HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK
(Studi Korelasional pada Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Jurusan Psikologi
Oleh
Dyah Kusuma Ayu Pradini 0901711
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK
(Studi Korelasional pada Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014)
Oleh
Dyah Kusuma Ayu Pradini
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan
© Dyah Kusuma Ayu Pradini Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu
terlimpahkan kepada junjungan ummat, Nabi Muhammad SAW beserta segenap
keluarga dan sahabatnya serta penerus risalahnya.
Skripsi dengan judul “Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan
Prokrastinasi Akademik (Studi Korelasional pada Siswa Sekolah Menengah Atas
Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014)” ini diharapkan dapat berguna
bagi penulis juga pembaca, terutama dalam mengembangkan kemampuan diri di
bidang psikologi. Penulis menyadari bahwa untuk menyelesaikan skripsi ini tidak
lepas dari bantuan berbagai pihak, karena itu penulis tidak lupa menyampaikan
rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada:
1. Ibu Dra. Herlina, M.Pd., Psi. selaku Ketua Jurusan Psikologi sekaligus Penguji
II yang telah memberikan izin serta kritik dan saran kepada penulis untuk
menyusun skripsi ini.
2. Bapak Helli Ihsan, S.Ag., M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Psikologi sekaligus
Pembimbing II yang telah memberikan arahan serta dengan sabar dan telaten
memberikan saran dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Dr. H. Mubiar Agustin, M.Pd. selaku Pembimbing I sekaligus Penguji I
atas seluruh bimbingan dan kesabaran serta kritik dan saran yang telah
diberikan dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Syahnur Rahman, M.Si. selaku Pembimbing Akademik sekaligus
Penguji III yang telah memberikan bantuan serta arahan kepada penulis.
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia
yang telah mendidik dan mengajar, sehingga penulis mempunyai bekal ilmu
pengetahuan dan pengalaman untuk menyusun skripsi.
6. Bapak dan Ibu Staf Tata Usaha Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan
Indonesia yang telah membantu penulis mengurus administrasi yang
7. Bapak Ceng Mamad, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Kota
Sukabumi beserta para pengajar SMA Negeri 3 Kota Sukabumi yang telah
memberikan izin serta bantuan dalam pengambilan data di lokasi penelitian.
8. Para siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014 yang
telah bersedia memberikan bantuan serta partisipasi untuk penelitian ini.
9. Kedua orang tua penulis, yaitu Ibu Marfuatin dan Bapak Mulyono, S.H.,
M.Ba., M.M. (Alm) yang tiada hentinya memberikan cinta, kasih sayang, doa,
serta dukungan dengan ikhlas dan sabar kepada penulis.
10. Kakak kandung penulis, yaitu Mas Juli Agung Pramono, S.H., S.I.K., M.Hum;
Mbak Dwi Retno Anjar Pratiwi, S.Pd. dan Mas Bagas Try Prasetyo, S.H.; juga
kakak ipar penulis, yaitu Mbak Puspita Handayani, S.H. dan Mas Didik
Rosidi, S.H. yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, arahan,
dan doa yang luar biasa berharga bagi penulis.
11. Keponakan penulis, yaitu Arief Satrio Pramono, Adityo Ghalyh Parama,
Naziha Nagita Qintharani, dan Qorina Alifa yang selalu menghibur dan
memotivasi penulis agar dapat menjadi contoh serta teladan yang baik.
12. Egi Firmansyah, S.Kom. yang selalu sabar memberikan perhatian, kasih
sayang, doa, dan semangat kepada penulis.
13. Rekan-rekan yang tergabung dalam keluarga besar psikologi UPI angkatan
2009 yang turut memberikan sumbangan saran bagi penulisan skripsi ini.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan, doa serta dukungan kepada penulis.
Semoga amal baik dan bantuan yang telah disumbangkan kepada penulis
memperoleh balasan dan ridho dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Hal-hal yang dipandang baik dan benar dalam skripsi
ini hanyalah karena petunjuk dan bimbingan serta pertolongan Allah SWT semata.
Artinya:
“Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu, jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang
bertaubat.” (Q.S. Al-Israa’: 25)
“HIDUP UNTUK BERSYUKUR”
Ya Allah yang Maha Suci …
Tak ada di dunia ini yang tidak patut untuk tidak disyukuri Segala apa yang hamba punya semata atas kasih sayang-Mu
Bagaikan hamburan air yang tidak pernah sanggup hamba menghitungnya Dari batas pandangan mata, sampai sesuatu yang hamba tidak bisa
menyebutkannya
Delicated to:
My beloved parents, my father Mulyono, S.H., M.Ba., M.M. (Alm) and my mother
Marfuatin whom I owe a debt which can never be repaid who always give me
support, guidance and everlasting prayer. My brothers Juli Agung Pramono, S.H.,
S.I.K., M.Hum and Bagas Try Prasetyo, S.H., my sister Dwi Retno Anjar Pratiwi,
S.Pd. who always give me guidance, help and attention. My sweetheart Egi
ABSTRAK
Dyah Kusuma Ayu Pradini (0901711). Hubungan antara Kecerdasan
Emosional dengan Prokrastinasi Akademik (Studi Korelasional pada Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014). Skripsi Jurusan Psikologi FIP UPI, Bandung (2014).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik. Kecerdasan emosional merupakan serangkaian kemampuan, kompetensi dan kecakapan non kognitif yang mempengaruhi kemampuan individu untuk mengatasi tuntutan dari diri sendiri dan orang lain. Sedangkan prokrastinasi merupakan kecenderungan individu dalam merespon tugas yang dihadapi dengan mengulur-ulur waktu untuk memulai maupun menyelesaikan kinerja secara sengaja untuk melakukan aktivitas lain yang tidak dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas. Lokasi yang digunakan adalah SMA Negeri 3 Kota Sukabumi dengan sampel 295 siswa. Metode penelitiannya adalah deskriptif kuantitatif dengan teknik studi korelasi. Pengambilan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner yang terdiri dari 58 item seputar kecerdasan emosional dan 41 item seputar prokrastinasi akademik. Secara umum, penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik. Hasil pengujian dengan Pearson Product Moment menghasilkan koefisien korelasi sebesar -0,560 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan yang bersifat negatif antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik. Semakin tinggi kecerdasan emosional seseorang, maka semakin rendah kecenderungannya untuk melakukan prokrastinasi akademik. Sebaliknya, semakin rendah kecerdasan emosional seseorang, maka semakin tinggi pula kecenderungannya untuk melakukan prokrastinasi akademik.
ABSTRACT
Dyah Kusuma Ayu Pradini (0901711). Relationship between Emotional
Intelligence with Academic Procrastination (Correlational Study on High School Student State 3 Sukabumi Cities 2013-2014 School Year). A Research Paper in Psychology Department, Faculty of Education Science UPI, Bandung (2014).
This research aimed to determine whether there is any relationship between emotional intelligence and academic procrastination. Emotional intelligence is a set of capabilities, competence and non-cognitive skills that affect
an individual’s ability to cope with the demands of self and others. While academic procrastination is the tendency of individuals to respond to the task at hand by stalling to start or finish the performance intentionally to perform other activities that are not required to complete the task. Locations used are SMAN 3 Sukabumi with 295 students sampled. The method was quantitative descriptive study of correlation techniques. Data were collected through questionnaires which consisted of 58 items about emotional intelligence and 41 items of academic procrastination. In general, this research proves that there is a relationship between emotional intelligence and academic procrastination. Test result by generating Pearson Product Moment correlation coefficient of -0,560 with a significance level of 0,000 (p<0,05). It shows a negative relationship between emotional intelligence and academic procrastination. The higher a
person’s level of emotional intelligence, the lower the propensity to commit academic procrastination. Conversely, the lower the person’s level of emotional
intelligence, the higher the propensity to commit academic procrastination.
