ANALISIS LITERASI KUANTITATIF SISWA SMA DALAM KONSEP
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh
Mona Munawaroh
0902143
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
Analisis Literasi Kuantitatif Siswa SMA dalam Konsep
Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan
Oleh Mona Munawaroh
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Mona Munawaroh 2014
Universitas Pendidikan Indonesia Februari 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
LEMBAR PENGESAHAN
“ANALISIS LITERASI KUANTITATIF SISWA SMA DALAM KONSEP
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN”
Oleh:
Mona Munawaroh 0902143
Disetujui dan Disahkan Oleh:
Pembimbing I
Dr. rer. nat. Adi Rahmat, M.Si NIP. 196512301992021001
Pembimbing II
Eni Nuraeni, M.Pd NIP. 197606052001122001
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Biologi
Analisis Literasi Kuantitatif Siswa SMA dalam Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil literasi kuantitatif siswa SMA di kota Bandung dalam konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif de facto yaitu mendeskripsikan gejala yang terjadi tanpa adanya perlakuan. Sampel dari penelitian ini adalah tiga SMA Negeri di kota Bandung yang diambil berdasarkan teknik cluster random sampling untuk mewakili tingkatan cluster yang berbeda. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen tes berupa 12 butir soal uraian tertutup, angket dan wawancara. Data berupa jawaban siswa diberi skor sesuai dengan rubrik penilaian literasi kuantitatif yang diadaptasi dari Association of American
Colleges and Universities. Skala kategori kemampuan yang digunakan yaitu
benchmark (dasar), milestone (menengah), dan capstone (tinggi). Hasil
analisis data menunjukkan bahwa kemampuan literasi kuantitatif siswa SMA di kota Bandung hanya mencapai kategori menengah, sedangkan kategori tinggi dicapai oleh kurang dari 10% siswa. Berdasarkan tingkatan
cluster sekolah, sekolah cluster 1 memperoleh rata-rata nilai paling rendah
yaitu 33,18, sedangkan cluster 2 mendapatkan rata-rata nilai sebesar 41,77,
dan cluster 3 mendapatkan rata-rata nilai tertinggi dari cluster lainnya yaitu
sebesar 45,68. Komponen literasi kuantitatif yang paling banyak dikuasai oleh siswa yaitu kemampuan kalkulasi, sedangkan yang tidak dikuasai oleh siswa yaitu kemampuan aplikasi/analisis. Berdasarkan hasil angket dan wawancara, pembelajaran yang didapatkan oleh siswa belum menerapkan literasi kuantitatif. Pembelajaran lebih banyak mengembangkan aspek penguasaan konsep.
ABSTRACT
In this study, we describe the achievement of quantitative literacy ability on senior high school students in plant’s growth and development context. We used de facto descriptive method to describe the phenomenon that occur in real situation without any treatment. Samples from this study were taken by cluster random sampling technique to represent different levels of the
cluster’s school. Data was collected by using 12 item essay test, questionnaires and interviews. Data in the form of students answers were scored according to quantitative literacy assessment rubric adapted from the Association of American Colleges and Universities (AAC&U). Scale descriptor category of this rubric are benchmark (base), milestones (intermediate), and the capstone (high). The results of the data analysis showed that quantitative literacy’s student only reached the middle category, while the high category is achieved by less than 10% of students. Based on the level of cluster’s school, cluster 1 schools earned an average score of 33.18, while cluster 2 to get an average value of 41.77, and cluster 3 to get an average of the highest values of the other clusters is equal to 45.68. The most quantitative literacy component widely held by students is calculation ability, whereas students who are not controlled by the ability is application/analysis. Based on the results of questionnaires and interviews, lessons learned by students not applying quantitative literacy but developing cognitive aspects only.
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Pertanyaan Penelitian ... 4
D. Batasan Masalah... 5
E. Tujuan Penelitian ... 5
F. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II.LITERASI KUANTITATIF DALAM KONSEP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN ... 7
A. Definisi Literasi Kuantitatif ... 7
B. Literasi Kuantitatif dalam Pembelajaran Biologi ... 9
C. Analisis Materi Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan ... 11
D. Pengukuran Literasi Kuantitatif ... 14
BAB III. METODE PENELITIAN ... 23
A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian ... 23
B. Desain Penelitian ... 23
C. Metode Penelitian... 24
D. Definisi Operasional... 24
E. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 24
F. Pengembangan Instrumen ... 26
G. Analisis Data ... 34
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41
A. Hasil Penelitian ... 41
1. Profil Literasi Kuantitatif Siswa SMA dalam Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan berdasarkan Cluster Sekolah ... 41
2. Analisis Kemampuan Siswa berdasarkan Indikator Literasi Kuantitatif ... 44
3. Hasil Angket dan Wawancara Siswa ... 49
4. Hasil Wawancara Guru ... 51
B. Pembahasan ... 53
1. Profil Literasi Kuantitatif Siswa SMA dalam Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan berdasarkan Cluster Sekolah ... 53
2. Analisis Kemampuan Siswa berdasarkan Indikator Literasi Kuantitatif ... 55
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
A. Kesimpulan ... 68
B. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 70
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Komponen Literasi Kuantitatif... 15
2.2 Pertumbuhan Tanaman Selada Pada Berbagai Konsentrasi Fe... 19
2.3 Rata-Rata Tinggi Tanaman Pada Berbagai Tingkat Kadar Air Tanah Dengan Mikoriza Vesikular Arbuskular ... 20
2.4 Rata-Rata Bobot Kering Tanaman Pada Berbagai Tingkat Kadar Air Tanah Dengan Mikoriza Vesikular Arbuskular ... 21
2.5 Rata-Rata Jumlah Polong Pada Berbagai Kadar Air Tanah Dengan Mikoriza Vesikular Arbuskular ... 21
3.1 Hasil Analisis Validitas Tes Uraian Literasi Kuantitatif . 27 3.2 Rekapitulasi Validitas Tes Uraian Literasi Kuantitatif .... 27
3.3 Kategori Reliabilitas Butir Soal ... 28
3.4 Kategori Daya Pembeda Butir Soal ... 29
3.5 Rekapitulasi Daya Pembeda Tes Uraian Literasi Kuantitatif ... 29 3.6 Kategori Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 30
3.7 Rekapitulasi Tingkat Kesukaran Tes Uraian Literasi Kuantitatif ... 30 3.8 Rekapitulasi Analisis Seluruh Butir Soal Tes Uraian ... 31
3.9 Hasil Analisis Keterbacaan Instrumen Tes Uraian ... 32
3.10 Rubrik Penilaian Literasi Kuantitatif ... 34
3.11 Skala Kategori Literasi Kuantitatif ... 37
3.12 Skala Kategori Kemampuan ... 37
3.13 Kriteria Interpretasi Data Angket ... 38
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Contoh Data Hasil Penelitian Dalam Bentuk Grafik ... 16
3.1 Bagan Desain Penelitian ... 23
3.2 Alur Penelitian ... 40
4.1 Persentase Capaian Literasi Kuantitatif Siswa ... 41
4.2 Perolehan Nilai Literasi Kuantitatif Siswa pada Setiap Cluster Sekolah ... 41
4.3 Komposisi Jawaban Literasi Kuantitatif Siswa Pada Setiap Cluster Berdasarkan Tingkat Kesukaran Soal .... 43
4.4 Rata-rata Skor Siswa pada Setiap Komponen Literasi Kuantitatif ... 44
4.5 Rata-rata Skor Siswa per Cluster Sekolah pada Setiap Komponen Literasi Kuantitatif ... 45
4.6 Persentase Skor pada Tes Literasi Kuantitatif dalam Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan ... 46
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A Pengelompokkan Sekolah Berdasarkan Cluster ....…... 74
B.1 Hasil Analisis Butir Soal Uji Coba ... 75
B.2 Hasil Analisis Butir Soal Revisi ... 80
B.3 Angket Keterbacaan Instrumen ... 82
C.1 Berita Acara Judgement Instrumen ... 83
C.2 Kisi-Kisi Tes Uraian Siswa ... 86
C.3 Tes Uraian Siswa ... 87
C.4 Angket Siswa ... 98
C.5 Pedoman Wawancara Siswa ... 99
C.6 Pedoman Wawancara Guru ... 100
D Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian ... 101
E.1 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 102
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada beberapa dekade terakhir ini, daya saing negara Indonesia ditengah-tengah persaingan dengan negara lain cenderung tidak memuaskan. Hal ini tercermin dari berbagai temuan di bidang pendidikan. Hasil studi Trends in
International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007,
memperlihatkan bahwa peserta didik Indonesia belum menunjukkan prestasi yang memuaskan. Literasi matematika peserta didik Indonesia menempati peringkat 36 dari total 49 negara peserta dengan skor 405 dan masih dibawah skor rata-rata internasional yaitu 500. Sementara itu untuk literasi sains berada di urutan ke 35 dari 49 negara dengan pencapaian skor 433, dan masih dibawah skor rata-rata internasional yaitu 500. Rendahnya kemampuan siswa Indonesia juga dapat di lihat dari laporan Programme for International Student Assessment (PISA). Pada tahun 2006 prestasi literasi membaca siswa Indonesia berada pada peringkat ke 48 dari 56 negara, literasi matematika berada pada peringkat ke 50 dari 57 negara, dan literasi sains berada pada peringkat ke 50 dari 57 negara (OECD, 2007). Dengan demikian, diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Peningkatan mutu pendidikan tersebut pada hakikatnya merupakan upaya peningkatan taraf hidup suatu negara. Pendidikan dalam hal ini menjadi wadah strategis bagi upaya mengembangkan potensi individu, membantu para peserta didik untuk dapat memuliakan hidup mereka (ennobling life) (Tjalla, 2009).
Selain menyadari pentingnya peran pendidikan, perlu disadari pula bahwa abad 21 merupakan abad dimana kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
2
sehari-hari. Mulai dari laporan medis, tren politik, bursa ekonomi, hingga berita kini berbentuk angka (Steen, 1999). Begitu pula dalam bidang perkembangan ilmu pengetahuan, para ilmuwan masa depan diharuskan untuk mempunyai kemampuan numerik yang semakin baik, menginterpretasikan data serta mengambil keputusan berdasarkan data tersebut (Speth, 2010). Sehingga jelas bahwa tuntutan jaman pada saat ini mengarah kepada kemampuan untuk mengaplikasikan dan mengintegrasikan operasi numerik (angka dan simbol) dalam praktik kehidupan sehari-hari. Kemampuan numerasi ini disebut dengan
istilah literasi kuantitatif, dimana tidak hanya sekedar kompetensi (penguasaan keterampilan) matematis belaka namun juga sebagai kebiasaan berpikir (habit of
mind) serta kenyamanan seseorang dalam mengoperasikan/mengolah data
numerik (Rhodes dan Finley, 2013).
Kemp (2003) dalam penelitiannya menuturkan bahwa dengan memiliki literasi kuantitatif yang baik, seseorang dapat menilai serta mengambil keputusan yang lebih tepat karena didasarkan pada data yang akurat. Literasi kuantitatif menjadi sebuah kebutuhan yang esensial bagi setiap individu karena tidak hanya mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan saja namun juga mampu membuat penalaran yang kritis (Skalicky, 2007). Selain hal tersebut, kemampuan yang dimunculkan dalam literasi kuantitatif sebenarnya sejalan dengan literasi sains. Seseorang dapat dikatakan mempunyai literasi sains yang tinggi jika ia menyandarkan pemikiran dan pernyataannya pada fakta dan data empiris. Agar fakta dan data tersebut dapat dipahami dengan jelas tanpa menimbulkan kebingungan, maka fakta dan data tersebut harus disajikan dalam pernyataan dengan menggunakan angka dan simbol matematika (kalimat kuantitatif) (Sevgȋ, 2006).
