• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KESEJAHTERAAN MASYARKAT PASCA PEMEKARAN DAERAH. ( Studi Pada Kabupaten Batu Bara ) Oleh: Qomaria Anum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KESEJAHTERAAN MASYARKAT PASCA PEMEKARAN DAERAH. ( Studi Pada Kabupaten Batu Bara ) Oleh: Qomaria Anum"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KESEJAHTERAAN MASYARKAT PASCA PEMEKARAN DAERAH

( Studi Pada Kabupaten Batu Bara )

Oleh:

Qomaria Anum 110906001

DosenPembimbing: Prof. Subhilhar, Ph.D

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

QOMARIA ANUM (110906001)

ANALISIS KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PASCA PEMEKARAN DAERAH ( Studi Pada Kabupaten Batu Bara )

Rincian isi Skripsi, 98 Halaman, 11Buku, 5 Jurnal, 27 Tabel, 2 Gambar, 3 Situs Internet, 2 Dokumen, 10 Kutipan Wawancara.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemekaran daeah terhadap kesejahteraan masyarakat daerah otonom baru. Dengan diberikannya wewenang kepada pemerintahan baru diharapkan dapat mempercepat pembangunan daerah nya guna mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Kabupaten Batu Bara merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Asahan. Sebelum di mekarkan dari Kabupaten Asahan kondisi kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Batu Bara dapat dikatakan masih terbelakang. Bila dilihat dari potensi Sumber Daya Alam seperti, Industri dan Potensi Alamnya, selama berada dalam cakupan wilayah Kabupaten Batu Bara belum dapat menikmatinya. Maka dari itu dengan adanya pemekaran daearh diharapkan lembaga pemerintahan dan lembaga politik saling bekerja sama sehingga dapat mempercepat pembangunan di daerah otonom baru.

Penelitian ini menggunakan dua teori dan satu konsep sebagai alat untuk menganalisa masalah. Teori pertama ialah Otonomi Daerah, dapat didefeniskan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 “ Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat yang mempunyai batas-batas wilayah yang berhak mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat. Kedua teori pemekaran daerah, teori ini digunakan untuk mengkaji bagaimana dinamika keinginan masyarakat Kabupaten Batu Bara untuk menjadikan daerahnya menjadi daerah otonom baru, karena pada dasarnya untuk meningkatkan pelayanan public guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya konsep pembangunan daerah yang menjelaskan bahwa masyarakat merupakan sistem yang komples yang saling berkaitan.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan

metode analisis kualitatif. Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data

dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan

melalui wawancara (interview) yang ditujukan kepada DPRD Komisi C, beserta Bappeda

(3)

Kabupaten Batu Bara. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencari data dan informasi melalui buku, internet, dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian ini, maka penulis berkesimpulan bahwa telah terjadi peningkatan terhadap kesejahteraan masyarakat Kabupaten Batu Bara. Seperti dari Indeks Pembangunan Manusia setiap tahunnya terjadi peningkatan, kemudian kemiskinan juga terjadi peningkatan walaupun masih fluktuatif

(Kata Kunci: Otonomi Daerah, Pemekaran Daerah, Pembangunan Daerah, Kesejahteraan

Masyarakat)

(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

QOMARIA ANUM (110906001)

SOCIETY WELFARE POST ANALYSIS OF REGIONAL EXPANSION ( Study in West Batu Bara )

Details of the contents Thesis, 98 pages, 11 Books, Journals 5, 27 Tables, Figure 2, 3 Website, Document 2, 10 Quotes Interview.

ABSTRACT

This study aims to determine how the effect of the expansion of the welfare society elapsed areas in the new autonomous region. Given the authority of the new government is expected to accelerate the development of its area to accelerate the improvement of people's

welfare. District Batu Bara a new district carved out of Asahan. Prior to extract from Asahan district community welfare

conditions in. District Batu Bara can be said to be backward. When viewed from the potential of natural resources such as, industry and the potential of nature is, while you are within the coverage area district Batu Bara has not been able to enjoy it. Therefore with the expansion expected daearh government agencies and political bodies to work together so as to accelerate development in the new autonomous region.

This study used two theories and the concept as a tool to analyze the problem. The first theory is that Autonomy, can didefeniskan in Law No. 32 of 2004 "Regional autonomy is unity of the people that have boundaries that are entitled to regulate and manage the affairs of government and public interests. Both theories of regional expansion, this theory is used to examine how the dynamics of people's desire Batu Bara turning the district into a new autonomous region, due basically to improve public services in order to accelerate the realization of the people's welfare. Furthermore, the concept of regional development which explains that the community is a very complex system of interrelated.

This research is descriptive research with qualitative analysis method. In this study the authors used data collection techniques by collecting primary data and secondary data. Primary data were collected through interviews (interview) addressed to the Parliament Commission C, along with the Regional Development Planning Agency Coal. While secondary data collection done by collecting data and information through books, the Internet, and journals related to the research problem.

Based on the analysis of these results, the authors conclude that there has been an

increase in community welfare Batu Bara District. As of the Human Development Index

annually increased, and poverty also increased, although still volatile.

(5)

(Keywords: Autonomy, regional enlargement, Regional Development, Public Welfare

(6)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HalamanPersetujuan Skripsi ini di setujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : Qomaria Anum

NIM : 110906001

Departemen : IlmuPolitik

Judul : Analisis Kesejahteraan Masyarakat Pasca Pemekaran Daerah ( Studi Pada Kabupaten Batu Bara )

Menyetujui:

Ketua Departmen Ilmu Politik Dosen Pembimbing

(Dra. T. Irmayani, M.Si) Prof. Subhilhar, Ph.D

NIP. 196806301994032001 NIP. 196207181987101001

(7)

Karya ini dipersembahkan untuk

Ayahanda dan IbundaTercinta

(8)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul Analisis Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Batu Bara Pasca Pemekara. Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat dalam penyelesaian pendidikan strata satu (S1) pada Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Alhamdulillahirabbil’alamin, atas berkah dan rahmat Allah SWT, penulis diberikan kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan skrpsi ini. Sholawat dan salam juga penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya, semoga para pengikutnya mendapatkan syafaat di akhir zaman.

Dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terimakasih kepada.

1. Bapak Dr. Murianto Amin selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Kepada Bapak Prof. Subhilhar, Ph.D selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bantuan dan bimbingan berupa kritik dan saran yang membantu selama penulisan skripsi ini.

4. Dosen dan staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik osenUniversitas Sumatera Utara.

5. Kak Siti, Kak Ema, dan Pak Burhan yag selalu membantu dalam setiap urusan administrasi.

6. Informan dalam penelitian ini yaitu Bapak Ahmad Mukhtaz, dan Bapak Rubi Siboro 7. Kepada orang tua penulis yaitu, Supardi dan Faridah Anum Sumiati yang telah banyak

memberikan bantuan baik material, maupun moril serta do’a yang menyertai penulis

dalam meraih gelar sarjana juga kepada saudara-saudara penulis Maya Sofi, Ali Sofi dan

Maulana Sofi yang setia membantu, menyemangati dan menghibur penulis dalam

(9)

pengerjaan skripsi ini. Serta kepada seluruh keluarga lainnya yang selalu memberikan dukungan dan semangat dan doa.

8. Teman-teman seperjuangan stambuk 2011 Departemen Ilmu Politik;Fitri Wulan Sari, Rezika Siregar, Guskhairina Chaniago, Mezbah Simanjuntak, Helda,Ajo,Delpri Hia, Nota Patrit, Daniel Hugo, Novzel Hasugian, Yakson Gea, Hayatun Nufus, Desya Cibro, Alamanda Cathartica, Efata Daeli, Deni Tinambunan, Kevin Khosy, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan semua disini.

9. Kepada teman-teman terkasih Rany Sucicha, Mifta dan Gilang yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada Penulis.