DAFTAR ISI
BAB II KONSEP KECERDASAN EMOSIONAL DAN PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS ……… 11
A. Konsep Kecerdasan Emosional ……… 11
1. Definisi Kecerdasan ……… 11
2. Definisi Emosi ……… 12
3. Definisi dan Model Kecerdasan Emosional ……… 14
4. Dimensi Model Kecerdasan Emosional Goleman ……… 19
5. Dinamika Model Kecerdasan Emosional Goleman ……… 24
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional ………… 25
7. Ciri-Ciri Individu yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi …… 26
B. Konsep Prokrastinasi Akademik ……… 27
1. Definisi Prokrastinasi Akademik ……… 27
2. Teori-Teori Prokrastinasi Akademik ……… 30
3. Penyebab Prokrastinasi Akademik ……… 39
4. Tipe-Tipe Prokrastinasi Akademik ……… 41
5. Ciri-Ciri Prokrastinasi Akademik ……… 42
6. Jenis-Jenis Tugas Prokrastinasi Akademik ……… 43
7. Dampak Prokrastinasi Akademik ……… 44
C. Keterkaitan antara Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi Akademik Siswa SMA ……… 46
1. Lokasi Penelitian ……… 52
2. Subyek Penelitian ……… 52
B. Desain Penelitian ……… 55
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ……… 56
1. Definisi Operasional Kecerdasan Emosional ……… 56
2. Definisi Operasional Prokrastinasi Akademik ……… 57
D. Instrumen Penelitian ……… 58
1. Kuesioner Kecerdasan Emosional ……… 59
2. Kuesioner Prokrastinasi Akademik ……… 61
E. Proses Pengembangan Instrumen ……… 62
3. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi Akademik Siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014 … 81
3. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi Akademik Siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014 … 87
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……… 93
A. Kesimpulan ……… 93
B. Rekomendasi ……… 93
1. Rekomendasi untuk Penelitian Selanjutnya ……… 94
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penyebab Prokrastinasi ……… 39
Tabel 2.2 Dampak Negatif Prokrastinasi ……… 46
Tabel 3.1 Populasi Subyek Penelitian ……… 53
Tabel 3.2 Distribusi Sampling ……… 55
Tabel 3.3 Pola Skoring Kuesioner Kecerdasan Emosional ……… 60
Tabel 3.4 Pola Skoring Kuesioner Prokrastinasi Akademik ……… 62
Tabel 3.5 Kriteria Reliabilitas ……… 64
Tabel 3.6 Reliability Statistics Kuesioner Kecerdasan Emosional ………… 65
Tabel 3.7 Reliability Statistics Kuesioner Prokrastinasi Akademik ……… 65
Tabel 3.8 Rumusan Tiga Kategori Skala ……… 65
Tabel 3.9 Descriptive Statistics Kecerdasan Emosional ……… 65
Tabel 3.10 Descriptive Statistics Tiap Dimensi Kecerdasan Emosional … 66
Tabel 3.11 Kategori Skala Kecerdasan Emosional ……… 66
Tabel 3.12 Kategori Skala Tiap Dimensi Kecerdasan Emosional ………… 66
Tabel 3.13 Descriptive Statistics Prokrastinasi Akademik ……… 66
Tabel 3.14 Descriptive Statistics Tiap Dimensi Prokrastinasi Akademik … 66
Tabel 3.15 Kategori Skala Prokrastinasi Akademik ……… 67
Tabel 3.16 Kategori Skala Tiap Dimensi Prokrastinasi Akademik ………… 67
Tabel 3.17 Uji Normalitas One Sample Kolmogorov-Smirnov Test ……… 69
Tabel 3.18 Uji Linearitas ……… 70
Tabel 3.19 Pedoman Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi ……… 71
Tabel 4.1 Gambaran Umum Tingkat Kecerdasan Emosional Subyek …… 73
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Masing-Masing Dimensi Kecerdasan Emosional
pada Kategori “Rendah”……… 74
Tabel 4.3 Persentase Masing-Masing Dimensi Kecerdasan Emosional pada
Kategori “Rendah” …..……… 74
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Masing-Masing Dimensi Kecerdasan Emosional
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Masing-Masing Dimensi Kecerdasan Emosional
pada Kategori “Tinggi” ……… 75
Tabel 4.7 Persentase Masing-Masing Dimensi Kecerdasan Emosional pada
Kategori “Tinggi” …… ……… 76
Tabel 4.8 Gambaran Umum Tingkat Prokrastinasi Akademik Subyek … 78
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Masing-Masing Dimensi Prokrastinasi Akademik
pada Kategori “Rendah”……… 79
Tabel 4.10 Persentase Masing-Masing Dimensi Prokrastinasi Akademik pada
Kategori “Rendah” ……… 79
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Masing-Masing Dimensi Prokrastinasi Akademik
pada Kategori “Sedang”……… 79
Tabel 4.12 Persentase Masing-Masing Dimensi Prokrastinasi Akademik pada
Kategori “Sedang” ……… 79
Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Masing-Masing Dimensi Prokrastinasi Akademik
pada Kategori “Tinggi” ……… 80
Tabel 4.14 Persentase Masing-Masing Dimensi Prokrastinasi Akademik pada
Kategori “Tinggi” ……… 80
Tabel 4.15 Korelasi antara Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi Akademik 82
Tabel 4.16 Case Processing Summary ……… 82
Tabel 4.17 Academic Procrastination and Emotional Intelligence Crosstabulation 82
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Penyebaran Skor Subyek pada Skala Kecerdasan Emosional … 73
Grafik 4.2 Gambaran Umum Tingkat Kecerdasan Emosional Subyek …… 74
Grafik 4.3 Skor Rata-Rata Antar Kategori Skala Kecerdasan Emosional … 76
Grafik 4.4 Penyebaran Skor Skala Prokrastinasi Akademik Subyek …… … 77
Grafik 4.5 Gambaran Umum Tingkat Prokrastinasi Akademik Subyek … 78
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Dimensi Model Kecerdasan Emosional Goleman ……… 24 Gambar 2.2 Dinamika Model Kecerdasan Emosional Goleman ……… 25
Gambar 2.3 Faktor yang Mempengaruhi Keinginan Melakukan Prokrastinasi 41
Gambar 2.4 Dinamika Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Sebelum Uji Coba ………… 109
Lampiran 2 Item Pernyataan Kuesioner Sebelum Uji Coba ……… 110
Lampiran 3 Kuesioner Uji Coba ……… 114
Lampiran 4 Skor Kuesioner Uji Coba ……… 118
Lampiran 5 Hasil Uji Validitas Item ……… 127
Lampiran 6 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Setelah Uji Coba ………… 133
Lampiran 7 Item Pernyataan Kuesioner Setelah Uji Coba ……… 134
Lampiran 8 Kuesioner Penelitian ……… 137
Lampiran 9 Skor Kuesioner Penelitian ……… 140
Lampiran 10 Lembar Pernyataan Expert Judgement Instrumen ………… 165
Lampiran 11 Surat Izin Penelitian ……… 167
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perilaku belajar seorang siswa sangat berpengaruh terhadap kelangsungan
pembelajarannya. Sesuai dengan pendapat Roestiah (2001), belajar yang efisien
dapat dicapai apabila menggunakan strategi yang tepat, yakni adanya pengaturan
waktu yang baik dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, belajar di rumah,
berkelompok ataupun untuk mengikuti ujian. Perilaku belajar yang baik dapat
terwujud apabila siswa sadar akan tanggung jawab mereka sebagai pelajar
sehingga mereka dapat membagi waktu mereka dengan baik antara belajar dengan
kegiatan di luar belajar.