Nasional Council of Teacher of Mathematic kemudian menginisiasi
3
berdasarkan piramida makanan, mengambil keputusan dari suatu hasil penelitian, maupun memperkirakan urutan evolusi berdasarkan waktu. Literasi kuantitatif akan membentuk pola pikir siswa bahwa biologi bukan hafalan konsep semata tetapi didasarkan atas pemahaman terhadap fakta dan data.
Pada konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, siswa harus mampu merencanakan percobaan, melaksanakan percobaan serta mengkomunikasikan hasil percobaan (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006). Banyak kompetensi yang dapat dikembangkan dari pembelajaran konsep
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan tersebut terkait kemampuan literasi kuantitatif. Data yang didapatkan dari percobaan tentu harus diolah, dianalisis dan kemudian dikomunikasikan sedemikian sehingga hasil percobaan itu bermakna. Namun untuk dapat memahami konsep dan menghubungkannya dengan data yang didapatkan dari hasil penelitian tersebut, diperlukan suatu keterampilan yakni literasi kuantitatif.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal mempunyai tugas dan fungsi untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi. Sekolah merupakan sarana yang sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan guna mempersiapkan generasi muda sebelum masuk kedalam proses pembangunan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa guru dan siswa sebagai warga sekolah yang juga menjadi bagian dari masyarakat sosial tidak lepas dari tuntutan jaman pada saat ini. Terutama siswa yang dipersiapkan untuk menjadi ilmuwan ataupun negarawan masa depan yang berkualitas dan mampu menjawab tuntutan jaman. Selain hal tersebut, siswa SMA juga diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja (workplace) sebagaimana yang tercantum dalam rumusan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) satuan pendidikan untuk SMA. Merujuk pada beberapa poin dalam lampiran Permendikmas nomor 23 tahun 2006, siswa lulusan
4
karena itu, kemampuan literasi kuantitatif sangat penting untuk dimiliki oleh siswa sebagai bekal untuk menjalani kehidupan pada masa kini maupun pada masa yang akan datang.
Statistic Canada pada tahun 2003 telah melakukan berbagai survey
diberbagai daerah di Kanada untuk mengevaluasi tingkat kemampuan literasi kuantitatif sebagai langkah awal pengembangannya. Sedangkan di Amerika, Speth et al. (2010) melakukan assesmen terhadap sejumlah mahasiswa yang diberikan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan literasi kuantitatif mereka
dalam hal membuat grafik dan argumen. Di Indonesia sendiri isu mengenai literasi kuantitatif ini belum menjadi perhatian. Terbukti dengan masih sedikitnya penelitian mengenai literasi kuantitatif di jenjang pendidikan tinggi maupun menengah serta dalam mata pelajaran sains biologi maupun mata pelajaran lainnya. Padahal dalam proses pendidikan evaluasi adalah salah satu bagian yang penting dan memainkan peranan yang besar dalam mengidentifikasi suatu program pendidikan. Dengan melakukan evaluasi kita akan mendapatkan informasi tentang situasi terkini dan jaraknya terhadap situasi yang diharapkan dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu. Sehingga dalam hal ini perlu untuk diketahui bagaimana capaian literasi kuantitatif siswa SMA dalam konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sebagai langkah awal mengembangkan literasi kuantitatif dalam pembelajaran biologi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu “Bagaimanakah literasi kuantitatif siswa SMA dalam konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan?”
C. Pertanyaan Penelitian
5
1. Bagaimanakah profil literasi kuantitatif siswa SMA di kota Bandung dalam konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan berdasarkan cluster sekolah?
2. Bagaimanakah kemampuan siswa SMA di kota Bandung berdasarkan indikator-indikator literasi kuantitatif dalam konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan?
D. Batasan Masalah
Adapun ruang lingkup dan arah dari penelitian ini terhimpun dalam batasan masalah sebagai berikut:
1. Literasi kuantitatif yang diukur terdiri dari kemampuan dalam melakukan interpretasi (interpretation), representasi (representation), kalkulasi
(calculation), aplikasi/analisis (application/analyses), asumsi (assumption),
serta komunikasi (communication).
2. Literasi kuantitatif siswa diukur melalui butir tes uraian dengan rubrik penilaian yang diadaptasi dan dikembangkan dari Association of American
Colleges and Universities (AAC&U) (2009).
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan profil literasi kuantitatif siswa SMA di kota Bandung dalam konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan berdasarkan cluster sekolah.
2. Mendeskripsikan kemampuan interpretasi, representasi, kalkulasi, aplikasi/analisis, asumsi, serta komunikasi siswa SMA di kota Bandung dalam konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
F. Manfaat Penelitian
6
1. Bagi Siswa
Mengenalkan sekaligus melatih kemampuan literasi kuantitatif siswa melalui tes uraian yang diberikan dalam konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
2. Bagi Guru
Guru memperoleh informasi mengenai kemampuan literasi kuantitatif peserta didiknya serta memahami urgensi literasi kuantitatif bagi siswa. Selain itu, guru juga mendapatkan gambaran soal yang dapat mengukur kemampuan
literasi kuantitatif siswa melalui tes uraian yang diberikan dalam konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
3. Bagi Peneliti Lain
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri di kota Bandung. Dari populasi tersebut ditentukan sumber data berupa sampel yaitu sebagian anggota dari populasi yang dijadikan sebagai sumber data.