Medan, Februari 2017 Penulis

Qomaria Anum

(10)

DAFTAR ISI

HalamanJudul ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Halaman Pengesahan... iv

Lembar Persembahan ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Is ... vii

Daftar Tabel dan Gambar... xx

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 14

1.3 Batasan Masalah ... 15

1.4 Tujuan Penelitian ... 15

1.5 Manfaat Penelitian ... 15

1.6 Kerangka Teori ... 16

1.6.1 Otonomi Daerah dan Pemekaran Daerah ... 16

1.6.1.1 Otonomi Daerah ... 17

1.6.1.2 Pemekaran Daerah ... 27

1.6.2 Konsep Pembangunan Daerah dan Kesejahteraan Masyarakat ... ... 31

1.7 Metodologi Penelitian ... ... 36

1.7.1 Metode Penelitian ... 36

1.7.2 Jenis Penelitian ... 36

1.7.3 Lokasi Penelitian ... 36

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data ... 37

1.7.5 Teknik Analisa Data ... 38

1.8 Sistematika Penulisan ... 39

BAB II PROFIL KABUPATEN BATU BARA

2.1 Sejarah Kabupaten Batu Bara ... 40

(11)

2.2 Sejarah Singkat Pemekaran Kabupaten Batu Bara ... 44

2.3 Gambaran Umum Kabupaten Batu Bara ... 49

2.4 Kependudukan ... 53

2.5 Pemerintahan ... 54

2.6 Kondisi Geografis ... 57

2.7 Potensi Daerah ... 58

2..7.1 Perkebunan ... 59

2.7.2 Peternakan ... 60

2.7.3 Perikanan ... 60

2.7.4 Kehutanan ... 61

2.7.5 Pertanian ... 61

2.7.6 Industri ... 62

BAB III KONDISI DAN ANALISIS KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KABUPATEN BATU BARA PASCA PEMEKARAN 3.1 Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Batu Bara ... 64

3.1.1 Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Batu Bara ... 68

3.1.2 Garis Kemiskinan di Kabupaten Batu Bara ... 78

3.1.3 Distribusi Pendapatan di Kabupaten Batu Bara ... 79

3.1.4 Tingkat Pengangguran di Kabupaten Batu Bara ... 82

3.2 Peran Lembaga Pemerintahan dan Politik di Kabupaten Batu .... Bara Dalam Pembangunan ... 84

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ... 93

4.2 Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... . 96

Lampiran 1.Surat Keterangan Pengambilan Data dan Wawancara Sekretariat DPRD Kabupaten Batu Bara

Lampiran 2. Surat Keterangan Pengambilan Data dan Wawancara Bappeda Lampiran 3. Transkip Wawwancara dengan Bapak Ahmad Mukhtaz

Lampiran 4. Transkip Wawancara dengan Bapak Rubi Siboro

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Pemekaran Daerah di Indonesia Periode 1999-2012 ... 6

Tabel 1.2 Rasio Pasar Per 10.000 Penduduk ... ... 10

Tabel 1.3 Rasio Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) per Penduduk Usia Sekolah ... 11

Tabel 1.4 Fasilitas Kesehatan Per 10.000 Penduduk ... 12

Tabel 1.5 Tenaga Medis Per 10.000 Penduduk ... 12

Tabel 1.6 Persentase Penduduk Yang Bekerja ... 13

Tabel 2.1 Banyaknya Desa dan Dusun Berdasarkan Kecamatan ... 51

Tabel 2.2 Luas Wilayah Kabupaten Batu Bara Berdasarkan Wilayah Kecamatan .. 52

Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Batu Bara Tahun 2011-2014 ... 53

Tabel 2.4 Daftar Nama-Nama Anggota DPRD Kabupaten Batu Bara Periode 2014-2019 ... 56

Tabel 2.5 Letak dan Geografi Kabupaten Batu Bara Tahun 2009-2013 ... 58

Tabel 2.6 Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman di Kabupaten Batu Bara Tahun 2009-2013 ... 59

Tabel 2.7 Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Batu Bara Tahun2009-2013 ... 61

Tabel 2.8 Banyaknya Industri Besar/Sedang Menurut Kecamatan di Kabupaten Batu Bara Tahun 2009-2013 ... 62

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Usia> 15 Tahun Yang Melek Huruf Tahun 2009 ... 71

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Usia> 15 Tahun Yang Melek Huruf Tahun 2010 ... 71

Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Usia> 15 Tahun Yang Melek Huruf Tahun 2011 ... 72

Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Usia> 15 Tahun Yang Melek Huruf Tahun 2012 ... 72

Tabel 3.5 Persentase Angka Melek Huruf ... 73

(13)

Tabel 3.6 Rata-Rata Lama Sekolah ... 74 Tabel 3.7 Angka Usia Harapan Hidup di Kabupaten Batu Bara Tahun

2009-2013 ... 75 Tabel 3.8 Banyaknya Kelahiran Menurut Penolong Kelahiran di Kabupaten

Batu Bara ... 76 Tabel 3.9 PDRB Perkapita Harga Berlaku dan Harga Konstan Kabupaten Batu

Bara Tahun 2012-2014 (Rupiah ) ... 77 Tabel 3.10 Penduduk Miskin di Kabupaten Batu Bara ... 79 Tabel 3.11 Gini Ratio Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010

2013 ... 80 Tabel 3.12 Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kegiatan Utama

Di Kabupaten Batu Bara ... 81 Tabel 3.13 Aspek Pelayanan Umum Dalam Bidang Ketenaga Kerjaan ... 82

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Kabupaten Batu Bara ... 50

Gambat 3.1 Indeks Pembangunan Manusia ... 69

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksebilitas serta kekuasaan dalam pengambilan keputusan dan aspek potensi daerah. Kondisi tersebut memungkinkan pertumbuhan suatu wilayah sering kali tidak seimbang dengan wilayah lainnya.

Selain kondisi demografi, ketimpangan pembangunan juga sebagai akibat dari besarnya peran pemerintah pusat dalam pengambilan keputusan dan peran pemerintah daerah yang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat yang sangat dominan. Terkonsentrasinya pembangunan dan pelayanan publik dipusat terutama didaearah pulau Jawa menimbulkan ketidakmerataan atau ketimpangan pembangunan. Ketimpangan ini mengakibatkan adanya kesenjangan antara kesejahteraan masyarakat di pulau Jawa dengan yang di luar pulau Jawa.

Ketimpanagn pembangunan antara daerah terus terjadi dan bahkan meningkat apabila tidak adanya implikasi atau kebijakan dari pemerintah dalam menurunkan ketimpangan tersebut.

Sentralisasi menimbulkan berbagai permasalahan didaerah yang sangat serius. Pertama,

proses pembangunan daerah secara keseluruhan menjadi kurang efisien dan ketimpangan

pembangunan antar daerah semakin besar. Sistem pembangunan yang terpusat menghasilkan

kebijakan yang seragam dengan mengabaikan perbedaan dan variasi potensi daerah. Kedua,

sistem pembangunan yang sangat terpusat menimbulkan ketidakadilan yang sangat besar dalam

(15)

alokasi sumber daya nasional, terutama dana pembangunan daerah. Hal ini ditunjukkan pada daerah yang kaya akan sumber daya alam, namun tingkat kesejahteraannya ternyata masih sangat rendah dan ketinggalan dibandingkan daerah lain.

1

Adanya ketidakadilan didstribution of income dan tidak adanya sharing of power merupakan masalah utama yang dapat mengancam integrasi bangsa Indonesia. Permasalahan tersebut membuat pemerintah transisi pada saat itu harus menanggapi dan merespon berbagi tuntutan yang ada.

2

B.J. Habibie yang menjadi Presiden pada saat itu (yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto ), pada masa kepemimpinannya, telah membuat perubahan terutama dalam bentuk Undang-Undang, diantaranya dalam bidang Pemerintahan Daerah. Perubahan dilakukan dengan mencabut Undang Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan menggantikannya dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dibuat sebagai tanggapan terhadap permasalahan yang ada.