Dalam beragam perilaku belajar yang dimiliki siswa, perilaku
menunda-nunda tugas adalah hal yang paling umum terjadi, perilaku ini disebut dengan
istilah prokrastinasi (Steel, dalam Kartadinata dan Tjundjing, 2008). Suatu
penundaan dikatakan prokrastinasi, apabila penundaan itu dilakukan pada tugas
yang penting, dilakukan berulang-ulang secara sengaja dan menimbulkan
perasaan tidak nyaman (Solomon dan Rothblum, dalam Tondok, Ristyadi dan
Kartika, 2008).
Lebih lanjut, Covington (Ormrod, 2003) mengungkapkan bahwa
timbulnya perilaku prokrastinasi berasal dari kecemasan, keragu-raguan dan rasa
malu. Ia mengemukakan bahwa setiap individu memiliki kebutuhan yang tinggi
untuk melindungi keyakinan akan kompetensinya (self-worth). Untuk dapat
mempertahankan atau mengembangkan keyakinan ini, individu harus sesering
mungkin mencapai kesuksesan. Namun nyatanya, kesuksesan tidak selalu dapat
dicapai, khususnya pada tugas-tugas yang tingkat kesulitannya lebih tinggi. Pada
saat-saat semacam itu, individu berusaha untuk mempertahankan keyakinan akan
kompetensinya dengan membuat alasan-alasan yang dapat membenarkan kinerja
buruk mereka. Lebih jauh lagi, mereka dapat melakukan hal-hal yang justru
2
Ellis dan Knaus juga Solomon dan Rothblum, (Gufron, 2003: 3)
menyatakan bahwa prokrastinasi merupakan salah satu masalah yang secara luas
menimpa sebagian besar masyarakat dan siswa pada lingkungan yang lebih kecil.
Sekitar 25% sampai 75% siswa memiliki masalah prokrastinasi dalam lingkup
akademis mereka. Perilaku prokrastinasi ini tentu saja banyak memberikan akibat
negatif pada siswa tersebut, diantaranya adalah meningkatnya jumlah absen di
kelas, nilai yang menurun atau lebih rendah dan dikeluarkan dari sekolah.
Prokrastinasi juga dapat berakibat pada emosi seseorang. Ketika seseorang sadar
bahwa dirinya telah melakukan prokrastinasi, mereka cenderung akan mengalami
berbagai perasaan, diantaranya adalah merasa bersalah, merasa telah melakukan
kecurangan, mengutuk diri sendiri, mengalami kecemasan, kepanikan,
ketegangan, dan rendah diri (Blinder, 2000).
Fenomena penundaan tugas yang tidak bertujuan dan berakibat jelek
tersebut di kalangan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) bukanlah hal yang
asing. Berdasarkan keterangan para pengajar di SMA Negeri 3 Kota Sukabumi,
fenomena prokrastinasi akademik memang kerap kali dijumpai di sekolah. Bila
beberapa tahun lalu dikenal istilah Sistem Kebut Semalam (SKS), kini perilaku
tersebut dikenal dengan SKS (Sistem Kebut Sejam). Siswa semakin terbiasa
mengerjakan tugas menjelang batas waktu yang ditentukan. Padahal siswa SMA
merupakan siswa yang telah mengalami proses belajar di sekolah selama enam
tahun di Sekolah Dasar (SD) dan tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Bahkan siswa kelas XII yang memiliki pengalaman belajar di SMA
selama dua tahun, ternyata memiliki pola belajar yang tidak sehat seperti menunda
mengerjakan tugas akademik. Hal ini terjadi bukan karena siswa kekurangan
waktu, akan tetapi beberapa faktor internal dan eksternal mempengaruhi siswa
untuk terus menunda-nunda mengerjakan tugas.
Fenomena prokrastinasi akademik yang tak kunjung putus dari generasi ke
generasi ini membuat peneliti bertanya-tanya, apakah yang sesungguhnya terjadi
3
fenomena penundaan di kalangan siswa. Kebanyakan siswa dan guru menutup
mata dan membiarkan perilaku yang jelas berdampak negatif ini. Siswa yang
melakukan prokrastinasi akademik di sekolah biasanya tidak mendapatkan
bantuan atau bimbingan untuk mengurangi perilaku menundanya, melainkan
biasanya menerima teguran dan dimarahi saja karena terlambat mengumpulkan
tugas. Berdasarkan fenomena prokrastinasi akademik yang memprihatinkan di
kalangan generasi muda, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian lebih
mendalam mengenai prokrastinasi akademik siswa SMA.
Perilaku tidak mau segera mengerjakan tugas di Indonesia biasanya
dikaitkan sebagai salah satu perilaku nakal. Hal ini karena terjadi pembandingan
antara siswa-siswa yang terlihat selalu belajar dan yang tidak. Oleh sebab itu,
dalam penelitian Alinda (2006: 66) disebutkan pula perilaku menunda sebagai
perilaku nakal. Penelitian tersebut menunjukkan perilaku nakal yang sering
dilakukan siswa, yaitu: bermain sepulang sekolah (70%), malas mengerjakan
tugas (40%) dan bolos sekolah (37%). Penelitian Rudiana (2006: 43) menemukan
karakteristik kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, yaitu kesulitan membuat
contoh apabila diminta oleh guru (63%), kesulitan memahami materi yang
disampaikan (63%) dan tidak mampu menyelesaikan tugas tepat waktu (61%).
Hasil penelitian Desandi (2007: 71), sebanyak 47% siswa yang menjadi
responden (78 orang siswa) melakukan penundaan tugas akademik pada seluruh
area prokrastinasi akademik.
Sebagaimana diutarakan Pascale, et al (Solihat, 2010: 3), bahwa daya
saing yang dimiliki seseorang tergantung pada perilaku yang berorientasi pada
kesempatan, tidak statis dan tidak membuang waktu dengan percuma. Siswa SMA
yang saat ini sedang menempuh bangku sekolah merupakan generasi penerus
yang akan menghadapi persaingan yang lebih luas, bila perilaku prokrastinasi
akademik sering dilakukan, akan menimbulkan masalah tersendiri, sehingga dapat
dikatakan bahwa daya saing dan tingkat kedisplinan siswa masih rendah. Hal
tersebut merupakan salah satu indikator bahwa generasi muda saat ini belum bisa
4
suatu masalah yang terus berkembang dan layak untuk diperjuangkan
penyelesaiannya.
Menurut Ferrari (Gufron, 2003: 3) bahwa prokrastinasi akademik banyak
berakibat negatif, karena dengan melakukan penundaan, banyak waktu yang
terbuang dengan sia-sia, tugas-tugas menjadi terbengkalai, bahkan bila
diselesaikan hasilnya menjadi tidak maksimal. Penundaan juga bisa
mengakibatkan seseorang kehilangan kesempatan dan peluang yang datang.
Permasalahan prokrastinasi akademik merupakan permasalahan yang kompleks
dan cenderung akan terus menerus muncul pada tiap generasi. Lalu bagaimana
cara mereduksi atau bahkan memutus mata rantai prokrastinasi? Perkembangan
prokrastinasi yang terus-menerus tentunya perlu diimbangi dengan pengembangan
upaya penanganannya, sehingga berbagai pihak dapat menemukan titik terang
penyelesaian yang lebih efektif, inovatif dan tepat untuk diterapkan pada generasi
muda zaman sekarang.
