana, 2003).

Menurut Theodorson komunikasi adalah transisi dari informasi, ide, perilaku, atau emosi dari satu individu tau kelompok kepada orang lain terutama

(2)

8 melalui simbol. Selaras dengan itu, judy Pearson dan Paul E Nelson berpendapat bahwa komunikasi adalah proses memahami dan berbagi makna. Sementara itu, Wenburg dan Wilmot mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu usaha untuk memperoleh makna (dalam Wibowo, 2013).

Secara harfiah , komunikasi visual artinya komunikasi penglihatan. Kata visual sendiri memiliki makna segala sesuatu yang dapat dilihat dan direspon oleh indera penglihatan, yaitu, mata. Visual berasal dari bahasa Latin, yaitu videre yang berarti melihat. Komunikasi visual juga dikenal sebagai bahasa isyarat (language of gesture). Komunikasi visual adalah sebuah rangkaian proses penyampaian pesan kepada orang lain dengan penggunaan media penggambaran yang hanya bisa dilihat oleh indera penglihatan (Ni’mah, 2016).

Komunikator yang menyampaikan pesan kepada komunikan melalui media yang hanya bisa dilihat oleh mata merupakan teknik komunikasi visual.

Komunikasi visual ini biasa dilakukan melalui sebuah gambar, iklan, pamflet, maupun video tanpa audio. Mengacu pada definisi menurut Michael Kroeger (dalam Yuliastanti, 2008) komunikasi visual merupakan latihan teori dan konsep- konsep. Konsep yang dihasilkan tersebut melalui tema-tema visual yang menggunakan bentuk, warna, garis, dan penjajaran (juxtaposition). Sedangkan menurut Suyanto (2004) Komunikasi visual merupakan komunikasi yang digunakan untuk kebutuhan bisnis dan industri yang yang bisa meliputi periklanan serta penjualan produk, membuat identitas visual untuk produk, institusi, maupun perusahaan.

Menurut Tinarbuko (2003) komunikasi sebagi suatu sistem untuk memenuhi kebutuhan manusia di bidang informasi visual melalui tanda-tanda atau lambang-lambang yang dilihat oleh mata. komunikasi visual pun mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hampir di segala bidang kegiatan, lambang- lambang atau simbol-simbol visual muncul dalam bentuk gambar, sistem tanda, corporate identity, iklan hingga berbagai display produk di pusat pertokoan dengan berbagai macam daya tarik.

(3)

9 2.2 Media Baru

Media baru atau sering disebut “new media” merupakan fenomena paling actual yang dihadapi oleh planet bumi. Istilah media baru hingga kini masih menimbulkan perdebatan di kalangan ilmuwan. Bila dijeleaskan secara sederhana, istilah media baru tidak hanya merujuk ke suatu teknologi yang spesifik. Namun, lebih bersifat kolektif dengan kondisi media baru saat ini yang erat kaitannya dengan internet. Pengertian media baru diungkapkan oleh Croteau (dalam Kurnia, 2005), bahwa media baru muncul akibat inovasi teknologi dalam bidang media yang meliputi televisi kabel, satellites, optic fiber, dan komputer. Adanya teknologi seperti ini, pengguna bisa secara interaktif membuat pilihan hingga menyediakan respon produk media secara beragam.

Flew (dalam Watie, 2011) berpendapat media baru adalah media yang menawarakan digitalisasi, konvergensi, interaktivitas, dan pengembangan jaringan terkait pembuatan pesan dan penyampain pesan. Kehadirannya dalam menawarkan interaktifitas ini pengguna dari media baru memilki pilihan informasi apa yang didapatkan, sekaligus mengatur keluaran informasi yang didapat serta melakukan pilihan-pilihan yang diinginkan. Kemampuannya dalam menghadirkan sebuah interactivity inilah yang menjadi konsep utama dari pemahaman tentang media baru.

Wahyuni (2003) memaparkan media baru pada tiga kelompok yang dipetakan sebagai berikut. Pertama, media baru akan difokuskan pada objek diskusi di internet. Media internet hadir sebagai media yang “baru” dalam arti sebenarnya karena selain karakteristiknya yang konvergensi dan sinergi, media internet juga memiliki karakter sebagai link medium yang tak mengenal batas. Kedua, pembahsan media baru akan dikaitkan dengan proses digitalisasi yang sedang melanda media konvensional. Ketiga, media baru akan dikaitkan dengan bidang bidang media telekomunikasi dan aspek industrinya yang lebih khusus, yakni mengenai pengaturan provider mobile phone.

Sebutan media baru atau new media ini menjadi pengistilahan untuk menjelaskan karakteristik media yang berbeda dari yang telah ada selama ini.

Media seperti radio, televisi, majalah, dan koran dikelompokkan sebagai media atau old media, sedangkan media internet yang memuat interaktif dikelompokkan

(4)

10 sebagai media baru atau new media. Sehingga pengistilahan ini bukan berarti membuat media lama menjadi hilang dan digantikan media baru, tetapi ini merupakan pengistilahan untuk menjelaskan karakteristik yang muncul (Kurnia 2005).

Kehadiran media baru ini memperjelas kemunculan media yang bersifat digital, terkomputerisasi, dan jaringan efek dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Media baru memiliki karakteristik yang interaktif dan bebas, sehingga memberikan penggunanya untuk memproduksi dan mengkonsumsi konten media dengan menggunakan berbagai alat elektronik. Sifat interaktif yang dimiliki media baru ini adalah ketika penggunanya dapat berinteraksi langsung dengan konten media yang mereka akses, mereka secara aktif dapat memilih konten media dan memberikan respon terhadap konten media tersebuat. Sedangkan, sifat bebas yang dimiliki media baru yang dimaksud adalah ketika penggunanya dengan bebas membuat konten-konten media yang mengandung berbagai informasi, bisnis, hingga hiburan. Tidak hanya membuat konten, penggunanya juga dapat memegang kendali dalam pendistribusian dan konsumsi konten yang dibuatnya dalam media baru (Sahar, 2014).

2.3 Media Sosial

Media sosial merupakan sebuah media online, di mana penggunanya dapat dengan mudah bergabung, berbagai, berkomunikasi, dan menciptakan konten yang meliputi blog, wiki, forum, jejaring sosial, dan dunia virtual. Blog, wiki, dan jejaring sosial merupakan jenis-jenis media sosial yang paling umum dan sering digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Pendapat lain memandang media sosial sebagai media online yang membawa interaksi sosial dan media sosial menggunakan teknologi berbasis web yang mengubah komunikasi menjadi percakapan interaktif (Cahyono, 2014).

Ardianto (dalam Watie, 2011) menjelaskan bahwa, media sosial online disebut sebagai jejaring sosial online bukan media massa online, karena media sosial memiliki kapasitas sosial yang sangat mempengaruhi opini dan persepsi publik yang berkembang. Dukungan dan gerakan massa dapat terbentuk disebabkan oleh kekuatan media sosial, karena apa yang ada di dalam media sosial, mampu

(5)

11 membentuk persepsi, sikap, hingga perilaku publik. Fenomena media sosial ini bisa dilihat dari kasus

Jejaring sosial merupakan situs yang mana setiap penggunanya dapat membuat web page pribadi yang dapat terhubung dengan orang lain untuk bertukar informasi dan berkomunikasi. Saat ini, jejaring sosial terbesar adalah Facebook, Twitter, dan Instagram. Media sosial kini menggunakan teknologi internet yang mengajak siapapun untuk ikut serta dengan memberi kontribusi dan umpan balik secara terbuka, bertukar informasi, memberi komentar, saling berkomunikasi antar pengguna dalam waktu dan tempat yang tak terbatas (Cahyono, 2014).

2.3.1 Jenis-jenis Media Sosial

Kaplan dan Haenlin (dalam Cahyono, 2016) melahirkan skema kategorisasi tentang jenis-jenis media sosial dengan menerapkan dalam satu set dengan teori- teori dalam bidang media penelitian (kehadiran sosial, media kekayaan), dan proses sosial (self presentation, self-disclosure). Menurut Kaplan dan Haenlin (dalam Sagiyanto dan Ardiyanti, 2018) ada enam jenis media sosial, sebagai berikut:

1. Media Jejaring Sosial

Media ini sebagai sarana yang biasa digunakan penggunanya untuk hubungan sosial, seperti bertukar komunikasi dan informasi yang dapat terhubung juga dengan pengguna lainnya, termasuk konsekuensi dari hubungan sosial tersebut di dunia virtual. Contoh jejaring sosial yang banyak digunakan adalah Facebook, Twitter, Linkedln, Instagram, dan lain-lain.

