• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI PADA PEDAGANG DI PASAR RAYA MMTC MEDAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI PADA PEDAGANG DI PASAR RAYA MMTC MEDAN SKRIPSI"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

FITRI RAYA HASIBUAN NIM. 131000477

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(2)

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI PADA PEDAGANG

DI PASAR RAYA MMTC MEDAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

FITRI RAYA HASIBUAN NIM. 131000477

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(3)

Tanggal Lulus: 12 November 2020

(4)

Telah diuji dan dipertahankan Pada tanggal: 12 November 2020

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Fitri Ardiani, S.K.M., M.P.H.

Anggota : 1. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes.

2. Ferry, AMG, DC.Nutri, S.H., S.Si., M.Kes.

(5)

“Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi pada Pedagang di Pasar Raya MMTC Medan” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, November 2020

Fitri Raya Hasibuan

(6)

Abstrak

Usia dewasa merupakan usia dimana proses pertumbuhan tidak lagi terjadi.

Konsumsi makanan pada orang dewasa perlu diperhatikan, karena pada usia ini cenderung lebih mudah mengalami obesitas. Berdasarkan data Riskesdas 2018 status gizi penduduk usia >18 tahun di Sumatera Utara yang mengalami berat badan lebih sebanyak 14,8% dan obesitas sebanyak 25,8%. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan status gizi pada pedagang di Pasar Raya MMTC Medan. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan desain cross sectional yang bersifat deskriptif observasional. Sampel dalam penelitian ini adalah 96 pedagang di Pasar Raya MMTC Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan formulir food recall, formulir food frequency, pengukuran berat badan dan tinggi badan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 73 pedagang memiliki pola makan yang tidak baik dengan mayoritas kategori status gizi berat badan lebih dan obesitas dengan persentase sebesar 75,3%. Sedangkan pada 23 pedagang lainnya memiliki pola makan baik mayoritas memiliki status gizi normal dengan persentase 73,9%. Hasil uji chi square diperoleh nilai p sebesar 0,000 (p<α), disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola makan dengan status gizi pedagang.Aktivitas fisik pada pedagang sebagian besar adalah berada pada kategori aktivitas aktif (sedang dan berat) yaitu sebesar 67,7% dan hasil uji chi square diperoleh p sebesar 0,019 (p<α), disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan status gizi pada pedagang.

Diharapkan bagi pedagang yang status gizinya dengan kategori berat badan lebih dan obesitas, sebaiknya mulai menurunkan berat badan dengan memperhatikan pola makan sehari-hari yang sehat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara konsumsi makanan dengan jenis yang beragam dan gizi seimbang dengan porsi yang tepat untuk menghindari ketidakseimbangan antara zat gizi serta rutin melakukan olahraga.

Kata kunci: Pola makan, aktivitas fisik, status gizi

(7)

food in adults needs to be considered, because at this age tend to be more prone to obesity. Based on Riskesdas 2018 data, the nutritional status of the population aged> 18 years in North Sumatra who is overweight is 14.8% and obesity is 25.8%. The purpose of this study was to determine the relationship between diet and physical activity with nutritional status of traders at Pasar Raya MMTC Medan. This type of research is quantitative with cross sectional design that is descriptive observational. The sample in this study were 96 traders in Pasar Raya MMTC Medan. Data collection was carried out by interview using the food recall form, food frequency form, measuring body weight and height. The results showed that 73 traders had a bad diet with the majority of the categories of overweight and obese nutritional status with a percentage of 75.3%. Meanwhile, 23 other traders who have a good diet, the majority have normal nutritional status with a percentage of 73.9%. The results of the chi square test obtained a p value of 0.000 (p <α), it was concluded that there was a significant relationship between diet and nutritional status of traders. Most of the physical activities of traders were in the active activity category (moderate and heavy), which was 67, 7% and the results of the chi square test obtained p of 0.019 (p <α), it was concluded that there was a significant relationship between physical activity and nutritional status of traders. It is expected that traders whose nutritional status are overweight and obese, should start losing weight by paying attention to a healthy daily diet. This can be done by consuming various types of food and balanced nutrition with the right portion to avoid imbalance between nutrients and doing regular exercise.

Keywords: Diet, physical activity, nutritional status

(8)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkah yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi pada Pedagang di Pasar Raya MMTC Medan”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si. selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Fitri Ardiani, S.K.M., M.P.H. selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes. selaku Dosen Penguji I dan Ferry, AMG, DC.Nutri, S.H., S.Si., M.Kes. selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

(9)

Masyarakat USU.

7. Para Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat USU atas ilmu yang telah diajarkan selama ini kepada penulis.

8. Pegawai dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terkhusus Marihot Oloan Samosir, S.T.

9. Pimpinan Pasar Raya MMTC Medan yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di lokasi penelitian.

10. Teristimewa untuk orang tua (Juni Arbi Hasibuan dan Minta Ito Siregar) yang telah memberikan kasih sayang yang begitu besar dan kesabaran dalam mendidik dan memberi dukungan kepada penulis.

11. Terkhusus untuk saudara dan saudari (Safril Abidin, Yusril Rasyid, dan Mutiah Salsabila) yang telah memberikan semangat kepada penulis.

12. Teman-teman (Khoiriyah, Vini, Sely, Hera, Wiwi) yang telah banyak membantu, memberikan semangat, waktu, dukungan dan saran kepada penulis hingga akhirnya penulisan skripsi ini terselesaikan.

13. Rekan-rekan UKMI FKM 2013-2014 yang telah menyemangati dan mendoakan penulis.

14. Teman-teman seperjuangan skripsi yang selalu saling menyemangati satu sama lain dalam penyelesaian skripsi.

(10)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat bagi pembaca.

Medan, November 2020

Fitri Raya Hasibuan

(11)

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xiii

Daftar Lampiran xiv

Daftar Istilah xv

Riwayat Hidup xvi

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 6

Tujuan Umum 6

Tujuan Khusus 7

Manfaat Penelitian 7

Tinjauan Pustaka 8

Status Gizi 8

Penilaian Status Gizi. 9

Indeks Massa Tubuh 10

Kebutuhan Gizi Orang Dewasa 11

Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Orang Dewasa 14

Pola Makan 16

Aktivitas Fisik 20

Landasan Teori 24

Kerangka Konsep 25

Hipotesis 26

Metode Penelitian 27

Jenis Penelitian 27

Lokasi dan Waktu Penelitian 27

Lokasi penelitian 27

Waktu penelitian 27

Populasi dan Sampel 27

Populasi 27

Sampel 27

Variabel dan Definisi Operasional 29

(12)

Variabel 29

Definisi Operasional 29

Metode Pengumpulan Data 30

Data Primer 30

Data Sekunder 30

Metode Pengukuran 30

Pola makan 30

Aktivitas Fisik 32

Status Gizi 33

Metode Analisis Data 33

Pengolahan data 33

Analisis data 34

Hasil Penelitian 35

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 35

Gambaran Karakteristik Responden 36

Gambaran Pola Makan Responden 36

Jenis Makanan 37

Jumlah makanan 37

Frekuensi makan 42

Aktivitas Fisik Responden 44

Status Gizi Responden 45

Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Pedagang 46 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Pedagang 47

Pembahasan 49

Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi pada di Pasar Raya

MMTC Medan 49

Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi pada di Pasar Raya

MMTC Medan 56

Kesimpulan dan Saran 59

Kesimpulan 59

Saran 60

Daftar Pustaka 62

(13)

1 Batas Ambang Indeks Massa Tubuh (IMT) Untuk Indonesia 11 2 Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Berdasarkan Umur dan