Solomon dan Rothblum (Rianingtias, 2008: 3) menyatakan bahwa tingkat
prokrastinasi akademik seseorang akan semakin meningkat seiring dengan makin
lamanya studi seseorang. Jika pada masa SMA seseorang sudah melakukan
prokrastinasi akademik, diasumsikan pada jenjang pendidikan berikutnya tingkat
prokrastinasi akademiknya juga akan semakin meningkat. Oleh sebab itu,
prokrastinasi akademik pada siswa SMA merupakan salah satu masalah yang
perlu mendapat perhatian.
Menurut Tondok, Ristyadi dan Kartika (2008), salah satu faktor siswa
memiliki kecenderungan prokrastinasi adalah karena kondisi psikologis, seperti
rendahnya kontrol diri yang merupakan cakupan dari kecerdasan emosional
menurut Aristoteles (Goleman, 2007). Menurut Achir (dalam Armiyanti, 2008),
kecerdasan emosional adalah kemampuan individu untuk menguasai situasi yang
penuh tantangan dan biasanya dapat menimbulkan kecemasan. Apabila individu
memiliki kecerdasan pada dimensi kehidupan emosionalnya, maka akan mampu
5
kemampuan yang mendukung seorang siswa dalam mencapai tujuan dan
cita-citanya, diantaranya kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, kemampuan
untuk menghadapi situasi yang membuat frustasi, kemampuan mengendalikan
dorongan dalam diri, kemampuan untuk mengendalikan perasaan yang
dialaminya, kemampuan mengatur suasana hati yang reaktif, serta mampu
berempati dan bekerja sama dengan orang lain.
Akan tetapi, pada kenyataannya kecerdasan emosional ini oleh sebagian
besar masyarakat jarang dipahami karena faktor ketidaktahuan dan dapat
berakibat pada sukarnya mencapai kesuksesan. Jika ingin meraih kesuksesan
dalam bidang akademik, maka seorang siswa harus memiliki kecerdasan
intelektual dan kecerdasan emosional yang baik. Dengan memiliki kecerdasan
emosional yang baik, maka ia akan mampu mengelola emosi menjadi kekuatan
untuk mencapai prestasi terbaik dan juga mampu memotivasi diri sendiri termasuk
memotivasi diri untuk menekan dan mengurangi perilaku prokrastinasi akademik.
Menurut Goleman (2007), khusus pada orang-orang yang murni hanya
memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah
yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin,
dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat.
Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka
orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila
seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka
cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah
frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi
lingkungan, dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya,
dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki
kecerdasan emosional yang tinggi.
Seperti yang telah diuraikan di atas, salah satu faktor siswa memiliki
kecenderungan prokrastinasi adalah karena kondisi psikologis. Hal ini berkaitan
dengan analisis yang dilakukan oleh Solomon dan Rothblum (Tondok, Ristyadi
6
yang menyebabkan timbulnya kecenderungan prokrastinasi akademik, yaitu takut
gagal (fear of failure) yang meliputi kecemasan dievaluasi, perfeksionis dan
percaya diri yang rendah; dan ketidaksenangan terhadap tugas (aversevenees of
the task ) yang meliputi tidak suka pada aktivitas akademik dan kurang bertenaga
atau rasa malas.
Hal-hal yang menjadi alasan tersebut termasuk dalam cakupan dari
pengelolaan kecerdasan emosional individu. Siswa dengan kecerdasan emosional
yang baik akan mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri
dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan-perasaan orang lain
dengan efektif. Individu dengan keterampilan emosional yang berkembang baik
berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidupan dan memiliki
motivasi untuk berprestasi. Sedangkan individu yang tidak dapat menahan kendali
atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin atau kecemasan
yang merusak kemampuannya untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya.
Selain penelitian mengenai faktor penyebab terjadinya prokrastinasi
akademik di atas, masih banyak hasil penelitian yang mendukung adanya
hubungan antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik, salah
satunya adalah penelitian mengenai hubungan antara locus of control dengan
prokrastinasi oleh Hampton (2005). Penelitian tersebut menjelaskan bahwa
seseorang yang memiliki locus of control eksternal akan lebih cenderung untuk
menunda-nunda atau melakukan prokrastinasi, hal ini sesuai dengan penelitian
serupa yang dilakukan oleh Milgram dan Tenne (2000). Hal ini juga relevan
dengan pernyataan bahwa orang yang percaya bahwa kekuatan-kekuatan luar
mengendalikan situasi lebih dari kekuatan internal juga lebih mungkin untuk
menunda-nunda atau melakukan prokrastinasi. Memiliki locus of control eksternal
juga dapat menyebabkan seseorang untuk memiliki tingkat ketekunan yang
rendah (Dewitte dan Schouwenburg, 2002). Kurangnya keberhasilan dapat
membuat seseorang tidak ingin mengambil inisiatif dan menyelesaikan tugas.
7
sulit dari yang diharapkan, atau yang dapat menghasilkan lebih banyak stres,
prokrastinasi akan hadir dalam jumlah yang lebih tinggi (Pychyl et al, 2000).
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa laki-laki melakukan
prokrastinasi lebih dari perempuan dan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dari segi locus of control-nya. Penelitian tersebut juga membahas
faktor-faktor yang dapat berkaitan erat dengan prokrastinasi, salah satunya adalah
kemampuan akademik, yaitu bagaimana kecerdasan seseorang dapat memprediksi
berapa banyak waktu yang dibutuhkan seseorang untuk mengerjakan suatu tugas,
yang akan mempengaruhi tingkat dan kesempatan untuk prokrastinasi. Selain itu,
Szalavitz (2003: 25) juga mengidentifikasi variabel lain yang dapat meningkatkan
prokrastinasi seseorang, seperti: takut gagal, perfeksionisme, pengendalian diri,
pengaruh orang tua, mencari hukuman, dan kecemasan terkait tugas.
Hasil penelitian-penelitian tersebut mendukung adanya hubungan antara
kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik. Karena hasil penelitian
terebut mengungkapkan bahwa prokrastinasi banyak dipengaruhi oleh faktor
internal seperti kontrol diri. Dari pengertiannya, Goldfried dan Marbaum (Muhid,
2009) mendefiniskan kontrol diri sebagai kemampuan untuk menyusun,
membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa
ke arah konsekuensi positif. Faktor internal ini jelas termasuk dalam cakupan
kemampuan dalam kecerdasan emosional.
Meninjau hasil dari penelitian-penelitian tersebut yang mengindikasikan
pentingnya kecerdasan emosional pada diri siswa sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi prokrastinasi akademik dan dengan memandang dinamika
prokrastinasi akademik pada siswa dari berbagai sudut pandang secara lebih
mendalam, para praktisi pendidikan serta psikolog dalam bidang pendidikan
hendaknya dapat memahami permasalahan prokrastinasi akademik secara lebih
utuh, menyadari perlunya penanganan secara serius dan mengetahui unsur mana
yang harus diberikan bantuan melalui penanganan masalah akademik. Bila
penelitian ini tidak dilakukan, maka kesempatan untuk menambah wawasan yang
8
maupun psikolog dalam bidang pendidikan tidak memahami permasalahan
prokrastinasi secara tepat, bisa jadi permasalahan prokrastinasi akademik akan
dikesampingkan dan prokrastinasi akan terus dianggap sebagai hal biasa. Perilaku
buruk yang terus dibiarkan ini kelak akan terlihat dampaknya. Siswa yang
diharapkan menjadi sumber daya manusia berkualitas, tentu adalah siswa yang
perilakunya sesuai dengan harapan, bukan siswa yang merupakan seorang
prokrastinator. Selain itu, pembahasan mengenai hubungan kecerdasan emosional
dengan prokrastinasi akademik dalam penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi
lembaga pendidikan serta psikolog dalam bidang pendidikan dalam menangani
permasalahan prokrastinasi akademik di sekolah.
Berdasarkan pemahaman-pemahaman tersebut, maka dalam penelitian ini
peneliti memfokuskan kajian pada “Hubungan antara kecerdasan emosional
dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun
Ajaran 2013-2014”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat kecerdasan emosional yang dimiliki oleh para siswa
SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014?
2. Bagaimana tingkat prokrastinasi akademik yang dimiliki oleh para siswa
SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014?
3. Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan
prokrastinasi akademik pada siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun
Ajaran 2013-2014?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian di atas, maka
9
1. Memperoleh gambaran tentang tingkat kecerdasan emosional yang
dimiliki oleh para siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran
2013-2014.
2. Memperoleh gambaran tentang tingkat prokrastinasi akademik yang
dimiliki oleh para siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran
2013-2014.
3. Mengidentifikasi apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional
dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi
Tahun Ajaran 2013-2014.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan wawasan
mengenai hubungan antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik
pada siswa SMA. Lebih lanjut, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis: dapat memberikan gambaran faktor-faktor psikologis
yang mendorong perilaku prokrastinasi akademik, khususnya dalam
penelitian ini adalah kecerdasan emosional.
2. Manfaat praktis: dapat membantu khususnya para orang tua, konselor
maupun psikolog sekolah dan para pengajar agar lebih mampu
mengidentifikasi perilaku prokrastinasi akademik serta kaitannya dengan
kecerdasan emosional siswa.
E. Sistematika Penulisan
Penyusunan skripsi ini terdiri dari lima bagian dengan sistematika sebagai
berikut:
1. Bab I Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang yang menjadi dasar penelitian
berupa keadaan serta fenomena seputar kecerdasan emosional dan prokrastinasi
10
akademik. Bab ini terdiri dari beberapa subbab, yaitu latar belakang penelitian,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
2. Bab II Kajian Pustaka
Bab ini menguraikan landasan teoritik yang mendasari masalah yang
menjadi objek penelitian, seperti landasan teori serta konsep-konsep tentang
kecerdasan emosional dan prokrastinasi akademik, penelitian terdahulu yang
relevan, kerangka pemikiran, serta hipotesis penelitian.
3. Bab III Metode Penelitian
Bab ini berisi penjabaran lebih rinci terkait metode dan prosedur penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini mulai dari persiapan hingga penelitian
berakhir, seperti prosedur pengambilan data, pengolahan data sampai interpretasi
data. Lebih luasnya, pada bab ini akan membahas definisi operasional variabel,
metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji validitas dan
reliabilitas alat ukur, serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah
hasil data penelitian.
4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan
pembahasan. Bab ini mendeskripsikan proses pelaksanaan penelitian, hasil
temuan peneliti yang telah dilakukan, serta analisis pembahasan mengenai hasil
temuan peneliti.
5. Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab ini menguraikan penafsiran, pemaknaan atau interpretasi peneliti
berupa kesimpulan terhadap keseluruhan hasil penelitian yang diperoleh sebagai
jawaban dari permasalahan yang menjadi dasar dilakukannya penelitian. Bab ini
52
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subyek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih peneliti untuk mengadakan penelitian adalah SMA
Negeri 3 Kota Sukabumi yang bertempat di Jl. Ciaul Baru No.21, Kota Sukabumi.
Alasan peneliti menggunakan SMA Negeri 3 Kota Sukabumi sebagai tempat
penelitian karena sekolah menengah atas ini sedang melakukan upaya peningkatan
kualitas pendidikan termasuk kualitas para siswanya. Selain itu, berdasarkan
keterangan para pengajarnya, ditemukan adanya beberapa keluhan mengenai
kebiasaan siswa yang sering kali menunda-nunda tugas akademik, sehingga
menimbulkan dampak-dampak negatif, seperti terbiasa mengerjakan tugas
menjelang batas waktu yang ditentukan, sering terlambat mengumpulkan tugas,
hasil ujian yang kurang memuaskan, dan lain sebagainya. Sikap ini tentu saja
tidak mencerminkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu
memberikan informasi khususnya kepada para orang tua, konselor maupun
psikolog sekolah, serta para pengajar agar lebih mampu mengidentifikasi perilaku
prokrastinasi akademik siswa serta kaitannya dengan kecerdasan emosional siswa.
Karena menurut Tondok, Ristyadi dan Kartika (2008), salah satu faktor siswa
memiliki kecenderungan prokrastinasi adalah karena kondisi psikologis, seperti
rendahnya kontrol diri yang merupakan cakupan dari kecerdasan emosional
menurut Aristoteles (Goleman, 2007).
2. Subyek Penelitian
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 3 Kota
Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014. Menurut Arikunto (2006: 130), populasi
adalah seluruh subyek penelitian. Putrawan (1990: 5) mendefinisikan populasi
53
yang ditentukan. Sedangkan menurut Hadi (2000: 70), populasi adalah seluruh
penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama.
Peneliti memilih siswa SMA sebagai obyek penelitian karena ditinjau dari
perkembangan emosi pada masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu
perkembangan emosi yang tinggi dan dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional
lingkungan, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.
Perkembangan aspek sosial remaja ditandai dengan berkembangnya social
cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain dan sikap konformitas.
Menurut Piaget (dalam Yusuf, 2004), perkembangan aspek kognitif masa remaja
sudah mencapai taraf operasi formal, sehingga aktivitas siswa SMA merupakan
hasil berpikir logis. Ali (Honey, 2007) juga berpendapat bahwa aspek perasaan
dan moral remaja telah berkembang, sehingga dapat mendukung penyelesaian
tugas-tugasnya. Implikasinya adalah siswa SMA dianggap telah memiliki
tanggung jawab di bidang penyelesaian tugas-tugas akademik.
Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak sekolah, jumlah populasi
siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi adalah sebanyak 1126 orang yang
dikelompokkan menjadi tiga kategori menurut tingkat kelasnya. Pengelompokan
ini didasarkan pada pertimbangan mengenai perbedaan karakteristik serta tingkat
kesulitan materi pelajaran yang diperoleh, yang dalam hal ini akan dapat
berpengaruh terhadap iklim lingkungan siswa. Hal ini didukung oleh pendapat
Goleman (2002) bahwa lingkungan dimana seseorang berada dapat memberikan
pengaruh terhadap perkembangan emosinya, yang berarti juga berpengaruh
terhadap kecerdasan emosi serta perilaku yang dimilikinya. Pengelompokan
tersebut memiliki rincian sebagai berikut:
Tabel 3.1
Populasi Subyek Penelitian (Siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi)
Kategori Berdasarkan
Tingkat Kelas Kelas X Kelas XI Kelas XII
Jumlah Keseluruhan Jumlah Populasi 422 352 352 1126
54
representatif yang artinya sampel tersebut mewakili populasi (Sukandarrumidi,
2004: 56). Metode pengambilan sampel yang dipakai pada penelitian ini adalah
menggunakan teknik stratified random sampling. Alasan penulis menggunakan
random sampling ini, karena menurut Hadi (2000: 223), teknik ini dapat
memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel. Selain hal tersebut, Hadi (2000: 223) mengatakan suatu cara
disebut random apabila peneliti tidak memilih-milih individu yang akan
ditugaskan untuk menjadi sampel penelitian. Sedangkan yang dimaksud dengan
stratified adalah sampel ditarik dengan cara memisahkan elemen-elemen populasi
dalam kelompok-kelompok yang tidak overlapping yang disebut stratum, dan
kemudian memilih sebuah sampel secara random dari tiap stratum.