3

Sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 yang tentang Pemerintah Daerah dan kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Indonesia yang memakai azas desentralisasi dalam menyelenggarakan sistem pemerintahannya telah menciptakan sistem baru yang memberikan kesempatan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Otonomi daerah Pelaksanaan UU No. 22 Tahun 2009 dimulai pada Januari 2000 dengan diterapkannya pemilihan Kepala Daerah dengan sistem paket langsung dan dilakukan oleh DPRD tanpa adanya intervensi dari pemerintah pusat (dalam hal ini Departemen Dalam Negeri).

1 Sjafrizal, 2014, “Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi”, Jakarta:Rajawal Press, hlm 107.

2 Lihat Utomo, Warsito, 2000, “Kemandirian Daerah Menuju Pelaksanaan Otonomi Daerah Sesuai dengan Undang- Undang No. 22 dan 25 tahun 1999” dalam Ismulyadi, dkk, Otonomi Daerah Demokrasi dan Civil Society, Forum Komunikasi Keluarga Mahasiswa Rokan Hulu, Yogyakarta, hlm 22.

3 Lihat Hendratno, EdieToet, 2009, Negara Kesatuan, Desentralisasi dan Federalisme, Yogyakarta: Graha Ilmu, hlm

(16)

dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

4

Sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 yang tentang Pemerintah Daerah dan kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, salah satu fenomena yang terjadi dari penerapan otonomi daerah adalah terkait dengan pemekaran daerah. Hal ini sudah menjadi sebuah kewajaran ketika pemekaran daerah dapat melaksanakan tujuan penting dari Hakikat otonomi daerah adalah upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah secara lebih leluasa dan bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah yang dimilkinya.

Dalam UU No. 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa pemerintahan daerah diberikan hak seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan nya menurut asas otonomi. Pemberian otonomi kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat yang juga akan menigkatkan demokratisasi didaerah. Semangat Otonomi daerah itu sendiri salah satunya bermuara pada keinginan daerah untuk memekarkan diri yang kemudian diatur dalam PP 129/2000 tentang Persyaratan Pembentukan, dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Dalam prakteknya, pemekaran daerah jauh lebih mendapat perhatian dibandingkan penghapusan ataupun penggabungan daerah. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut, daerah berhak mengusulkan pemekaran terhadap daerahnya selama telah memenuhi syarat teknis, administratif, dan fisik dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat yang ada diwilayahnya.

4 UU No.32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 5

(17)

pemekaran daerah. Diharapkan dengan terbentuknya Daerah Otonom Baru (DOB), percepatan proses pertumbuhan demokrasi dan pembangunan dapat menyentuh serta menjangkau segenap aspek kehidupan masyarakat hingga kedaerah-daerah.

Menurut J.Kalloh, pemekaran daerah atau yang lebih dikenal dengan pembentukan daerah otonom baru, bahwa daerah otonom baru tersebut diharapkan mampu memanfaatkan peluang yang lebih besar dalam mengurus dirinya sendiri, terutama berkaitan dengan pengelolaan sumber-sumber pendapatan asli daerah, sumber daya alam, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih baik.

5

Pentingnya pemekaran wilayah pada hakekatnya adalah upaya menciptakan pemerintahan yang lebih efektif dan efisien serta berdaya guna demi mewujudkan percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, pembangunan dan pengembangan otonomi dalam masa transisi ini adalah mengembangkan prakarsa dari dalam (inward looking), menumbuhkan kekuatan-kekuatan baru dari masyarakat (autonomous energies) sehingga intervensi dari luar termasuk dari pemerintahan terhadap masyarakat harus merupakan proses pemberdayaan dalam rangka mengelola pembangunan untuk mengantisipasi perubahan dan peluang yang lebih luas.Sejatinya, kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal.

Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban aras permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa ancaman desintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia (SDM).

5J.Kaloh.2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global. Jakarta : PT. Rineka Cipta Hal.60

(18)

Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi fiscal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia menuju era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah.

6

Secara sosial-politik, ada banyak faktor yang melatarbelakangi maraknya pemekaran daerah di Indonesia. Dalam berbagai kajian akademis telah dijelaskan bahwa motivasi utama pemekaran selama ini banyak muncul dari tuntutan daerah. Adapun faktor-faktor yang menguatkan daerah untuk melakukan pemekaran, antara lain :

7

- Kebutuhan untuk pemerataan ekonomi daerah yang menjadi salah satu alasan populer untuk memekarkan daerah.

- Kondisi geografis yang luas sehingga pengelolaan pemerintahan dan pelayanan publik menjadi tidak efektif.

- Perbedaan basis identitas yang muncul karena masyarakat yang berdomisili di daerah pemekaran merasa memiliki komunitas budaya tersendiri yang berbeda dengan komunitas budaya daerah induk.

- Konflik komunal sebagai akibat dari kekacauan kekacauan politik yang tidak dapat diselesaikan

- Adanya insentif fiskal yang dijamin oleh Undang-Undang bagi daerah hasil pemekaran melalui Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam dan Pendapatan Asli Daerah.

Dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah, pemekaran daerah ditujukan untuk beberapa hal, antara lain sebagai berikut :

6 Mardiasmo, Krisis Moneter Indonesia, Seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat, (Jakarta: 2002),.

77 Lihat R. Alam Surya Putra, “Pemekaran Daerah di Indonesia: Kasus di Wilayah Penelitian IRDA, Makalah Seminar Internasional Percik ke-7 (Salatiga, 2006) dalam H. Abd. Halim, Politik Lokal: Pola, Aktor & Alur Dramatikalnya, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian Pembangunan Bangsa, 2014) hlm. 184-185.

(19)

- Mewujudkan efektivitas penyelenggaran Pemerintahan Daerah - Mempercepat peningkatan kesejahtreraan masyarakat

- Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik - Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan

- Meningkatkan daya saing nasional dan daya saing daerah - Memelihara keunikan adat istiadat, tradisi dan budaya daerah.

Berdasarkan alasan tersebut, beberapa daerah mulai tertarik untuk mengajukan pembentukan daerah otonom baru bagi wilayahnya. Studi yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bekerja sama dengan United Nation Development Programme (2000) menemukan bahwa terjadi peningkatan daerah otonom yang cukup signifikan sejak tahun 1999. Pada tahun 2004, pemerintah Provinsi telah bertambah dari 26 menjadi 34 Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota meningkat dari 303 menjadi 517 kabupaten/kota.

Dengan rentan waktu 13 tahun, proses pemekaran daerah terus berlangsung hampir setiap tahun dan menghasilkan 222 daerah otonom baru.

Tabel 1.1 Pemekaran Daerah di Indonesia Periode 1999-2012

(20)

Sejatinya pemekaran wilayah bertujuan untuk mempercepat pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan. Namun apabila pemekaran wilayah Kabupaten dan Kota hanya didasarkan pada kepentingan elit-elit politik tidak sejalan dengan semangat pemberian otonomi kepada daerah. Akibatnya pemekaran Kabupaten banyak menimbulkan kompleksitas permasalahan, bahkan menimbulkan dampak negative ditingkat daerah, seperti;

8

1. Menguatnya etnosentrisme yang memungkinkan munculnya konflik antar etnis dan agama (sentiment suku, agama, ras dan antar golongan), menguatnya feodalisme lokal, meningkatnya korupsi ditingkat lokal, konflik anta relit atau antar penduduk dari etnis yang sama kaibat dari adanya perbedaan kepentingan serta tidak adanya perubahan pelayanan public.

2. Lebih banyak bernuansa etnisitas, politis, dan perasaan di anak tirikan.

3. Bersifat etnisitas (kesukubangsaan) dibandingkan dengan pertimbangan nasional seperti tuntukan perbaikan pelayanan administrasi pemerintahan.