Jenis Kelamin 14

3 Phisycal Activity Ratio (PAR) Berbagai Aktivitas Fisik 23 4 Kategori Tingkat Aktivitas Fisik Berdasarkan Nilai PAL 23 5 Distribusi Karakteristik pada Pedagang di Pasar Raya MMTC Medan 36 6 Distribusi Pola Makan pada Pedagang di Pasar Raya MMTC Medan 36 7 Distribusi Jenis Makanan pada Pedagang di Pasar Raya MMTC Medan 37 8 Distribusi Tingkat Kecukupan Energi pada Pedagang di Pasar Raya

MMTC Medan 37

9 Distribusi Tingkat Kecukupan Energi dengan Status Gizi pada

Pedagang di Pasar Raya MMTC Medan 38

10 Distribusi Tingkat Kecukupan Protein pada Pedagang di Pasar Raya

MMTC Medan 38

11 Distribusi Tingkat Kecukupan Protein dengan Status Gizi pada

Pedagang di Pasar Raya MMTC Medan 39

12 Distribusi Tingkat Kecukupan Karbohidrat pada Pedagang di Pasar

Raya MMTC Medan 40

13 Distribusi Tingkat Kecukupan Karbohidrat dengan Status Gizi pada

Pedagang di Pasar Raya MMTC Medan 40

14 Distribusi Tingkat Kecukupan Lemak pada Pedagang di Pasar Raya

MMTC Medan 41

15 Distribusi Tingkat Kecukupan Lemak dengan Status Gizi pada

Pedagang di Pasar Raya MMTC Medan 41

16 Distribusi Frekuensi Makan Pedagang Berdasarkan Makanan Pokok, Lauk Hewani, Lauk Nabati, Sayuran, Buah dan Lain-Lainnya 43 17 Distribusi Tingkat Aktivitas Fisik pada Pedagang di Pasar Raya

MMTC Medan 44

(14)

18 Distribusi Aktivitas Fisik pada Pedagang di Pasar Raya MMTC Medan 44 19 Distribusi Jenis Pedagang dengan Aktivitas Fisik Pada Pedagang di

Pasar Raya MMTC Medan 45

20 Distribusi Status Gizi pada Pedagang di Pasar Raya MMTC Medan 46 21 Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Pedagang di Pasar Raya

MMTC Medan 46

22 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi pada Pedagang di Pasar

Raya MMTC Medan 47

(15)

1 Kerangka Teori 25

2 Kerangka Konsep 26

(16)

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian 66

2 Surat Izin Penelitian 71

3 Surat Selesai Penelitian 72

4 Master Data 73

5 Output Hasil Penelitian 77

6 Dokumentasi Penelitian 88

(17)

BB Berat Badan

DKBM Daftar Komposisi Bahan Makanan FAO Food and Agriculture Organization IMT Indeks Massa Tubuh

Kemenkes Kementerian Kesehatan PAL Physical Activity Level PAR Physical Activity Ratio Riskesdas Riset Kesehatan Dasar URT Ukuran Rumah Tangga WHO World Health Organization

(18)

Riwayat Hidup

Penulis bernama Fitri Raya Hasibuan berumur 25 tahun. Penulis lahir di Padangsidimpuan pada tanggal 3 Maret 1995. Penulis beragama Islam, anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Juni Arbi Hasibuan dan Ibu Minta Ito Siregar.

Pendidikan formal dimulai di sekolah dasar SDN 200501 Salambue tahun 2001-2007, sekolah menengah pertama di MTsN Model Padangsidimpuan tahun 2007-2010, sekolah menengah atas di MAN 2 Model Padangsidimpuan tahun 2010-2013. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, November 2020

Fitri Raya Hasibuan

(19)

Pemberian Masalah gizi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang belum selasai ditanggulangi di dunia. Masalah gizi memiliki dampak yang luas, tidak saja terhadap kesakitan, kecacatan, dan kematian, tetapi juga terhadap pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.

Masalah gizi tersebut dapat diukur melalui status gizi. Status gizi merupakan faktor penting dalam menentukan derajat kesehatan karena dapat menggambarkan keseimbangan antara kebutuhan tubuh terhadap asupan zat gizi.

Masalah gizi kurang cenderung dihadapi oleh negara miskin, sedangkan masalah gizi lebih, banyak dialami negara maju. Namun beberapa negara berkembang, menghadapi masalah gizi ganda yang merupakan gabungan kedua masalah gizi di atas. Di satu sisi masih menyelesaikan masalah gizi kurang, prevalensi gizi lebih justru meningkat dan juga harus segera ditanggulangi.

Gizi lebih dianggap sebagai sinyal awal munculnya kelompok penyakit- penyakit degeneratif yang banyak terjadi di negara maju dan berkembang.

Fenomena ini sering dikenal dengan sebutan New World Syndrom atau Sindrom Dunia Baru (WHO, 2015). Peningkatan prevalensi gizi lebih dapat terlihat dari banyaknya orang yang mengalami overweight dan obesitas.

Berdasarkan data WHO (2015) terdapat lebih dari 1,9 milyar orang dewasa yang berusia >18 tahun mengalami gizi lebih. Masalah gizi lebih juga menimbulkan berbagai penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, diabetes, hipertensi, gangguan muskuloskeletal khususnya kanker endometrium, payudara,

(20)

2

dan kolon. Selain itu, gizi lebih merupakan penyebab kematian nomor lima di dunia. Setidaknya 2,8 juta orang dewasa meninggal akibat overweight dan obesitas setiap tahunnya (WHO, 2015).

Prevalensi obesitas di negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, dan Mediterania Timur telah mencapai tingkatan yang sangat tinggi. Kejadian ini tidak hanya terjadi di negara maju, kenaikan prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas juga terjadi di negara-negara berkembang di Asia Tenggara dan Afrika (WHO, 2015).

Negara berkembang seperti Indonesia, mempunyai masalah gizi ganda yakni perpaduan masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Di satu sisi, bangsa Indonesia masih harus menanggulangi masalah gizi kurang seperti kekurangan energi dan protein (KEP). Di sisi lain, bangsa Indonesia harus waspada terhadap munculnya masalah gizi lebih dalam bentuk penyakit kegemukan (Soekirman, 2000 dalam T Kristina, 2010).

Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, prevalensi status gizi penduduk Indonesia usia > 18 tahun yang mengalami berat badan lebih (11,5%) dan obesitas (14,8%). Sedangkan pada tahun 2018 prevalensi status gizi penduduk Indonesia usia > 18 yang mengalami berat badan lebih 13,6% dan obesitas 21,8%

(Riskesdas, 2018). Dari data ini terlihat bahwa angka berat badan lebih dan obesitas di Indonesia mengalami peningkatan.

Menurut data Riskesdas tahun 2013 di Sumatera Utara, status gizi penduduk >18 tahun dengan prevalensi berat badan lebih (13,0%) dan obesitas (18,1%). Sedangkan pada tahun 2018 status gizi penduduk >18 tahun di Sumatera

(21)

Utara dengan prevalensi berat badan lebih 14,8% dan obesitas 25,8% (Riskesdas, 2018). Dari data ini terlihat bahwa angka berat badan lebih dan obesitas di Sumatera Utara mengalami peningkatan dan melampaui prevalensi berat badan lebih dan obesitas nasional.

Status gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung. Menurut FAO dan WHO (1992) status gizi dipengaruhi langsung oleh konsumsi makanan dan kesehatan.

Faktor lainnya seperti produksi makanan, ekonomi, pengetahuan gizi, lingkungan dan gaya hidup merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi secara tidak langsung.

