DAMPAK PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Studi Kasus di KPP Pratama Wilayah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta
Elizabeth Hilda Yuliani Leba NIM : 122114032
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak terhadap kepatuhan pendaftaran dan kepatuhan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar di KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY.
Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Data dikumpulkan dengan teknik dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Kepatuhan pendaftaran diukur menggunakan presentase penambahan WPOP terdaftar. Kepatuhan penyetoran diukur menggunkan presentase penambahan WPOP yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar.
COMPLIANCE OF INDIVIDUAL TAXPAYER
A Case Study at Pratama Tax Offices in DIY Regional Area of Directorate General of Taxation (DGT)
Elizabeth Hilda Yuliani Leba Student Number: 122114032 Sanata Dharma University
Yogyakarta 2015
This research aimed to determine the impact of implementation of tax sanctions removal policy with registration compliance and tax payment compliance of Annual Income Tax Return Underpayment at Pratama Tax Offices in DIY Regional Area of Directorate General of Taxation (DGT).
The data from this case study research were collected by documentation technique. Descriptive Analysis was used to analyze the data. Registration compliance was measured by the percentage increase in the number registered Taxpayer. Tax payment compliance was measured by the percentage increase in the number Taxpayer who made a tax payment of Annual Income Tax Return Underpayment.
i
DAMPAK PELAKSANAAN KEBIJAKAN
PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK TERHADAP
KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Studi Kasus di KPP Pratama Wilayah Kanwil
Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Elizabeth Hilda Yuliani Leba NIM : 122114032
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
SKRIPSI
DAMPAK PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Studi Kasus di KPP Pratama Wilayah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta
Oleh:
Elizabeth
Hilda Yuliani Leba
NIM: 122114032
Telah Disetujui oleh:
Pembimbing I
iii
Skripsi
DAMPAK PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Studi Kasus di KPP Pratama Wilayah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
Elizabeth Hilda Yuliani Leba NIM: 122114032
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada Tanggal 20 Juli 2016
dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji
Jabatan Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua Dr. Fr. Reni Retno Anggraini, M.Si., Ak., C.A. ...……….
Sekretaris Lisia Apriani, S.E., M.Si., Ak., QIA., C.A. ……...……….
Anggota M. Trisnawati Rahayu, S.E., M.Si., Ak., QIA., C.A. ……...……….
Anggota Drs. YP. Supardiyono, M.Si., Ak., QIA., C.A. ……...……….
Anggota Dr. Fr. Reni Retno Anggraini, M.Si., Ak., C.A. ……...……….
Yogyakarta, 31 Agustus 2016
Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma Dekan
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Terpujilah Tuhan, sebab kasih setia-Nya ditunjukkan-Nya
kepadaku dengan ajaib pada waktu kesesakan!
~ Mazmur 31:21 ~
Kupersembahkan Skripsi ini untuk:
v
UNIVERSITAS SANATA DHARMA FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI-PROGRAM STUDI AKUNTANSI
___________________________________________________________________________
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawa ini, saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: Dampak Pelaksanaan Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus di KPP Pratama Wiayah Kanwil DJP DIY)
dan dimajukan untuk diuji pada tanggal 20 Juli 2016 adalah hasil karya saya.
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dana tau tidak terdapat bagian atau keseluruhan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari Tulsan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.
Apabila saya melakukan hal tersebut di atas, baik sengaja ataupun tidak, dengan ini saya menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniri tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar ijazah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.
Yogyakarta, 31 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Elizabeth Hilda Yuliani Leba
NIM : 122114032
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: Dampak Pelaksanaan Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus di KPP Pratama Wilayah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta).
Dengan demikian saya memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan yang sebenarnya.
Yogyakarta, 31 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan,
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terimakasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis memperoleh bantuan, bimbingan,
dukungan, serta arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih tak terhingga kepada :
1. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D. selaku Rektor Universitas Sanata Dharma
yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan
kepribadian di Universitas Sanata Dharma kepada penulis.
2. M. Trisnawati Rahayu, SE., M.Si., Akt., QIA. selaku pembimbing yang telah
membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa
Yogyakarta, Kepala Kantor KPP Pratama Sleman, Kepala Kantor KPP Pratama
Bantul, Kepala Kantor KPP Pratama Wates, dan Kepala Kantor KPP Pratama
Wonosari yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian, serta seluruh staf KPP Pratama di wilayah Kanwil Direktorat
Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah banyak membantu
dalam memperoleh data.
4. Dosen penguji yang akan memberikan masukan bagi perbaikan skripsi ini.
5. Papa, Mama, Ka Indra, dan semua keluargaku yang luar biasa, yang selalu
mendoakan tanpa henti dan selalu menyemangati untuk terus berjuang sehingga
skripsi ini dapat selesai.
6. Ka Reza, Tari, Lave, Agnes, Jojo, Thomas, dan Titus yang selalu memberi
viii
7. Sahabat tercinta “Partai Koalisi” (Tari, Tina, Desi, Sonya, Fika, Donna) yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