2. Konten atau Isi

Para pengguna dari website ini dapat saling membagikan konten atau isi media, baik berupa video, gambar, e-book, dan lain-lain. Contonya seperti Youtube.

3. Proyek Kolaborasi Website

Dimana penggunanya diberikan akses untuk dapat mengubah, menambah, atau menghilangkan konten-konten yang terdapat pada website tersebut. Contohnya seperti Wikipedia.

(6)

12 4. Blog dan Microblog

Dimana penggunanya mendapatkan keleluasaan untuk mengekspresikan suatu hal di blog, seperti perasaan, pengalaman, kritikan, opini, pernyataan, dan lain-lain terhadap suatu hal. Contohnya seperti Twitter dan Facebook.

5. Virtual Game World

Dimana pengguna melalui 3D dapat muncul dalam bentuk avatar-avatar berdasarkan keinginan dan dapat berinteraksi dengan pengguna lainnya yang berbentuk avatar juga layaknya di dunia nyata. Contohnya seperti game online.

6. Virtual Social World

Sebuah aplikasi berbentuk dunia virtual yang dapat memberikan kesemptan bagi penggunanya untuk hidup dalam dunia virtual agar dapat berinteraksi dengan pengguna lainnya. Virtual social world ini tidak jauh berberda dengan virtual game world, namun lebih dibebaskan terkait dalam berbagai aspek kehidupan. Contohnya seperti Second Life.

2.4 Instagram

Instagram adalah salah satu aplikasi media sosial yang paling populer di dunia. Keunikan Instagram dapat dirujuk dari nama aplikasi ini yang berasal dari dua kata, yaitu “Insta” dan “Gram”. Arti dari kata Insta sendiri diambil dari istilah

“Instan” yang berarti cepat atau mudah tanpa melalui proses. Namun, bila dikaitkan dalam penggunaan kamera foto, makna “Instan” adalah sebutan lain dari kamera Polaroid. Sama halnya dengan kamera yang bisa langsung mencetak foto dalam beberapa detik setelah membidik objek foto. Sedangkan, kata “Gram” merujuk dari kata “Telegram” di mana maknanya dikaitkan sebagai media pengirim informasi yang sangat cepat. Melalui arti dari dua kata tersebut, dapat dimaknai bahwa Instagram adalah media untuk membuat foto atau video dan mengirimkannya dalam waktu yang sangat cepat (Pamungkas, 2019).

Ketika pertama kali Instagram dirilis pada tanggal 6 Oktober 2010, terdapat sekitar 25 ribu penggunan yang berhasil mendaftar di hari pertama. Hingga Per Januari 2020 Instagram telah memiliki 4,5 Miliar pengguna. Aplikasi ini sangat diminati karena kemudahan dan kecepatannya dalam berbagi foto dan video dengan berbagai fitur-fitur. Instagram kini telah memberikan inovasi terbaru dalam

(7)

13 berkomunikasi di jejaring sosial melalui audio visual (Sagiyanto dan Ardiyanti, 2018).

Instagram termasuk media sosial yang mempunyai berbagai macam fitur yang berbeda dengan media sosial lainnya, seperti:

1. Upload lPhoto/Video l(Mengunggah lFoto ldan lVideo)

Fungsi lutama ldari lInstagram ladalah lsebagai lmedia luntuk lmengunggah ldan lberbagi lfoto ldan lvideo ldengan lpengguna llainnya. lFoto ldan lvideo lyang ldiunggah ldiperoleh lmelalu lkamera liDevice lataupun lfile lyang lada ldi liDevice ltersebut l(Soraya, l2017).

2. Efek lFoto ldan lVideo l

Pada lversi lawal, lInstagram lhanya lmemilik l15 lefek lyang ldapat ldigunakan lpenggunanya luntuk lmenyunting lfoto lmereka. lHingga lpada ltahun l2020, lefek lfoto ldan lvideo ldi lInstagram ltelah lmemiliki l38 lefek. l

3. Caption l(Keterangan)

Setelah lfoto latau lvideo ltelah ldisunting, lmaka lfoto latau lvideo lakan ldibawa lke lhalaman lberikutnya, ldimana lfoto latau lvideo ltersebut lakan ldiunggah lke ldalam lakun lInstagram lpribadi latau lke ljejaring lsosial llainnya. lDi lhalaman ltersebut ljuga lterdapat lfitur luntuk lmenulis lketerangan, lmenambahkan llokasi, ldan ltag lpengguna llainnya l(Soraya, l2017). l

4. Komentar

Fitur lini lmemungkinkan lantar lpengguna luntuk lsaling lberinteraksi ldengan lmenulis lkomentar, lmembalas lkomentar, ldan lmenyukai lkomentar ldi lsuatu lposting. lPada lOktober l2018, lInstagram lmerilis lfitur lfilter latau lpenyaring lkomentar. lSalah ltujuan lfitur lini ladalah luntuk lmenangkal lbullying l(perundungan) ldan lhate lcomment l(komentar ljahat) l(Fathoni, l2019). l

5. Like l(Tanda lSuka)

Jumlah ltanda lsuka latau llike lyang lbanyak lpada lsebuah lfoto lmaupun lvideo lmenunjukkan lbanyaknya linteraksi, lketertarikan, latau lminat lterhadap lsebuah lproduk. lNamun, lpada lakhir ltaun l2019, lInstagram lmengambil lkebijak luntuk lmenyembunyikan ljumlah llike lpada lfoto lmaupun lvideo. lKebijakan lini lbertujuan luntuk lmenangkal lsegala lkompetisi ldan ladu ljumlah llike lantar lpengguna lsehingga ldapat lmembangun linteraksi lyang lpositif ldan lbijak ldi lmedia lsosial ldan

(8)

14 lpenggunan lpun lakan llebih lfokus ldalam lmembuat lkonten lyang lmereka lbagikan l(Anonimb, l2019). l

6. Followers l(Pengikut)

Sistem lsosial lpada lInstagram ladalah ldengan lmenjadi lpengikut lakun lpengguna llain latau lmemiliki lpengikut lInstagram. lDengan lsistem lseperti litu ldapat lmembentuk linteraksi lantar lsesama lpengguna lInstagram, lmulai ldari lsaling lmemberikan ltanda lsuka, lkomentar, ldan lbertukar lpesan lmelalui ldirect lmessages l(Soraya, l2017).

7. Instagram lStories

Fitur lini ldirilis lpada ltahun l2016 llalu lyang lberguna luntuk lmembuat lfoto latau lvideo lpendek ldengan ldurasi l15 ldetik ldan lakan lmenghilang lsetelah l24 ljam.

lPada lInstagram lStories lterdapat lbanyak lefek ldan lfilter lyang ldibuat loleh lInstagram lsendiri ldan lkreator ldi lseluruh ldunia. lPada ltanggal l4 lAgustus l2019 llalu, lInstagram lberhasil lterinstegrasi ldengan lSpark lAR lStudio luntuk lmendesain, lmenciptakan lserta lmempublikasikan lfilter latau lefek lAugemented lReality l(AR) ldi lakun lInstagram. lInstagram lmemberikan lkesempatan lpada lsiapa lsaja luntuk lmenciptakan lAR lyang lkreatif lserta lmempublikasikannya lke lkomunitas lInstagram lsecara lglobal lhingga lkreator ltersebut ldapat lmembangun lpengikut lyang lloyal lterhadap lkaryanya l(Budiansyah, l2019). l

8. Instagram lLive

Instagram lLive ldirilis lpada ltahun l2016 ldan lterintegrasi ldengan lInstagram lStories. lFitur lini lmemungkinkan lpenggunanya luntuk lmenyiarkn lvideo lsecara llangsung lsehingga ldapat lberkomunikasi ldengan lpenonton latau lpengikutnya ldalam ljumlah lyang lbanyak. lPenonton lpun lbisa lberinteraksi ldengan lpenyiar ldengan lcara lmenulis lkomentar. lApabila lpenonton lmenyukai ldan lmendukung lapa lyang ldisiarkan, lmaka lpenonton ldapat lmemberikan ltombol lhati. lInstagram lLive lpun ldapat ldisimpan ldan lakan lhilang lsetalah l24 ljam l(Anonimb, l2017).