Gaya hidup sebagai salah satu faktor tidak langsung, memegang peranan penting dalam mempengaruhi status gizi individu. Gaya hidup berubah seiring dengan perkembangan ekonomi. Perkembangan ekonomi mengakibatkan standar kehidupan meningkat, ketersediaan makanan meningkat dan jenis makanan lebih bervariasi. Hal ini mempengaruhi gaya hidup masyarakat, dan berdampak pada perubahan tingkat kesehatan.

Ada beberapa indicator gaya hidup yang ditetapkan. Menurut Depkes (2002) dalam Safitri (2014), gaya hidup terbagi menjadi kebiasaan merokok atau tidak, pola makan dan aktivitas fisik.

Pola makan sebagai salah satu indikator gaya hidup, memiliki pengaruh terhadap status gizi. Pola makan yang tidak sehat, yaitu rendah serat dan tinggi lemak, dapat mengakibatkan peningkatan berat badan. Status gizi pada orang dewasa dipengaruhi konsumsi makanan sehari-hari dan aktivitas fisik. Menurut

(22)

4

Kurniasih, dkk dalam Junaz (2015) orang dewasa cenderung kurang memperhatikan asupan makanannya. Mereka lebih suka dengan makanan yang manis, berlemak, dan gurih. Sedangkan makanan yang mengandung serat seperti buah dan sayur sering diabaikan, hal ini dapat menyebabkan tidak seimbangnya makanan yang pada akhirnya menyebabkan kegemukan.

Berdasarkan Riskesdas (2018) yang menunjukkan bahwa sebanyak 95,5%

penduduk Indonesia berumur ≥5 tahun, kurang mengkonsumsi serat dalam bentuk sayuran dan buah. Sebanyak 45% penduduk masih banyak mengkonsumsi makanan berlemak 1-6 kali seminggu (Riskesdas, 2018). Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pola makan yang tidak sehat memengaruhi terjadinya gizi lebih (Salampessy, 2007).

Pola makan yang tidak sehat tersebut diiringi dengan tingginya jumlah penduduk Indonesia yang kurang melakukan aktivitas fisik. Seseorang yang berada pada derajat kesehatan optimal akan memiliki kemampuan fisik atau kesegaran jasmani yang optimal pula. Aktivitas fisik memerlukan energi. Selain itu, aktivitas fisik juga memperlancar sistem metabolisme di dalam tubuh termasuk metabolisme zat gizi. Oleh karenanya, aktivitas fisik berperan dalam menyeimbangkan zat gizi yang keluar dari dan yang masuk ke dalam tubuh.

Berdasarkan Riskesdas (2018) sebanyak 33,5% penduduk Indonesia yang berusia

≥ 10 tahun, kurang melakukan aktivitas fisik. Hal ini juga didukung dengan penelitian yang menunjukkan bahwa aktivitas fisik yang kurang memiliki resiko lebih besar untuk mengalami gizi lebih dibandingkan aktivitas fisik yang cukup (Sudikno, 2010).

(23)

Usia dewasa merupakan usia dimana proses pertumbuhan tidak lagi terjadi. Konsumsi makanan pada orang dewasa perlu diperhatikan, karena mereka sangat rawan mengalami obesitas. Menurut Novitasary (2013) pada usia yang semakin bertambah maka metabolisme yang terjadi didalam tubuh mengalami penurunan lalu akan terjadi perubahan secara biologis yaitu menurunnya fungsi otot-otot dan meningkatnya kadar lemak dalam tubuh. Ketika metabolisme menurun maka akan membuat seseorang kurang aktif dalam melakukan aktivitas fisik sehingga berdampak pada status gizi yang tidak baik.

Penelitian Salim (2014) kepada karyawati Setda bahwa tingkat aktivitas fisik tergolong ringan pada sampel obesitas sebasar 76,2 %, bahwa terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan obesitas. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas fisik seseorang dapat mempengaruhi status gizi.

Profesi atau pekerjaan yang dimiliki secara tidak langsung dapat memengaruhi berat badan sesorang. Mulai dari tingginya tekanan pekerjaan hingga aktivitas yang sebagian besar dihabiskan dengan duduk (Lestari, 2013).

Profesi pedagang banyak menghabiskan untuk duduk dan berdiri tanpa melakukan aktivitas yang cukup berat. Selain itu, lingkungan pasar banyak menyediakan makanan bermacam-macam dengan nilai gizi yang cenderung lebih tinggi lemak dan rendah serat.

Berdasarkan survei awal dan wawancara dengan beberapa pedagang di Pasar Raya MMTC Medan, makanan tinggi kalori merupakan makanan yang biasa dikonsumsi sebagian pedagang, baik pada saat di rumah maupun pada saat

(24)

6

di pasar. Sebagian pedagang juga cenderung lebih banyak melakukan aktivitas duduk saat berjualan. Hal tersebut berpengaruh terhadap ketidakseimbangan antara kalori yang masuk dengan kalori yang keluar. Kalori yang masuk lebih besar dibandingkan dengan kalori yang dikeluarkan akan mengakibatkan timbunan lemak dalam tubuh yang dapat menyebabkan terjadinya kegemukan atau obesitas. Kegemukan ini dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif serta mempengaruhi penampilan fisik seseorang. Oleh karena itu, perhatian terhadap pola makan, aktivitas fisik, dan status gizi adalah hal yang penting.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan status gizi pada pedagang di Pasar Raya MMTC Medan. Penelitian ini dilakukan di Pasar Raya MMTC Medan berdasarkan kesesuaian penelitian yang melibatkan pedagang dan karena Pasar Raya MMTC memiliki jenis pedagang yang beragam serta belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya tentang hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan ststus gizi pada pedagang di lokasi ini.

Perumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan pola makan dengan status gizi pada pedagang di Pasar Raya MMTC Medan.

2. Apakah ada hubungan aktivitas fisik dengan status gizi pada pedagang di Pasar Raya MMTC Medan.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum. Mengetahui hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan status gizi pada pedagang di Pasar Raya MMTC Medan.

(25)

Tujuan Khusus. Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pola makan pada pedagang di Pasar Raya MMTC Medan.

2. Untuk mengetahui jenis makanan yang dikonsumsi oleh pedagang di Pasar Raya MMTC Medan.

3. Untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi oleh pedagang di Pasar Raya MMTC Medan

4. Untuk mengetahui frekuensi makan pada pedagang di Pasar Raya MMTC Medan.

5. Untuk mengetahui aktivitas fisik pada pedagang di Pasar Raya MMTC Medan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat diharapkan memberikan manfaat:

1. Sebagai bahan informasi bagi instansi kesehatan mengenai status gizi dewasa dan untuk program perencanan dan penanggulangan masalah gizi pada orang dewasa.

2. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pedagang di pasar raya MMTC Medan akan pentingnya pola makan sehat dan seimbang serta pentingnya melakukan akitivitas fisik dan kaitannya dengan kesehatan.

3. Sebagai bahan informasi tentang hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan status gizi pada pedagang di pasar raya MMTC Medan untuk dapat dijadikan sebagai bahan penelitian selanjutnya.

(26)

Tinjauan Pustaka

Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan penggunaannya (Cakrawati & Mustika, 2012). Menurut Adriani dan Wirjatmadi (2012) yang mengutip pendapat (Robinson dan Weighley) status gizi adalah keadaan kesehatan yang berhubungan dengan pengunaan makanan oleh tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi lebih (Almatsier, 2009).

Pada penelitian Husna tahun 2012 menyatakan bahwa apa yang kita makan setiap hari adalah gambaran untuk status gizi atau kondisi badan. Status gizi itu baik apabila pola makannya seimbang, yakni jumlah, frekuensi dan jenis makanan yang dikonsumsi harus sesuai dengan kebutuhannya. Apabila yang dikonsumsi melebihi kebutuhan maka mengalami status gizi lebih. Begitu juga, apabila yang dikonsumsi kurang dari yang dibutuhkan maka terjadi status gizi kurus dan akan sering sakit-sakitan.