8. Sahabat dan teman-teman Akuntansi 2012 kelas A.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membaca.
Yogyakarta, 20 Juni 2016
ix DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii
HALAMAN DAFTAR ISI ... ix
HALAMAN DAFTAR TABEL ... xi
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xii
ABSTRAK ... xiv
F. Sistematika Penulisan ... 6
BAB II LANDASAN TEORI ... 8
A. Tinjauan Pustaka... 8
1. Pengertian Pajak ... 8
2. Fungsi Pajak ... 9
3. Sistematika Pemungutan Pajak ... 10
4. Hambatan Pemungutan Pajak ... 10
5. Wajib Pajak ... 11
x
7. Pembayaran Pajak ... 16
8. Surat Pemberitahuan ... 17
9. Pembetulan Surat Pemberitahuan ... 17
10.Pengampunan Pajak ... 19
11.Kepatuhan Wajib Pajak ... 21
12.Tahun Pembinaan Wajib Pajak ... 24
13.Pelaksanaan Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak ... 26
B. Penelitian Terdahulu ... 30
C. Kerangka Pemikiran ... 33
BAB III METODE PENELITIAN ... 35
A. Jenis Penelitian ... 35
B. Subjek dan Objek Penelitian ... 35
C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36
D. Definisi Operasional Variabel ... 36
E. Desain Penelitian ... 37
F. Populasi dan Sampel ... 38
G. Data ... 39
H. Teknik Pengumpulan Data ... 40
I. Teknik Analisis Data ... 41
BAB IV GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA ... 43
A. KPP Pratama Sleman ... 43
B. KPP Pratama Wates ... 46
C. KPP Pratama Bantul ... 49
D. KPP Pratama Wonosari ... 53
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Variabel dan Indikator... 37
Tabel 2. Nilai Interpretasi Kontribusi ... 42
Tabel 3. Jumlah Sumber Daya Manusia KPP Pratama Wates ... 48
Tabel 4. Jumlah WPOP Terdaftar di 4 KPP Pratama di Wilayah Kanwil
DJP DIY ... 58
Tabel 5. Jumlah WPOP yang Melakukan Penyetoran Pajak atas
SPT Tahunan PPh Kurang Bayar ... 60
Tabel 6. Jumlah Penerimaan Pajak dari Penyetoran Pajak atas SPT
Tahunan PPh Kurang Bayar ... 61
Tabel 7. Jumlah WPOP yang Mengajukan Permohonan Penghapusan
Sanksi Pajak ... 61
Tabel 8. Pendaftaran NPWP Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan
Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak ... 62
Tabel 9. WPOP yang Melakukan Penyetoran Pajak atas SPT Tahunan
PPh Kurang Bayar ... 64
Tabel 10. Kontribusi Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak terhadap
pendaftaran NPWP per 31 Maret 2016 ... 65
Tabel 11. Presentase Pemanfaatan Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak oleh WPOP yang Melakukan Penyetoran atas Pajak Kurang
Bayar per 31 Maret 2016... 66
Tabel 12. Penambahan Penerimaan Pajak dari Penyetoran Pajak atas
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar I. Penerimaan Negara 2011-2016 ... 1
Gambar II. Kerangka Pemikiran ... 34
Gambar III. Struktur Organisasi KPP Pratama Sleman ... 45
Gambar IV. Struktur Organisasi KPP Pratama Wates ... 48
Gambar V. Struktur Organisasi KPP Pratama Bantul ... 52
Gambar VI. Struktur Organisasi KPP Pratama Wonosari... 57
Gambar VII. Jumlah WPOP Terdaftar 1 Januari 2014 dan 2015 ... 58
Gambar VIII. Jumlah WPOP Baru Terdaftar Tahun Pajak 2014 dan 2015... 59
Gambar IX. Jumlah WPOP yang Melakukan Penyetoran atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar ... 60
xiii ABSTRAK
DAMPAK PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Studi Kasus di KPP Pratama Wilayah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak terhadap kepatuhan pendaftaran dan kepatuhan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar di KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY.
Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Data dikumpulkan dengan teknik dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Kepatuhan pendaftaran diukur menggunakan presentase penambahan WPOP terdaftar. Kepatuhan penyetoran diukur menggunkan presentase penambahan WPOP yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak tidak memberikan dampak terhadap kepatuhan pendaftaran. Hal ini terlihat dari rendahnya pemanfaatan kebijakan penghapusan sanksi pajak dan presentase penambahan jumlah WPOP meningkat dengan jumlah yang kecil. Penelitian ini juga menunjukkan kebijakan penghapusan sanksi pajak memberikan dampak positif terhadap kepatuhan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah WPOP yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar setelah pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak.
xiv ABSTRACT
IMPACT OF IMPLEMENTATION OF TAX SANCTIONS REMOVAL POLICY WITH COMPLIANCE OF INDIVIDUAL TAXPAYER A Case Study at Pratama Tax Offices in DIY Regional Area of Directorate
General of Taxation (DGT)
This research aimed to determine the impact of implementation of tax sanctions removal policy with registration compliance and tax payment compliance of Annual Income Tax Return Underpayment at Pratama Tax Offices in DIY Regional Area of Directorate General of Taxation (DGT).
The data from this case study research were collected by documentation technique. Descriptive Analysis was used to analyze the data. Registration compliance was measured by the percentage increase in the number registered Taxpayer. Tax payment compliance was measured by the percentage increase in the number Taxpayer who made a tax payment of Annual Income Tax Return Underpayment.
The result of this research indicated that there was no impact from implementation of tax sanction removal policy with registration compliance. This is proven from the low utilization of the removal of tax sanctions policy and the percentage increase in the number registered Taxpayer increased by a small amount. This research also indicates that policy on the removal of tax sanctions has a positive impact on tax payment compliance of Annual Income Tax Return Underpayment. This was evident from the increasing number of Taxpayer who made a tax payment of Annual Income Tax Return Underpayment after the implementation of tax sanctions removal policy.
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap negara membutuhkan dana yang besar untuk pembangunan nasional
guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu diperlukan peningkatan
penerimaan negara dari tahun ke tahunnya. Penerimaan negara Indonesia diatur
dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Penerimaan negara dibagi menjadi dua, yaitu penerimaan
perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak. Penerimaan perpajakan
merupakan sumber dana utama yang sangat berpotensi dan mendominasi
pendapatan negara Indonesia, yaitu 70% dari penerimaan APBN.
Gambar I. Penerimaan Negara 2011-2016 (Miliar Rupiah) Sumber: diolah dari data Badan Pusat Statistik
Kementerian Keuangan meningkatkan target penerimaan perpajakan dalam
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P)
2015, yaitu menjadi sebesar Rp1.484.589,3 miliar. Target penerimaan perpajakan
dalam RAPBN-P 2015 mengalami peningkatan sekitar Rp104.597,7 miliar jika
dibandingkan dengan target penerimaan perpajakan dalam APBN 2015 yang hanya
sebesar Rp1.379.991,6 miliar. Target penerimaan perpajakan yang meningkat ini
tidak berbanding lurus dengan realisasi yang terjadi. Hingga berakhirnya triwulan
pertama tahun 2015, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp198,226 triliun
atau mencapai 15,32 persen dari target penerimaan perpajakan yang ditetapkan
sesuai RAPBN-P 2015. Realisasi tersebut mengalami penurunan 5,63 persen
dibandingkan penerimaan triwulan pertama tahun 2014 yang mencapai Rp210
triliun (www.pajak.go.id).
Melemahnya penerimaan perpajakan yang terjadi pada triwulan pertama ini
membuat Direktorat Jenderal Pajak harus bekerja keras untuk menarik penerimaan
pajak pada triwulan selanjutnya. Direktorat Jenderal Pajak memerlukan suatu
terobosan untuk menggali potensi pajak baik secara kuantitaf maupun secara
kualitatif. Optimalisasi penerimaan pajak secara kuantitatif dilakukan dengan
meningkatkan jumlah Wajib Pajak terdaftar sedangkan secara kualitatif yaitu
dengan melakukan kontrol terhadap Wajib Pajak terdaftar agarmenyetorkan
Direktorat Jenderal Pajak mencanangkan tahun 2015 sebagai Tahun Pembinaan
Wajib Pajak (TPWP 2015) dengan motto Reach the Unreachable, Touch the
Untouchable. Melalui Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015, Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) mengimbau seluruh lapisan masyarakat, yang telah memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan berdasarkan Self Assessment System, untuk mendaftarkan diri
sebagai Wajib Pajak, sekaligus untuk mendapatkan NPWP, guna menghindari
sanksi pidana (www.pajak.go.id). Masyarakat yang memenuhi kewajiban
perpajakan, yakni dengan menjadi Wajib Pajak baru, melalui PMK Nomor
91/PMK.03/2015 akan menikmati fasilitas dibebaskan dari sanksi administrasi.
Sanksi administrasi yang dimaksud adalah sanksi yang timbul karena
keterlambatan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) maupun keterlambatan
penyetoran pajak. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan
Wajib Pajak dalam pendaftaran NPWP.
Wajib Pajak yang ingin memanfaatkan kebijakan ini harus mengajukan surat
permohonan penghapusan sanksi pajak kepada Direktur Jenderal Pajak dan akan
diproses dalam jangka waktu 6 (enam) bulan. Wajib Pajak yang mengajukan
permohonan pengahapusan sanksi pajak harus melunasi pajak terutang yang
tercantum dalam SPT Masa atau telah melunasi kekurangan pajak yang tercantum
dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan atau telah melunasi pajak yang kurang
Pajak lama yang melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh dan menyetorkan pajak
yang kurang dibayar yang tercantum dalam SPT pembetulan melalui PMK Nomor
91/PMK.03/2015 akan menikmati fasilitas dibebaskan dari sanksi administrasi.
Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan penyetoran atas SPT
Tahunan PPh Kurang Bayar oleh WPOP.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana dampak pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak terhadap
kepatuhan pendaftaran di KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY?
2. Bagaimana dampak pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak terhadap
kepatuhan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar di KPP
Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY?
C. Batasan Masalah
Penelitian ini memiliki beberapa batasan masalah, yaitu:
1. Kepatuhan yang dinilai dalam penelitian ini adalah kepatuhan pendaftaran dan
penyetoran. Kepatuhan Wajib Pajak terdiri dari kepatuhan pendaftaran,
kepatuhan pelaporan, dan kepatuhan penyetoran.
2. Kebijakan penghapusan sanksi pajak yang diteliti adalah kebijakan yang
Wajib Pajak 2015. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan
perpajakan dari penyetoran pajak kurang bayar atas SPT Masa PPN dan SPT
Tahunan PPh.
3. Kepatuhan penyetoran yang diteliti dalam penelitian ini adalah penyetoran
pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui dampak pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak
terhadap kepatuhan pendaftaran di KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY.
2. Untuk mengetahui dampak pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak
terhadap kepatuhan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar di
KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi DJP dan KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi umpan balik bagi pelaksaan
kebijakan penghapusan sanksi pajak untuk keberhasilan Tahun Pembinaan
2. Bagi Penulis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan
pengetahuan mengenai kebijakan perpajakan khususnya adalah penghapusan
sanksi pajak dalam kaitannya dengan kepatuhan Wajib Pajak.
3. Bagi Penulis Selanjutnya
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi literatur atau bahan acuan untuk
penelitian selanjutnya dengan topik yang sama.
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini dikelompokkan menjadi enam bab, yaitu bab pendahuluan, bab
landasan teori, bab metode penelitian, bab gambaran umum KPP Pratama di
Wilayah Kanwil DJP DIY, bab analisis data dan pembahasan, dan bab penutup.
Bab I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika
penulisan.
Bab II : Landasan Teori
Bab ini menjelaskan landasan teori yang digunakan dalam penelitian
yang meliputi : tinjauan pustaka, penelitian terdahulu, kerangka
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini terdiri atas : jenis penelitian, subjek dan objek penelitian,
tempat penelitian, definisi operasional variabel, desain penelitian,
populasi dan sampel, data, teknik pengumpulan data, serta teknik
analisis data.
Bab IV : Gambaran Umum KPP Pratama di Wilayah Kanwil DJP DIY
Bab ini menjelaskan secara garis besar KPP Pratama di wilayah
Kanwil DJP DIY seperti : sejarah, visi-misi dan motto pelayanan, serta
struktur organisasi.
Bab V : Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini terdiri atas : deskripsi data, analisis data, serta pembahasan.
Bab IV : Penutup
8 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Pajak
Telah banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang definisi
atau pengertian pajak. Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H
(dalam Mardiasmo 2011:1), “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara
berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat
jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Sedangkan menurut Prof. Dr.
P. J. A. Adriani dalam buku Konsep Dasar Perpajakan (2013:34), sebagai
berikut “Belasting, de befing, wear doorde overhe;d zich door middle van
juridische dwangmiddelen verchaft, om de publieke butt gaven te bestriden,
zulke zonder engine prestatie daartegonover te stellen.” Pengertian tersebut diartikan dalam Bahasa Indonesia sebagai berikut:
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan”.
Pengertian pajak menurut dua tokoh tersebut tidak jauh berbeda dengan
definisi pajak yang tertuang dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang
melekat pada pengertian pajak: (1) iuran/kontribusi rakyat kepada negara, (2)
dipungut berdasarkan Undang-undang, (3) tidak adanya kontrapestasi secara
langsung, (4) diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran negara secara
umum untuk kemakmuran rakyat.
2. Fungsi Pajak
Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak
dari berbagai definisi, menurut Waluyo (2010:6) terlihat adanya dua fungsi
pajak, yaitu Fungsi penerimaan (Budgeter) dan Fungsi mengatur (Reguler).
