• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH METODE PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING MATEMATIKA BAGI SISWA KELAS V SDN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH METODE PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING MATEMATIKA BAGI SISWA KELAS V SDN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH METODE PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING MATEMATIKA

BAGI SISWA KELAS V SDN

Ni’Matul Ulfa1, I Gusti Ngurah Japa2, Made Sumantri3

1,2,3Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

Email: ulfa109@yahoo.co.id1, ngrjapa_pgsd@yahoo.co.id2, madesumantri_pgsd@yahoo.co.id3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode problem posing terhadap kemampuan problem solving pada pembelajaran matematika bagi siswa kelas V SDN Gugus VI Kecamatan Sawan tahun pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah seluruh kelas V SDN di Kecamatan Sawan tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 158 orang. Sampel penelitian ini yaitu kelas V SDN 8 Sangsit yang berjumlah 38 orang dan siswa kelas V SDN 4 Sangsit yang berjumlah 25 orang.

Data hasil belajar dikumpulkan dengan menggunakan tes isian. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial yaitu uji-t. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perbedaan kemampuan problem solving matematika yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode problem posing dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan bukan menggunakan metode problem posing pada siswa kelas V SDN Gugus VI Kecamatan Sawan tahun pelajaran 2015/2016.

Perbandingan hasil perhitungan rata-rata skor kemampuan problem solving matematika kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode problem posing adalah 70,15 lebih besar dari rata-rata skor kemampuan problem solving matematika kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan bukan menggunakan metode problem posing sebesar 55,92. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan metode problem posing berpengaruh terhadap kemampuan problem solving matematika siswa dibandingkan dengan bukan menggunakan metode problem posing.

Kata Kunci : metode problem posing, kemampuan problem solving

Abstract

This study was aimed to determine the effect of problem posing method on Mathematics problem solving skill for fifth grade students of SDN VI in district of Sawan in the academyc year of 2015/2016. This research is quasi-experimental research. The population of this study was the whole class of fifth grade that is 158 students total in the district of Sawan in the academic year of 2015/2016. The samples of this research are 38 students of fifth grade on SDN 8 Sangsit and 25 fifth grade students of SDN 4 Sangsit. Learning outcomes data of this study was collected using field test. The data study was analyzed using descriptive statistical analysis statistic techniques and inferential statistics ie t-tesT. The result of this study was indicated that there are differences in mathematical problem solving skill between students who take the problem posing teaching methods and students who following the study by not using problem posing methods in fifth grade of SDN VI district of Sawan in the academyc year of 2015/2016. The result comparison of the average score of the mathematics problem solving skill of the group of students who take the problem posing learning methods was 70,15 higher than the average score of mathematical problem solving skill group of students who take the learning by not using the methods of problem posing at 50,92. Any significant differences indicate

(2)

that the problem posing learning methods affect the students mathematical problem solving skill compared to not using the problem posing learning method.

Keywords: Problem Posing Method, Problem Solving Skill

PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar-mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa. Materi pelajaran matematika, terutama di sekolah dasar diajarkan secara bertahap yaitu dimulai dari konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit. Untuk mempermudah siswa memahami objek matematika maka benda-benda konkret digunakan pada tahap konkrit, kemudian gambar-gambar pada tahap semi konkrit dan akhirnya ke simbol-simbol pada tahap abstrak. Salah satu tolak ukur keberhasilan seorang pendidik dalam menyampaikan pembelajaran adalah bila dalam pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang optimal.

Keberhasilan tersebut sangat bergantung pada kemampuan pendidik untuk mengelola pembelajaran. Hal ini memiliki makna bahwa proses pembelajaran merupakan kegiatan yang perlu mendapatkan perhatian lebih, karena pada proses pembelajaran diharapkan terjadi interaksi antarsiswa. Untuk itu diperlukan pemilihan metode pembelajaran yang tepat untuk dapat meningkatkan kemampuan kualitas peserta didik. Secara umum, Susanto (2015:189) menyatakan bahwa, “Tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan Matematika.

Selain itu juga, dengan pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan matematika.”

Depdiknas (dalam Susanto:2013) menyatakan,

Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut. (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalahBerdasarkan tujuan di atas, pemecahan masalah memiliki peranan penting dalam pendidikan matematika. Siswa sebagai salah satu komponen dalam pendidikan harus selalu dilatih dan dibiasakan berpikir mandiri untuk memecahkan masalah. Selain menuntut siswa untuk berpikir, kemampuan pemecahan masalah juga merupakan alat utama untuk melakukan atau bekerja dalam matematika.