9. IGTV

IGTV ldirilis lpada ltanggal l20 lJuni l2018. lFitur lini lbisa ldikatakan lsebagai lperpanjangan ldari lInstagram lStrories. lNamun, lpada lfitur lini lmemungkinkan lpenggunanya luntuk lmengunggah lvideo ldengan ldurasi llebih lpanjang lhingga l1 ljam. lIGTV ltersedia ldalam laplikasi lInstagram ldan ljuga laplikasi lIG lTV lsendiri.

(9)

15 lSaat lini, lIGTV ltelah lmendukung lvideo ldengan lformat lvertikal lmaupun lhorizontal l(Luthfi, l2018).

2.4.1 Digital lInfluencer lInstagram

Dalam lmemperkuat lpromosi ldan lpemasaran ldi lera ldigital, ltentunya ldiperlukan lmenyusun lbeberapa lstrategi. lSalah lsatu lstrateginya ladalah lbekerja lsama ldengan lseorang linfluencer. lPada lumumnya, linfluencer ladalah lseseorang lyang lmemiliki lskill ldan lkonten ldengan ljumlah lpengikut latau lfollowers lyang lbanyak ldi lmedia lsosial. lOleh lkarena litu, lbisa ldikatakan lbahwa lseorang linfluencer lmemiliki lkekuatan ldalam lmempengaruhi lpersepsi ldan lperilaku laudiensnya lberdasarkan lkeinginan ldan lrekomendasi lyang ldiberikannya l(Dada, l2017). l

Sedangkan, lRyan ldan lJones l(dalam lEvelina ldan lHandayani, l2018) lmendefinisikan lbahwa ldigital linfluencer ladalah lseseorang lyang lmemiliki lkemampuan ldalam lmempengaruhi, lmengubah lopini ldan lperilaku lsecara lonline lyang lpada lumumnya lmelalui ljaringan lsosial. lSecara lsederhana, ldigital linfluencer ladalah lseseorang lyang lmemiliki lpengaruh lbesar ldi lmedia lsosial. lSeorang linfluencer lini lsudah lmemiliki lkredibilitas lserta lkepercayaan ldari laudiensnya, ldan lopini lmereka lmemiliki ldampak lbesar luntuk lreputasi lonline, ltermasuk ldalam lbrand latau lperusahaan.

Menurut lSolis, lada lbeberapa laspek lyang lperlu ldiperhatikan ldalam ldiri lseorang ldigital linfluencer, lyaitu lReach, lResonance ldan lRelevance. lBila lseorang ldigital linfluencer lmemposting lsebuah lkonten ldi lmedia lsosial lmiliknya, lberapa lbanyak lpengikut lyang lmelakukan lengagement ldengan lpostingan ltersebut lmelalui lfitur llike, lcomment, lshare, lretweet, lklik llink latau lURL ldari liklan lyang lada, latau lbahkan lmelalukan ltindakan lsepertinya lmengisi lform latau lmelakukan lpembeliaan l(Evelina ldan lHandayani, l2018). l

Engagement lini ldapat lterjadi lapabila lseorang ldigital linfluencer lkonsisten ldalam lmembangun lkomunikasi lyang lbaik ldengan lpara lpengikutnya ldan lmemiliki lcitra ldan lreputasi lyang lsesuai ldengan lproduk/brand lyang lditawarkan. lReach llebih lmengarah lpada ljumlah lpengikut ldari ldigital linfluencer. lTetapi, ljumlah lpengikut lyang lbanyak ltidak lmenjamin luntuk lmencapai lkeberhasilan. lYang llebih lpenting ldari litu ladalah ldapat lmenentukan lkhalayaknya lyang lsesuai ldengan ltarhet ldari

(10)

16 lproduk/brand ltersebut. lSedangkan, lResonance ladalah ltingkat lengagement ldari lpengikut ldengan lkonten lyang ldiposting loleh ldigital linfluencer. lResonance lberperan ldalam lmenentukan lapakah lkhalayak lakan laktif lmeneruskan lkonten ldari linfluencer ldan lmembagikannya lkepada lorang llain. lSedangkan lRelevance lmerujuk lpada lpenggambaran ltingkat lkesesuaian ldan lkesamaan ldengan lnilai-nilai lyang ldiadaptasi ldari lseorang linfluencer ldan lcitra lmerek l(brand limage) lsebuah lproduk/brand. lRelevance lbisa lberupa lkonten-konten lyang ldibuat loleh linfluencer lyang lmemiliki lvalue, lbudaya ldan ldemografi lyang lsama ldengan ltarget lbrand l(Evelina ldan lHandayani, l2018). L

2.5 Personal lBranding

Menurut lSusanto ldan lWijanarko l(dalam lTamimy, l2014) lbrand lmerupakan lidentifikasi ldalam lbentuk lnama, llambang, latau lsimbol lyang lmempengaruhi lproses lpemilihan lsuatu lproduk latau ljasa, ldimana lmemiliki lperbedaan ldan lmemiliki lnilai llebih ldibandingankan ldengan lyang llain. lSedangkan lmenurut lKotler l(2002) lmendefinisikan lbahwa lbrand lmerupakan lnama latau likon lyang lbersifat lmembedakan ldengan ltujuan l lmengidentifikasi lbarang latau ljasa ldari lseorang lpenjual latau lsebuah lkelompok lpenjual ltertentu. l

Secara lharfiah, lbranding ladalah lsebuah lproses latau lkata lkerja l(Tamimy, l2014). lMontoya l(dalam lRampersad, l2008) lmenjelaskan lbahwa lbranding lmerupakan ltentang lbagaimana lmemengaruhi. lMenciptakan lbrand lidentity l(identitas lmerek) lsangat lerat lkaitannya ldengan lpersepsi, lemosi, ldan lperasaan ldengan lidentitas ltersebut. lSedangkan lKotler l(dalam lTamimy, l2014) lmendefinisikan lbranding lsebagai lsebua lnama, listilah, lsimbol, llambang, ldesain, lhingga lkombinasi ldari lsemua litu lyang lbertujuan luntuk lmengidentifikasi lsebuah lbarang latau ljasa lyang ldapat lmembedakannya ldengan lyang llainnya. l

l Selain produk atau jasa sebuah perusahaan, branding juga dapat dilakukan terhadap diri sendiri. Branding ljenis lini ldisebut lsebagai lpersonal lbranding. lPersonal lbranding lbukan lmenjadi lsebuah lpilihan, lsebab lsetiap lorang, lproduk latau ljasa, lmaupun lperusaan ltelah lmemliki lpersonal lbrand-nya lmasing- masing. lHanya lyang lmenjadi lpertimbangan ladalah lseberapa lkekuatan lpersonal

(11)

17 lbranding ltersebut ldapat ltertanam lkuat ldi lbenak lkhalayak ldan lmembentuk lpersepsi lpositif lpada lkahalayak l(Tamimy, l2014). l

Timothy lP. lO’Brien l(dalam lTamimy, l2014) lmengatakan lbahwa lpersonal lbranding lmerupakan lidentitas ldiri lseseorang lyang lmampu lmembangun lrespon lemosional lterhadap lorang llain lterkait lkualitas, lkemampuan, ldan lnilai lyang ldimili loleh loramg ltersebut. lSedangkan lmenurut lHaroen l(2014), lpersonal lbranding lmerupakan lproses lmembentuk lpersepsi lmasyarakat lterhadap laspek-aspek lyang ldimiliki loleh lseseorang, ldiantaranya ladalah lkepribadian, lkemampuan, latau lnilai- nilai, ldan lbagaimana lsemua litu ldapat lmenciptakan lpersepsi lpositif ldari lmasyarakat lyang lpada lakhirnya ldapat ldigunakan lsebagai lalat lpemasaran. lPersonal lbranding ldengan lkata llain ldiartikan lsebagai lrealisasi ldan lkeinginan lseseorang luntuk lmembangun lsebutan lyang ldinginkan ldari lorang llain lterhadap ldirinya. l

2.5.1 Konsep lPembentukkan lPersonal lBranding l

Personal lbranding lsangat lbermanfaat ldalam lmengeksplorasi ldiri ldan lmeningkatkan lkarier. lPersonal lbranding lyang lbaik lakan lmembentuk lcitra ldan limage lyang lpositif ldi lpikiran laudiens lpula. lMenurut lPeter lMontoya l(dalam lHaroen, l2014) lterdepat ldelapan lkonsep lyang ldilakukan ldalam lmembentuk lpersonal lbranding lyang lhebat. lDelapan lkonsep lini ldikenal ldengan listilah lThe lEight lLaws lof lPersonal lBranding lyang ldijelaskan lsebagai lberikut: l

1. Spesialisasi l(The lLaw lof lSpecialization) l

Ciri lkhas ldan lkeistimewaan ldari lpersonal lbrand ladalah lsebuah lkonsentrasi lpada lsebuah lspesialisasi, lkeahlian, lkekuataan, latau lpencapaian ltertentu.

2. Kepemimpinan l(The lLaw lof lLeadership)

Sebuah lpersonal lbrand lyang lmemiliki lkredibilitas ldan lkekuasaan ldapat lmemposisikan ldiri lsebagai lorang lyang lmampu lmemegang lopini ldan lmemberikan larahan lyang ljelas luntuk lmemenuhi lkebutuhan lkhalayaknya.

3. Kepribadian l(The lLaw lof lPersonality)

Sebuah lpersonal lbrand l lyang lbaik ldan lhebat lhadir ldari lindvidu lyang lmemiliki lkepribadian lyang lapa ladanya ldengan lketidaksempurnaannya.

4. Diferensiasi l(The lLaw lof lDistinctiveness)

Sebuah lpersonal lbrand lyang lhebat ladalah lindividu lyang lmemiliki lsebuah lkeunikan ldan lkeistimewaan lyang lmembedakaannya ldengan lyang lorang llain.

(12)

18 5. Kenampakan l(The lLaw lof lVisibility)

Untuk lmencapai lkeberhasilan, lSebuah lpersonal lbrand lharus ldilakukan lsecara lterus lmenerus, lhingga l lpersonal lbrand ltersebut ldikenal ldan ldiingat loleh lkhalayak. l

6. Kesatuan l(The lLaw lof lUnity)

Kehidupan lpribadi ldari lseorang lyang lmempunyai lpersonal lbrand lharus lselaras ldengan lnilai lmoral ldan letika lyang lsudah ldibentuk ldari lbrand litu lsendiri.

7. Keteguhan l(The lLaw lof lPersistence)

Setiap lpersonal lbrand lmembutuhkan lproses lyang lpanjang luntuk ltumbuh ldan lmeningkat, ldan lselama lproses lberjalan, lsangat lpenting luntuk lterus lmenggali lsegala ltahapan ldan ltren. l

8. Nama lbaik l(The lLaw lof lGoodwill)

lJika lsebuah lpersonal lbrand ldipersepsikan lsebagai lsosok lindvidu lyang lpositif ldan lbermanfaat, lmaka lpersonal lbrand ltersebut lakan lmemberikan lhasil lyang lbaik ldan lakan lbertahan llama. l

2.5.2 Dasar lPersonal lBranding l

Personal lbrand ladalah lpersepsi lyang lterdapat ldi lbenak lorang llain. lTujuan lakhirnya ladalah lbagaimana lorang llain litu lmempunyai lpandangan latau lpersepsi lpositif lsehingga ldapat lberlanjut lke ltrust latau lke laksi-aksi llainnya. lMenurut lMcnally ldan lSpeak l(dalam lHaroen, l2014) lterdapat ltiga lhal lmendasar ldalam lmembentuk lpersonal lbranding lyang lkuat lselalu, lyaitu:

1. Kekhasan

Personal lbrand lyang lkuat lmenjabarkan lsesuatu lyang lsangat lspesifik latau lkhas lsehingga lberbeda ldengan lyang llainnya. lKekhasan ldi lsini ldimaknai ldengan lkualitas ldiri, ltampilan lfisik, latau lkeahlian. lOleh lsebab litu, lpada ldasarnya lsemua lorang ladalah lmakhluk lyang lspesifik ldan lunik, ldan lmasing-masing ldapat lmenggali lkekhasan litu.

2. Relevansi

(13)

19 Personal lbrand lyang lkuat lbiasanya lmenjabarkan lsesuatu lyang ldianggap lpenting loleh laudiensnya ldan lmemiliki lrelevansi ldengan lkarakter lorangnya.

lApabila lrelevansi litu ltidak lada lmaka lakan lsulit lterjadi lpenguatan lpada lpikiran laudiensnya.

3. Konsistensi

Personal lbrand lyang lkuat lbiasanya lhasil ldari lupaya-upaya lbranding lyang lkonsisten lmelalui lberbagai lcara lsehingga lakan lmembentuk lbrand lequity l(keunggulan lmerek). l

Oleh lsebab litu, lmemiliki lpersonal lbranding lyang lkuat lmenjadi lhal lyang lsangat lpenting luntuk lsekarang lini, lsehingga laktivitas lbranding lmenjadi lkunci lutama. lBranding lyang lbaik lakan lmenghasilkan lbrand lyang lkuat ldan lakan lmenjadi lkunci lyang lsangat lberharga luntuk lmembuka lpintu lkesuksesan ldi lberbagai lbidang.

2.5.3 Manfaat lMembangun lPersonal lBranding

Pada ldasarnya, lbranding lbukan lhanya lsekadar lmenampilkan lsebuah lkeunggulan lsuata lproduk, ltapi ljuga luntuk lmembangun lbrand lke ldalam lbenak lkhalayak. lPada lkenyataannya, lkita ldapat lmenemukan lbanyak lorang lmemiliki lbrand lyang lsangat lkuat ldi lbidangnya. lBukti ldari lkekuatan lpersonal lbranding ldapat ldilihat ldari lkesusksesan lDiana lRikasari, lseorang lfashion lblogger lpertama ldi lIndonesia ldan lsukses lmembawa ltren lfashion lblogger lke lIndonesia. lPersonal lbrand lyang ltelah ldibangun lsangat lmelekat ldan lkuat ldalam ldiri lDiana lRikasari. l

Baik lsecara lteori lmaupun lpraktik, lpersonal lbranding lsangat lmemberikan ldampak lpositif lbagi lkesuksesan lsetiap lpelakunya. lHaroen l(2014) ltelah lmenjelaskan lmanfaat ldari lpersonal lbranding, lantara llain:

1. Membangun ldiferensiasi. lMenciptakan ldiri ldengan lcara lunik ldan listimewa lmerupakan lhal lterpenting ldalam lsebuah lkeberhasilan.

2. Membangun lpositioning. lDalam lberbagai lpersaingan, lpositioning lsangat lmenentukan lkeberhasilan. lBrand lyang ltelah ldibangun lakan lmenempatkan lposisi lAnda ldari lpesaing llainnya. l

3. Memperkuat lpersepsi lbrand lyang lsudah ltertanam lpada lkhalayak. lBrand lterkait ldengan lpersepsi, lmaka lbranding ladalah lproses lmembangun lpersepsi ltersebut, lkarena lpersepsi litu llebih lpenting ldari lrealitas. l

(14)

20 4. Melahirkan lsebuah lkepercayaan. lKepercayaan lmemegang lperanan lpenting.

lJika lorang lmenyukai ldan ltertarik lpada lAnda, lmereka lakan lhanya lmendekat, lnamun ljika lmereka lsudah lmempercayai lAnda, lmereka lpasti lakan lmemilih lAnda. l

5. Branding lyang ldijalankan lmenjadi lsolusi latau ljawaban latas lharapan lkhalayak lsehingga lmampu lmenggiring lmereka lpada lsebuah ltindakan ldan lpersepsi. L

2.6 Fashion lAndrogini l 2.6.1 Fashion l

Secara letimologi lkata lfashion lberasal ldari lbahasa lLatin, lyaitu lfactio ldan lfacere. lFactio lyang lartinya lmembuat latau lmelakukan, ldan lfacere lyang lartinya lmembuat latau lmelakukan. lArti lasli lfashion lsebenarnya lmengacu lkata lkerja.

lFashion lpun lberarti lsesuatu lyang ldilakukan lseseorang. lBerbeda ldengan lzaman lsekarang lyang lmemaknai lfashion lsebagai lsesuatu lyang ldikenakan lseseorang l(Barnard, l1996). l

Oxford lEnglish lDictionary l(dalam lBarnard, l1996) lmenyusun lsembilan larti lberbeda ldari lkata l“fashion”, lmulai ldari lkata l“tindakan latau lproses lmembuat”, l“potongan latau lbentuk ltertentu”, l“bentuk”, lhingga l“tata lcara latau lcara lbertinddak”, ldan l“berpakaian lmengikuti lkonvensi”. lKesembilan larti ltersebut ldapat ldiklasifikasikan lmenjadi ldua, lyaitu lkata lkerja ldan lkata lbenda. l

Sebagai lkata lbeda, lfashion lberarti lsesuatu lbentuk ldan ljenis, latau lbuatan latau lberbentuk ltertentu, lseperti ldalam ldefinisi lsebagai l“tata lcara latau lcara lbertindak”.

lFashion lbisa lsaja lsebagai lsinonim ldari lkata l“cara” latau l“perilaku”. lSedangkan lfashion lsebagai lkata lkerja lmemiliki larti lkegiatan lmembuat latau lmelakukan lsesuatu.

Kata lfashion lmasih lmenjadi lkata lyang lmempunyai lbanyak lsisi, lPolhemus ldan lProcter l(dalam lBarnard, l1996) lmemperlihatkan lbahwa ldalam lmasyarakat lkontemporer lBarat, listilah lfashion lsering ldigunakan lsebagai lsinonim ldengan lpakaian, ldandanan, lgaya, ldan lbusana. lBeberapa lorang ljuga lmenggunakan lkata lini lsebagai lsinonim ldengan l“pakaian” latau l“mengenakan lpakaian”. lSenada ldengan lPolhemus ldan lProcter, lBarnard l(1996) lpun lberpendapat lbahwa lfashion lbisa ldigunakan lsebagai lkata lbenda lmaupun lkata lkerja. lSemuanya lbergantung lpada

(15)

21 lkegiatan ldan lbutir-butir lyang ldigunakan ldalam lkegiatan lmaupun lproduk ldari lkegiatan ltersebut. l

Berbeda ldengan lKim l(2017) lyang lmenjelaskan lbahwa lfashion lmerupakan lsebuah lgaya ldan lkreasi ldalam ldunia ltekstil, ldi lmana ldapat lberupa lrancangan lbusana, lbahan, lmotif, ldan lwarna ldari ltekstil. lMenurut lKim, lfashion l ljuga lberupa lgaya ldan lkreasi lpada lalas lkaki, laksesoris, lriasan lwajah, lserta lgaya lrambut lseseorang. l

Dari lpenjelasan ltersebut ldapat ldisimpulkan lbahwa lfashion ladalah lsegala lsesuatu lyang ldikenakan latau lyang lmelekat lpada ldiri lseseorang lsebagai lbentuk lidentitas ldiri ldan lkreasi lserta lgaya lyang lingin lditunjukkan. l

2.6.2 Fashion lSebagai lKomunikasi lNonverbal

Fashion lmerupakan lsebuah lekspresi lyang lacapkali lmengarah lpada lbusana lyang lselalu lberubah ldan lberganti ldalam lsetiap lzaman lperagaan lbusana. lPadahal larti lfashion lsesungguhnya lberbeda ldan lbukan lhanya l ltentang lbusana lyang ldikenakan lseseorang l(Trisnawati, l2011). lBarnard ldalam lbukunya lyang lberjudul lFashion lSebagai lKomunikasi l(1996) lmengungkakpkan lbahwa lfashion lmerupakan lcara lyang ldigunakan lmanusia luntuk lberkomunikasi, lbukan lhanya lsesuatu lseperti lperasaan ldan lsuasana lhati ltetapi ljuga lnilai-nilai, lharapan-harapan ldan lkeyakinan- keyakinan lkelompok-kelompok lsosial lyang ldiikuti lkeanggotaannya.

Fashion lsebagai lungkapan ldiri ldan lbentuk lkomunikasi ldari lpemakainya lyang lmemberikan lmaksud lbagi lpenggunaan lfashion ldalam lkaitannya ldengan lbagaimana lseseorang lmengkomunikasikan lnilai, lkarakteristik, lidentitas, ldan lperasaan lkepada lorang llain. lKarakteristik ldan lidentitas ldiri lmenjadi lsesuatu lyang lpenting luntuk lditunjukkan lketika lhidup ldalam lmasyarakat, ldimana lindividualitas lmenjadi lpatokan lpenilaian ldalam lsebuah lhubungan lbersosialisasi l(Trisnawati, l2011). l

Fashion lmemiliki lbeberapa lkekuatan lyang llangsung ldapat ldiketahui lorang lsecara lumum. lSeseorang lbisa lmengirimkan lpesan ltentang ldirinya lmelalui lfashion lyang ldia lkenakan l(Lestari, l2014). lBarnard l(1996) lpun lmenyimpulkan lsecara lsingkat lbahwa lfashion ldan lpakaian ladalah lbentuk lkomunikasi lnonverbal lkarena lbukan lmenggunakan lkata-kata llisan latau ltertulis, ltapi lmenggunakan lsimbol-

(16)

22 simbol lyang lmenekankan lmakna ltersirat, lseperti lbahasa ltubuh, ltindakan, lekspresi lmuka, lgaya lpakaian, lpotongan lrambut, ldan lsebagainya. L

2.6.3 Fashion lSebagai lKelas lSosial

Fashion lsering ldijadikan luntuk lmenunjukkan lstatus lsosial ldan lorang lkerap lmembuat lpenilaian lterhadap lseseorang lberdasarkan lapa lyang ldigunakan lorang ltersebut. lMelalui lbusana lorang lmencoba lmenunjukkan lkelas lsosialnya latau lbahkan lmencoba lmenutupi lstatus lsosialnya ldengan lberpenampilan lapa ladanya lMenggunakan lbarang-barang lmewah lakan lselalu ldianggap lmerefleksikan lkondisi lsosial lyang ltinggi. lStatus lsosial ltersebut lmerupakan lhasil latau lperkembangan ldari lbeberapa lsumber, ldari ljabatan, lkeluarga, ljenis lkelamin, lgender, lusia lataupun lras.

lStatus lsosial litu lbisa ltetap ldan lbisa ljuga ldiubah. lStatus lsosial lyang ltetap ldikenal lsebagai lstatus lwarisan latau lascribed. lSedangkan lstatus lsosial lyang lberubah ldinamakan lhasil lusaha latau lachieved. l lPakain ldan lfashion ldiambil lsebagai ltanda lbagi lorang ltertentu lyang lmenjalankan lperan ltertantu. lstatus lekonomi lwalaupun lberkaitan ldengan lnilai lsosial ldan lperan lsosial, lnamun ljuga lberkaitan ldengan lposisi ldi ldalam lsuatu lekonomi l(Barnard, l1996).

Menurut lRoach ldan lEicher l(dalam lBarnard, l1996) lmengatakan lbahwa lfashion latau lcara lberpakaian lseseorang lmenunjukkan lperan-peran lproduktif latau lkedudukannya ldi ldalam lsuatu lekonomi. lFashion ldan lpakaian ldapat lmerefleksikan lbentuk lorganisasi lekonomi ltempat lseseorang lhidup ldi lsamping lmereflesikan lstatusnya ldi ldalam lekonomi litu. l

Pembagian lkelas lsosial ldalam lfashion ljuga lterjadi lsejak lzaman lkuno, lmisalnya lpada lzaman lrevolusi lPerancis. lkaum laristokrat lPrancis, lyaitu lkaum ltertinggi ldalam lmasyarakat lsosial lPrancis, lmereka lmembedakan ldiri lmereka ldari lkalangan ldi lbawah lmereka ldengan lmendandani ldiri lmereka lsedemikian lrupa, lmulai ldari lgaya lrambut, lbaju, lperhiasaan, ldan ljuga lriasan lwajah. lGaya lyang ldigunakan lterus lberubah lseiring lberjalannya lwaktu, lnama lsisi lkemewahannya ltidak lpernah lhilang l(Sumarlan, ldkk, l2020). l

Mitos ltentang langgapan lfashion lsebagai lpenentu lstatus lsosial lseseorang ldapat ldilihat ldari lsejarahnya lbahwa lsejak ldahulu lterdapat lpembeda lantara lkaum lborjuis ldan lkaum lproletar ldalam lberpakaian. lKaum lborjuis ltergambarkan

(17)

23 lseseorang lyang lmenggunakan lpakaian ldengan lbahan lmewah, lseperti lsutra, lwol, lkulit, ldan llainnya lyang ltidak ldimiliki loleh lkaum lproletar. lSedangkan lkaum lproletar lkarena lmengharuskan lbekerja, lmereka lmemakai lpakaian lsederhana lyang llebih lnyaman ldan lsantai ldipakai lsaat lbekerja. lHal lini lmemberi lpengaruh lterhadap lcara lpandang lbagaimana lberpakaian lbaik lorang ldi lkalangan latas lmaupun ldi lkalangan lbawah lhingga lsaat lini l(Mutmainah, l2014). l

2.6.4 Androgini l

Pada lawalnya lkata lAndrogini lberasal ldari ldua lbahasa lYunani lyang lterdiri ldari ldua lkata, lyaitu landras lyang lartinya llaki-laki, ldan lgyne lyang lartinya lperempuan. lIstilah landrogini lpertama lkali lmuncul lpada ltahun l1971 lyang ldikembangkan loleh lSandra lLipsitz lBem lmelalui lBem lSex lRole lInvestory l(BSRI), lyaitu lsebuah lukuran lmaskulinitas ldan lfeminitas lyang ldigunakan luntuk lmeneliti lperan lgender l(Sonderegger, l1985).

