Kajian Teknik Pasca Panen dan Proses Hasil Pertanian 256
Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran
Hanim Z. Amanah
1), Sri Rahayoe
1), Sukma Pribadi
1)1) Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Jl. Flora No 2 Bulaksumur Yogyakarta 55281, E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Pengeringan gabah dengan penjemuran langsung banyak diaplikasikan di negara tropis karena mempunyai beberapa kelebihan yaitu murah dan mudah untuk dilakukan. Akan tetapi, pengeringan dengan metode penjemuran juga mempunyai kelemahan yaitu resiko kontaminasi yang tinggi dan laju pngeringan yang rendah. Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi pengeringan padi dengan metode penjemuran dengan pengaplikasian efek rumah kaca. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis proses perpindahan massa pada pengeringan padi dengan metode penjemuran langsung dan penjemuran termodifikasi melalui penggunaan efek rumah kaca. Gabah kering panen dengan berat total 15 kg dihamparkan pada rak sehingga ketebalan gabah berada pada kisaran 3 – 5 cm. Gabah selanjutnya dikeringkan dengan dua metode yang telah ditentukan sebelumnya secara bersamaan. Perubahan kadar air gabah diamati setiap 30 menit sampai kadar air rata-rata mencapai 14% (wb). Analisis proses perpindahan massa dilakukan dengan pengaplikasian persamaan “page” yang selanjutnya digunakan untuk menghitung konstanta laju pengeringan (k). Konstaanta laju pengeringan (k) selanjutnya digunakan untuk melakukan prediksi perubahan kadar air selama pengeringan. Hasil penelitian menunjukka bahwa proses perpindahan massa air gabah yang dikeringkan dengan pengaplikasian efek rumah kaca lebih cepat dari proses penjemuran langsung. Hasil uji statistik pada nilai konstanta laju pengeringan (k) menunjukkan bahwa ada perbedaa nyata antara nilai (k) dengan metode pengeringan dengan pengaplikasian rumah kaca dan penjemuran langsung (α 0,05). Nilai (k) pada masing masing metode pengeringan dapat digunakan untuk memprediksi perubahan kadar air selama pengeringan dengan akurat.
Kata Kunci : Gabah, pengeringan, penjemuran, efek rumah kaca, konstanta laju pengeringan
PENDAHULUAN
Matahari merupakan sumber energi yang sangat potensial khususnya di Indonesia karena intensitasnya yang tinggi dan hampir selalu ada sepanjang tahun. Energi matahari mempunyai beberapa kelebihan yaitu dapat diperbaharui (renewableI) dan tidak menghasilkan polutan.
Penggunaan energi matahari untuk proses pengeringan khususnya untuk produk pertanian akan menguntungkan bagi petani karena merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan.
Sebagian besar produk pertanian khususnya bijian masih mengandung air yang tinggi setelah dipanen. Sebagai contoh, gabah kering panen (GKP) Indonesia mempunyai kadar air bervariasi antara 20% sanpai 30% (wb). Kandungan air dalam gabah ini harus segera diturunkan hingga mencapai maksimal 14% agar aman untuk disimpan atau agar dapat di giling menjadi beras (Bhandari, 2008). Pengeringan gabah dan beberapa produk pertanian yang lain dengan metode penjemuran langsung banyak dilakukan oleh petani. Dalam hal ini, sumber energi untuk proses pengeringan diperoleh dari panas matahari. Pada siang hari, suhu udara lingkungan rata- rata meningkat sebagai efek dari pemanasan oleh matahari. Udara menyimpan energi matahari yang dapat digunakan untuk mengeringkan gabah sepanjang siang hari. Akibat pemanasan oleh matahari, suhu udara meningkat dan kelembaban relatif udara menurun sehingga meningkatkan kapasitas pengeringan.
Di Indonesia, pengeringan gabah melalui metode penjemuran dilakukan dengan
membentangkan produk di lantai jemur dan di balik secara berkala sehingga kadar air gabah
turun dan mencapai kondisi yang aman untuk proses penyimpanan. Efektivitas dari metode ini
Kajian Teknik Pasca Panen dan Proses Hasil Pertanian 257
masih belum jelas karena pada saat yang bersamaan produk dapat terkontaminasi debu dan
bahan lain (Alonge, 1997). Pengeringan dengan metode penjemuran juga mempunyai beberapa kelemahan antara lain memerlukan tenaga kerja dalam jumlah yang besar, membutuhkan area yang luas, resiko terjadinya kehilangan produk, laju pengeringan yang lambat, sulit untuk menghasilkan produk yang seragam serta kemungkinan terjadinya kontaminasi silang mikrobia.
Untuk mengeliminasi kehilangan produk dan untuk meningkatkan laju pengeringan dengan metode penjemuran, teknologi sederhana dengan mengaplikasikan efek rumah kaca menjadi suatu hal yang menarik untuk dilakukan.
Pengering rumah kaca akan mengumpulkan panas dari matahari dalam suatu ruangan yang akan mengakibatkan kenaikan suhu udara dalam ruang pengering dan menurunkan kelembaban udara. Suhu udara dalam bangunan rumah kaca dapat mencapai 50
oC. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi efektivitas penggunaan efek rumah kaca untuk meningkatkan laju pengeringan gabah dengan menentukan nilai konstanta laju pengeringan (k). Nilai (k) selanjutnya akan digunkanan untuk memprediksi penurunan kadar air gabah selama pengeringan dengan menggunakan metode yang sama.
METODOLOGI Dasar Teori
Kadar air gabah setelah panen berada pada kisaran 20% sampai 30% (wb). Analisis pada kondisi ini dapat dilakukan dengan menggunakan analogi huku pendinginan Newton dengan asumsi bahwa laju kehilangan air dari bijian sebanding dengan perbedaan tekanan uap air dalam bahan dengan dan kadar air setimbang. Model ini dikenal dengan persamaan Page (Hall 1980;
Bakker – Arkema, 1972)
1)
Dimana
M : Kadar air bahan Me : kadar air setimbang k : konstanta laju pengeringan t : waktu pengeringan
Menurut Brooker-Arkema-Hall (1972), kadar air setimbang suatu produk dipengaruhi oleh kelembaban relatif dari lingkungannya. Pada kondisi RH lingkungan 20% - 60%, kadar air setimbang gabahberada pada kisaran kadar air 10% - 13%. Dengan metode pemisahan variabel, Persamaan 1 dapat diintegralkan menjadi sebagai berikut :
𝑑𝑀 (𝑀−𝑀𝑒)
=
𝑀(𝑡)
𝑀0
− 𝐾 𝑑𝑡
0𝑡𝐿𝑛 𝑀 − 𝑀𝑒 |
𝑀𝑜𝑀𝑡= −𝐾(𝑡 − 0) 𝐿𝑛
𝑀 𝑡 −𝑀𝑒𝑀𝑜 −𝑀𝑒
= −𝐾𝑡 2)
Persamaan 2 dapat dianalogikan sebagai persamaan garis lurus dengan absis t (waktu)
dan ordinatnya adalah 𝐿𝑛
𝑀 𝑡 −𝑀𝑒𝑀𝑜 −𝑀𝑒. Gradien garis merupakan nilai dari konstanta laju
pengeringan (k)
Kajian Teknik Pasca Panen dan Proses Hasil Pertanian 258 Bahan dan Metode
Desain Peralatan
Gambar 1. Skema alat pengering dengan efek rumah kaca
Gambar 1 menunjukkan bagian-bagian alat pengering. Alat pengering rumah kaca dibuat dengan tipe pengering rak dengan bahan konstruksi utama adalah besi dan kaca dengan ketebalan 5 mm. Pengering dibut dengan ukuran dimensi panjang 200 cm dan lebar 100 cm.
Jarak atap dengan rak kedua adalah 100 cm. Bagian bawah alat pengering ditutup dengan lembaran aluminium dengan jarak dari permukaan tanah adalah 40 cm. Alat pengering ini dilengkapi dengan ventilator udara. Diantara dinding dan atap terdapat lubang yang berfungsi mengatur sirkulasi udara. Bagian dalam dari alat pengering di cat hitam yang berfungsi sebagai absorber. Gambar isometric alat pngering dapat dilihat pada Gambar 2.
