• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN

1. Mengenal dan memahami prinsip operasi ekstraksi cair – cair.

2. Mengetahui nilai koefisien distribusi dan yield proses ekstraksi.

3. Menghitung neraca massa proses ekstraksi pada beberapa variabel percobaan.

II. DASAR TEORI

Ekstraksi adalah salah satu metode memisahkan larutan dua komponen dengan menambahkan komponen ketiga (solvent) yang larut dengan solute tetapi tidak larut dengan pelarut (diluent). Dengan penambahan solvent ini sebagian solute akan berpindah dari fasa diluent ke fasa solvent (disebut ekstraksi) dan sebagian lagi akan tetap tinggal di dalam fasa diluent (disebut rafinat). Perbedaan konsentrasi solute di dalam suatu fasa dengan konsentrasi pada keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya pelarutan (pelepasan) solute dari larutan yang ada. Gaya dorong (driving force) yang menyebabkan terjadinya proses ekstraksi dapat ditentukan dengan mengukur jarak sistem dari kondisi setimbang.

Pelarut ekstraksi yang meninggalkan kontaktor cari – cair disebut ekstrak. Rafinat adalah fase cair yang tersisa dari umpan setelah proses ekstraksi pada kedua fase. Pelarut pencuci adalah cairan yang ditambahkan proses fraksinasi cari – cair untuk mencuci atau memperkaya kemurnian zat terlarut dalam fase ekstrak. Pemisahan antara ekstrak dan rafinat terjadi apabila kedua fase tersebut dalam keadaan keseimbangan sehingga, secara fisik pemisahan kedua fase dalam lapisan yang jelas. (Perry, 1997)

Jenis aliran pada proses ekstraksi yaitu : 1. Crosscurrent ekstraksi

Adalah serangkaian proses ekstraksi di mana rafinat R dari satu tahap ekstraksi dikontakkan langsung dengan tambahan solven S pelarut dalam tahap berikutnya.

2. Countercurrent Ekstraksi

Adalah skema ekstraksi dimana pelarut memasuki tahap atau akhir ekstraksi

dan umpan F masuk dan dua fase berkontak berlawanan satu sama lain. Tujuannya

(2)

adalah untuk mentransfer satu atau lebih komponen dari larutan umpan F ke ekstrak E.

(Perry, 1997)

Gambar II.1 Aliran Proses Ekstraksi

Pemisahan komponen dengan ekstraksi cair-cair tergantung pada partisi kesetimbangan komponen – komponen termodinamika antara dua fase cair. Partisi ini dugunakan untuk memilih rasio pelarut ekstraksi untuk umpan yang masuk proses ekstraksi dan untuk mengevaluasi laju perpindahan massa atau efisiensi teoritis pada peralatan. Sejak dua fase cair yang bercampur digunakan, kesetimbangan termodinamika melibatkan larutan non-ideal. Dalam kasus yang paling sederhana feed pelarut F mengandung zat terlarut yang akan ditransfer ke dalam pelarut ekstraksi S. (Perry, 1997)

Pertimbangan – pertimbangan dalam dalam pemilihan pelarut yang digunakan adalah : 1. Yield (Y

e

)

Dari komponen senyawa yang berpindah ke fase ekstrak selama ekstraksi dapat dihitung dengan persamaan :

𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = 𝑀𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘

𝑀𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 𝑥 100%

2. Selektifitas (faktor pemisahan = β).

B = fraksi massa solute dalam ekstrak/fraksi massa diluent dalam ekstraksi.

Fraksi massa solute dalam rafinat/fraksi massa diluent dalam rafinat pada keadaan setimbang. Agar proses ekstraksi dapat berlangsung, harga β harus lebih besar dari satu. Jika nilai β = 1 artinya kedua komponen tidak dapat dipisahkan.

3. Koefisien distribusi, yaitu :

(3)

𝐤𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 𝐬𝐨𝐥𝐮𝐭𝐞 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐟𝐚𝐬𝐚 𝐞𝐤𝐬𝐭𝐫𝐚𝐤, 𝐘

𝐤𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 𝐬𝐨𝐥𝐮𝐭𝐞 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐟𝐚𝐬𝐚 𝐫𝐚𝐟𝐢𝐧𝐚𝐭, 𝐗 … … … (2)

Sebaiknya dipilih harga koefisien distribusi yang besar, sehingga jumlah solvent yang dibutuhkan lebih sedikit.

4. Recoverability (kemampuan untuk dimurnikan)

Pemisahan solute dari sovent biasanya dilakukan dengan cara destilasi, sehingga diharapkan harga “relative volatility” dari campuran tersebut cukup tinggi.

5. Densitas

Bila beda kerapatannya kecil, seringkali pemisahan harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam ekstraktor sentrifugal). Perbedaan densitas ini akan berubah selama proses ekstraksi dan mempengaruhi laju perpindahan massa.