Sampel dipilih melalui teknik cluster random sampling. Dimana sampel diambil berdasarkan tingkatan cluster sekolah yang ditetapkan oleh Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kota Bandung. Pada setiap kelompok
cluster sekolah tersebut diambil satu sekolah secara acak, sehingga didapatkan
satu sekolah yang mewakili masing-masing cluster. Dalam rangka menjaga etika dalam penelitian, identitas masing-masing sekolah diberi kode C1 untuk sekolah
cluster 1, kode C2 untuk sekolah cluster 2, dan kode C3 untuk sekolah cluster 3.
Selanjutnya dari setiap sekolah yang terpilih diambil kembali satu kelas secara acak, sehingga didapatkan tiga sampel penelitian yaitu kelas XII A dari sekolah C1, kelas XII B dari sekolah C2, dan kelas XII C dari sekolah C3. Adapun siswa kelas XII dipilih sebagai sampel karena dianggap telah cukup memiliki dasar untuk melakukan olah data secara numerik dan berada dalam tingkat berpikir abstrak. Selain itu, berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006 yang digunakan secara nasional, kelas XII SMA telah mendapatkan pembelajaran untuk konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
B. Desain Penelitian
Pada penelitian ini peneliti hanya mengukur kemampuan literasi kuantitatif siswa serta faktor yang melatarbelakangi kemampuan tersebut tanpa
memberikan perlakuan apapun.
Pembelajaran Biologi
Dalam Konsep Pertumbuhan dan
Perkembangan Tumbuhan
Tes Tertulis
Pengisian Angket
Wawancara
24
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode deskriptif de facto. Metode penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan gejala yang terjadi tanpa adanya perlakuan atau manipulasi variabel. Gejala yang menjadi objek penelitian yaitu kemampuan literasi kuantitatif siswa dalam konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan yang diukur melalui tes uraian dengan rubrik penilaian yang diadaptasi dan dikembangkan dari Association of American Colleges and
Universities (AAC&U, 2009).
D. Definisi Operasional
Istilah yang digunakan sebagai variabel dalam penelitian ini diuraikan dalam penjelasan yang lebih operasional. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi multitafsir terhadap variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Istilah-istilah tersebut yaitu:
1. Literasi kuantitatif yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kemampuan siswa dalam mengolah data numerik yang mencakup kemampuan interpretasi, representasi, kalkulasi, aplikasi/analisis, asumsi serta kemampuan komunikasi. Keenam kemampuan tersebut diukur melalui tes uraian yang dikembangkan dengan rubrik penilaian yang diadaptasi dan dikembangkan dari Association of American Colleges and Universities (2009).
2. Konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan dalam penelitian ini merupakan konteks yang digunakan dalam tes uraian literasi kuantiatif dengan mengacu pada analisis SK dan KD mata pelajaran biologi kelas XII SMA dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006.
E. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
25
dalam konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Adapun instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa:
1. Soal Tes uraian
Soal tes uraian digunakan untuk mengukur pencapaian literasi kuantitatif siswa dengan metode tertulis. Tes ini berupa pertanyaan-pertanyaan terkait konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan yang diarahkan pada indikator kemampuan literasi kuantitatif yang diadaptasi dan dikembangkan berdasarkan rubrik penilaian literasi kuantitatif dari Association of American
Colleges and Universities (AAC&U) (2009). Indikator kemampuan literasi
kuantitatif tersebut mencakup kemampuan interpretasi, representasi, kalkulasi, aplikasi/analisis, asumsi serta kemampuan komunikasi. Tes ini terdiri dari 12 butir soal dengan masing-masing indikator kemampuan literasi kuantitatif terdiri dari dua butir soal. Hal ini dimaksudkan untuk dapat menjaring lebih banyak kemungkinan jawaban siswa sehingga data yang terambil dapat merepresentasikan kemampuan literasi kuantitatif siswa.
2. Angket
Merupakan kuesioner tertutup yang digunakan untuk mengetahui pengalaman belajar siswa dalam pembelajaran pada konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan di sekolah, mengetahui pengalaman siswa dalam pembelajaran biologi yang menggunakan literasi kuantitatif serta persepsi siswa terhadap soal yang memuat aplikasi literasi kuantitatif dalam pembelajaran biologi apakah mengalami kesulitan ataukah tidak dan apakah bisa lebih dipahami ataukah tidak.
3. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara ini digunakan sebagai panduan untuk mengungkap faktor-faktor yang melatarbelakangi kemampuan literasi kuantitatif siswa.
26
F. Pengembangan Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini mengalami beberapa proses pengembangan. Proses pengembangan tersebut diantaranya yaitu:
1. Melakukan validasi isi instrumen melalui judgement oleh dosen ahli.
2. Instrumen yang telah divalidasi kemudian diujicobakan kepada subjek diluar populasi penelitian, yaitu 32 orang siswa kelas XII SMA Negeri di kota Cimahi yang telah mendapatkan materi konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Selain itu, dilakukan pula validasi tingkat keterbacaan instrumen
melalui angket.
3. Melakukan revisi instrumen serta memperjelas bahasa yang digunakan berdasarkan hasil uji coba yang diperoleh.
4. Sebelum instrumen digunakan dalam penelitian, instrumen divalidasi kembali melalui judgement kepada dosen ahli.
Dalam proses uji coba instrumen dan validasi keterbacaan instrumen melalui angket, dilakukan pula analisis butir soal dibantu dengan menggunakan program ANATES Uraian Versi 4.0.9. Dari 12 butir soal yang dibuat, 12 soal digunakan sebagai instrumen. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel (Arikunto, 2010), sehingga aspek yang dianalisis meliputi validitas butir soal atau item dan reliabilitas ditambah dengan analisis daya pembeda dan tingkat kesukaran soal. Data hasil pengolahan kemudian diinterpretasikan dengan kriteria interpretasi yang dikembangkan oleh Arikunto (2007).
a. Validitas Butir Soal
Pengujian validitas butir soal dilakukan untuk mengetahui tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Validitas perlu diuji karena dapat mencerminkan ketepatan suatu instrumen dalam mengungkapkan data dari
variabel yang diteliti (Arikunto, 2010). Teknik pengujian validitas yang dilakukan didalam penelitian ini berupa pengujian validitas konstrak, yaitu dengan mengkorelasikan antara skor butir dengan skor total. Bila harga korelasi (rxy) dibawah 0,30, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut
27
2012). Adapun kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan nilai korelasi tersebut digunakan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.1 Validitas Butir Soal
Kategori Nilai
Sangat tinggi 0,80< rxy ≤ 1,00
Tinggi 0,60< rxy ≤ 0,80
Sedang 0,40< rxy ≤ 0,60
Rendah 0,20< rxy ≤ 0,40
Sangat rendah 0,00< rxy ≤ 0,20
Berdasarkan hasil perhitungan melalui aplikasi ANATES diketahui nilai korelasi ke 12 butir soal dengan interpretasi kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.2 Rekapitulasi Validitas Tes Uraian Literasi Kuantitatif
Kategori Jumlah Proporsi (%) No. Soal
Tinggi 8 66,67 1,4,5,7,8,10,11,12
Sedang 3 25 2,3,6
Rendah 1 8,33 9
Jumlah 12 100
b. Reliabilitas Soal
Pengujian reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keajegan butir soal. Instrumen yang mempunyai reliabilitas ajeg mengandung arti bahwa instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu mengungkapkan data yang
bisa dipercaya (Arikunto, 2012). Pengujian reliabilitas instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan metode internal consistency. Metode ini dilakukan dengan cara mengujicobakan instrumen satu kali, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik belah dua dari Spearman Brown. Adapun rumus perhitungan reliabilitas menurut Spearman Brown sebagai berikut:
28
dengan: ri = reliabilitas internal seluruh instrumen
rb = korelasi product momen antara belahan pertama dan kedua
(Sugiyono, 2012).
Nilai reliabilitas yang diperoleh kemudian diinterpretasikan berdasarkan
kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.3 Kategori Reliabilitas Butir Soal
Kategori Nilai
Sangat tinggi 0,81-1,00
Tinggi 0,61-0,80
Sedang 0,41-0,60
Rendah 0,21-0,40
Sangat rendah 0,00-0,20
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan dengan bantuan aplikasi ANATES diperoleh koefisien korelasi antara belahan pertama dan kedua sebesar 0,51. Koefisien korelasi ini selanjutnya dimasukkan dalam rumus Spearman Brown:
ri = 2 . rb = 2 . 0,51 = 1,02 = 0,67
1+rb 1 + 0,51 1,51
Sehingga didapatkan reliabilitas internal tes uraian literasi kuantitatif sebesar 0,67 dan termasuk dalam kategori tinggi.
c. Daya Pembeda
Daya pembeda menggambarkan kemampuan butir soal untuk membedakan subjek dengan kemampuan rendah dan subjek dengan kemampuan tinggi. semakin tinggi daya pembeda suatu soal maka akan
ri = 2rb
1+rb
29
semakin baik untuk digunakan sebagai instrumen (Sriyati, 2011). Kriteria yang digunakan dalam menginterpretasi nilai daya pembeda yang diperoleh yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.4 Kategori Daya Pembeda Butir Soal
Kategori Rentang
Sangat baik ≥50%
Baik 30-49%
Agak baik 20-29%
Buruk 10-19%
Sangat buruk Negative-10%
Dari perhitungan daya pembeda 12 butir soal tes uraian literasi kuantitatif
dengan menggunakan bantuan aplikasi ANATES diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3.5 Rekapitulasi Daya Pembeda Tes Uraian Literasi Kuantitatif
Kategori Jumlah Proporsi (%) No. Soal
Baik 8 66,67 1,2,4,6,8,10,11,12
Agak baik 3 25 3,5,7
Buruk 1 8,33 9
Jumlah 12 100
d. Tingkat Kesukaran Soal
Tingkat kesukaran soal dinilai dari indeks kesukaran butir soal, indeks ini
berupa bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal. Dalam seperangkat tes untuk mengukur kemampuan siswa diperlukan suatu keseimbangan soal uji, yakni terdapat soal mudah, sedang dan sukar secara proporsional (Sriyati, 2011). Adapun kriteria yang digunakan sebagai patokan dalam menginterpretasikan indeks kesukaran soal sebagai berikut:
30
Tabel 3.6 Kategori Tingkat Kesukaran Butir Soal
Kategori Rentang
Sangat mudah 86-100%
Mudah 71-85%
Sedang 31-70%
Sukar 16-30%
Sangat sukar 0-15%
Dari perhitungan daya pembeda 12 butir soal tes uraian literasi kuantitatif dengan menggunakan bantuan aplikasi ANATES diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3.7 Rekapitulasi Tingkat Kesukaran Tes Uraian Literasi Kuantitatif
Kategori Jumlah Proporsi (%) No. Soal
Mudah 1 8,33 1
Sedang 8 66,67 2,3,4,5,7,8,9,10
Sukar 3 25 6,11,12
Jumlah 12 100
Berdasarkan hasil analisis pengujian validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran setiap butir soal, terdapat bermacam-macam kategori soal berdasarkan masing-masing kriteria penilaian yang digunakan. Rekapitulasi dari keseluruhan analisis disajikan dalam tabel 3.8 berikut.
31
Tabel 3.8 Rekapitulasi Analisis Seluruh Butir Soal Tes Uraian
No soal
Validitas Reliabilitas Daya Pembeda Taraf Kesukaran
Kesimpulan Nilai Interpretasi Nilai Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi
1 0,615 Tinggi 0,67
(Tinggi)
45,45 Baik 72,73 Mudah Digunakan
2 0,561 Sedang 31,82 Baik 56,82 Sedang Digunakan
3 0,510 Sedang 25,00 Agak baik 48,61 Sedang Digunakan
4 0,678 Tinggi 38,89 Baik 41,67 Sedang Digunakan
5 0,611 Tinggi 19,44 Agak baik 34,72 Sedang Digunakan
6 0,520 Sedang 38,89 Baik 22,22 Sukar Digunakan
7 0,678 Tinggi 22,73 Agak baik 40,91 Sedang Digunakan
8 0,730 Tinggi 47,22 Baik 37,50 Sedang Digunakan
9 0,355 Rendah 11,36 Buruk 69,32 Sedang Digunakan
10 0,679 Tinggi 47,22 Baik 40,28 Sedang Digunakan
11 0,721 Tinggi 40,91 Baik 20,45 Sukar Digunakan
12 0,735 Tinggi 47,22 Baik 29,17 Sukar Digunakan
Rekapitulasi tersebut menggambarkan kualitas instrumen tes uraian literasi kuantitatif berdasarkan analisis butir soal hasil uji coba dan revisi. Terdapat satu butir soal yang termasuk dalam kategori validitas rendah dan daya pembeda buruk. Soal yang termasuk dalam kategori tersebut tidak dibuang melainkan diperbaiki kembali dalam hal bentuk sajian soal yang ditampilkan. Sementara itu konten/isi materi yang digunakan tidak dirubah mengingat perlunya alternatif/variasi soal yang mewakili setiap
32
Disamping untuk mengetahui keandalan instrumen, uji coba juga dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keterbacaan instrumen yaitu sejauh mana subjek memahami maksud peneliti atas instrumen tersebut. Dari hasil angket yang diberikan kepada subjek uji coba, diperoleh informasi mengenai keterbacaan instrumen ini sebagai berikut:
Tabel 3.9 Hasil Analisis Keterbacaan Instrumen Tes Uraian
No. Aspek Pertanyaan Kesimpulan
1. Kejelasan petunjuk soal Saya mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal uji coba ini karena petunjuk pengisiannya tidak jelas
Lebih dari separuh siswa tidak mengalami kesulitan dalam menjawab soal dikarenakan petunjuk pengisiannya tidak jelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa petunjuk pengisian pada soal sudah cukup jelas.
2. Keterpahaman bahasa Saya mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal uji coba ini karena bahasa yang digunakan pada
pertanyaan sulit dipahami
Lebih dari separuh siswa tidak mengalami kesulitan dalam menjawab soal dikarenakan bahasa yang digunakan pada pertanyaan sulit dipahami. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahasa yang digunakan pada pertanyaan sudah cukup dapat dipahami oleh siswa. 3. Istilah yang digunakan Banyak istilah-istilah yang tidak saya
pahami yang terdapat didalam pertanyaan seperti istilah... (sebutkan)
Lebih dari separuh siswa menganggap bahwa banyak
33
lux, MVA (Mikoriza Vesikular Arbuskular) dan istilah bedeng, sehingga istilah-istilah tersebut harus diberi penjelasan tambahan agar dapat dipahami oleh siswa ketika pengumpulan data dilakukan.
4. Keterbacaan keterangan grafik dan tabel
Keterangan pada grafik dan tabel tidak terbaca dengan jelas
Lebih dari separuh siswa tidak menyetujui bahwa keterangan pada grafik dan tabel tidak terbaca dengan jelas, sehingga dapat disimpulkan bahwa keterangan pada grafik dan tabel tersebut dapat dipahami oleh siswa.
5. Pengaplikasian konsep Pemahaman tentang konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan yang saya miliki dapat diaplikasikan dalam menjawab soal
34
G. Analisis Data
Dalam penelitian ini, digunakan alat analisa statistik deskriptif dalam menganalisis data yang diperoleh (Sugiyono, 2012). Dalam menganalisis data yang diperoleh baik dari tes uraian, angket, dan panduan wawancara masing-masing sebagai berikut:
1. Data Skor Literasi Kuantitatif Siswa
Skor untuk masing-masing soal pada tes uraian yaitu berkisar antara 0 hingga 4, skor 4 merupakan skor maksimum untuk jawaban yang paling tepat.
Adapun rubrik yang digunakan sebagai acuan untuk melakukan penilaian terhadap jawaban tes uraian ini yaitu:
36
Setelah penskoran pada setiap jawaban soal dilakukan, skor yang diperoleh kemudian ditabulasikan berdasarkan nomor soal dan indikator literasi kuantitatif yang diujikan. Kategori kemampuan literasi kuantitatif yang digunakan yaitu kategori kemampuan menurut Rhodes dan Finley (2013). Skala
kategori kemampuan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
37
Tabel 3.11 Skala Kategori Literasi Kuantitatif
Kategori Skor
Benchmark (Dasar) 1
Milestone (Menengah) 2 dan 3
Capstone (Tinggi) 4
Selanjutnya dilakukan penghitungan untuk mencari mean (rata-rata) penguasaan literasi kuantitatif siswa secara keseluruhan.
