1
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
Logistik adalah proses perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian efisien, aliran hemat biaya dan penyimpanan bahan baku, dalam proses persediaan, barang jadi dan informasi terkait dari titik asal ke titik konsumsi untuk tujuan yang sesuai dengan pelanggan (“Council of Logistics Management,” 2017). Manajemen Rantai Pasokan merupakan serangkaian pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan pemasok, produsen, gudang dan toko secara efisien, sehingga barang diproduksi dan didistribusikan dengan jumlah yang tepat, ke lokasi yang tepat dan pada waktu yang tepat, untuk meminimalkan biaya sistem yang luas sambil memenuhi persyaratan tingkat layanan (Simchi-Levi, 2003).
PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang menyediakan, mengatur, dan mengurus jasa angkutan kereta api di Indonesia. Layanan PT KAI meliputi angkutan penumpang, barang dan pengusahaan aset. Saat ini PT KAI melakukan mengembangkan sarana dan prasarana perkeretaapian untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah, tidak hanya di Pulau Jawa dan Sumatera, tetapi juga di Kalimantan dan Sulawesi.
Parameter kinerja operasional (berdasarkan volume) dengan adanya peningkatan yang signifikan baik volume angkutan barang maupun penumpang ditunjukkanpada Gambar I. 1.
Gambar I. 1 Parameter Kinerja Operasional Tahun 2016 (Volume)
2012; 202,88 2013; 221,73
2014; 280,35
2015; 327,13 2016; 352,31
2012; 22,08 2013; 24,71 2014; 30,69 2015; 29,72 2016; 32,49 0
50 100 150 200 250 300 350 400
2012 2013 2014 2015 2016
Volume Angkutan Penumpang (Juta orang) Volume Angkutan Barang (Juta ton)
2
Penggunaan kereta api baik penumpang maupun barang pada Gambar I. 1 yang menunjukkan peningkatan secara signifikan pada hampir setiap tahun secara langsung berdampak kepada jarak yang ditempuh oleh kereta api baik dalam mengangkut barang maupun penumpang dalam menunjang kegiatan operasional PT KAI. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar I. 2 yang menunjukkan parameter kinerja operasional PT KAI (berdasarkan jarak tempuh) yang menunjukkan hampir di tiap tahun baik volume angkutan barang maupun penumpang yang mengalami peningkatan.
Gambar I. 2 Parameter Kinerja Operasional Tahun 2016 (Jarak Tempuh) Fenomena yang terjadi berdasarkan Gambar I. 2 yang menunjukkan peningkatan jarak tempuh kereta api baik penumpang maupun barang secara signifikan pada hampir setiap tahun berdampak kepada kegiatan perawatan kereta api, baik lokomotif maupun rel dan umur pakai suku cadang kereta api tersebut. Pada kondisi saat ini PT KAI memiliki kebijakan yaitu dengan memiliki lokasi perawatan dan pemeliharaan kereta api yang dinamakan Balai Yasa dan Dipo. Balai Yasa merupakan tempat yang digunakan untuk perawatan sedang hingga besar sarana perkeretaapian yang dimiliki oleh PT. KAI, sedangkan Dipo adalah tempat untuk menyimpan dan melakukan perawatan rutin kereta api serta tempat untuk melakukan perbaikan ringan serta perawatan lain untuk lokomotif, gerbong maupun rel kereta api.
Pada penelitian ini berfokus pada fasilitas perawatan ringan hingga sedang atau disebut Dipo yang berada di Daerah Operasional II Bandung. Secara tugas dan
2012; 18,21
2013; 12,713
2014; 20,915 2015; 20,814 2016; 20,586
2012; 7,304 2013; 8,207 2014; 9,888 2015; 10,233 2016; 11,222
0 5 10 15 20 25
2012 2013 2014 2015 2016
Jumlah Kilometer-Penumpang (juta km) Jumlah Kilometer-Ton Barang (juta ton)
3
fungsi, Dipo II Bandung dibagi menjadi dua dipo yang terdiri dari Dipo lokomotif dan Dipo Gerbong. Pada Dipo Lokomotif tersebut memiliki kebijakan untuk melakukan perawatan harian, bulanan hingga tahunan untuk lokomotif baik lokomotif milik daerah operasional II maupun lokomotif tamu. Berdasarkan data dari PT. KAI dapat disimpulkan bahwa tingginya frekuensi terjadinya downtime di Dipo lokomotif Bandung pada tahun 2017. Data downtime lokomotif di Dipo lokomotif Bandung dapat dilihat pada Gambar I. 3.
Gambar I. 3Frekuensi Downtime Tahun 2017 (Sumber Data Historis Daop 2) Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. KAI, dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya downtime pada lokomotif di Daerah Operasi II Bandung disebabkan oleh dua faktor, yaitu kegagalan pada mesin dan sistem Information Technology yang dimiliki oleh PT. KAI. Kegagalan IT merupakan kegagalan fungsi sistem komputer yang mengatur jalan dan lokasi kereta api, sedangkan kegagalan mesin merupakan kegagalan pada lokomotif yang disebabkan oleh ketidaksesuaian fungsi suatu alat pada lokomotif yang dapat menyebabkan terganggunya kegiatan operasional kereta api. Ketersediaan suku cadang menjadi sangat penting dikarenakan jika stok suku cadang tidak ada disaat melakukan perawatan, maka dalam hal ini menyebabkan terjadinya waktu tinggal (downtime) yang berdampak terjadinya perubahan waktu kereta keberangkatan maupun sampainya kereta api di stasiun. Persentase faktor penyebab terjadinya downtime ditunjukkan pada Gambar I. 4.
11
3 7
3
9 9
11
4 7
6
2 0
2 4 6 8 10 12
4
Gambar I. 4Penyebab Downtime Lokomotif Daop II Bandung
Pada penelitian ini, dilakukan identifikasi lebih lanjut dari penyebab terjadinya downtime atau waktu tinggal di Daerah Operasi II Bandung. Downtime atau waktu tinggal yang terjadi pada Daerah Operasi II Bandung dan ditunjukkanpada Gambar I. 4 disebabkan oleh dua faktor yaitu ;
1. Manajemen Persediaan Suku Cadang
Manajemen persediaan suku cadang yang kurang baik, khususnya suku cadang kritikal atau critical spare part. Critical spare part adalah suku cadang yang sangat penting, yang mana tanpa suku cadang tersebut mesin khususnya mesin lokomotif bisa berhenti dan tidak beroperasi. Hal ini berdampak pada produktivitas dan utilitas dari lokomotif sebagai penggerak pada kereta api. Pada Dipo lokomotif Daerah Operasional II Bandung terdapat permasalahan yaitu adanya fenomena pada persediaan suku cadang kereta api, khususnya suku cadang kritikal lokomotif.
Fenomena yang terjadi adalah fenomena stockout dan overstock. Pada Gambar I. 5 menunjukkan contoh data stok dan permintaan aktual critical spare part di Dipo Lokomotif Bandung Tahun 2017.
83%
17%
Kegagalan fungsi Mesin Kesalahan Teknis IT
5
Gambar I. 5Data Stok dan Permintaan Aktual Critical Spare Tahun 2017 Pada Gambar 1.5 dapat dilihat bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara jumlah persediaan di gudang dan permintaan suku cadang kritikal menyebabkan terjadinya fenomena stockout dan overstock. Pada fenomena terjadinya stockout dapat menyebabkan semakin tinggi downtime yang dapat menyebabkan tingginya biaya maintenance dan dapat berpengaruh pada jadwal keberangkatan kereta api, dikarenakan lokomotif yang digunakan sebagai penggerak utama tidak dapat berfungsi dengan baik. Sebaliknya, terjadi juga fenomena overstock yang melebihi jumlah maksimal yang telah ditetapkan oleh PT. KAI dari jumlah yang tersedia di gudang. Hal ini dapat menyebabkan tingginya biaya simpan suku cadang pada gudang.
Di sisi lain, jumlah stok yang banyak berdampak pada kondisi suku cadang yang terlalu lama disimpan dan tidak digunakan dalam periode waktu tertentu mengalami penurunan kondisi (deterioration). Penurunan kondisi suku cadang tersebut berakibat tidak dapat digunakannya suku cadang pada lokomotif sehingga terjadi fenomena stockout. Dari permasalahan tersebut diperlukan perencanaan dan pengendalian suku cadang yang optimal khususnya pada suku cadang kritikal untuk lokomotif baik lokomotif milik Dipo Lokomotif Daerah Operasi II Bandung maupun lokomotif tamu yang melakukan perawatan korektif di Dipo Lokomotif II Bandung.
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000
Critical Spare Part yang tersedia Permintaan Critical Spare Part
6
2. Jadwal Perawatan Lokomotif yang Tidak Optimal.
Pada saat ini Daerah Operasional II Bandung melakukan kegiatan perawatan lokomotif di Dipo Lokomotif yang berada di Daerah Operasional II Bandung. Dipo Lokomotif II Bandung memiliki kebijakan preventive maintenance dan corrective maintenance. Pada preventive maintenance terdapat detail kebijakan untuk lokomotif berdasarkan waktu interval P1, P3, P6, dan P12 seperti yang dijelaskan pada Tabel I. 1:
Tabel I. 1Detail Kebijakan Preventive Maintenance Tipe
Pemeliharaan
Detail Kebijakan Contoh Kegiatan
P1 Perawatan yang dilakukan tiap satu bulan
Pengecekan minyak
kompressor P3 Perawatan yang dilakukan
tiap tiga bulan
Penambahan minyak untuk mesin diesel pada lokomotif P6 Perawatan yang dilakukan
tiap 6 bulan
Penyesuaian bukaan katup pada pompa injeksi
P12 Perawatan yang dilakukan tiap 12 bulan (1 Tahun)
Penggantian saringan minyak kompresssor
Kegiatan preventive maintenance yang dilakukan di Dipo Lokomotif Bandung dibagi menjadi beberapa kegiatan, seperti kegiatan pembersihan (cleaning), lubrikasi (lubrication), dan inspeksi (inspection). Jika pada kegiatan inspeksi ditemukan kondisi komponen yang tidak optimal, maka dilakukan penggantian komponen. Kegiatan inspeksi pada lokomotif dilakukan berdasarkan jadwal perawatan yang telah ditentukan dan data historis kerusakan komponen lokomotif.
Namun, jadwal preventive maintenance yang kurang tepat dapat meningkatkan peluang terjadinya corrective maintenance, hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya donwtime dan maintenance cost yang semakin besar. Kondisi ini perlu dilakukan penentuan interval waktu yang optimal untuk melakukan kegiatan preventive maintenance. Selain itu, jadwal preventif yang kurang tepat juga dapat menyebabkan terjadinya fenomena overstock.
7
Dari dua faktor yang menyebabkan terjadinya downtime dan meningkatnya biaya persediaan maupun biaya persediaan, maka diperlukan penyelesaian permasalahan persediaan dan perawatan. Secara umum, kebijakan persediaan dan perawatan suku cadang dilakukan secara terpisah (separate) atau berurutan (sequential). Namun, berdasarkan penelitian Mehmet Ali Ilgin (2006) menyatakan tingkat persediaan suku cadang sering tergantung pada kebijakan perawatan, maka dalam menyelesaikan permasalahan tersebut lebih baik dilakukan secara bersamaan (simultanously) agar menghasilkan solusi yang lebih optimal dibandingkan secara terpisah (separate) atau berurutan (sequential). Agar lebih mudah dalam melakukan pencarian posisi penelitian, dilakukan pemetaan permasalahan yang dikaji dalam penelitian sebelumnya mengenai permasalahan persediaan dan perawatan.
Beberapa penelitian sebelumnya yaitu:
a. Penelitian Jiang, Chen, & Zhou (2015) membahas mengenai join optimasi untuk permasalahan persediaan dan perawatan pada bidang kereta elektrik di Slovenia.
Tujuan dari penelitian tersebut adalah meminimasi total biaya yang ada pada sistem dengan menentukan interval perawatan preventif dan jumlah maksimal persediaan untuk suku cadang kereta listrik.
b. Penelitian Chen, Hsu, & Chen (2006) membahas mengenai join optimasi untuk permasalahan persediaan dan perawatan untuk suku cadang kritikal dan non- kritikal dengan kasus multi eselon. Tujuan dari penelitian tersebut adalah maksimasi total profit yang ada pada sistem dengan menentukan level persediaan untuk tiap eselon terkait.
c. Penelitian Sheng & Prescott (2016) membahas mengenai join optimasi untuk permasalahan persediaan dan perawatan pada bidang penerbangan atau aviasi.
Tujuan dari penelitian tersebut adalah meminimasi total biaya dengan menentukan jumlah persediaan suku cadang untuk pesawat dan interval perawatan dengan mempertimbangkan faktor kanibalisasi.
d. Penelitian Bjarnason & Taghipour (2016) membahas mengenai join optimasi untuk persediaan dan perawatan dengan metode simulasi menggunakan algoritma genetika.
Penelitian ini difokuskan pada pengembangan model integrasi atau gabungan untuk persediaan suku cadang dan perawatan preventif serta korektif dalam kondisi
8
single-echelon pada kegiatan operasi perkeretaapian di Dipo Lokomotif Daerah Operasional II Bandung. Selanjutnya dilakukan pengembangan model untuk permasalahan persediaan dan penjadwalan perawatan preventif serta korektif yang dapat meminimalkan total biaya pada sistem. Penelitian ini juga merancang jumlah maksimal untuk suku cadang kritikal berdasarkan perawatan preventif dan perawatan korektif, tingkat detriorasi dan imperfect maintenance sehingga dapat meminimasi terjadinya waktu tinggal (downtime).
I.2 Rumusan Masalah
Fenomena terjadinya stockout dan overstock pada persediaan suku cadang kritikal dan interval waktu pemeliharaan yang tidak optimal dapat menyebabkan terjadinya waktu tinggal atau donwtime yang menyebabkan tingginya total biaya pada sistem, hal ini memberikan kontribusi penambahan pada total biaya operasional yang mengakibatkan berkurangnya keuntungan perusahaan walaupun adanya peningkatan pendapatan perusahaan. Berdasarkan penjelasan dan kondisi dari latar belakang di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut ;
1. Bagaimana rancangan persediaan suku cadang dan interval perawatan untuk kondisi single-echelon berdasarkan jadwal perawatan preventif dan korektif dengan mempertimbangkan failure rate, deterioration rate, dan imperfect maintenance di Dipo Lokomotif II Bandung untuk meminimasi biaya pada sistem ?
2. Bagaimana pengembangan model terintegrasi dan algoritma pencarian solusi dalam menentukan jumlah maksimal persediaan suku cadang serta interval perawatan berdasarkan failure rate, deterioration rate, dan imperfect maintenance pada suku cadang lokomotif ?
I.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan fenomena dan rumusan masalah yang dijelaskan pada poin sebelumnya, maka selanjutnya dilakukan penentuan tujuan dari penelitian yang dilakukan pada perusahaan dan objek terkait. Tujuan yang didapat dalam penelitian ini yaitu :
1. Untuk meminimasi total biaya sistem sehingga dapat meminimasi terjadinya downtime dan meningkatkan kualitas pelayanan pada industri terkait dengan
9
mengembangkan model persediaan suku cadang dan interval perawatan untuk kondisi single-echelon berdasarkan jadwal perawatan preventif dan korektif dengan mempertimbangkan failure rate, deterioration rate, dan imperfect maintenance di Dipo Lokomotif II Bandung
2. Untuk mengembangkan model dan algoritma pencarian solusi untuk jumlah maksimal persediaan suku cadang serta interval perawatan berdasarkan failure rate, deterioration rate, dan imperfect maintenance pada suku cadang lokomotif.
I.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dikaji diharapkan dapat memberikan kontribusi dari segi teoritis dan praktis bagi industri kereta api di Indonesia dengan karakteristik yang bervariasi, sehingga manfaat dari penelitian ini antara lain;
1. Kontribusi Teoritis
Model dan algoritma yang dikembangkan dapat menjadi alternatif lain untuk menyelesaikan permasalahan manajemen persediaan dan manajemen perawatan baik dari sisi jumlah suku cadang berdasarkan jadwal perawatan lokomotif milik Dipo Lokomotif Bandung.
2. Kontribusi Praktis
Sebagai bahan pertimbangan pada industri yang menerapkan proses perawatan dan persediaan suku cadang untuk mencapai tingkat operasional yang efisien. Selain itu juga terdapat manfaat lain yaitu sebagai bahan acuan atau perbandingan pada penelitian selanjutnya dalam bidang yang berkaitan.
I.5 Batasan Penelitian
Pada proposal tesis ini dilakukan rancangan model terintegrasi antara persediaan suku dan perawatan pada lokomotif di Daerah Operasional II Bandung. Selanjutnya dijelaskan batasan dan asumsi yang digunakan, sehingga penelitian berfokus pada permasalahan yang terjadi dan sesuai dengan kondisi aktual. Terdapat batasan penelitian sebagai berikut ;
1. Penelitian hanya mengamati suku cadang untuk lokomotif Diesel Elektrik khususnya tipe CC201, CC203, dan CC206.
10
2. Penelitian hanya berfokus pada suku cadang kritikal (critical parts) yang bersifat independen.
3. Penelitian tidak hanya berfokus pada lokomotif milik Daerah Operasional II Bandung, tetapi juga lokomotif dari Daerah Operasional lain (Lokomotif tamu).
4. Lead time diasumsikan konstan atau deterministik dan lebih rendah dibandingkan interval perawatan preventif.
5. Tingkat deteriorasi yang digunakan diasumsikan stasioner dan linear.
6. Penelitian tidak mempertimbangkan perawatan prediktif yang ada di Dipo lokomotif Bandung.
7. Penelitian tidak sampai pada tahap implementasi, namun hanya sampai pada tahap usulan bagi Dipo Lokomotif Bandung.
I.6 Sistematika Penelitian
Penelitian ini diuraikan dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini berisi uraian mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Pada bab ini berisi literatur yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dan dibahas pula hasil-hasil penelitian terdahulu. Bagian ini terdiri dari pembahasan posisi penelitian, mode dasar, model penelitian terkait yang dikembangkan dalam penelitian, dan konsep dasar.
Bab III Metodologi Penelitian dan Pengembangan Model
Pada bab ini dijelaskan langkah-langkah penelitian secara rinci berupa metodologi penelitian yang berisi langkah-langkah dalam melakukan penelitian dan tahapan pengembangan model. Metodologi penelitian terdiri dari studi literatur terdahulu, analisis gap, studi pendahuluan (deskripsi sistem), peluang pengembangan model, pengumpulan data,
11
pengembangan algoritma. Tahapan pengembangan model terdiri dari rancangan pengembangan model, formulasi model matematika, dan algoritma pemecahan solusi.
Bab IV Analisis Model
Pada bab ini berisi pengujian terhadap model dan analisis terhadap kinerja model yang dihasilkan. Pengujian model dilakukan dengan verifikasi model matematika baik fungsi tujuan maupun fungsi pembatas. Selain itu, dilakukan analisis yang tersiri dari menentukan nilai-nilai parameter, analisis peformansi awal, dan analisis kinerja usulan.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran terhadap penelitian selanjutnya.