Pemecahan masalah atau sering disebut problem solving merupakan komponen yang sangat penting dalam matematika karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki untuk diterapkan pada penyelesaian pemecahan masalah..

Secara umum, problem solving merupakan proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh siswa sebelumnya ke dalam situasi yang baru.

Kemampuan problem solving siswa harus

(3)

terus dilatih sehingga akan terjadi peningkatan hasil belajar siswa.

Namun, di SDN 8 Sangsit, berdasarkan pernyataan guru Kelas V Bapak Komang Sumaedi, M.Pd., kemampuan siswa masih dirasa kurang saat memecahkan soal matematika, khususnya soal yang disajikan dalam bentuk uraian. Siswa belum mampu menghubungkan soal dengan konsep yang telah dimiliki, sehingga mereka tidak mampu membuat perencanaan penyelesaian soal tersebut. Fakta tersebut tercermin dari hasil Ulangan Tengah Semester siswa yang berada pada nilai KKM minimum yaitu 63.

Berdasarkan permasalahan di atas, diperlukan solusi agar pembelajaran yang dilaksanakan dapat memberikan hasil yang optimal dan mampu meningkatkan kemampuan problem solving siswa. Salah satunya dengan menerapkan metode problem posing.

Ngalimun (2014:43) menyatakan bahwa problem posing yaitu “pemecahan masalah dengan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana sehingga mudah dipahami”. “Padanan istilah problem posing yang digunakan dalam pembelajaran adalah pembentukan soal” (Japa dan Suarjana, 2015). Dalam penerapannya, siswa dituntun untuk membentuk soal baru dari soal matematika yang ada. Pembentukan soal baru dapat dilakukan dengan mengubah, menambah data atau informasi dari soal awal. Metode problem posing tepat digunakan untuk meningkatkan kemampuan problem solving (pemecahan masalah) siswa, karena dengan membuat soal baru merupakan tahap awal dalam memecahkan masalah. Problem posing adalah pembelajaran yang menekankan pada pengajuan soal oleh siswa. Oleh karena itu, problem posing dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan berpikir matematis atau pola pikir matematis. Suryanto (1998:3)

”merumuskan soal merupakan salah satu dari tujuh kriteria berpikir atau pola berpikir matematis”. Respon siswa yang diharapkan dari situasi atau informasi problem posing adalah respon berupa soal buatan siswa. Kualitas soal baru

yang mampu dirangkai oleh peserta didik menunjukan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah.

Keberhasilan pembelajaran yang dicapai dengan menggunakan pembelajaran problem posing ini telah dibuktikan oleh beberapa peneliti, di antaranya oleh Ike Rasmianti (2012), yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah (problem solving) matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode pembelajaran problem posing dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji-t yang menunjukkan thitung > ttabel, dengan nilai thitung sebesar 3,03 dan nilai ttabel = 2,00. Dari rata-rata (x ) hitung, diketahui nilai rata-rata kelas yang dibelajarkan dengan metode problem posing lebih besar dari pada nilai rata-rata kelas yang dibelajaarkan dengan model konvensional . Hal ini berarti metode pembelajaran problem posing berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa kelas V Sekolah Dasar.

Berdasarkan pemamparan tersebut, diyakini bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran problem posing mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dibandingkan pembelajaran dengan bukan menggunakan metode problem posing. Berkaitan dengan hal tersebut, sangat perlu diadakan penelitian yang berjudul “Pengaruh Metode Problem Posing Terhadap Kemampuan Problem Solving Pada Pembelajaran Matematika Bagi Siswa Kelas V SDN Gugus VI Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng”.

METODE

Rancangan penelitian kuasi eksperimen ini menggunakan Posttest- Only Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di SDN Gugus VI di Kecamatan Sawan yang berjumlah 6 kelas.

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik random sampling.

Cara penarikan sampel menggunakan

(4)

sistem undian. Setelah dilakukan teknik random sampling, SDN 8 Sangsit terpilih sebagai kelas eksperimen yang selanjutnya diberi perlakuan pembelajaran dengan menggunakan metode problem posing dan SDN 4 Sangsit sebagai kelas kontrol yang diberi perlakuan pembelajaran dengan bukan menggunakan metode problem posing.

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes esai yang divalidasi dari segi isi dan melalui tahap uji coba instrumen. Data hasil uji coba instrumen akan dijadikan pedoman dalam menyusun soal post-test yang akan diujikan untuk mengetahui perbedaan kemampuan problem solving matematika siswa.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik deskriptif dan uji prasyarat analisis. Teknik analisis statistik deskriptif dilakukan untuk mengetahui tinggi rendahnya kemampuan problem solving matematika siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada analisis statistik deskriptif, data dianalisis dengan menghitung modus, median, mean, skor minimum, skor maksimum, standar deviasi, dan varian. Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk grafik poligon.Tujuan penyajian data ini adalah untuk menafsirkan sebaran data hasil belajar Matematika siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol.

Pada uji prasyarat analisis dilakukan uji normalitas sebaran data, uji homogenitas varians, dan uji hipotesis. Uji normalitas sebaran data dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa sampel benar- benar berasal dari sampel yang berdistribusi normal. Uji homogenitas dilakukan untuk mencari tingkat kehomogenan secara dua pihak yang diambil dari kelompok-kelompok terpisah dari satu populasi yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data guna menguji hipotesis penelitian adalah uji-t.

Sebelum melakukan uji hipotesis, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dan perlu dibuktikan Persyaratan yang dimaksud yaitu: (1) data yang dianalisis harus berdistribusi normal, (2) mengetahui data yang dianalisis bersifat homogen atau tidak. Untuk memenuhi persyaratan tersebut maka dilakukan uji prasyarat analisis dengan uji normalitas dan uji homogenitas.

HASIL PENELITIAN

Untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan problem solving Matematika, data dianalisis dengan analisis deskriptif. Adapun hasil analisis data statistic deskriptif disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Deskripsi Data Kemampuan Problem Solving Matematika Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Statistik Kelompok Eksperimen

Kelompok Kontrol

Mean 70,15 55,92

Median 72,5 54,5

Modus 77 42,8

Varians 186,20 187,49

Standar Deviasi 13,64 13,69

Berdasarkan tabel di atas, mean kelompok eksperimen lebih besar daripada mean kelompok kontrol.

Kemudian data kemampuan problem solving Matematika dapat disajikan ke dalam bentuk grafik poligon seperti pada Gambar 1

(5)

Gambar 1 Kurve Polygon Kemampuan Problem Solving Matematika Siswa Kelompok Eksperimen

Mean (M), Median (Md), Modus (Mo) digambarkan dalam kurve polygon tampak bahwa sebaran data kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran Group Investigation (GI) merupakan juling negatif karena Mo > Md > M (77 > 72,5 >

70,15). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar skor siswa kelompok eksperimen cendrung tinggi. Rata-rata skor kemampuan problem solving matematika siswa kelompok eksperimen selanjutnya dikonversi ke dalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima untuk menentukan tinggi rendahnya sebaran.

Hubungan antara mean (M), median (Md), dan modus (Mo) dapat digunakan untuk menentukan kemiringan kurve polygon.

Data kemampuan problem solving matematika kelompok kontol disajikan dalam gambar 2 berikut.

Gambar 2 Kurve Poligon Data Kemampuan problem solving Matematika Siswa Kelompok Kontrol

Mean (M), Median (Md), Modus (Mo) digambarkan dalam grafik polygon tampak bahwa sebaran data kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional merupakan juling positif karena Mo < Md < M (42,83 > 54,5

>55,92). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian basar skor siswa kelompok control cendrung rendah. Rata-rata skor kemampuan problem solving matematika siswa kelompok kontrol selanjutnya dikonversi ke dalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima untuk menentukan tinggi rendahnya sebaran.

Setelah mengetahui hasil analisis deskriptif kemudian dilakukan uji hipotesis. Namum sebelum melakukan uji hipotesis maka harus dilakukan uji prasyarat terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas terhadap data tes Kemampuan problem solving Matematika. Uji normalitas dilakukan untuk membuktikan bahwa kedua sampel tersebut bedistribusi normal. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus chi-kuadrat 2), diperoleh 𝜒2ℎ𝑖𝑡 kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa kelompok eksperimen adalah 2,3544 dan 𝜒2𝑡𝑎𝑏 dengan taraf signifikansi 5% dan dk = 3 adalah 7,82. Hal ini berarti, 𝜒2ℎ𝑖𝑡 hasil post-test kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa kelompok eksperimen lebih kecil dari 𝜒2𝑡𝑎𝑏 (𝜒2ℎ𝑖𝑡< 𝜒2𝑡𝑎𝑏) sehingga data kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa kelompok eksperimen berdistribusi normal.

Setelah melakukan uji normalitas, selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians.Uji homogenitas dilakukan terhadap varians pasangan antar kelompok eksperimen dan control. Uji yang digunakan adalah uji-F dengan kriteria data homogenitas jika Fhit<

Ftab.Berdasarkan hasil perhitungan uji homogenitas didapatkan Fhit kemampuan menyelesaikan problem solving matematika siswa kelompok eksperimen dan control adalah 1,00. Sedangkan Ftab

dengan db pembilang = 24, dbpenyebut = 3, dan taraf signifikansi 5% adalah 1,87. Hal ini berarti, varian data kemampuan problem 0

2 4 6 8 10

41 50 59 68 77 86

Frekuensi

0 2 4 6 8 10

41,5 49,5 57,5 65,5 73,5 81,5

Frekuensi

(6)

solving matematika siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen.

Berdasarkan uji prasyarat analisis data, diperoleh bahwa data kemampuan problem solving matematika siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah dan homogen. Setelah diperoleh hasil dari uji prasyarat analisis data, dilanjutkan

dengan pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel independent (tidak korelasi) dengan rumus polletd varians dengan kriteria H0 ditolak jika thit > ttab dan H0

terima jika thit < ttab. rangkuman uji hipotesis disajikan pada Tabel 2

Tabel 2 Hasil Uji Hipotesis Hasil Uji Hipotesis Kelompok

Data Hasil Belajar

Standar

Deviasi n db

(n1+n2-2) thitung ttabel Kesimpulan Kelompok

Eksperimen 13,64 32 55 14,61 2,004 Thitung> ttabel

H0 ditolak

Berdasarkan hasil perhitungan uji-t, diperoleh thit sebesar 14,61. Sedangkan, ttab dengan db = 55 dan taraf siginifikansi 5% adalah 2,004. Hal ini berarti, thit lebih besar dari ttab (thit > ttab) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan kemampuan problem solving matematika yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan metode problem posing dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan bukan menggunakan metode problem posing pada siswa kelas V SDN di Gugus VI Kecamatan Sawan. Tahun pelajaran 2015/2016.

PEMBAHASAN

Pembahasan hasil-hasil penelitian dan pengujian hipotesis menyangkut tentang skor kemampuan problem solving matematika siswa pada kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode problem posing dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan bukan menggunakan metode problem posing.

Metode problem posing yang diterapkan pada kelompok eksperimen dan metode konvensional (bukan problem posing) yang diterapkan pada kelompok kontrol dalam penelitian ini menunjukkan pengaruh yang berbeda pada kemampuan problem solving matematika siswa. Hal ini dapat dilihat dari skor kemampuan problem solving (pemecahan masalah) matematika siswa. Secara

deskriptif, skor kemampuan problem solving (pemecahan masalah) matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode problem posing lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan bukan menggunakan metode problem posing.

Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor kemampuan problem solving matematika siswa dan kecenderungan skor kemampuan problem solving matematika. Rata-rata skor kemampuan problem solving matematika kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode problem posing adalah 70,15 berada pada katagori tinggi sedangkan skor kemampuan problem solving matematika kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan bukan menggunakan metode problem posing adalah 55,92 berada pada katagori rendah. Jika skor kemampuan problem solving matematika kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode problem posing digambarkan dalam grafik poligon tampak bahwa kurve sebaran data merupakan juling negatif yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung tinggi. Pada kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan bukan menggunakan metode problem posing, jika skor kemampuan problem solving matematika siswa digambarkan dalam grafik poligon tampak bahwa poligon sebaran data merupakan juling positif

(7)

yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung rendah.

Berdasarkan analisis data menggunakan uji-t yang ditunjukkan pada diketahui thitung = 14,61 dan ttabel (db = 55 dan taraf signifikansi 5%) = 2,04. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel) sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan kemampuan problem solving matematika yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode problem posing dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan bukan menggunakan metode problem posing pada siswa kelas V SDN di Gugus VI Kecamatan Sawan pada semester genap tahun ajaran 2015/2016.

Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa pembelajaran dengan metode problem posing berpengaruh terhadap kemampuan problem solving (pemecahan masalah) siswa pada pembelajaran matematika.