Selanjutnya dalam menentukan jumlah sampel, peneliti menggunakan
rumus Slovin (Umar, 2008: 65) sebagai berikut:
Keterangan:
= Ukuran sampel = Ukuran populasi
= Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan (peneliti menggunakan 5%)
Berdasarkan rumus tersebut, diperoleh jumlah sampel sebanyak 295 orang
dengan rincian perhitungan sebagai berikut:
Hasil perhitungan sampel keseluruhan di atas kemudian didistribusikan ke
dalam rumus dari stratified random sampling, yaitu:
Keterangan:
= Sampel tiap stratum = Populasi tiap stratum
55
1) Sampel Kelas X
2) Sampel Kelas XI
3) Sampel Kelas XII
Tabel 3.2 Distribusi Sampling
Tingkat Kelas Kelas X Kelas XI Kelas XII Jumlah Keseluruhan
Populasi 422 352 352 1126
Sampel 111 92 92 295
B. Desain Penelitian
Penelitian ini akan mengkaji hubungan antara kecerdasan emosional
dengan prokrastinasi akademik, sehingga desain penelitian yang digunakan adalah
penelitian kuantitatif menggunakan metode deskriptif dengan jenis penelitian
studi korelasi. Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis
terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan
penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model
matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam.
Metode deskriptif adalah salah satu jenis metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya (Best,
dalam Suryabrata, 2008). Metode deskriptif juga dapat diartikan sebagai pencarian
fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari
masalah-masalah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta
situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap,
pandangan-pandangan, proses-proses yang berlangsung, serta pengaruh-pengaruh
dari suatu fenomena. Metode deskriptif ini juga sering disebut metode
56
mengembangkan, generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas
universal (West, dalam Suryabrata, 2008). Di samping itu, metode ini juga
bertujuan untuk memperoleh jawaban tentang permasalahan yang sedang terjadi
di masa sekarang secara aktual tanpa menghiraukan kejadian pada waktu sebelum
dan sesudahnya dengan cara mengolah, menganalisis, menafsirkan, dan
menyimpulkan data hasil penelitian.
Sedangkan penelitian studi korelasi adalah penelitian yang mempelajari
hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dalam satu indeks yang
dinamakan koefisien korelasi. Tujuan dari adanya teknik studi korelasional ini
adalah untuk mencari bukti berdasarkan hasil pengumpulan data apakah terdapat
hubungan antar variabel yang diteliti, untuk menjawab pertanyaan apakah
hubungan antar variabel tersebut kuat atau lemah, dan untuk memperoleh
kepastian berdasarkan hitungan matematis apakah hubungan antar variabel
merupakan hubungan yang signifikan atau tidak signifikan (Sudijono, 2004: 188).
Penelitian ini tidak hanya menjelaskan saja, akan tetapi juga memastikan besar
hubungan antar variabel. Hubungan antar variabel dalam penelitian ini adalah
hubungan asimetris yang merupakan suatu hubungan dimana satu variabel
memberikan pengaruh pada variabel lainnya.
Untuk sumber data yang dikumpulkan berasal dari data primer dengan
jenis single-stimulus data. Data primer adalah data yang diperoleh dan
dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari lokasi penelitian melalui
penyebaran kuesioner kepada responden (Hasan, 2006: 20). Sedangkan yang
dimaksud dengan single-stimulus data adalah menggunakan subyek yang
menjawab stimuli dalam satu kali kesempatan. Tidak ada perankingan atau
perbandingan antara stimuli. Jadi, subyek menjawab satu-satu pertanyaan atau
pernyataan (Ihsan, 2009).
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Definisi Operasional Kecerdasan Emosional
Secara operasional, kecerdasan emosional dalam penelitian ini merupakan
57
mempengaruhi kemampuan siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi untuk mengatasi
tuntutan dari diri sendiri dan orang lain. Kecerdasan emosional ini terbagi menjadi
lima komponen, yaitu (Goleman, 2002):
a. Self-awareness (kesadaran diri), yaitu kemampuan siswa SMA Negeri 3
Kota Sukabumi untuk mengenali dan memahami emosi yang sedang
dialaminya, juga mencakup kemampuan untuk memahami kualitas,
intensitas, durasi, penyebab, serta efek dari emosi yang sedang dialaminya
tersebut.
b. Self-control (pengendalian diri), yaitu kemampuan siswa SMA Negeri 3
Kota Sukabumi dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan
tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri.
c. Self-motivation (motivasi diri), yaitu kemampuan siswa SMA Negeri 3
Kota Sukabumi dalam memotivasi dirinya sendiri, termasuk kemampuan
untuk memanfaatkan kesempatan, kegigihan untuk mencapai sasaran,
dorongan untuk menjadi lebih baik dan memenuhi standar keberhasilan,
serta berpikir optimis.
d. Emphaty (empati), yaitu kemampuan siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi
untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami
perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan
menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.
e. Social skills (keterampilan sosial), yaitu kemampuan siswa SMA Negeri 3
Kota Sukabumi dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kemampuan
membaca reaksi dan perasaan orang lain, mampu memimpin dan
mengorganisasi, serta mampu menangani perselisihan yang muncul dalam
setiap kegiatan manusia.
2. Definisi Operasional Prokrastinasi Akademik
Secara operasional, prokrastinasi akademik dalam penelitian ini
merupakan kecenderungan siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi dalam merespon
58
prokrastinasi dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu yang dapat diukur
dari ciri-ciri berikut:
a. Penundaan untuk memulai atau menyelesaikan tugas yang diterima
b. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas
c. Kesenjangan waktu antara rencana dengan kinerja aktual
d. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan
D. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa alat ukur berbentuk
kuesioner yang memanfaatkan skala Likert. Kuesioner merupakan pertanyaan atau
pernyataan tertulis yang biasa digunakan untuk mengumpulkan informasi dari
responden tentang dirinya atau hal-hal lain yang diketahui (Sukidin dan Mundir,
2005: 216). Kuesioner dipilih karena sifatnya yang efisien, dimana kuesioner
dapat diberikan pada banyak partisipan dalam waktu yang singkat (Kerlinger dan
Lee, 2000). Skala Likert disini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan
persepsi responden terkait dengan informasi yang diketahui (Riduwan, 2008: 12).
Dalam skala Likert, orang diberi daftar pernyataan mengenai satu topik
dan diperintahkan untuk menjawab setiap pernyataan dengan ukuran sejauhmana
tingkat kesetujuan mereka. Jadi, model skala ini menggunakan tipe stimuli
tunggal dan tipe jawaban tunggal (Ihsan, 2009: 40). Dalam menentukan alternatif
jawaban yang disediakan, penulis kuesioner yang menggunakan skala Likert harus
memutuskan apakah memasukkan titik tengah atau tidak sesuai dengan
pernyataan yang diberikan kepada responden (Brace, 2004). Pada penelitian ini,
peneliti memilih untuk tidak memasukkan titik tengah atau jawaban netral dalam
alternatif jawaban yang disediakan. Peneliti hanya menyediakan empat alternatif
jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat
Tidak Sesuai (STS). Peniadaan titik tengah ini didasari oleh pernyataan dari
Kalton dan Schuman (1982) yang menyatakan bahwa penyediaan alternatif respon
tengah dapat meningkatkan proporsi responden yang menyatakan pandangan
netral secara substansial dan kecenderungan ini bahkan mungkin meningkat ketika
59
Menurut Garland (1991), penggunaan skala tanpa kategori tengah juga lebih
mampu mereduksi kepatutan sosial (social desirability) dibanding dengan yang
menggunakan kategori tengah.
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner yang terdiri dari
dua bagian, yaitu kuesioner kecerdasan emosional dan kuesioner prokrastinasi
akademik. Berikut penjelasan mengenai kedua kuesioner tersebut.