Status gizi merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan status kesehatan seseorang, semakin baik status gizi seseorang, maka status kesehatan juga akan membaik. Status gizi juga sangat berperan dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan seseorang, besarnya kecukupan asupan gizi setiap orang tergantung atas beberapa faktor yakni jenis kelamin, umur, tinggi badan, berat badan, aktivitas fisik dan lain sebagainya. Status gizi seseorang ditentukan oleh bagaimana pola makannya dengan melihat jenis, jumlah dan

(27)

frekuensi mengonsumsi makanannya Di usia dewasa zat gizi haruslah terpenuhi sesuai kebutuhan. Peranan gizi pada usia dewasa adalah untuk pencegahan penyakit dan meningkatkan kualitas hidup yang lebih sehat. Makanan merupakan salah satu kesenangan dalam kehidupan, pemilihan makanan secara bijak di masa usia ini dapat menunjang kemampuan seseorang dalam menjaga kesehatan fisik, emosional, mental dan mencegah penyakit.

Penilaian Status Gizi. Seseorang dapat mengetahui status gizi melakukan pengukuran beberapa parameter dan hasil pengukurannya akan mengacu pada standar atau rujukan yang telah ditetapkan. Penilaian status gizi tujuannya agar mengetahui keadaan status gizi seseorang. Apabila status gizi diketahui, maka bisa dilakukan usaha agar memperbaiki derajat kesehatan seseorang.

Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim “penilai”.

(Arisman, 2010).

Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu, secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinik, biokimia, dan biofisik.

Sedangkan penilaian secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Triwibowo dan Pusphandani, 2015).

(28)

10

.

kondisi putingnya memadai bagi bayi untuk bisa menyusui dengan mudah, suami siap mendukung ibu untuk menyusui dengan baik. Misalnya dengan menyediakan menu makanan yang memenuhi keperluan ibu menyusui, membuat pikiran ibu tenang, mau berbagi dengan ibu dalam melaksanakan pekerjaan di rumah.

Indeks Massa Tubuh

Penilaian status gizi orang dewasa pada prinsipnya adalah berdasarkan pengukuran fisik atau antropometri, yaitu menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat atau cara sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan risiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang (Achmadi, 2014).

Untuk memantau indeks massa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:

IMT = Berat badan (kg)

Tinggi badan (m)𝑥 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)

Adapun batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut.

(29)

Tabel 1

Batas Ambang Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk Indonesia

Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)(kg/m2)

Sangat Kurus <17,0

Kurus 17,0-18,4

Normal 18,5-25,0

Berat Badan Lebih 25,1 –27,0

Obesitas >27,0

Sumber: Kemenkes RI, 2014 Kebutuhan Gizi Orang Dewasa

Kebutuhan gizi orang dewasa berbeda-beda bagi setiap orang. Kebutuhan zat-zat gizi bergantung pada berbagai faktor yaitu umur, tinggi badan, berat badan, jenis kelamin, dan aktivitas fisik. Maka, dalam pemenuhan zat gizi harus disesuaikan dengan kebutuhannya.

1. Energi

Kebutuhan energi pada usia dewasa menurun sesuai dengan bertambahnya usia karena menurunnya metabolisme basal dan berkurangnya aktivitas fisik.

Kebutuhan asupan energi akan menyebabkan kenaikan berat badan. Oleh karena itu konsumsi makanan harus sesuai dengan kebutuhan atau pengeluaran sehari- hari. Kebutuhan energi berbeda-bebeda bagi setiap orang. Anjuran kebutuhan energi ditetapkan dalam Angka Kecukupan Gizi (AKG).

2. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan zat gizi makro yang meliputi gula, pati, dan serat.

Gula dan pati memasok energi berupa glukosa, yaitu sumber energi utama untuk sel-sel darah merah, otak, sistem saraf pusat, plasenta, dan janin. Glukosa dapat

(30)

12

pula disimpan dalam bentuk glikogen dalam hati dan otot, atau diubah menjadi lemak tubuh ketika energi dalam tubuh berlebih. Gula tergolong jenis karbohidrat yang cepat dicerna dan diserap dalam aliran darah sehingga dapat langsung digunakan tubuh sebagai energi.

Konsumsi karbohidrat dianjurkan 50-60 persen dari total kebutuhan energi, terutama dalam bentuk karbohidrat kompleks seperti yang terdapat dalam padi-padian seperti beras, jagung, gandum dan hasil olahannya seperti roti serta umbi-umbian, seperti, kentang, singkong dan ubi. Sedangkan untuk karbohidrat sederhana seperti gula maksimum dikonsumsi 5 persen dari kebutuhan energi total atau paling banyak 4-5 sendok sehari (Almatsier dkk, 2013).

3. Protein

Konsumsi protein dianjurkan 15-30 persen atau dari kebutuhan total energi. Kebutuhan konsumsi protein pada kelompok usia dewasa digunakan untuk menggantikan protein yang hilang akibat rutinitas sehari-hari melalui urin, feses, kulit dan rambut, serta untuk mengganti sel-sel yang rusak. Konsumsi protein yang terlalu tinggi dapat meningkatkan hilangnya kalsium melalui urin, sehingga resiko menderita osteoporosis bertambah. Asupan protein lebih dari 2 kali jumlah yang dianjurkan dapat meningkatkan terjadinya penyakit jantung koroner terutama sebagai akibat dari tingginya asupan lemak jenuh dan kolesterol yang terdapat dalam makanan hewani. Asupan lemak jenuh dianjurkan mengkonsumsi protein yang berasal dari makanan nabati seperti tahu, tempe dan sebagainya (Almatsier dkk, 2013).

4. Lemak

(31)

Konsumsi lemak dianjurkan 25 persen dari total kebutuhan energi.

Konsumsi lemak pada usia dewasa dianjurkan mengkonsumsi daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, ikan, susu tanpa lemak (skim) serta mengurangi santan dan goreng-gorengan (Almatsier dkk, 2013).

5. Vitamin dan mineral

Vitamin dan mineral adalah zat gizi mikro yang memperlancar proses pembuatan energi dan proses faali lainnya yang diperlukan untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Ada banyak vitamin dan mineral yang dikenal luas, tetapi yang saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat jumlahnya terbatas. Untuk vitamin yang menjadi masalah adalah vitamin A, berbagai vitamin B khususnya asam folat, B1, B2, dan B12, sedangkan untuk mineral adalah zat yodium, zat besi, dan zat seng. Sementara jenis vitamin dan mineral lainnya mungkin masih merupakan masalah bagi beberapa kasus penyakit perorangan atau kelompok secara klinik, tapi bukan masalah kesehatan masyarakat. Vitamin dan mineral banyak terdapat dalam makanan hewani, sayuran, dan buah. Oleh karena itu dalam gizi seimbang, porsi untuk sayuran dan buah-buahan dianjurkan dikonsumsi sesering mungkin setiap hari.

Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa berdasrkan umur dan jenis kelamin disajikan pada tabel berikut.

(32)

14

Tabel 2

Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Kelompok Umur Energi (kkal)

Karbohidrat (g)

Protein (g)

Lemak (g) Pria

19 – 29 2725 375 62 91

30 – 49 2625 394 65 73

50 – 64 2325 349 65 65

≥ 65 1900 309 62 53

Wanita

19 – 29 2250 375 56 75

30 – 49 2150 394 57 60

50 – 64 1900 349 57 53

≥ 65 1550 309 56 43

Sumber : Kemenkes RI, 2013

Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Orang Dewasa Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi orang dewasa yaitu:

1. Usia

Semakin bertambahnya umur maka akan semakin meningkat pula kebutuhan zat tenaga bagi tubuh. Zat tenaga diperlukan untuk membantu tubuh melakukan aktivitas fisik, namun kebutuhan zat tenaga akan berkurang saat usia mencapai 40 tahun keatas. Setiap 10 tahun setelah usia seseorang mencapai 25 tahun, kebutuhan energi per hari untuk pemeliharaan dan metabolisme sel-sel tubuh berkurang atau mengalami penurunan sebesar 4% setiap tahunnya.