Prosedur Pengambilan Data
Gabah dengan berat total 15 kg dihamparkan diatas rak dengan tebal hamparan 3 – 5 cm dan selanjutnya dikeringkan dengan dua metode pengeringan yaitu penjemuran langsung dan penjemuran termodifikasi dengan menggunakan alat pengering rumah kaca. Perubahan suhu dan kadar air bahan diamati tiap 30 menit. Pengukuran kadar air bahan dilakukan dengan menggunakan Grain Moisture Meter dan di validasi dengan metode thermografimetri. The changes of temperature and water content were observed every 30 minutes. Water content evaluated using Grain Moisture meter and using thermogravimetri method. Pengambilan sampel dilakukan pada 3 titik yang berbeda untuk tiap rak (Gambar 3)
Gambar 2. Alat Pengering rumah kaca
1. Ventilator
2. Atap dan dinding dryer 3. Rak 1
4. Rak 2
Kajian Teknik Pasca Panen dan Proses Hasil Pertanian 259
Gambar 3. Skema pengambilan sampel
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Suhu dan Kelembaban
Gambar 4. Menunjukkan bahwa suhu udara dalam ruang pengering selalu lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara lingkungan luar. Efek rumah kaca dapat menaikkan suhu udara dalam ruang pengering sehingga energi yang dapat digunakan dalam proses pengeringan menjadi lebih tinggi. Kenaikan suhu udara dalam ruang pengering disertai dengan penurunan RH sehingga RH udara dalam ruang pengering lebih rendah dari udara lingkungan (Gambar 5).
Kondisi ini dapat meningkatkan kapasitas udara membawa uap air sehingga laju perpindahan massa air dari bahan menjadi lebih cepat. Dalam hal ini laju pengeringan menjadi lebih tinggi yang ditandai dengan peningkatan nilai kostanta laju pengeringan (k).
Gambar 4. Profil suhu udara selama pengeringan Gambar 5. Profil kelembaban udara
Suhu dan kelembaban udara adalah faktor yang sangat berpengaruh pada proses
pengeringan. Suhu udara yang tinggi dan kelembaban udara yang rendah akan meningkatkan
laju pengeringan. Gambar 6 menunjukkan perubahan kadar air gabah selama proses
pengeringan dengan metode penjemuran termodifikasi yang memanfaatkan efek rumah kaca
yang dilakukan dalam 4 kali ulangan. Dalam hal ini kecepatan penurunan kadar air bahan untuk
tiap ulangan berbeda akibat kondisi cuaca yang tidak sama. Fenomena yang sama juga teramati
Kajian Teknik Pasca Panen dan Proses Hasil Pertanian 260
pada pengeringan gabah dengan metode penjemuran langsung (Gambar 7). Hasil perhitungan
nilai konstanta laju pengeringan (k) menunjukkan bahwa untuk setiap ulangan yang dilakukan, pengeringan dengan memanfaatkan efek rumah kaca mempunyai nilai (k) yang lebih tinggi dari penjemuran langsung (α 0,05) (Tabel 1). Prediksi penurunan kadar air bahan selama pengeringan dengan menggunakan nilai (k) yang diperoleh menunjukkan hasil yang cukup akurat (Gambar 8). Hal ini menunjukkan bahwa “Persamaan page” dapat digunakan untuk menghitung nilai laju pengeringan dengan tepat.
Table 1. Konstanta laju pengeringan
Drying with employing greenhouse effect Direct Sun Drying
1 0,2558 0,2160
2 0,2354 0,2192
3 0,2390 0,1598
4 0,1650 0,1506
Gambar 6. Profil kadar air gabah selama pengeringan dengan
pemanfaatan efek rumah kaca
Gambar 7. Profil kadar air gabah selama pengeringan dengan
penjemuran langsung
Kajian Teknik Pasca Panen dan Proses Hasil Pertanian 261
5
10 15 20 25 30
0 200 400 600 800
Water content (% wb))
Drying time (minit)