Kemampuan Literasi Kuantitatif = Skor yang didapat x 100% Skor maksimal
Untuk melihat kategori kemampuan literasi kuantitatif digunakan pula kategori kemampuan menurut Arikunto (2007). Skala kategori kemampuan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.12 Skala Kategori Kemampuan
Kategori Nilai %
Sangat tinggi 81-100
Tinggi 61-80
Sedang 41-60
Rendah 21-40
Sangat rendah 0-20
b. Data Angket Siswa
Angket dianalisis dengan menggunakan skala likert (Lykert scale) yakni pemberian nilai numerikal 1, 2, 3, 4, 5 pada setiap skor yang diperolehkan. Kemudian dari skor tersebut dijumlahkan atau dikelompokkan sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan. Maka akan diperoleh informasi mengenai pengalaman belajar siswa dalam pembelajaran pada konsep pertumbuhan dan
Sumber : Rhodes dan Finley (2013)
38
perkembangan tumbuhan disekolah, serta mengetahui pengalaman siswa dalam pembelajaran biologi yang melibatkan operasi numerik dan persepsi siswa terhadap soal yang memuat aplikasi operasi numerik dalam pembelajaran biologi. Langkah yang dilakukan untuk mengolah data angket siswa yaitu dalam bentuk persentase dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono, 2012) :
Presentase (%) = Jumlah semua skor siswa yang memberikan jawaban x 100% Total skor maksimum
Untuk melihat kriteria interpretasi data angket siswa mengenai sikap atau respon siswa setelah pembelajaran digunakan kategori menurut Koentjaraningrat (1990). Skala kriteria interpretasi data angket tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.13 Kriteria Interpretasi Data Angket
Persentase (%) Kriteria
0 Tidak Ada
1-25 Sebagian Kecil
26-49 Hampir Separuhnya
50 Separuhnya
51-75 Lebih dari separuhnya
76-99 Hampir Seluruhnya
100 Seluruhnya
Sumber : Koentjaraningrat (1990)
c. Data Hasil Wawancara
39
H. Prosedur Penelitian
Prosedur dilakukan dengan tiga tahapan yaitu: 1. Tahap persiapan
Tahap persiapan dimulai dengan membuat proposal dan mempresentasikannya didalam seminar untuk memperoleh saran perbaikan. Melakukan analisis materi konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan
berdasarkan indikator literasi kuantitatif yang dapat dikembangkan. Dilanjutkan dengan membuat dan mengembangkan instrumen dengan mengadaptasi rubrik penilaian literasi kuantitatif dari AAC&U (2009). Instrumen tes uraian, angket dan pedoman wawancara yang telah dibuat selanjutnya divalidasi kepada dosen ahli. Dilakukan revisi dan uji coba instrumen diluar aspek penelitian. Validasi kedua dilakukan kembali kepada dosen ahli. Kemudian menghubungi pihak sekolah yang dijadikan sebagai sampel penelitian dan membuat perizinan untuk melakukan penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Pengukuran literasi kuantitatif pada sampel yang ditentukan dengan menggunakan tes uraian literasi kuantitatif dalam konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Selain itu dilakukan pula pengisian angket oleh sampel, serta wawancara terhadap perwakilan sampel dan guru biologi sebagai sumber data pendukung.
3. Tahap Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil tes berupa butir soal uraian serta angket pendapat siswa dianalisis secara statistik deskriptif, sedangkan hasil wawancara dikelompokkan berdasarkan kategori jawaban. Semua data yang terkumpul
40
Secara skematis prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Pembuatan proposal penelitian
Seminar proposal
Pengembangan instrumen penelitian
Analisis konsep dan rubrik
penelitian
Pembuatan instrumen tes uraian, angket, pedoman wawancara
Validasi instrumen oleh
dosen ahli
Uji coba instrumen
Pengumpulan data
Pengolahan dan analisis data
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Profil literasi kuantitatif siswa SMA di kota Bandung dalam konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan masih rendah dengan rata-rata nilai
40,21 dan sebagian besar tergolong sebagai kategori menengah (milestone). Berdasarkan cluster sekolah, literasi kuantitatif siswa pada sekolah cluster 3
adalah yang paling tinggi. Adapun sekolah cluster 2 berada di urutan kedua dan sekolah cluster 1 di urutan ketiga. Secara umum, kemampuan literasi kuantitatif siswa dari ketiga cluster sekolah memiliki kecenderungan yang sama berdasarkan tingkat kesukaran soal.
Terdapat dua indikator literasi kuantitatif yang mencapai kategori menengah yaitu kemampuan kalkulasi dan interpretasi, empat indikator literasi kuantitatif lainnya hanya mencapai kategori dasar. Indikator literasi kuantitatif yang paling banyak dikuasai oleh siswa yaitu kemampuan kalkulasi. Sedangkan yang paling banyak tidak dikuasai oleh siswa yaitu kemampuan aplikasi/analisis. Tingkat penguasaan siswa dari yang paling dikuasai hingga yang paling tidak dikuasai secara berturut-turut yaitu kemampuan kalkulasi, interpretasi, representasi, asumsi, komunikasi, aplikasi/analisis.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa rekomendasi yang bisa dijadikan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya, bagi para guru, calon guru maupun praktisi pendidikan lainnya.
1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa literasi kuantitatif siswa SMA di kota
69
kuantitatif, maupun oleh pemegang kebijakan guna diintegrasikan di dalam kurikulum dengan cakupan yang lebih luas.
2. Terdapat temuan bahwa tingginya kemampuan siswa dalam ranah kognitif tidak menjamin literasi kuantitatif yang dimiliki oleh siswa tersebut akan tinggi pula. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui korelasi antara kemampuan siswa dalam ranah kognitif baik pada mata pelajaran biologi maupun pada mata pelajaran matematika dengan capaian literasi kuantitatif siswa.
DAFTAR PUSTAKA
AAC&U. (2009). Quantitative Literacy Value Rubric. [Online]. Tersedia: http://www.aacu.org/value/rubrics/pdf/QuantitativeLiteracy.pdf [26 September 2012].
Anderson, L.W&Krathwohl,D.R,. (2001). A Revision of Bloom’s Taxonomy: an
overview. [Online].
Tersedia:http://www.unco.edu/cetl/sir/stating_outcome/documents/Krathwo hl.pdf [25 Januari 2013]
Arikunto. (2007). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka cipta
_______. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka cipta
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006).Panduan Penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: tidak diterbitkan.
Brata, W.W.W. (2013). Kesesuaian Pelaksanaan Pembelajaran Biologi di Tingkat SMA Kota Bandung dengan Tuntutan Kompetensi Dasar dan
Implikasinya terhadap Ujian Nasional. Tesis pada SPS UPI: tidak
diterbitkan
Campbell, N.A., dan J.B. Reece. (2008). Biologi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Djiwandono. (2013). Mengecek Asumsi Sebagai Kemampuan Berpikir Kritis.
Malang Post. (9 Februari 2013).
Fadillah, S. (2011). “Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematika Siswa SMP Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended”. Jurnal Pendidikan Matematika. 2, (2).
Frith, V dan Gunston. (2011).“Towards Understanding The Quantitative Literacy Demand of A First Year Medical Curriculum”. African Journal Online. 3, (1). 19-23
Goldin, A. (2002). “Representation in Mathematical Learning and Problem Solving. Dalam English, L. D (Ed) Handbook of International Research in
Mathematics Education (pp: 197-218). Mahwa, New jersey: Lawrence
Erlbaum Associated, Inc.
71
Hollenbeck, J E. (2007). “Integration of mathematics and Science: Doing It Correctly For Once”. Bulgarian Journal of Science & Education Policy
(BJSEP). 1,(2).
Hudiono, B. (2005).Peran Pembelajaran Diskursus Multi Representasi terhadap Pengembangan Kemampuan Matematika dan Daya Representasi pada
Siswa SMP. Disertasi pada SPS UPI: tidak diterbitkan
Hutchinson, C. B. (2003). Mathematics and Numeracy Policy. Ministry of Education
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2013). Kamus Besar Bahasa Indonesia versi
online. [Online]. Tersedia: www.kbbi.web.id [2 juni 2013]
Kartini. (2009). “Peranan Representasi dalam Pembelajaran Matematika”.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika.
Yogyakarta.
Kemp, M. (2003). “Critical numeracy: helping people to decide”. Proceedings of the International Conference The Decidable and the Undecidable in
Mathematics Education. Brno.
Koentjaraningrat. (1990). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Pustaka Jaya
Kusumah, Y S. (2011). “Literasi Matematis”. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan MIPA: Pengembangan Pembelajaran MIPA Berorientasi Soft
Skill. Bandar Lampung.
Lukitasari, M. (2012). Pengaruh Intensitas Cahaya Matahari Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max). Madiun: IKIP PGRI
Mullis, I.V.S., Martin, M.O., & Foy, P. (with Olson, J.F., Preuschoff, C., Erberber, E., Arora, A., & Galia, J.). (2008). TIMSS 2007 International
Mathematics Report: Findings from IEA’s Trends in International
Mathematics and Science Study at the Fourth and Eighth Grades. Chestnut
Hill, MA: TIMSS & PIRLS International Study Center, Boston College.
National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles & Standards for
School Mathematics.Reston, VA: NCTM
OECD. (2007). PISA 2006 science competencies for tomorrow’s world. Volume 1. Paris, France: OECD.
Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru. (2013). PPDB Online Kota Bandung.
72
Tersedia: http://www.ppdbkotabandung.web.id/download/Juknis.pdf [23 Februari 2013]
Rachmawati, F., Urifah N., Wijayanti, A. (2009). Biologi Kelas XII. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Rhodes, T L., dan Finley, A. (2013). Using the VALUE Rubrics for Improvement
of Learning and Authentic Assessment. Washington DC: Association of
American Colleges and Universities.
Rustaman, N. Y. (2004). Asesmen Pendidikan IPA. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/19501231197 9032-NURYANI_RUSTAMAN/Asesmen_pendidikan_IPA.pdf [23 Februari 2013]
Sayekti, T. (2012).Analisis Literasi Kuantitatif Desain Kegiatan Praktikum Materi Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan SMPN di Kota
Bandung. Skripsi pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan
Sembiring, L. Dan Sudjino. (2009). Biologi Kelas XII. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Setriono et.al. (2007).Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi. Sevgi, L. (2006). “Speaking with Numbers: Scientific Literacy and Public
Understanding of Science”. Turk J Elec Engin. 14 (1), 33-40.
Skalicky, J. (2004). “Quantitative Literacy in a Reform-based Curriculum and Implications for Assessment”. AARE 2004 International Education
Research Conference Paper Abstract. Melbourne.
Soverda, N., Mapegau, Destri, F. (2007). “Pengaruh Berbagai Kadar Air Tanah Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kedelai Yang Diberi Mikoriza Vesikular Arbuskular”. .Jurnal Agronomi. 11,(2), 85-90
Speth, E B.et al.. (2010). “Infusing Quantitative Literacy into Introductory Biology”. CBE-Life Science Education. 9, 323-332.
Statistic Canada. (2003). Building on our competencies: canadian result of the
international adult literacy and skills survey. Canada: Human resource and
skills development canada.
73
Steen, L A. (1999). “Numeracy: The New Literacy for a Data-Drenched Society”.
Educational Leadership. 57 (2), 8-13.
Subardi, Pramono S., Nuryani. (2009). Biologi Kelas XII. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Sudjana, N. (2005).Metode Statistika. Bandung: Tarsito
Sugiyono, (2012).Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Susanti, W. (2012).Analisis Profil Capaian Soal-Soal Biologi Literasi Sains
Kategori Sulit pada Tes PISA. Skripsi pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan
Taylor, C H. (2009). “Assessing Quantitative Reasoning”. Numeracy. 2.
Tjalla, A. (2009). Potret Mutu Pendidikan Indonesia Ditinjau dari Hasil-Hasil
Studi Internasional. Jakarta: Universitas Terbuka.
Zuhaida, L. (2011). Pertumbuhan dan Hasil Selada (Lactuca sativa L.) Hidroponik
Diperkaya Fe. [Online]. Tersedia:
portalgaruda.org/download_article.php?article=2608&val=291 [2 Agustus