Berkurangnya kebutuhan tersebut dikarenakan menurunnya kemampuan metabolisme tubuh, sehingga tidak membutuhkan tenaga yang berlebihan karena dapat menyebabkan terjadinya penumpukan lemak di dalam tubuh. Penumpukan lemak di dalam tubuh dapat menimbulkan obesitas.

(33)

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin menentukan besar kecilnya asupan nutrisi yang dikonsumsi.

Umumnya perempuan lebih banyak memerlukan keterampilan dibandingkan tenaga, sehingga kebutuhan gizi perempuan lebih sedikit dibandingkan laki-laki (Apriadji dalam Putri, 2012).

3. Pendapatan

Pendapatan mempengaruhi daya beli terhadap makanan. Semakin baik pendapatan maka akan semakin baik pula makanan yang dikonsumsi baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Sebaliknya pendapatan yang kurang mengakibatkan menurunnya daya beli terhadap makanan secara kualitas maupun kuantitas.

4. Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan zat gizi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin baik status gizinya. Ini dikarenakan seseorang yang pendidikannya lebih tinggi lebih memahami dan menerima informasi mengenai gizi.

5. Sosial budaya

Budaya memiliki pengaruh besar dalam pemilihan dan pengolahan pangan menjadi makanan. Budaya juga mempengaruhi kebiasaan pangan seseorang.

Salah satu contohnya budaya Minang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan yang pedas, bersantan dan berminyak.

(34)

16

6. Perilaku makanan

Perilaku makanan merupakan suatu wujud tindakan seseorang dalam memilih dan mengkonsumsi makanan yang terbentuk melalui dan sikap. Jika keadaan ini terus-menurus berlangsung maka akan menjadi kebiasaan makan dan akan membentuk pola makan. Perilaku makan yang tidak seimbang akan mengakibatkan masalah gizi.

7. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan-gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya (Almatsier, 2009). Aktivitas fisik dapat mempengaruhi status gizi. Aktivitas fisik yang kurang akan mengakibatkan terjadinya penumpukan lemak dan dapat menyebabkan terjadinya obesitas.

8. Lingkungan

Faktor lingkungan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan perilaku makanan yang selanjutnya akan mempengaruhi status gizi, baik lingkungan keluarga, kerja, maupun masyarakat.

Pola Makan

Pola makan ialah cara individu atau sekelompok untuk menentukan makanan serta mengkonsumsinya yaitu selaku reaksi terhadap pengaruh psikologi, fisiologis, sosial dan budaya. Menurut Baliwati (2004) pola makan adalah susunan jenis, jumlah dan frekuensi makanan yang dikonsumsi sekelompok orang pada waktu tertentu. Pola makan juga disebut juga pola pangan, kebiasaan makan, atau kebiasaan pangan (Soehardjo, 1996).

Pola makan sehat ialah usaha atau suatu cara untuk kontrol jumlah

(35)

makanan dan jenis makanan dengan maksud tertentu, seperti mencegah atau membantu kesembuhan penyakit, mempertahankan kesehatan, dan status nutrisi.

Pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, dan lingkungan (Sulistyoningsih, 2011).

1. Ekonomi

Ekonomi yang baik berpengaruh dalam meningkatkan peluang untuk membeli makanan dengan kuantitas dan kulitas yang baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli secara kualitas maupun kuantitas. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat, promosi melalui iklan serta kemudahan informasi, dapat menyebabkan perubahan gaya hidup masyarakat.

Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi dengan pengetahuan gizi yang cukup, dapat menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan pada pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi.

2. Sosial budaya

Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya. Pantangan yang didasari oleh kepercayaan pada umumnya mengandung lambang atau nasihat yang dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun akan menjadi kebiasaan atau kebudayaan. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan dikonsumsi.

(36)

18

3. Agama

Adanya pantangan terhadap makanan atau minuman tertentu dari sisi agama disebabkan makanan atau minuman tersebut membahayakan jasmani dan rohani bagi yang mengkonsumsinya. Konsep halal dan haram sangat mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi.

4. Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi.

Seseorang dengan pendidikan rendah biasanya memilih makanan yang mengenyangkan, sehingga porsi makanan bersumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok makanan lainnya. Sebaliknya kelompok dengan orang pendidikan tinggi memiliki kecenderungan memilih bahan makanan bersumber protein dan akan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain.

5. Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan. Lingkungan dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, tempat kerja, dan rumah.

Pola makan berperan dalam menentukan status gizi seseorang menjadi kurang, baik atau lebih. Pola makan dengan kalori berlebihan tanpa diimbangi pengeluaran energi yang seimbang dapat menjadi faktor dominan dalam mempengaruhi terjadinya gizi lebih.

Pola makan yang dikonsumsi individu meliputi jumlah, jenis dan frekuensi

(37)

makanan, akan diukur dan dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG).

Ada 5 metode untuk menilai konsumsi pangan individu (Supariasa, 2001), yaitu : 1. Food Recall 24 jam

Food recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan dengan menggunakan alat ukuran rumah tangga atau food model. Food recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang, dan harinya tidak berturut-turut.

2. Estimated Food Record

Metode ini disebut juga food records atau diary records digunakan untuk mencatat jumlah makanan yang dikonsumsi. Sebelum makan, responden diminta mencatat semua makanan yang dikonsumsinya dalam ukuran rumah tangga dan menimbangnya dalam ukuran berat (gram) dalam periode tertentu (2-4 hari berturut- turut), termasuk cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut.

3. Metode Penimbangan Makanan (Food Weighing)

Dalam metode penimbangan makanan ini, responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi reponden selama 1 hari. Penimbangan makanan biasanya berlangsung beberapa hari tergantung dari tujuan, dana, dan tenaga yang tersedia.

4. Metode Riwayat Makanan (Dietary History Method)

Metode ini bersifat kualitatif karena memberikan gambaran pola konsumsi berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama (1 minggu, 1 bulan atau 1 tahun).

(38)

20

5. Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency Method)

Metode frekuensi makanan adalah metode untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Dengan metode ini, diperoleh gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif karena periode pengamatannya lebih lama. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan atau frekuensi konsumsi makanan pada periode tertentu.

Ada beberapa penelitian yang menunjukkan pengaruh pola makan terhadap terjadinya status gizi, antara lain penelitian yang dilakukan Salampessy (2007). Beliau menyatakan ada hubungan antara konsumsi makanan dengan status gizi mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Angkatan 2006. Hasil penelitian tersebut didukung dengan penelitian Wijaya (2007) yang dilakukan pada orang dewasa di Kabupaten Kuningan.

Wijaya menyimpulkan bahwa pola makan berhubungan dengan status gizi lebih.

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktivitas-aktivitas otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Setiap orang melakukan aktivitas fisik antara individu satu dengan individu yang lain tergantung gaya hidup perorangan dan faktor lainnya. Terdapat beberapa pengertian dari beberapa ahli mengenai aktivitas fisik diantaranya menurut Almatsier (2011) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Sedangkan menurut WHO (2015) aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka, dimana setiap gerakannya

(39)

mengeluarkan energi. Seseorang yang beraktivitas fisik sedang atau berat ataupun keduanya ialah tolak ukur aktivitas fisik “aktif”, sebaliknya seseorang yang tidak melakukan aktivitas fisik sedang ataupun berat ialah tolak ukur “kurang aktif”

(Kemenkes RI, 2013).

