• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penurunan BOD dan COD Pada Air Limbah Katering Menggunakan Konstruksi Subsurface- Flow Wetland dan Biofilter Dengan Tumbuhan Kana (Canna indica)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penurunan BOD dan COD Pada Air Limbah Katering Menggunakan Konstruksi Subsurface- Flow Wetland dan Biofilter Dengan Tumbuhan Kana (Canna indica)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak— Berkembangnya rumah makan dapat dipastikan akan menghasilkan air limbah domestik yang berjumlah tidak sedikit yang akan dibuang ke lingkungan.

Perusahaan yang terletak di Kelurahan Bendul Merisi Kecamatan Wonocolo merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa katering di Kota Surabaya yang cukup besar yang menghasilkan limbah domestik ± 600 lt/hari dengan konsentrasi BOD sebesar 540 mg/liter dan COD 752 mg/liter.

Tujuan dari penelitian ini yaitu mendapatkan nilai removal BOD dan COD serta waktu detensi yang optimum dalam pengolahan limbah sehingga menghasilkan rasio BOD/COD yang stabil.

Penelitian dilakukan menggunakan konstruksi subsurface-flow wetland dan biofilter menggunakan tumbuhan kana (Canna indica). Variabel penelitian yaitu debit 8 liter/hari dan 10 liter/hari dan kerapatan tumbuhan yaitu 50 mg/cm2 dan 100 mg/cm2. Sedangkan parameternya yaitu BOD, COD, pH, dan suhu, serta morfologi tanaman. Uji BOD dihitung menggunakan metode 5-day BOD test. Sedangkan uji COD menggunakan metode closed reflux, titimetric method. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi removal BOD sebesar 17- 90 % sedangkan untuk COD sebesar 13-75% dengan efisiensi removal optimum terjadi pada reactor uji R8/50. Kondisi pH air limbah selama penelitian cenderung netral dan basa yaitu 7,1-9,5 yang merupakan kondisi optimum untuk mikroba mendekomposisi bahan organic yang terkandung dalam air limbah. Hasil rasio BOD/COD air limbah sebesar 0,03-0,68 dimana air limbah telah bersifat biodegradable mendekati stabil. Dengan melihat hasil perhitungan Growth Rate tumbuhan kana dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan kana lebih cepat tumbuh di lingkungan yang mengandung air limbah daripada air kran.

Kata Kunci—Canna indica, Wetland, Biofilter, Limbah Katering

I. PENDAHULUAN

ENGAN meningkatnya laju populasi penduduk yang semakin pesat maka akan berdampak pada kebutuhan akan pangan yang semakin tinggi. Pertumbuhan bisnis rumah makan maupun katering merupakan salah satu usaha di bidang kuliner yang memiliki prospek yang baik kedepannya untuk memenuhi kebutuhan akan pangan (Indrajaya, 2006). Usaha ini berkembang baik dalam bentuk restoran dengan masakan

rumahan, makanan khas, maupun restoran fast food yang sekarang ini tengah marak di Indonesia.

Berkembangnya rumah makan yang semakin membludak dapat dipastikan akan menghasilkan air limbah domestik yang berjumlah tidak sedikit dan dibuang ke lingkungan. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air limbah domestik, air limbah domestik merupakan air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen, dan asrama.

Air limbah domestik merupakan salah satu permasalahan kompleks yang tidak dikelola dan sebagian besar dibuang ke lingkungan dengan konsentrasi pekat yang melebihi standar baku mutu (Nur’arif, 2008). Salah satu pencemar terbesar di badan air adalah air limbah domestik sekitar 60-70%

(Supradata, 2005).

Air limbah katering berasal dari air buangan sisa pencucian peralatan makanan, air buangan, dan sisa makanan, seperti lemak, nasi, sayuran dan lain-lain (Suhardjo, 2008).

Karakteristik fisik dalam limbah katering, yaitu warna, suhu, bau, dan kekeruhan. Sedangkan yang termasuk dalam karakteristik kimia, yaitu bahan organik dan bahan anorganik.

Dan secara biologis air buangan mengandung mikroorganisme, seperti : protista, tumbuhan, dan hewan (Suhardjo, 2008).

Pembuangan limbah ke lingkungan yang melebihi baku mutu akan mencemari lingkungan. Terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa 285 sampel dari 636 titik sampel sumber air yang telah tercemar bakteri coli (Lensiana, 2010). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air bahwa pengelolaan limbah harus dilakukan agar kualitas air terjamin dan dalam kondisi alamiahnya.

Status mutu air dalam kondisi tercemar apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air maka limbah yang akan dibuang ke perairan harus memenuhi standar baku mutu yang ada agar tidak mencemari lingkungan hidup. Suatu kegiatan yang tidak melakukan kegiatan penanggulangan pencemaran air maka dikenakan biaya penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan.

Penurunan BOD dan COD Pada Air Limbah Katering Menggunakan Konstruksi Subsurface-

Flow Wetland dan Biofilter Dengan Tumbuhan Kana (Canna indica)

Dinda Wahyu Setiarini dan Sarwoko Mangkoedihardjo Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: prosarwoko@gmail.com

D

(2)

Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa katering di Kota Surabaya yang cukup besar memiliki luas bangunan 2640 m2. Perusahan ini terletak di Kelurahan Bendul Merisi Kecamatan Wonocolo, Surabaya. Air limbah yang dihasilkan oleh perusahaan katering ini memiliki konsentrasi yang cukup tinggi, yaitu dengan pH 6,2 , BOD sebesar 540 mg/l dan COD sebesar 752 mg/l. Menurut Kepmen LH No. 112 Tahun 2003, pH, BOD, dan TSS limbah rumah makan yang memiliki luas lebih dari 1000 m2 harus memenuhi baku mutu. Setiap harinya jasa katering ini menghasilkan limbah domestik ± 600 liter/hari. Outlet yang dibuang ke lingkungan tersebut pun melebihi baku mutu yang ada meskipun telah melalui proses pengolahan yang sederhana.

Untuk mengatasi hal ini maka akan direncanakan suatu proses pengolahan limbah katering dengan biofilter dan konstruksi wetland menggunakan tumbuhan rumput kana (Canna indica). Menggunakan konsep fitoteknologi karena metode ini murah. Selain itu, lahan yang digunakan untuk pengolahan limbah juga dapat dimanfaatkan sebagai taman sehingga mempunyai nilai estetika untuk lingkungan.

II. URAIANPENELITIAN

Penelitian dilakukan di laboratorium dengan menguji kemampuan reaktor subsurface-flow wetland menggunakan tumbuhan kana (Canna indica) dan biofilter dalam menurukan konsentrasi BOD dan COD air limbah katering.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan nilai efisiensi removal BOD dan COD yang optimum pada outlet air limbah katering, mendapatkan rasio BOD/COD yang stabil, dan mendapatkan waktu detensi dan kerapatan tanam tumbuhan yang optimum pada pengolahan limbah menggunakan metode wetland dan biofilter menggunakan tumbuhan kana (Canna indica) dalam mereduksi konsentrasi BOD dan COD.

Penelitian ini menggunakan 4 reaktor uji dan 2 reaktor kontrol berdasarkan variasi debit dan kerapatan yaitu:

1. R8/500 merupakan reaktor uji yang diperlakukan dengan debit 8 liter/hari dan kerapatan tanam 500 mg/cm2. 2. R8/1000 merupakan reaktor dengan perlakuan debit 8

liter/hari dan kerapatan 1000 mg/cm2.

3. R10/500 merupakan reaktor uji yang diperlakukan dengan debit 10 liter/hari dan kerapatan tanam 500 mg/cm2. 4. R10/1000 merupakan reaktor uji yang diperlakukan dengan

debit 10 liter/hari dan kerapatan tanam 1000 mg/cm2. . 5. RK-500 merupakan reaktor kontrol yang diperlakukan

dengan kerapatan tanam 500 mg/cm2.

6. RK-1000 merupakan reaktor kontrol yang diperlakukan dengan kerapatan tanam 1000 mg/cm2.

Reaktor berukuran dengan panjang 40 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 45 cm. Pada reaktor wetland menggunakan gravel berdiameter 0,8 cm sedangkan gravel pada biofilter berdiameter 3,2 cm. Kerapatan tumbuhan yang digunakan adalah 500 mg/cm² dan 1000 mg/cm² sehingga jumlah tumbuhan yang ada di dalam reaktor dengan kerapatan 500 mg/cm² berjumlah 3 batang dan reaktor dengan kerapatan 1000 mg/cm² berjumlah 6 batang..

1. Penelitian pendahuluan mengenai karakteristik awal air limbah katering yang digunakan.

2. Aklimatisasi tumbuhan. Dilakukan sebagai proses adaptasi tumbuhan di lingkungan yang mengandung air limbah katering. Jumlah tumbuhan kana yang di aklimatisasi sebanyak 30 tumbuhan. Media tanam yang digunakan adalah bak berdiameter ± 80 cm. Sampel air limbah katering yang digunakan tidak diencerkan. Volume air limbah yang digunakan setiap harinya sebanyak ±70 liter. 3. Analisis penurunan BOD dan COD inlet dan outlet.

Analisis COD menggunakan metode analisis Closed Reflux Titimetri. Sedangkan analisis BOD menggunakan metode 5-days BOD test.

III. HASILDANPEMBAHASAN

A. Karakteristik Sampel

Pada penelitian ini, sampel yang digunakan yaitu air limbah katering yang diambil dari Kelurahan Bendul Merisi Kecamatan Wonocolo, Surabaya. Sampel dianalisa di Laboratorium Teknik Lingkungan ITS dengan konsentrasi COD awal yang digunakan yaitu sebesar 720 mg/lt; 2743 mg/lt; 1371 mg/lt; 1029 mg/lt; 1029 mg/lt; 1200 mg/lt; 686 mg/lt. Sedangkan konsentrasi BOD awal yang digunakan yaitu 481 mg/lt; 795 mg/lt; 334 mg/lt; 834 mg/lt; 772 mg/lt;

72 mg/lt.

B. Tahap Aklimatisasi Tumbuhan

Tumbuhan yang digunakan merupakan tumbuhan kana yang berumur ± 2 bulan. Proses aklimatisasi ini dilakukan selama 14 hari untuk memastikan bahwa seluruh tumbuhan sudah mengalami pertumbuhan secara generatif dan vegetatif.

Selama dua minggu masa aklimatisasi, batang tumbuhan kana mengalami pertambahan tinggi ± 5 cm dan jumlah daun sekitar 1-2 daun yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bertambahnya Daun Tumbuhan Kana Selama Tahap Aklimatisasi

C. Uji Analisis Chemichal Oxygen Demand (COD)

Uji analisis COD dilakukan selama 12 (dua belas) hari dengan waktu pengambilan sampel setiap 2 (dua) hari sekali.

Sampel diambil dari pipa outlet reaktor dimana air limbah dialirkan secara kontinyu dan telah melewati reaktor wetland dan biofilter. Analisis COD ini menggunakan metode analisis Closed-Reflux Titimetric.

(3)

Hasil dari penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik yang berisi efisiensi removal (%) masing-masing reaktor.

Tabel 1. Efisiensi Removal COD Pada Debit 8 liter/hari

Hari ke- Inlet Nilai COD (mg/lt) Efisiensi Removal (%)

R8/500 R8/1000 R8/500 R8/1000

0 720 446 480 38 33

2 1371 343 1029 75 25

4 1371 686 1029 50 25

6 1029 686 343 50 67

8 1029 514 514 50 50

10 1200 429 771 64 36

12 686 343 514 50 25

Tabel 2. Efisiensi Removal COD Pada Debit 10 liter/hari

7.5 Inlet Nilai COD (mg/lt) Efisiensi Removal (%)

R10/50 R10/100 R10/50 R10/100

0 720 446 446 38 38

2 1371 1200 686 13 50

4 1371 686 686 50 50

6 1029 343 514 67 50

8 1029 514 343 50 67

10 1200 686 514 43 57

12 686 343 343 50 50

Berdasarkan kedua tabel tersebut dibuat grafik yang akan ditampilkan pada Gambar 2 dan Gambar 3 berikut.

Gambar 2. Efisiensi Removal COD Pada Debit 8 liter/hari

Gambar 3. Efisiensi Removal COD Pada Debit 10 liter/hari

Dari Tabel 1 hingga Tabel 4 serta Gambar 2 dan Gambar 3 Dapat diketahui bahwa konsentrasi COD outlet cenderung lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi COD inlet yang menunjukkan bahwa telah terjadi proses degradasi bahan organik pada air limbah. Banyaknya bakteri pada biofilter berpengaruh pada banyaknya bahan organik yang terdegradasi (Isnadina et al., 2012). Selain itu, terdapat pengaruh kerapatan tanam terhadap pereduksian kontaminan air limbah. Semakin banyak tumbuhan yang ditanam pada reaktor maka semakin tinggi persentase penurunan konsentrasi COD yang terserap oleh tumbuhan.

Dalam peremovalan konsentrasi air setelah mencapai waktu detensi optimum, efisiensi removal akan mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena mikroba yang terdapat pada akar tumbuhan memecah konsentrasi-konsentrasi zat organik pada air limbah. Oleh karena itu, semakin lama waktu tinggal, maka nilai COD akhir semakin turun.

Waktu detensi optimum pada reaktor R8/500 dan R10/500 terjadi lebih cepat dibandingkan dengan reaktor R8/1000 dan R10/1000. Hal ini menunjukkan bahwa kerapatan tanam 500 mg/cm2 lebih cepat menyerap konsentrasi kontaminan air limbah sehingga terjadinya waktu optimum lebih cepat daripada reaktor R10/1000 dengan kerapatan 1000 mg/cm2. Selain itu, terdapat pengaruh debit terdapat pengaruh debit dalam meremoval konsentrasi air limbah katering karena menurut Mangkoedihardjo (2010) tahapan fitoproses yang pertama yaitu fitostabilisasi dimana pada tahapan ini kontaminan dalam air limbah mendekati akar tumbuhan kana karena adanya aliran air limbah. Dengan debit yang tidak terlalu tinggi kontaminan yang dibawa oleh air limbah dapat terserap lebih banyak oleh akar tumbuhan kana oleh adanya proses transpirasi tumbuhan.

D. Uji Analisis Biochemichal Oxygen Demand (BOD) Uji analisis BOD bertujuan untuk menghitung kebutuhan mikroorganisme untuk mendegradasi zat organik melalui proses biokimia. Uji analisis BOD dilakukan dengan metode 5-day BOD test. Uji analisis BOD dilakukan sebanyak 6 kali selama 12 hari dengan pengambilan sampel setiap 2 hari sekali dimana BOD dianalisis untuk BOD0 dan BOD5. Uji analisis tidak hanya dilakukan pada air limbah outlet tetapi juga pada air limbah inlet. Tabel 3 dan Tabel 4 merupakan tabel yang berisi konsentrasi BOD outlet dan besar efisiensi removal.

Tabel 3.Efisiensi Removal BOD Pada Debit 8 liter/hari Hari

ke-

Inlet (mg/lt)

Nilai BOD (mg/lt) Efisiensi Removal (%) R8/500 R8/1000 R8/500 R8/1000

0 481 164 87 66 82

2 795 90 616 89 23

4 334 126 139 62 58

6 834 230 188 72 77

8 772 79 237 90 69

10 72 48 24 33 66

(4)

12 537 203 87 62 84 Tabel 4. Efisiensi Removal BOD Pada Debit 10 liter/hari

Har i ke-

Inlet (mg/lt)

Nilai BOD (mg/lt) Efisiensi Removal (%)

R10/500 R10/1000 R10/500 R10/1000

0 481 188 116 61 76

2 795 475 270 40 66

4 334 278 195 17 42

6 834 53 126 94 85

8 772 36 88 95 89

10 72 48 24 33 66

12 537 232 182 57 66

Berdasarkan kedua tabel tersebut, jika dibuat dalam bentuk grafik akan ditampilkan pada Gambar 4 dan Gambar 5 berikut.

Gambar 4.Efisiensi Removal BOD Pada Debit 8 liter/hari

Gambar 5. Efisiensi Removal BOD Pada Debit 10 liter/hari

Dari Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa terjadi shock loading di reaktor uji R8/1000 yang terjadi pada hari ke-2 yang menyebabkan merosotnya nilai efisiensi removal sehingga dapat diartikan bahwa konsentrasi BOD yang dapat diserap tumbuhan menjadi rendah. Untuk reaktor uji R8/500 nilai efisiensi removal hampir konstan dengan fluktuasi nilai dengan beda yang tidak terlalu drastis. Pada hari ke-10 efisiensi removal BOD mengalami penurunan yang

disebabkan karena tumbuhan kana akan memasuki fase generatif yang terjadi pada hari ke-12. Fase generatif tumbuhan kana ditandai dengan munculnya bunga kana.

Untuk reaktor R10/500 efisiensi removal pada hari ke-0 sampai dengan hari ke-2 sebesar 61% dan 40% yang kemudian turun hingga hari ke-4 dengan efisiensi sebesar 17%. Pada hari ke-6 dan ke-8 efisiensi removal mencapai tingkat optimum sebesar 94% dan 95%. Kemudian pada hari ke-10 turun dengan efisiensi 33%.

Pada reaktor R10/1000, efisiensi berfluktuasi mulai hari ke-0 sampai dengan ke-4 sebesar 76%, 66%, dan 42%. Pada hari ke-6 dan ke-8 efisiensi meningkat hingga 85% dan 89% yang kemudian turun pada hari ke-10.

Gambar 4.6 diatas menggambarkan tentang efisiensi removal BOD pada reaktor yang dialiri air limbah dengan debit 10 liter/hari. Pada hari ke-4 efisiensi removal yang terjadi sangat rendah yang diakibatkan shock loading sehingga konsentrasi BOD yang dapat di removal tumbuhan menjadi kecil. Konsentrasi organik BOD diremoval dengan baik oleh mikroba yang melekat di akar tumbuhan. Nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroba yang hidup di akar tumbuhan berasal dari karbon organik yang ada pada tumbuhan kana yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Selain itu, mikroba akar juga menyerap kandungan air limbah sebagai nutrisi makanannya, seperti asam amino pada lemak dan protein serta vitamin yang larut dalam air. Kontaminan pencemar yang diuraikan oleh mikroorganisme adalah kontaminan organik yang mudah terurai secara mikrobiologis (Mangkoedihardjo et al., 2010).

E. Analisis Rasio BOD/COD

Rasio BOD/COD di analisis untuk mengetahui angka perbandingan untuk mengetahui tingkat biodegradabilitas zat organik yang dikandung air limbah. Menurut Papadopolous (2001) semakin tinggi rasio BOD/COD suatu air limbah maka tingkatan biodegradabilitas dari air limbah tersebut semakin rendah. Berikut adalah Tabel 4.6 yang berisi tentang rasio BOD/COD air limbah baik sebelum pengolahan maupun setelah pengolahan.

Tabel 5. Rasio BOD/COD Pada Inlet dan Outlet R8/500, R8/1000, R10/500, R10/1000

Hari Ke-

Inlet R8/500 R8/1000 R10/500 R10/1000

0 0,67 0,37 0,18 0,42 0,26

2 0,29 013 0,30 0,20 0,20

4 0,24 0,18 0,14 0,41 0,28

6 0,81 0,45 0,55 0,15 0,24

8 0,75 0,15 0,46 0,07 0,26

10 0,06 0,11 0,03 0,07 0,05

12 0,78 0,59 0,17 0,68 0,53

Berdasarkan tabel tersebut, jika dibuat dalam bentuk grafik akan ditampilkan pada Gambar 5 berikut.

(5)

Gambar 5.Rasio BOD/COD Selama 12 Hari Pada R8/500, R8/1000, R10/500 dan R10/1000

Dari Tabel 5 dan Gambar 5 diatas diketahui bahwa nilai rasio BOD/COD air limbah setelah dilakukannya pengolahan yaitu diatas 0,1 menunjukkan bahwa air limbah telah bersifat biodegradabel. Menurut Mangkoedihardjo (2010) air limbah domestik bersifat biodegradabel dengan rasio BOD/COD >

0,1. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat fungsi tumbuhan yaitu membiodegradasikan air limbah katering.

Pada Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai rasio BOD/COD pada inlet hampir di semua reaktor uji.

Hal ini menunjukkan bahwa bakteri pada biofilter aktif sehingga bakteri tersebut menurunkan rasio BOD/COD.

Outlet air limbah katering yang telah diolah menggunakan biofilter masih bersifat biodegradabel tetapi menuju ke arah mendekati stabil. Hanya beberapa air limbah hasil olahan yang bersifat stabil, yaitu pada reaktor uji R10/500 pada hari ke-8.

Menurut Mangkodihardjo (2010) air limbah yang bersifat stabil memiliki rasio BOD/COD kurang dari 0,1.

F. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau pH merupakan salah satu parameter dalam penelitian ini. Selama 12 hari masa uji pH air limbah mengalami kenaikan hampir di semua reaktor. Hal ini disebabkan karena adanya proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan sehingga oksigen terlarut pada media tanam ditransfer ke akar. Hal ini dapat menyebabkan tingginya CO2

sehingga CO2 yang dikeluarkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis sehingga menyebabkan kesetimbangan bergeser ke arah kanan yang berarti adanya pengurangan ion H+ sehingga media tanam menjadi bersifat basa. Gambar 4.8 merupakan grafik yang menggambarkan tentang perubahan pH selama proses penelitian. Pada Gambar 6 dapat dilihat nilai pH berfluktuasi selama masa uji dengan rentang pH antara 7,1-9,5.

Gambar 6. Grafik Perubahan pH Selama 12 Hari

Derajat keasaman atau pH air limbah memiliki pengaruh terhadap perubahan rasio BOD/COD air limbah. Rasio BOD/COD mengalami peningkatan maksimum pada pH netral dibandingkan pH basa (Setiadi et al. 2007). Boyd (1988) juga mengatakan bahwa pada kondisi netral bahan organik mengalami proses dekomposisi dengan lebih cepat. Berikut Gambar 7 yang menggambarkan tentang pengaruh rasio BOD/COD dan nilai pH.

Gambar 7. Pengaruh pH Terhadap Perubahan Rasio BOD/COD

Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh pH dengan penurunan rasio BOD/COD. pH air limbah hari ke-0 sampai hari ke-8 cenderung netral dengan rentang nilai antara 8-8,3. Pada rentang nilai pH yang mendekati netral nilai rasio BOD/COD mengalami peningkatan yang berupa turunnya nilai rasio BOD/COD sehingga air limbah hasil olahan bersifat biodegradabel. Hal ini berbeda dengan nilai rasio BOD/COD pada hari ke-10 dimana pH air limbah cenderung basa tetapi nilai rasio BOD/COD pada inlet dan outlet cenderung tetap. Hal ini terjadi karena proses biologis sulit terjadi pada kondisi pH yang tidak netral (Sugiharto, 1987).

Selain itu, bakteri tumbuh dan berkembang pada kondisi pH netral sehingga bakteri-bakteri yang terdapat pada biofilter pada pengolahan ini dapat berkembang dengan baik dengan kondisi pH yang cenderung netral.

G. Perubahan Suhu

Suhu merupakan salah satu parameter pada penelitian ini.

Suhu air limbah inlet hampir sama dengan suhu pada outlet.

Kisaran suhu pada penelitian ini yaitu 28,3 0C – 30 0C yang merupakan kisaran suhu optimal untuk dilakukannya pengolahan air limbah secara biologi. Gambar 8 menjelaskan tentang perubahan suhu air limbah selama proses penelitian berlangsung.

(6)

Gambar 8.Suhu Air Limbah Pada Outlet dan Inlet Reaktor Uji

Suhu air limbah mulai hari ke-0 sampai dengan hari ke-12 cenderung stabil dengan suhu antara 28,3-30 oC. Suhu air limbah relatif stabil karena suhu tempat dilakukannya pengamatan juga relatif stabil. Peningkatan rasio BOD/COD optimum terjadi pada suhu 37oC dibandingkan dengan waktu pengoperasian pada temperatur ruang karena pada temperatur ruang aktivitas mikroorganisme dalam mereduksi konsentrasi kontaminan limbah lebih rendah dibandingkan dengan aktivitas mikroorganisme pada temperatur 37 oC (Setiadi et al.

1997).

IV. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah Kualitas air limbah katering yang dihasilkan setelah diolah menggunakan wetland dengan tumbuhan kana (Canna indica) dan biofilter masih belum memenuhi baku mutu air limbah domestik berdasarkan Kepmen LH No. 112 Tahun 2003.

Konsentrasi BOD akhir berkisar antara 48-616 mg/liter dengan baku mutu kadar maksimum BOD 100 mg/liter.

Efisiensi removal tertinggi COD terjadi pada reaktor uji R8/500 dengan variabel debit 8 liter/hari dan kerapatan tanam 500 mg/cm2 dengan efisiensi removal sebesar 75%.

Sedangkan efisiensi removal BOD tertinggi terjadi pada reaktor R10/500 dengan efisiensi removal sebesar 94%.

Kondisi air limbah katering yang dihasilkan bersifat biodegradabel yang menuju stabil dengan hasil rasio BOD/COD sebesar 0,03-0,68. Waktu detensi optimum terjadi pada hari ke-2 pada reaktor uji R8/500 dengan efisiensi removal sebesar 75% yang terjadi pada fase vegetatif tumbuhan kana.

DAFTARPUSTAKA

[1] Boyd, R. dan Richerson, P. J. “The Evolution of Reciprocity in Sizable Groups,” Journal of Theoretical Biology, Vol. 132 (1988), 337-356 [1] Indrajaya, B. “Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Restoran Penyaji

Makanan Hasil Laut (Studi Kasus Pada Restoran Seafood Rasane)”.

Magister Manajemen Agribisnis Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor (2006).

[2] Isnadina, D. R. M., dan Herumurti, W. “Pengaruh Waktu Kontak dan Pencahayaan Alami Pada Kemampuan High Rate Algal Reactor (HRAR) Dalam Penurunan Bahan Organik Air Limbah Perkotaan”.

Jurnal Teknik Pomits, Vol. 1 (2012), 1-4.

[3] Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.

[4] Lensiana, H. J. 2010. “Partisipasi Hotel Dalam Pengelolaan Lingkungan Di Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar”. Tesis, Universitas Udayana, Bali (2010).

[5] Mangkoedihardjo, S., dan Samudro, G. Fitoteknologi Terapan.

Yogyakarta : Graha Ilmu (2010).

[6] Nur’arif, M. “Pengelolaan Air Limbah Domestik (Studi Kasus Di Kota Praya Kabupaten Lombok Tengah”. Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S2 pada Program Studi Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro, Semarang (2008).

[7] Papadopolous, A. Variations of COD/BOD Ratio At Different Units Of Wastewater Stabilization Pond Pilot Treatment Facility. 7th International Conference on Environmental Science and Technology Ermoupolis, Syros Island, Greece (2006).

[8] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

[9] Samudro, G., dan Mangkoedihardjo, S.. “Review On BOD, COD and BOD/COD Ratio: A Triangle Zone For Toxic, Biodegradable and Stable Levels”. International Journal of Academic Research, Vol. 2(4), (2010), 235-239.

[10] Setiadi, T., Ma’rup, F., dan Khaqim, A. Effect of Temperature and pH on the Biodegradability Enhancement of Textile Mill Effluent by Anaerobic Processes. Proc. Regional Symposium on Chemical Engineering, ISBN 938-99322-0-9 (1997).

[11] Sugiharto. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta : UI Press 1987.

[12] Suhardjo, D. “Penurunan COD, TSS dan Total Fosfat pada Septic Tank Limbah Mataram Citra Sembada Catering dengan Menggunakan Wastewater Garden”. Jurnal Manusia dan Lingkungan, Vol. 15(2), (2008), 79-89.

[13] Supradata. “Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Tanaman Hias Cyperus alternifollus, L. Dalam Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan (SSF-Wetlands)”. Tesis (2005).

Referensi

Dokumen terkait

oleh pimpinan sekolah dan yayasan tarakanita lahat serta melibatkan komite sekolah mengenai materi tentang aritmatika, analitika, dan algoritmika berbasis IT, b) tim

Pemberian nutrisi bayi berat lahir rendah (BBLR) tidak sama dengan pemberian pada  Pemberian nutrisi bayi berat lahir rendah (BBLR) tidak sama dengan pemberian pada  bayi cukup

satu bank maka masyarakat akan enggan menyimpan dana pada bank tersebut?. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu lembaga keuangan

Hasil dari program kerja PPL adalah draft laporan hasil analisis dan evaluasi kurikulum Akademi Angkatan Udara Departemen Elektronika , bentuk modul juprak

Komptensi peserta dapat kita lihat dari hasil penelitian yaitu untuk peserta yang mempunyai tingkat komptensi tinggi sebanyak 8 orang dan untuk peserta yang

Dia itu kerjaannya lebih make sure kepada packaging development ini… kan banyak nih pihak yang terkait untuk pembuatan packaging ini, ngga cuma desainernya aja tapi lebih ke day

Pencegahan deteksi dini kejadian Ketoasidosis Diabetik melalui kewaspadaan kasus diabetes tipe 1 dengan gejala khas polifagi, poliuria dan polidipsi disertai penurunan berat

Berdasarkan hasil penelitian dan perancangan yang telah dilakukan dalam pembangunan aplikasi e-commerce pemasaran sepatu pada Toko Ranch_19, maka dapat disimpulkan