1. Kuesioner Kecerdasan Emosional
Kuesioner ini terdiri dari 83 item yang berkaitan dengan kecerdasan
emosional siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi. Kuesioner ini diadopsi dan
dimodifikasi dari alat ukur kecerdasan emosional yang telah dikembangkan
sebelumnya oleh Lanawati (1999) dalam tesisnya, yaitu Emotional Intelligence
Quotient Inventory (EII) atau Inventori Kecerdasan Emosi (IKE). Modifikasi
kuesioner ini disesuaikan dengan kondisi setempat dan menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti oleh responden yang merupakan siswa SMA.
Inventori Kecerdasan Emosi (IKE) terbagi ke dalam lima dimensi model
kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Goleman. Dalam penyusunan IKE
terdapat beberapa tahap yang dilakukan oleh Lanawati. Tahap pertama adalah
adaptasi butir-butir EQ-I serta TMMS ke dalam bahasa Indonesia, lalu
menambahkan sendiri beberapa item (Lanawati, 1999). Tahap kedua adalah
melakukan face validity terhadap tiga orang narasumber untuk mengkonsultasikan
hasil terjemahan.
Tahap berikutnya adalah melakukan uji reliabilitas dan validitas alat ukur.
Uji reliabilitas dilakukan dengan mencari koefisien alpha. Hasil penghitungan
koefisien alpha pada 895 subyek adalah sebesar 0,9308 (Lanawati, 1999).
Menurut Aiken (2000), koefisien alpha yang memadai adalah lebih besar dari 0,6.
Dengan demikian, nilai koefisien alpha yang dimiliki IKE menunjukkan bahwa
alat tersebut telah reliabel dan memadai untuk digunakan. Sedangkan untuk proses
validasi dilakukan dengan menggunakan construct validity dengan analisa
60
Pengisian kuesioner ini menggunakan skala Likert empat angka yang
diwakili oleh pernyataan Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan
Sangat Tidak Sesuai (STS). Subyek akan diminta untuk memilih salah satu dari
pernyataan tersebut yang dianggap sesuai dengan perasaan, pikiran, maupun
perilakunya. Skala ini juga terdiri dari item favorable dan unfavorable. Selain itu,
dalam upaya mengurangi kecenderungan responden terhadap alternatif jawaban
yang sama (response set), maka item-item pernyataan yang mengukur dimensi
yang sama diletakkan secara acak.
Lebih lanjut, mengenai teknik skoring yang dilakukan oleh peneliti adalah
dengan menjumlahkan total skor dari jawaban-jawaban responden. Adapun teknis
penjumlahannya adalah sebagai berikut:
1) Untuk pernyataan favorable, semakin sesuai respon subyek, maka semakin
besar skor yang didapatnya, yaitu 1 untuk jawaban STS (Sangat Tidak
Sesuai), 2 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), 3 untuk jawaban S (Sesuai),
dan 4 untuk jawaban SS (Sangat Sesuai).
2) Untuk pernyataan unfavorable, semakin sesuai respon subyek, maka
semakin kecil skor yang didapatnya, yaitu 4 untuk jawaban STS (Sangat
Tidak Sesuai), 3 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), 2 untuk jawaban S
(Sesuai), dan 1 untuk jawaban SS (Sangat Sesuai).
3) Skor total dari kuesioner kecerdasan emosional ini memiliki rentang
83-332 yang mengartikan bahwa semakin tinggi skor yang diperoleh
responden, maka semakin tinggi pula kecerdasan emosionalnya. Begitupun
sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh responden, maka semakin
rendah pula kecerdasan emosionalnya.
Tabel 3.3
Pola Skoring Kuesioner Kecerdasan Emosional
Alternatif Jawaban Skor
Favorable Unfavorable
STS (Sangat Tidak Sesuai) 1 4
TS (Tidak Sesuai) 2 3
S (Sesuai) 3 2
61
2. Kuesioner Prokrastinasi Akademik
Kuesioner prokrastinasi akademik ini berisi 44 item pernyataan dengan
koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,943. Kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti
dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat prokrastinasi akademik
pada siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi yang termanifestasikan dalam dimensi
tertentu yang dapat diukur. Dimensi tersebut terbagi menjadi empat, yaitu
penundaan untuk memulai atau menyelesaikan tugas yang diterima, keterlambatan
dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dengan kinerja
aktual, dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan. Pembuatan
kuesioner ini mengacu pada teori prokrastinasi akademik dari Ferrari et al. (1998).
Pengisian kuesioner ini sama dengan cara pengisian pada kuesioner
sebelumnya (kuesioner kecerdasan emosional), yaitu dengan memilih salah satu
dari empat alternatif jawaban yang disediakan yang dianggap sesuai dengan
perasaan, pikiran, maupun perilaku subyek. Alternatif jawaban tersebut terdiri dari
Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Sesuai (S), dan Sangat Setuju (SS).
Skala ini juga terdiri dari item favorable dan unfavorable. Item-item pernyataan
yang mengukur dimensi yang sama pun diletakkan secara acak untuk mengurangi
kecenderungan responden terhadap alternatif jawaban yang sama (response set).
Teknik skoring kuesioner ini juga sama dengan teknik skoring pada
kuesioner kecerdasan emosional, yaitu dengan menjumlahkan total skor dari
jawaban-jawaban responden. Berikut teknis penjumlahannya:
1) Untuk pernyataan favorable, semakin sesuai respon subyek, maka semakin
besar skor yang didapatnya, yaitu 1 untuk jawaban STS (Sangat Tidak
Sesuai), 2 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), 3 untuk jawaban S (Sesuai),
dan 4 untuk jawaban SS (Sangat Sesuai).
2) Untuk pernyataan unfavorable, semakin sesuai respon subyek, maka
semakin kecil skor yang didapatnya, yaitu 4 untuk jawaban STS (Sangat
Tidak Sesuai), 3 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), 2 untuk jawaban S
62
responden, maka semakin tinggi pula tingkat prokrastinasi akademiknya
dan semakin rendah skor yang diperoleh responden, maka semakin rendah
pula tingkat prokrastinasi akademiknya.
Table 3.4
Pola Skoring Kuesioner Prokrastinasi Akademik
Alternatif Jawaban Skor
Favorable Unfavorable
STS (Sangat Tidak Sesuai) 1 4
TS (Tidak Sesuai) 2 3
S (Sesuai) 3 2
SS (Sangat Sesuai) 4 1
E. Proses Pengembangan Instrumen
Berikut langkah-langkah dalam mengembangkan instrumen penelitian:
1. Uji Validitas Isi (Content Validity)
Peneliti menggunakan content validity (validitas isi) untuk melihat apakah
isi atau bahan yang diuji atau dites relevan dengan kemampuan, pengetahuan,
pelajaran, pengalaman, serta latar belakang orang yang ingin diuji (Nasution,
2006). Validitas isi juga bertujuan untuk melihat kesesuaian antata konten
instrumen dengan landasan teoritis serta kesesuaian bahasa baku dalam item
pernyataan. Validitas isi ini ditentukan melalui pendapat profesional (professional
judgement) atau expert judgement dengan proses telaah soal. Analisis yang
dilakukan adalah analisis logis untuk menetapkan apakah soal-soal yang telah
dikembangkan memang mengukur (representative) apa yang dimaksud untuk
diukur, serta untuk mengetahui item pernyataan mana saja yang dapat dipakai,
yang harus diperbaiki dan yang tidak dapat digunakan dalam penelitian. Expert
judgement ini diajukan terhadap dua orang dosen yang merupakan ahli dalam
bidang psikologi.