Aktivitas fisik merupakan salah satu yang dapat memengaruhi keadaan gizi seseorang, aktivitas fisik yang ringan dapat menyebabkan status gizi seseorang menjadi obesitas, overweight atau menjadi underweight. Biasanya aktivitas fisik yang ringan akan menyebabkan status gizinya menjadi obesitas atau overweight hal ini dikarenakan banyaknya energi yang tertumpuk dalam tubuh karena tidak adanya pembakaran kalori di tubuh karena aktivitasnya tidak cukup (Serly, 2015).

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Jaihar (2013) bahwa aktivitas fisik menurut nilai METs diperoleh semua sampel memiliki aktivitas fisik yang tergolong ringan. Pada hari libur aktivitas polisi tergolong ringan sedangkan pada hari kerja hanya 97% aktivitas fisik tergolong aktivitas ringan. Penelitian Marpaung (2015) sebanyak 9,1% mahasiswa dengan aktivitas fisik sedang memiliki status gizi normal dan 90,9% memiliki status gizi lebih.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Novitasary, dkk (2013) pada wanita usia subur (19-49 tahun) dari 77 orang responden, yang memiliki status gizi obesitas sejumlah 41,6 persen sedangkan yang tidak obese sejumlah 58,4%.

Responden katagori obese yang melakukan aktivitas tingkat ringan terdapat 4 orang, aktifitas sedang sebanyak 19 responden, dan aktivitas berat sebanyak 9.

Sedangkan responden tidak obese yang melakukan aktivitas ringan sebanyak 14

(40)

22

orang.

Pengukuran aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis aktivitas yang dilakukan subyek dan lama waktu melakukan aktivitas dalam sehari. WHO/FAO (2003) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam penghitungan pengeluaran energi. Berdasarkan WHO/FAO (2010), besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik.

PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. Nilai PAR (Physical Activity Rate) untuk berbagai jenis aktivitas dan tingkat aktivitas fisik menurut WHO/FAO (2010) tercantum dalam tabel. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

PAL

=

( PAR x alokasi waktu aktivitas) 24 jam

Keterangan:

PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

PAR : Physical akctivity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis kegiatan persatuan waktu)

(41)

Tabel 3

Phisycal Activity Ratio (PAR) Berbagai Aktivitas Fisik

Aktivitas Physical Activity

Ratio/satuan waktu

Tidur 1

Menyetrika 1,7

Makan 1,6

Duduk 1,5

Mengendarai mobil/berjalan 2

Memasak 2,1

Berdiri, membawa barang yang ringan 2,2

Mandi dan berpakaian 2,3

Menyapu, mencuci baju dan piring tanpa mesin 2,3

Mengerjakan pekerjaan rumah tangga 2,8

Berjalan 3,2

Berkebun 4,1

Olahraga ringan (jalan kaki) 4,2

Kegiatan yang dilakukan dengan duduk 1,5

Transportasi dengan bus 1,2

Kegiatan ringan (menonton) 1,4

Sumber : WHO, 2010

Tabel 4

Kategori Tingkat Aktivitas Fisik Berdasarkan Nilai PAL

Kategori Nilai PAL

Ringan (sedentary lifestyle) 1,40-1,69

Sedang (active or moderately active lifestyle) 1,70-1,99 Berat (vigorous or vogorous active lifestyle) 2,00-2,40 Sumber: WHO, 2010

Berdasarkan Riskesdas 2013 kriteria aktivitas fisik dibagi dalam dua kategori, yaitu:

1. Aktif adalah individu yang melakukan aktivitas fisik berat atau sedang.

2. Kurang aktif adalah individu yang tidak melakukan aktivitas fisik sedang atau berat.

(42)

24

Landasan Teori

Ada banyak teori yang mengemukakan tentang faktor-faktor yang memengaruhi status gizi. Menurut FAO dan WHO (1992), status gizi dipengaruhi langsung oleh konsumsi makanan dan kesehatan. Konsumsi makanan merupakan faktor penting dalam membentuk status gizi menjadi kurang, baik atau lebih.

Status gizi baik akan terjadi bila tubuh mendapatkan asupan gizi yang cukup dari makanan, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan fisik dan kesehatan tercapai secara optimal. Suhendro (2003) berpendapat bahwa bahwa gaya hidup, aktivitas fisik dan pengetahuan gizi memengaruhi konsumsi makanan seseorang.

Sementara, kesehatan yang juga merupakan faktor yang memengaruhi status gizi secara langsung, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut FAO dan WHO (1992). Kesehatan yang optimal akan tercapai jika didukung dengan pola makan baik, lingkungan sehat dan pelayanan kesehatan yang memadai.

Pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, dan lingkungan (Sulistyoningsih, 2011).

Berdasarkan uraian diatas, dapat digambarkan landasan teori sebagai berikut:

(43)

Gambar 1. Kerangka teori modifikasi dari FAO dan WHO (1992), Suhendro (2003), dan Sulistyoningsih (2011)

Kerangka Konsep

Untuk mengetahui hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan status gizi pada pedagang di Pasar Raya MMTC Medan dapat disajikan dalam kerangka konsep sebagai berikut:

Gaya Hidup Aktivitas Fisik

Pengetahuan Gizi

Ekonomi Sosial Budaya Agama Pendidikan Lingkungan

Pola Makan

Lingkungan Sehat

Pelayanan Kesehatan yang Memadai

Konsumsi Makanan

Kesehatan

Status Gizi

Umur Jenis Kelamin

(44)

26

Gambar 2.Kerangka Konsep Hipotesis

1. Ada hubungan pola makan dengan status gizi pada pedagang di Pasar Raya MMTC Medan.

2. Ada hubungan aktivitas fisik dengan satus gizi pada pedagang di pasar Raya MMTC Medan.

Pola Makan 1. Jenis makanan 2. Jumlah makanan 3. Frekuensi makan

Status Gizi

Aktivitas fisik

(45)

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan desain cross sectional. Penelitian ini bersifat deskriptif observasional yaitu untuk mengetahui hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan status gizi pada pedagang di Pasar Raya MMTC Medan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di Pasar Raya MMTC (Medan Mega Trade Center) terletak di komplek Medan Mega Trade Center Dusun VII Jalan Williem Iskandar, Medan. Adapun pemilihan lokasi atas dasar pertimbangan kesesuaian penelitian yang melibatkan pedagang dan karena Pasar Raya MMTC memiliki jenis pedagang yang beragam serta belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya tentang hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan status gizi pedagang.

Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2020 sampai dengan bulan November 2020.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang di Pasar Raya MMTC Medan.

Sampel. Sampel merupakan bagian dari populasi yang dianggap mewakili populasi.

Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini menggunakan rumus

(46)

28

Lameshow, hal ini dikarenakan jumlah populasi tidak diketahui. Berikut rumus Lameshow yaitu:

Keterangan:

n = Jumlah sampel

Z = skor z pada kepercayaan 95% = 1,96 P = maksimal estimasi = 0,5

d = alpha (0,10) atau sampling error = 10%

Melalui rumus diatas, maka jumlah sampel yang akan diambil adalah:

n = 96,04 n = 96

Besar sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 96 orang dari pedagang yang ada di Pasar Raya MMTC. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode teknik purposive sampling yaitu dengan cara mengambil sampel didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil sampel satu orang setiap kios dengan kriteria, yaitu:

(47)

yang berusia 19-64 tahun, tidak dalam keadaan sakit, bersedia dan setuju menjadi responden.