6. Tegangan antar muka (interphase tention)

Tegangan antar muka besar menyebabkan penggabungan (coalescense) lebih mudah namun mempersulit proses pendispersian.

7. Chemical Reactivity

Pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen-kornponen bahan ekstraksi. Ekstraksi juga disertai dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk larutan.

8. Titik didih

Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka titik didit kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat, dan keduanya tidak membentuk azeotrop.

9. Viskositas

Tekanan uap dan titik beku dianjurkan rendah untuk memudahkan penanganan dan penyimpanan.

10. Kelarutan

Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).

11. Pelarut tidak beracun dan tidak mudah terbakar.

12. Memiliki kemampuan tidak saling bercampur

(4)

III. ALAT DAN BAHAN 3.1 Alat

1. Shaker

2. Pipet ukur 5 ml, 25 ml 3. Erlenmeyer 250 ml 4. Statif

5. Corong pemisah 6. Beaker gelass 100 ml 7. Labu takar 25 ml

8. Gelas ukur 10 ml, 25 ml 9. Ball filler

10. Spektrofotometer 11. Kuvet

3.2 Bahan

1. Kresol

2. Kerosen

3. Methanol

4. Aquades

(5)

3.3 Sekema Kerja

Dicampur dilabu takar

Dicampur didalam elemeyer

Selama 15 menit dishaker dengan kecepatan 200 rpm

Dimasukan kecorong, selama 90 menit terbentuk dua lapisan

Diambil larutan ekstrasi dan dimasukkan ke Spektrofotometer UV-Vis

Mandapatkan absorbansi ekstrak dari masing-masing variabel Gambar 3.3 SkemaKerja Ekstraksi Cair-Cair

98% kerosen + 2% kresol = 25

ml

96% kerosen + 4% kresol = 25

ml

94% kerosen + 6% kresol = 25

ml

80% methanol + 20%

aquades = 50 ml

Larutan methanol & aquades (solven) Larutan kresol & kerosen (umpan)

Solven dan umpan

Larutan campuran

Larutan homogen

Larutan ekstrasi & rafinat

Larutan ekstraksi

(6)

IV. DATA PENGAMATAN

Tabel 4.1 Hasil ekstrasi dengan tiga variabel yang berbeda

Sampel Massa

gelas ukur + ekstrak

Volume Absorbansi Densitas Massa kresol 0.5 ml 293.53 gram 51 ml 0.505 A 4.140 g/ml 0.6175 M 1.0 ml 293.59 gram 51 ml 0.592 A 4.141 g/ml 0.7262 M 1.5 ml 293.77 gram 51 ml 0.868 A 4.145 g/ml 1.0712 M

V. PEMBAHASAN (Nur Indah)

Ekstraksi pelarut cair-cair merupakan proses pemisahan fase cair yang memanfaatkan perbedaan kelarutan zat yang akan dipisahkan antara larutan asal dan pelarut pengekstrak (solvent). Pada eksperimen ini, pengadukan campurannya menggunakan shaker. Shaker dilakukan selama 15 menit. Variabel yang membedakan dieksperimen ini terletak pada feed yang dibuat dengan kosentrasi kresol yang berbeda yaitu 2%, 4%, dan 6%. Larutan umpan yang dibuat untuk 3 sampel sebanyak 25 ml. Sampel yang pertama terdiri dari 2% kresol dan 98 % kerosin. Sehingga kresol yang dibutuhkan sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke dalam labu ukur. Kemudian penambahan kerosin menyesuaikan sampai volume 25 ml. Untuk sampel yang kedua dibutuhkan 4% kresol dan 96% kerosin, sehingga 1 ml kresol dimasukan ke dalam labu ukur dan dicampur dengan kerosin samapai volume umpan 25 ml. Dan sampel terahir dibutuhkan 6% kresol dan 94% kerosin untuk dicampur didalam labu ukur sampai didapat volume 25 ml.

Untuk membuat larutan solven, membutuhkan 50 ml yang akan digunakan untuk 3

sampel. Larutan solven terdiri dari 80 % methanol dan 20 % aquades. Sehingga methanol

yang dibutuhkan sebanyak 40 ml. Berdasarkan kebutuhan volume kerosin dan aquades yang

ditambahkan pada labu ukur tidak sesuai dengan perhitungan teoretisnya, disebabkan oleh

perbedaan partikel antara larutan umpan yaitu kresol dan kerosin, dan larutan solven yaitu

methanol dan aquades. Methanol dipilih sebagai solven karena mempunyai kelarutan yang

relatif tinggi dan bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lainnya. Pada

(7)

eksperimen ini, solven dan diluen bersifat immiscible yaitu tidak saling larut dan mempunyai fase yang berbeda. Dikondisikan untuk proses shaker selama waktu yang sudah ditentukan dan frekuensi pengadukan 200 rpm. Setelah selesai di shaker kemudian masukkan campuran ke dalam corong pisah, diamkan selama 90 menit agar memisah antara fase ekstrak dan rafinat.