Fungsi penerimaan berarti pajak berfungsi sebagai sumber dana yang
diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai
contoh : dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
Fungsi Mengatur berarti pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh :
dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras untuk
3. Sistem Pemungutan Pajak
Negara memerlukan sistem pemungutan pajak yang baik agar pemungutan
pajak dapat dijalankan dengan optimal. Menurut Waluyo (2010:17) sistem
pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga, yaitu Official Assesment System,
Self Assesment System, dan Withholding System. Official Assesment System
merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri
sistem ini adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada
pada fiskus, wajib pajak bersifat pasif, dan utang pajak timbul setelah
dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. Self Assesment System
merupakan pengutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan,
tanggungjawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
Withholding System merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya
pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
4. Hambatan Pemungutan Pajak
Pajak tidak memberikan kontraprestasi langsung kepada masyarakat. Hal
ini menyebabkan sebagian besar masyarakat cenderung menganggap pajak
sebagai beban yang akan mengurangi pendapatan mereka. Penghindaran atau
yang dapat mengakibatkan berkurangnya penerimaan perpajakan Negara.
Menurut Mardiasmo (2011:8-9) dalam usaha untuk memungut pajak terdapat
dua bentuk hambatan, yaitu (1) Perlawanan Pasif dan (2) Perlawanan Aktif.
Perlawanan pasif ditandai dengan masyarakat yang enggan untuk membayar
pajak yang dapat disebabkan oleh : perkembangan intelektual dan moral, sistem
perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami oleh masyarakat, dan sistem kontrol
tidak terlaksana dengan baik. Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan
perbuatan yang secara langsung ditujukan oleh fiskus dengan tujuan untuk
menghindari pajak. Bentuk perlawanan aktif antara lain : (a) Tax avoidance,
yaitu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melakukan perbuatan yang
dapat dikenakan pajak. (b) Tax evasion, yaitu usaha meringankan beban pajak
dengan cara melanggar Undang-Undang (menggelapkan pajak). (c) Melalaikan
pajak, yaitu menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak
memenuhi ketentuan formal yang harus dipenuhi, misalnya dengan cara
menghalangi proses penyitaan.
5. Wajib Pajak
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 jo Undang-Undang Republik
Indoensia Nomor 16 Tahun 2009, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan,
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak memiliki beberapa hak dan
kewajiban seperti yang dirangkum Mardiasmo (2011:56-57).
Hak yang dimiliki Wajib Pajak antara lain:
a. Mengajukan surat keberatan dan surat banding.
b. Menerima tanda bukti pemasukan SPT.
c. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan.
d. Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.
e. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran
pajak.
f. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam
surat ketetapan pajak.
g. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
h. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta
pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.
i. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya.
j. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak.
Kewajiban Wajib Pajak antara lain:
a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP).
b. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
c. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.
d. Mengisi dengan benar SPT dan memasukkan ke Kantor Pelayanan
Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan.
e. Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan.
f. Jika diperiksa wajib:
1) Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan
usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang
pajak.
2) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan
yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran
pemeriksaan.
3) Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau
dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat
oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban
untuk merahasiakan ini ditiadakan oleh permintaan untuk
6. Nomor Pokok Wajib Pajak
a. Pengertian
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 2 Angka 1,
setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakaan wajib
mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan
kepadanya diberikan Nomo Pokok Wajib Pajak. Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana
dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal
diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya. NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama
merupakan kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan
kode administrasi perpajakan. NPWP berfungsi : (a) Sebagai tanda
pengenal diri atau identitas Wajib Pajak, (b) Untuk menjaga ketertiban
dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi. Dalam hal
berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan
mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Setiap Wajib
Pajak hanya diberikan satu NPWP.
b. Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak
Semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan
perpajakan berdasarkan self assessment system, wajib mendaftarkan diri
pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak
dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak. Persyaratan
subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek
pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima
atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan
pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak
Penghasilan 1984 dan perubahannya.
Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka
waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan
kewajiban mengenakan pajak terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP
adalah:
1) Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas dan Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri paling lambat 1
(satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
2) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau
tidak melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya
sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri paling lambat
Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan
NPWP akan dikenakan sanksi perpajakan.
7. Pembayaran Pajak
Setelah Wajib Pajak menghitung jumlah pajak yang terutang, Wajib pajak
harus melakukan pembayaran/penyetoran pajak yang terutang menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP). Adapun yang dimaksud dengan Surat Setoran Pajak
(SSP) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor
Pos dan atau bank BUMN atau BUMD atau tempat pembayaran lain yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Direktorat Jenderal Pajak tidak dibenarkan
menerima setoran pajak dari Wajib Pajak.
Batas waktu pembayaran/penyetoran Pajak Penghasilan Tahunan Orang
Pribadi paling lambat bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir sebelum SPT
disampaikan. Dalam hal tanggal pembayaran atau penyetoran bertepatan
dengan hari libur (termasuk hari libur yaitu hari Sabtu dan cuti bersama),
pembayaran atau penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Pemotong/pemungut Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23, atau 26 harus
memberikan tanda bukti pemotongan atau tanda bukti pemungutan kepada
orang pribadi yang dipotong atau dipungut. Khusus untuk karyawan atau
pegawai tetap, hanya diberikan buti pemotongan tahunan selambat-lambatnya
setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo
pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.
8. Surat Pemberitahuan (SPT)
a. Pengertian
Sesuai dengan Self Assesment System yang dianut di Indonesia, Wajib
Pajak harus menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan
pajak yang terutang sendiri ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan bentuk
pertanggungjawaban atas kewajiban perpajakan yang telah dipenuhinya
dalam suatu Masa Pajak atau Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak dalam
sistem tersebut. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, Surat
Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak
dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Pembetulan Surat Pemberitahuan
1) Pembetulan SPT sebelum jangka waktu 2 tahun, sebelum dilakukan
Sesuai dengan Pasal 8 ayat 1 UU KUP, Wajib Pajak dengan
kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan
dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktorat
Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Pmbetulan SPT
harus disampikan paling lama 2 tahun sebelum daluwarsa penetapan.
Dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Tahunan yang mengakibatkan
utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% perbulan atas jumlah ajak yang kurang
dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan
tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan.
2) Pembetulan SPT setelah jangka waktu 2 tahun
Pasal 8 ayat 4 UU KUP mengatur bahwa walaupun Dirjen Pajak
telah melakukan pemeriksaan dengan syarat DJP belum menerbitkan
surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat
mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran
pengisian SPT yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya
yang dapat mengakibatkan: a) pajak-pajak yang harus dibayar menjadi
lebih besar atau lebih kecil; b) rugi berdasarkan ketentuan perpajakan
menjadi lebih kecil atau lebih besar; c) jumlah harta menjadi lebih besar
atau lebih kecil; d) jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil.
pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50%
dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak
sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan.
9. Pengampunan Pajak
Pengampunan pajak atau yang sering disebut tax amnesty (dalam
Rahayu 2010:138) merupakan kebijakan pemerintah di bidang perpajakan yang
memberikan penghapusan pajak yang seharusnya terutang dengan membayar
tebusan dalam jumlah tertentu yang bertujuan untuk memberikan penambahan
penerimaan pajak dan kesempatan bagi Wajib Pajak yang tidak patuh menjadi
Wajib Pajak patuh. Tax amnesty diharapkan akan mendorong peningkatan
kepatuhan sukarela Wajib Pajak di masa yang akan datang. Selain itu,
pengampunan pajak diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang selama
ini belum atau kurang dibayar, di samping meningkatkan kepatuhan membayar
pajak karena makin efektifnya pengawasan karena semakin akuratnya
informasi mengenai daftar kekayaan Wajib Pajak.
Terdapat empat jenis amnesti pajak, antara lain:
a. Amnesti yang tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak, termasuk bunga
dan dendanya, dan hanya mengampuni sanksi pidana perpajakan.
Tujuannya adalah untuk memungut pajak tahun-tahun sebelumnya,
b. Amnesti yang mewajibkan pembayaran pokok pajak masa lalu yang
terutang berikut bunganya, namun mengampuni sanksi denda dan sanksi
pidana pajaknya.
c. Amnesti yang tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak yang lama,
namun mengampuni sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidana
pajaknya.
d. Bentuk amnesti yang paling longgar karena mengampuni pokok pajak di
masa lalu, termasuk sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidananya.
Tujuannya adalah untuk menambah jumlah wajib pajak terdaftar, agar ke
depan dan seterusnya mulai membayar pajak.
Sawyer menyebutkan beberapa tipe tax amnesty, yaitu:
a. Filling amnesty: pengampunan yang diberikan dengan menghapuskan
sanksi bagi Wajib Pajak yang terdaftar namun tidak pernah mengisi SPT
(non-filers), pengampunan diberikan jika mereka mau mulai untuk mengisi
SPT.
b. Record-keeping amnesty: memberikan penghapusan sanksi untuk
kegagalan dalam memelihara dokumen perpajakan di masa lalu,
pengampunan diberikan jika Wajib Pajak untuk selanjutnya dapat
memelihara dokumen perpajakannya.
c. Revision amnesty: Ini merupakan suatu kesempatan untuk memperbaiki
SPT di masa lalu tanpa dikenakan sanksi atau diberikan pengurangan
SPT-nya yang terdahulu (yang menyebabkan adanya pajak yang masih
harus dibayar) dan membayar pajak yang tidak (missing) atau belum
dibayar (outstanding). Wajib Pajak tidak akan secara otomatis kebal
terhadap tindakan pemeriksaan dan penyidikan.
d. Investigation amnesty: Pengampunan yang menjanjikan tidak akan
menyelidiki sumber penghasilan yang dilaporkan pada tahun-tahun tertentu
dan terdapat sejumlah ”uang pengampunan” (amnesty fee) yang harus
dibayar. Pengampunan jenis ini juga menjanjikan untuk tidak akan
dilakukannya tindakan penyidikan terhadap sumber penghasilan atau
jumlah penghasilan yang sebenarnya. Pengampunan ini sering dikenal
dengan pengampunan yang erat dengan tindak pencucian (laundering
amnesty).
e. Prosecution amnesty: Pengampunan yang memberikan penghapusan tindak
pidana bagi Wajib Pajak yang melanggar undang-undang, sanksi
dihapuskan dengan membayarkan sejumlah kompensasi.
10.Kepatuhan Wajib Pajak
Self Assessment System yang diterapkan di Indonesia menuntut peran aktif
Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hal ini
menjadikan kepatuhan pajak sebagai hal yang sangat penting dalam
mewujudkan keberhasilan penerimaan pajak. Menurut Kamus Besar Bahasa
patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan kita dapat memberi pengertian
bahwa Kepatuhan Perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh serta
melaksanakan ketentuan perpajakan.
Rahayu (2010:138) dalam bukunya mengungkapakan dua macam
kepatuhan, yaitu (1) Kepatuhan Formal dan (2) Kepatuhan Material. Kepatuhan
formal adalah suatu keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara
formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Kepatuhan
Material adalah suatu keadaan di mana Wajib Pajak secara substantive atau
hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi
dan jiwa Undang-Undang perpajakan. Kepatuhan Material dapat juga meliputi
Kepatuhan Formal. Sebagai contoh, ketentuan batas waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh WPOP adalah tanggal 31 Maret. Apabila Wajib Pajak telah
menyampaikan SPT Tahunan PPh WPOP sebelum atau pada tanggal 31 Maret
maka Wajib Pajak tersebut telah memenuhi Kepatuhan Formal, akan tetapi
isinya belum tentu memenuhi Kepatuhan Material. Wajib Pajak yang
memenuhi kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur,
lengkap, dan benar SPT sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke Kanor
Pelayanan Pajak sebelum batas waktu terakhir.
Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak (dalam
Rahayu 2010:138) sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan
1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan
peraturan perpajakan.
2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
3. Menghitung jumlah pajak yang terhutang dengan benar.
4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Otto sebagaimana dikutip oleh Caizhi Nasucha (2004), indikator kepatuhan
Wajib Pajak ditunjukkan oleh tren :
1. Pendaftaran (registration).
Registrasi ditunjukkan oleh banyaknya individu yang mendaftarkan diri
sebagai wajib pajak dibandingkan dengan jumlah seluruh penduduk yang
ada.