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan variabel independen, yang termasuk variabel dependen yaitu status gizi dan variabel independen yaitu pola makan dan aktivitas fisik.

Definisi Operasional. Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Pola makan adalah kebiasaan makan berdasarkan jenis, jumlah, frekuensi makanan yang dikonsumsi sehari-hari oleh pedagang.

2. Jenis makanan adalah berbagai macam makanan yang dikonsumsi oleh pedagang.

3. Jumlah makanan adalah banyaknya makanan yang dikonsumsi oleh pedagang dalam satu hari, yang diukur melalui tingkat kecukupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak.

4. Frekuensi makan adalah tingkat keseringan mengkonsumsi makanan yang dilakukan oleh pedagang.

5. Aktivitas fisik adalah berbagai kegiatan fisik yang dilakukan oleh pedagang selama satu hari 24 jam.

6. Status gizi adalah keadaan yang dapat menggambarkan keadaan fisik pedagang yang diukur berdasarkan IMT.

(48)

30

Metode Pengumpulan Data

Data Primer. Data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik wawancara secara langsung dan melakukan pengukuran pola makan dengan lembar food recall satu kali 24 jam dan food frequency questionnaires untuk mengingat makanan apa saja yang dikonsumsi pada hari sebelumnya. Tiap jenis makanan yang telah dituliskan pada lembar food recall satu kali 24 jam akan dihitung kandungan energi, karbohidrat, protein, dan lemak dengan acuan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Sedangkan untuk melihat frekuensi makan pedagang peneliti melihat berdasarkan lembar food frequency questionnaires yang telah isi oleh responden.

Aktivitas fisik dihitung dengan menggunakan tingkat aktivitas fisik (Physical Activity Level). Status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan pengukuran antropometri berupa tinggi badan dan berat badan kemudian dihitung IMT (Indeks Massa Tubuh). Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan microtoice dan berat badan dilakukan dengan menggunakan timbangan berat badan. Pengumpulan data dibantu oleh tiga orang mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Data Sekunder. Data diperoleh dari kantor Pasar Raya MMTC yaitu mengenai gambaran umum Pasar Raya MMTC Medan.

Metode Pengukuran

Pola makan. Pola makan diukur berdasarkan jenis, jumlah, dan frekuensi makanan yang dikonsumsi, kategorinya (Harahap, 2018) :

(49)

a. Baik, jika jenis makanan beragam, jumlah berdasarkan energi, karbohidrat, protein, dan lemak baik, dan frekuensi makan yang dikonsumsi sering untuk jenis makanan pokok.

b. Tidak baik, jika jenisnya tidak beragam, jumlah berdasarkan energi, karbohidrat, protein, dan lemak tidak baik, dan frekuensi makan yang dikonsumsi jarang untuk jenis makanan pokok.

1. Jenis makanan

Jenis makanan diukur dengan menggunakan lembar food recall satu kali 24 jam. Jenis makanan juga dapat dilihat dari kelengkapan makanan yang dikonsumsi, kategorinya (Junaz, 2015):

a. Beragam: Apabila dalam konsumsi makan utama terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk (hewani atau nabati), sayuran dan buah-buahan.

b. Tidak Beragam: Apabila dalam konsumsi makan utama tidak ada salah satu dari makanan pokok, lauk-pauk (hewani atau nabati), sayuran dan buah- buahan.

2. Jumlah makanan

Tingkat kecukupan gizi diukur dengan melihat jumlah tingkat kecukupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak dengan rumus:

TK= K

KC 𝑥 100%

Keterangan:

TK =Tingkat kecukupan

K =Asupan zat gizi yang dikonsumsi

KC =Angka kecukupan gizi yang dianjurkan

(50)

32

Jumlah makanan diukur dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), dengan dikatagorikan atas (WNPG, 2004):

a) Baik (80 – 110% AKG) b) Lebih (>110%AKG) c) Kurang (< 80% AKG) 3. Frekuensi makan

Frekuensi makan diukur dengan melihat Form Food Frequency Questionnaires, dengan kategori (Junaz, 2015):

a) Selalu : 1-3 kali/sehari b) Sering: 2-4 kali/seminggu c) Jarang : 1-2 kali/bulan d) Tidak pernah

Aktivitas Fisik. Aktivitas fisik dihitung dengan menggunakan tingkat aktivitas fisik (physical activity level), dengan rumus:

PAL =( Par x alokasi waktu aktivitas) 24 jam

Keterangan :

PAL :Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

PAR :Physical akctivity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis kegiatan persatuan waktu)

Data aktivitas fisik diperoleh setelah melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner dan kemudian dikategorikan sebagai berikut:

1. Kurang aktif (ringan) jika PAL < 1,70.

(51)

2. Aktif (sedang dan berat) jika PAL ≥ 1,70.

Status Gizi. Status gizi diukur menggunakan metode antropometri berdasarkan IMT yang diperoleh dari perbandingan berat badan dengan tinggi badan. Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan berat badan dan tinggi badan diukur dengan microtoice. Setelah data berat badan dan tinggi badan diperoleh, maka IMT masing- masing pedagang dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

IMT= 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)𝑥 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)

Kemudian hasil IMT dikategorikan menjadi:

1. Kurus (IMT 17,0 - 18,4) 2. Normal (IMT 18,5 - 25,0)

3. Berat badan lebih (IMT 25,1 - 27,0) 4. Obesitas (IMT >27,0)

Metode Analisis Data

Pengolahan data. Data yang telah terkumpul kemudian diolah (editing, coding, entry, dan cleaning data).

1. Pemeriksaan data (editing), yaitu memeriksa kelengkapan, kejelasan makna jawaban, konsistensi maupun kesalahanan jawaban pada kuesioner. Apabila terdapat data yang kurang lengkap maka akan dilengkapi kembali oleh responden.

2. Pemberian kode (coding), yaitu memberikan kode-kode (khususnya yang berbentuk angka/bilangan) untuk memudahkan proses pengolahan data.

(52)

34

3. Entry, yaitu memasukkan data untuk diolah menggunakan computer apabila data sudah benar dan telah melewati editing dan coding.

4. Cleaning, yaitu membersihkan data dari kesalahan apabila ada dengan melihat missing data, variasi data dan konsistensi data.

Analisis data. Hasil analisis data disajikan dalam bentuk distribusi dan persentase. Adapun analisis data yang disajikan sebagai berikut adalah:

1. Analisis Univariat

Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis univariat dimaksudkan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi variabel dependen yaitu status gizi pedagang beserta variabel independennya antara lain pola makan dan aktivitas fisik

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel dependen dan independen dalam bentuk tabulasi silang (crosstab) dengan menggunakan program komputer dengan uji Chi-Square. Untuk mengetahui signifikansi (derajat kemaknaan) hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen ditentukan dengan nilai (α) = 0,05. Apabila nilai p < 0,05 maka ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dan dependen.

(53)

Pasar Raya Medan Mega Trade Center didirikan pada tanggal 7 Oktober 2016 dibawah pengelolahan PT. Deli Metropolitan dan diresmikan pada tanggal 15 Oktober 2017. Kawasan Pasar Raya Medan Mega Trade Center terletak di komplek Medan Mega Trade Center Dusun VII Jalan Williem Iskandar, Desa Medan Estate, Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

Pasar Raya Medan Mega Trade Center merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli secara langsung melakukan transaksi jual beli yang biasanya dengan pola tawar menawar, pembayaran secara tunai, bangunan yang terdiri dari kios-kios dan grosir. Umumnya menjual kebutuhan sehari-hari seperti buah- buahan, sayuran-sayuran, bumbu, ikan, sembako, pakaian, kuliner dan lain-lain.