Pada sisi lain, banyak daerah otonom baru (DOB) hasil pemekaran di Indonesia mengalami kegagalan dalam mengimplementasikan kebijakan dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya sesuai tuntutan dan harapan masyarakat. Pada umumnya daerah otonom baru gagal dalam hal;

1. Membangun struktur dan infrastruktur politik.

2. Memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme/KKN dan menjalankan pemerintahan demokratis.

3. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah/PAD dan Produk Domestik Regional Bruto/PDRB

8Rifdan, “Implementasi Kebijakan Pemekaran Daerah Dalam Mendukung Integritas Nasional Di Kabupaten Luwu Timur”. Jurnal Administrasi Publik, Volume 1 No. 1 Thn 2010 hlm 24

(21)

4. Meningkatkan pelayanan dan Kesejahteraan masyarakat 5. Mengurangi kesenjangan sosial dan budaya, dan

6. Pengembangan nilai-nilai budaya masyarakat lokal.

9

Fokus dari pelaksanaan Otonomi daerah atau pemekaran daerah merupakan cara supaya sebuah daerah dapat melaksanakan kemajuan dan perubahan terarah dan efisien yang dilaksanakan oleh daerah itu sendiri. Diharapkan melalui adanya otonomi daerah, pemerintah didaerah bisa lebih cepat dan tanggap dalam melaksanakn dan mengambil tindakan yang berhubungan untuk memajukan daerah tersebut. Oleh karena itu pelaksanaan otonomi daerah disebuah daerah dapat dikatakan berhasil apabila salah satu indikator yakni pembangunan meningkat dan mengalami perubahan. Begitu halnya dengan indikator-indikator keberhasilan pemerintah didaerah dalam melaksanakan otonomi daerah.

Seiring dengan dengan perkembangan dinamika diberbagai daerah Pemekaran wilayah juga banyak dialami di Propinsi Sumatera Utara. Provinsi ini merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang mempunyai peranan yang besar terhadap jalannya pembangunan nasional.

Dalam menciptakan kemandirian daerah pemekaran wilayah sebagai impelementasi kebijakan otonomi daerah. Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu hasil pemekaran dari Kabupaten Asahan.

Pembentukan Kabupaten Batubara didasari dengan adanya aspirasi masyarakat untuk pembentukan Kabupaten Batu Bara yang disampaikan BP3KB dan GEMKARA ( Gerakan Masyarakat Menuju Kabupaten Batu Bara ) dan Inisiatif dari DPR. Pembentukan Kabupaten Batu Bara sebagai Daerah Otonom Baru dilandasi dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2007

9Bappenas 2007

(22)

yang secara resmi ditetapkan sebagai Daerah Otonom Baru pada tanggal 2 Januari 2007, dengan Ibukota nya Lima Puluh yang bercita-cita untuk memakmurkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dengan melaksanakan program-program pembangunan yang fokus dan sasarannya ialah kesejahteraan masyarakat.

Kabupaten Batu Bara sebagai daerah otonom baru memiliki tujuh (7) Kecamatan diantaranya, yaitu Kecamatan Medang Deras, Kecamatan Sei Suka, Kecamatan Air Putih, Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan Talawi, Kecamatan Tanjung Tiram, dan Kecamatan Sei Balai dengang luas 92.220 ha (hektare). Wilayah Kabupaten Batu Bara dengan luas 92.220 Ha yang mempunyai potensi wilayah yang dapat dikembangkan sebagai sektor pertanian dan perkebunan, dan sektor industri dengan keberadaan PT. INALUM, PT.Multimas Nabati dan PT.

Domba Mas. Beberapa alasan yang mendasari sehingga mengajukan pembentukan Pemerintahan

Kabupaten Batu Bara sebagai daerah otonom baru adalah; Pertama, peraturan perundang-

undangan mengenai pemerintahan daerah yang berlaku saat ini (Undang-Undang No.32 Tahun

2004 dan Peraturan Pemerintah No 129 Tahun 2000) memberikan kemungkinan untuk

dilakukannya pemekaran satu daerah otonom menjadi beberapa daerah otonom baru. Kedua,

pemekaran kabupaten menjadi daerah otonom baru dari Kabupaten induknya, yaitu Kabupaten

Asahan dipandang akan membawa berbagai keuntungan bagi masyarakat, seperti fasilitas sosial,

ekonomi dan finansial untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat pada masa depan. Ketiga,

tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang lebih baik dengan semakin sedikirtnya

birokrasi yang harus dilalui dalam memperoleh pelayanan public. Keempat, keinginan masyar

akat dan pemerintah daerah untuk mengelolasumber daya dan potensi daerah dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(23)

Kabupaten Batu Bara secara geografis berbatasan langsung dengan selat Malaka, kondisi Kabupaten Batu Bara sebelum pemekaran akan dijelaskan dalam beberapa tabel berikut:

Tabel 1.2

Rasio Pasar Per 10.000 Penduduk

No. Kecamatan

Jumlah Penduduk

Jumlah Pasar

1 Tanjung Tiram 59.004 3

2 Sei Balai 34.111 2

3 Talawi 54.087 2

4 Lima Puluh 84.818 9

5 Air Putih 46.609 3

6 Sei Suka 51.116 2

7 Medang Deras 44.970 3

Sumber; Asahan Dalam Angka 2006

Berdasarkan tabel 1.2 menunjukkan bahwa sebelum dimekarkan menjadi sebuah daerah

otonom baru, terdapat 24 pasar yang melayani kebutuhan penduduk di daerah yang akhirnya

menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kabupaten Batu Bara. Dengan terbatasnya pasar

didaerah yang bukan merupakan Ibukota Kabupaten membuat masyarakat kesulitan dalam

memenuhi kebutuhan pokoknya.

(24)

Tabel 1.3

Rasio Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) Per Penduduk Usia Sekolah

No.

Tingkatan Sekolah

Jumlah Penduduk Usia Sekolah

Jumlah Sekolah

1 SD 53.645 238

2 SMP 12.620 38

3 SMA 6.267 17

Sumber: BPS Kabupaten Asahan Tahun 2006

Berdasarkan data diatas, jumlah sekolah yang melayani usia sekolah di wilayah Kabupaten Batu Bara sebelum dimekarkan menjadi daerah otonom masih dianggap minim, terutama fasilitas Sekolah Menengah Atas yang minim dibandingkan dengan jumlah partisipasi sekolahnya yang mencapai 6257 orang.

Tabel 1.4

Fasilitas Kesehatan Per 10.000 Penduduk

No. Kecamatan

Jumlah Penduduk

Jumlah Fasilitas Kesehatan (Puskesmas)

1 Tanjung Tiram 59.004 1

2 Sei Balai 34.111 1

3 Talawi 54.087 1

4 Lima Puluh 84.818 2

(25)

5 Air Putih 46.609 1

6 Sei Suka 51.116 1

7 Medang Deras 44.970 1 Sumber BPS Kabupaten Asahan Tahun 2006

Tabel 1.5

Tenaga Medis Per 10.000 Penduduk

No. Kecamatan

Jumlah Penduduk

Jumlah Tenaga Medis Dokter/(Bidan/Perawat) 1 Tanjung Tiram 59.004 2 \ 31

2 Sei Balai 34.111 4 \ 23

3 Talawi 54.087 5 \ 33

4 Lima Puluh 84.818 5 \ 64 5 Air Putih 46.609 4 \ 24

6 Sei Suka 51.116 3 \ 43

7 Medang Deras 44.970 3 \ 38 Sumber BPS Kabupaten Asahan Tahun 2006

Berdasarkan tabel 1.4 dan 1.5 menunjukkan bahwa fasilitas kesehatan dan juga tenaga

medis yang ada di Kabupaten Batu Bara sebelum pemekaran masih terbatas. Hal ini tentunya

menghambat masyarakat di daerah Kabupaten Batu Bara untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan yang layak. Tercatat hanya terdapat puskesmas ataupun klinik yang melayanani

masalah kesehatan masyarakat. Ini menyebabkan, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari

sebuah rumah sakit harus berkunjung ke Ibu Kota Kabupaten.