2. Pembayaran (payment).
Pembayaran menggambarkan tren dari penyetoran pajak yang tepat waktu,
presisi dengan dengan dasar pajaknya dan penyetoran per jenis wajib pajak.
3. Pelaporan (filing).
4. Keakuratan laporan (correct reporting).
Keakuratan laporan menggambarkan kebenaran dari setiap laporan wajib
pajak yang dapat dibandingkan dengan kegiatan jenis usaha tertentu dan
efektivitas tarif pajak yang dibayar berdasarkan penghasilan yang diterima.
Menurut Chaizi Nasucha (dalam Rahayu 2010:138), kepatuhan wajib pajak
dapat diidentifikasi dari : kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri,
penghitungan dan pembayaran pajak terutang, serta kepatuhan dalam
pembayaran tunggakan.
Prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku di suatu negara. Kepatuhan yang
mendasar dari pemenuhan kewajiban pelaporan dan pembayaran oleh wajib
pajak merupakan salah satu tanda efektifnya kebijakan pajak yang sedang
dijalankan.
11.Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015
Dalam rangka melakukan pembinaan Wajib Pajak dan untuk mendorong
Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan, membayar atau
menyetorkan kekurangan pembayaran pajak dalam Surat Pemberitahuan, serta
melaksanakan pembetulan Surat Pemberitahuan di tahun 2015 sebagai upaya
untuk meningkatkan penerimaan negara dan membangun basis perpajakan
yang kuat, diperlukan adanya instrument kebijakan di bidang perpajakan.
Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009,
Direktur Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk mengurangkan atau
menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang
perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak
atau bukan karena kesalahannya. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administrasi Atas
Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat
Pemberitahuan, dan Keterlambatan Pembayaran Atau Penyetoran Pajak
Sebagaimana diketahui bersama, tindakan menyembunyikan diri dari
kewajiban perpajakan dan tindakan tidak melaporkan SPT serta tidak
membayar /menyetor adalah melawan hukum. Hal ini ditegaskan dalam pasal
39 ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf i Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (KUP): ”Setiap orang yang dengan sengaja tidak
mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; tidak
menyampaikan Surat Pemberitahuan; tidak menyetorkan pajak yang telah
dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali
Pada Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015, Pemerintah melalui Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) mengimbau seluruh lapisan masyarakat yang telah
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif untuk mendaftarkan diri sebagai
Wajib Pajak, sekaligus untuk mendapatkan NPWP, guna menghindari sanksi
pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan di atas. Selain itu, Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi Wajib Pajak
yang belum melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) atas Tahun Pajak 2014 dan
sebelumnya serta Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya, untuk
menyampaikan SPT tersebut dengan insentif pembebasan sanksi administrasi.
12.Pelaksanaan Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat
mengurangkan atau menghapuskan Sanksi Administrasi dalam hal Sanksi
Administrasi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan
karena kesalahannya. Sanksi Administrasi yang dikenakan karena kekhilafan
Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya terbatas atas:
a. keterlambatan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun
Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak
Desember 2014 dan sebelumnya;
b. keterlambatan pembayaran atau penyetoran atas kekurangan pembayaran
pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk
c. keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang untuk suatu
saat atau Masa Pajak sebagaimana tercantum dalam SPT Masa untuk Masa
Pajak Desember 2014 dan sebelumnya; dan/atau
d. pembetulan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan kemauan sendiri atas
SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya
dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya
yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar,
yang dilakukan pada tahun 2015.
Sanksi Administrasi yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak
atau bukan karena kesalahannya dapat dihapuskan atau dikurangkan melalui
mekanisme yang diatur bedasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
91/PMK.03/2015 Pasal 4, yaitu sebagai berikut :
(1) Dalam rangka mendapatkan pengurangan atau penghapusan Sanksi
Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Wajib Pajak
menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Tagihan Pajak;
b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
c. ditandatangani oleh Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak orang pribadi
atau wakil Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak badan, dan tidak dapat
d. disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dokumen
berupa:
a. surat pernyataan yang menyatakan bahwa keterlambatan
penyampaian SPT, keterlambatan pembayaran pajak, dan/ atau
pembetulan SPT dilakukan karena kekhilafan atau bukan karena
kesalahan dan ditandatangani di atas meterai oleh Wajib Pajak
dalam hal Wajib Pajak orang pribadi atau wakil Wajib Pajak dalam
hal Wajib Pajak badan;
b. fotokopi SPT atau SPT pembetulan yang disampaikan atau
print-out SPT atau SPT pembetulan berbentuk dokumen elektronik yang
disampaikan;
c. fotokopi bukti penerimaan atau bukti pengiriman surat yang
dianggap sebagai bukti penetimaan penyampaian SPT atau SPT
pembetulan;
d. fotokopi Surat Setoran Pajak atau sarana adtninistrasi lain yang
disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan
pajak terutang yang tercantum dalam SPT Masa atau bukti
pelunasan kekurangan pajak yang tercantum dalam SPT Tahunan
Pajak Penghasilan atau bukti pelunasan pajak yang kurang dibayar
yang tercantum dalam SPT pembetulan; dan
(4) Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3), terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi
Administrasi berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Sanksi Adminifitrasi dalam Surat Tagihan Pajak belum dibayar oleh Wajib Pajak; atau
b. Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak sudah dibayar
sebagian oleh Wajib Pajak.
(5) Dalam hal Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak telah
diperhitungkan dengan kelebihan pembayaran pajak,yang dilakukan
melalui potongan SPM dan/ atau transfer pembayaran, Sanksi Administrasi
dalam Surat Tagihan Pajak dianggap belum dibayar oleh Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Wajib Pajak
paling banyak 2 (dua) kali.
(7) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau
penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua, permohonan tersebut harus
diajukan setelah surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan
yang pertama dikirim.
(8) Permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi yang
Tagihan Pajak yang telah diterbitkan surat keputusan Direktur Jenderal
Pajak.
(9) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5)
berlaku juga untuk permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi
Administrasi yang kedua.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Ehrmons Fisca Purwa Winastyo dengan judul
“Efektifitas Sunset Policy dalam Meningkatkan tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak” menyimpulkan bahwa Kepatuhan Wajib Pajak dalam hal
pendaftaran NPWP meningkat, jumlah Wajib Pajak yang mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP selama periode ”Sunset Policy” meningkat tajam, penambahan
NPWP selama bulan Desember 2008 sebanyak 2.341 NPWP hampir setara dengan
penambahan NPWP selama bulan Januari sampai dengan November 2008 yang
sejumlah 2.358 NPWP. Kesimpulan selanjutnya menyatakan bahwa Wajib Pajak
Orang Pribadi baru yang memanfaatkan ”Sunset Policy” dengan melaporkan SPT Tahunan PPh kurang bayar mengalami peningkatan tingkat kepatuhan penyetoran
berturut-turut dari 4%, 5,9%, 7,26% di tahun pajak 2005, 2006, 2007. Sedangkan
atas tahun pajak 2008 SPT Tahunan PPh kurang bayar mencapai 10,39%. Hasil ini
membuktikan bahwa kebijakan penghapusan sanksi pajak mampu meningkatkan
Penelitian yang dilakukan oleh Mira Novana dengan judul “Pengaruh
Kebijakan Sunset Policy terhadap Kepatuhan Wajib Pajak” menyimpulkan bahwa
Kebijakan Sunset Policy telah memberikan pengaruh terhadap peningkatan
kepatuhan Wajib Pajak, karena pada saat diberlakukannya Sunset Policy, secara
nasional telah menghasilkan penambahan jumlah Wajib Pajak sebesar 5,6 juta,
804.000 Surat Pemberitahuan (SPT), dan setoran pajak sebesar Rp7,46 triliun,
sedangkan bagi Kanwil DJP Jatim I Sunset Policy telah menambah jumlah
penerimaan pajak sebesar Rp252.141,383.177, jumlah WP Orang Pribadi sebesar
18.454, WP Badan sebesar 2.632, dan jumlah SPT sebesar 90.818.
Penelitian yang dilakukan oleh Risaria Syaputri dengan judul “Penerapan
Ketentuan Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Sunset
Policy Dalam Rangka Peningkatan Wajib Pajak Orang Pribadi” menyimpulkan
bahwa program Sunset Policy ini telah membuahkan hasil yang baik dalam
meningkatkan jumlah Wajib Pajak khususnya Orang Pribadi dan Penerimaan Pajak
di KPP Pratama Jakarta Pademangan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah peningkatan
Wajib Pajak Orang Pribadi yang cukup signifikan dibandingkan pada masa
sebelum diberlakukannya Sunset Policy.
Penelitian yang dilakukan oleh Dahliana Hasan yang berjudul “Sunset Policy
dan Implikasinya terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan di Daerah
Istimewa Yogyakarta” menyimpulkan bahwa pelaksanaan Sunset Policy pada
dasarnya berimplikasi positif terhadap peningkatan penerimaan pajak penghasilan
yang diberikan belum optimal karena masih sedikitnya jumlah Wajib Pajak yang
menggunakan fasiliatas Sunset Policy.
Penelitian-penelitian di atas meneliti tentang pengaruh kebijakan penghapusan
sanksi pajak atau yang sering disebut dengan Sunset Policy yang diberikan oleh
DJP terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Penghapusan sanksi pajak yang diberikan
jika Wajib Pajak melunasi tunggakan pajak selama lima tahun kebelakang mampu
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak khususnya dalam hal pendaftaran NPWP dan
C. Kerangka Pemikiran
Kepatuhan pendaftaran merupakan salah satu unsur penting dalam upaya
peningkatan penerimaan perpajakan. Dengan terdaftarnya subjek pajak menjadi
Wajib Pajak membantu DJP dalam mendata dan melakukan penagihan atas
tunggakan-tunggakan pajak sehingga Wajib Pajak membayar pajaknya dan dapat
meningkatkan penerimaan Negara. Kebijakan penghapusan sanksi pajak menjadi
salah satu sarana untuk mendorong seluruh lapisan masyarakat yang telah
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif untuk mendaftarkan diri sebagai
Wajib Pajak.
Salah satu tujuan dikeluarkannya kebijakan ini adalah untuk meningkatkan
penerimaan negara pada tahun 2015 dengan mendorong Wajib Pajak
menyampaikan Surat Pemberitahuan, membayar atau menyetorkan kekurangan
pembayaran pajak dalam Surat Pemberitahuan, serta melaksanakan pembetulan
Surat Pemberitahuan di tahun 2015. Untuk itu, Wajib Pajak yang ingin
mendapatkan penghapusan sanksi harus melakukan pembetulan atas SPT Tahunan
PPh, menyetorkan pajaknya yang kurang dibayar, dan mengajukan surat
permohonan penghapusan sanksi pajak atas keterlambatan penyampaian SPT dan
penyetoran pajak. Kebijakan ini dapat mendorong Wajib Pajak lama untuk
melakukan pembetulan atas SPT tahun pajak 2014 dan sebelumnya dan
menyetorkan kekurangan pajaknya sehingga kepatuhan penyetoran semakin
Untuk menganalisis kepatuhan pendaftaran sebelum dan sesudah dilaksanakan
kebijakan penghapusan sanksi pajak digunakan analisis deskriptif. Untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan kepatuhan penyetoran antara periode sebelum
dan sesudah pelaksanaan kebijakan sanksi pajak akan dilakukan pengujian statistik
menggunakan Uji Beda Sampel Berpasangan. Cut-off antara periode sebelum dan
sesudah pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak adalah tahun mulai
berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 yaitu pada tahun
2015. Penjelasan di atas dapat dituangkan dalam kerangka pemikiran sebagai
35 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus. Menurut Sekaran (2006:46), studi kasus meliputi analisis mendalam dan konstektual terhadap situasi yang mirip
dengan organisasi lain, dimana sifat dan definisi masalah yang terjadi adalah serupa
dengan yang dialami dalam situasi ini. Hasil dari penelitian studi kasus tidak dapat
digeneralisasi.
B. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian
Menurut Amirin (2009), subjek penelitian adalah sesuatu, baik orang, benda
ataupun lembaga (organisasi), yang sifat-keadaannya akan diteliti. Subjek dari
penelitian ini adalah 4 KPP Pratama di wilayah Kanwil Direktorat Jenderal
Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu KPP Pratama Sleman, KPP Pratama
Wates, KPP Pratama Wonosari, dan KPP Pratama Bantul.
2. Objek Penelitian
Menurut Amirin (2009), objek penelitian adalah sifat keadaan dari suatu benda,
orang, ataupun lembaga (organisasi), yang menjadi pusat perhatian atau saran
penelitian. Objek dari penelitian ini adalah kepatuhan pendaftaran dan
Pratama di wilayah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa
Yogyakarta.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di 4 KPP Pratama di wilayah Kanwil Direktorat
Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu KPP Pratama Sleman dan KPP
Pratama Wates yang terletak di jalan Ring Road Utara Nomor 10 Maguwoharjo,
Depok, Sleman, DIY, KPP Pratama Bantul yang terletak di jalan Urip Sumoharjo
No. 7 Gose, Bantul DIY, serta KPP Pratama Wonosari yang terletak di jalan KH.
Agus Salim No. 170 B Kepek, Wonosari, DIY. Penelitian ini dilakukan dari bulan
Februari sampai dengan April 2016.
D. Definisi Operasional Variabel
Variabel kepatuhan dalam penelitian ini adalah kepatuhan formal dan material
Wajib Pajak Orang Pribadi. Data kepatuhan Wajib Pajak diperoleh dari data
sekunder. Data tersebut mencerminkan perilaku Wajib Pajak dalam hal:
a) Kepatuhan pendaftaran, yaitu kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP. Hal ini terlihat dari penambahan jumlah wajib pajak
baru terdaftar.
b) Kepatuhan penyetoran, yaitu kepatuhan dalam penghitungan dan penyetoran
pajak terutang dan ketepatan waktu setor pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang
c) Tambahan setoran pajak, yaitu jumlah setoran pajak yang dibayarkan sesuai
perhitungan SPT Tahunan PPh Kurang Bayar yang telah dilaporkan.
Tabel 1. Variabel dan Indikator
Variabel Dimensi Indikator
Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan Formal Pendaftaran NPWP Kepatuhan penyetoran Kepatuhan Material Tambahan setoran pajak
E. Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat
kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi sebelum dan setelah dilaksanakannya
kebijakan penghapusan sanksi pajak 2015 di 4 KPP Pratama di wilayah Kanwil
DJP DIY. Data yang dibutuhkan adalah data jumlah WPOP terdaftar di 4 KPP
Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY per 1 Januari dari tahun 2014 sampai dengan
tahun 2015, jumlah WPOP yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan
PPh Kurang Bayar, jumlah WPOP yang mengajukan permohonan penghapusan
sanksi pajak, serta jumlah penerimaan pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar.
Data tersebut dikumpulkan dengan teknik dokumentasi.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menganalisis kepatuhan pendaftaran
di 4 KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY. Kepatuhan diukur menggunakan
presentase penambahan pendaftaran NPWP, yaitu perbandingan antara jumlah
WPOP baru terdaftar dan jumlah WPOP terdaftar per 1 Januari. Perhitungan
dilakukan untuk periode sebelum dan sesudah pelaksanaan kebijakan penghapusan
Langkah kedua yang dilakukan adalah menganalisis kepatuhan penyetoran
pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar. Kepatuhan penyetoran diukur dari
penambahan jumlah WPOP yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan
PPh Kurang Bayar. SPT Tahunan PPh Kurang Bayar adalah SPT Tahunan PPh
yang dalam perhitungannya menyatakan ada pajak penghasilan yang masih harus
disetor. Tepat waktu disini adalah kurang bayar disetorkan sampai tanggal 30 April
tahun berikutnya.
Langkah ketiga adalah menganalisis kontribusi kebijakan penghapusan sanksi
pajak terhadap kepatuhan pendaftaran dan kepatuhan penyetoran pajak atas SPT
Tahunan PPh Kurang Bayar. Kontribusi dihitung dengan mencari presentase
pemanfaatan kebijakan penghapusan sanksi pajak, yaitu perbandingan antara
jumlah WPOP yang mengajukan permohonan penghapusan sanksi dan jumlah
WPOP baru terdaftar/WPOP yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahuan
PPh Kurang Bayar.
F. Populasi dan Sampel
Populasi merupakan subjek penelitian. Menurut Sugiyono (2010:117) populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga
objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah
Kanwil DJP DIY dari tahun 2014 sampai tahun 2015. Akan tetapi, 1 KPP menolak
untuk dijadikan bagian darri populasi. Oleh karena itu, populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di 4 KPP Pratama di
wilayah Kanwil DJP DIY dari tahun 2014 sampai tahun 2015.
Menurut Sugiyono (2010:118) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel yang diambil dapat
mewakili atau representatif bagi populasi tersebut. Sampel dalam penelitian ini
diambil menggunakan metode purposive sampling. Menurut Jogiyanto (2007:79),
purposive sampling dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi
berdasarkan suatu kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan untuk mengambil
sampel dalam penelitian ini adalah WPOP terdaftar di 4 KPP Pratama di wilayah
Kanwil DJP DIY yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang
Bayar secara tepat waktu.
G. Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut
Sanusi (2011:104), data sekunder adalah data yang sudah tersedia dan dikumpulkan
oleh pihak lain. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi dari tahun 2014 sampai tahun 2015 yang
meliputi:
a) Jumlah WPOP yang baru terdaftar
2. Jumlah Wajib Pajak yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh
Kurang Bayar secara tepat waktu di tahun pajak 2014 dan 2015.
3. Jumlah WPOP yang mengajukan permohonan penghapusan sanksi pajak.
4. Jumlah penerimaan pajak dari setoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang
Bayar di tahun pajak 2014 dan 2015.
H. Teknik Pengumpulan Data
Data sekunder dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik dokumentasi.
Menurut Sanusi (2011:104), dokumentasi biasanya dilakukan untuk
mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber, baik secara pribadi maupun
kelembagaan. Data sekunder tersebut biasanya telah tersedia di lokasi penelitian.
Peneliti tinggal menyalin sesuai dengan kebutuhan. Jumlah WPOP terdaftar di 4
KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY dari tahun 2014 sampai dengan tahun
2015, jumlah WPOP yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh
Kurang Bayar, dan jumlah penerimaan pajak dari setoran pajak atas SPT Tahunan
PPh Kurang bayar dikumpulkan dari Seksi Pengolah Data dan Informasi di
masing-masing KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY. Data jumlah WPOP yang
mengajukan permohonan penghapusan sanksi pajak dikumpulkan dari Seksi