Menurut lBem l(dalam lSiregar, l2017) ldalam lpenelitian lmenunjukan lbahwa lseseorang ldengan lkepribadian landrogini lcenderung lmemiliki lgaya lyang llebih lfleksibel, lberkompeten, ldan lmemiliki lmental lyang llebih ldibandingkan ldengan lseseorang lyang lmemiliki lidentitas lmaskulin lataupun lfeminin. lMenurutnya ljuga lindividu ldengan lkepribadian landrogini lbisa ldimaknai lsebagai lgabungan lkondisi lpsikologis ldari lkonsep lmaskulin ldan lfeminin. lJadi, lseseorang ldengan lkepribadian landrogini ldapat ldiartikan lsebagai lindividu lyang lmenyatukan lkonsep lmaskulin ldan lfeminin ldalam ldiri lmereka, ldi lmana lmereka lmempunyai lsisi lsebagai lmaskulin ldan lfeminin.

Sejalan ldengan lSandra lBem, lSonderegger l(1985) lmendefinisikan landrogini lmerupakan lindividu lyang ltidak lbergantung lpada lgender, lkarena lkepribadiannya lmenggabungkan lunsur-unsur lmaskulin ldan lfeminin lyang ltidak lterdefinisi ldan ltidak ldiartikulasikan. lSpence ldan lHelmreich l(dalam lSiregar, l2017) lberpendapat lbahwa lseorang landrogini lmempunyai lharga ldiri lyang ltinggi, lmudah lbergaul, ldan lberorientsi lpada lpencapaian lyang ltinggi. lSpence ldan lHelmreich ljuga lmenambahkan lbahwa landrogini lmerupakan lperan ljenis lyang lmempunyai lnilai ltinggi lbaik lsifat latau lperilaku lmaskulin lmaupun lfeminin ldan ljuga lterdapat lperan lpada lkedua ljenis lkelamin, lyaitu llaki-laki ldan lperempuan. l

(18)

24 Dari lberbagai lteori ldi latas, ldapat ldisimpulkan lbahwa landrogini lleih lmengacu lpada ltipe lkepribadian lyang ldicirikin loleh lkeseimbangan lantara lsifat-sifat latau lperilaku lmaskulin ldan lfeminin. l

Feldman l(dalam lSiregar, l2017) lmenggambarkan lkarakteristik ldari lfeminin, lyaitu lseseorang lyang lemosional, llemah, lsubjektif, ltidak llogis, lsuka lmerajuk, lmudah ltersinggung, ldan lbergantung lpada lorang llain. lSementara litu, lBroveman lmenggambarkan lkarekteristik lmaskulin lyang lmemiliki lsifat lagresif, ltidak lemosional, lobjektif, lpercaya ldiri, lmandiri, llogis ldan lambisius. l

Kaplan ldan lSedney l(dalam lSiregar, l2017) lmemberikan lpenjabaran ltentang lfaktor-faktor lyang lharus lada lapa lpada lindividu landrogini, lyakni:

1. Memiliki lwawasan ldan lpandangan lyang lluas lagar ldapat ltanggap ldalam lberbagai lsituasi lapapun.

2. Mampu lbersikap lfleksibel ldan lpeka ldalam lmembaca lkondisi lserta lsituasi lketika lmembedakan lwaktu luntuk lbersikap lmaskulin ldan lwaktu luntuk lbersikap lfeminin. l

3. Mampu lbersikap lramah ldan ldapat lditerima loleh lorang llain. l

Melalui lkarakter lini, lindvidu landrogini lakan lberkembang lsecara lalamiah ldan ldapat lmembawa ldiri lmereka ldalam lberbagai lkondisi. lMereka lmempunyai lrasa lpercaya ldiri lyang lkuat ldengan lkeunikan lmereka lketika lberada ldi ltengah-tengah llingkungan. l

Seseorang lyang lsecara lpsikologis landrogini lpada ldasarnya ldapat lberinteraksi ldengan ldunia ldalam llingkungan ldan lpeluang lyang llebih lluas ldan lberagam. lMaka ldari litu ltidak lmengherankan lbahwa lindividu lyang lkreatif llebih lcenderung ltidak lhanya lmemiliki lkekuatan lpada lgender lmereka lsendiri, lnamun ljuga lmemiliki lkekuatan lgender llainnya. lAndrogini lcenderung llebih lberaktivitas ldi lindustri lkreatif ldan lkesenian, lseperti ldalam lbidang lfashion, lmusik, lfilm, ldesain, ldan lhiburan. lMelalui lkreativitas lseni lmembuat lmereka ldapat lmenunjukkan leksistensi ldan lpotensi ldiri lmereka lsebagai landrogini ldan ltidak lada lbatasan lgender l(Popova, l2014).

(19)

25 2.6.5 Fashion lAndrogini l

Pada ltahun l1930-an, lMarlene lDietrich, lseorang laktis lklasik lhollywood lwanita lyang lmenjadi lpencetus lfashion landrogini. lDietrich ldikenal lkarena lsering lmengenakan lsetelan ljas ltiga lpotong ldan lcelana lmaskulin. lTampilan landrogini lDietrich lmerevolusi ldan lberperan ldalam lperkembangan lfashion lwanita. lSelama ltahun l1930-an, lDietrich lbersama lKatharine lHepburn lmembuat lserta lmempopulerkan lcelana lyang ldapat lditerima loleh lkaum lwanita l(Ashley, l2012).

Pada ltahun l1960-an, ldi lmana lwanita lmengklaim lbahwa ltren luniseks ladalah lpilar lfeminisme. lYves lSaint lLaurent lmenawakan lgaya lbaru ldengan lmendesain ltuxedo lwanita lyang llebih lmaskulin. lGaya lini lmenjadi lrevolusi lbaru lyang lmenjadi lsimbol lemansipasi lwanita l(Komar, l2016).

Pada ltahun l1970-an, lfashion lmulai lberkembang ldan l ldikomunikasikan lpada lindustri lmusik. lDavid lBowie ladalah lseorang lmusisi lpria lyang lmenciptakan lgaya landrogini ldan lidentitas lseksualnya lyang lbisa ldisebut lsebagai lsexual lambiguity l(Anindya, l2016). lDavid lbowie lmewarnai lrambutnya lmenjadi lmerah, lmerias lwajahnya, lmemakai lsepatu lboots, lhingga lmenggunakan lbaju lglamor, lseperti lmengenakan lgaun l(Bof, l2018). l

Memasuki l1980-an, lfashion landrogini lmasih lberkembang ldan ldikomunikasikan lmelalui lindustri lmusik. lPrince lseorang lpenyanyi lrockstar lAmerika lyang lditiap lpenampilan lmenantang lgaya lmaskulinitas. lPrince lmemakai lperhiasan, lsepatu lhak, lcelana lramping, ldan lbaju lberkilau. lTak lhanya landrogini lpada lpria, lGrace lJones, lseorang lmodel ldan laktiris lwanita ljuga lmengekspresikan lcitra lfeminis lyang llebih lterlihat lmaskulin. lPada lera lini ljuga, ltren lfashion landrogini lterus lberkembang, ldi lmana lpara llaki-laki lterus lberkesperimen ldengan lpenampialn lyang llebih lfeminin, lsementara lpara lperempuan lmenggunakan lgaya lyang llebih lmaskulin. lNamun, lpada lsaat litu, lgaya landrogini lperempuan ltidak lmendapatkan ljumlah lpenerimaan lyang lsama ldengan llaki-laki. l

Tahun l1990-an, lorang-orang lseperti lGrace ldan lPrince lmasih lberperan lbesar ldalam lfashion landrogini, lbersama lmusisi lKurt lCobain, lmereka ltergabung ldalam lgerakan luntuk lmendukung lhak-hak lgay ldan lfeminis. lKarena, lberpakaian lbuka lhanya lkebutuhan, ltetapi lbentuk lidentitas ldan lekspresi ldiri. lSelama ltahun l1990-an ljuga, lakhirnya lgaya landrogini lperempuan lberubah lmenjadi larus lutama.

(20)

26 lKonferensi lInternasional ltentang lPenelitian lBisnis lFashion lAndrogini ltelah lmengumumkan landrogini lsebagai ltren lfashion lbaru, ldengan lmenggali ltren lfashion ldi lmasa llalu, ldi lmana lgaya ltersebut lmuncul ldan ltelah ldipraktikkan lsejak labad lke- 18 ldan lmasih lberkembang l(Ranathunga ldan lUralagamage, l2019).

Di lmasa lmodern lsekarang, lgaya landrogini lsudah ldianggap lsebagai lhal lyang llumrah. lFashion lsaat lini lkembali lpada lgaya lera l1980-an ldan l1990-an. lGaya landrogini lsering ldiaplikasikan ldalam lmajalah lfashion, lpagelaran lbusana, ltelevisi, lmedia lsosial, lbahkan lbanyaknya ldesainer lyang lmendesain lbusana luniseks, ldan lbanyak lbermunculan lmodel-model lbergaya landrogini. l

Rouse l(dalam lBarnard, l1996) lberpendapat lbahwa lfashion ladalah linstrumen ldalam lproses lsosialisasi lperan lberdasarkan ljenis lkelamin ldan lgender;

lfashion lmembantu lmembentuk lide lmasyarakat ltentang lbagaimana lseharusnya lmemandang llaki-laki ldan lperempuan. lBukanlah lterjadi lsebuah lkasus lketika lfashion lhanya lmerefleksikan lidentitas ljenis lkelamin ldan lgender lyang lmemang lsudah lada, lnamun lhal ltersebut lmerupakan lbagian ldari lproses ldi lmana lsikap lterhadap lcitra llaki-laki ldan lperempuan ldibuat ldan ldireproduksi.

Masyarakat lpada lumumnya lmemberikan lpenilaiannya lmasing-masing lbahwa llaki-laki lpasti lberpenampilan ldengan lgaya lmaskulin, lbegitu lpun ljuga ldengan lperempuan lyang lsudah lpasti lberpenampilan lfeminin. lNamun, lseiring ldengan lberjalannya lwaktu, ldunia lfashion lpun lmengalami lperubahan ldan lperkembangan, lfashion lpun lbukan llagi lmenjadi ltolak lukur luntuk lmenentukan ljenis lkelamin ldan lgender lseseorang. lHingga llahirlah lkonsep lyang lmana lmemadukan lantara lfashion ldengan lgaya lmaskulin ldan lfeminin lmenjadi lsatu, lkemudian lkonsep lini ldikenal lsebagai lfashion landrogini. l

Rebecca lArnold lmenggembangkan lkonsep lfashion landrogini ldalam lbukunya l“Fashion, lDesire, land lAnxiety”, ldi lmana lmenurutnya lfashion landrogini ladalah lsebuah lbentuk lpembebasan ldiri ldari lbatasan ljenis lkelamin lmaupun lgender ldan lrealitis lkontruksi lsosial ldan lbudaya lyang lmasih lmenanamkan lperbedaan lantara llaki-laki ldan lperempuan, lbaik ldari lsegi lfisik, lemosional, ldan lperilaku l(dalam lPerkasa ldan ldkk, l2017). l

Menurut lFreeman l(dalam lRanathunga ldan lUralagamage, l2019) lberpendapat lbahwa lfashion landrogini lpada ldasarnya lmemiliki ldua lpenampilan

(21)

27 lberbeda, lyaitu lmaskulinitas lwanita ldan lfeminitas lpria. lMaskulinitas lperempuan ldi lmana lperempuan lmengenakan lpakaian lyang llebih lbanyak lbergaya lmaskulin, lseperti lmengenakan lsetelan ljas l ldan lcelana. lAdapatasi ldari lpakaian lpria lini lmenunujukkan lpemberdayaan lterhadap lwanita ldan lgagasan lkesetaraan lgender.

lSementara lfeminitas lpria ldi lmana llaki-laki lmengenakan lpakaian ldengan lgaya lfeminin, lseperti lmemakai lrok, lkain lmewah ldengan lbalutan lwarna lmerah lmuda ldan lmotif lbunga lyang ldapat lmenambah lkesan lfeminin lpada lpenampilan lapa lpun.

2.7 Identitas lGender l

Identitas lterbentuk lpada lsaat lberinteraksi lsosial ldengan lorang llain.

lGagasan ldan lberbagai lpandangan ldidapatkan lmelalui linteraksi ldengan lorang llain.

lIdentitas lditunjukkan ldengan lcara lmengekspresikan ldiri lsebagai lfeedback lterhadap lorang llain. lMichael lHecht lmembagi lbeberapa ldimensi ldari lidentitas, ltermasuk lperasaan l(dimensi lafektif), lpikiran l(dimensi lkognitif), ltindakan l(dimensi lperilaku), ldan lhubungan ldengan lTuhan l(dimensi lspiritual). lKetertarikan ltersebut lmenjadikan lidentitas lsebagai lasal ldari lmotivasi ldan limpian ldalam lhidup, lserta lmempunyai lkekuatan ldalam lketetapan ldiri. lIdentitas lyang ltelah lterbentuk lbisa lsaja lberubah. lMeski ldemikian, lidentitas lmemiliki linti lyang llebih lstabil, lnamun lidentitas ltidak lpernah ltetap lkarena lmemungkin luntuk lberubah lsecara lspontan l(Anindya, l2016).

Istilah lgender lpertama lkali ldiperkenalkan loleh lRober lStoller l(1968) luntuk lmembedakan lperan ldan lfungsi lmanusia lyang ldidasarkan lpada lpendefinisikan lkarakteristik lyang lbersifat lsosial lbudaya ldengan lberdasarkan lpada lciri-ciri lbiologis l(Ridjal, l1993). lKata lgender lsecara letimologis ldalam lbahasa lIndonesia lberasal ldari lbahasa lInggris lyaitu, lgender. lApabila ldilihat ldalam lkamus lbahasa lInggris, ltidak lsecara ljelas ldibedakan lpengertian lantara lseks ldan lgender. lSeringkali lgender ldisamakan lpengertiannya ldengan lseks latau ljenis lkelamin lantara llaki-laki ldan lperempuan l(Utaminingsih, l2017). lSenada ldengan lpernyataan ltersebut, lRoger l(dalam lRidjal, l1993) lberpendapat lbahwa lpada lumumnya ljenis lkelamin lberhubungan ldengan lgender lmaskulin lsementara ljenis lkelamin lperempuan lberkaitan ldengan lgender lfeminim. lAkan ltetapi lhubungan litu lbukan lmerupakan lkorelasi labsolut. l

(22)

28 Kemudian lStoller l(dalam lUtaminingsih, l2017) lmengemukakan lbahwa lgender lmerupakan lperbedaan lyang lbukan lbersifat lbilogis ldan lbukan lkodrat lTuhan. lIa lmengartikan lbahwa lgender lmerupakan lkonstruksi lsosial latau latribut lyang ldikenakan lpada lmanusia lyang ldibangun loleh lkebudayaan lmanusia.

lPerbedaan lbiologis lmerupakan lperbedaan ljenis lkelamin, ldi lmana lhal lini lmerupakan lkodrat ldari lTuhan. lSedangkan lgender lmerupakan lbehavioral ldifference l(perbedaan lperilaku) lterkait ltugas ldan lfungsi lantara llaki-laki ldan lperempuan lyang ldikonstruksikan lsecara lsosial lbudaya, lyaitu lperbedaan l lyang lbukan lketentuan lTuhan lYME, lmelainkan ldikonstruksikan loleh lmanusia lmelalui lproses lsosial ldan lbudaya lyang lpanjang. l

Disimpulkan lbahwa lkonsep lgender lharus ldibedakan ldari lkonsep lseks lsecara lbiologis. lGender ladalah lsebuah lkeadaan ldimana lindividu llahir lsecara lbiologis lsebagai llaki-laki latau lperempuan, lsecara lsosial lmendapatkan lpengkategorian lsebagai llaki-laki ldan lperempuan lmelalui lciri-ciri lmaskulinitas ldan lfemininitas lyang lsering ldidukung loleh lnilai-nilai ldan lsistem lsimbol lpada lmasyakarat l(Anindya, l2016).

2.8 Teori lQueer l

Istilah l“queer” lmengacu lkepada lsesuatu lyang lburuk, ltidak lbenar, ldan lmenyimpang. lQueer lmuncul lpada lawal ltahun l1990-an lyang lmemfokuskan lpada ldukungan luntuk lperlindungan lterhadap lkaum lgay ldan llesbian. lAsal lmuasal lfrase lteori lqueer ldirujuk lpada lTeresa lde lLauretis lyang lmembahas lmengenai lqueer lpada lsebuah lkonferensi lyang lia lkoordinasikan lyang lbertujuan lmengacaukan lkepuasan ldiri latas lkajian llesbi ldan lhomo l(Rohmah, l2018).

Secara lumum lteori lqueer lmenggambarkan ltentang ltidak ladanya lidentitas ldalam ldiri lseseorang lyang lbersifat lstabil. lIdentitas lseseorang ldapat ldipengaruhi loleh lhal-hal ldari lsosial ldan lbudaya. lIdentitas lseseorang lmerupakan lsebuah lperilaku lyang ldilakukan lberulang lkali. lTeori lqueer ljuga lmenjelaskan ltentang lsuatu lmasalah lyang ldianggap lpenyimpangan lselama, lini. lsalah lsatunya lialah lLGBT. lQueer lmenolak langgapan ltentang lidentitas lyang ltetap, ldan lmendukung lberkembangnya lidentitas lyang llebih lterbuka l(Ritzer ldalam lRohmah, l2018).

(23)

29 Teori lqueer ladalah lpandangan lbahwa ltidak lada lorientasi lseksual lyang lbersifat lnatural, lsehingga ltidak lada lorientasi lseksual lyang lmenyimpang. l lNamun, lbelakangan listilah lqueer lbergesar ldengan lmakna lbaru, lyaitu lsebagai lpandangan ldalam ldukungan latas lkaum lLGBT. lTeori lqueer lmerupakan lteori lidentitas ltanpa lseksualitas l(Dinata, l2013). l

Judith lButler lmerupakan lfilsuf lpost-strukturalis lasal lAmerika lyang lbanyak lmemberikan lsumbangan lpemikiran lmengenai lteori lperformativitas lhingga lteori lqueer. lTeori lqueer lJudith lButler lbermula ldari lide lbahwa lidentitas ladalah lsebagai lsuatu lyang lfree lfloating, lberkaitan ldengan lperformatif lindividu ldan ltidak lberkaitan ldengan lsuatu lesensi ldalam ldiri lindividu ltersebut. lButler lmenolak lprinsip lidentitas lyang lmemiliki lawal ldan lakhir. lButler lmenolak lpandangan lbahwa ljenis lkelamin l(laki-laki/perempuan) lsebagai lpenentu lgender l(maskulin/feminin), ldan lgender lsebagai lpenentu lorientasi lseksual l(dalam lDinata, l2013).

Menurut lButler l(dalam lDinata, l2013) lidentitas ldidapatkan ldari ltindakan lperformatif, ldimana lselalu lberubah-ubah. lOleh lkarena litu, lhal lnilah lyang ldisebut lsebagai lidentitas lmanusia ltidak lpernah lstabil. lDengan ldemikian ldapat ldipahami lbahwa ldalam lpandangan lButler, lsah-sah lsaja lbila lseseorang lmemiliki lidentitas lmaskulin lpada lsatu lwaktu ldan lidentitas lfeminin lpada lwaktu llain. lKonklusi ldari lpemikiran lButler ladalah ltidak lada lkondisi lalamiah lbagi lmanusia lselain lfisiknya.

lSeks, lgender lmaupun lorientasi lseksual ladalah lkonstruksi lsosial. lNamun lsaat lini, lteori lqueer lmelebar lkepada lpenampilan, lyakni lkekacauan lcara lberpakaian latau lpenampilan lseseorang ldalam lmenolak lnorma-norma lgender ldalam lusaha lpemberitahuan lbahwa lgender ldan lseks lbukanlah lsesuatu lyang lfinal ldan lalamiah. l

Para ltokoh lyang lterlibat ldalam llahirnya lserta lperkembangan lteori lqueer ldalam lberbagai lpenelitian lselain lJudith lButler lantara ladalah lEve lKosofsky lSedgwick, lAndrianne lRich, lDiana lFuss, lTeresa lde lLauretis ldan lDavid lHalperin.

lMereke lmenjelaskan lbahwa lqueer lsebagai lsegala lsesuatu lyang lganjil ljika ldihubungkan ldengan lyang lnormal, lsah, ldan ldominan. lMereka ljuga lmenolak lbahwa lteori lidentitas lyang lhanya lmembatasi lidentitas ldari lkategori lgender l(Ritonga ldan lPohan, l2018). L

(24)

30 Asumsi ldasar ldari lteori lqueer ladalah:

a. Identitas ltidak lbersifat ltetap ldan ldapat lberubah-ubah. lIdentitas lbersifat lhistoris ldan ldikonstruksi loleh lsosial.

b. Queer ltidak lmengacu lpada lha-hal lpositif, ltetapi lterkait lposisi ljika ldikaitkan ldengan lyang lnormatif.

c. Konstruksi lgender ldan lseksualitas lmengalami lketidaktetapan, lmengembangkan lproduksi latau lpenampilan ldaripada lkategori lyang lmendasar, lstatis ldan ltidak lberubah.

Banyak lberagam lkebudayaan ldi lberbagai lnegara lyang lmengenal lgender lketiga lhingga lgender lkelima. lMisalnya, lpada lnegara lIndia, lBangladesh, ldan lPakistan lmengenal ladanya lgender lketiga lyang ldisebut lHijra. lKelompok lHijra lini ltidak lmendefinisikan ldirinya lsebagai llaki-laki lmaupun lperempuan. lSelain litu ljuga lpada lmasyakarat lBugis lmengakui ladanya lgender lkelima, lyaitu: l(1) lOroane ladalah llaki-laki, lbaik lfisik lmaupun lkodratnya ldalam lkehidupan lkesehariannya. l(2) lMakkunrai ladalah lperempuan, lbaik lsecara lfisik lmaupun lperannya ldalam lkehidupan lkesehariannya. l(3) lCalalai ladalah lperempuan lyang lberpenampilan ldan lberperan lseperti llaki-laki. l(4) lCalabai ladalah llaki-laki lyang lberpenampilan lperempuan ldan ldalam lkehidupan lkesehariannya lmengambil lperan lyang ldilakukan loleh lperempuan. l(5) lBissu ladalah lkelompok lgender lyang ltidak ltermasuk lke ldalam lempat lgolongan ltersebut, lia lbukan llaki-laki ldan lbukan lperempuan, lSebagaian lorang lmenganggap lBissu lsebagai lkombinasi ldari lsemua ljenis lgender. lPenampilan lBissu lsangat listimewa, lkarena lmereka lberpakaian lyang lbisa lmemperlihatkan lunsur-unsur llaki-laki ldan lperempuan l(Suliyati, l2018). l

Dapat ldisimpulkan lbahwa lCalalai, lCalabai, lBissu, lHijra lmaupun listilaih llain lyang lmenyerupai lisu lini ldi lberbagai lnegara ldunia ladalah lsuatu lidentitas lyang lkultural, lsedangkan lqueer ladalah lidentitas lindividu lyang lsifatnya lpolitis. lQueer lkonsisten lpada lkajian lyang lmengkritisi lmakna lpengkategorian ldan lidentitas ldiantara lgender ldan lseksualitas. lSeks, lgender lmaupun lorientasi lseksual ladalah lsesuatu lyang lsifatnya lcair, lberubah-ubah, ltidak lalamiah, lserta ldikonstruksi loleh lkondisi lsosial.

Referensi

Dokumen terkait

komunikasi menggunakan media sosial instagram tidak hanya terjadi antara pemilik akun dengan pengguna lain, tetapi juga dapat mengarah pada interaksi antara pengguna

Media : alat (sarana) ; perantara ; penghubung (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1995 : 640).Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang

Kaitannya dengan teori ini yaitu penelitian yang akan dilakukan adalah pengguna media sosial Instagram memiliki peran aktif untuk menggunakan media sosial

Adapun pengertian media sosial menurut Ryan (2014, p. 151) adalah payung dalam hal software dan jasa berbasis web yang memungkinkan penggunanya untuk berkumpul,

Dalam konteks disini ialah kerjasama antar perusahaan dengan pengguna media sosial Instagram yang memiliki pengaruh baik sehingga meningkatkan citra dari

Media komunikasi yang penting digunakan humas adalah dalam kemitraannya dengan media pers (cetak atau elektronik) yang dikenal dengan media relations (hubungan

Sedangkan menurut Esterberg dalamSugiyono (2015:317) wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab. Berdasarkan beberapa pendapat

Sifat jaringan peer to peer digunakan untuk hubungan antara setiap komputer yang terhubung dalam jaringan komputer yang ada, sehingga komunikasi data terjadi