(26)

Tabel 1.6

Persentase Penduduk Yang Bekerja

No. Daerah

Jumlah Angkatan Kerja

Jumlah Penduduk Yang Bekerja

1 Cakupan Wilayah Batu Bara 152.126 141.508 Sumber BPS Kabupaten Asahan Tahun 2006

Dari tabel 1.6 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di daerah Kabupaten Batu Bara sebagian besar penduduk di daerah Kabupaten Batu Bara memiliki pekerjaan. Sebanyak 93,02% penduduk daerah Kabupaten Batu Bara bekerja dan pengangguran di wilayah Kabupaten Batu Bara sebesar 6,98%. Dikarenakan terdapat beberapa wilayah Industri, maka ini menunjukkan besar penduduk di daerah Batu Bara masih berprofesi menjadi buruh/karyawan.

Dari berbagai data diatas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan masyarakat wilayah Kabupaten Batu Bara masih tergolong minim sebelum dimekarkan menjadi sebuah daerah otonom. Hal ini juga mendorong masyarakat menginginkan adanya pemekaran daerah menjadi suatu wilayah otonom berpisah dari daerah Induk yaitu Kabupaten Asahan agar terciptanya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Seiring dengan adanya desentralisasi kepada Kabupaten Batu Bara untuk mengurus

rumah tangganya sendiri, maka akan diikuti dengan adanya desentralisasi politik yang

memberikan kewenangan lembaga politik didaerah untuk turut serta mengatur rumah tangganya

secara mandiri. Untuk itu lembaga-lembaga politik dikabupaten Batu Bara memiliki peran yang

sangat vital dalam mewujudkan tujuan pemekaran Kabupaten Batu Bara.

(27)

Untuk itu dalam tulisan ini, Penulis akan menganalisis kondisi serta masalah mengenai kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Batu Bara setelah ditetapkan menjadi sebuah daerah otonomi baru. Disamping itu, peran dari lembaga-lembaga politik yang ada dikabupaten Batu Bara dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat akan dikaji juga dalam penelitian ini. Usaha- usaha yang dilakukan lembaga-lembaga politik menjadi tertarik bagi penulis untuk diteliti.

Melalui berbagai uraian dan penjelasan diatas, Penulis mengangkat judul penelitian “ Analisis Kesejahteraan Masyarakat Pasca Pemekaran Daerah ( Studi Pada Kabupaten Batu Bara)

1.2. Rumusan Masalah

Otonomi daerah adalah kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri terutama berkaitan dengan pemerintahan umum maupun pembangunan, yang sebelumnya diurus oleh pemerintah pusat. Sebagai wujud dari Otonomi daerah pemekaran wilayah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan. Kebijakan otonomi daerah telah memberikan jalan kepada beberapa daerah untuk melalukan pemekaran daerah. Diharapkan dengan adanya pemekaran daerah dapat memberikan jalan kepada daerah untuk merencanakan dan mengatur pembangunan dan perkembangan daerahnya masing-masing demi tercapainya kesejahteraan di daerah otonom baru.

Hal ini juga terjadi di Kabupaten Batu Bara yang merupakan hasil pemekaran dari darah

induk, Kabupaten Asahan. Kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Batu Bara masih menjadi

polemik yang harus diatasi. Terlebih sebagai daerah otonom, Kabupaten Batu Bara harus mampu

menyelesaikan masalah kesejahteraan masyarakatnya sendiri tanpa berharapkembali pada daerah

induk. Indikator kesejahteraan masyarakat yang ada di Kabupaten Batu Bara masih menunjukkan

adanya permasalahan mengenai kesejahteraan di Kabupaten Batu Bara. Oleh karena itu penting

untuk mengetahui apakah tujuan dari otonomi daerah dan pemekaran tersebut sejauh mana telah

(28)

terlaksana. Jadi, berdasarkan uraian diatas, yang menjadi pertanyaan dalam pemnelitian ini, ialah Bagaimana Kesejahteraan Masyarakat di Kabupatena Batu Bara Pasca Pemekaran Daerah?

1.3 Batasan Masalah

Adapun yang menjadi batasan maslaah dalam penelitian ini ialah:

- Kondisi kesejahteraan masyarakat Kabupaten Batu Bara Pasca Pemekeran Daerah - Peran lembaga pemerintahan dan lembaga politik di Kabupaten Batu Bara dalam

pembangunan daerah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, antara lain

- Untuk melihat bagaimana gambaran umum dan perkembangan Kabupaten Batu Bara pasca pemekaran daerah terkait dengan kesejahteraan masyarakat.

- Untuk mengetahui dan menganalisis peran pemerintahan dan lembaga politik di Kabupaten Batu Bara dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pasca ditetapkan sebagai Daerah Otonom Baru (DOB).

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar memberikan manfaat sebagai berikut:

- Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang dapat memberikan kontribusi pemekaran daerah sebagai wujud implementasi otonomi daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.rah

- Secara akademis, penelitian dapat berkontribusi bagi praktik ilmu politik mengenai

pemekaran daerah sebagai wujud dari implementasi otonomi daerah dalam

(29)

penyelesaian permasalahn kesejahteraan masyarakat didaerah secara khusus pada Daerah Otonom Baru (DOB).

- Penelitian ini dapat memberikan dan menambah wawasan serta informasi bagi masyarakat terutama dalam usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat di Daerah Otonom Baru.

1.6 Kerangka Teori

1.6.1 Otonomi Daerah dan Pemekaran Daerah

Desentralisasi dan otonomi daerah merupakan dua hal yang sangat berkaitan erat.

Otonomi daearah yang terus berkumandang pasca reformasi di Indonesia, dianggap sebagai jawaban atas permasalahan daerah. Otonomi daerah dapat dikaitkan dengan subtansi hal-hal yang menyangkut ruang kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan yang telah diberikan sebagaiwewenang rumah tangga daerah.

Dalam penyelenggaran otonomi daerah memiliki 3 asas, yaitu;

- Desentralisasi, adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem NKRI.

- Dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada

Gubernur sebagai wakil pemerintah daikal diwilayan/atau kepada instansi vertikal di

wilayah tertentu.

(30)

- Tugas pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Dari ketiga asas ini, otonomi daerah jika dipandang dari sudut pemerintahan daerah, lebih didominasi oleh desentralisasi. Maka tidak heran jika desentralisasi tidak pernah lepas dari otonomi daerah dan pemerintahan daerah. Namun, adalah suatu hal yang salah jika menilai bahwa desentralisasi dan otonomi daerah diartikan hanya sekedar penyerahan kewenangan dari pemerintahan pusat ke daerah. Kewenangan daerah yang membesar harus diikuti dengan kesadaran bahwa bertambahnya tanggung jawab bagi daerah otonom.

1.6.1.1 Otonomi Daerah

Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun

2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur

pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca amandemen itu mencantumkan permasalahan

pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi

daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-

undang. Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan

kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan.” Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi

seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan

pemerintah pusat.” Dan ayat (6) pasal yang sama menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak

menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan

(31)

tugas pembantuan.”4 Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi otonomi daerah sebagai berikut;

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

10

Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut;

11

Visi otonomi daerah itu sendiri dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksinya yang utama, yaitu: politik, ekonomi, serta sosial dan budaya. Dalam bidang politik, karena otonomi daerah adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan demokrasi, maka ia harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya Kepala Pemerintahan

10Indonesia (b), Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, No. 32 Tahun 2004, LN No.

125 tahun 2004, TLN No. 4437, ps. 1

11Ibid

(32)

daerah yang dipilih secara demokratis. Dibidang ekonomi, otonomi daerah harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional didaerah. Serta terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi didaerahnya. Dalam bidang sosial dan budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni sosial dan pada saat yang sama memelihara nilai-nilai lokal.

12

Berbicara tentang pemekaran wilayah, tentu saja tidak dapat terlepas dari desentralisasi sebagai wujud dari tuntutan akan penerapan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bernegara, khususnya ditingkat daerah, karena salah salah satu prinsip demokrasi yang sejalan dengan ide desentralisasi adalah adanya partisipasi dari masyarakat. Agar masyarakat dan elit politik daerah mampu mengembangkan daerahnya sendiri dan mempunyai kewenangan lebih untuk daerahnya.