Untuk kelancaran administrasi pasar ini dipimpin oleh seorang kepala pasar dibantu oleh staff dan beberapa petugas seperti koordinator pedagang, koordinator kebersihan dan keamanan pasar. Di pasar ini tersedia sarana dan prasarana yang cukup memadai, di antaranya kios-kios untuk pedagang, parkir, toilet, masjid, kantor pemasaran, dan pos keamanan. Di pasar ini juga terdapat penjual berbagai macam makanan dan minuman. Makanan yang tersedia sebagian besar di antaranya adalah nasi, lauk pauk diolah dengan cara digulai maupun digoreng serta sayuran, dan sebagian besar makanan yang mengandung kalori atau pun lemak yang tinggi, seperti lontong, mie ayam, mie sop, soto ayam dan juga berbagai jenis gorengan.

(54)

36

Gambaran Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang diteliti dalam penelitian ini meliputi usia dan jenis kelamin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pedagang berusia pada rentang 31-40 tahun yaitu sebanyak 42 orang (43,8%) dan berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 71 orang (74,0%). Karakteristik pedagang selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5

Distribusi Karakteristik pada Pedagang di Pasar Raya MMTC Medan Karakteristik Pedagang Jumlah (orang) Persen (%) Usia

20-30 Tahun 15 15,6

31-40 Tahun 42 43,8

40-50 Tahun 25 26,0

51-60 Tahun 13 13,5

61-70 Tahun 1 1,0

Jenis Kelamin

Laki-Laki 25 26,0

Perempuan 71 74,0

Total 96 100,0

Gambaran Pola Makan Responden

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 96 pedagang mayoritas pedagang memiliki pola makan tidak baik yakni sebanyak 73 orang (76,0%). Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6

Distribusi Pola Makan pada Pedagang di Pasar Raya MMTC Medan

Pola Makan n %

Baik Tidak Baik

23 73

24,0 76,0

Total 96 100,0

Pola makan makan ditentukan berdasarkan jenis makanan, jumlah

(55)

makanan berdasarkan kecukupan energi, karbohidrat, protein dan lemak, serta frekuensi makanan.

Jenis Makanan. Berdasarkan hasil penelitian bedasarkan jenis makanan, diketahui dari 96 pedagang yang diamati mayoritas jenis makanan yang dikonsumsi pedagang tergolong tidak beragam yakni sebanyak 52 responden (54,2%). Jenis makanan yang tidak beragam jika salah satu makanannya tidak dikonsumsi. Jenis makanan dalam sehari, yaitu makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7

Distribusi Jenis Makanan pada Pedagang di Pasar Raya MMTC Medan

Jenis Makanan n %

Beragam Tidak Beragam

44 52

45,8 54,2

Total 96 100,0

Jumlah makanan. Pola makan berdasarkan jumlah makanan yang dikonsumsi pedagang berdasarkan penelitian dapat dilihat dari kecukupan energi, protein, karbohidrat, dan lemak. Distribusi asupan energi pada pedagang di Pasar Raya MMTC Medan dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini.

Tabel 8

Distribusi Tingkat Kecukupan Energi pada Pedagang di Pasar Raya MMTC Medan

Kecukupan Energi n %

Kurang Baik Lebih

11 41 44

11,5 42,7 45,8

Total 96 100,0

Pada Tabel 8 terlihat hasil analisis tingkat kecukupan energi pada

(56)

38

pedagang, diketahui bahwa mayoritas tingkat kecukupan energi makanan yang dikonsumsi pedagang tergolong lebih yakni sebanyak 44 responden (45,8%).

Tabel 9

Distribusi Tingkat Kecukupan Energi dengan Status Gizi pada Pedagang di Pasar Raya MMTC Medan

Berdasarkan tabulasi silang antara kecukupan energi dengan status gizi pada pedagang di Pasar Raya MMTC Medan mayoritas pedagang sebanyak 44 pedagang memiliki kecukupan energi lebih denngan kategori status gizi berat badan lebih dan obesitas dengan persentase sebesar 97,7%. Pada 41 pedagang yang memiliki kecukupan energi baik, diantaranya memiliki kategori status gizi normal dengan persentase sebesar 56,1%. Sedangkan pada 11 pedagang lainnya yang memiliki kecukupan energi kurang diantaranya memiliki kategori status gizi kurus dengan persentase sebesar 90,9%.

Tabel 10

Distribusi Tingkat Kecukupan Protein pada Pedagang di Pasar Raya MMTC Medan

Kecukupan Protein n %

Kurang Baik Lebih

35 58 3

36,5 60,4 3,1

Total 96 100,0

Pada Tabel 10 terlihat hasil analisis tingkat kecukupan protein pada Kecukupan

Energi

Status Gizi

Kurus Normal BB Lebih

dan Obesitas

Total

n % n % n % n %

Kurang 10 90,9 1 9,1 0 0,0 11 100

Baik 1 2,4 23 56,1 17 41,5 41 100

Lebih 1 2,3 0 0,0 43 97,7 44 100

(57)

pedagang dapat dilihat bahwa tingkat protein pada makanan yang dikonsumsi pedagang tergolong baik yakni sebanyak 58 responden (60,4%).

Tabel 11

Distribusi Tingkat Kecukupan Protein dengan Status Gizi pada Pedagang di Pasar Raya MMTC Medan

Berdasarkan tabulasi silang antara kecukupan protein dengan status gizi pada pedagang di Pasar Raya MMTC Medan, mayoritas pedagang yakni sebanyak 58 pedagang memiliki kecukupan protein baik, dimana diantaranya memiliki kategori status gizi lebih dan obesitas dengan persentase sebesar 67,2%. Pada 35 pedagang yang memiliki kecukupan protein kurang, diantaranya memiliki kategori status gizi berat badan lebih dengan persentase sebesar 51,4%.

Sedangkan pada 3 pedagang lainnya yang memiliki kecukupan protein lebih diantaranya memiliki kategori status gizi obesitas dengan persentase sebesar 100%.

Kecukupan Protein

Status Gizi

Kurus Normal BB Lebih

dan Obesitas

Jumlah

n % n % n % n %

Kurang 11 31,4 6 17,1 18 51,4 35 100

Baik 1 1,7 18 31,0 39 67,2 58 100

Lebih 0 0,0 0 0,0 3 100 3 100

Gambar

Gambar 1. Kerangka teori modifikasi dari FAO dan WHO (1992), Suhendro  (2003), dan Sulistyoningsih (2011)
Gambar 2. Kerangka Konsep  Hipotesis

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Khaira Rahayu : Status Gizi Ibu Dan Bayi Ditinjau Dari Pola Makan Ibu Menyusi Dan Bayi Yang Berkunjung Ke Puskesmas Polonia Medan 2008, 2009.. USU Repository

Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan makan pagi dengan status gizi pada siswi SMA Muhammadiyah 1

Gaya Hidup, Pol a Aktivitas, Pola Makan dan Status Gizi Remaja SMU di Bogor..

“Hubungan Asupan Makan, Kebiasaan Merokok dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi pada Anggota Satlantas di Satlantas Polrestabes Medan” beserta seluruh isinya

5.5 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan Status Gizi Pelajar SMA Putri Kelas 1 Di Denpasar Utara ... 79

Pola asuh makan memiliki hubungan atau keterikatan dengan status gizi ini dikarenakan berdasarkan indikator pola asuh makan yaitu pemilihan atau menentukan bahan

Alasan memilih judul penelitian adalah pada penelitian Cahyaning (2019), meneliti hubungan pola konsumsi, aktivitas fisik dan junlah uang saku dengan status gizi,

Tabulasi Silang Status Gizi Balita berdasarkan Tingkat Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan pada Tahun 2009