Besarnya pengaruh antara pembelajaran dengan menggunakan metode problem posing dan bukan menggunakan metode problem posing dapat dilihat dari analisis deskriptif. Analisis deskriptif menunjukkan bahwa skor kemampuan problem solving matematika kelompok eksperimen lebih baik dari pada kelompok kontrol. Dengan demikian, dapat disimpilkan bahwa pembelajaran dengan metode problem posing berpengaruh positif terhadap kemampuan problem solving matematika siswa kelas V SDN di Gugus VI Kecamatan Sawan tahun pelajaran 2015/2016 dibandingkan dengan pembelajaran dengan bukan menggunakan metode problem posing.

Temuan penelitian yang menunjukan bahwa metode problem posing berpengaruh positif terhadap kemampuan problem solving matematika siswa dengan kecendrungan sebagian besar skor siswa tinggi disebabkan karena dalam pembelajaran di kelas eksperimen dengan menerapkan metode problem posing menekankan kepada para siswa untuk mengajukan masalah (soal) baru dari permasalahan yang telah disediakan dimana pengajuan soal dapat merangsang peningkatan kemampuan

siswa dalam memecahkan masalah matematika. Ketika siswa membuat soal, siswa dituntut untuk memahami soal dengan baik. Hal ini merupakan tahap pertama dalam penyelesaian masalah.

Mengingat soal yang dibuat siswa juga harus diselesaikan, tentu siswa berusaha untuk dapat membuat perencanaan penyelesaian berupa pembuatan model matematika untuk kemudian menyelesaikannya. Hal ini juga merupakan tahapan penyelesaian masalah seperti dikemukakan Polya.

Sejalan dengan pernyataan Japa dan Suarjana (2015:45), yang menyatakan bahwa “Semakin kompleks pemecahan soal yang mampu dikembangkan siswa, tentu memerlukan kreatifitas berfikir yang semakin tinggi. Karena itu, semakin tinggi kemampuan siswa melakukan problem posing, semakin tinggi kemampuannya dalam memecahkan masalah.” Menurut English (dalam Mahmudi, 2008:8) menyatakan bahwa “pembuatan soal dapat membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab ide-ide matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat menguatkan performannya dalam pemecahan masalah.”

Temuan lain akibat penerapan metode problem posing yaitu diketahui bahwa penerapan metode problem posing juga meningkatkan kinerja siswa dalam memecahkan masalah. Hal ini menekankan siswa pada cara penyelesaian masalah dari yang sebelumnya mengalami kesulitan pada perumusan masalah dan penentuan prosedur, dimana pada saat diberikan masalah siswa langsung menentukan hasil akhirnya tanpa merumuskan dan menentukan prosedur penyelesaian.

Melalui penerapan problem posing, siswa memiliki tanggung jawab lebih, yaitu siswa harus menguasai setiap indicator materi dan konsep-konsep matematika secara jelas, karena hanya dengan cara demikian siswa dapat menyusun/mengajukan soal yang baik. Melalui kegiatan ini siswa akan mampu merumuskan masalah dan menentukan prosedur penyelesaian ketika diberikan masalah. Hal ini karena dalam

(8)

metode problem posing dapat meningkatkan kreatifitas siswa, aktivitas belajar siswa, pemahaman siswa, kemampuan penalaran, dan komunikasi siswa, serta meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Winograd (dalam Mahmudi, 2008:8), menyatakan bahwa “pemberian tugas kepada siswa untuk membuat soal dapat meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah dan sikap mereka terhadap matematika”. “Problem posing dapat meningkatkan kemampuan berpikir, kemampuan memecahkan masalah, sikap serta kepercayaan diri siswa dalam menyelesaikan masalah dan secara umum berkontribusi terhadap pemahaman konsep matematika” (Mahmudi, 2008:8).

Selain itu, aktifitas belajar siswa di kelas eksperimen, menjadi lebih meningkat. Hal ini terlihat dari diskusi dalam kelompok kecil yang menjadi lebih kondusif, dan juga ditandai dengan dominasi guru yang semakin berkurang. Siswa bisa menyelesaikan permasalahan yang diberikan secara lebih mandiri.

Berbeda halnya dengan kegiatan pembelajaran problem posing, dalam pembelajaran dengan bukan menggunakan metode problem posing lebih bersifat teacher centered. Dalam proses pembelajaran, guru menyampaikan materi dan siswa bertugas untuk menyimak materi yang disampaikan oleh guru. Pembelajaran lebih berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa dengan menggunakan metode ceramah, demonstrasi dan tanya jawab serta materi pembelajaran lebih banyak pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi.

Penelitian ini memberikan implikasi bahwa metode problem posing berpengaruh terhadap kemampuan problem solving matematika siswa. Pembelajaran dengan menggunakan metode problem posing dapat menciptakan pembelajaran yang lebih realistis dan bermakna sehingga berpengaruh terhadap kemampuan problem solving (pemecahan masalah) matematika siswa.

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut. Terdapat perbedaan kemampuan problem solving yang signifikan pada pembelajaran matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan metode problem posing dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan bukan menggunakan metode problem posing pada siswa kelas V Semester II di SDN Gugus VI Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng tahun ajaran 2015/2016. Perbandingan hasil perhitungan rata-rata skor kemampuan problem solving siswa kelompok ekperimen adalah 70,15 lebih besar dari rata-rata skor kemampuan problem solving siswa kelompok kontrol sebesar 55,92. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan metode problem posing berpengaruh terhadap kemampuan problem solving (pemecahan masalah) matematika siswa dibandingkan pembelajaran dengan bukan menggunakan metode problem posing.

Saran

Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.

(1) Guru-guru di Sekolah Dasar agar lebih berinovasi dalam pembelajaran dengan menerapkan metode problem posing untuk dapat meningkatkan kemampuan problem solving siswa dalam mata pelajaran matematika. (2)Peneliti yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang metode problem posing dalam bidang matematika maupun bidang ilmu lainnya yang sesuai agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan. Adapun kendala yang dihadapi peneliti antara lain keterbatasan waktu dalam pembelajaran, karena proses pembelajaran dengan metode problem posing tentunya memerlukan waktu yang cukup banyak karena metode problem posing dianggap metode yang baru bagi siswa.(3) Siswa lebih aktif dalam

(9)

mengikuti pembelajaran Matematika di kelas, sehingga kemampuan problem solving siswa khususnya pada mata pelajaran Matematika meningkat. (4) Guru disarankan untuk memahami dan mampu menerapkan metode problem posing sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan problem solving Matematika siswa. (5) Pengelola di sekolah utamanya bagi kepala sekolah disarankan mampu membina dan mengembangkan kemampuan guru untuk menerapkan metode problem posing di sekolah dasar sehingga mampu meningkatkan kemampuan problem solving Matematika siswa. (6) Peneliti sebagai calon tenaga pendidik disarankan

mampu menerapkan dan

mengembangkan metode Problem posing dengan baik sehingga mampu meningkatkan kemampuan problem solving Matematika siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. 2006.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tentang Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar.

Jakarta: Depdiknas.

Japa, I Gusti Ngurah dan Suarjana, Made. 2015. Buku Ajar Pandidikan Matematika 1. Singaraja:

Universitas Pendidikan Ganesha Press.

Mahmudi, Ali. 2008. “Pembelajaran Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika”.

Makalah disajikan dalam Seminar Nasionar Matematika. Jurusan Matematika FMIPA UNPAD, 13 Desember 2008.

Ngalimun. 2014. Strategi. dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressido.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.

Jakarta: PT Kharisma Putra Utama

Gambar

Gambar  1  Kurve  Polygon  Kemampuan  Problem  Solving  Matematika  Siswa  Kelompok Eksperimen

Referensi

Dokumen terkait

Denaturasi akibat campuran logam berat pada protein, hal ini terjadi karena ikatan sulfur pada protein tertarik oleh ikatan logam berat sehingga proses denaturasi terjadi

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal dengan judul

Klik menu File, Open, atau klik toolbar Open atau tekan tombol Ctrl+O , sehingga muncul kotak dialog berikut:.. Klik kotak Look in untuk menentukan lokasi (drive dan

(2) Bila ketentuan tersebut pada ayat (1) pasal ini tidak dimungkinkan karena di antara para ahli waris yang bersangkutan ada yang memerlukan uang, maka lahan tersebut dapat

[r]

Selain melihat dampak panen raya terhadap nilai tukar juga dapat dilihat bagaimana pola konsumsi rumah tangga akan bahan makanan seperti beras, ikan,. telur, minyak goreng, gula,

PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING PADA PELAKSANAAN PRAKTIK PENYULUHAN KELUARGA OLEH MAHASISWA PROGRAM STUDI PKK FPTK UPI. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Bilangan bulat memiliki manfaat dalam kehidupan sehari- hari misalnya untuk mengukur suhu,dalam dunia keuangan,pada saat uang ditransfer kedalam rekening bank pastilah dalam