13

Sesuai dengan Undang-Undang No.33 pasal 4, 5, dan 6 sumberpendanaan Pemerintah Daerah Kebupaten dan Kota untuk memenuhikebutuhan belanja pemerintah daerahnya dalam pelaksanaan kegiatannyaadalah sebagai berikut :

Sejalan dengan bergulirnya pelaksanaan otonomi daerah di tanah air,setiap Pemerintah Kabupaten dan Kota melakukan berbagai pembenahanmenuju kearah terselenggaranya otonomi di masing-masing daerah Kabupatendan Kota. Hal yang sangat penting dalam menjawab berbagai isu dalamimplementasi otonomi daerah tersebut adalah tersedianya sistem danmekanisme kerja organisasi perangkat daerah.

12 M. Ryaas Rasyid, “Otonomi Daerah : Latar Belakang dan Masa Depannya” dalam Samsyuddin Haris (editor) Desentralisasi dan Otonomi Daerah Desentralisasi, Demokratisasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerahhlm 10-11

13Meizer Malanesia, Makalah yang disampaikan dalam Program TKL khusus, dalam sekolah pasca sarjana/ s3, desentralisasi dan Demokrasi, dalam http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/09145/meizar_malanesia.pdf, yang diposting oleh http://www.pdf-finder.com/DESENTRALISASI-DAN-DEMOKRASI.html diakses pada tanggal 3 September 2015 pukul 22.00

(33)

1. Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota dapat memperoleh dana dari sumber-sumber yang dikategorikan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

2. Memperoleh transfer danadari APBN yang dialokasi kan dalam bentuk dana perimbangan yang terdiri dari bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak, DAU dan DAK. Pengalokasian dana perimbangan ini selain ditujukan untuk memberikan kepastian sumber pendanaan APBD, juga bertujuan untuk mengurangi/memperkecil perbedaan kapasitas fiscal antar daerah.

3. Daerah memperoleh penerimaan dari sumber lainnya seperti bantuan dana kontijensi dan bantuan dana darurat.

4. Menerima pinjaman dari dalam dan luar negeri.

Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk mampu meningkatkan pertumbuhan daerah dan secara khusus untuk kepentingan pemerataan daerah. Sehingga inilah sebenarnya tujuan utama dari otonomi daerah tersebut. Para ahli banyak yang menggambarkan tentang tujuan dari otonomi, salah satunya seperti:

a. Menurut Mardiasmo:melihat tujuan otonomi untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah yaitu: (1) meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, (2) menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, dan (3) memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.

b. Menurut Deddy S.B. & Dadang Solihin: Tujuan peletakan kewenangan dalam

penyelenggaraan otonomi daerah adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan

dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal dan memperhatikan

(34)

potensi dan keanekaragaman daerah. Dengan demikian pada intinya tujuan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat dan memberdayakan masyarakatuntuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Otonomi daerah berarti pemberian kewenangan kepada daerah dalam pengolahan sumber daya daerahnya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakatnya, akan tetapi kondisi ini tentu saja akan memberikan dampak negatif ataupun positif kepada masyarakat. Secara umum otonomi daerah akan memberikan dampak:

14

1. Setiap daerah bisa memaksimalkan potensi masing-masing.

a. Dampak Positif:

2. Pembangunan untuk daerah yang punya pendapatan tinggi akan lebih cepat berkembang.

3. Daerah punya kewenangan untuk mengatur dan memberikan kebijakan tertentu.

4. Adanya desentralisasi kekuasaan.

5. Daerah yang lebih tau apa yang lebih dibutuhkan di daerah itu, maka diharapkan dengan otonomi daerah menjadi lebih maju.

6. Pemerintah daerah akan lebih mudah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, jika SDA yang dimiliki daerah telah dikelola secara optimal maka PAD dan pendapatan masyarakat akan meningkat.

7. Dengan diterapkannya sistem otonomi dareah, biaya birokrasi menjadi lebih efisien.

14http://merinaastuti.blogspot.co.id/2013/09/mengetahui-dampak-positif-dan-negatif.html. Diakses tanggal 19 Desember 2015, pada pukul 19:24 WIB

(35)

8. Pemerintah daerah akan lebih mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut. (Kearifan lokal yg terkandung dalam budaya dan adat istiadat daerah).

b. Dampak Negatif :

1. Daerah yang miskin akan sedikit lambat berkembang.

2. Tidak adanya koordinasi dengan daerah tingkat satu karena merasa yang punya otonomi adalah daerah Kabupaten/Kota.

3. Kadang-kadang terjadi kesenjangan sosial karena kewenangan yang di berikan pemerintah pusat kadang-kadang bukan pada tempatnya.

4. Karena merasa melaksanakan kegiatannya sendiri sehingga para pimpinan sering lupa tanggung jawabnya.

Selain karena kurangnya kesiapan daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya dengan berlakunya otonomi daerah, dampak negatif dari otonomi daerah juga dapat timbul karena adanya berbagai penyelewengan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut.

Berbagai penyelewengan dalam pelaksanan otonomi daerah:

1. Adanya kecenderungan pemerintah daerah untuk mengeksploitasi rakyat melalui pengumpulan pendapatan daerah.

Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana (pembangunan dan rutin

operasional pemerintahan) yang besar. Hal tersebut memaksa Pemerintah Daerah menempuh

pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau meningkatkan objek pajak dan

retribusi. Padahal banyaknya pungutan hanya akan menambah biaya ekonomi yang akan

merugikan perkembangan ekonomi daerah. Pemerintah daerah yang terlalu intensif memungut

(36)

pajak dan retribusi dari rakyatnya hanya akam menambah beratnya beban yang harus ditanggung warga masyarakat.

2. Penggunaan dana anggaran yang tidak terkontrol

Hal ini dapat dilihat dari pemberian fasilitas yang berlebihan kepada pejabat daerah. Pemberian fasilitas yang berlebihan ini merupakan bukti ketidakarifan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah.

3. Rusaknya Sumber Daya Alam

Rusaknya sumber daya alam ini disebabkan karena adanya keinginan dari Pemerintah Daerah untuk menghimpun pendapatan asli daerah (PAD), di mana Pemerintah Daerah menguras sumber daya alam potensial yang ada, tanpa mempertimbangkan dampak negatif/kerusakan lingkungan dan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Selain itu, adanya kegiatan dari beberapa orang Bupati yang menetapkan peningkatan ekstraksi besar- besaran sumber daya alam di daerah mereka, di mana ekstraksi ini merupakan suatu proses yang semakin mempercepat perusakan dan punahnya hutan serta sengketa terhadap tanah. Akibatnya terjadi percepatan kerusakan hutan dan lingkungan yang berdampak pada percepatan sumber daya air hampir di seluruh wilayah tanah air. Eksploitasi hutan dan lahan yang tak terkendali juga telah menyebabkan hancurnya habitat dan ekosistem satwa liar yang berdampak terhadap punahnya sebagian varietas vegetasi dan satwa langka serta mikro organisme yang sangat bermanfaat untuk menjaga kelestarian alam.

4. Bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah

Praktik korupsi di daerah tersebut terjadi pada proses pengadaan barang-barang dan jasa daerah

(procurement). Seringkali terjadi harga sebuah barang dianggarkan jauh lebih besar dari harga

barang tersebut sebenarnya di pasar.

(37)

5. Pemerintahan kabupaten juga tergoda untuk menjadikan sumbangan yang diperoleh dari hutan milik negara dan perusahaan perkebunaan bagi budget mereka.

15

Bertitik tolak dari asumsi tersebut, maka keberhasilan pelaksanaan program Pemerintah Daerah, khususnya yang dilakukan oleh dinas di daerah yang memiliki akses langsung dengan kegiatan ekonomi masyarakat adalah relevan dijadikan indikator pertumbuhan ekonomi masyarakat. Dengan catatan bahwa bila program tersebut dalam dua tahun anggaran terakhir berhasil dilaksanakan, maka akan berdampak terhadap kemajuan ekonomi masyarakat di masa yang akan datang. Demikian sebaliknya apabila program tersebut dalam dua tahun anggaran terakhir gagal dilaksanakan (tidak mencapai sasaran) Pelaksanaan Desentralisasi Dalam Otonomi Daerah

Pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi daerah dapat dilihat dari dua aspek, yaitu:

aspek output dan aspek outcomes kebijakan. Kedua aspek tersebut memiliki ukuran atau indikator yang berbeda dalam penilaian keberhasilan.

