LANDEK DALAM UPACARA CAWIR METUA
PADA MASYARAKAT KARO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
OLEH :
PUTRI MEILIZA NASUTION
NIM 081222510024
JURUSAN SENDRATASIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
v
ABSTRAK
Putri Meiliza Nasution, NIM 081222510024, Landek dalam Upacara cawir Metua pada Masyarakat Karo. Skripsi. Medan. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan. 2012
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana makna landek dalam upacara cawir metua, struktur bentuk penyajian dalam upacara cawir metua dan busana yang digunakan dalam upacara cawir metua.
Landasan teoritis merupakan sebagai pedoman dalam pengumpulan data dalam skripsi ini adalah bentuk penyajian, pengertian makna dan pengrtian struktur.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menliti di Jambore Desa Kidupen Minggu, Kecamatan Juhar,Kabupaten Karo, yang meliputi studi kepustakaan, observasi, dokumentasi, wawancara kemudian di analisis dengan metode Deskriptip Kualitatif.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan secara garis besar bahwa upacara peradatan cawir metua ini dilakukan berdasarkan tingkat keberhasilannya semasa hidup, yaitu dengan adat rose dan la rose. Perbedaan adat tersebut juga dapat dilihat dari segi biaya,pemakaian alat musik dan lain-lain. Musik dan landek juga berperan dalam upacar ini, ada dua jenis musik yang mengiringi upacara ini yakni simelngun rakyat dan odak-odak. Landek yang di lakukan juga tidak memiliki gerak yang pasti, namun tetap menggunakan gerak dasar yakni landek dan gerakan tangan memutar dan menggumpal. Makna dari landek pada upacara ini juga berbeda dan dihubungkaitakan dengan sistem kekerabatan pada masyarakat Karo.Begitu juga pada struktur penyajian landek ini sesuai dengan sistem kekerabatannya.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT, karena telah
melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga dapat mengikuti perkuliahan dari
awal hingga akhir penyelesaian skripsi di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS)
Universitas Negeri Medan, Jurusan Seni Tari.
Skripsi ini berjudul “Landek dalam Upacara Cawir Metua pada
Masyarakat Karo”. Skripsi ini dibuat sebagai persyaratan yang telah ditetapkan untuk meraih gelar S-1 Pendidikan Seni Tari. Peneliti sangat sadar akan
kekurangan dari skripsi ini, baik dalam tulisan maupun kata-kata. Peneliti sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar skripsi dapat menjadi lebih
baik di hari berikutnya. Selama dalam proses penelitian maupun penulisan,
peneliti selalu menghadapai bebagai kendala baik dalam hal materi, moril dan
juga pencarian sumber/informasi yang sulit didapat. Namun, selama menghadapi
kendala-kendala tersebut peneliti sangat terbantu oleh beberapa pihak yang
dengan suka rela memberikan semangat dan bantuan kepada saya, maka itu saya
ucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si. selaku Rektor Universitas
Negeri Medan.
2. Ibu Dr. Isda Pramuniati, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni.
iii
4. Ibu Nurwani S.ST, M.Hum. selaku Ketua Program Studi Seni Tari, dan
juga Dosen Pembimbing Skripsi II di Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Medan.
5. Ibu Yusnizar Heniwaty S.ST, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Skripsi
I yang senantiasa memberi masukan dan arahan kepada peneliti untuk
menyelesaikan skripsi ini.
6. Para Bapak/Ibu Dosen yang telah banyak memberikan ilmu
pengetahuannya kepada peneliti selama bertahun-tahun dalam mengikuti
perkuliahan di Jurusan Sendratasik.
7. Teristimewa kepada Ayahanda Mhd. Fauzi Nasution dan Alm. Ibunda
Riza Maira yang telah memberikan kasih sayang, baik moral maupun
material, motivasi dan do’a yang tiada hentinya demi kesuksesan ananda. 8. Kepada Bude tercinta yang telah menggantikan peran sebagai seorang ibu
yang telah berpulang kerahmatullah terlebih dahulu.
9. Abangda tercinta Deny Afrizal, Adryansyah, T. Rizki Mulana yang telah
banyak memberikan motivasi dan kakak tersayang Dara Faurina yang
memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
10.Bapak Djasa Tarigan dan Bapak Karo-karo selaku narasumber yang
memberikan informasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
11.Teman-teman terbaik yang sudah menjadi saudara sekaligus keluargaku
dikampus Bunda Nova, Mami Runa, Papa Pandu, Icha, Susi, Jihan, yang
iv
12.Seluruh rekan-rekan sesama mahasiswa/i khususnya Jurusan Seni Tari,
dan semua pihak yang telah memberikan bantuan, semangat, dan do’anya
kepada penulis yang tidak tercantum namanya, terima kasih
Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam menyelesaikan skripsi ini,
oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan skripsi ini.
Medan, Desember 2012 Peneliti
v
BAB II. LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL………... 9
A. Landasan Teoritis………...……….. 9
1. Pengertian Makna………...……… 9
2. Pengertian Struktur…....…..………... 9
3. Pengertian Bentuk Penyajian…….………. 10
B. Kerangka Konseptual…..………. 11
BAB III. METODE PENELITIAN……….……….. 12
A. Metode Penelitian……….……… 12
B. Lokasi dan Waktu Penelitian……….………... 12
vi
D. Teknik Pengumpul Data….………. 14
1. Studi Kepustakaan …………..………..… 14
2. Observasi……….. ………..….. 15
3. Wawancara ………..……. 16
4. Dokumentasi ……….……… 16
E. Teknik Analisis Data.………..……… 17
BAB IV. PEMBAHASAN………..………… 18
A. Letak Geografis….……….…………. 18
1. Wilayah letak geografis Kabupaten Karo………….……… 18
B. Sistem Kekerabatan………...……….……… 20
C. Religi………... 24
D. Upacara Adat………..……… 52
1. Kesenian dalam upacara……… 25
E. Makna Landek Pada Pelaksanaan Cawir Metua………. 26
1. Makna landek dilihat dari struktur penyajiannya……….. 26
2. Makna landek menurut pola lantainya……….. 28
vii
2. Struktur penyajian landek………. 44
3. Musik Iringan……… 55
BAB V. PENUTUP………. 58
A. KESIMPULAN………. 58
B. SARAN ………... 59
DAFTAR TABEL
Tabel 1 ………...……….. Hal 20
DAFTAR FOTO
Foto 4.1 ………...……….. Hal 19
Foto 4.2 ………...……….. Hal 44
Foto 4.3 ………...……….. Hal 56
Foto 4.4 ………...……….. Hal 57
Foto 4.5 ………..……….. Hal 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang memiliki berbagai
keanekaragaman yang sangat lengkap. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman
tersebut dikenal dengan istilah masyarakat multikultural. Multikultural dapat
diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan dengan
kebudayaan yang lain, sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai
sekelompok manusia yang hidup menetap di suatu tempat, yang memiliki
kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu
masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan
kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat
tersebut.
Multikultural yang ada di Indonesia pada dasarnya merupakan akibat dari
letak geografis, perkawinan campur dan juga iklim. Menurut letak geografisnya,
Indonesia memiliki banyak pulau yang tersebar dihampir setiap daerah, pulau
tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Maka
dari masyarakat tersebut, terbentuknya sebuah kebudayaan yang mengidentitaskan
masyarakat itu sendiri, sehingga hal ini berdampak pada keberadaan kebudayaan
yang sangat banyak dan beraneka ragam.
Multikultural tersebutlah yang menyebabkan setiap kumpulan masyarakat
yang tinggal di suatu wilayah tidak hanya memiliki satu suku yang sama, namun
memiliki suku-suku berbeda dan tetap memiliki tujuan yang sama yakni melestarikan
2
kebudayaannya. Suku yang berdampingan hidupnya dengan suku-suku lain, salah
satunya adalah suku Karo yang terletak pada provinsi Sumatera Utara. Suku Karo
dalam kehidupannya berdampingan dengan suku batak toba, dairi, melayu dan
simalungun dan aceh. Meskipun berdampingan dengan suku-suku lain, namun suku
karo tetap menjaga nilai- nilai tradisi dari kebudayaanya. Wujud dari kebudayaan
tersebut adalah adat istiadat.
Adat istiadat adalah aturan yang berlaku dalam satu suku atau etnis yang
mengikat masyarakatnya. Perwujudan dari adat istiadat masyarakat Karo tersebut
dapat dilihat dari upacara yang selalu dilakukan masyarakat Karo. Upacara ini
bukanlah upacara yang secara formal sering dilakukan, seperti upacara
penghormatan bendera, melainkan melalui upacara, yang pada umumnya memiliki
nilai sakral yang tinggi bagi masyarakat tersebut. Menurut KBBI “Upacara
adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu
berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan. “ Jenis upacara dalam kehidupan
masyarakat Karo tersebut bermacam-macam, antara lain upacara kematian, upacara
pernikahan, upacara masuk rumah baru dan juga upacara-upacara lain yang dianggap
memiliki nilai-nilai tersendiri bagi mereka. Upacara kematian merupakan salah satu
upacara besar yang masih melekat pada masyarakat Karo. Upacara kematian ini
secara umum juga dibagi menjadi 3, yakni :
1. Cawir metua.
Upacara kematian yang dilakukan pada seseorang yang meninggal dengan
umur yang sudah lanjut usia dan anak-anaknya semua sudah berkeluarga atau
3
2. Tabah-tabah galoh
Upacara kematian yang dilakukan pada seseorang yang belum berumur
lanjut, tetapi semua anak-anaknya telah menikah.
3. Mate nguda
Upacara kematian yang dilakukan pada seseorang yang meninggal pada umur
yang masih muda dan belum menikah, apabila seseorang tersebut sudah menikah
tetapi anak-anaknya belum menikah semuanya.
Menurut Pdt E. P. (1990:74-75) bahwa “kematian cawir metua adalah acara
peradatan bagi org tua yang sudah lanjut usia. Acara peradatan digolongkan
berdasarkan tingkat keberhasilan semasa hidupnya yaitu adat Rose1 dan la rose2.” Perbedaan adat tersebut dapat dilihat dari segi biaya, pemakaian alat musik dan
lain-lain. Upacara cawir metua yang dilakukan ini tidak hanya dilaksanakan sekedar saja,
tetapi upacara ini memiliki tujuan-tujuan yang sesuai dengan nilai-nilai dan
kepercayaan yang di anut oleh masyarakat Karo khusunya pada upacara cawir metua
ini yaitu, sebagai perpisahan terakhir, sebagai pelaksanaan adat, sebagai pelaksanaan
agama, sebagai balas jasa, sebagai pertanggung jawaban, sebagai pengumuman
status.
Pelaksanaan upacara adat pada masyarakat Karo umumnya menggunakan
tari, yang menurut bahasa Karo nya adalah landek. Landek menurut masyarakat karo
memiliki arti-arti dalam setiap gerakannya yang selalulu berhubungan dengan makna
1
Rose merupakan upacara kematian yang dilakukan pada orang tua yang telah menikahkan semua putra putrinya sesuai dengan adat.
2 La rose merupakan upacara kematian yang dilakukan pada orang tua yang belum menikahkan putra
4
tertentu. M.br Sembiring dalam wawancara pada tanggal 15 Juni 2012 mengatakan
secara garis besar, tari dalam masyarakat karo dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Tari religious
2. Tari adat
3. Tari muda-mudi
Tari religius pada umumnya dibawakan oleh golongan dukun maupun guru besar.
Sementara tari adat terdapat pada upacara adat termasuklah cawir metua ini.
Tarimuda-mudi yang merupakan sebagai tari hiburan bagi masyarakat Karo.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan tari pada masyarakat Karo ini adalah
sebagai suatu adat dengan penuh penghormatan.
Upacara cawir metua ini memiliki beberapa tata cara dalam melakukannya,
dapat dilihat dari orang pertama yang melandek pada upacara ini, berdasarkan sistem
kekerabatan yang ada pada masyarakat Karo :
1.Landek kalimbubu taneh adalah landek yang dilakukan oleh kalimbubu dari
ayahnya ayah kandung.
2.Landek Kalimbubu tua adalah landek yang dilakukan oleh kalimbubu dari ayah
kandung.
3. Landek Kalimbubu si manda dareh adalah landek yang dilakukan oleh
kalimbubu yang berasal dari ibu kandung seorang.
4. Landek Kalimbubu i perdemui adalah landek yang dilakukan oleh kalimbubu
yang dikarenakan mengawini putri satu keluarga untuk pertama kalinya.
5. Landek Kalimbubu si pemeren adalah landek yang dilakukan oleh paman
5
6. Landek puang kalimbubu adalah landek yang dilakukan oleh kalimbubu dari
kalimbubu
7. Landek anak beru adalah landek yang dilakukan oleh sekelompok yang
mengambil istri dari keluarga tersebuy.
8. Landek anak kuta adalah landek yang dilakukan oleh orang yang mendirikan
kampung tempat dimana seseorang yang meninggal ini tinggal.
Adanya urutan tersebut dikarenakan pada masyarakat Karo terdapat sistem
kekerabatan, atau yang disebut perkadekaden.
Pengertian kekerabatan dalam masyarakat Karo sangat luas, sehingga apabila
setiap orang Karo dicari silsilahnya maka akan terjadi hubungan kekerabatan. Adaa.
beberapa juga susunan dalam masyarakat Karo yaitu rakut sitelu yang artinya ikatan
yang tiga, yang juga menjadi kelengkapan hidup orang Karo. Kelengkapan hidup
yang dimaksud adalah tingkatan tingkatan yang terdapat dalam masyarakat Karo
yaitu kalimbubu, anak beru dan senina.
Konsep kekerabatan juga terdapat dalam masyarakat Karo yang berhubungan
dengan penuturan yaitu tutur siwaluh, ada delapan tutur tersebut yakni, puang
kalimbubu, kalimbubu, senina, sembuyak, senina sipemeren, senina sepengalon /
sendalanen, anak beru, anak beru menteri. Berdasarkan latar belakang di atas, maka
peneliti merasa tertarik untuk meneliti dan menulisnya dengan judul landek dalam
6
B. Identifikasi masalah
Adanya identifikasi masalah berarti upaya untuk mendekatkan permasalahan
sehingga masalah yang dibahas tidak terlalu meluas dan melebar.Identifikasi masalah
juga merupakan hal- hal yang menjadi pertanyaan bagi peneliti untuk dicari
jawabannya. A.Aziz Alimut Hidayat (2007 : 30) menyatakan bahwa :
„‟ Masalah adalah bagian penting dari suatu penelitian, karena masalah
membutuhkan suatu proses pemecahan yang sistematis, logis dan ilmiah dengan
menerapkan scientific method, proses ilmiah tersebut akan selalu dikembangkan
sejak identifikasi masalah.‟‟
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka penelitiaan ini dapat di
identifikasi menjadi beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah makna landek dalam upacara cawir metua pada masyarakat Karo?
2. Bagaimana fungsi landek dalam upacara cawir metua pada masyarakat Karo?
3. Bagaimana keberadaan landek dalam upacara cawir metua pada masyarakat
Karo?
4. Bagaimana peranan landek dalam upacara cawir metua pada masyarakat Karo?
5. Bagaimana struktur gerak landek dalam upacara cawir metua pada masyarakat
Karo?
6. Bagaimana struktur penyajian landek dalam upacara cawir metua pada
7
C. Pembatasan Masalah
Setelah di identifikasi masalah, maka arah penelitian ini harus dibatasiagar
tidakmelebardan meluas kemana-mana. Hal ini dilakukan sebagai upaya dalam
proses menganalisis dan penelitian. Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka
pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah makna landek dalam upacara cawir metua pada masyarakat Karo?
2. Bagaimana struktur penyajian landek dalam upacara cawir metua pada
masyarakat Karo ?
D. Rumusan Masalah
Seperti yang telah di uraikan dalam latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, maka diperlukannya rumusan masalah dalam sebuah
penelitian agar semakin terarah dalam melaksanakan penelitian. Menurut pendapat
M. hariwijaya dan Triton P.B (2008 :46) menyatakan bahwa „‟ Perumusan masalah
di sajikan secara singkat dalam bentuk kalimat tanya yang isinya mencerminkan
adsanya permasalahan yang perlu di pecahakan atau yang perlu di jawab.‟‟ Dari
pendapat diatas peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai,
bagaimana makna landek, dan struktur bentuk penyajian dalam upacara cawir metua
pada masyarakat Karo.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam sebuah penelitian harus lebih terarah, menurut M.Hariwijaya
8
penelitian dan mengacu pada permasalahan‟‟. Pendapat lain menurut Hendra
Mahayana (2010 :54) menyatakan,‟‟ tujuan penelitian merupakan sasaran hasil yang
ingin dicapai dalam penelitian ini, sesuai dengan fokus yang telah dirumuskan‟‟.
Dari beberapa pernyataan yang telah dijelaskan sebelumnya, sudah jelas
bahwa seluruh penelitian selalu memiliki tujuan sebagai pusat orientasi. Dengan
tujuan yang jelas, maka kegiatan penelitian semakin terarah. Adapun tujuan
penelitian tersebut adalah :
1. Mendeskripsikan makna landek dalam upacara cawir metua pada masyarakat
Karo.
2. Mendeskripsikan struktur penyajian landek dalam upacara cawir metua pada
masyarakat Karo.
F. Manfaat Penelitian
Sebuah penelitian pastilah memiliki manfaatnya, yang dapat di gunakan bagi
lembaga, perorangan atau pun instansi tertentu. Sesuai dengan apa yang dijelaskan di
atas, maka manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai masukan bagi penulis dalam menambah pengetahuan mengenai tradisi
masyarakat Karo.
2. Sebagai sumber informasi kepada masyarakat khususnya pada masyarakat karo.
3. Agar dapat menumbuhkan rasa solidaritas dalam mempertahankan tradisi asli
meskipun telah mengalami perubahan.
9
5. Sebagai bahan bacaan dan referensi bagi peneliti – peneliti lainnya yang hendak
59
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan
Banyak cara untuk mendata dan mengenal kegiatan pada setiap suku satu
diantaranyayaitu dengan melakukan penelitian, karena dalam penelitian inilah kita
akan membahas suatu bentuk kesenian secara mendalam sehingga hal yang tidak
diketahui sebelumnya dapat dipahami dan dipelajari. Berdasarkan hasil penelitian
yang terdapat pada Bab IV, maka peneliti membuat kesimpulan diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Upacara cawir metua merupakan upacara kematian yang dilakukan pada
seseorang yang meninggal dengan umur yang sudah lanjut usia dan
anak-anaknya semua sudah berkeluarga atau menikah, dan sudah juga di
upacarakan Ngembahken nakan.
2. Upacara cawir metua memiliki beberapa struktur penyajian yaitu :
musyawarah keluarga, musyawarah umum (ngerunggu), memberi kabar
(ngata-ngata), erkata gendang, pemakaian uis, penyampaian pesan
(pedalan maneh-maneh), adat lanjutan, dan berkat ku kuburen.
3. Satu dianatara struktur penyajian yaitu adat lanjutan, dan pada struktur
penyajian adat lanjutan juga memiliki urutan dalam melandek, yakni
dimulai dari kalimbubu taneh, kalimbubu tua, kalimbubu simada dareh,
60
kalimbubu i perdemui, kalimbubu si pemeren, puang kalimbubu, anak
beru, dan anak kuta.
4. Alat musik yang digunakan pada upacara ini adalah gendang lima
sidalanen yang terdiri dari serune, gendang si ngindungi, gendang si nganaki, penganak dan gung.
B.Saran
Dari beberapa kesimpulan di atas, diajukan saran-saran sebagai berikut :
1. Dengan dilakukannya penelitian ini, peneliti berharap kepada pemerintah
Kabupaten Karo khususnya agar selalu memberikan perhatian terhadap
kesenian, sehingga masih ada penelitian yang dilakukan selain penelitian ini.
2. Pada seniman-seniman karo agar selalu memberikan perhatian khususnya
pada kegiatan adat ini, sehingga yang dimiliki oleh masyarakat dalam
penyajiannya dapat diangkat menjadi seni budaya yang terjunjung tinggi.
3. Pada generasi muda , khususnya pada daerah Kabupaten Karo disarankan
agar tetap mempertahankan kegiatan adat ini guna dalam melestarikan