Setelah 90 menit, sampel hasil ekstraksi terdiri dari fase ekstrak yang merupakan lapisan pelarut (metanol dan air) dengan lapisan solut (kresol) berada di lapisan bawah dan fase rafinat yang merupakan lapisan diluen (kerosin) dengan sisa lapisan solut (kresol) yang berada di lapisan atas. Pemisahan fase ekstrak dan rafinat dilakukan dengan membuka kran pada corong pisah. Pemisahan yang pertama yaitu mengeluarkan ekstraknya karena terdapat pada lapisan terbawah. Kemudian ditimbang untuk memperoleh massa ekstrak dan diukur volume yang diperoleh. Hasil volume, massa dan densitas di fase ekstrak pada variable waktu ekstraksi 15 menit, dapat dilihat pada tabel 4.1. Sedangkan untuk lapisan atas atau fase rafinat dipisahkan setelah lapisan ekstrak dikeluarkan dari corong pemisah. Pada fase rafinat mengandung diluen (kerosin) dan sedikit kresol yang belum terlarut dalam solven.

Untuk mengetahui absorbansi fase ekstrak menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.

Dalam ekperimen ini, tidak membuat kurva standar untuk memperoleh λ

max

. Data λ

max

diperoleh dari eksperimen sebelumnya yaitu 321 nm. Persamaan yang diperoleh adalah y = 0,008x + 0,011 dengan R

2

= 0,993. Persamaan kurva kalibrasi tersebut dapat digunakan untuk mencari nilai konsentrasi kresol di fase ekstrak yang dihasilkan. Setelah mengetahui nilai λ

max

maka dapat diperoleh absorbansi masing-masing fase, yang dapat dilihat pada tabel 4.1.

Setelah memperoleh nilai absorbansi masing-masing fase, gunakan persamaan tersebut untuk mencari konsentrasi. Besar kecilnya konsentrasi masing-masing fase dipengaruhi oleh feed sampel, semakin banyak volume kresol yang digunakan maka konsentrasi akan semakin naik. Karena pada eksperimen kemarin tidak mengukur absorbansi pada rafitan, sehingga massa pada rafinat dapat diketahui dari massa umpan dikurangi massa ekstrak. Pada sampel pertama didapat Ki sebesar 2.125. Sampel kedua didapat Ki sebanyak 2,125. Sampel ketiga didapat Ki sebesar 2.125. Penentuan koefisien distribusi merupakan salah satu parameter yang dijadikan ukuran dalam pemilihan pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi cair-cair.

Jika nilai Ki besar maka jumlah solven yang dibutuhkan lebih sedikit.

(8)

Yield yang dihasilkan pada eksperimen ini bervariasi sesuai dengan variabel kresol

yang digunakan dalam proses ekstraksi. Berdasarkan eksperimen, variabel yang pertama dengan waktu ekstraksi 15 menit yield yang dihasilkan sebesar 32,85%, variabel kedua dihasilkan yield sebesar 38,62% dan variabel ketiga dihasilkan yield sebesar 56,94%. Yield yang dihasilkan tidak sesuai target yang diinginkan yaitu sebesar 65 %. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu waktu pengadukan, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi dalam pelarut, yield yang diperoleh semakin tinggi. Tetapi, penambahan waktu ekstraksi tidak sebanding dengan yield yang diperoleh. Oleh karena itu, ekstraksi dilakukan pada waktu optimum.

Yield yang diperoleh juga dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan. Hal ini

dikarenakan semakin cepat pengadukan maka solut (kresol) yang berpindah dari permukaan partikel (campuran kresol-kerosin) ke cairan pelarut semakin banyak. Hal ini dikarenakan pengadukan dapat meningkatkan difusi dan perpindahan solut dari permukaan campuran (kresol-keresin) ke larutan solven. Pada eksperimen ini, frekuensi pengadukan yang digunakan yaitu 200 rpm dengan shaker dan ternyata kecepatan tersebut mengurangi yield yang diperoleh. Kecepatan pengadukan yang lambat akan menyebabkan campuran yang diaduk tidak merata dan perpindahan partikel kresol yang ada dalam campuran (kresol- kerosin) ke solven sangat sedikit sehingga yield yang dihasilkan juga sedikit dan tidak dapat mencapai target.

Selain waktu pengadukan dan kecepatan pengadukan, solven yang digunakan juga

mempengaruhi perolehan yield. Hal ini karena semakin banyak pelarut yang digunakan, maka

semakin banyak kresol yang dapat terambil dari campuran kresol-kerosin. Pada ekperimen ini

menggunakan solven methanol sehingga dalam penggunaannya juga dibatasi. Yield paling

besar pada eksperimen ini sebesar 56,94% dengan variabel kresol sebesar 6% dengan waktu

ekstraksi 15 menit. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan yield ekstraksi adalah

dengan memperkecil rasio umpan terhadap solven yakni memperkecil massa umpan.

(9)

(Aji Setiawan)

Ekstraksi pelarut cair-cair (liquid liquid extraction) merupakan proses pemisahan fase cair yang memanfaatkan perbedaan kelarutan zat yang akan dipisahkan antara larutan asal dan pelarut pengekstrak . Pemisahan dapat dilakukan dengan mengocok-ngocok dalam sebuah corong pemisah selama beberapa menit. Namun pada eksperimen ini, mengocok/pengadukan campurannya menggunakan shaker. Variable yang digunakan pada praktikum ekstraksi cair- cair ini yaitu waktu ekstraksi shaker 15 menit.

Larutan umpan yang dibuat untuk 3 sampel sebanyak 25 ml, yang terdiri dari 2%

kresol dan 98 % kerosin. Sehingga kresol yang dibutuhkan sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke dalam labu ukur. Sedangkan kerosin membutuhkan 24,5 ml, namun pada kenyataannya tidak sama dengan jumlah kerosin yang ditambahkan ke dalam labu ukur. Untuk mendapatkan volume umpan sebesar 25 ml, perlu ditambahkan kerosin sebanyak 24,6 ml .

Untuk sampel yang kedua dibutuhkan 4% kresol dan 96% kerosin, sehingga 1 ml kresol dimasukan ke dalam labu ukur dan dicampur dengan kerosin samapai volume umpan 25 ml. Dan sampel terahir dibutuhkan 6% kresol dan 94% kerosin untuk dicampur didalam labu ukur sampai didapat volume 25 ml.

Untuk membuat larutan solven, membutuhkan 50 ml yang akan digunakan untuk 3 sampel. Larutan solven terdiri dari 80 % methanol dan 20 % aquades. Sehingga methanol yang dibutuhkan sebanyak 40 ml, dan berdasarkan teoretisnya aquades yang ditambahkan untuk membuat solven 50 ml yaitu 10 ml. Namun, sama seperti pada pembuatan larutan umpan, kebutuhan aquades yang dibutuhkan tidak sesuai dengan teorinya. Pada kenyataannya, aquades yang dibutuhkan sebanyak 11,6 ml.

Methanol dipilih sebagai solven karena mempunyai kelarutan yang relatif tinggi dan bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lainnya. Pada eksperimen ini, solven dan diluen bersifat immiscible yaitu tidak saling larut dan mempunyai fase yang berbeda.

Dikondisikan untuk proses shaker selama waktu yang sudah ditentukan dan frekuensi pengadukan 100 rpm. Setelah selesai di shaker kemudian masukkan campuran ke dalam corong pisah, diamkan selama 1 jam agar memisah antara fase ekstrak dan rafinat.

Berdasarkan ketiga corong pisah yang diamati setelah beberapa waktu, Pemisahan fase

ekstrak dan rafinat dilakukan dengan membuka kran pada corong pisah. Pemisahan yang

pertama yaitu mengeluarkan ekstraknya karena terdapat pada lapisan terbawah. Kemudian

(10)

ditimbang untuk memperoleh massa ekstrak dan diukur volume yang diperoleh. Setelah memperoleh nilai absorbansi masing-masing fase, gunakan persamaan tersebut untuk mencari konsentrasi.

Setelah mengetahui konsentrasi masing-masing fase (rafinat dan ekstrak), menentukan koefisien distribusi. Penentuan koefisien distribusi merupakan salah satu parameter yang dijadikan ukuran dalam pemilihan pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi cair-cair.

Jika nilai Ki besar maka jumlah solven yang dibutuhkan lebih sedikit. Pada eksperimen ini koefisien distribusi dari masing-masing variabel dapat dihitung untuk mengetahui seberapa banyak solut (kresol) yang terdistribusi diantara 2 larutan campuran yang bersifat immiscible.

Untuk mengetahui absorbansi fase ekstrak menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.

Dalam ekperimen ini, tidak membuat kurva standar untuk memperoleh λ

max

. Data λ

max

diperoleh dari eksperimen sebelumnya yaitu 321 nm. Persamaan yang diperoleh adalah y = 0,008x + 0,011 dengan R

2

= 0,993. Persamaan kurva kalibrasi tersebut dapat digunakan untuk mencari nilai konsentrasi kresol di fase ekstrak yang dihasilkan. Pada sampel pertama didapat Ki sebesar 2.125. Sampel kedua didapat Ki sebanyak 2,125. Sampel ketiga didapat Ki sebesar 2.125. Penentuan koefisien distribusi merupakan salah satu parameter yang dijadikan ukuran dalam pemilihan pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi cair-cair. Jika nilai Ki besar maka jumlah solven yang dibutuhkan lebih sedikit.

Pada praktikum ini Yield yang dihasilkan bervariasi sesuai dengan variabel kresol yang digunakan dalam proses ekstraksi. Berdasarkan eksperimen, variabel yang pertama dengan waktu ekstraksi 15 menit yield yang dihasilkan sebesar 32,85%, variabel kedua dihasilkan yield sebesar 38,62% dan variabel ketiga dihasilkan yield sebesar 56,94%. Yield yang dihasilkan tidak sesuai target yang diinginkan yaitu sebesar 65 %. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu waktu pengadukan, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi dalam pelarut, yield yang diperoleh semakin tinggi. Tetapi, penambahan waktu ekstraksi tidak sebanding dengan yield yang diperoleh. Oleh karena itu, ekstraksi dilakukan pada waktu optimum.

Yield yang didapat juga dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan. Hal ini dikarenakan

semakin cepat pengadukan maka solut (kresol) yang berpindah dari permukaan partikel

(campuran kresol-kerosin) ke cairan pelarut semakin banyak. Hal ini dikarenakan pengadukan

dapat meningkatkan difusi dan perpindahan solut dari permukaan campuran (kresol-keresin)

(11)

ke larutan solven. Pada eksperimen ini, frekuensi pengadukan yang digunakan yaitu 200 rpm dengan shaker dan ternyata kecepatan tersebut mengurangi yield yang diperoleh. Kecepatan pengadukan yang lambat akan menyebabkan campuran yang diaduk tidak merata dan perpindahan partikel kresol yang ada dalam campuran (kresol-kerosin) ke solven sangat sedikit sehingga yield yang dihasilkan juga sedikit dan tidak dapat mencapai target.

Selain waktu pengadukan dan kecepatan pengadukan, solven yang digunakan juga mempengaruhi perolehan yield. Hal ini karena semakin banyak pelarut yang digunakan, maka semakin banyak kresol yang dapat terambil dari campuran kresol-kerosin. Pada ekperimen ini menggunakan solven methanol sehingga dalam penggunaannya juga dibatasi. Yield paling besar pada eksperimen ini sebesar 56,94% dengan variabel kresol sebesar 6% dengan waktu ekstraksi 15 menit.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan yield ekstraksi adalah dengan

memperkecil rasio umpan terhadap solven yakni memperkecil massa umpan. Selain itu juga

dapat dilakukan dengan memperbesar rasio solven terhadap umpan, karena pada kondisi

tersebut akan menyebabkan gaya dorong semakin besar untuk memisahkan kresol dari

campuran. Waktu yang digunakan juga harus lebih lama dan kecepatan pengaduk lebih

dipercepat. Untuk meningkatkan yield juga diperlukan pada saat pemilihan campuran diluen

dan solven, yaitu dipilih jenis campuran diluen dan solven yang immiscible, yang jika

dipisahkan terdapat 2 fase ekstrak dan rafinat.

(12)

PEMBAHASAN (AGUS)

Pada percobaan digunakan larutan umpan sebesar 2%, 4%,dan 6% dari masing masing 25 ml. Dan larutan solven sebanyak 50 ml. Sampel yang pertama terdiri dari 2%

kresol dan 98 % kerosin. Sehingga kresol yang dibutuhkan sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke dalam labu ukur. Sedangkan kerosin membutuhkan 24,5 ml. Untuk sampel yang kedua dibutuhkan 4% kresol dan 96% kerosin, sehingga 1 ml kresol dimasukan ke dalam labu ukur dan dicampur dengan kerosin sampai volume umpan 25 ml. Dan sampel terahir dibutuhkan 6% kresol dan 94% kerosin untuk dicampur didalam labu ukur sampai didapat volume 25 ml.

Untuk membuat larutan solven, membutuhkan 50 ml yang akan digunakan untuk 3 sampel.

Larutan solven terdiri dari 80 % methanol dan 20 % aquades. Sehingga methanol yang dibutuhkan sebanyak 40 ml, dan berdasarkan teoretisnya aquades yang ditambahkan untuk membuat solven 50 ml yaitu 10 ml. kenaikan jumlah pelarut yang digunakan akan meningkatkan hasil ekstraksi tetapi harus ditentukan perbandingan perbandingan pelarut- umpan yang minimum agar proses ekstraksi lebih ekonomis. Pada percobaan digunakan perbandingan pelarut-umpan 1 : 2.

Berdasarkan kebutuhan volume kerosin dan aquades yang ditambahkan pada labu ukur tidak sesuai dengan perhitungan teoretisnya, disebabkan oleh perbedaan partikel antara larutan umpan yaitu kresol dan kerosin, dan larutan solven yaitu methanol dan aquades. Selain itu kemungkinan masih terdapat larutan yang menempel pada dinding-dinding pipet sehingga mengurangi volume yang ditambahkan. Methanol dipilih sebagai solven karena mempunyai kelarutan yang relatif tinggi dan bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lainnya. Proses shaker dilakukan selama 15 menit. Dengan frekuensi pengadukan 200 rpm.

Proses shaker dilakukan agar terjadi homogenisasi antara solute dengan solven dan agar terjadi pengikatan komponen solute yang lebih sempurna. Kecepatan pengadukan mempengaruhi hasil dalam ekstraksi. Untuk ekstraksi yang efisien maka pengadukan yang baik adalah yang memberikan hasil ekstraksi maksimum dengan kecepatan pengadukan minimum, sehingga konsumsi energi menjadi minimum Kemudian masukkan campuran ke dalam corong pisah, diamkan selama 90 menit agar memisah antara fase ekstrak dan rafinat.

Setelah 90 menit, sampel hasil ekstraksi terdiri dari fase ekstrak yang merupakan

larutan pelarut (metanol dan air) dengan larutan solut (kresol) berada di lapisan bawah dan

fase rafinat yang merupakan lapisan diluen (kerosin) dengan sisa lapisan solut (kresol) yang

(13)

berada di lapisan atas. Pemisahan yang pertama yaitu mengeluarkan ekstraknya karena terdapat pada lapisan terbawah. Kemudian ditimbang untuk memperoleh massa ekstrak dan diukur volume yang diperoleh. Hasil volume, massa dan densitas di fase ekstrak pada variable waktu ekstraksi 15 menit, dapat dilihat pada tabel 4.1. Pada tabel 4.1 terlihat bahwa hasil ekstraksi yang dihasilkan dari ketiga sampel sama yaitu 51 ml. hal ini dipengaruhi oleh perbandingan pelarut yang sama,waktu ekstraksi yang sama dan kecepatan pengadukan yang sama.

Untuk mengetahui absorbansi fase ekstrak menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.

Dalam ekperimen ini, tidak membuat kurva standar untuk memperoleh λ

max

. Data λ

max

diperoleh dari eksperimen sebelumnya yaitu 321 nm. Persamaan yang diperoleh adalah y = 0,008x + 0,011 dengan R

2

= 0,993. Persamaan kurva kalibrasi tersebut dapat digunakan untuk mencari nilai konsentrasi kresol di fase ekstrak yang dihasilkan. Setelah mengetahui nilai λ

max

maka dapat diperoleh absorbansi masing-masing fase, yang dapat dilihat pada tabel 4.1.

Setelah memperoleh nilai absorbansi masing-masing fase, gunakan persamaan tersebut untuk mencari konsentrasi. Besar kecilnya konsentrasi masing-masing fase dipengaruhi oleh feed sampel, semakin banyak volume kresol yang digunakan maka konsentrasi akan semakin naik. Pada eksperimen kita bisa menentukan besaran ki yang dihitung dari besar mol pada fase ekstrak dibagi dengan besar mol pada fase rafinat. Pada percobaan didapat Koefisien distribusi(Ki) sama pada setiap variable yaitu 2.125. Penentuan koefisien distribusi merupakan salah satu parameter yang dijadikan ukuran dalam pemilihan pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi cair-cair. Jika nilai Ki besar maka jumlah solven yang dibutuhkan lebih sedikit. Jika nilai Ki besar maka jumlah solven yang dibutuhkan lebih sedikit.

Yield yang dihasilkan pada eksperimen ini beragam sesuai dengan variabel kresol

yang digunakan dalam ekstraksi. Berdasarkan eksperimen, dengan waktu ekstraksi 15 menit

yield yang dihasilkan sebesar 32,85%, variabel kedua dihasilkan yield sebesar 38,62% dan

variabel ketiga dihasilkan yield sebesar 56,94%. Yield yang dihasilkan tidak sesuai target yang

diinginkan yaitu sebesar 65 %. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

yaitu lama separasi separasi yang baik yaitu semakin cepat waktu separasi dan hasil ekstrak

yang banyak. Kurangnya waktu separasi dapat menyebabkan solute yang masih mencampur

di dalam diluen masih ada sehingga tidak terjadi separasi secara sempurna akibatnya Yield

(14)

yang dihasilkan tidak memenuhi target. Pengadukan yang kurang sempurna juga bisa menghasilkan ekstrak yang sedikit. Sebab solute yang di homogenkan dengan solven tidak bisa mencampur secara sempurna juga akibatnya ekstrak yang dihasilkan sedikit maka hal ini bisa mempengaruhi hasil yield

Pada eksperimen ini, frekuensi pengadukan yang digunakan yaitu 200 rpm dengan shaker dan ternyata kecepatan tersebut mengurangi yield yang diperoleh. Kecepatan pengadukan yang lambat akan menyebabkan campuran yang diaduk tidak merata dan perpindahan partikel kresol yang ada dalam campuran (kresol-kerosin) ke solven sangat sedikit sehingga yield yang dihasilkan juga sedikit dan tidak dapat mencapai target.

Selain waktu separasi dan kurang sempurnanya pengadukan , solven yang digunakan juga mempengaruhi perolehan yield. Hal ini karena semakin banyak pelarut yang digunakan, maka semakin banyak kresol yang dapat terambil dari campuran kresol-kerosin. Pada ekperimen ini menggunakan solven methanol sehingga dalam penggunaannya juga dibatasi.

Yield paling besar pada eksperimen ini sebesar 56,94% dengan variabel kresol sebesar 6%

dengan waktu ekstraksi 15 menit.

(15)

VI. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN

Berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan, kami dapat menyimpulkan bahwa:

1. Ekstraksi cair-cair dengan campuran diluen (kresol-kerosin) dan solven (methanol-air) memisahkan kresol dari kerosin dengan solven, sehingga membentuk 2 fase yaitu fase ekstrak (di lapisan bawah) dan fase rafinat (di lapisan atas).

2. Yield yang diperoleh paling besar pada variabel 1,5 ml larutan kresol yaitu sebesar 56,94%.

B. SARAN

1. Hati hati dalam mengambil larutan kresol, karena larutan kresol sangat berbahaya.

2. Perhatikan pada saat membuka valve, apakah ekstrak sudah terpisah semua atau belum karena akan mempengaruhi yield yang diperoleh.

3. Pada saat membuang limbah kresol harus diperhatikan tempat untuk membuang

limbahnya tersebut.

(16)

VII. DAFTAR PUSTAKA

Ariyani, Fransiska. Ekstraksi Minyak Atsiri dari Tanaman Sereh dengan Menggunakan Pelarut Metanol, Aseton, dan n-Heksana.Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Katolik Widya Mandala: Surabaya.

Zulyana, dkk. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan transesterifikasi. Skripsi Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro: Semarang. Perry, Robert H.

1997.

Perry’s Chemical Engineers’ Handbook Seventh Edition. McGraw-Hill, a division of the

McGraw-Hill Companies.

(17)

LAMPIRAN

PERHITUNGAN

1. Penentuan Konsentrasi, Densitas Kresol pada Fase Ekstrak a. Waktu Ekstraksi 15 menit, Rasio solven-umpan = 1 : 2

1. Variabel 0,5 ml

Absorbansi ekstrak = 0,505 A

Diketahui : y = 0,008x + 0,011 (diperoleh dari kurva kalibrasi) y = absorbansi ekstrak

x = M

kresol

di ekstrak Jawab :

𝑥 = 𝑦 − 0,011 0,008

𝑀

𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙

𝑑𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = 0,505 − 0,011

0,008 = 0,6175 𝑀

2. Variabel 1,0 ml

Absorbansi ekstrak = 0,592 A 𝑥 = 𝑦 − 0,011

0,008

𝑀

𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙

𝑑𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = 0,592 − 0,011

0,008 = 0,7262 𝑀

3. Variabel 1,5 ml

Absorbansi ekstrak = 0,868 A 𝑥 = 𝑦 − 0,011

0,008

(18)

𝑀

𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙

𝑑𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = 0,868 − 0,011

0,008 = 1,0712 𝑀 b. Densitas pada ekstrak

Diketahu massa gelas ukur kosong = 82,35 gram 1. Variabel 0,5 ml

⍴ = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑖𝑠𝑖 − 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑢𝑘𝑢𝑟 = 293,53 − 82,35

51 = 4,14 𝑔/𝑚𝑙

2. Variabel 1 ml

⍴ = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑖𝑠𝑖 − 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑢𝑘𝑢𝑟 = 293,59 − 82,35

51 = 4,141 𝑔/𝑚𝑙

3. Variabel 1,5 ml

⍴ = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑖𝑠𝑖 − 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑢𝑘𝑢𝑟 = 293,77 − 82,35

51 = 4,145 𝑔/𝑚

2. Perhitungan Ki 1. Variabel 0,5 ml

𝐾𝑖 = 𝑛

𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘

𝑛

𝑟𝑎𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡

= 51 ∗ 0.6175

75 ∗ 0.6175 − 51 ∗ 0.6175 = 2.125 2. Variabel 1 ml

𝐾𝑖 = 𝑛

𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘

𝑛

𝑟𝑎𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡

= 51 ∗ 0.7262

75 ∗ 0.7262 − 51 ∗ 0.7262 = 2.125 3. variable 1.5 ml

𝐾𝑖 = 𝑛

𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘

𝑛

𝑟𝑎𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡

= 51 ∗ 1.0712

75 ∗ 1.0712 − 51 ∗ 1.0712 = 2.125

3. Perhitungan yield a. Variabel 0,5 ml

Massa kresol di umpan:

𝜌 =

𝑚

𝑣

4,14 =

𝑚

2,5

(19)

𝑚

𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙

𝑑𝑖 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 = 10,35 𝑔𝑟𝑎𝑚 Massa kresol di fase ekstrak:

𝑀 =

𝑔𝑟

𝑀𝑟

𝑥

1000

𝑣𝑜𝑙

0,6175 = 𝑔𝑟

108 𝑥 1000 51

𝑚

𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙

𝑑𝑖 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = 3,401 𝑔𝑟𝑎𝑚 Maka :

𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = 𝑚

𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙

𝑑𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘

𝑚

𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙

𝑑𝑖 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 × 100%

= 3,401 𝑔𝑟𝑎𝑚

10,35 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%

= 32,85 % b. Variabel 1 ml

Massa kresol di umpan:

𝜌 =

𝑚

𝑣

4,141 =

𝑚

2,5

𝑚

𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙

𝑑𝑖 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 = 10,35 𝑔𝑟𝑎𝑚 Massa kresol di fase ekstrak:

𝑀 =

𝑔𝑟

𝑀𝑟

𝑥

1000

𝑣𝑜𝑙

0,7262 =

𝑔𝑟

108

𝑥

1000

51

𝑚

𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙

𝑑𝑖 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = 3,998 𝑔𝑟𝑎𝑚 Maka :

𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = 𝑚

𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙

𝑑𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘

𝑚

𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙

𝑑𝑖 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 × 100%

= 3,998𝑔𝑟𝑎𝑚

10,35 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%

(20)

= 38,62 %

c. Variabel 1,5 ml

Massa kresol di umpan:

𝜌 =

𝑚

𝑣

4,145 =

𝑚

2,5

𝑚

𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙

𝑑𝑖 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 = 10,36 𝑔𝑟𝑎𝑚 Massa kresol di fase ekstrak:

𝑀 =

𝑔𝑟

𝑀𝑟

𝑥

1000

𝑣𝑜𝑙

1,0712 =

𝑔𝑟

108

𝑥

1000

51

𝑚

𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙

𝑑𝑖 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = 5,9 𝑔𝑟𝑎𝑚 Maka :

𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = 𝑚

𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙

𝑑𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘

𝑚

𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙

𝑑𝑖 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 × 100%

= 5,9𝑔𝑟𝑎𝑚

10,36 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%

= 56,94 %

(21)

4. Kurva kalibrasi dari eksperimen sebelumnya Tabel 3.1 konsentrasi terhadap absorbansi

konsentrasi Absorbansi

2 0.039

4 0.057

6 0.068

8 0.08

10 0.091

12 0.119

14 0.133

16 0.14

20 0.191

40 0.375

(22)

Gambar 3.2 kurva kalibrasi

y = 0.0089x + 0.0119 R² = 0.9934

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

0 10 20 30 40 50

absorbansi

konsentrasi

kurva kalibrasi

Gambar

Gambar II.1 Aliran Proses Ekstraksi
Gambar 3.2 kurva kalibrasi y = 0.0089x + 0.0119R² = 0.993400.050.10.150.20.250.30.350.4010203040 50absorbansikonsentrasikurva kalibrasi

Referensi

Dokumen terkait

4.1.2 Membuat pola badan dasar menjadi pola blus sesuai desain dan ukuran tubuh yang Membuat pola badan dasar menjadi pola blus sesuai desain dan ukuran tubuh yang  berbeda..

Dampak pengkajian SUP Pandu di Kabupaten Lamongan dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu teknologi anjuran telah diadopsi petani, meningkatnya produktivitas padi,

Karena itu hak-hak asasi manusia seperti hak-hak ekonomi, sosial, budaya, dan hak atas pembangunan dapat membantu memperjelas arah dan orientasi perumusan konsep pembangunan yang

Untuk mengetahui orde berapa dari proses biosorpsi Cr(VI) menggunakan mikroalga amobil ini, maka digunakan perbandingan dengan parameter nilai koefisien determinannya (R 2 )

Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan dukungan administratif penyusunan skripsi ini dan selaku dosen pembimbing

Septum itu dapat ditemukan pada bagian proksimal vagina, akan tetapi bisa juga pada bagian bawah, diatas hymen (atresia retrohimenalis). Bila penutupan vagina itu menyeluruh,

Pengembangan ragam hias pada motif batik srimanganti dilakukan dengan cara eksperimentasi perubahan bentuk ragam hias tunggal dan penggabungan isen-isen hingga

SEBAGAI WILAYAH ADMINISTRASI, WILAYAH PESISIR DAPAT BERUPA WILAYAH ADMINISTRASI YANG RELATIF KECIL, YAITU. KECAMATAN ATAU DESA, NAMUN JUGA