1. Output Otonomi daerah dan desentralisasi

Output kebijakan desentralisasi dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain:

a. Pertumbuhan ekonomi masyarakat

Untuk mengetahui apakah program Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi daerah adalah dari sejauh mana dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Asumsinya adalah intervensi Pemerintah Daerah masih memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah. Tanpa program pembangunan ekonomi yang konkret dari Pemerintah Daerah, sukar bagi daerah untuk mengalami kemajuan di bidang ekonomi.

15Analisa Artikel Otonomi Daerah oleh Danang Kusuma,Politeknik Negeri Malang. 2014

(38)

maka dampaknya bagi kemajuan ekonomi masyarakat negatif (rendah). Bidang-bidang yang dapat dijadikan indikator dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat, misalnya:

perkembangan sektor pertanian, perkembangan sektor pertambangan dan energi, perkembangan sektor industri, perkembangan sektor pariwisata, dan lain-lain.

b. Peningkatan kualitas pelayanan publik

Untuk melihat sejauh mana dampak pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi daerah dapat dilihat dari kualitas pelayanan publik. Beberapa pelayanan yang sering diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat, antara lain: pelayanan bidang pertanian, pelayanan bidan pertambangan dan energi, pelayanan bidang perindustrian, pelayanan bidang pariwisata, seni, budaya, dan lain-lain.

c. Fleksibilitas program pembangunan

Fleksibilitas program pembangunan berkenaan dengan kemampuan aparat pelaksana memahami tuntutan masyarakat, tidak kaku dalam memahami prosedur dan aturan-aturan formal, mengedepankan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi, peka terhadap ketidakadilan dan ketidakpuasan yang berkembang di masyarakat, dan dalam setiap langkah dan tindakan berusaha melakukan penyesuaian terhadap perkembangan kebutuhan masyarakat.

Dalam konteks analisis ini, pertanyaan yang relevan diajukan adalah: apakah aparat pemerintah daerah dan instansi teknis (dinas) memiliki keleluasaan (discretion of power) dalam mengelola bidang urusan pemerintah yang diterimanya

2. Outcomes Desentralisasi dalam Otonomi daerah

a. Peningkatan partisipasi masyarakat

(39)

Dengan diserahkannya sebagian besar urusan pemerintahan di daerah, diharapkan masyarakat bisa mengambil bagian (partisipasi aktif) mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada pengawasan dan pemeliharaan hasil pembangunan.

Secara apriori, konsep partisipasi yang dikehendaki oleh desentralisasi dalam otonomi daerah kelihatannya terlampau muluk untuk bisa direalisasikan. Sebab, selama ini (peran pemerintah terlampau dominan) yang menempatkan masyarakat tidak lebih sebagai objek pembangunan atau pihak yang hanya penonton.

b. Efektivitas pelaksanaan koordinasi

Koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan dari satuan yang terpisah (unit-unit atau bagian-bagian) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Tanpa koordinasi individu-individu dan bagian-bagian akan kehilangan pandangan tentang peran mereka dalam organisasi. Mereka akan mengejar kepentingannya masing-masing yang khas, seringkali dengan mengorbankan tujuan organisasi. Namun, kebutuhan akan koordinasi tergantung pada sifat dan perlunya komunikasi dari tugas-tugas yang dilakukan dan ketergantungan berbagai sub unit yang melaksanakan tugas-tugas tersebut. Koordinasi juga bermanfaat bagi pekerjaan yang tidak rutin dan tidak diperkirakan sebelumnya, dimana pekerjaan-pekerjaan ketergantungannya tinggi. Kebutuhan koordinasi dapat dibedakan dalam tiga keadaan, yaitu: (a) kebutuhan koordinasi atas ketergantungan kelompok (pooled interdependence);

(b) kebutuhan koordinasi atas ketergantungan sekuensial (sequential interdependence),

dan (c) kebutuhan koordinasi atas ketergantungan timbal balik (reciprocal

interdependence).

(40)

Ketergantungan kelompok terjadi apabila unit organisasi tidak tergantung satu sama lain untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari, tetapi tergantung pada prestasi yang memadai dari setiap unit demi tercapainya hasil akhir. Sedang, kebutuhan koordinasi atas ketergantungan sekuensial, terjadi pada suatu unit organisasi yang harus melaksanakan kegiatan (aktivitas) terlebih dahulu sebelum unit-unit selanjutnya dapat bertindak.

Sementara, ketergantungan timbal balik terjadi apabila melibatkan hubungan saling memberi dan menerima dan saling menguntungkan diantara unit-unit.

Dalam proses pelaksanaan berbagai kegiatan bidang urusan otonomi, terutama dalam hal pelaksanaan program pembangunan, terdapat beberapa unit organisasi yang saling terkait dan melibatkan hubungan secara fungsional yaitu antara lain: Walikota/Bupati (Kepala daerah), organisasi dinas (instansi teknis), Bappeda, dan Kepala Bagian Keuangan, Sekretaris Daerah. Setiap program kerja tahunan dinas daerah, sebelum disetujui oleh Walikota/Bupati (Kepala Daerah) terlebih dahulu diteliti oleh Bappeda dan Bagian Keuangan.

16

1.6.1.2 Pemekaran Daerah

Bangsa Indonesia melakukan reformasi tata pemerintahan sejak diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Sejak saat itu berbagai pemikiran inovatif dan uji coba terus dilakukan sebagai upaya untuk menyempurnakan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelayanan publik dan penanggulangan kemiskinan secara efektif.

16http://uheyfr.blogspot.co.id/2013/06/analisis-pelaksanaan-desentralisasi_28.html. Diakses tgl 16 Desember 2016,jam 16.35

(41)

Salah satu aspek yang sangat penting dari pelaksanaan otonomi daerah bsaat ini adalah terkait dengan pemekaran dan penggabungan wilayah yang bertujuan untuk memperkuat hubungan antara pemerintah daerah dan masyarakat local dalam rangka pertumbuhan kehidupan demokrasi. Dengan interaksi yang lebih intensif antara masyarakat dan pemerintah Daerah Otonom Baru (DOB).

Secara umum, pemekaran daerah dapat diartikan sebagai suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan direvisi dengan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sesuai dengan PP No.78 Tahun 2007 bahwa pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah atau lebih.

Pada dasarnya pemekaran daerah memiliki beberapa tujuan yang harus dicapai. Seperti yang ditulis dalam PP No. 78 Tahun 2007 hasil revisi PP No. 129 Tahun 2000, dimana disebutkan bahwa tujuan pemekaran daerah ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pelayanan kepada, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban, peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.

Menurut Kastorius Sinaga

17

1. Urgensi dan relevansi

ide pemekaran daerah setidaknya harus menjawab tiga isu pokok, diantaranya:

17Wahyudi,2002. Etnis Pakpak dalam Pemekaran Wilayah.Sidikalang :Yayasan Sada Ahmo,hlm.18-19

(42)

Dalam hal ini apakah urgensi pemekaran daerah berkaitan dengan penuntasan masalah kemiskinan dan marginalitas etnik. Jika tidak maka pemekaran daerah akan berdampak negative. Pertimbangan lain dari pemekaran daerah biasanya didasari oleh adanyya potensi sumber daya alam dan juga potensi sumber daya manusia yang terbatas. Jalan keluar yang paling mungkin adalah mengundang pihak luar menjadi investor dan ketika keputusan ini diambil maka tidak lama setelah itu akan terjadi proses eksploitasi yang sangat besar terhadap kekayaan alam yang dimiliki oleh daerah tersebut. Cara berpikir seperti inilah yang sangat mengkhawatirkan dn berpotensi mengundang terjadinya proses kemiskinan.

2. Prosedur

Dalam hal ini apakah prosedur pemekaran daerah sudah ditempuh dengan benar sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ditetapkan. Jika tidak maka peoses pemekaran daerah ini akan berbelit-belit karena rantai birokrasi yang mengurus persoalan seperti ini memerlukan proses yang sangat panjang.

3. Dalam hal ini yaitu sejauh mana pemekaran daerah memberi dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat dan berimplikasi terhadap terpeliharanya identitas dan agama.

Terdapat beberapa alasan penting dari pembentukan dan pemekaran wilayah, yaitu

18

1. Meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, sehingga kehidupan masyarakat akan secara cepat terangkat dan terbebas dari kemiskinan dan keterbelakangan seiring meningkatnya kesejahteraan.

:

18Op.Cit J.Kaloh.Hal.195

(43)

2. Memperpendek spam of control (rentang kendali) manajemen pemerintahan dan pembangunan, sehingga fungsi manajemen pemerintahan akan lebih efektif, efisien, dn terkendali.

3. Untuk proses pemberdayaan masyarakat dengan menumbuhkembangkan inisiatif, kreativitas, dan inovasi masyarakat dalam pembangunan.

4. Menumbuhkan dan mengembangkan proses pembelajaran berdemokrasi masyarakat, dengan keterlibatan mereka dalam proses politik dan pembangunan.

Menurut Prasojo, bahwa terdapat sejumlah faktor pendorong untuk melakukan pemekaran daerah. Sekaligus hal tersebut menjadi penyebab mengapa penghentian (moratorium) pemekaran sulit dilakukan. Pertama, tuntutan terhadap pemekaran adalah cara hukum mendorong pemerintah untuk mengalirkan keuangan negarake daerah. Selama insentif keuangan berupa dana alokasi umum, dan dana perimbangan lainnya dari pemerintah pusat terus mengalir ke DOB, selama itu pula tuntutan pemekaran akan terjadi. Dengan kata lain, pemekaran adalah alat bagi daerah untuk menekankan pemerintah pusat agar memberikan uang kepada daerah.

Kedua, selain berdimensi keuangan negara, pemekaran memiliki dimensi politik. pemekaran merupakan cara untuk memberikan ruang yang lebih besar kepada kader-kader partai politik didaerah untuk berkiprah dilembaga-lembaga perwakilan serta lembaga pemerintahan daerah.

Pembentukan DOB jelas diikuti pembentukan sejumlah struktur dan posisi daerah seperti kepala daerah, wakil daerah, anggota DPRD, dan posisi-posisi pemerintahan lainnya. Ketiga, pemekaran juga bisa berdimensi janji politisi kepada masyarakat di daerah pemilihannya (dapil).

Apalagi menjelang pemilu, janji pemekaran akan menjadi alat kampanye yang efektif untuk

mendongkrak suara dalam pemilu. Kontra opini terhadap pemekaran bisa dipandang tidak pro

daerah dan tidak pro Rakyat. Keempat, tentu saja sangat legitimate untuk menyatakan bahwa dari

(44)

luas wilayah dan jangkauan pelayanan, pemekaran adalah jalan untuk mendekatkan pelayanan sekaligus meningkatkan kemakmuran masyarakat.

19

Secara normatif, segala sesuatu yang berhubungan dengan Negara dan politik tertanam sebuah syarat dan aturan hukum yang sifatnya mengikat untuk dilaksanakan oleh siapapun, terlebih lagi terkait dengan pemekaran wilayah yang sifatnya lebig urgent. Sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 32/2004, pasal 5 bahwa pembentukan daerah harus memenuhi syarat administratif, teknis dan fisik kewilayahan. Syarat administratif untuk kabupaten atau kota meliputi adanya persetujuan DPRD, Provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Mentri dalam Negeri. Sementara itu, syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan faktor-faktor yang berhubungan dengan terselenggaranya otonomi daerah. Sedangkan syarat fisik meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan.

20

Menurut Saul M. Katz

1.6.2 Konsep Pembangunan Daerah dan Kesejahteraan Masyarakat

Pembangunan sudah menjadi hal yang sering didengar oleh masyarakat Indonesia.

Penggunaaan kata pembangunan seperti obat untuk terciptanya suatu perubahan dan kemajuan.

Walaupun sebenarnya suatu pembangunan belum tentu berdampak baikbagi setiap orang.

21

19Eko Prasojo, “Jajaran Pemekaran Daerah : Instrumen Ekonomi Politik”. Dalam Opini Jawa Pos, 2008.

20 Matias Siagian, 2012, Kemiskinan dan Solusi, Medan : Grasindo Monoratama, hlm 92

21 Taliziduhu Ndraha, 1987, Pembangunan Masyarakat, Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas, Jakarta: Bina Aksara, hlm 15

, pembangunan adalah “major societal change from one state of

national being to another, more valued, state” yang lebih kurang berarti perubahan besar-

besaran suatu bangsa dari suatu keadaan menuju keadaan yang lebih baik. Hal ini juga berlaku

(45)

bagi daerah, ketika diberlakukannya otonomi daerah. Masing-masing daerah secara mandiri melakukan pembangunan daerah agar terwujud kesejahteraan masyarakat di daerah otonomnya.

Secara gamblang tujuan pembangunan adalah untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, materiil maupun spirituil.

22

Kebijakan pada dasarnya adalah merupakan keputusan pemerintah untuk menciptakan suatu kondisi tertentu yang perlu dilaksanakan dalam rangka mendorong proses pembangunan daerah bersangkutan. Kebijakan pembangunan daerah pada dasarnya merupakan pengambilan keputusan oleh pimpinan atau elit politik daerah untuk mewujudkan kondisi yang dapat mendorong dan mendukung pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan semula dalam bentuk perencanaan.

Adil dan makmur (sejahtera) merupakan harga mati yang harus dicapai melalui pembangunan. Sehingga dapat dikatakan pembangunan ditujukan agar masyarakat dapat mencapai haknya, yaitu kemakmuran yang berkeadilan dan keadilan yang berkemakmuran.

23

Adapun prioritas pembangunan daerah dapat didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan berikut.

24

1. Program dan sektor yang diprioritaskan sebaiknya berhubungan erat dengan visi dan misi pembangunan daerah yang ditetapkan semula sehingga pencapaian visi dan misi tersebut menjadi lebih terjamin sesuai dengan janji yang diberikan pada masyarakat.

2. Program dan sektor yang diprioritaskan sebaiknya mencakup sebagian besar dari kehidupan sosial ekonomi pada negara dan daerah bersangkutan, seperti sektor pertanian, sumber daya manusia, sektor industri dan lain-lainnya.

22 Matias Siagian, 2012, Kemiskinan dan Solusi, Medan:Grasindo Monoratama, hlm 92

23 Sjafrizal, op.cit, hlm 61

24 Ibid, hlm 63

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai rasa syukur telah terlaksananya kegiatan Pembinaan Tradisi Peringatan Ke-71 Hari Bhayangkara Tahun 2017 panitia Seksi Undangan mengadakan

Media e-comic yang dikembangkan dengan validasi dari ahli materi dan ahli media diharapkan dapat membantu guru dalam menyampaikan materi IPS dan mempermudah belajar siswa

Dengan menggunakan beberapa metode tersebut, hasil penelitian yang diharapkan adalah perbaikan deteksi terhadap dataset RTE-4 ID 332 yang semula terdeteksi sebagai

Tujuan penelitian yaitu untuk mengkaji keefektifan model SQ4R berbantuan media storytelling organizers terhadap keterampilan membaca pemahaman siswa kelas V SD Gugus Nusa

Implementasi yang telah dilakukan dengan menggunakan library keamanan akan memberikan kemudahan dalam membangun keamanan web service karena dengan dukungan library

Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi dan Pengembangan Karier Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Pemerintah Kabupaten Tabalong di Tanjung Kalimantan Selatan.. Jurnal Manajemen

Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education, menyatakan bahwa indeks pembangunan pendidikan atau Education Development

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (action research) sebanyak dua siklus. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan