• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK

(Studi Korelasional pada Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Jurusan Psikologi

Oleh

Dyah Kusuma Ayu Pradini 0901711

(2)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK

(Studi Korelasional pada Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014)

Oleh

Dyah Kusuma Ayu Pradini

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan

© Dyah Kusuma Ayu Pradini Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,

(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan segala rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu

terlimpahkan kepada junjungan ummat, Nabi Muhammad SAW beserta segenap

keluarga dan sahabatnya serta penerus risalahnya.

Skripsi dengan judul “Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan

Prokrastinasi Akademik (Studi Korelasional pada Siswa Sekolah Menengah Atas

Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014)” ini diharapkan dapat berguna

bagi penulis juga pembaca, terutama dalam mengembangkan kemampuan diri di

bidang psikologi. Penulis menyadari bahwa untuk menyelesaikan skripsi ini tidak

lepas dari bantuan berbagai pihak, karena itu penulis tidak lupa menyampaikan

rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada:

1. Ibu Dra. Herlina, M.Pd., Psi. selaku Ketua Jurusan Psikologi sekaligus Penguji

II yang telah memberikan izin serta kritik dan saran kepada penulis untuk

menyusun skripsi ini.

2. Bapak Helli Ihsan, S.Ag., M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Psikologi sekaligus

Pembimbing II yang telah memberikan arahan serta dengan sabar dan telaten

memberikan saran dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Dr. H. Mubiar Agustin, M.Pd. selaku Pembimbing I sekaligus Penguji I

atas seluruh bimbingan dan kesabaran serta kritik dan saran yang telah

diberikan dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Syahnur Rahman, M.Si. selaku Pembimbing Akademik sekaligus

Penguji III yang telah memberikan bantuan serta arahan kepada penulis.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia

yang telah mendidik dan mengajar, sehingga penulis mempunyai bekal ilmu

pengetahuan dan pengalaman untuk menyusun skripsi.

6. Bapak dan Ibu Staf Tata Usaha Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan

Indonesia yang telah membantu penulis mengurus administrasi yang

(7)

7. Bapak Ceng Mamad, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Kota

Sukabumi beserta para pengajar SMA Negeri 3 Kota Sukabumi yang telah

memberikan izin serta bantuan dalam pengambilan data di lokasi penelitian.

8. Para siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014 yang

telah bersedia memberikan bantuan serta partisipasi untuk penelitian ini.

9. Kedua orang tua penulis, yaitu Ibu Marfuatin dan Bapak Mulyono, S.H.,

M.Ba., M.M. (Alm) yang tiada hentinya memberikan cinta, kasih sayang, doa,

serta dukungan dengan ikhlas dan sabar kepada penulis.

10. Kakak kandung penulis, yaitu Mas Juli Agung Pramono, S.H., S.I.K., M.Hum;

Mbak Dwi Retno Anjar Pratiwi, S.Pd. dan Mas Bagas Try Prasetyo, S.H.; juga

kakak ipar penulis, yaitu Mbak Puspita Handayani, S.H. dan Mas Didik

Rosidi, S.H. yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, arahan,

dan doa yang luar biasa berharga bagi penulis.

11. Keponakan penulis, yaitu Arief Satrio Pramono, Adityo Ghalyh Parama,

Naziha Nagita Qintharani, dan Qorina Alifa yang selalu menghibur dan

memotivasi penulis agar dapat menjadi contoh serta teladan yang baik.

12. Egi Firmansyah, S.Kom. yang selalu sabar memberikan perhatian, kasih

sayang, doa, dan semangat kepada penulis.

13. Rekan-rekan yang tergabung dalam keluarga besar psikologi UPI angkatan

2009 yang turut memberikan sumbangan saran bagi penulisan skripsi ini.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan, doa serta dukungan kepada penulis.

Semoga amal baik dan bantuan yang telah disumbangkan kepada penulis

memperoleh balasan dan ridho dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan skripsi ini. Hal-hal yang dipandang baik dan benar dalam skripsi

ini hanyalah karena petunjuk dan bimbingan serta pertolongan Allah SWT semata.

(8)

Artinya:

“Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu, jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang

bertaubat.” (Q.S. Al-Israa’: 25)

“HIDUP UNTUK BERSYUKUR”

Ya Allah yang Maha Suci …

Tak ada di dunia ini yang tidak patut untuk tidak disyukuri Segala apa yang hamba punya semata atas kasih sayang-Mu

Bagaikan hamburan air yang tidak pernah sanggup hamba menghitungnya Dari batas pandangan mata, sampai sesuatu yang hamba tidak bisa

menyebutkannya

Delicated to:

My beloved parents, my father Mulyono, S.H., M.Ba., M.M. (Alm) and my mother

Marfuatin whom I owe a debt which can never be repaid who always give me

support, guidance and everlasting prayer. My brothers Juli Agung Pramono, S.H.,

S.I.K., M.Hum and Bagas Try Prasetyo, S.H., my sister Dwi Retno Anjar Pratiwi,

S.Pd. who always give me guidance, help and attention. My sweetheart Egi

(9)

ABSTRAK

Dyah Kusuma Ayu Pradini (0901711). Hubungan antara Kecerdasan

Emosional dengan Prokrastinasi Akademik (Studi Korelasional pada Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014). Skripsi Jurusan Psikologi FIP UPI, Bandung (2014).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik. Kecerdasan emosional merupakan serangkaian kemampuan, kompetensi dan kecakapan non kognitif yang mempengaruhi kemampuan individu untuk mengatasi tuntutan dari diri sendiri dan orang lain. Sedangkan prokrastinasi merupakan kecenderungan individu dalam merespon tugas yang dihadapi dengan mengulur-ulur waktu untuk memulai maupun menyelesaikan kinerja secara sengaja untuk melakukan aktivitas lain yang tidak dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas. Lokasi yang digunakan adalah SMA Negeri 3 Kota Sukabumi dengan sampel 295 siswa. Metode penelitiannya adalah deskriptif kuantitatif dengan teknik studi korelasi. Pengambilan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner yang terdiri dari 58 item seputar kecerdasan emosional dan 41 item seputar prokrastinasi akademik. Secara umum, penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik. Hasil pengujian dengan Pearson Product Moment menghasilkan koefisien korelasi sebesar -0,560 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan yang bersifat negatif antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik. Semakin tinggi kecerdasan emosional seseorang, maka semakin rendah kecenderungannya untuk melakukan prokrastinasi akademik. Sebaliknya, semakin rendah kecerdasan emosional seseorang, maka semakin tinggi pula kecenderungannya untuk melakukan prokrastinasi akademik.

(10)

ABSTRACT

Dyah Kusuma Ayu Pradini (0901711). Relationship between Emotional

Intelligence with Academic Procrastination (Correlational Study on High School Student State 3 Sukabumi Cities 2013-2014 School Year). A Research Paper in Psychology Department, Faculty of Education Science UPI, Bandung (2014).

This research aimed to determine whether there is any relationship between emotional intelligence and academic procrastination. Emotional intelligence is a set of capabilities, competence and non-cognitive skills that affect

an individual’s ability to cope with the demands of self and others. While academic procrastination is the tendency of individuals to respond to the task at hand by stalling to start or finish the performance intentionally to perform other activities that are not required to complete the task. Locations used are SMAN 3 Sukabumi with 295 students sampled. The method was quantitative descriptive study of correlation techniques. Data were collected through questionnaires which consisted of 58 items about emotional intelligence and 41 items of academic procrastination. In general, this research proves that there is a relationship between emotional intelligence and academic procrastination. Test result by generating Pearson Product Moment correlation coefficient of -0,560 with a significance level of 0,000 (p<0,05). It shows a negative relationship between emotional intelligence and academic procrastination. The higher a

person’s level of emotional intelligence, the lower the propensity to commit academic procrastination. Conversely, the lower the person’s level of emotional

intelligence, the higher the propensity to commit academic procrastination.

(11)

DAFTAR ISI

BAB II KONSEP KECERDASAN EMOSIONAL DAN PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS ……… 11

A. Konsep Kecerdasan Emosional ……… 11

1. Definisi Kecerdasan ……… 11

2. Definisi Emosi ……… 12

3. Definisi dan Model Kecerdasan Emosional ……… 14

4. Dimensi Model Kecerdasan Emosional Goleman ……… 19

5. Dinamika Model Kecerdasan Emosional Goleman ……… 24

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional ………… 25

7. Ciri-Ciri Individu yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi …… 26

B. Konsep Prokrastinasi Akademik ……… 27

1. Definisi Prokrastinasi Akademik ……… 27

2. Teori-Teori Prokrastinasi Akademik ……… 30

3. Penyebab Prokrastinasi Akademik ……… 39

4. Tipe-Tipe Prokrastinasi Akademik ……… 41

5. Ciri-Ciri Prokrastinasi Akademik ……… 42

6. Jenis-Jenis Tugas Prokrastinasi Akademik ……… 43

7. Dampak Prokrastinasi Akademik ……… 44

C. Keterkaitan antara Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi Akademik Siswa SMA ……… 46

(12)

1. Lokasi Penelitian ……… 52

2. Subyek Penelitian ……… 52

B. Desain Penelitian ……… 55

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ……… 56

1. Definisi Operasional Kecerdasan Emosional ……… 56

2. Definisi Operasional Prokrastinasi Akademik ……… 57

D. Instrumen Penelitian ……… 58

1. Kuesioner Kecerdasan Emosional ……… 59

2. Kuesioner Prokrastinasi Akademik ……… 61

E. Proses Pengembangan Instrumen ……… 62

3. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi Akademik Siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014 … 81

3. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi Akademik Siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014 … 87

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……… 93

A. Kesimpulan ……… 93

B. Rekomendasi ……… 93

1. Rekomendasi untuk Penelitian Selanjutnya ……… 94

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penyebab Prokrastinasi ……… 39

Tabel 2.2 Dampak Negatif Prokrastinasi ……… 46

Tabel 3.1 Populasi Subyek Penelitian ……… 53

Tabel 3.2 Distribusi Sampling ……… 55

Tabel 3.3 Pola Skoring Kuesioner Kecerdasan Emosional ……… 60

Tabel 3.4 Pola Skoring Kuesioner Prokrastinasi Akademik ……… 62

Tabel 3.5 Kriteria Reliabilitas ……… 64

Tabel 3.6 Reliability Statistics Kuesioner Kecerdasan Emosional ………… 65

Tabel 3.7 Reliability Statistics Kuesioner Prokrastinasi Akademik ……… 65

Tabel 3.8 Rumusan Tiga Kategori Skala ……… 65

Tabel 3.9 Descriptive Statistics Kecerdasan Emosional ……… 65

Tabel 3.10 Descriptive Statistics Tiap Dimensi Kecerdasan Emosional … 66

Tabel 3.11 Kategori Skala Kecerdasan Emosional ……… 66

Tabel 3.12 Kategori Skala Tiap Dimensi Kecerdasan Emosional ………… 66

Tabel 3.13 Descriptive Statistics Prokrastinasi Akademik ……… 66

Tabel 3.14 Descriptive Statistics Tiap Dimensi Prokrastinasi Akademik … 66

Tabel 3.15 Kategori Skala Prokrastinasi Akademik ……… 67

Tabel 3.16 Kategori Skala Tiap Dimensi Prokrastinasi Akademik ………… 67

Tabel 3.17 Uji Normalitas One Sample Kolmogorov-Smirnov Test ……… 69

Tabel 3.18 Uji Linearitas ……… 70

Tabel 3.19 Pedoman Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi ……… 71

Tabel 4.1 Gambaran Umum Tingkat Kecerdasan Emosional Subyek …… 73

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Masing-Masing Dimensi Kecerdasan Emosional

pada Kategori “Rendah”……… 74

Tabel 4.3 Persentase Masing-Masing Dimensi Kecerdasan Emosional pada

Kategori “Rendah” …..……… 74

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Masing-Masing Dimensi Kecerdasan Emosional

(14)

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Masing-Masing Dimensi Kecerdasan Emosional

pada Kategori “Tinggi” ……… 75

Tabel 4.7 Persentase Masing-Masing Dimensi Kecerdasan Emosional pada

Kategori “Tinggi” …… ……… 76

Tabel 4.8 Gambaran Umum Tingkat Prokrastinasi Akademik Subyek … 78

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Masing-Masing Dimensi Prokrastinasi Akademik

pada Kategori “Rendah”……… 79

Tabel 4.10 Persentase Masing-Masing Dimensi Prokrastinasi Akademik pada

Kategori “Rendah” ……… 79

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Masing-Masing Dimensi Prokrastinasi Akademik

pada Kategori “Sedang”……… 79

Tabel 4.12 Persentase Masing-Masing Dimensi Prokrastinasi Akademik pada

Kategori “Sedang” ……… 79

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Masing-Masing Dimensi Prokrastinasi Akademik

pada Kategori “Tinggi” ……… 80

Tabel 4.14 Persentase Masing-Masing Dimensi Prokrastinasi Akademik pada

Kategori “Tinggi” ……… 80

Tabel 4.15 Korelasi antara Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi Akademik 82

Tabel 4.16 Case Processing Summary ……… 82

Tabel 4.17 Academic Procrastination and Emotional Intelligence Crosstabulation 82

(15)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Penyebaran Skor Subyek pada Skala Kecerdasan Emosional … 73

Grafik 4.2 Gambaran Umum Tingkat Kecerdasan Emosional Subyek …… 74

Grafik 4.3 Skor Rata-Rata Antar Kategori Skala Kecerdasan Emosional … 76

Grafik 4.4 Penyebaran Skor Skala Prokrastinasi Akademik Subyek …… … 77

Grafik 4.5 Gambaran Umum Tingkat Prokrastinasi Akademik Subyek … 78

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Dimensi Model Kecerdasan Emosional Goleman ……… 24 Gambar 2.2 Dinamika Model Kecerdasan Emosional Goleman ……… 25

Gambar 2.3 Faktor yang Mempengaruhi Keinginan Melakukan Prokrastinasi 41

Gambar 2.4 Dinamika Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Sebelum Uji Coba ………… 109

Lampiran 2 Item Pernyataan Kuesioner Sebelum Uji Coba ……… 110

Lampiran 3 Kuesioner Uji Coba ……… 114

Lampiran 4 Skor Kuesioner Uji Coba ……… 118

Lampiran 5 Hasil Uji Validitas Item ……… 127

Lampiran 6 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Setelah Uji Coba ………… 133

Lampiran 7 Item Pernyataan Kuesioner Setelah Uji Coba ……… 134

Lampiran 8 Kuesioner Penelitian ……… 137

Lampiran 9 Skor Kuesioner Penelitian ……… 140

Lampiran 10 Lembar Pernyataan Expert Judgement Instrumen ………… 165

Lampiran 11 Surat Izin Penelitian ……… 167

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perilaku belajar seorang siswa sangat berpengaruh terhadap kelangsungan

pembelajarannya. Sesuai dengan pendapat Roestiah (2001), belajar yang efisien

dapat dicapai apabila menggunakan strategi yang tepat, yakni adanya pengaturan

waktu yang baik dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, belajar di rumah,

berkelompok ataupun untuk mengikuti ujian. Perilaku belajar yang baik dapat

terwujud apabila siswa sadar akan tanggung jawab mereka sebagai pelajar

sehingga mereka dapat membagi waktu mereka dengan baik antara belajar dengan

kegiatan di luar belajar.

Dalam beragam perilaku belajar yang dimiliki siswa, perilaku

menunda-nunda tugas adalah hal yang paling umum terjadi, perilaku ini disebut dengan

istilah prokrastinasi (Steel, dalam Kartadinata dan Tjundjing, 2008). Suatu

penundaan dikatakan prokrastinasi, apabila penundaan itu dilakukan pada tugas

yang penting, dilakukan berulang-ulang secara sengaja dan menimbulkan

perasaan tidak nyaman (Solomon dan Rothblum, dalam Tondok, Ristyadi dan

Kartika, 2008).

Lebih lanjut, Covington (Ormrod, 2003) mengungkapkan bahwa

timbulnya perilaku prokrastinasi berasal dari kecemasan, keragu-raguan dan rasa

malu. Ia mengemukakan bahwa setiap individu memiliki kebutuhan yang tinggi

untuk melindungi keyakinan akan kompetensinya (self-worth). Untuk dapat

mempertahankan atau mengembangkan keyakinan ini, individu harus sesering

mungkin mencapai kesuksesan. Namun nyatanya, kesuksesan tidak selalu dapat

dicapai, khususnya pada tugas-tugas yang tingkat kesulitannya lebih tinggi. Pada

saat-saat semacam itu, individu berusaha untuk mempertahankan keyakinan akan

kompetensinya dengan membuat alasan-alasan yang dapat membenarkan kinerja

buruk mereka. Lebih jauh lagi, mereka dapat melakukan hal-hal yang justru

(19)

2

Ellis dan Knaus juga Solomon dan Rothblum, (Gufron, 2003: 3)

menyatakan bahwa prokrastinasi merupakan salah satu masalah yang secara luas

menimpa sebagian besar masyarakat dan siswa pada lingkungan yang lebih kecil.

Sekitar 25% sampai 75% siswa memiliki masalah prokrastinasi dalam lingkup

akademis mereka. Perilaku prokrastinasi ini tentu saja banyak memberikan akibat

negatif pada siswa tersebut, diantaranya adalah meningkatnya jumlah absen di

kelas, nilai yang menurun atau lebih rendah dan dikeluarkan dari sekolah.

Prokrastinasi juga dapat berakibat pada emosi seseorang. Ketika seseorang sadar

bahwa dirinya telah melakukan prokrastinasi, mereka cenderung akan mengalami

berbagai perasaan, diantaranya adalah merasa bersalah, merasa telah melakukan

kecurangan, mengutuk diri sendiri, mengalami kecemasan, kepanikan,

ketegangan, dan rendah diri (Blinder, 2000).

Fenomena penundaan tugas yang tidak bertujuan dan berakibat jelek

tersebut di kalangan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) bukanlah hal yang

asing. Berdasarkan keterangan para pengajar di SMA Negeri 3 Kota Sukabumi,

fenomena prokrastinasi akademik memang kerap kali dijumpai di sekolah. Bila

beberapa tahun lalu dikenal istilah Sistem Kebut Semalam (SKS), kini perilaku

tersebut dikenal dengan SKS (Sistem Kebut Sejam). Siswa semakin terbiasa

mengerjakan tugas menjelang batas waktu yang ditentukan. Padahal siswa SMA

merupakan siswa yang telah mengalami proses belajar di sekolah selama enam

tahun di Sekolah Dasar (SD) dan tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama

(SMP). Bahkan siswa kelas XII yang memiliki pengalaman belajar di SMA

selama dua tahun, ternyata memiliki pola belajar yang tidak sehat seperti menunda

mengerjakan tugas akademik. Hal ini terjadi bukan karena siswa kekurangan

waktu, akan tetapi beberapa faktor internal dan eksternal mempengaruhi siswa

untuk terus menunda-nunda mengerjakan tugas.

Fenomena prokrastinasi akademik yang tak kunjung putus dari generasi ke

generasi ini membuat peneliti bertanya-tanya, apakah yang sesungguhnya terjadi

(20)

3

fenomena penundaan di kalangan siswa. Kebanyakan siswa dan guru menutup

mata dan membiarkan perilaku yang jelas berdampak negatif ini. Siswa yang

melakukan prokrastinasi akademik di sekolah biasanya tidak mendapatkan

bantuan atau bimbingan untuk mengurangi perilaku menundanya, melainkan

biasanya menerima teguran dan dimarahi saja karena terlambat mengumpulkan

tugas. Berdasarkan fenomena prokrastinasi akademik yang memprihatinkan di

kalangan generasi muda, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian lebih

mendalam mengenai prokrastinasi akademik siswa SMA.

Perilaku tidak mau segera mengerjakan tugas di Indonesia biasanya

dikaitkan sebagai salah satu perilaku nakal. Hal ini karena terjadi pembandingan

antara siswa-siswa yang terlihat selalu belajar dan yang tidak. Oleh sebab itu,

dalam penelitian Alinda (2006: 66) disebutkan pula perilaku menunda sebagai

perilaku nakal. Penelitian tersebut menunjukkan perilaku nakal yang sering

dilakukan siswa, yaitu: bermain sepulang sekolah (70%), malas mengerjakan

tugas (40%) dan bolos sekolah (37%). Penelitian Rudiana (2006: 43) menemukan

karakteristik kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, yaitu kesulitan membuat

contoh apabila diminta oleh guru (63%), kesulitan memahami materi yang

disampaikan (63%) dan tidak mampu menyelesaikan tugas tepat waktu (61%).

Hasil penelitian Desandi (2007: 71), sebanyak 47% siswa yang menjadi

responden (78 orang siswa) melakukan penundaan tugas akademik pada seluruh

area prokrastinasi akademik.

Sebagaimana diutarakan Pascale, et al (Solihat, 2010: 3), bahwa daya

saing yang dimiliki seseorang tergantung pada perilaku yang berorientasi pada

kesempatan, tidak statis dan tidak membuang waktu dengan percuma. Siswa SMA

yang saat ini sedang menempuh bangku sekolah merupakan generasi penerus

yang akan menghadapi persaingan yang lebih luas, bila perilaku prokrastinasi

akademik sering dilakukan, akan menimbulkan masalah tersendiri, sehingga dapat

dikatakan bahwa daya saing dan tingkat kedisplinan siswa masih rendah. Hal

tersebut merupakan salah satu indikator bahwa generasi muda saat ini belum bisa

(21)

4

suatu masalah yang terus berkembang dan layak untuk diperjuangkan

penyelesaiannya.

Menurut Ferrari (Gufron, 2003: 3) bahwa prokrastinasi akademik banyak

berakibat negatif, karena dengan melakukan penundaan, banyak waktu yang

terbuang dengan sia-sia, tugas-tugas menjadi terbengkalai, bahkan bila

diselesaikan hasilnya menjadi tidak maksimal. Penundaan juga bisa

mengakibatkan seseorang kehilangan kesempatan dan peluang yang datang.

Permasalahan prokrastinasi akademik merupakan permasalahan yang kompleks

dan cenderung akan terus menerus muncul pada tiap generasi. Lalu bagaimana

cara mereduksi atau bahkan memutus mata rantai prokrastinasi? Perkembangan

prokrastinasi yang terus-menerus tentunya perlu diimbangi dengan pengembangan

upaya penanganannya, sehingga berbagai pihak dapat menemukan titik terang

penyelesaian yang lebih efektif, inovatif dan tepat untuk diterapkan pada generasi

muda zaman sekarang.

Solomon dan Rothblum (Rianingtias, 2008: 3) menyatakan bahwa tingkat

prokrastinasi akademik seseorang akan semakin meningkat seiring dengan makin

lamanya studi seseorang. Jika pada masa SMA seseorang sudah melakukan

prokrastinasi akademik, diasumsikan pada jenjang pendidikan berikutnya tingkat

prokrastinasi akademiknya juga akan semakin meningkat. Oleh sebab itu,

prokrastinasi akademik pada siswa SMA merupakan salah satu masalah yang

perlu mendapat perhatian.

Menurut Tondok, Ristyadi dan Kartika (2008), salah satu faktor siswa

memiliki kecenderungan prokrastinasi adalah karena kondisi psikologis, seperti

rendahnya kontrol diri yang merupakan cakupan dari kecerdasan emosional

menurut Aristoteles (Goleman, 2007). Menurut Achir (dalam Armiyanti, 2008),

kecerdasan emosional adalah kemampuan individu untuk menguasai situasi yang

penuh tantangan dan biasanya dapat menimbulkan kecemasan. Apabila individu

memiliki kecerdasan pada dimensi kehidupan emosionalnya, maka akan mampu

(22)

5

kemampuan yang mendukung seorang siswa dalam mencapai tujuan dan

cita-citanya, diantaranya kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, kemampuan

untuk menghadapi situasi yang membuat frustasi, kemampuan mengendalikan

dorongan dalam diri, kemampuan untuk mengendalikan perasaan yang

dialaminya, kemampuan mengatur suasana hati yang reaktif, serta mampu

berempati dan bekerja sama dengan orang lain.

Akan tetapi, pada kenyataannya kecerdasan emosional ini oleh sebagian

besar masyarakat jarang dipahami karena faktor ketidaktahuan dan dapat

berakibat pada sukarnya mencapai kesuksesan. Jika ingin meraih kesuksesan

dalam bidang akademik, maka seorang siswa harus memiliki kecerdasan

intelektual dan kecerdasan emosional yang baik. Dengan memiliki kecerdasan

emosional yang baik, maka ia akan mampu mengelola emosi menjadi kekuatan

untuk mencapai prestasi terbaik dan juga mampu memotivasi diri sendiri termasuk

memotivasi diri untuk menekan dan mengurangi perilaku prokrastinasi akademik.

Menurut Goleman (2007), khusus pada orang-orang yang murni hanya

memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah

yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin,

dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat.

Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka

orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila

seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka

cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah

frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi

lingkungan, dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya,

dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki

kecerdasan emosional yang tinggi.

Seperti yang telah diuraikan di atas, salah satu faktor siswa memiliki

kecenderungan prokrastinasi adalah karena kondisi psikologis. Hal ini berkaitan

dengan analisis yang dilakukan oleh Solomon dan Rothblum (Tondok, Ristyadi

(23)

6

yang menyebabkan timbulnya kecenderungan prokrastinasi akademik, yaitu takut

gagal (fear of failure) yang meliputi kecemasan dievaluasi, perfeksionis dan

percaya diri yang rendah; dan ketidaksenangan terhadap tugas (aversevenees of

the task ) yang meliputi tidak suka pada aktivitas akademik dan kurang bertenaga

atau rasa malas.

Hal-hal yang menjadi alasan tersebut termasuk dalam cakupan dari

pengelolaan kecerdasan emosional individu. Siswa dengan kecerdasan emosional

yang baik akan mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri

dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan-perasaan orang lain

dengan efektif. Individu dengan keterampilan emosional yang berkembang baik

berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidupan dan memiliki

motivasi untuk berprestasi. Sedangkan individu yang tidak dapat menahan kendali

atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin atau kecemasan

yang merusak kemampuannya untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya.

Selain penelitian mengenai faktor penyebab terjadinya prokrastinasi

akademik di atas, masih banyak hasil penelitian yang mendukung adanya

hubungan antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik, salah

satunya adalah penelitian mengenai hubungan antara locus of control dengan

prokrastinasi oleh Hampton (2005). Penelitian tersebut menjelaskan bahwa

seseorang yang memiliki locus of control eksternal akan lebih cenderung untuk

menunda-nunda atau melakukan prokrastinasi, hal ini sesuai dengan penelitian

serupa yang dilakukan oleh Milgram dan Tenne (2000). Hal ini juga relevan

dengan pernyataan bahwa orang yang percaya bahwa kekuatan-kekuatan luar

mengendalikan situasi lebih dari kekuatan internal juga lebih mungkin untuk

menunda-nunda atau melakukan prokrastinasi. Memiliki locus of control eksternal

juga dapat menyebabkan seseorang untuk memiliki tingkat ketekunan yang

rendah (Dewitte dan Schouwenburg, 2002). Kurangnya keberhasilan dapat

membuat seseorang tidak ingin mengambil inisiatif dan menyelesaikan tugas.

(24)

7

sulit dari yang diharapkan, atau yang dapat menghasilkan lebih banyak stres,

prokrastinasi akan hadir dalam jumlah yang lebih tinggi (Pychyl et al, 2000).

Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa laki-laki melakukan

prokrastinasi lebih dari perempuan dan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan

perempuan dari segi locus of control-nya. Penelitian tersebut juga membahas

faktor-faktor yang dapat berkaitan erat dengan prokrastinasi, salah satunya adalah

kemampuan akademik, yaitu bagaimana kecerdasan seseorang dapat memprediksi

berapa banyak waktu yang dibutuhkan seseorang untuk mengerjakan suatu tugas,

yang akan mempengaruhi tingkat dan kesempatan untuk prokrastinasi. Selain itu,

Szalavitz (2003: 25) juga mengidentifikasi variabel lain yang dapat meningkatkan

prokrastinasi seseorang, seperti: takut gagal, perfeksionisme, pengendalian diri,

pengaruh orang tua, mencari hukuman, dan kecemasan terkait tugas.

Hasil penelitian-penelitian tersebut mendukung adanya hubungan antara

kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik. Karena hasil penelitian

terebut mengungkapkan bahwa prokrastinasi banyak dipengaruhi oleh faktor

internal seperti kontrol diri. Dari pengertiannya, Goldfried dan Marbaum (Muhid,

2009) mendefiniskan kontrol diri sebagai kemampuan untuk menyusun,

membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa

ke arah konsekuensi positif. Faktor internal ini jelas termasuk dalam cakupan

kemampuan dalam kecerdasan emosional.

Meninjau hasil dari penelitian-penelitian tersebut yang mengindikasikan

pentingnya kecerdasan emosional pada diri siswa sebagai salah satu faktor yang

mempengaruhi prokrastinasi akademik dan dengan memandang dinamika

prokrastinasi akademik pada siswa dari berbagai sudut pandang secara lebih

mendalam, para praktisi pendidikan serta psikolog dalam bidang pendidikan

hendaknya dapat memahami permasalahan prokrastinasi akademik secara lebih

utuh, menyadari perlunya penanganan secara serius dan mengetahui unsur mana

yang harus diberikan bantuan melalui penanganan masalah akademik. Bila

penelitian ini tidak dilakukan, maka kesempatan untuk menambah wawasan yang

(25)

8

maupun psikolog dalam bidang pendidikan tidak memahami permasalahan

prokrastinasi secara tepat, bisa jadi permasalahan prokrastinasi akademik akan

dikesampingkan dan prokrastinasi akan terus dianggap sebagai hal biasa. Perilaku

buruk yang terus dibiarkan ini kelak akan terlihat dampaknya. Siswa yang

diharapkan menjadi sumber daya manusia berkualitas, tentu adalah siswa yang

perilakunya sesuai dengan harapan, bukan siswa yang merupakan seorang

prokrastinator. Selain itu, pembahasan mengenai hubungan kecerdasan emosional

dengan prokrastinasi akademik dalam penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi

lembaga pendidikan serta psikolog dalam bidang pendidikan dalam menangani

permasalahan prokrastinasi akademik di sekolah.

Berdasarkan pemahaman-pemahaman tersebut, maka dalam penelitian ini

peneliti memfokuskan kajian pada “Hubungan antara kecerdasan emosional

dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun

Ajaran 2013-2014”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat kecerdasan emosional yang dimiliki oleh para siswa

SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014?

2. Bagaimana tingkat prokrastinasi akademik yang dimiliki oleh para siswa

SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014?

3. Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan

prokrastinasi akademik pada siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun

Ajaran 2013-2014?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian di atas, maka

(26)

9

1. Memperoleh gambaran tentang tingkat kecerdasan emosional yang

dimiliki oleh para siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran

2013-2014.

2. Memperoleh gambaran tentang tingkat prokrastinasi akademik yang

dimiliki oleh para siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran

2013-2014.

3. Mengidentifikasi apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional

dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi

Tahun Ajaran 2013-2014.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan wawasan

mengenai hubungan antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik

pada siswa SMA. Lebih lanjut, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis: dapat memberikan gambaran faktor-faktor psikologis

yang mendorong perilaku prokrastinasi akademik, khususnya dalam

penelitian ini adalah kecerdasan emosional.

2. Manfaat praktis: dapat membantu khususnya para orang tua, konselor

maupun psikolog sekolah dan para pengajar agar lebih mampu

mengidentifikasi perilaku prokrastinasi akademik serta kaitannya dengan

kecerdasan emosional siswa.

E. Sistematika Penulisan

Penyusunan skripsi ini terdiri dari lima bagian dengan sistematika sebagai

berikut:

1. Bab I Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang yang menjadi dasar penelitian

berupa keadaan serta fenomena seputar kecerdasan emosional dan prokrastinasi

(27)

10

akademik. Bab ini terdiri dari beberapa subbab, yaitu latar belakang penelitian,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika

penulisan.

2. Bab II Kajian Pustaka

Bab ini menguraikan landasan teoritik yang mendasari masalah yang

menjadi objek penelitian, seperti landasan teori serta konsep-konsep tentang

kecerdasan emosional dan prokrastinasi akademik, penelitian terdahulu yang

relevan, kerangka pemikiran, serta hipotesis penelitian.

3. Bab III Metode Penelitian

Bab ini berisi penjabaran lebih rinci terkait metode dan prosedur penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini mulai dari persiapan hingga penelitian

berakhir, seperti prosedur pengambilan data, pengolahan data sampai interpretasi

data. Lebih luasnya, pada bab ini akan membahas definisi operasional variabel,

metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji validitas dan

reliabilitas alat ukur, serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah

hasil data penelitian.

4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan

pembahasan. Bab ini mendeskripsikan proses pelaksanaan penelitian, hasil

temuan peneliti yang telah dilakukan, serta analisis pembahasan mengenai hasil

temuan peneliti.

5. Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi

Bab ini menguraikan penafsiran, pemaknaan atau interpretasi peneliti

berupa kesimpulan terhadap keseluruhan hasil penelitian yang diperoleh sebagai

jawaban dari permasalahan yang menjadi dasar dilakukannya penelitian. Bab ini

(28)

52

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subyek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih peneliti untuk mengadakan penelitian adalah SMA

Negeri 3 Kota Sukabumi yang bertempat di Jl. Ciaul Baru No.21, Kota Sukabumi.

Alasan peneliti menggunakan SMA Negeri 3 Kota Sukabumi sebagai tempat

penelitian karena sekolah menengah atas ini sedang melakukan upaya peningkatan

kualitas pendidikan termasuk kualitas para siswanya. Selain itu, berdasarkan

keterangan para pengajarnya, ditemukan adanya beberapa keluhan mengenai

kebiasaan siswa yang sering kali menunda-nunda tugas akademik, sehingga

menimbulkan dampak-dampak negatif, seperti terbiasa mengerjakan tugas

menjelang batas waktu yang ditentukan, sering terlambat mengumpulkan tugas,

hasil ujian yang kurang memuaskan, dan lain sebagainya. Sikap ini tentu saja

tidak mencerminkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu

memberikan informasi khususnya kepada para orang tua, konselor maupun

psikolog sekolah, serta para pengajar agar lebih mampu mengidentifikasi perilaku

prokrastinasi akademik siswa serta kaitannya dengan kecerdasan emosional siswa.

Karena menurut Tondok, Ristyadi dan Kartika (2008), salah satu faktor siswa

memiliki kecenderungan prokrastinasi adalah karena kondisi psikologis, seperti

rendahnya kontrol diri yang merupakan cakupan dari kecerdasan emosional

menurut Aristoteles (Goleman, 2007).

2. Subyek Penelitian

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 3 Kota

Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014. Menurut Arikunto (2006: 130), populasi

adalah seluruh subyek penelitian. Putrawan (1990: 5) mendefinisikan populasi

(29)

53

yang ditentukan. Sedangkan menurut Hadi (2000: 70), populasi adalah seluruh

penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama.

Peneliti memilih siswa SMA sebagai obyek penelitian karena ditinjau dari

perkembangan emosi pada masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu

perkembangan emosi yang tinggi dan dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional

lingkungan, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.

Perkembangan aspek sosial remaja ditandai dengan berkembangnya social

cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain dan sikap konformitas.

Menurut Piaget (dalam Yusuf, 2004), perkembangan aspek kognitif masa remaja

sudah mencapai taraf operasi formal, sehingga aktivitas siswa SMA merupakan

hasil berpikir logis. Ali (Honey, 2007) juga berpendapat bahwa aspek perasaan

dan moral remaja telah berkembang, sehingga dapat mendukung penyelesaian

tugas-tugasnya. Implikasinya adalah siswa SMA dianggap telah memiliki

tanggung jawab di bidang penyelesaian tugas-tugas akademik.

Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak sekolah, jumlah populasi

siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi adalah sebanyak 1126 orang yang

dikelompokkan menjadi tiga kategori menurut tingkat kelasnya. Pengelompokan

ini didasarkan pada pertimbangan mengenai perbedaan karakteristik serta tingkat

kesulitan materi pelajaran yang diperoleh, yang dalam hal ini akan dapat

berpengaruh terhadap iklim lingkungan siswa. Hal ini didukung oleh pendapat

Goleman (2002) bahwa lingkungan dimana seseorang berada dapat memberikan

pengaruh terhadap perkembangan emosinya, yang berarti juga berpengaruh

terhadap kecerdasan emosi serta perilaku yang dimilikinya. Pengelompokan

tersebut memiliki rincian sebagai berikut:

Tabel 3.1

Populasi Subyek Penelitian (Siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi)

Kategori Berdasarkan

Tingkat Kelas Kelas X Kelas XI Kelas XII

Jumlah Keseluruhan Jumlah Populasi 422 352 352 1126

(30)

54

representatif yang artinya sampel tersebut mewakili populasi (Sukandarrumidi,

2004: 56). Metode pengambilan sampel yang dipakai pada penelitian ini adalah

menggunakan teknik stratified random sampling. Alasan penulis menggunakan

random sampling ini, karena menurut Hadi (2000: 223), teknik ini dapat

memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih

menjadi sampel. Selain hal tersebut, Hadi (2000: 223) mengatakan suatu cara

disebut random apabila peneliti tidak memilih-milih individu yang akan

ditugaskan untuk menjadi sampel penelitian. Sedangkan yang dimaksud dengan

stratified adalah sampel ditarik dengan cara memisahkan elemen-elemen populasi

dalam kelompok-kelompok yang tidak overlapping yang disebut stratum, dan

kemudian memilih sebuah sampel secara random dari tiap stratum.

Selanjutnya dalam menentukan jumlah sampel, peneliti menggunakan

rumus Slovin (Umar, 2008: 65) sebagai berikut:

Keterangan:

= Ukuran sampel = Ukuran populasi

= Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan (peneliti menggunakan 5%)

Berdasarkan rumus tersebut, diperoleh jumlah sampel sebanyak 295 orang

dengan rincian perhitungan sebagai berikut:

Hasil perhitungan sampel keseluruhan di atas kemudian didistribusikan ke

dalam rumus dari stratified random sampling, yaitu:

Keterangan:

= Sampel tiap stratum = Populasi tiap stratum

(31)

55

1) Sampel Kelas X

2) Sampel Kelas XI

3) Sampel Kelas XII

Tabel 3.2 Distribusi Sampling

Tingkat Kelas Kelas X Kelas XI Kelas XII Jumlah Keseluruhan

Populasi 422 352 352 1126

Sampel 111 92 92 295

B. Desain Penelitian

Penelitian ini akan mengkaji hubungan antara kecerdasan emosional

dengan prokrastinasi akademik, sehingga desain penelitian yang digunakan adalah

penelitian kuantitatif menggunakan metode deskriptif dengan jenis penelitian

studi korelasi. Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis

terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan

penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model

matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam.

Metode deskriptif adalah salah satu jenis metode penelitian yang berusaha

menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya (Best,

dalam Suryabrata, 2008). Metode deskriptif juga dapat diartikan sebagai pencarian

fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari

masalah-masalah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta

situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap,

pandangan-pandangan, proses-proses yang berlangsung, serta pengaruh-pengaruh

dari suatu fenomena. Metode deskriptif ini juga sering disebut metode

(32)

56

mengembangkan, generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas

universal (West, dalam Suryabrata, 2008). Di samping itu, metode ini juga

bertujuan untuk memperoleh jawaban tentang permasalahan yang sedang terjadi

di masa sekarang secara aktual tanpa menghiraukan kejadian pada waktu sebelum

dan sesudahnya dengan cara mengolah, menganalisis, menafsirkan, dan

menyimpulkan data hasil penelitian.

Sedangkan penelitian studi korelasi adalah penelitian yang mempelajari

hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dalam satu indeks yang

dinamakan koefisien korelasi. Tujuan dari adanya teknik studi korelasional ini

adalah untuk mencari bukti berdasarkan hasil pengumpulan data apakah terdapat

hubungan antar variabel yang diteliti, untuk menjawab pertanyaan apakah

hubungan antar variabel tersebut kuat atau lemah, dan untuk memperoleh

kepastian berdasarkan hitungan matematis apakah hubungan antar variabel

merupakan hubungan yang signifikan atau tidak signifikan (Sudijono, 2004: 188).

Penelitian ini tidak hanya menjelaskan saja, akan tetapi juga memastikan besar

hubungan antar variabel. Hubungan antar variabel dalam penelitian ini adalah

hubungan asimetris yang merupakan suatu hubungan dimana satu variabel

memberikan pengaruh pada variabel lainnya.

Untuk sumber data yang dikumpulkan berasal dari data primer dengan

jenis single-stimulus data. Data primer adalah data yang diperoleh dan

dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari lokasi penelitian melalui

penyebaran kuesioner kepada responden (Hasan, 2006: 20). Sedangkan yang

dimaksud dengan single-stimulus data adalah menggunakan subyek yang

menjawab stimuli dalam satu kali kesempatan. Tidak ada perankingan atau

perbandingan antara stimuli. Jadi, subyek menjawab satu-satu pertanyaan atau

pernyataan (Ihsan, 2009).

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Definisi Operasional Kecerdasan Emosional

Secara operasional, kecerdasan emosional dalam penelitian ini merupakan

(33)

57

mempengaruhi kemampuan siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi untuk mengatasi

tuntutan dari diri sendiri dan orang lain. Kecerdasan emosional ini terbagi menjadi

lima komponen, yaitu (Goleman, 2002):

a. Self-awareness (kesadaran diri), yaitu kemampuan siswa SMA Negeri 3

Kota Sukabumi untuk mengenali dan memahami emosi yang sedang

dialaminya, juga mencakup kemampuan untuk memahami kualitas,

intensitas, durasi, penyebab, serta efek dari emosi yang sedang dialaminya

tersebut.

b. Self-control (pengendalian diri), yaitu kemampuan siswa SMA Negeri 3

Kota Sukabumi dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan

tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri.

c. Self-motivation (motivasi diri), yaitu kemampuan siswa SMA Negeri 3

Kota Sukabumi dalam memotivasi dirinya sendiri, termasuk kemampuan

untuk memanfaatkan kesempatan, kegigihan untuk mencapai sasaran,

dorongan untuk menjadi lebih baik dan memenuhi standar keberhasilan,

serta berpikir optimis.

d. Emphaty (empati), yaitu kemampuan siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi

untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami

perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan

menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.

e. Social skills (keterampilan sosial), yaitu kemampuan siswa SMA Negeri 3

Kota Sukabumi dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kemampuan

membaca reaksi dan perasaan orang lain, mampu memimpin dan

mengorganisasi, serta mampu menangani perselisihan yang muncul dalam

setiap kegiatan manusia.

2. Definisi Operasional Prokrastinasi Akademik

Secara operasional, prokrastinasi akademik dalam penelitian ini

merupakan kecenderungan siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi dalam merespon

(34)

58

prokrastinasi dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu yang dapat diukur

dari ciri-ciri berikut:

a. Penundaan untuk memulai atau menyelesaikan tugas yang diterima

b. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas

c. Kesenjangan waktu antara rencana dengan kinerja aktual

d. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan

D. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa alat ukur berbentuk

kuesioner yang memanfaatkan skala Likert. Kuesioner merupakan pertanyaan atau

pernyataan tertulis yang biasa digunakan untuk mengumpulkan informasi dari

responden tentang dirinya atau hal-hal lain yang diketahui (Sukidin dan Mundir,

2005: 216). Kuesioner dipilih karena sifatnya yang efisien, dimana kuesioner

dapat diberikan pada banyak partisipan dalam waktu yang singkat (Kerlinger dan

Lee, 2000). Skala Likert disini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan

persepsi responden terkait dengan informasi yang diketahui (Riduwan, 2008: 12).

Dalam skala Likert, orang diberi daftar pernyataan mengenai satu topik

dan diperintahkan untuk menjawab setiap pernyataan dengan ukuran sejauhmana

tingkat kesetujuan mereka. Jadi, model skala ini menggunakan tipe stimuli

tunggal dan tipe jawaban tunggal (Ihsan, 2009: 40). Dalam menentukan alternatif

jawaban yang disediakan, penulis kuesioner yang menggunakan skala Likert harus

memutuskan apakah memasukkan titik tengah atau tidak sesuai dengan

pernyataan yang diberikan kepada responden (Brace, 2004). Pada penelitian ini,

peneliti memilih untuk tidak memasukkan titik tengah atau jawaban netral dalam

alternatif jawaban yang disediakan. Peneliti hanya menyediakan empat alternatif

jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat

Tidak Sesuai (STS). Peniadaan titik tengah ini didasari oleh pernyataan dari

Kalton dan Schuman (1982) yang menyatakan bahwa penyediaan alternatif respon

tengah dapat meningkatkan proporsi responden yang menyatakan pandangan

netral secara substansial dan kecenderungan ini bahkan mungkin meningkat ketika

(35)

59

Menurut Garland (1991), penggunaan skala tanpa kategori tengah juga lebih

mampu mereduksi kepatutan sosial (social desirability) dibanding dengan yang

menggunakan kategori tengah.

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner yang terdiri dari

dua bagian, yaitu kuesioner kecerdasan emosional dan kuesioner prokrastinasi

akademik. Berikut penjelasan mengenai kedua kuesioner tersebut.

1. Kuesioner Kecerdasan Emosional

Kuesioner ini terdiri dari 83 item yang berkaitan dengan kecerdasan

emosional siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi. Kuesioner ini diadopsi dan

dimodifikasi dari alat ukur kecerdasan emosional yang telah dikembangkan

sebelumnya oleh Lanawati (1999) dalam tesisnya, yaitu Emotional Intelligence

Quotient Inventory (EII) atau Inventori Kecerdasan Emosi (IKE). Modifikasi

kuesioner ini disesuaikan dengan kondisi setempat dan menggunakan bahasa yang

mudah dimengerti oleh responden yang merupakan siswa SMA.

Inventori Kecerdasan Emosi (IKE) terbagi ke dalam lima dimensi model

kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Goleman. Dalam penyusunan IKE

terdapat beberapa tahap yang dilakukan oleh Lanawati. Tahap pertama adalah

adaptasi butir-butir EQ-I serta TMMS ke dalam bahasa Indonesia, lalu

menambahkan sendiri beberapa item (Lanawati, 1999). Tahap kedua adalah

melakukan face validity terhadap tiga orang narasumber untuk mengkonsultasikan

hasil terjemahan.

Tahap berikutnya adalah melakukan uji reliabilitas dan validitas alat ukur.

Uji reliabilitas dilakukan dengan mencari koefisien alpha. Hasil penghitungan

koefisien alpha pada 895 subyek adalah sebesar 0,9308 (Lanawati, 1999).

Menurut Aiken (2000), koefisien alpha yang memadai adalah lebih besar dari 0,6.

Dengan demikian, nilai koefisien alpha yang dimiliki IKE menunjukkan bahwa

alat tersebut telah reliabel dan memadai untuk digunakan. Sedangkan untuk proses

validasi dilakukan dengan menggunakan construct validity dengan analisa

(36)

60

Pengisian kuesioner ini menggunakan skala Likert empat angka yang

diwakili oleh pernyataan Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan

Sangat Tidak Sesuai (STS). Subyek akan diminta untuk memilih salah satu dari

pernyataan tersebut yang dianggap sesuai dengan perasaan, pikiran, maupun

perilakunya. Skala ini juga terdiri dari item favorable dan unfavorable. Selain itu,

dalam upaya mengurangi kecenderungan responden terhadap alternatif jawaban

yang sama (response set), maka item-item pernyataan yang mengukur dimensi

yang sama diletakkan secara acak.

Lebih lanjut, mengenai teknik skoring yang dilakukan oleh peneliti adalah

dengan menjumlahkan total skor dari jawaban-jawaban responden. Adapun teknis

penjumlahannya adalah sebagai berikut:

1) Untuk pernyataan favorable, semakin sesuai respon subyek, maka semakin

besar skor yang didapatnya, yaitu 1 untuk jawaban STS (Sangat Tidak

Sesuai), 2 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), 3 untuk jawaban S (Sesuai),

dan 4 untuk jawaban SS (Sangat Sesuai).

2) Untuk pernyataan unfavorable, semakin sesuai respon subyek, maka

semakin kecil skor yang didapatnya, yaitu 4 untuk jawaban STS (Sangat

Tidak Sesuai), 3 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), 2 untuk jawaban S

(Sesuai), dan 1 untuk jawaban SS (Sangat Sesuai).

3) Skor total dari kuesioner kecerdasan emosional ini memiliki rentang

83-332 yang mengartikan bahwa semakin tinggi skor yang diperoleh

responden, maka semakin tinggi pula kecerdasan emosionalnya. Begitupun

sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh responden, maka semakin

rendah pula kecerdasan emosionalnya.

Tabel 3.3

Pola Skoring Kuesioner Kecerdasan Emosional

Alternatif Jawaban Skor

Favorable Unfavorable

STS (Sangat Tidak Sesuai) 1 4

TS (Tidak Sesuai) 2 3

S (Sesuai) 3 2

(37)

61

2. Kuesioner Prokrastinasi Akademik

Kuesioner prokrastinasi akademik ini berisi 44 item pernyataan dengan

koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,943. Kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti

dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat prokrastinasi akademik

pada siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi yang termanifestasikan dalam dimensi

tertentu yang dapat diukur. Dimensi tersebut terbagi menjadi empat, yaitu

penundaan untuk memulai atau menyelesaikan tugas yang diterima, keterlambatan

dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dengan kinerja

aktual, dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan. Pembuatan

kuesioner ini mengacu pada teori prokrastinasi akademik dari Ferrari et al. (1998).

Pengisian kuesioner ini sama dengan cara pengisian pada kuesioner

sebelumnya (kuesioner kecerdasan emosional), yaitu dengan memilih salah satu

dari empat alternatif jawaban yang disediakan yang dianggap sesuai dengan

perasaan, pikiran, maupun perilaku subyek. Alternatif jawaban tersebut terdiri dari

Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Sesuai (S), dan Sangat Setuju (SS).

Skala ini juga terdiri dari item favorable dan unfavorable. Item-item pernyataan

yang mengukur dimensi yang sama pun diletakkan secara acak untuk mengurangi

kecenderungan responden terhadap alternatif jawaban yang sama (response set).

Teknik skoring kuesioner ini juga sama dengan teknik skoring pada

kuesioner kecerdasan emosional, yaitu dengan menjumlahkan total skor dari

jawaban-jawaban responden. Berikut teknis penjumlahannya:

1) Untuk pernyataan favorable, semakin sesuai respon subyek, maka semakin

besar skor yang didapatnya, yaitu 1 untuk jawaban STS (Sangat Tidak

Sesuai), 2 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), 3 untuk jawaban S (Sesuai),

dan 4 untuk jawaban SS (Sangat Sesuai).

2) Untuk pernyataan unfavorable, semakin sesuai respon subyek, maka

semakin kecil skor yang didapatnya, yaitu 4 untuk jawaban STS (Sangat

Tidak Sesuai), 3 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), 2 untuk jawaban S

(38)

62

responden, maka semakin tinggi pula tingkat prokrastinasi akademiknya

dan semakin rendah skor yang diperoleh responden, maka semakin rendah

pula tingkat prokrastinasi akademiknya.

Table 3.4

Pola Skoring Kuesioner Prokrastinasi Akademik

Alternatif Jawaban Skor

Favorable Unfavorable

STS (Sangat Tidak Sesuai) 1 4

TS (Tidak Sesuai) 2 3

S (Sesuai) 3 2

SS (Sangat Sesuai) 4 1

E. Proses Pengembangan Instrumen

Berikut langkah-langkah dalam mengembangkan instrumen penelitian:

1. Uji Validitas Isi (Content Validity)

Peneliti menggunakan content validity (validitas isi) untuk melihat apakah

isi atau bahan yang diuji atau dites relevan dengan kemampuan, pengetahuan,

pelajaran, pengalaman, serta latar belakang orang yang ingin diuji (Nasution,

2006). Validitas isi juga bertujuan untuk melihat kesesuaian antata konten

instrumen dengan landasan teoritis serta kesesuaian bahasa baku dalam item

pernyataan. Validitas isi ini ditentukan melalui pendapat profesional (professional

judgement) atau expert judgement dengan proses telaah soal. Analisis yang

dilakukan adalah analisis logis untuk menetapkan apakah soal-soal yang telah

dikembangkan memang mengukur (representative) apa yang dimaksud untuk

diukur, serta untuk mengetahui item pernyataan mana saja yang dapat dipakai,

yang harus diperbaiki dan yang tidak dapat digunakan dalam penelitian. Expert

judgement ini diajukan terhadap dua orang dosen yang merupakan ahli dalam

bidang psikologi.

2. Uji Coba Instrumen

Sebelum digunakan, peneliti melakukan uji face validity atau uji coba

terhadap kedua alat ukur tersebut untuk mengetahui apakah bentuk item kuesioner

sudah dapat dimengerti dan memudahkan subyek untuk menanggapi pernyataan,

(39)

63

penelitian dapat dilihat dari nilai validitas dan reliabilitas alat ukur tersebut

(Anastasi dan Urbina, 1997). Anastasi dan Urbina (1997) menyebutkan bahwa

face validity dilakukan untuk menguji apakah tes terlihat mengukur apa yang

hendak diukur. Face validity ini penting untuk memotivasi responden dalam

mengerjakan tes, karena tes dianggap relevan dengan keadaan mereka (Kaplan

dan Sacuzzo, 2005). Kedua kuesioner tersebut diujicobakan kepada 62 responden

yang juga merupakan siswa SMA seperti subyek penelitian, sehingga memiliki

kesesuaian dengan subyek yang akan diteliti.

3. Uji Validitas Item

Suatu alat ukur dikatakan valid, jika alat tersebut mengukur apa yang

harus diukur oleh alat tersebut (Nasution, 2006). Uji validitas yang digunakan

adalah dengan menghitung korelasi antara skor masing-masing butir pernyataan

dengan total skor setiap konstruknya (Ghozali, 2001). Untuk menentukan layak

atau tidaknya item pernyataan dalam kuesiner, dilihat dari corrected item-total

correlation item tersebut. Corrected item-total correlation adalah korelasi antara

skor item dengan skor total dari sisa item yang lainnya, jadi sekor item yang

dikorelasikan tidak termasuk di dalam sekor total (Ihsan, 2009: 68). Item yang

dipilih menjadi item final adalah item yang memiliki korelasi item-total sama

dengan atau lebih besar dari 0,30. Pengukuran validitas ini menggunakan bantuan

software Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 18.

a. Uji Validitas Item Instrumen Kecerdasan Emosional

Berdasarkan hasil analisis item dari kuesioner kecerdasan emosional,

terdapat 20 item pernyataan yang tidak valid dan 63 item pernyataan yang valid.

Namun setelah dilakukan uji validitas ulang, ditemukan 5 item lagi yang tidak

layak atau tidak valid.

b. Uji Validitas Item Instrumen Prokrastinasi Akademik

Setelah dilakukan perhitungan validitas pada kuesioner prokrastinasi

akademik, didapat 3 item soal yang tidak valid dan 41 item soal yang valid.

(40)

64

4. Reliabilitas Instrumen

Ide pokok dari reliabilitas tes adalah sejauh mana hasil suatu tes itu dapat

dipercaya. Sebuah pengukuran itu reliabel jika skor yang diperoleh seseorang dari

tes yang sama dengan hasil yang sama (Ihsan, 2009: 102). Satu hal yang paling

penting dalam pengujian reliabilitas adalah penentuan nilai koefisien reliabilitas.

Aiken (2000) mengatakan bahwa untuk penelitian sosial, koefisien reliabilitas 0,6

bisa diterima. Sebagaimana dikemukakan oleh Nunnally dan Bernstein (1994),

yang menyatakan bahwa sebuah alat ukur yang baik harus memiliki koefisien

reliabilitas sebesar minimum 0,6. Prosedur estimasi reliabilitas dan cara

perhitungan koefisien yang digunakan dalam pengembangan skala psikologi

dalam penelitian ini adalah komputasi reliabilitas dengan pendekatan Cronbach's

Alpha yang dibantu software SPSS versi 18. Kelebihan Cronbach's Alpha

daripada teknik estimasi lain adalah dapat digunakan untuk data dikotomi atau

multikotomi. Adapun rumus dari Cronbach's Alpha ini adalah:

[ ] [ ]

Kriteria reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada

kriteria yang dirumuskan oleh Guilford (Subino, 1987), yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.5

Berdasarkan perhitungan reliabilitas Cronbach's Alpha, diperoleh

koefisien reliabilitas sebesar 0,941, ini mengindikasikan bahwa instrumen yang

(41)

65

Tabel 3.6

Reliability Statistics Kuesioner Kecerdasan Emosional Cronbach's Alpha N of Items

.941 58

b. Reliabilitas Instrumen Prokrastinasi Akademik

Perhitungan terhadap kuesioner prokrastinasi akademik menghasilkan

koefisien reliabilitas sebesar 0,944 yang mengindikasikan bahwa instrumen yang

tersebut di atas termasuk ke dalam kategori reliabilitas yang sangat tinggi.

Tabel 3.7

Reliability Statistics Kuesioner Prokrastinasi Akademik Cronbach's Alpha N of Items

.944 41

5. Kategorisasi Skala

Mengenai kategorisasi skala terhadap kedua kuesioner yang digunakan

dalam penelitian ini, yaitu kuesioner kecerdasan emosional dengan kuesioner

prokrastinasi akademik digunakan rumus berikut (Ihsan, 2009: 77):

Tabel 3.8

Rumusan Tiga Kategori Skala

Kategori Rentang

Tinggi Sedang Rendah Keterangan:

= Skor T subyek = Rata-rata baku = Deviasi standar baku

a. Skala Kecerdasan Emosional

Berdasarkan perhitungan terhadap skor kuesioner kecerdasan emosional,

diperoleh nilai mean ( ) dan standard deviation ( ) sebagai berikut:

Tabel 3.9

Descriptive Statistics Kecerdasan Emosional

(42)

66

Tabel 3.10

Descriptive Statistics Tiap Dimensi Kecerdasan Emosional

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Self-awareness (kesadaran diri) 295 10.00 27.00 18.6136 2.55946

Self-control (pengendalian diri) 295 30.00 61.00 43.7525 5.05915

Self-motivation (motivasi diri) 295 22.00 47.00 35.0136 3.88699

Emphaty (empati) 295 17.00 31.00 23.1220 2.34999

Social skills (keterampilan sosial) 295 28.00 55.00 42.4305 4.28108

Valid N (listwise) 295

Berdasarkan mean dan standard deviation tersebut, diperoleh kategori

skala kecerdasan emosional yang akan dijadikan acuan dalam penelitian ini, yaitu:

Tabel 3.11

Kategori Skala Tiap Dimensi Kecerdasan Emosional

Katego

Berdasarkan perhitungan terhadap skor kuesioner prokrastinasi akademik,

diperoleh nilai mean ( ) dan standard deviation ( ) sebagai berikut:

Tabel 3.13

Descriptive Statistics Prokrastinasi Akademik

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Prokrastinasi Akademik 295 44.00 143.00 92.6271 14.64558

Valid N (listwise) 295

Tabel 3.14

Descriptive Statistics Tiap Dimensi Prokrastinasi Akademik

(43)

67

Berdasarkan mean dan standard deviation tersebut, diperoleh kategori

skala kecerdasan emosional yang akan dijadikan acuan dalam penelitian ini, yaitu:

Tabel 3.15

Kategori Skala Tiap Dimensi Prokrastinasi Akademik

Kategori

pengambilan data dimana data-data yang diperlukan dalam penelitian diperoleh

melalui pernyataan atau pertanyaan tertulis yang diajukan kepada responden

mengenai suatu hal yang disajikan dalam bentuk suatu daftar pertanyaan

(Koentjaraningrat, 1994 : 173). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan skala

kecerdasan emosional dan skala prokrastinasi akademik. Dalam penelitian yang berjudul “Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi Akademik pada Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kota Sukabumi” ini,

yang menjadi variabel independen (variabel X) adalah kecerdasan emosional

siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi, sedangkan variabel dependennya (variabel

Y) adalah prokrastinasi akademik siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi. Adapun

teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan teknik sebagai berikut:

1. Penelitian lapangan, yaitu dengan menyebarkan kuesioner di lokasi

penelitian guna mendapatkan data primer.

Gambar

Grafik 4.1   Penyebaran Skor Subyek pada Skala Kecerdasan Emosional …    73
Gambar 2.2 Dinamika Model Kecerdasan Emosional Goleman   … …………    25
Tabel 3.3  Kuesioner Kecerdasan Emosional
Table 3.4  Kuesioner Prokrastinasi Akademik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara daya juang dengan prokrastinasi akademik, tingkat daya juang dalam mengerjakan skripsi, tingkat

Jadi hasil penelitian menunjukkan ada hubungan negatif yang signifikan antara dukungan keluarga inti dengan prokrastinasi akademik, maka variabel dukungan keluarga

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara efikasi diri dengan prokrastinasi akademik pada

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara keaktifan berorganisasi dengan prokrastinasi akademik. Semakin

2006 Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Dalam Penyusunan Skripsi Pada Mahasiswa (Angkatan 1998-2000).. Skripsi

Terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara kesadaran diri dengan prokrastinasi akademik, 2) Terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA MTsN 1 YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan