PERBANDINGAN HASIL PERAWATAN MALOKLUSI KLAS I DENGAN PENCABUTAN DAN TANPA
PENCABUTAN MENGGUNAKAN GRADING SYSTEM ABO
TESIS
BUNGA A.R 127160007
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONTI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2016
PERBANDINGAN HASIL PERAWATAN MALOKLUSI KLAS I DENGAN PENCABUTAN DAN TANPA
PENCABUTAN MENGGUNAKAN GRADING SYSTEM ABO
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Spesialis Ortodonti (Sp. Ort) Dalam Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonti
Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
Oleh
BUNGA A.R 127160007
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONTI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2016
PERSETUJUAN TESIS
Judul Tesis :PERBANDINGAN HASIL PERAWATAN
MALOKLUSI KLAS I DENGAN PENCABUTAN DAN TANPA PENCABUTAN MENGGUNAKAN GRADING SYSTEM ABO
Nama Mahasiswa : Bunga A.R., drg
NIM : 127160007
Program Spesialis : PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONTI
Menyetujui Komisi Pembimbing
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Amalia Oeripto, drg., MS., Sp. Ort(K)
NIP:- NIP:-
Nurhayati Harahap, drg., Sp. Ort(K)
Ketua Program Studi Dekan,
Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort(K)
NIP: 195808281988031002 NIP: 196502141992032004
DR. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K)
Telah diuji
Pada tanggal : 1 November 2016
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Amalia Oeripto, drg., MS., Sp. Ort(K)
Anggota : - Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort(K)
- Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort(K)
- Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort(K)
PERNYATAAN
PERBANDINGAN HASIL PERAWATAN MALOKLUSI KLAS I DENGAN PENCABUTAN DAN TANPA
PENCABUTAN MENGGUNAKAN GRADING SYSTEM ABO
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah di tulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 1 November 2016
Bunga A.R
Abstrak
Maloklusi merupakan suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal gigi terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang lawannya. Selain berdasarkan hubungan dental, maloklusi juga dapat dilihat berdasarkan hubungan skeletalnya Perawatan maloklusi Klas I dapat dilakukan dengan atau tanpa pencabutan gigi. Tingkat keberhasilan perawatan sangat bervariasi antar klinisi. Salah satu cara untuk menilai tingkat keberhasilan perawatan adalah dengan menggunakan Grading system dari ABO. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan hasil perawatan ortodonti maloklusi Klas I dengan pencabutan dan tanpa pencabutan menggunakan Grading system dari ABO.
Empat puluh orang pasien di klinik PPDGS Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Ortodonti FKG USU dengan maloklusi Klas I yang telah menyelesaikan perawatan dilakukan pengukuran hasil perawatan dengan menggunakan 8 parameter Grading system. Seluruh sampel dibagi menjadi dua kelompok, pencabutan dan tanpa pencabutan, sehingga masing-masing kelompok memiliki 20 sampel. Pengukuran dilakukan pada studi model dan radiografi panoramik.
Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan nilai indeks yang signifikan antara kelompok pencabutan dan tanpa pencabutan. Pada penilaian masing-masing parameter, tepi marginal memiliki perbedaan yang signifikan antara kelompok pencabutan dan tanpa pencabutan( p= 0.003; p<0,005). Secara keseluruhan, kelompok pencabutan memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan kelompok tanpa pencabutan, namun pada kedua kelompok, perawatan yang dilakukan di klinik PPDGS Ortodonti sudah cukup berhasil.
Kata kunci : maloklusi skeletal Klas I, pencabutan, tanpa pencabutan, Grading system ABO
Abstract
Malocclusion is a condition where there is a deviation from normal relation of teeth in one dental arch and against the teeth on the opposite jaw.
Besides the dental correlation, malocclusion can also be viewed from its skeletal correlation that the Class I malocclusion treatment can be carried out with or without tooth extraction. One of the methods to assess the success rate of the treatment is by using the Grading System by ABO. The purpose of this study was to evaluate the treatment outcomes in Class I malocclusion with or without tooth extraction using the Grading System by ABO.
There were 40 patients with Class I malocclusion in the PPDGS Orthodontic Clinic of FKG USU (Faculty of Dentistry, University of Sumatera Utara) who had had the complete treatments by taking treatment result assessment using 8 parameters of Grading System. All samples were classified into two groups, namely with and without tooth extraction, so that each group consisted of 20 samples. The assessment was done on model and panoramic radiography studies.
The results of Mann-Whitney tests showed that, in general, there was not any significant difference in the index score with and without tooth extraction groups. Based on the assessment of each parameter, the marginal edge showed significant differences in the group using tooth extraction from the group without tooth extraction (p=0.003; p<0.005). Holistically, the group with tooth extraction had lower scores compared to the one without tooth extraction;
however, on both groups, the treatment provided in the PPDGS Orthodontic Clinic was quite a success.
Keywords: Class I Skeletal Malocclusion, Tooth extraction, Without Tooth
extraction, ABO Grading System
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Ortodonti di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati dan penghargaaan yang tulus, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. DR. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis di Departemen Ortodonti.
2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K), selaku ketua Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan tim penguji yang telah menyediakan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort (K) sebagai Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara dan tim penguji yang telah membimbing dan mengarahkan saya dalam penulisan tesis ini.
4. Amalia Oeripto, drg., MS., Sp.Ort (K) sebagai pembimbing utama tesis, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya atas petunjuk, perhatian, waktu dan bimbingan yang telah diberikan selama dalam penelitian dan penulisan tesis ini.
5. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K) selaku pembimbing anggota, yang telah membimbing, mengarahkan dan memberi semangat saya dalam penulisan tesis ini
6. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku staf pengajar yang telah membantu saya dalam menjalankan pendidikan di Program Pendidikan Spesialis Ortodonti FKG USU.
7. Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort selaku staf pengajar yang telah membantu saya dalam menjalankan pendidikan di Program Pendidikan Spesialis Ortodonti FKG USU.
8. Dr. Putri C. Eyanoer, dr., M.Epid selaku konsultan statistik, atas bimbingannya dalam analisa statistik hasil penelitian.
9. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta yang telah membesarkan, memberi kasih sayang, doa, dukungan dan semangat.
10. Teman-teman angkatan IX yaitu Okky, Rahmad, Eva yang selalu
memberikan dukungan dan semangat. Terkhusus buat Adianti, drg., MDSc,
Sp.Ort yang telah banyak membantu pengerjaan tesis ini. Kakak, abang senior, dan adik-adik yunior yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang memberikan semangat.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran gigi khususnya ortodonti.
Medan, 1 November 2016 Penulis
Bunga A.R
RIWAYAT HIDUP
Nama : Bunga A.R
Keterangan Pribadi
Alamat Tempat Tinggal : Jln. Bukit Barisan Dalam No.8Q
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. Kontak : 08116001058
Nama Ayah : H. Ayub S.H, M.H
Nama Ibu : Hj. Rukiah S.H
Sekolah Dasar : SD Sutomo I Medan Pendidikan Formal
Sekolah Menengah Pertama : SMP Sutomo I Medan Sekolah Menengah Atas : SMA Sutomo I Medan
Sarjana (S1) : Fakultas Kedokteran Gigi USU
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ………
ABSTRACT………..………
KATA PENGANTAR ...………
RIWAYAT HIDUP ………...………
i ii iii iv
DAFTAR ISI………...……….………….. v
DAFTAR GAMBAR………..…………..………..……… vii
TABEL………..………..……… ix
BAB 1. PENDAHULUAN…….………..………. 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ………..………. 5
1.5 Manfaat Penelitian ... 6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 7 2.1 Maloklusi………..……….. 7
2.2 Klasifikasi Maloklusi……..……… 8
2.3 Perawatan Ortodonti……..………. 12
2.3.1 Perawatan maloklusi Klas I .……… 13
2.4 Indeks Keberhasilan Perawatan ortodonti…………. 14
2.4.1 ABO Grading system……….. 15
2.4.1.1 Alignment………...……… 16
2.4.1.2 Tepi marginal………...………... 18
2.4.1.3 Inklinasi bukolingual………... 19
2.4.1.4 Kontak oklusal……… 20
2.4.1.5 Hubungan oklusal……….. 22
2.4.1.6 Overjet……… 24
2.4.1.7 Kontak interproksimal……… 26
2.4.1.8 Angulasi akar……….. 27
2.5 Hipotesis………..…………... 29
2.6 Kerangka Teori………..………. 30
2.7 Kerangka Konsep………..……. 31
BAB 3 METODE PENELITIAN………..…... 32
3.1 Jenis Penelitian ... 32
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ……… 32
3.2.1 Tempat penelitian... 32
3.2.2 Waktu penelitian………... 32
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 32
3.3.1 Populasi penelitian……… 32
3.3.2 Sampel penelitian……….. 32
3.4 Variabel Penelitian ……... 34
3.4.1 Variabel bebas …... 34
3.4.3 Variabel terkendali ... 35
3.4.4 Variabel tidak terkendali………...… 35
3.5 Definisi Operasional ……... 35
3.6 Alat dan Bahan Penelitian…….……….. 36
3.6.1 Alat………... 36
3.6.2 Bahan………... 37
3.7 Pelaksanaan Penelitian……… 38
3.7.1 Tahap pengumpulan data………... 38
3.7.2 Tahap pengukuran……….. 38
3.8 Analisa Data……… 38
BAB 4 HASIL PENELITIAN………..…… 39
BAB 5 PEMBAHASAN……….……….…. 43
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………..….. 48
6.1 Kesimpulan………..………... 48
6.2 Saran………. 49
DAFTAR PUSTAKA... 50
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul
Halaman
1 Maloklusi Klas I……….………. 9
2 Maloklusi Klas II……… 9
3 Maloklusi Klas III……….……….……. 10
4 Klasifikasi maloklusi skeletal………. 11
5 ABO measuring gauge……… 14
6 Alignment ………..………….………...…. 15
7 Deviasi alignment ……….……… 16
8 Tepi marginal……….………. 16
9 Deviasi kontak proksimal ……….. 17
10 Inlinasi bukolingual……….…...…… 17
11 Diskrepansi inklinasi. ………..………... 18
12 Kontak oklusal………... 19
13 Tonjol distolingual pendek atau kecil……… 19
14 Deviasi kontak tonjol ……….……… 19
15 Hubungan oklusal Klas I……….… 20
16 Deviasi hubungan oklusal ………..… 20
17 Hubungan oklusal pada Klas II dan III………...….... 21
18 Posisi model dalam mengevaluasi model…………... 22
19 Overjet……….………... 22
20 Deviasi overjet ………...……… 23
21 Kontak interproksimal……… 23
22 Deviasi kontak interproksimal ………... 24
23 Angulasi akar ………. 24
24 Deviasi angulasi akar ………. 25 25 Alat penelitian A. Pengukur ABO; B.Tracing Box;
C. Alat tulis……….
33
26 Bahan penelitian A.Model studi; B. Radiografi panoramik………...
34
27 Perbedaan nilai mean pada masing-masing variabel dengan tindakan pencabutan dan tanpa pencabutan
………
39
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
3.1 Definisi operasional, alat ukur, skala ukur dari variabel bebas dan tergantung dari penelitian...
32
4.1 Persentase keberhasilan perawatan maloklusi Klas I dengan menggunakan grading system
ABO………
36
4.2 Perbedaan nilai total skor antara kelompok pencabutan
dan tanpa pencabutan………. 37
4.3 Perbedaan nilai mean dan standar deviasi pada masing-masing variabel dengan tindakan pencabutan
dan tanpa pencabutan……….. 38
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman No. Judul
1. Surat Ethical Clearance ……… 54
2. ABO Scoring Sheet ……… 55
3. ABO Reference ………...…………. 56
4. Data Pengukuran………... 57
5. Hasil uji statistik ……… 59
Abstrak
Maloklusi merupakan suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal gigi terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang lawannya. Selain berdasarkan hubungan dental, maloklusi juga dapat dilihat berdasarkan hubungan skeletalnya Perawatan maloklusi Klas I dapat dilakukan dengan atau tanpa pencabutan gigi. Tingkat keberhasilan perawatan sangat bervariasi antar klinisi. Salah satu cara untuk menilai tingkat keberhasilan perawatan adalah dengan menggunakan Grading system dari ABO. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan hasil perawatan ortodonti maloklusi Klas I dengan pencabutan dan tanpa pencabutan menggunakan Grading system dari ABO.
Empat puluh orang pasien di klinik PPDGS Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Ortodonti FKG USU dengan maloklusi Klas I yang telah menyelesaikan perawatan dilakukan pengukuran hasil perawatan dengan menggunakan 8 parameter Grading system. Seluruh sampel dibagi menjadi dua kelompok, pencabutan dan tanpa pencabutan, sehingga masing-masing kelompok memiliki 20 sampel. Pengukuran dilakukan pada studi model dan radiografi panoramik.
Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan nilai indeks yang signifikan antara kelompok pencabutan dan tanpa pencabutan. Pada penilaian masing-masing parameter, tepi marginal memiliki perbedaan yang signifikan antara kelompok pencabutan dan tanpa pencabutan( p= 0.003; p<0,005). Secara keseluruhan, kelompok pencabutan memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan kelompok tanpa pencabutan, namun pada kedua kelompok, perawatan yang dilakukan di klinik PPDGS Ortodonti sudah cukup berhasil.
Kata kunci : maloklusi skeletal Klas I, pencabutan, tanpa pencabutan, Grading system ABO
Abstract
Malocclusion is a condition where there is a deviation from normal relation of teeth in one dental arch and against the teeth on the opposite jaw.
Besides the dental correlation, malocclusion can also be viewed from its skeletal correlation that the Class I malocclusion treatment can be carried out with or without tooth extraction. One of the methods to assess the success rate of the treatment is by using the Grading System by ABO. The purpose of this study was to evaluate the treatment outcomes in Class I malocclusion with or without tooth extraction using the Grading System by ABO.
There were 40 patients with Class I malocclusion in the PPDGS Orthodontic Clinic of FKG USU (Faculty of Dentistry, University of Sumatera Utara) who had had the complete treatments by taking treatment result assessment using 8 parameters of Grading System. All samples were classified into two groups, namely with and without tooth extraction, so that each group consisted of 20 samples. The assessment was done on model and panoramic radiography studies.
The results of Mann-Whitney tests showed that, in general, there was not any significant difference in the index score with and without tooth extraction groups. Based on the assessment of each parameter, the marginal edge showed significant differences in the group using tooth extraction from the group without tooth extraction (p=0.003; p<0.005). Holistically, the group with tooth extraction had lower scores compared to the one without tooth extraction;
however, on both groups, the treatment provided in the PPDGS Orthodontic Clinic was quite a success.
Keywords: Class I Skeletal Malocclusion, Tooth extraction, Without Tooth
extraction, ABO Grading System
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Maloklusi merupakan suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal gigi terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang lawannya.
1,2,3Dewanto (2004) mengatakan bahwa maloklusi adalah oklusi gigi geligi yang menyimpang dari ideal dan penyimpangan tersebut merupakan ciri-ciri maloklusi yang sangat bervariasi baik pada individu maupun kelompok populasi.
4Pemeriksaan klinis dan penunjang penting dilakukan dalam mengidentifikasi masalah maloklusi yang diderita, sehingga diagnosis dapat ditegakkan dan rencana perawatan ortodonti dapat disusun secara tepat.
5,6Terdapat berbagai macam klasifikasi maloklusi yaitu klasifikasi Angle,
Ackerman dan Proffit, klasifikasi Dewey modifikasi Angle, dan klasifikasi
Lischer modifikasi Angle. Klasifikasi Angle merupakan klasifikasi yang paling
banyak digunakan dalam penentuan maloklusi. Edward Angle mengenalkan
klasifikasi maloklusi pada tahun 1899. Klasifikasi Angle didasarkan pada
hubungan molar pertama permanen mandibula dengan molar pertama permanen
maksila. Maloklusi Klas I Angle adalah maloklusi dimana tonjol mesio-bukal
molar pertama maksila tepat berada pada lekukan bukal molar pertama
mandibula.
3,5,6Pasien dengan maloklusi Klas I Angle dapat disertai gigi yang
tidak beraturan seperti gigi berjejal, spacing, rotasi gigi, protrusif, deep over bite, open bite, dan crossbite.
5,6Selain berdasarkan hubungan dental, maloklusi juga dapat dilihat berdasarkan hubungan skeletalnya. Hubungan skeletal Klas I yaitu maloklusi yang terjadi murni pada gigi, dimana tulang wajah dan rahang berada pada posisi yang harmonis.
3Prevalensi maloklusi semakin meningkat selama beberapa dekade terakhir, dan merupakan salah satu masalah gigi yang paling umum, bersama dengan karies gigi, penyakit periodontal dan fluorosis gigi. Sayin dkk (2004) melaporkan bahwa pada 1356 pasien ortodonti di Turki, maloklusi Klas I merupakan maloklusi yang paling sering terjadi yaitu 64 % sedangkan maloklusi Klas II divisi 1 merupakan yang paling jarang terjadi.
9Matya dkk (2009) melaporkan bahwa 93.6% dari 1601 anak di Tanzania dengan rerata umur 12-14 menunjukkan hubungan molar Klas I dan 63.8% populasi memiliki paling tidak satu anomali.
10Aldrees (2012) melakukan penelitian untuk melihat pola maloklusi skeletal dan dental pada 602 pasien ortodonti di Saudi Arabia.
Hasil penelitian tersebut menunjukan pola maloklusi skeletal yang paling
umum merupakan maloklusi Klas I yaitu sebanyak 51,7 %.
11Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Wahab pada populasi Deutro-Melayu Indonesia
tahun 2013, prevalensi paling tinggi ditemukan pada maloklusi Klas I yaitu
48,8%, diikuti dengan maloklusi Klas II yaitu 33,1% dan maloklusi Klas III
sebanyak 18,1%.
12Hasil penelitian tersebut menunjukan pola maloklusi skeletal
yang paling umum merupakan maloklusi Klas I.
Perawatan maloklusi Klas I dapat dilakukan dengan atau tanpa pencabutan gigi. Kontroversi dalam melakukan pencabutan gigi telah berlangsung pada awal abad ke 20. Angle (1907) merupakan pelopor dalam menggambarkan oklusi normal dan mengklasifikasikan maloklusi.
13,14Beliau dipengaruhi oleh konsep biologis pada masanya, dimana kesempurnaan manusia ditekankan sehingga manusia dianggap mampu memiliki gigi secara utuh, oleh karena itu tidak perlu dilakukan pencabutan gigi dalam perawatan ortodonti .
13Pada tahun 1940, Tweed melakukan perawatan kembali pada kasus- kasus tanpa pencabutan dan mendapatkan hasil oklusi yang lebih stabil setelah pencabutan empat gigi premolar
.Sejak saat itu kasus pencabutan dilakukan hampir pada 70 % pasien dan mencapai puncaknya pada tahun 1960.
13Akan tetapi penolakan dalam pencabutan gigi masih terjadi. Baumrind dkk., melaporkan terdapat 34 % inter-klinisi tidak memperoleh persetujuan dalam memutuskan perawatan dengan pencabutan atau tanpa pencabutan.
15Dalam rangka untuk mencapai keputusan perawatan antara pencabutan atau tanpa pencabutan, beberapa aspek seperti stabilitas oklusi, karakteristik lengkung gigi, dan estetik wajah harus dipertimbangkan serta efek pada kompleksitas dentofasial harus dijelaskan.
16,17Perawatan ortodonti bertujuan untuk mencapai hubungan oklusi dan
fungsi yang baik, perbaikan keadaaan dentofasial dan estetis wajah, serta
menghasilkan kedudukan gigi yang stabil setelah perawatan.
5,7Perawatan ortodonti dapat dilakukan dengan piranti lepasan, cekat maupun kombinasi.
Perawatan ortodonti dengan hasil yang lebih baik dapat dicapai dengan penggunaan piranti cekat. Keunggulan piranti cekat antara lain : 1) mampu menggerakkan gigi dalam 3 dimensi yaitu arah bukolingual, mesiodistal dan oklusoapikal, 2) memberikan retensi dan stabilisasi yang baik, 3) dapat digunakan pada kasus yang sulit serta untuk gerakan tipping, bodily dan torque.
2,7,18Perawatan ortodonti dengan piranti cekat dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Beberapa teknik yang sering digunakan oleh klinisi di antaranya adalah teknik Edgewise, Straight Wire, Begg, dan Self ligating.
6Teknik Edgewise diperkenalkan oleh Angle pada tahun 1928. Braket Edgewise telah banyak digunakan selama bertahun-tahun dan memberikan hasil yang baik. Dalam periode tersebut banyak klinisi yang mulai menciptakan modifikasi piranti. Pada tahun 1970 Andrews menciptakan sistem straight wire dengan menggunakan braket Preadjusted.
19,20Tingkat keberhasilan perawatan ortodonti hingga kini masih bervariasi
antar klinisi. Hal tersebut disebabkan pendapat dan pengalaman klinisi yang
bersifat individual sehingga terjadi perbedaan evaluasi hasil perawatan
ortodonti. Tingkat keberhasilan perawatan dipengaruhi oleh kemampuan,
pengetahuan, dan keterampilan tiap klinisi. Upaya yang dilakukan untuk
mengurangi derajat subyektivitas penilaian suatu maloklusi dapat dinilai
dengan menggunakan suatu indeks maloklusi yang dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan maloklusi dan tingkat keberhasilan perawatan secara obyektif.
21,22Menurut Hickham (1975), indeks keberhasilan perawatan ortodonti memiliki tujuan meningkatkan kualitas hasil perawatan operator dan dapat juga menjadi perangkat evaluasi ortodontis dalam meningkatkan kualitas perawatan.
23Terdapat tiga indeks hasil perawatan yang biasa digunakan yaitu Grading system dari American Board of Orthodontics, PAR (Peer Assessment Rating), dan ICON ( Index of Complexity, Outcome, and Need). Grading system merupakan parameter keberhasilan perawatan ortodonti yang dikemukakan oleh America Board Of Orthodonti (ABO) pada tahun 1999. Parameter ini melakukan penilaian keberhasilan perawatan terhadap model studi dan radiografi panoramik.
24,25Fox dkk menyatakan bahwa ABO memiliki penilaian hasil perawatan yang lebih seksama. Terdapat delapan kriteria yang harus dinilai dalam parameter ini yaitu, alignment, tepi marginal, inklinasi bukolingual, relasi oklusal, kontak oklusal, overjet, kontak interproksimal, dan angulasi akar. Grading system oleh ABO memiliki piranti pengukur yang dinamakan ABO measuring gauge.
24,25,26Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi dan membandingkan hasil
perawatan ortodonti maloklusi Klas I dengan menggunakan piranti cekat sistem
Edgewise dengan pencabutan dan tanpa pencabutan menggunakan indeks
keberhasilan perawatan Grading system dari ABO.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hasil perawatan ortodonti maloklusi Klas I dengan pencabutan menggunakan Grading system dari ABO.
2. Bagaimana hasil perawatan ortodonti maloklusi Klas I tanpa pencabutan menggunakan Grading system dari ABO.
3. Bagaimana perbandingan hasil perawatan ortodonti maloklusi Klas I dengan pencabutan dan tanpa pencabutan menggunakan Grading system dari ABO.
1.3 Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui hasil perawatan ortodonti maloklusi Klas I dengan pencabutan menggunakan Grading system dari ABO.
2. Mengetahui hasil perawatan ortodonti maloklusi Klas I tanpa pencabutan menggunakan Grading system dari ABO.
3. Mengetahui perbedaan hasil perawatan ortodonti maloklusi Klas I
dengan pencabutan dan tanpa pencabutan menggunakan Grading system dari
ABO.
1.4 Manfaat penelitian
Secara keilmuan manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat memberikan informasi sebagai berikut :
1. Mengenai hasil perawatan ortodonti maloklusi Klas I dengan pencabutan menggunakan Grading system dari ABO.
2. Mengenai hasil perawatan ortodonti maloklusi Klas I tanpa pencabutan menggunakan Grading system dari ABO.
3. Mengenai perbandingan hasil perawatan ortodonti maloklusi Klas I dengan pencabutan dan tanpa pencabutan menggunakan Grading system dari ABO.
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
ortodontis sebagai informasi tambahan dalam membantu penyusunan rencana
perawatan ortodonti pada kasus maloklusi Klas I, mengevaluasi hasil
perawatannya dengan menggunakan indeks keberhasilan perawatan Grading
system dari ABO, serta sebagai standarisasi untuk menentukan suatu kasus telah
selesai perawatannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Maloklusi
Maloklusi adalah keadaan gigi yang tidak harmonis secara estetik mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi baik fungsi pengunyahan maupun bicara. Maloklusi umumnya bukan merupakan proses patologis tetapi proses penyimpangan dari perkembangan normal.
7Maloklusi menunjukkan kondisi oklusi interkuspal dalam pertumbuhan gigi yang tidak reguler. Penentuan maloklusi dapat didasarkan pada kunci oklusi normal. Angle membuat pernyataan key of occlusion artinya molar pertama merupakan kunci oklusi.
2,6Menurut Angle, oklusi normal merupakan hubungan dari bidang-bidang inklinasi tonjol gigi pada saat kedua maksila dan mandibula dalam keadaan tertutup, disertai kontak proksimal dan posisi aksial semua gigi yang benar, dan keadaan pertumbuhan, perkembangan posisi dan relasi antara berbagai macam jaringan penyangga gigi yang normal pula.
4Menurut Andrew, terdapat enam kunci oklusi normal, sebagai berikut:
81. Relasi molar menujukkan tonjol mesiobukal molar pertama maksila
beroklusi di groove antara mesial dan sentral dari molar pertama
mandibula.
2. Angulasi mahkota yang benar.
3. Inklinasi mahkota labiolingual atau bukolingual 4. Tidak ada rotasi gigi.
5. Tidak ada celah di antara gigi geligi.
6. Adanya curve of Spee yang datar terhadap dataran oklusal.
2.2 Klasifikasi Maloklusi
Cara paling sederhana untuk menentukan maloklusi ialah dengan Klasifikasi Angle. Angle mengklasifikasi maloklusi berdasarkan asumsi bahwa gigi molar pertama hampir tidak pernah berubah posisinya dan dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu maloklusi Klas I, Klas II, dan Klas III.
2,6,71. Maloklusi Klas I : relasi normal anteroposterior dari mandibula dan maksila. Tonjol mesiobukal molar pertama permanen maksila berada pada bukal groove molar pertama permanen mandibula (Gambar 1).
Terdapat relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari relasi molar pertama permanen (netro-oklusi). Kelainan yang menyertai maloklusi Klas I yakni: gigi berjejal, rotasi dan protrusi.
7Martin Dewey kemudian membagi klasifikasi Angle Klas I menjadi 5 tipe:
3,6Tipe 1 : Klas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded atau gigi kaninus ektopik
Tipe 2 : Klas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau protrusi
Tipe 3 : Klas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga terjadi gigitan terbalik (anterior crossbite).
Tipe 4 : Klas I dengan gigi posterior yang crossbite.
Tipe 5 : Klas I dengan pegeseran gigi molar permanen ke arah mesial akibat prematur ekstraksi.
Gambar 1. Maloklusi Klas I7
2. Maloklusi Klas II : relasi posterior dari mandibula terhadap maksila.
Tonjol mesiobukal tonjol molar pertama permanen maksila berada lebih mesial dari bukal groove gigi molar pertama permanen mandibula (Gambar 2).
7Gambar 2. Maloklusi Klas II7
Divisi 1 : insisivus sentral maksila proklinasi sehingga didapatkan overjet besar, insisivus lateral maksila juga proklinasi, overbite besar, dan curve of Spee positif.
Divisi 2 : insisivus sentral maksila retroklinasi, insisivus lateral maksila proklinasi, tumpang gigit besar (gigitan dalam).
Overjet dapat normal atau sedikit bertambah.
3. Maloklusi Klas III : relasi anterior dari mandibula terhadap maksila.
12Tonjol mesiobukal molar pertama permanen maksila berada lebih distal dari bukal groove gigi molar pertama permanen mandibula dan terdapat anterior crossbite (Gambar 3).
6,7Gambar 3. Maloklusi Klas III7
Dewey juga membagi maloklusi Klas III Angle menjadi 3 tipe, yaitu:
3,6Tipe 1 : adanya lengkung gigi yang baik tetapi relasi lengkungnya tidak normal.
Tipe 2 :adanya lengkung gigi yang baik dari gigi anterior maksila
tetapi ada linguoversi dari gigi anterior mandibula.
Tipe 3 : lengkung maksila kurang berkembang; linguoversi dari gigi anterior maksila; lengkung gigi mandibula baik.
Salzmann mengklasifikasikan oklusi berdasarkan struktur skeletal.
Salzmann membagi maloklusi skeletal menjadi 3 Klas (Gambar 4), yaitu:
3a. Klas I: mandibula berada 2-3 mm di belakang maksila. Maloklusi
skeletal Klas I disebut dengan orthognathic. Maloklusi yang terjadi murni pada gigi, dimana tulang wajah dan rahang berada pada posisi yang harmonis. Salzmann membagi maloklusi skeletal Klas I menjadi beberapa divisi, yaitu: divisi 1, lokal malrelasi dari insisivus, kaninus, dan premolar; divisi 2, protrusi gigi insisivus maksila; divisi 3, insisivus maksila dalam posisi linguoversi, dan; divisi 4, protrusi bimaksila.
b. Klas II: mandibula pada posisi retruded dalam hubungannya dengan maksila. Maloklusi skeletal Klas II dibagi menjadi 2 divisi, yaitu:
divisi 1, dengan ciri khas lengkung gigi maksila sempit dengan gigi berjejal pada regio kaninus, crossbite mungkin terjadi, tinggi vertikal wajah berkurang, gigi anterior maksila protrusi, dan profil retrognasi; divisi 2, dengan ciri khas gigi insisivus sentral maksila inklinasi ke lingual, gigi insisivus lateral normal atau labioversi.
c. Klas III: mandibula pada posisi protruded dalam hubungannya
dengan maksila. Terjadi pertumbuhan berlebihan pada mandibula
dengan sudut bidang mandibula yang tumpul. Profil pada maloklusi skeletal Klas III adalah prognasi pada mandibula.
Gambar 4. Klasifikasi maloklusi skeletal3
2.3 Perawatan Ortodonti
Perawatan ortodonti bertujuan untuk mencapai hubungan oklusi dan fungsi yang baik, perbaikan keadaaan dentofasial dan estetis wajah, serta menghasilkan kedudukan gigi yang stabil setelah perawatan.
5,7Perawatan ortodonti dapat dilakukan dengan piranti lepasan, cekat maupun kombinasi.
Perawatan ortodonti dengan hasil yang lebih baik dapat dicapai dengan penggunaan piranti cekat. Keunggulan piranti cekat antara lain : 1) mampu menggerakkan gigi dalam 3 dimensi yaitu arah bukolingual, mesiodistal dan oklusoapikal, 2) memberikan retensi dan stabilisasi yang baik, 3) dapat digunakan pada kasus yang sulit serta untuk gerakan tipping, bodily dan torque.
2,7,18Klas I Klas II Klas III
2.3.1 Perawatan Maloklusi Klas I
Pada maloklusi Klas I terdapat dua perawatan utama yang biasa dilakukan yaitu dengan pencabutan dan tanpa pencabutan. Perawatan dengan pencabutan dan tanpa pencabutan memiliki tujuan yang sama yaitu mendapatkan ruang agar gigi dapat berada di posisinya dengan baik. Beberapa kondisi gigi yang memerlukan ruang yaitu crowding, rotasi gigi anterior atau posterior, kurva Spee yang tidak normal, proklinasi, posisi molar linguo atau palato versi, serta ruangan untuk anchorage loss.
3,6,27Pada maloklusi Klas I yang tidak memerlukan pencabutan, ruangan dapat diperoleh dengan beberapa teknik yaitu ekspansi lengkung untuk kasus lengkung rahang yang sempit dan kasus crossbite unilateral ataupun bilateral, slicing proksimal yang dapat dilakukan di anterior serta posterior gigi geligi, proklinasi ke labial pada kasus insisivus yang retroklinasi dan sudut nasolabial yang besar. Selain itu ruangan juga dapat diperoleh dengan derotasi gigi posterior, uprighting molar dan distalisasi molar.
3,6,27Perawatan dengan pencabutan diperkenalkan oleh Calvin S Case dan kemudian didukung oleh Charles Tweed. Pencabutan gigi untuk keperluan ortodonti disebut juga pencabutan terapeutik. Pencabutan dapat dilakukan untuk beberapa alasan sebagai berikut:
271. Untuk memperbaiki crowding yang berat
2. Untuk memperbaiki relasi anteroposterior lengkung gigi
3. Untuk memperbaiki hubungan vertikal
4. Gigi dengan bentuk, posisi, dan ukurannya abnormal 5. Gigi supernumerari
6. Adanya asimetri
7. Sebagai bagian dari pembedahan rahang.
Pemilihan gigi untuk pencabutan pada perawatan ortodonti bergantung pada beberapa kondisi, yaitu:
3,6,271. Arah dan jumlah pertumbuhan rahang
2. Diskrepansi antara ukuran lengkung gigi dengan lengkung basal 3. Keadaan kesehatan, posisi dan erupsi gigi
4. Profil wajah
5. Derajat prognasi dentoalveolar 6. Umur pasien
7. Keadaan gigi geligi.
2.4 Indeks Keberhasilan Perawatan Ortodonti
Indeks keberhasilan perawatan ortodonti memiliki tujuan meningkatkan kualitas hasil perawatan operator dan dapat juga menjadi perangkat evaluasi ortodontis dalam meningkatkan kualitas perawatan. Terdapat tiga indeks hasil perawatan yang biasa digunakan yaitu PAR (Peer Assessment Rating), ICON ( Index of Complexity, Outcome, and Need) dan Grading system dari American Board of Orthodontics.
23Indeks PAR dikenalkan oleh Richmond dkk pada tahun 1992. Indeks ini
digunakan untuk mengukur hasil perawatan. Beberapa komponen diberi skor
dan diberi bobot yang besarnya tergantung kesepakatan ortodontis di negara masing-masing. Pemberian skor ditentukan dengan penggaris khusus yang dibuat untuk indeks ini dan dilakukan pada model sebelum dan sesudah perawatan.
2,23,28ICON merupakan indeks gabungan dari IOTN (Index Orthodontic of Treatment Need) dan PAR ditemukan oleh Daniels dan Richmond (2000).
Komponen-komponen tertentu diberi skor dan memiliki bobot tertentu.
Komponen estetik dari IOTN terdiri atas satu set foto standar yang disusun berdasarkan grade dari 1 sampai 10. Pasien dalam keadaan oklusi dan dibandingkan dengan foto yang ada dilihat dari aspek anterior, kemudian kategori ditentukan berdasarkan hambatan estetik yang kurang lebih sama dengan pasien.
2,292.4.1 ABO Grading System
24,25Grading system merupakan parameter keberhasilan perawatan ortodonti yang dikemukakan oleh America Board Of Orthodonti (ABO) pada tahun 1999.
Penilaian keberhasilan perawatan dilakukan di model studi dan radiografi panoramik. Terdapat delapan parameter yang harus dinilai dalam parameter ini yaitu, alignment, tepi marginal, inklinasi bukolingual, relasi oklusal, kontak oklusal, overjet, kontak interproksimal, dan angulasi akar.
Grading system oleh ABO memiliki alat pengukur yang dinamakan
ABO measuring gauge (Gambar 5).
Gambar 5. ABO measuring gauge.A. Bagian ini digunakan untuk mengukur diskrepansi pada alignment, overjet, kontak oklusal, kontak interproksimal, dan hubungan oklusal.
Lebar dari bagian gauge adalah 0,5 mm dan setiap garis berjarak 1 mm. B.
Bagian ini untuk menentukan diskrepansi inklinasi bukolingual bagian posterior mandibula. Setiap tingkat berukuran 1 mm. C.Bagian ini untuk menentukan diskrepansi tepi marginal. Setiap tingkat berukuran 1mm. D.Bagian ini untuk menentukan inklinasi bukolingual di bagian posterior maksila. Setiap tingkat berukuran 1mm.
2.4.1.1 Alignment
Pada regio anterior maksila alignment yang baik ditandai dengan koordinasi tepi insisal dan permukaan palatal dari insisal keempat gigi anterior dan kaninus . Pada regio anterior mandibula yaitu, koordinasi tepi insisal dan permukaan labial dari insisal keempat gigi anterior dan kaninus (Gambar 6A dan 6B).
Regio posterior mandibula, tonjol mesiobukal dan distobukal gigi molar
dan premolar berada dalam alignment mesio distal yang sama sedangkan pada
maksila groove sentral berada dalam satu garis (Gambar 6 C). Alignment diukur
menggunakan ABO measuring gauge bagian A dan diukur di bagian labial atau
bukal gigi yang mengalami deviasi. Jika setiap gigi telah align atau hasil
pengukuran antara 0 sampai 0,5 mm dari alignment yang baik, maka tidak ada
skor yang dihitung. Jika deviasi antara 0,5 sampai 1 mm maka diberi skor 1
setiap gigi yang terlibat (Gambar 7A dan 7B ). Apabila terdapat satu gigi yang
pada titik kontaknya diukur lebih dari 1 mm maka diberi skor 2 terhadap gigi tersebut (Gambar 7C dan 7D).
Gambar 6.Alignment. A. Anterior maksila. B.Anterior mandibula.
C. Alignment posterior maksila.
Gambar 7.
C
A B
D
A B
Deviasi alignment. A dan B Deviasi alignment 0,5 – 1 mm, C dan D Deviasi alignment lebih dari 1 mm.
C
2.4.1.2 Tepi marginal
Tepi marginal yaitu titik paling oklusal yang berada pada 1 mm dari kontak permukaan oklusal gigi yang berdekatan. Pada lengkung maksila dan mandibula, tepi marginal dari gigi posterior yang berdekatan berada dalam level yang sama atau antara 0-0,5 mm (Gambar 9). Dalam penilaian, kontak premolar dan kaninus serta distal premolar pertama mandibula tidak diikutsertakan. Tepi marginal diukur menggunakan ABO measuring gauge bagian C yang diletakkan di daerah oklusal. Skor 1 diberikan jika kontak proksimal deviasi 0,5 sampai 1 mm dan 2 jika lebih dari 1 mm (Gambar 9B dan 9C).
Gambar 9.
A
B
A.Tepi marginal normal. B.Deviasi kontak proksimal.
C.Deviasi 0,5 – 1 mm. B.Deviasi lebih dari 1 mm.
C
2.4.1.3 Inklinasi bukolingual
Inklinasi bukolingual gigi posterior maksila dan mandibula didapatkan dengan meletakkan permukaan datar di bagian oklusal antara sisi kanan dan kiri gigi posterior. Pada posisi tersebut, permukaan dataran akan berkontak dengan tonjol bukal gigi molar dan premolar mandibula secara berseberangan. Inklinasi bukolingual gigi posterior mandibula diukur menggunakan ABO measuring gauge bagian B, sedangkan posterior maksila menggunakan bagian D. Tonjol lingual harus berada di antara 0 sampai 1 mm dari permukaan dataran (Gambar 10A). Pada maksila, permukaan datar berkontak dengan tonjol lingual gigi molar dan premolar. Tonjol bukal harus berada di antara 0 sampai 1 mm dari permukaan dataran (Gambar 10B).
Gambar 10.
Premolar pertama mandibula dan distal tonjol molar kedua tidak boleh digunakan dalam pengukuran ini. Jika tonjol lingual mandibula atau bukal tonjol maksila lebih dari 1 mm tetapi tidak lebih dari 2 mm, maka diberi skor 1
A B
Inklinasi bukolingual. A. Tonjol lingual 1 mm dari permukaan dataran. B.Tonjol bukal 1 mm dari permukaan dataran.
(Gambar 11 A dan B). Jika diskrepansi lebih dari 2 mm (Gambar 11 B dan C), maka diberi skor 2. Pemberian skor tidak lebih dari 2 poin.
Gambar 11.
2.4.1.4 Kontak oklusal
Kontak oklusal yang dilihat adalah kontak gigi molar dan premolar.
Tonjol bukal molar dan premolar mandibula (Gambar 12A) dan tonjol lingual gigi molar dan premolar maksila (Gambar 12B) harus berkontak dengan gigi antagonisnya. Setiap premolar mandibula memiliki satu tonjol bukal fungsional, molar mandibula memiliki 2 tonjol bukal fungsional, premolar maksila memiliki satu tonjol lingual fungsional, dan molar maksila hanya memiliki tonjol mesiolingual fungsional. Jika tonjol distolingual pendek atau kecil (Gambar 13), maka tidak di- evaluasi. Jika tonjol menonjol, tetapi tidak
A
C
B
D
Diskrepansi inklinasi. A dan B Diskrepansi inklinasi lebih dari 1 mm tapi tidak sampai 2 mm. C dan D Diskrepansi inklinasi lebih dari 2 mm.
berkontak dengan gigi antagonisnya, maka di- evaluasi. Jika tonjol berkontak dengan gigi antagonis, maka tidak diberikan skor. Skor tidak diberikan pada tonjol distolingual gigi molar pertama dan kedua maksila dan pada tonjol lingual gigi premolar pertama mandibular.
Gambar 12. Kontak oklusal. A Mandibula. B. Maksila.
Gambar 13. Tonjol distolingual pendek atau kecil.
Kontak oklusal diukur menggunakan ABO measuring gauge bagian A yang diletakkan pada bagian gigi yang tidak berkontak. Apabila tidak ada kontak tonjol dengan gigi antagonis sebanyak 1 mm atau kurang (Gambar 14A), maka diberikan skor 1 dan skor 2 jika lebih dari 1 (Gambar 14B). Skor yang diberikan tidak lebih dari 2 poin.
A B
Gambar 14.
2.4.1.5 Hubungan oklusal
Evaluasi ini untuk menentukan apakah oklusi telah mencapai hubungan Klas I Angle. Secara ideal, tonjol kaninus harus berada tepat (antara 0 sampai 1 mm) di embrasur atau berkontak di antara kaninus mandibula dan permolar (Gambar 15). Tonjol bukal premolar maksila berada di ( antara 1 mm) embrasur atau berkontak di antara premolar mandibula dan molar pertama. Tonjol mesiobukal molar maksila berada di (antara 1mm) groove bukal molar mandibula.
Gambar 15.
A B
Deviasi kontak tonjol. A Tidak berkontak sebanyak 1 mm. B. Tidak ada kontak lebih dari 1 mm.
Hubungan oklusal Klas I.Tonjol kaninus maksila berkontak di antara kaninus dan premolar mandibula.
Apabila tonjol bukal maksila deviasi 1 sampai 2 mm dari posisinya (Gambar 16A), maka diberikan skor 1 untuk gigi maksila. Jika tonjol bukal premolar dan molar maksila deviasi lebih dari 2 mm dari posisinya (Gambar 16B), maka diberikan skor 2 untuk setiap gigi yang deviasi. Tidak ada pemberian skor lebih dari 2 poin. Pada kondisi tertentu, oklusi posterior dapat berakhir menjadi hubungan Klas II atau III, tergantung pada tipe pencabutan gigi di lengkung maksila ataupun mandibula.
Gambar 16.
Pada kasus Klas II ( Gambar 17A), tonjol bukal gigi molar pertama maksila harus berada di embrasur atau kontak proksimal antara premolar kedua dan molar pertama mandibula. Tonjol bukal dari molar kedua maksila berada di embrasur atau kontak interproksimal antara molar pertama dan kedua mandibula. Pada kasus Klas III ( ketika premolar mandibula diekstraksi), tonjol bukal dari premolar kedua maksila berada di groove bukal molar pertama mandibula (Gambar 17B).
A B
Deviasi hubungan oklusal. A.Tonjol bukal maksila deviasi 1 - 2 mm.
B.Tonjol bukal maksila deviasi lebih dari 2 mm.
Gambar 17.
2.4.1.6 Overjet
Overjet dievaluasi dengan cara mengartikulasi model dan melihat hubungan labiolingual lengkung maksila terhadap lengkung mandibula. Dalam menentukan hubungan yang baik pada model diperlukan trimming basis yang baik, terutama di bagian belakang model gigi. Model diletakkan terlentang (Gambar 18) untuk mengevalusinya. Jika model diletakkan di artikulator, maka pemasangan artikulator akan dapat menetukan hubungan model maksila dan mandibula dengan baik. Overjet yang baik didapat jika tonjol bukal molar dan premolar mandibula berkontak dengan permukaan sentral oklusal, secara bukolingual terhadap molar dan premolar maksila.(Gambar 19A). Pada regio anterior, kaninus dan insisivus mandibula akan berkontak dengan permukaan lingual kaninus dan insisivus maksila (Gambar 19B). Pada hubungan tersebut maka tidak ada skor yang diberikan.
A B
Hubungan oklusal pada Klas II dan III. A Kontak gigi pada Klas II. B.Kontak gigi pada Klas III.
Gambar 18. Posisi model dalam mengevaluasi overjet
Gambar 19. Overjet.A. Regio posterio. B. Regio anterior
Overjet diukur menggunakan ABO measuring gauge bagian A. Apabila tonjol bukal mandibula deviasi 1 mm atau kurang dari permukaan sentral gigi antagonis (Gambar 20A), maka diberikan skor 1 pada gigi tersebut. Jika posisi tonjol bukal mandibula deviasi lebih dari 1 mm, maka diberikan skor 2 poin (Gambar 20B). Tidak ada pemberian skor lebih dari 2 poin. Pada regio anterior, jika insisivus dan kaninus tidak berkontak pada permukaan lingual insisivus dan kaninus maksila dengan jarak tidak lebih dari 1 mm (Gambar 20C), maka diberi 1 poin untuk tiap gigi maksila. jika lebih dari 1 mm, maka diberikan skor 2 poin (Gambar 20D).
A B
Gambar 20.
2.4.1.7 Kontak interproksimal
Evaluasi ini dilakukan dengan melihat model gigi maksila dan mandibula dari arah oklusal. Permukaan mesial dan distal gigi harus dalam keadaan saling berkontak ( Gambar 21). Kontak interproksimal diukur menggunakan ABO measuring gauge bagian A yang diletakkan diantara ruang gigi. Jika terdapat ruangan 0,5 mm atau kurang, maka tidak diberi skor. Jika ruang interproksimal lebih dari 0,5 mm sampai 1 mm di antara dua gigi (Gambar 22A), maka diberikan skor 1 untuk ruangan tersebut. Jika lebih dari 1 mm (Gambar 22B), maka diberikan skor 2 poin untuk ruangan tersebut.
Pemberian skor tidak lebih dari 2 poin.
A
C
B
D
Deviasi overjet A.Regio posterior lebih kecil atau sama dengan 1 mm. B.overjet regio posterior lebih besar dari 1 mm. C.Regio anterior lebih kecil atau sama dengan 1mm. D.Regio anterior lebih besar dari 1 mm.
Gambar 21. Kontak interproksimal.
Gambar 22.
2.4.1.8 Angulasi akar
Angulasi akar dapat dilihat dari foto radiografi panoramik. Secara umum, akar gigi-gigi maksila dan mandibula harus paralel satu sama lain dan berorientasi tegak lurus terhadap dataran oklusal (Gambar 23). Dalam keadaan tersebut tidak ada skor yang diberikan.
Gambar 23. Angulasi akar
Deviasi kontak interproksimal A.Lebih dari 0,5 tetapi tidak lebih dari 1 mm. B. Lebih dari 1 mm.
A B
ABO mengakui adanya distorsi yang sering muncul dalam radiografi panoramik, oleh karena itu direkomendasikan untuk menghilangkan pengukuran kaninus dengan akar gigi yang berdekatan. Jika angulasi akar gigi ke mesial atau distal (tidak paralel) dan berdekatan, tetapi tidak berkontak dengan akar dari gigi sebelahnya, maka diberikan skor 1 untuk setiap diskrepansi (daerah anterior, premolar, dan/atau area molar).( Gambar 24A).
Apabila angulasi akar ke mesial atau distal dan berkontak dengan akar gigi tetangga (Gambar 24B), maka diberikan skor 2 poin.
Gambar 24.
Setiap parameter di atas yaitu, alignment, tepi marginal, inklinasi bukolingual, relasi oklusal, kontak oklusal, overjet, kontak interproksimal, dan angulasi akar dicatat skornya kemudian dijumlahkan. Setiap kasus dikategorikan berhasil jika skor lebih kecil atau sama dengan 27.
Deviasi angulasi akar A. Angulasi akar tidak paralel tetapi tidak berkontak.
B.Angulasi akar berkontak.
A B
2.5 Hipotesis
4. Hasil perawatan ortodonti maloklusi Klas I dengan pencabutan termasuk dalam kategori berhasil menurut Grading system dari ABO.
5. Hasil perawatan ortodonti maloklusi Klas I tanpa pencabutan termasuk dalam kategori berhasil menurut Grading system dari ABO.
6. Terdapat perbedaan hasil perawatan ortodonti maloklusi Klas I dengan
pencabutan dan tanpa pencabutan menggunakan Grading system dari ABO.
2.6 Kerangka Teori
MALOKLUSI
DENTAL
DENTOSKELETAL
SKELETAL
KLAS I KLAS III
PAR PERAWATAN
PENCABUTAN TANPA
PENCABUTAN
HASIL PERAWATAN
EVALUASI HASIL PERAWATAN
ICON
ABO KLAS II
alignment, tepi marginal, inklinasi bukolingual, relasi oklusal, kontak oklusal, overjet, kontak
interproksimal, dan angulasi akar.
HASIL
PERAWATAN
2.7 Kerangka Konsep
MALOKLUSI
SKELETAL KLAS I
PERAWATAN
TANPA PENCABUTAN PENCABUTAN
HASIL PERAWATAN
EVALUASI INDEKS ABO
HASIL PERAWATAN
EVALUASI INDEKS ABO
PERBANDINGAN
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode case control, karena sampel tidak menerima perlakuan dan pengukuran dilakukan dalam satu waktu.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Klinik PPDGS Ortodonti Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU.
3.2.2 Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai Desember 2016.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi penelitian
Populasi diambil dari pasien di Klinik PPDGS Ortodonti Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU yang telah selesai masa perawatan.
3.3.2 Sampel penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah pasien maloklusi skeletal Klas I yang
telah selesai menjalani perawatan di Klinik PPDGS Ortodonti Rumah Sakit
Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU.
Berdasarkan perhitungan rumus besar sampel maka sampel yang diperlukan sebanyak minimal 20 sampel.
Keterangan :
NI=N2 = besar sampel
Z
α= nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai α yang besarnya ditentukan. Nilai α =0,05 Z
α= 1,64
Z
β= nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai β yang ditentukan. Nilai β = 0,2 Z
β= o,84
SD = simpangan baku
X1-X2 = selisih rerata minimal yang dianggap bermakna yang didapat dari data penelitian sebelumnya atau jika tidak ada dapat ditentukan peneliti
Sampel yang dipilih pada penelitian ini ditentukan dengan kriteria sebagai berikut :
Kriteria inklusi:
1. Telah selesai menjalani masa perawatan.
2. Tersedia data sebelum dan sesudah perawatan.
3. Pasien dengan diagnosa maloklusi skeletal Klas I (ANB 2º±2º) n1 = n2 = 2 (Za + Zβ) S
2X1-X2
4. Perawatan dilakukan dengan pencabutan dan tanpa pencabutan menggunakan braket Edgewise standar
5. Jumlah gigi normal tanpa memperhitungkan ada tidaknya gigi molar ketiga
6. Tidak ada riwayat trauma rongga mulut
7. Tidak ada kelainan pertumbuhan dan perkembangan Kriteria eksklusi:
1. Model studi dan foto panoramik dalam keadaan tidak baik atau rusak 2. Sampel model studi dengan pemakaian protesa
3. Terdapat anomali dentofasial seperti celah bibir dan palatum serta congenital missing teeth
3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah Perawatan maloklusi Klas I dengan pencabutan dan tanpa pencabutan.
3.4.2 Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah indeks ABO yang terdiri dari:
1. Alignment 2. Tepi marginal
3. Inklinasi bukolingual
4. Relasi oklusal
5. Kontak oklusal 6. Overjet
7. Kontak interproksimal 8. Angulasi akar.
3.4.3 Variabel terkendali
Variabel yang dikendalikan pada penelitian ini adalah : 1. Maloklusi skeletal Klas I dengan sudut ANB 2º±2º 2. Bracket standar Edgewise slot 0.018
3. Pasien telah selesai dilakukan perawatan maloklusi skeletal Klas I.
3.4.4 Variabel tidak terkendali
Variabel tak terkendali pada penelitian ini adalah : 1. Lama perawatan
2. Variasi dalam berat ringannya diskrepansi lengkung gigi.
3. Jenis kelamin 4. Umur
3.5 Definisi Operasional
Definisi operasional, cara ukur, hasil ukur, dan alat ukur dari masing- masing variabel penelitian dijelaskan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Definisi operasional, alat ukur, dan skala ukur dari variabel
bebas dan tergantung dari penelitian
Variabel Definisi Cara dan alat ukur
Kategori Skala ukur
Maloklusi skeletal Klas I
Klasifikasi maloklusi berdasarkan relasi maksila dan mandibula.
Foto
sefalometri lateral
Klas I skeletal : sudut ANB 2º±2º
Perawatan maloklusi Klas I
Perawatan
maloklusi Klas I untuk memperoleh stabilitas hasil perawatan
Data pasien 1. Dengan
pencabutan (case) 2. Tanpa
pencabutan (control)
Nominal
Indeks ABO 1. Alignment 2. Tepi marginal 3. Inklinasi
bukolingual 4. Relasi oklusal 5. Kontak oklusal 6. Overjet
7. Kontak
interproksimal 8. Angulasi akar.
Pengukur ABO
1. ≤ 27 perawatan berhasil
2. ≥ 27 perawatan tidak berhasil
Interval
3.6 Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut (Gambar 25) : 1. Pengukur ABO
2. Tracing box 3. Alat tulis
Gambar 25. Alat penelitian A. Pengukur ABO; B.Tracing Box; C. Alat tulis.
B
A
C
3.6.1 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut (Gambar 26) :
1. Model studi maksila dan mandibula Klas I dengan pencabutan dan tanpa pencabutan yang telah selesai perawatan
2. Radiografi panoramik
Gambar 26. Bahan penelitian A.Model studi; B. Radiografi panoramik.
3.7 Pelaksanaan Penelitian 3.7.1 Tahap pengumpulan data
Pengumpulan model studi dan radiografi panoramik yang telah selesai dilakukan perawatan sesuai degan kriteria inklusi penelitian dari RSGMP PPDGS Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Kemudian dilakukan pengukuran menggunakan pengukur ABO
3.7.2 Tahap pengukuran
Pengukuran delapan parameter grading system yaitu, alignment, tepi marginal, inklinasi bukolingual, relasi oklusal, kontak oklusal, overjet, kontak
A B
interproksimal, dan angulasi akar dilakukan sesuai dengan standar pengukuran ABO. Tujuh kriteria indeks ABO diukur dari model sesudah perawatan menggunakan pengukur khusus dari ABO, sedangkan kriteria terakhir yaitu angulasi akar menggunakan radiografi panoramik.
Setiap hasil pengukuran dicatat pada hasil lembaran pemeriksaan.
Pengukuran dilakukan oleh 2 orang. Hasil pengukuran kemudian dijumlahkan, jumlah skor untuk setiap sampel yang telah dievaluasi dianggap sebagai perawatan yang berhasil jika berkisar lebih kecil atau sama dengan 27.
3.8 Analisa Data
Data akan dianalisis secara deskriptif untuk melihat rerata indeks ABO pada maloklusi Klas I dengan dan tanpa pencabutan. Selanjutnya dianalisis secara inferensial dengan menggunakan uji T independen jika data terdistribusi normal atau Mann Whitney jika tidak terdistribusi normal. Nilai kebermaknaan
<0,05.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Subjek penelitian ini adalah 40 pasien maloklusi Klas I yang telah selesai dilakukan perawatan ortodonti. Subjek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu, kelompok pencabutan dan tanpa pencabutan yang masing – masing terdiri dari 20 sampel. Setiap kelompok dikategorikan berhasil atau tidak berhasil menggunakan grading system ABO. Hasil terdapat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Persentase keberhasilan perawatan maloklusi Klas I dengan menggunakan grading system ABO.
Hasil perawatan
Jenis Perawatan
Pencabutan Tanpa pencabutan Berhasil 12 60.0% 12 60.0%
Tidak berhasil 8 40.0% 8 40.0%
Total 20 100.0% 20 100.0%
Pada masing-masing sampel dilakukan pengukuran delapan parameter
grading system yaitu, alignment, tepi marginal, inklinasi bukolingual, relasi
oklusal, kontak oklusal, overjet, kontak interproksimal, dan angulasi akar sesuai
dengan standar pengukuran ABO. Tujuh kriteria indeks ABO diukur dari model
sesudah perawatan menggunakan pengukur khusus dari ABO, sedangkan
kriteria terakhir yaitu angulasi akar menggunakan radiografi panoramik.
Perhitungan dilakukan oleh dua operator yang berbeda untuk melihat seberapa besar tingkat keakuratan operator dalam menilai delapan parameter tersebut. Dari keseluruhan sampel, dilakukan uji reliabilitas di antara kedua operator dan hasilnya menunjukkan bahwa kemiripan data antara kedua peneliti adalah 100%.
Untuk mengetahui distribusi normal dari data yang diperoleh dilakukan uji normalitas Saphiro-Wilk Test. Hasilnya menunjukkan bahwa data kelompok pencabutan dan tanpa pencabutan tidak terdistribusi normal, dengan demikian analisa data dilanjutkan dengan menggunakan uji Mann Whitney. Nilai kebermaknaan yang digunakan adalah <0,05.
Uji Mann Whitney dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara kelompok pencabutan dan tanpa pencabutan. Hasilnya terdapat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Perbedaan nilai total skor antara kelompok pencabutan dan tanpa pencabutan.
Variabel Tindakan Total Skor
Nilai p
Mean SD
Skor
Dengan pencabutan 23.65 7.82
0.15 Tanpa pencabutan 26.50 7.02
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara kelompok pencabutan dan tanpa pencabutan. Kemudian masing-masing
parameter dilakukan uji Mann Whitney untuk melihat perbedaan antar
kelompok. Hasil uji Mann Whitney untuk delapan parameter terdapat pada tabel 4.3 dan gambar 27
Tabel 4.3. Perbedaan nilai mean dan standar deviasi pada masing-masing variabel dengan tindakan pencabutan dan tanpa pencabutan
Variabel Tindakan Mean ± SD Nilai p
Alignment Dengan pencabutan 1.65 ± 1.69
0.12 Tanpa pencabutan 2.55 ± 1.93
Tepi marginal Dengan pencabutan 3.30 ± 2.47
0.03*
Tanpa pencabutan 4.35 ± 1.35 Inklinasi bukolingual Dengan pencabutan 2.90 ± 1.89
0.37 Tanpa pencabutan 3.65 ± 2.41
Overjet Dengan pencabutan 5.10 ± 3.06
0.41 Tanpa pencabutan 6.40 ± 3.97
Kontak oklusal Dengan pencabutan 1.70 ± 1.63
0.46 Tanpa pencabutan 2.45 ± 2.56
Relasi oklusal Dengan pencabutan 4.85 ± 3.18
0.89 Tanpa pencabutan 4.80 ± 3.04
Kontak interproksimal Dengan pencabutan 1.20 ± 1.67
0.34 Tanpa pencabutan 0.75 ± 1.29
Angulasi akar Dengan pencabutan 2.20 ± 1.64
0.74 Tanpa pencabutan 2.30 ± 1.59
* Signifikan dengan Uji Mann Whitney. P<0.05
Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada tepi marginal ( p=0.03, p <0.05), sedangkan tujuh parameter lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00
Dengan pencabutan Tanpa pencabutan