2. Uji Coba Instrumen
Sebelum digunakan, peneliti melakukan uji face validity atau uji coba
terhadap kedua alat ukur tersebut untuk mengetahui apakah bentuk item kuesioner
sudah dapat dimengerti dan memudahkan subyek untuk menanggapi pernyataan,
63
penelitian dapat dilihat dari nilai validitas dan reliabilitas alat ukur tersebut
(Anastasi dan Urbina, 1997). Anastasi dan Urbina (1997) menyebutkan bahwa
face validity dilakukan untuk menguji apakah tes terlihat mengukur apa yang
hendak diukur. Face validity ini penting untuk memotivasi responden dalam
mengerjakan tes, karena tes dianggap relevan dengan keadaan mereka (Kaplan
dan Sacuzzo, 2005). Kedua kuesioner tersebut diujicobakan kepada 62 responden
yang juga merupakan siswa SMA seperti subyek penelitian, sehingga memiliki
kesesuaian dengan subyek yang akan diteliti.
3. Uji Validitas Item
Suatu alat ukur dikatakan valid, jika alat tersebut mengukur apa yang
harus diukur oleh alat tersebut (Nasution, 2006). Uji validitas yang digunakan
adalah dengan menghitung korelasi antara skor masing-masing butir pernyataan
dengan total skor setiap konstruknya (Ghozali, 2001). Untuk menentukan layak
atau tidaknya item pernyataan dalam kuesiner, dilihat dari corrected item-total
correlation item tersebut. Corrected item-total correlation adalah korelasi antara
skor item dengan skor total dari sisa item yang lainnya, jadi sekor item yang
dikorelasikan tidak termasuk di dalam sekor total (Ihsan, 2009: 68). Item yang
dipilih menjadi item final adalah item yang memiliki korelasi item-total sama
dengan atau lebih besar dari 0,30. Pengukuran validitas ini menggunakan bantuan
software Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 18.
a. Uji Validitas Item Instrumen Kecerdasan Emosional
Berdasarkan hasil analisis item dari kuesioner kecerdasan emosional,
terdapat 20 item pernyataan yang tidak valid dan 63 item pernyataan yang valid.
Namun setelah dilakukan uji validitas ulang, ditemukan 5 item lagi yang tidak
layak atau tidak valid.
b. Uji Validitas Item Instrumen Prokrastinasi Akademik
Setelah dilakukan perhitungan validitas pada kuesioner prokrastinasi
akademik, didapat 3 item soal yang tidak valid dan 41 item soal yang valid.
64
4. Reliabilitas Instrumen
Ide pokok dari reliabilitas tes adalah sejauh mana hasil suatu tes itu dapat
dipercaya. Sebuah pengukuran itu reliabel jika skor yang diperoleh seseorang dari
tes yang sama dengan hasil yang sama (Ihsan, 2009: 102). Satu hal yang paling
penting dalam pengujian reliabilitas adalah penentuan nilai koefisien reliabilitas.
Aiken (2000) mengatakan bahwa untuk penelitian sosial, koefisien reliabilitas 0,6
bisa diterima. Sebagaimana dikemukakan oleh Nunnally dan Bernstein (1994),
yang menyatakan bahwa sebuah alat ukur yang baik harus memiliki koefisien
reliabilitas sebesar minimum 0,6. Prosedur estimasi reliabilitas dan cara
perhitungan koefisien yang digunakan dalam pengembangan skala psikologi
dalam penelitian ini adalah komputasi reliabilitas dengan pendekatan Cronbach's
Alpha yang dibantu software SPSS versi 18. Kelebihan Cronbach's Alpha
daripada teknik estimasi lain adalah dapat digunakan untuk data dikotomi atau
multikotomi. Adapun rumus dari Cronbach's Alpha ini adalah:
[ ] [ ∑ ]
Kriteria reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
kriteria yang dirumuskan oleh Guilford (Subino, 1987), yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.5
Berdasarkan perhitungan reliabilitas Cronbach's Alpha, diperoleh
koefisien reliabilitas sebesar 0,941, ini mengindikasikan bahwa instrumen yang
65
Tabel 3.6
Reliability Statistics Kuesioner Kecerdasan Emosional Cronbach's Alpha N of Items
.941 58
b. Reliabilitas Instrumen Prokrastinasi Akademik
Perhitungan terhadap kuesioner prokrastinasi akademik menghasilkan
koefisien reliabilitas sebesar 0,944 yang mengindikasikan bahwa instrumen yang
tersebut di atas termasuk ke dalam kategori reliabilitas yang sangat tinggi.
Tabel 3.7
Reliability Statistics Kuesioner Prokrastinasi Akademik Cronbach's Alpha N of Items
.944 41
5. Kategorisasi Skala
Mengenai kategorisasi skala terhadap kedua kuesioner yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu kuesioner kecerdasan emosional dengan kuesioner
prokrastinasi akademik digunakan rumus berikut (Ihsan, 2009: 77):
Tabel 3.8
Rumusan Tiga Kategori Skala
Kategori Rentang
Tinggi Sedang Rendah Keterangan:
= Skor T subyek = Rata-rata baku = Deviasi standar baku
a. Skala Kecerdasan Emosional
Berdasarkan perhitungan terhadap skor kuesioner kecerdasan emosional,
diperoleh nilai mean ( ) dan standard deviation ( ) sebagai berikut:
Tabel 3.9
Descriptive Statistics Kecerdasan Emosional
66
Tabel 3.10
Descriptive Statistics Tiap Dimensi Kecerdasan Emosional
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Self-awareness (kesadaran diri) 295 10.00 27.00 18.6136 2.55946
Self-control (pengendalian diri) 295 30.00 61.00 43.7525 5.05915
Self-motivation (motivasi diri) 295 22.00 47.00 35.0136 3.88699
Emphaty (empati) 295 17.00 31.00 23.1220 2.34999
Social skills (keterampilan sosial) 295 28.00 55.00 42.4305 4.28108
Valid N (listwise) 295
Berdasarkan mean dan standard deviation tersebut, diperoleh kategori
skala kecerdasan emosional yang akan dijadikan acuan dalam penelitian ini, yaitu:
Tabel 3.11
Kategori Skala Tiap Dimensi Kecerdasan Emosional
Katego
Berdasarkan perhitungan terhadap skor kuesioner prokrastinasi akademik,
diperoleh nilai mean ( ) dan standard deviation ( ) sebagai berikut:
Tabel 3.13
Descriptive Statistics Prokrastinasi Akademik
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Prokrastinasi Akademik 295 44.00 143.00 92.6271 14.64558
Valid N (listwise) 295
Tabel 3.14
Descriptive Statistics Tiap Dimensi Prokrastinasi Akademik
67
Berdasarkan mean dan standard deviation tersebut, diperoleh kategori
skala kecerdasan emosional yang akan dijadikan acuan dalam penelitian ini, yaitu:
Tabel 3.15
Kategori Skala Tiap Dimensi Prokrastinasi Akademik
Kategori
pengambilan data dimana data-data yang diperlukan dalam penelitian diperoleh
melalui pernyataan atau pertanyaan tertulis yang diajukan kepada responden
mengenai suatu hal yang disajikan dalam bentuk suatu daftar pertanyaan
(Koentjaraningrat, 1994 : 173). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan skala
kecerdasan emosional dan skala prokrastinasi akademik. Dalam penelitian yang berjudul “Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi Akademik pada Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kota Sukabumi” ini,
yang menjadi variabel independen (variabel X) adalah kecerdasan emosional
siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi, sedangkan variabel dependennya (variabel
Y) adalah prokrastinasi akademik siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi. Adapun
teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan teknik sebagai berikut:
1. Penelitian lapangan, yaitu dengan menyebarkan kuesioner di lokasi
penelitian guna mendapatkan data primer.