• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong T2 902009102 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong T2 902009102 BAB IV"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

81

BAB 4

PENGELOLAAN SEKOLAH BERPOLA

ASRAMA SEMINARI MENENGAH

PETRUS VAN DIEPEN SORONG

Profil Wilayah Penelitian

Gambaran Umum Kabupaten Sorong

Secara administrasi Kabupaten Sorong terletak di bagian Barat Provinsi Papua dengan luas wilayah 13.603,46 km2 yang terbagi dalam wilayah daratan seluas 845,71 km2 dan wilayah lautan seluas 514,65 km2. Letak geografis Kabupaten Sorong adalah 130o40‟ 49” – 132o13‟ 48” Bujur Timur dan 00o33‟ 42” – 01o 35‟ 29” Lintang Selatan. Wilayah

administrasi Pemerintahan Kabupaten Sorong terdiri dari 19 distrik, 13 kelurahan dan 121 desa/kampung. Sedangkan batas administratif Kabupaten Sorong adalah: (BPS Kabupaten Sorong, 2012)

a. Sebelah Barat : Kabupaten Raja Ampat

b. Sebelah Timur : Kabupaten Manokwari

c. Sebelah Utara : Kabupaten Raja Ampat

d. Sebelah Selatan : Kabupaten Sorong Selatan

(2)

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Sorong dan Kepadatannya Berdasarkan Distrik

No Distrik Luas Wilayah

Sumber: Kabupaten Sorong Dalam Angka 2012, BPS Kab. Sorong. Data Diolah

Penduduk usia produktif (15-64 Tahun) sebanyak 41.125 jiwa (56,27%) dari total penduduk. Apabila dilihat dari jenis kelamin penduduk usia produktif maka ada 22.400 jiwa (54,47%) laki-laki, sedangkan yang perempuan 18.725 jiwa (45,53%). Sedangkan penduduk yan non produktif (usia 0-14 dan 65+) sekitar 31.963 jiwa atau 43,73% dari total penduduk; terdiri atas 26.434 jiwa (82,70%) penduduk usia 0-14 tahun, dan 5.529 jiwa (17,30%) penduduk usia 65 tahun ke atas (BPS Kabupaten Sorong, 2012).

(3)

Petrus Van Diepen Sorong

83 2011, setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung kurang lebih 60 orang penduduk usia non produktif.

Dari segi indeks pembangunan manusia (IPM), Kabupaten Sorong terus mengalami kenaikan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011, tahun 2005 IPM Kabupaten Sorong sebesar 67,82% dan terus meningkat hingga mencapai angka 68,93%, seperti dapat dilihat di Tabel 4.2.

Tabel 4.2

IPM Kabupaten Sorong dan Provinsi Papua Barat

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Tahun

2008 2009 2010 2011 Kabupaten Sorong 67,82 68,16 68,50 68,93 Provinsi Papua Barat 67,95 68,58 68,50 69,65

Sumber: IPM Kabupaten Sorong 2011, BPS Kab. Sorong, data diolah

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa IPM Kabupaten Sorong terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2011 berada pada angka 68,93 sehingga berdasarkan pembagian status pembangunan manusia oleh UNDP, maka IPM Kabupaten Sorong termasuk kedalam kategori Menengah Atas (66,0<IPM<80). Kabupaten Sorong berada pada peringkat ke empat dalam pencapaian IPM pada tahun 2011, dari total 11 kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat. Kenaikan IPM pada tahun 2011 dipengaruhi oleh kenaikan ketiga indeks penyusunnya yaitu indeks kesehatan (yang direpresentasikan oleh indeks harapan hidup), indeks pendidikan (yang direpresentasikan oleh indeks melek hurup dan indeks rata-rata lama sekolah) dan indeks daya beli.

Tabel 4.3

Perkembangan Angka Indeks Pembentuk IPM

Angka Indeks Tahun

2008 2009 2010 2011 Angka Harapan Hidup (tahun) 70,20 70,82 71,42 72,03 Angka Melek Huruf (%) 91,39 91,40 91,69 91,76 Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 53,33 53,60 53,73 53,93 Paritas daya beli (ribuan rupiah) 54,56 54,87 55,04 55,61

(4)

Sementara itu, gambaran tentang pendidikan yang ada di Kabupaten Sorong dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain: Pertama, Angka Partisipasi Sekolah (APS) yaitu untuk mengetahui seberapa banyak penduduk usia sekolah yang telah memanfaatkan fasilitas pendidikan yang dapat dilihat dari penduduk yang masih sekolah pada umur tertentu. Untuk melihat perkembangan APS Kabupaten Sorong dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.4

Perkembangan APS Kabupaten Sorong tahun 2009-2011

Tahun Kelompok Umur

7-12 13-15 16-18

2009 88,79 86,36 53,62

2010 93,68 88,10 52,63

2011 97,69 92,60 74,00

Sumber: APS Kabupaten Sorong 2011. BPS Kab. Sorong

Tabel di atas menunjukkan bahwa APS untuk kelompok umur 7-12 dan 13-15 tahun terus mengalami peningkatan sedangkan APS untuk kelompok umur 16-18 sempat mengalami penurunan di tahun 2010 dan kembali meningkat di tahun 2011. Pada tahun 2011, APS untuk usia 7-12 tahun sebesar 97,69% artinya masih ada sekitar 2,31% penduduk usia 7-12 tahun yang tidak dapat mengenyam pendidikan. Sedangkan untuk kelompok umur 13-15 dan 16-18 tahun prosentase anak yang tidak dapat mengenyam pendidikan adalah 7,40% dan 16,00%.

(5)

Petrus Van Diepen Sorong

85 Tabel 4.5

APK dan APM Per Jenjang Pendidikan di Kab. Sorong Tahun 2009-2011

APK APM

Tahun Jenjang Pendidikan Jenjang Pendidikan SD SLTP SLTA SD SLTP SLTA 2009 114,67 43,18 58,49 88,79 36,37 43,68 2010 117,89 59,52 73,68 93,68 47,62 42,11 2011 109,37 86,55 76,85 92,14 61,12 53,45

Sumber: IPM Kabupaten Sorong 2011. BPS Kab. Sorong data diolah

Tabel di atas menunjukkan bahwa APK jenjang SD mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, sedangkan jenjang SLTP dan SLTA terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2011 APK jenjang SD sebesar 109,37 hal ini menunjukkan bahwa masih ada penduduk di luar usia sekolah SD yang masih bersekolah di SD. APK jenjang SLTP dan SLTA menunjukkan bahwa persentase penduduk yang bersekolah di SLTP (13-15 tahun) dan di SLTA (16-18) tahun sebesar 86,55% dan 76,85%.

Untuk indikator APM, pada tahun 2011 APM jenjang SD mengalami penurunan dari 93,68% menjadi 92,14% sedangkan APM jenjang SLTP dan SLTA mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. APM jenjang SLTP pada tahun 2011 sebesar 61,12 artinya dari 100 penduduk berusia 13-15 tahun, terdapat sekitar 61 orang yang bersekolah di bangku SLTP. Sedangkan untuk jenjang SLTA sebesar 53,45%, artinya dari 100 penduduk berusia 16-18 tahun, terdapat sekitar 53 orang yang bersekolah di bangku SLTA.

Tabel 4.6

Rasio Murid terhadap Guru Tahun 2011

Jenjang Pendidikan Jumlah Murid Jumlah Guru Rasio (Murid/Guru)

SD 15.090 735 20,53

SLTP 4.345 377 11,53

SLTA 1.626 106 15,34

Sumber: IPM Kabupaten Sorong 2011. BPS Kab. Sorong data diolah

(6)

rata-rata beban mengajar seorang orang guru SD adalah 21 murid. Untuk jenjang SLTP dan SLTA masing-masing sebanyak 11 dan 15 siswa, seperti ditulis di Tabel 4.6 di atas.

Gambaran Umum Seminari Menengah „Petrus van Diepen‟

Latar belakang pemilihan nama dan maknanya bagi para siswa: Mgr. Petrus van Diepen, OSA1 adalah misionaris Augustin pertama

yang tiba di bumi Papua (tgl. 01 Januari 1953), dan Uskup pertama Keuskupan Manokwari-Sorong (4 Juni 1967 – 01 Juni 1988). Para siswa diundang menjadi penerus karya pelayanan dan pengabdian bagi masyarakat di wilayah Keuskupan Manokwari-Sorong, yang dasarnya diletakkan oleh Mgr. Petrus van Diepen. Pada awal millennium ke 3 ini muncul kesadaran baru untuk mempersiapkan pemuka-pemuka umat dan tokoh masyarakat, khususnya untuk calon-calon imam, yang bisa menggerakkan pencerdasan warga masyarakat. Inilah alasan utama mendirikan SM PvD. Alasan lain yang tidak kurang penting untuk mendirikan SM PvD ini ialah untuk memperbaiki mutu pendidikan menengah bagi anak-anak di tanah Papua, dengan mendirikan sekolah berasrama agar pembinaan bisa dibuat lebih intensif dan terarah.

Tabel 4.7

Jumlah Siswa SM PvD tahun 2008-2011

Kelas Jumlah Siswa

2008/09 *) 2009/10 2010/11 2011/12

SMP kelas I 115 83 70 88

SMP kelas II 68 66 73 42

SMP kelas III 30 36 36 42

KPB 34 15 5 2

SMA kelas I 15 15 44 37

SMA kelas II - 14 24 35

SMA kls III - - 14 22

KPA 16 2 7 3

Jumlah 278 231 273 271

*) sudah termasuk siswa non-seminari.

(7)

Petrus Van Diepen Sorong

87 Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong didirikan pada 29 Juni 2005 oleh Mgr. Hilarion Datus Lega, Pr2, dan menjadi seminari

menengah ke 32 yang ada di Indonesia. Umat Katolik di seluruh wilayah Keuskupan Manokwari-Sorong (111.800 km2; 2/3 luasnya

pulau Jawa), yang meliputi luas wilayah yang sama dengan Propinsi Papua Barat, dilayani oleh hanya 7 imam diosesan saja (termasuk Uskup); imam-imam projo sangat kurang untuk melayani umat di 23 paroki. Wilayah Keuskupan ini secara administratif dibagi atas 6 Team Pastoral Wilayah (TPW), yaitu: TPW Sorong, TPW Fakfak, TPW Babo-Bintuni, TPW Kaimana, TPW Manokwari, dan TPW Ayawasi/Meybrat. Semua TPW ini mengelola pendidikan formal, khususnya SD, di bawah wadah Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik Keuskupan Manokwari Sorong (YPPK-KMS).

Di seluruh wilayah Keuskupan terdapat hanya enam Sekolah Menengah Pertama Katolik, dan empat Sekolah Menengah Atas Katolik3. Adapun sekolah yang dikelola YPPK-KMS yang berupa

sekolah tingkat menengah masih sangat kurang. Hal tersebut diperparah dengan kondisi mutu pendidikan di provinsi Papua dan Papua Barat yang tertinggal dibandingkan daerah lain. Inilah dua alasan utama yang mendorong Uskup Manokwari-Sorong untuk mendirikan seminari menengah SMP dan SMA Petrus van Diepen. Alasan pertama, untuk mendidik calon-calon pastor; dan alasan kedua, untuk memperbaiki mutu pendidikan.

Hal tersebut disebabkan oleh karena sejak Musyawarah Keuskupan Manokwari-Sorong (KMS) tahun 2001 diketahui bahwa SD-SD YPPK di seluruh propinsi ini, yang didirikan sejak tahun 1950-an, mengalami kemerosotan akibat banyaknya guru-guru yang sering meninggalkan tugasnya selama berbulan-bulan demi urusan pribadi4.

Akibatnya, anak didiklah yang menjadi korban karena tidak mendapat pendidikan yang baik, dan lulusan SD tersebut masih tidak dapat diandalkan untuk misi gereja. Keluhan mengenai kondisi pendidikan

(8)

yang memprihatinkan ini mengemuka, sebagaimana dipaparkan dalam hasil penelitian di TPW Manokwari, Babo-Bintuni, Fakfak, Kaimana, dan Ayawasi/Meybrat (P.R. Renwarin, 2004, 2005, 2006, 2007). Oleh karena itu, Uskup KMS, Mgr. Hilarion Datus Lega pr mencanangkan visi bagi keuskupan ini: “saya mau umat saya cerdas dan sehat”; dan sejak tahun 2005 dimulailah penyelenggaraan pendidikan yang lebih tinggi yaitu SMP berpola asrama di SM PvD.

Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong mengusung visi dan misi yang sangat mulia5. Visi yang diemban yaitu “Seminari sebagai

tempat dan kondisi pembinaan dan pembelajaran yang mampu membentuk citra dan karakter siswa seminaris yang cerdas secara utuh dan matang dalam segi spiritualitas, intelektual, dan mental, moral, demi terwujudnya sosok pemimpin yang memiliki kecerdasan intelektual dan kecerdasan moral”.

Adapun misi SM PvD ini adalah sebagai berikut:

a. Menyusun dan melaksanakan program pembinaan dan edukasi yang bermutu, di atas standard rata-rata.

b. Menciptakan kondisi yang simpatik, yang membuat siswa-siswi seminari merasa betah, tekun dan bergairah dalam belajar, setia mengikuti program pembinaan dan pendidikan seminari.

c. Membina siswa-siswi seminari menjadi „manusia seutuhnya‟ di segala aspek hidup dengan program pembinaan yang sistematis dan berkelanjutan.

d. Menanamkan dalam diri anak sikap pengabdian dan pelayanan yang tahan uji, berbhakti tanpa pamrih, yang bersedia dan mampu menghadapi medan fisik yang berat.

Dilihat dari visi dan misi yang diemban oleh SM PvD menunjukkan bahwa program pendidikan yang ditawarkan yaitu menggunakan formula pendidikan umum serta pendidikan berbasis keagamaan. Program pendidikan yang diselenggarakan di asrama SM

(9)

Petrus Van Diepen Sorong

89 PvD tidak hanya ditujukan untuk kegiatan akademis semata, akan pendidikan keagamaan sebagai bekal bagi siswa untuk pengabdian dan pelayanan.

Hal tersebut diwujudkan dengan menyediakan asrama yang memiliki fasilitas yang memadai, dan menyediakan guru-guru yang berdedikasi serta berkualitas, lingkungan yang kondusif untuk belajar mengajar, serta adanya jaminan kualitas karena proses pendidikan yang dijalankan secara intensif di dalam asrama selama proses pendidikan berlangsung.

Strategi Pengelolaan Sekolah Asrama SM PvD

Pengertian strategi yaitu cara untuk mencapai tujuan jangka panjang. Pengertian strategi adalah Rencana yang disatukan, luas dan berintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategis yang dimiliki oleh suatu unit dengan tantangan lingkungan, yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi (Glueck & Jauch, 1989).

Secara umum, strategi diartikan sebagai proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Secara khusus, strategi diartikan sebagai tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi.

(10)

dengan manajemen yaitu penggerakan, pengorganisasian dan pengarahan usaha manusia untuk memanfaatkan secara efektif material dan fasilitas untuk mencapai suatu tujuan.

Berdasarkan uraian di atas, strategi pengelolaan berarti kumpulan rencana serta tata cara untuk mencapai tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh suatu organisasi. Bertolak dari pengertian-pengertian di atas serta hasil penelitian, maka strategi pengelolaan SM PvD adalah sebagai berikut:

 Strategi Pengelolaan Kurikulum dan Pembinaan di SM PvD Kurikulum yang dipakai, yaitu kurikulum untuk jenjang pendidikan SMP dan SMA, sesuai standard yang ditentukan oleh pemerintah, yaitu kurikulum 2004; sesudahnya dengan munculnya kurikulum KTSP 2006, maka pengelolaan kurikulum sekolah pun disesuaikan dengan perubahan ini. Tetapi sudah sejak angkatan pertama dialami bahwa kemampuan anak-anak tamatan SD, khususnya yang berasal dari daerah pedesaan, sangat rendah, sehingga diadakanlah Kelas Persiapan Bawah (KPB) sebagai tahun matrikulasi bagi anak-anak yang kurang beruntung ini6. Demikian pula sesudah

tiga tahun berlangsung dan dibutuhkan adanya jenjang SMA, pengalaman yang sama juga dialami oleh para siswa tamatan SMP yang berasal dari pedesaan. Untuk mereka pun diadakanlah tahun matrikulasi dengan nama Kelas Persiapan Atas (KPA) selama satu tahun. Tambahan pula terdapat suatu cita-cita dari Bapak Uskup untuk membuat sekolah ini suatu sekolah unggulan untuk keuskupan ini, yang membuat kaderisasi calon pemimpin umat di keuskupan; strategi yang dipakai ialah untuk menambahkan mata pelajaran tambahan dan pelbagai kegiatan ektrakurikuler bagi semua siswa, mengingat kegiatan sekolah dan asrama sangat terintegrasi dan mudah ditata secara keseluruhan.

6 Wawancara dengan Kepala SMA SM PvD, RD Yan Vaenbes Pr di Sorong, pada 12

(11)

Petrus Van Diepen Sorong

91 Untuk penataan waktu dan kegiatan hidup harian demi pembinaan, diambillah pola dasar aturan kehidupan yang berlaku di banyak asrama seminari menengah di Indonesia, seperti yang berada di Flores, Kupang, Maluku dan Manado, yang sudah puluhan tahun bergiat. Penataan jadwal harian pun dibuat seimbang untuk kegiatan pribadi, kegiatan belajar, kegiatan social, dan kegiatan rohani. Karena sudah terdapat pedoman atau acuan dari seminari menengah lainnya, tiada banyak kesulitan yang dialami untuk penataan pembinaan siswa ini7.

Agar supaya tidak terjadi tumpang tindih atau simpang siur pengelolaan kegiatan sekolah dan kehidupan asrama, maka pihak pengelola membuat dua team terpisah, yaitu tenaga persekolahan-pendidik, yang diketuai oleh kepala sekolah (baik kepala sekolah untuk SMP dan untuk jenjang SMA), dan tenaga pembinaan asrama yang diketuai oleh seorang yang disebut „rektor‟ yang dibantu oleh para formator. Tenaga persekolahan mengurusi kegiatan persekolahan, sedangkan tenaga pembinaan mengurusi kegiatan hidup dalam asrama serta pelbagai mata pelajaran ektrakurikuler; biarpun semua formator ini juga mempunyai tugas sebagai pendidik di sekolah, dengan mengampu satu-dua mata pelajaran.

 Strategi pengelolaan peserta didik

Strategi pengelolaan peserta didik dimulai sejak pertama kali peserta didik masuk ke asrama. Pemerolehan calon-calon peserta didik untuk SM PvD ini tidak terlalu merisaukan, karena YPPK KMS yang mempunyai cabang atau wakilnya pada ke enam TPW (team pastoral wilayah) dengan 23 buah parokinya, mempunyai banyak SD sendiri, dan tamatannya bisa langsung mendaftar ke SM PvD lewat pastor parokinya. Dengan kata lain, para calon peserta didik dapat diharapkan datang dari seluruh wilayah di propinsi Papua Barat, dan dapat juga berasal dari wilayah di luar propinsi ini. Sudah diperkirakan bahwa angkatan pertama para siswa ini kebanyakan berasal dari kota Sorong

(12)

dan Aimas, tetapi pada tahun-tahun selanjutnya akan berdatangan calon-calon dari 23 paroki yang ada.

Awalnya hanya diharapkan untuk mempersiapkan calon-calon imam untuk keuskupan ini, jadi yang akan diterima hanyalah siswa lelaki yang Katolik8. “Karena anak-anak yang baru saja tamat SD belum

tentu akan segera tertarik untuk menjadi calon imam, yang nantinya tidak akan kawin”, kata Rektor. Karena itu tujuannya diperluas yaitu bukan hanya untuk mengkaderkan calon-calon imam, tetapi juga para calon pemimpin umat dan masyarakat, sebagaimana nama pelindung sekolah ini, maka diterima para calon yang bukan beragama Katolik dan juga para calon perempuan.

Daya tarik yang mampu ditawarkan SM PvD ini ialah adanya ruang asrama yang seatap dengan sekolah itu sendiri, sehingga anak-anak dari daerah di luar kabupaten Sorong dapat juga menempuh pendidikan di sini tanpa kesulitan transportasi. Apalagi asrama ini dikelola oleh para Pembina atau formator yang berpengalaman, yang sendiri sudah pernah hidup dan dibina dalam system keberasramaan demikian.

 Strategi Pengelolaan Tenaga Kependidikan-Pembina

Untuk mendapatkan tenaga kependidikan bagi SMP dan SMA masih lebih mudah, karena ada cukup calon guru yang sudah berijasah sarjana di Indonesia Timur, seperti yang sudah dialami oleh pihak YPPK KMS. Tetapi karena pola yang dipakai untuk SM PvD ini ialah asrama dengan sekolah, maka dibutuhkan bukan hanya tenaga kependidikan saja melainkan terlebih tenaga-tenaga Pembina atau formator yang mau berkarya sepanjang hari sebagai pendamping para siswa ini sebagai orang tua atau pamong mereka.

Terkait hal tersebut, Pamong Akademik mengatakan bahwa peran Uskup Sorong sangat penting dalam membantu SM PvD dalam mensuplai tenaga pengajar serta Pembina sebagaimana diungkapkan berikut ini: “Hebat juga Uskup Sorong ini. Dia sendiri mengunjungi

(13)

Petrus Van Diepen Sorong

93 kami di Maumere, atau di Kupang, dan membujuk kami untuk datang bekerja sebagai guru dan Pembina atau formator di Seminari Menengah Petrus van Diepen yang baru dibangunnya”, demikian komentar seorang pamong.9

Dia menambahkan, “Syukurlah, kami memang mempunyai pengalaman hidup di sekolah berasrama seperti ini, atau yang dikenal dengan nama seminari untuk kalangan Katolik. Saya memang sudah sejak tamat SD masuk seminari menengah dan menempuh pendidikan SMP dan SMA, sedangkan dia (formator lain yang ikut dalam pertemuan wawancara ini) baru masuk seminari kecil setelah tamat SMP. Tetapi kami semua sudah mengikuti kehidupan berasrama di seminari tinggi saat kami mengikuti pendidikan sarjana. Jadi corak hidup dalam kerangka pembinaan ini tidak asing lagi bagi kami”.

Memang benar, Uskup H. Datus Lega Pr, sebagai pendiri SM PvD ini sudah berjalan ke Nusa Tenggara Timur dalam suatu lawatan untuk mencari-temukan para Pembina yang sudah pernah mengecap pola pendidikan keberasramaan di seminari kecil/menengah dan seminari tinggi. Tenaga pendidik dan serentak formator ini dikontrak selama beberapa tahun dari keuskupan asalnya, dengan suatu perjanjian antar uskup bahwa sesudah satu tenaga formator menyelesaikan satu periode berkarya ini dan bila dia ingin pulang ke keuskupan asalnya, maka uskupnya akan mencarikan penggantinya. Kebanyakan formator ini memang sudah menyandang status sarjana dan sudah ditahbiskan menjadi imam Katolik10.

Selain para imam yang sudah sarjana ini, terdapat pula tenaga pendidik yang serentak formator yang dipilih dari antara para calon imam yang sudah sarjana strata-1 dan masih perlu menjalani tahun berkarya sebelum melanjutkan pendidikan pasca-sarjananya yang merupakan syarat untuk dapat ditahbiskan sebagai imam. Mereka ini ditempatkan di SM PvD sebagai pendamping-pembina-formator yang

9 Wawancara dengan RD Yan Vaenbes Pr pada 12 Juni 2014.

10 Wawancara dengan Rektor SM PvD, RD. Jerry Rumlus Pr pada 15 Mei 2014 di

(14)

serentak mengampu satu dua mata pelajaran di SMP atau SMA. Mereka ini dikenal dengan sapaan „frater tahun orientasi pastoral‟ dan berasal dari seminari tinggi Ledalero, Nusa Tenggara Timur, atau dari Kentungan, Jogjakarta, atau dari Fajar Timur, Abepura.

 Strategi Pengelolaan Sarana dan Prasarana.

Pada tahun pertama SM PvD ini mengambil tempat persekolahan yang digabung dengan SMP Don Bosco, milik YPPK KMS yang berada di kota Sorong, sedangkan tempat tinggal para siswa juga berada di kota Sorong. Sementara itu pihak YPPK KMS bersama Uskup Sorong, pendiri SM PvD ini, mengusahakan suatu lahan di kabupaten Sorong, dan di kompleks itulah mulai dibangun gedung sekolah untuk jenjang SMP diapit oleh gedung asrama. Pada tahun kedua kompleks baru di kabupaten Sorong ini sudah dapat dipakai untuk kegiatan belajar-mengajar pada jenjang SMP dan asramanya sudah berfungsi, sementara sarana-prasarana dikerjakan lebih lanjut.

Pada tahun ketiga sudah dimulai suatu kompleks persekolahan baru untuk menampung peserta didik pada jenjang SMA. Untuk itu dibangunlah gedung persekolahan SMA yang berhadapan dengan kompleks persekolahan SMP, yang juga disertai dengan gedung asrama. Pembangunan kompleks gedung SMA ini masih sementara berlangsung sampai saat ini, dan belum rampung. Untuk sementara para siswa SMA masih mengikuti pelajaran berdampingan dengan para siswa SMP11.

Serentak sudah dibangun di kompleks asrama ini suatu ruang doa, ruang rekreasi bersama, ruang makan, ruang cuci, ruang tidur untuk para siswa. Begitu pula fasilitas olah raga di luar ruang dibangun dalam kompleks ini, sehingga para siswa mendapat kesempatan untuk belajar membangun hidup yang sehat dan teratur. Tidak ketinggalan juga dibangun tempat tinggal untuk para formator yang berdampingan dengan ruangan para siswa, sehingga control lebih mudah dilakukan.

11 Wawancara dengan Rektor SM PvD, RD. Jerry Rumlus Pr pada 15 Mei 2014 di

(15)

Petrus Van Diepen Sorong

95

 Strategi pengelolaan pembiayaan

Penyelenggaraan pendidikan membutuhkan biaya. Tanpa biaya, kegiatan belajar mengajar tidak akan lancar, kendati biaya menjadi faktor penting dalam penyelenggarakan pendidikan. Hal tersebut diakui oleh Mgr. Hilarion Datus Lega, Pr selaku pendiri sekaligus yang memantau keberadaan yayasan SM PvD. Menurutnya, pendidikan membutuhkan biaya yang tidak murah, apalagi untuk mendirikan sekolah unggulan dengan asrama12. Namun demikian,

Uskup bertekad untuk melanjutkan kaderisasi calon-calon pemimpin umat dan masyarakat di Papua Barat ini.

Dilandasi dengan pandangan tersebut, bapak Uskup pendiri SM PvD bersedia memberikan beasiswa kepada semua peserta didik yang dikirim dari 23 paroki di propinsi Papua Barat atau di keuskupan ini, dengan demikian pihak YPPK KMS tidak kesulitan di bidang pendanaan. Selain itu seluruh biaya pengadaan sarana-prasarana persekolahan ini ditanggung penuh oleh pihak ekonom keuskupan.

Berdasarkan keterangan dari rector SM PvD, Uskup tidaklah sendiri dalam melakukan penggalangan dana. Dalam menggalang dana tersebut, Uskup meminta para pastor paroki untuk menggalang dana di paroki untuk membiayai peserta didik yang adalah anggota umat di paroki yang bersangkutan dan yang ingin belajar di SM PvD sebagai calon imam13. Penggalangan dana untuk calon imam di SM PvD ini

berlangsung setiap bulan. Penulis mendapat konfirmasi atas strategi pembiayaan ini lewat salah satu pengumuman lisan dari ketua dewan paroki di kota Sorong pada saat akhir suatu perayaan Misa.

Pengalaman Pengelolaan Sekolah Asrama SM PvD

Lewat penelusuran penelitian fenomenologis-etnometodologis dengan tehnik observasi, wawancara dan penelitian dokumen, penulis

(16)

menemukan pelbagai pengalaman hidup dalam proses habitualisasi siswa dalam hidup berasrama. Pengalaman ini akan dipaparkan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan juga multiple intelligence, sebagaimana sudah ditunjukkan dalam kerangka kerja penelitian ini pada bab I di atas.

Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong didedikasikan untuk menempa citra dan karakter siswa seminaris yang cerdas secara utuh dan matang dalam segi spiritualitas, intelektual, dan mental moral demi terwujudnya sosok pemimpin yang memiliki kecerdasan intelek-tual dan kecerdasan moral. Untuk mewujudkan tekad tersebut, selain diupayakan melalui pemenuhan infrastruktur, namun juga melalui pembangunan suprastruktur; suprastruktur dimaksud adalah perangkat manajemen pendidikan yang diupayakan oleh stakeholder seminari.

Pengalaman Pengelolaan Kurikulum dan Pembinaan

 Pengelolaan Kurikulum

Kurikulum dan pengajaran yang diterapkan dalam Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong didasarkan pada tujuan-tujuan sebagai berikut:

a. Memperdalam cinta akan Yesus dari Nazareth dan motivasi panggilan anak.

b. Meningkatkan kepekaan dan pengetahuan akan situasi dan kebutuhan Gereja di Kepala Burung, Papua Barat.

c. Meningkatkan kemampuan kognitif, emosional dan psiko-motorik anak-anak.

d. Mempersiapkan kader „new leadership‟ bagi Papua yang mampu

berakar dalam dan menantang budaya dan irama hidup masyarakat Papua.

(17)

Petrus Van Diepen Sorong

97 “Tujuan pendirian dan misi Seminari Petrus van Diepen

adalah menjadikan para seminaris untuk mencintai pencerdasan dalam segi spiritual (sancitas), intelektual (sciencia) dan fisik mental-moral (sanitas); mengutamakan mutu dan memberdayakan pembelajar yang terbuka dan toleran dalam membentuk kebersamaan sosial yang beragam dan menanamkan dalam diri seminaris mentalitas agen pastoral yang tahan uji dan berbakti bagi Gereja dan Bangsa. Berdiri di atas pendirian dan misi akan melahirkan para seminaris sebagai manusia yang berkualitas, baik bagi Bangsa maupun Gereja. Roh pendirian dan misi Seminari menjadi kekuatan dan penggerak untuk memacu semangat dari para pembina dan pendidik untuk menjadikan peserta didik

makin hari makin bersinar”.

Kurikulum pendidikan jenjang pendidikan SMP dan SMA yang ada di Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong menggunakan kurikulum sesuai dengan standard nasional. Tetapi ada tambahan yang khas atau muatan lokal yang diberikan kepada siswa-siswa seminari. Pelajaran khas tersebut adalah pengetahuan-pengetahuan tertentu yang sungguh berciri khas Katolik dan diharapkan dapat menunjang tugas mereka sebagai pemimpin agama atau masyarakat kelak. Pelajaran itu misalnya: Kitab Suci, Bahasa Latin, Liturgi, Bina Vokalia. Pelajaran-pelajaran ini diberikan pada tingkat SMP. Untuk tingkat SMA diberikan pelajaran bahasa Latin, bahasa Jerman, jurnalistik dan Dramaturgi. Pelajaran-pelajaran ini diberikan pada waktu pagi, di antara kegiatan belajar mengajar sekolah karena dijadikan sebagai muatan lokal.

Seminari Petrus van Diepen seringkali mengalami kesulitan pada awal tahun pelajaran mengingat tamatan SMP yang masuk seminari ada yang belum bisa menyesuaikan diri dengan pelajaran SMA. Karena itu sekolah mengambil kebijakan untuk mengadakan

remedial course sebagai bentuk pengulangan bahan-bahan pelajaran SMP, terutama mata pelajaran dasar seperti bahasa Indonesia, matematika dan IPA, umumnya diberikan pada sore hari 14. Remedial

course ini berlangsung selama satu tahun dan dinamakan Kelas

(18)

Persiapan Bawah (KPB), yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2008. Juga sesudah menamatkan jenjang SMA, sebelum masuk ke seminari tinggi, para siswa harus mengikuti satu tahun Kelas Persiapan Atas (KPA) untuk memperdalam kemampuan berbahasa asing, khususnya bahasa Inggris, Latin, dan juga kompetensi lainnya yang dibutuhkan nanti. Pada pertengahan tahun 2008 lulusan kelas III SMP pindah/melanjutkan ke SMA. Bagi siswa-siswa yang berasal dari SMP-SMP lain diterima di „Petrus van Diepen‟ di Kelas Persiapan Bawah (KPB), satu tahun remedial course, sebelum mereka dapat melanjutkan ke SMA. Demikianlah pada tahun ajaran 2008/2009 diterima di kelas KPB 34 anak.

Agar siswa seminari memiliki pengetahuan yang luas maka waktu studi mendapat tempat khusus dalam acara komunitas. Waktu studi ini penting untuk menyiapkan pelajaran hari berikut atau mengerjakan tugas yang diberikan oleh para guru. Untuk menun-jang suasana belajar yang baik, semua seminaris diharuskan memper-hatikan dan menjaga keheningan (silentium) pada waktu studi. Studi di luar jam pelajaran sekolah dilaksanakan 2 kali yakni pukul 17.00-19.00 untuk studi pertama dan pukul 20.00-21.00 untuk studi kedua.

Kepala SMP SM PvD, R.D. Adrianus Tuturop Pr, antara lain menegaskan demikian,

Penataan kegiatan harian ditata mulai dari doa pagi, sarapan pagi, studi/belajar (pagi sampai siang), makan siang, istirahat siang, pengembangan minat bakat, pendampingan bidang rohani, les sore, makan malam, belajar malam, pendampingan khusus bagi anak-anak (perorangan maupun kelompok) yang perlu didampingi, doa malam, rekreasi dan tidur. Kegiatan mingguannya adalah syering bersama orang-orang sukses dan mapan dalam menjalani hidup. Kegiatan bulanannya adalah seminar dan kadang rekoleksi. Dan kegiatan semesterannya adalah retret. Secara terperinci, kegiatannya diatur dan tercatat dalam kalender pembinaan di asrama dan kalender pendidikan di sekoalah.

(19)

Petrus Van Diepen Sorong

99 Sekolah, disusunlah tim pengembang kurikulum yang terdiri atas

stakeholder sekolah seperti Kepala sekolah, Kaur kurikulum, Kaur Sarana prasarana, Kaur Kesiswaan, dan beberapa orang guru. Selain menggunakan kurikulum standard nasional, dimasukkan pula kurikulum muatan lokal, yaitu:

a. Kitab Suci b. Bahasa Latin c. Bahasa Jerman d. Jurnalistik e. Dramaturgi f. Liturgi g. Bina Vokalia

 Pembinaan di Asrama

Rektor SM PvD memberikan penegasan ini tentang penataan kehidupan berasrama yang dikelolanya:

Kehidupan asrama di Seminari Petrus van Diepen menjadi sebuah laboratorium sosiologis karena di sekolah asrama terjadi interaksi sosial di mana hubungan antar manusia menjadi kunci utama. Artinya baik di sekolah maupun di asrama diusahakan berbagai pengalaman belajar sebagai persiapan untuk hidup di masyarakat. Dalam hal ini Seminari membuat time schedule / jadwal kegiatan yang terorganisir dalam aturan harian dan program semesteran.

(20)

Aspek Rohani (Spiritual Quotiens)

“Melalui acara-acara rohani, seminaris dibimbing dan diarahkan untuk semakin beriman dan mengikuti pola hidup Kristus dan Maria. Mereka didampingi agar berkembang

dalam hidup rohani dan memantapkan panggilan”, demikian

kata Rektor SM PvD. (Sorong, 15 Juni 2014)

Perhatian pembinaan diarahkan pada pendampingan

intrapersonal intelligence (lihat Bab I). Pembinaan pada aspek rohani dilakukan dengan metode antara lain ibadat pagi, doa pagi, ekaristi, ibadat pujian (salve), pengakuan dosa, doa penutup, rekoleksi, buku refleksi mingguan, retret, aksi panggilan, membawa kata pengantar dalam ekaristi.

“Setiap siswa seminari wajib mengikuti acara-acara harian di sini, teristimewa untuk kegiatan-kegiatan doa harian, seperti doa pagi, doa malam, dsb. Awalnya siswa yang baru sangat sulit untuk beradaptasi dengan program hidup di sini, namun

setelah tiga bulan mereka menjadi terbiasa”, kata Rektor SM

PvD saat diwawancarai (Sorong, 15 Juni 2014).

Pembinaan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa bagi siswa dilakukan, melalui 1) kegiatan rutin perayaan ekaristi berbahasa Inggris dan Indonesia di sekolah, 2) peringatan hari besar keagamaan; dan 3) berbagai perlombaan keagamaan pada bulan kitab suci. Dalam kegiatan-kegiatan ini para siswa dilatih bertugas sebagai putra altar, pembaca mazmur dan kitab suci. Bahkan pada perayaan Paskah dan Natal para seminaris mempersembahkan jalan salib hidup dan actus natal sebagai cerminan kisah hidup Yesus (lihat laporan kronik kegiatan ekstrakurikuler siswa dalam lampiran 4 dan 5).

Aspek Intelektual (Intellectual Quotiens)

(21)

Petrus Van Diepen Sorong

101 ini diupayakan melalui metode atau cara-cara antara lain: a) Program pendidikan di Seminari Petrus van Diepen; b) Pelajaran Khas Seminari, yaitu muatan lokal; c) Studi ; d) Kegiatan Ekstrakurikuler Seminaris.

Kegiatan ini dilakukan untuk menyeimbangkan antara teori dan praktek di lapangan melalui kegiatan laboratorium, survey lapangan, penelitian, penulisan makalah, serta penerbitan majalah „CERDAS‟. Selain itu, para seminaris juga dibudayakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat ilmiah dan melatih public speaking melalui lomba debat, seminar, kampanye, serta pidato dalam bahasa Inggris. Pembinaan ini terarah pada pengembangan linguistic intelligence (lihat Bab I).

“Awalnya para siswa baru masih takut-takut untuk berbicara bahasa Inggris, tetapi melihat kakak-kakak mereka yang tidak canggung berbicara bahasa Inggeris, mereka pun berusaha untuk terlibat dalam percakapan, dan akhirnya mereka menjadi berani setelah beberapa kali pertemuan. Untuk ketrampilan mendengarkan, secara rutin juga

diadakan perayaan Misa dalam bahasa Inggris”, kata seorang

staf Pembina15.

Pembinaan prestasi akademik siswa juga dilakukan dengan cara antara lain: 1) Mengikuti berbagai perlombaan prestasi akademik (sains dan bahasa), seni dan olah raga di tingkat kabupaten, propinsi serta nasional; 2) Menyelenggarakan pertandingan persahabatan antar sekolah dan organisasi; 3) Terlibat sebagai sponsor paduan suara di beberapa gereja (bdk. Musical intelligence dalam bab I); 4) Pembuatan majalah dinding di sekolah dan Tabloid CERDAS; 5) Menyeleng-garakan Konser Band “SM PvD”; 6) MenyelengMenyeleng-garakan pertunjukan Tunggal Hati Seminari/Maria (THS/THM).

15 Demikian komentar Kepala SMA yang juga pamong asrama, pater Yan Vaenbes Pr,

Aimas, 12 Juni 2014. Lihat juga lampiran 4 dan 5: kronik kegiatan siswa dan ulasan

(22)

Aspek sosial (Social Quotiens)

Aspek sosial dilaksanakan untuk mewujudkan siswa agar memiliki kesadaran sosial atau interpersonal intelligence (lihat Bab I). Seminaris maupun pembina menjalani hidup dalam komunitas dan dalam komunitaslah pribadi seorang seminaris dibentuk. Pembentukan dan pemupukan aspek sosial ini dilakukan dengan kegiatan antara lain: 1) „Kerja Tangan‟; 2) Olahraga; 3) Perizinan. Misalnya Live in: para siswa ditempatkan di rumah-rumah keluarga, mereka mengikuti aturan hidup keluarga serta mereka mengusahakan apa yang pernah mereka pelajari: antara lain bagaimana tentang perhatian kepada lingkungan; sampah dan disiplin waktu.

“Kami sangat senang saat berkunjung selama liburan sekolah di paroki Santu Yosep, Fakfak, dan tinggal di tengah keluarga umat. Kami belajar untuk membuat pekerjaan rumah tangga, dan juga kami sudah menghibur umat dengan pertunjukan

drama dan sulap yang sudah kami pelajari di seminari‟, kata

seorang seminaris dengan bangga.16

Kegiatan olah raga bersama dilakukan rutin satu minggu satu kali. Selain sebagai bentuk pembinaan di bidang sanitas dan kinesthetic intelligence (lihat Bab I), kegiatan ini juga bertujuan untuk memupuk rasa persaudaraan dan menjunjung sportifitas di antara seminaris. Saat ini bidang olah raga lebih difokuskan pada dua cabang yang menjadi minat para seminaris yaitu: 1) Sepak Bola, sebagai olah raga andalan para seminaris yang rutin dilatih pada hari selasa sore; selain latihan, mereka juga beberapa kali mengadakan pertandingan persahabatan dengan sekolah atau komunitas lain. 2) Tunggal Hati Seminari – Tunggal Hati Maria (THS – THM), sebagai organisasi pencak silat Katolik yang berdiri 10 November 1985 memiliki semboyan “Pro

Patria et Ecclesia” (bagi bangsa dan gereja); melalui organisasi THS-THM, para seminaris dilatih untuk merasul dan mendekatkan diri pada Tuhan dan sesama melalui olah fisik, mental dan spiritual.

(23)

Petrus Van Diepen Sorong

103 Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional untuk mendidik manusia seutuhnya (UU Sisdiknas), penyelenggaraan SM PvD ini memperhatikan pendidikan dan pembinaan manusia muda seutuhnya. Bila persekolahan lebih menekankan aspek intelektual, maka pembinaan di asrama memperhatikan pengembangan pelbagai inteligensi manusiawi (multiple intelligence; lihat Bab II), bukan hanya pendidikan budi pekerti, seperti yang banyak dikemukakan dalam ulasan media massa.

Berdasarkan uraian di atas, pendekatan multiple intelligence

dalam proses pendidikan di SM PvD ini diwujudkan dengan: menerapkan muatan lokal seperti pelajaran bahasa Latin, melalui penataan jadwal harian yang teratur, misalnya makan 3 kali sehari, istirahat tidur siang dan malam, waktu studi dan olah raga, penataan kebersihan diri dan lingkungan, latihan olah raga dan kesenian (visual intelligence), latihan hidup rohani, dsb. Selain itu, pembina atau

formator juga mengikuti tahap perkembangan anak didik dengan cermat, khususnya dalam hal hubungan dengan keluarga, dengan teman sesama laki-laki maupun wanita.

Pengalaman Pengelolaan Peserta Didik

 Perkembangan Siswa Seminari Jenjang SMP

(24)

Tahun Ajaran 2006-2007 gedung baru seminari sudah bisa dipakai. Walau dengan keterbatasan, tahun ajaran ini seminari membuka empat kelas untuk siswa baru, dengan ketentuan siswa perkelas antara 25-30 anak. Maka pada tahun ajaran ini diterima 80 siswa untuk seminari (semuanya laki-laki dan katolik), dan 20 siswa-siswi untuk bukan seminari (baik anak katolik maupun bukan katolik). Angkatan ke dua tidak lagi bersekolah di kota Sorong, dan sudah mulai digunakan fasilitas gedung SMP Seminari di Mariat Pantai. Tahun 2007 sedang dibangun lantai II, sehingga pada angkatan 2007-2008 dapat diterima lagi 100 anak seminaris (dan sejumlah anak bukan seminari). Demikian selanjutnya sampai tahun 2013 diterima siswa yang calon imam (seminaris) dan yang bukan calon imam, seperti ditunjuk pada tabel 4.8 untuk jenjang SMP di bawah ini:

Tabel 4.8

Perkembangan Siswa SMP SM PvD tahun 2005-2013 SISWA-I SMP SEMINARI PETRUS VAN DIEPEN SORONG

ANGKATAN KELAS 8 KELAS 9 KELAS 10 LULUS TAK

TAHUN PRIA Wanita TOTAL PRIA Wanita TOTAL D.O. PRIA Wanita TOTAL D.O. LULUS

2005/6 30 7 37 23 7 30 7 21 9 17 4

2006/7 75 13 88 75 13 88 0 26 2 28 60 20 8

2007/8 95 10 105 69 6 75 20 48 8 56 19 44 12

2008/9 152 7 159 73 5 78 81 50 7 57 21 40 17

2009/10 88 10 98 85 13 98 0 42 7 49 47 48 1

2010/11 87 8 95 52 18 70 25 39 12 51 19

2011/12 118 31 149 68 19 97 52 38 19 55 42

2012/13 89 41 130 75 35 113 17

2013/2014 98 43 141

Terdapat beberapa gejala yang menonjol yang dapat ditarik dari tabel 4.8 di atas ini, yaitu:

1) Penerimaan siswa baru SMP SM PvD.

(25)

Petrus Van Diepen Sorong

105 mengambil kebijkan untuk juga menerima kelompok perempuan. Bila pada tahun-tahun awal kelompok siswi yang diterima hanya berkisar 10%, maka jumlah siswi yang diterima dalam tiga tahun terakhir ini cenderung meningkat menjadi lebih dari 30%. Gejala peningkatan kelompok siswi ini bisa diduga karena daya tarik keberadaan asrama putri yang dikelola para zuster.

Dilihat dari jumlah penerimaan siswa baru pada setiap awal tahun ajaran, terdapat gejala menarik, yaitu bila pada tahun awal hanya diterima satu kelas saja untuk 37 orang, maka sejak tahun ke dua jumlah siswanya meningkat lebih dari dua kali lipat dan terpaksa harus dibuka 3, 4, atau 5 kelas parallel untuk jenjang kelas 7 (tujuh). Dan bila dicermati, pada 4 tahun pertama jumlah siswa yang diterima ini cenderung naik signifikan, sekitar empat kali lipat dari kondisi pada tahun awal, tetapi pada dua tahun sesudahnya jumlah siswa menurun drastis (tinggal 60% dari tahun 2008/9); hal ini menyiratkan bahwa ada suatu masalah dalam hal pengelolaan sekolah, dan pihak yayasan sudah mengambil kebijakan untuk menata lagi manajemen PTK, antara lain dengan menggantikan Kepala Sekolah dan Rektor/Kepala Asrama. Kemudian dalam tiga tahun terakhir animo calon siswa menanjak lagi, sehingga sekolah sudah harus menyediakan 4 sampai 5 kelas parallel.

(26)

Tabel 4.9

Daerah asal siswa baru SMP SMPvD sejak tahun 2005-2011

Tahun Sorong Mnkw Bintuni Aywsi Fakfak Kaiman Papua Luar 2005 18 4 1 5 9 0 0 0 2006 50 12 3 8 15 0 0 0 2007 32 23 13 16 13 3 0 0 2008 45 12 18 30 13 0 10 15 2009 29 17 7 11 11 1 13 15 2010 31 8 7 7 11 7 9 10 2011 21 6 10 18 14 3 4 18 Total 226 82 59 95 86 14 36 58

Data di tabel 4.9 di atas ini jelas menunjukkan bahwa sejak awal berdirinya SM PvD ini kebanyakan pelamar berasal dari TPW Sorong, hal mana bisa dimengerti karena lokasi sekolah asrama ini berada di wilayah ini; tetapi nampak juga bahwa animo dari anak-anak TPW Sorong mulai menurun, sedangkan calon-calon dari TPW lain di propinsi Papua Barat relative ada setiap tahun kecuali dari TPW Kaimana, yang letaknya agak jauh dan hanya mempunyai dua SD YPPK. Yang menarik juga ialah sejak tahun 2008 pamor sekolah ini semakin bertambah dengan masuknya anak-anak dari propinsi tetangga, yaitu Papua dan dari luar Papua (khususnya Maluku dan Nusa Tenggara Timur), walaupun di propinsi-propinsi ini sebenarnya juga terdapat sekolah berasrama sejenis atau seminari menengah.

Salah satu kebijakan yang diambil yayasan ialah untuk tetap mempertahankan kuota bagi anak-anak asli Papua (minimal salah satu orang tuanya berdarah asli Papua), nampaknya masih tetap berlaku, seperti nampak dari daerah asal TPW Ayawasi, Babo-Bintuni, Fakfak dan Kaimana.

Bapak Antonius Pamudji, salah seorang orang tua yang memberikan anaknya untuk dibina di SM PvD, memberikan keterangan demikian:

(27)

Petrus Van Diepen Sorong

107 “Sekolah Berasrama”, pendidikan yang diterima bukan hanya sebatas ilmu pengetahuan ilmiah, lebih dari itu pendidikan yang diterima

anak lebih paripurna pada tujuan yaitu “menelurkan” imam Katolik.

Mencapai tujuan tersebut tidaklah mudah sebagai awam yang juga mantan guru ada 3 hal yang saya pandang penting dalam proses

“mencetak” seorang imam Katolik. Yang pertama adalah faktor

lingkungan tempat tinggal/asrama (termasuk aturan-aturan yang diterapkan) harus sedemikian rupa sehingga membentuk karakter/watak yang harus dimilki oleh seorang imam Katolik. Faktor yang pertama ini menjadi pendukung bagi faktor kedua yaitu pendidikan itu sendiri. Pendidikan disini dimaksudkan adalah proses pendidikan watak ilmiah (di sekolah) dan proses pendidikan watak pribadi dan sosial (di asrama)maka tidak lepas dari pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia pendidik dan sarana pra-sarana sebagai pendukung proses pendidikan. Kualitas dan kuantitas kedua hal ini harus sesuai dan mumpuni dalam menanamkan nilai-nilai keilmiahan dan nilai-nilai sosial keagamaan yang ingin dicapai; karena secara umum pendidikan adalah salah satu bentuk kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat dengan perkembangan atau perubahan.

2) Tingginya gejala putus sekolah atau D.O. (drops out)

Tabel 4.8 di atas menunjukkan gejala yang tidak lazim terjadi dalam sistem persekolahan yang ada di Indonesia, yaitu tingginya angka putus sekolah atau D.O. Proses seleksi untuk tetap mempertahankan siswa atau untuk memutuskan pendidikannya di SMPvD ini berlangsung setiap semester; hal ini cukup beralasan karena kebanyakan siswa tidak membayar sendiri uang SPP dan asrama melainkan menerima subsidi. Dalam system sekolah berasrama dengan tujuan khusus, yaitu untuk mendidik calon-calon imam, proses seleksi ini berlangsung baik di sekolah, dan ini terlebih menyangkut tingkat IQ dari siswa sesuai dengan hasil studinya.

(28)

tertinggal 105 orang (atau 44%) dan yang bertahan sampai lulus tercatat 71 orang (atau 30%); dengan kata lain sekitar 70% dari anak yang masuk seminari ini tidak menamatkan jenjang SMP. Pengalaman demikian rupanya terjadi di pelbagai seminari menengah di Indonesia17. Hal ini memang merupakan konsekuensi dari kebijakan

prinsipiil gereja Katolik yang dikenal dengan pepatah Latin (adagium):

„non multa sed multum‟, yang berarti‟ tidak mengutamakan jumlah yang banyak melainkan mutu yang tinggi‟.

Tidak bertahannya siswa/i hingga 3 tahun masa studi tentu disebabkan oleh beberapa faktor. Pada kesempatan refleksi bersama di antara para pihak yang terlibat dalam keseluruhan proses pendampingan dan pengajaran, para staf Pembina SM PvD membedakannya menjadi dua dimensi besar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor personal/pribadi para siswa/i dan keluarga yang memutuskan untuk tidak melanjutkan proses pendidikan dan pendampingan di SM PvD. Faktor internal yang dimaksud adalah:

a. Rindu orang tua.

Faktor ini paling banyak muncul di awal-awal proses tahun pertama masuk. Hal ini bisa dimaklumi karena usia yang relative muda dengan situasi hidup yang baru (pertama kali pisah dengan orang tua)

b. Tidak mampu beradaptasi dengan aturan dan pola kehidupan asrama.

“Kondisi ini biasa terjadi pada tahun-tahun kedua dan ketiga proses pembelajaran dan pendampingan asrama”, demikian komentar salah seorang pamong asrama.

Sementara faktor eksternal adalah faktor kelembagaan dimana ada keputusan lembaga untuk memulangkan peserta didik ke rumah. Faktor eksternal secara tegas diberikan karena:

17 Misalnya lihat Buku “Profil Seminari Menengah Indonesia. Regio Sulawesi

(29)

Petrus Van Diepen Sorong

109 a. Tidak patuh pada aturan

b. Secara akademik tidak mencapai nilai ketuntasan minimal

Tingkat putus sekolah ini sebenarnya tidak begitu banyak terjadi pada pihak sekolah sendiri, karena sekolah masih menerima adanya siswa yang mengulang kelas pada setiap tahun dan setiap kelas, sekitar 5-10%, seperti ditunjukkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.10

Jumlah siswa yang mengulang kelas pada tahun 2010-2013

Tahun kelas VII Kelas VIII Kelas IX Jumlah Total jumlah Ulang jumlah Ulang jumlah Ulang jumlah Ulang 2010-1 95 1 98 13 57 5 250 19 2011-2 149 5 70 3 49 15 268 23 2012-3 130 28 97 2 51 2 278 32 2013-4 141 8 113 4 55 3 309 15 total 515 42 278 22 212 25 1105 89

Seleksi untuk tetap mempertahankan siswa atau untuk memulangkannya ini lebih banyak dilaksanakan di asrama, seperti jelas di Pedoman Pembinaan dalam uraian di atas.

Bapak guru Konradus Jurman S.S, salah seorang guru di SM PvD, mengutarakan pengamatannya, demikian:

Ada beberpa kebijakan dan aturan di lembaga ini yang seringkali menimbulkan reaksi negative dari para siswa maupn orang tua siswa. Di sekolah: Ada larangan bagi siswa untuk menggunakan HP dan alat elektronik lainnya. Sistem gugur atau tahan kelas bagi siswa yang tidak memenuhi standar kelulusan minimal. Sistem gugur bagi siswa yang sering alpa atau tidak disiplin.

Di asrama: ada kondisi makanan di asrama yang kurang memenuhi standar gizi yang memadai. Siswa seminari mengurus pakaiannya sendiri.

Semua kebijakan, aturan atau keadaan yang disebutkan di

atas membuat siswa “merasa sulit” menjadi siswa seminari.

Hemat saya, setiap unsur aturan di lembaga ini mengandung

nilai edukatif. Keadaan yang membuat siswa “merasa sulit”

(30)

untuk terus berjuang dan mencari kondisi hidup yang lebih baik. Mereka dipacu untuk hidup lebih sederhana dan tetap bahagia tanpa alat elektronik, tanpa makanan yang sesuai selera, melayani diri sendiri bukan dilayani. (Mungkin kita ingat slogan: manusia unggul adalah manusia yang bisa eksis di segala situasi). Terkadang ada banyak orang sukses sekarang, tetapi ternyata karena ia mengalami kepahitan dan kesulitan hidup di masa lalu.

Sistem gugur dan tahan kelas, adalah ketentuan yang memacu siswa untuk selalu berusaha mengejar prestasi. Pendidikan itu bersifat prospektif, atau mengarah ke masa depan. Dengan mencapai prestasi tertentu mereka boleh mendapat prestise di mata masyarakat. Dengan prestasi tertentu mereka boleh menuntut jabatan tertentu di masyarakat kelak (naik peringkat). Sebaliknya, orang yang belum berprestasi harus bisa menerima sanksi yang diberikan dengan jiwa besar.

3) Kelulusan siswa SMP.

Data tabel 4.8 tentang tingkat kelulusan siswa setelah menempuh ujian akhir SMP dalam kurun waktu 5 tahun pertama ini menarik untuk dicermati. Nampaknya pengelola sekolah tidak tergiur dengan reputasi untuk mengejar tingkat kelulusan 100%, sebagaimana lasim tersiar di media massa saat selesai masa ujian negara. Biarpun tingkat kelulusan hanya mencapai 60% (tahun 2006) atau 80% (pada tahun 2007 dan 2008), tidak ada yang didongkrak naik agar lulus. Nampaknya adagium: „non multa sed multum‟ diperlakukan di sini.

 Pendirian Kelas Persiapan Bawah (KPB)

(31)

Petrus Van Diepen Sorong

111 Kelas Persiapan Bawah (KPB) ini berlangsung selama 1 (satu) tahun. Ini tahap persiapan sebelum masuk Sekolah Menengah Atas. Mata pelajaran yang diberikan pada tahun pertama adalah pengulangan bahan SMP kelas III (selama semester I) dan sebagian bahan SMA kelas I (selama semester II) dengan memberikan prioritas pada mata pelajaran IPA, matematika, bahasa dan pelajaran khas seminari (Kitab Suci, Liturgi, Bahasa Latin). Setelah dia memasuki tahun II, III dan IV, mata pelajaran yang diberikan sama seperti Sekolah Menengah Atas kelas 1, 2 dan 3 pada umumnya. Pada tahun kedua mereka bergabung dengan seminaris yang memulai pendidikan di seminari sejak kelas 1 SMP. Tentu saja siswa yang mendaftar masuk KPB ini sudah harus menerima konsekuensi bahwa dia kehilangan satu tahun dibandingkan dengan teman-teman seusia/seangkatannya, karena KPB ini tidak lasim dibuat dalam system pendidikan nasional. Walaupun KPB ini tidak terhitung dalam rangkaian pendidikan resmi nasional, tokoh tetap ada peminatnya, seperti jelas dalam tabel 4.11 di bawah ini.

Tabel 4. 11

Data Perkembangan Siswa KPB tahun 2008-2013

Angkatan Jumlah KPB Kelas X Kelas XI Kelas XII

2008 24 24 21 16 13

2009 20 20 16 12 10

2010 13 13 12 8 3

2011 8 8 4 2

2012 9 9 7

2013 11 11

Data tabel 4.11 di atas ini menunjukkan juga bahwa dari jumlah siswa yang masuk KPB ini sekitar 50% atau lebih rendah yang terus bertahan sampai ke kelas XII, pengalaman yang serupa dengan para siswa regular SMP.

 Perkembangan siswa jenjang SMA.

(32)

ke Langgur, propinsi Maluku, atau ke Manado, dimana terdapat SMA seminari; di keuskupan Amboina, misalnya, terdapat 4 (empat) seminari menengah untuk jenjang SMP di Tanimbar, Kei, Aru, dan Tobelo, tapi hanya satu SMA seminari di Langgur, Kei.Tetapi pada tahun 2008 pihak yayasan dan keuskupan mengambil putusan untuk mendirikan SMA di kompleks yang sama, agar siswa seminaris yang tamat SMP di sini bisa melanjutkan studinya di lokasi sekolah dan asrama yang sama. Alasannya agar para siswa ini tetap dekat dan mengenali kondisi hidup dan budaya masyarakat di Papua.

Muncul persoalan yang nyata, yaitu jumlah siswa yang tamat SMP pada tahun 2008 itu hanya 17 orang (lihat tabel 4.8 di atas) dan ternyata, yang ingin melanjutkan studi di SMA SM PvD, tetap dengan status calon imam atau seminaris, dan yang wajib tinggal di asrama untuk pembinaan, hanya tersisa 16 orang. Justru untuk menanggulangi kekurangan siswa inilah dimulailah Kelas Persiapan Bawah (KPB) seperti yang diuraikan di atas. Tabel di bawah ini menunjukkan data perkembangan siswa SMA SMPvD dalam kurun waktu 5 tahun:

Tabel 4.12

Data siswa SMA SMPvD di tahun 2008 sampai 2012

Tahun/Angkatan Siswa Kelas X Siswa Kelas XII Yang Tamat

2008-9 16 14 14

2009-10 37 25 22

2010-11 61 41 41

2011-12 49 Belum Belum

2012-13 43 Belum Belum

Bila dilihat jumlah tamatan SMP di tahun 2008 sampai 2012, yang tertera pada table 4.8 di atas, langsung nampak bahwa terdapat beberapa siswa yang tidak ingin melanjutkan ke jenjang SMA sebagai calon imam dan memilih sekolah yang lain. Jumlah siswa SMA kelas X sejak tahun ajaran 2009 sampai 2012 ini merupakan gabungan dari tamatan SMP dan dari KPB yang diselenggarakan oleh SMPvD.

(33)

Petrus Van Diepen Sorong

113 jenjang SMP. Di sini nampak pula pengetrapan adagium: „non multa

sed multum‟. Tetapi tingkat kelulusan siswa SMA ini relative lebih tinggi dibandingkan dengan siswa SMP, yaitu dalam tahun 2008 dan 2010 sudah mencapai 100%.

Berdasarkan uraian di atas, pengelolaan peserta didik yang dilaksanakan di SM PvD menunjukkan suatu keunggulan tersendiri dari sekolah sistem asrama ini. SM PvD dalam menyelenggarakan pendidikan menjalankan Prinsip „non multa sed multum‟. Pembinaan asrama tidak mempertimbangkan jumlah atau kuantitas lulusan, akan tetapi lebih pada mutu hidup lulusannya. Hal tersebut dapat dilihat dari proses seleksi yang dijalankan pada setiap akhir semester. Hal ini sangat jelas pada kasus tingkat putus sekolah atau D.O. yang begitu tinggi setiap tahun, terlebih bagi mereka yang tidak mampu beradaptasi dalam kehidupan asrama. Kebijakan ini menghargai tiap pribadi anak didik, karena tidak menjadikan mereka hanya sebagai salah satu nomor dalam jumlah melainkan lebih memperhatikan minat, bakat dan kemampuan masing-masing sesuai inteligensinya.

Selain itu, di dalam setiap proses pogram pendidikannya dijalankan sistem Kelas Persiapan Bawah (KPB). KPB ini berusaha menanggulangi ketertinggalan dalam bidang ilmu dari kelompok anak-anak yang mengecap pendidikan terlebih di daerah pedesaan yang mutunya rendah walaupun sudah dinyatakan lulus SMP lengkap dengan ijazahnya yang bernilai „bagus‟. Remedial course ini membantu anak untuk tidak menjadi rendah diri dalam pergaulan dengan rekan-rekannya tetapi mampu bergaul setara dengan mereka yang tamat dari sekolah yang bermutu lebih baik, khususnya dari perkotaan.

(34)

Pengalaman Pengelolaan Tenaga Kependidikan

Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Tenaga kependidikan di sekolah meliputi Tenaga Pendidik (Guru), Pengelola Satuan Pendidikan, Pustakawan, Laboran, dan Teknisi sumber belajar. Guru yang terlibat di sekolah inklusi yaitu Guru Kelas, Guru Mata Pelajaran (Pendidikan Agama serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan), dan Guru Pembimbing Khusus. Manajemen tenaga kependidikan antara lain meliputi: (1) Inventarisasi pegawai; (2) Pengusulan formasi pegawai; (3) Pengusulan pengangkatan, kenaikan tingkat, kenaikan berkala, dan mutasi; (4) Mengatur usaha kesejahteraan; (5) Mengatur pembagian tugas.

Tenaga Pendidik dan kependidikan SMP di Seminari Menengah Petrus van Diepen ini ialah:

a. Rd. Adrianus Gaut

b. Ignatia Fitriani Rahayu, S.Pd. c. Elisabet Eustakia, S.S

d. Konradus Jurman, S.S e. Maria Oratmangun, S.Si f. Tri Ratna Sari, S.Si g. Lusiana Lobia

h. Welliana Febriayanty Iba, S.Pd i. Fr. Mateus Syukur

j. Fr. Hengky Yerisitouw k. Br. Yohanis Ari Apelabi, S.Pd l. Fr. Fidelis Neli, S.Fil

m. RP. Melkianus Kisa, SVD n. Adelita Sande Lembang, S.Pd o. Rufina Rita Lobya, SE

(35)

Petrus Van Diepen Sorong

115 Sedangkan tenaga Pendidik dan Kependidikan untuk SMA yaitu:

a. RP. Aloysius Roja b. RP. Alan Nasraya, SVD c. Sr. Maria Rita, OSA d. ALbertus B. Buntoro e. Veronika Selvi, S.Pd

(36)

Pamong Unit 4 ya Frater Pamong Unit 5 ya Frater Pamong Unit 6 ya Frater Pamong Unit 7 ya Frater Pamong SMA Unit 8 ya Frater Pamong SMA Unit 9 ya Frater

Pamong SMA Unit 10 ya RP. A. Roja O.Carm

Rektor merangkap beberapa tugas lain di KMS, seperti: Anggota Dewan Konsultores KMS, Anggota Dewan Keuangan KMS, Ketua Komisi Panggilan/Seminari KMS. Pamong Akademik merangkap Kepala SMP/SMA, dan Wakil Rektor. Koordinator Pamong Asrama SMA merangkap wakil kepala sekolah SMA; sedangkan Koordinator Pamong Asrama SMP merangkap wakil Kepala Sekolah SMP.

Terdapat beberapa tanggungjawab yang diemban oleh tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, yaitu sebagai berikut:

a. Pembagian Tenaga Pengajar dan tugas guru disertai SK oleh kepala sekolah dengan merujuk pada Job Description

b. Penataan Administrasi Buku Induk Siswa dan arsip surat-menyurat dan dokumentasi lainnya

c. Laporan Bulanan Sekolah kepada pihak Dinas Pendidikan dan BP YPPK KMS

d. Laporan bulanan Keuangan kepada pihak Ekonom Keuskupan, BP YPPK KMS dan Rektor SPVD

e. Penanggungjawab perpustakaan, kantin dan laboratorium yang ada di sekolah

f. Menghadiri rapat dengan pihak dinas dan yayasan

g. Memperhatikan daftar hadir guru dan siswa

(37)

Petrus Van Diepen Sorong

117 frater dan bruder) melanjutkan tugas sebagai Pembina di asrama. Tugas rutin yang dijalankan adalah mendampingi dan mengawasi siswa-siswa dalam menjalankan aturan harian yang tercantum dalam buku pedoman pembinaan.

Fr. Yustinus R.T. Neno SVD, salah seorang tenaga pendidik di SM PvD menyatakan pandangannya tentang kualitas para pendidik SM PvD demikian:

Seminari Petrus van Diepen memiliki staf pengajar yang berasal dari lulusan Universitas dan Sekolah Tinggi yang berbeda. Lulusan Universitas dan Sekolah Tinggi yang berbeda menunjukkan kualitas staf pengajar yang berbeda pula, baik dalam pengetahuan, metode pengajaran dan cara membahasakan materi yang diberikan kepada peserta didik. Perbedaan itu mendatangkan cara pandang yang berbeda pula, yang diberikan peserta didik kepada para pendidik. Lihat saja komentar dan penilaian peserta didik yang pernah saya dengar, terhadap para pendidik yang bervariasi. Ada yang mengatakan guru ini baik sekali cara mengajar dan bahasa yang digunakan dalam memberikan pengajaran, ada pula yang mengatakan guru itu mempunyai pengetahuan yang luas, tapi ada pula yang mengatakan sebaliknya. Perbedaan komentar dan penilaain dari siswa terjadi karena mereka merasakan dan mengalami proses pengajaran yang diberikan para Guru.

Menurut penilaian saya, kualitas pengajar di seminari tergolong bagus dan ada yang cukup baik. Saya bisa mempertanggungjawabkan penilaian saya ini dari pengetahuan, rasa tanggung jawab, metode dalam mengajar dan cara menyampaikan materi yang dimiliki dari teman-teman guru. Dalam pengamatan saya, ada beberapa guru yang sungguh-sungguh menjalani apa yang saya sebutkan di atas, tetapi ada guru yang tidak sungguh-sungguh menjalankannya. Bisa dikatakan dengan perkataan lain, ada staf guru yang sungguh-sungguh mengabdikan dirinya kepada peserta didik dan lembaga secara total, tapi ada juga guru yang mengabdikan dirinya setengah-setengah saja. Itu terbukti lewat kesaksian hidup yang mereka tampilkan, baik kepada peserta didik dan lembaga.

(38)

a. Sebagai pamong unit yang bertanggungjawab atas sejumlah anak yang tinggal di unitnya, rata-rata jumlah anak per unit 27 orang.

b. Bertugas menjaga, mengawasi dan bertindak sebagai orang tua bagi anak-anak

c. Melakukan ratio, pembicaraan pribadi, wawancara untuk mengenal anak lebih dekat, biasanya dilakukan sekali dalam semester dan tidak menutup kemungkinan bagi yang berkebutuhan khusus.

d. Menjadi penggerak/ koordinator dalam menjalankan kegiatan harian sesuai aturan harian yang ditetapkan.

e. Dalam menjalankan fungsi pamong, Pembina tetap berpedomankan pada buku pedoman pembinaan seminari.

Jumlah Pembina Seminari sekarang 15 orang, 8 pastor, 6 frater, 1 bruder. Jumlah siswa seminari 310/15. Ratio Pembina dan siswa 1:20. Dalam menjalankan pembinaan di seminari ada perbedaan pembinaan di seminari untuk SMP dan SMA. Diatur sesuai kalender kegiatan semester yang ditetapkan pada awal semester oleh para Pembina. Hal ini pandang perlu karena tingkatan pemahaman dan orientasi pembinaan berbeda.

Pengalaman Pengelolaan Sarana dan Prasarana

(39)

Petrus Van Diepen Sorong

119 ada gang di tengah yang membelah bangunan segi empat itu. Sehingga (terkesan) ada dua lokal dalam satu bangunan. Pembangunan SMA sudah dimulai sejak tahun 2010. Sebagain besar dana dari pemerintah kabupaten Sorong. Satu lokal sudah rampung dan sudah bisa dipakai untuk kegiatan belajar mengajar. Sedangkan satu lokal lainnya sedang dalam tahap pembangunan (lihat foto-foto yang dilampirkan).

Seminari menyediakan asrama dengan daya tampung mencapai 400 siswa. Ada 10 Unit untuk siswa SMP dan SMA, 2 Unit untuk tenaga Staf Pembina, dan 1 Unit untuk tenaga pengajar (lajang). Ada fasilitas umum (dapur, ruang makan, aula Semangat). Asrama dilengkapi dengan fasilitas olah raga (lapangan basket, volley, bola kaki).

Salah seorang guru dan pamong asrama, frater Yustinus R.T. Neno SVD, memberikan komentarnya tentang sarana-prasarana di SM PvD demikian:

Seminari Petrus van Diepen memiliki bangunan yang berkualitas; layak dijadikan sebagai tempat untuk menggali dan menimba pengetahuan dan pembentukan karakter bagi peserta didik. Dikatakan bangunan berkualitas karena jenis gedung sekolahnya berskala internasional. Saya mengatakan demikian karena model bangunannya seperti sekolah-sekolah internasional, seperti sekolah-sekolah di kota-kota besar, baik dalam negeri maupun luar negeri. Gedung sekolah yang berkualitas dapat membuat peserta didik nyaman dan merasa

„at home‟ untuk menimba dan mencari pengetahuan dan melahirkan spirit untuk memacu diri dalam belajar.

(40)

akan rasa memiliki terhadap gedung bangunan seminari dari para pendidik dan peserta didik. Hemat saya, tujuannya adalah membuat gedung sekolah ini tetap indah dan bersih, sehingga baik pendidik dan peserta didik dapat merasa nyaman dan bergairah dalam proses belajar-mengajar.

Pengalaman Pengelolaan Pembiayaan Asrama

Sebagai bagian dari upaya untuk mencerdaskan umat, keberadaan SM PvD menjadi alternatif bagi anak Papua untuk menimba ilmu. Berdasarkan latar belakang siswa yang menjadi murid di asrama SM PvD, kebanyakan mereka adalah asli Papua. Dari segi kehidupan ekonomi, pada umumnya mereka tergolong miskin. Oleh karena itu, penyelenggarakan pendidikan asrama SM PvD tidak memungut biaya bagi siswa yang masuk ke sekolah ini.

Pembiayaan pendidikan asrama diperoleh dari sumber-sumber dana bagi Seminari. Partisipasi orangtua siswa, paroki-paroki se-Keuskupan, GOTAUS (Gerakan Orang Tua Asuh Seminaris), Pemerintah, dan donatur. Selain itu, sumber dana juga diusahakan secara swasembada dari pihak sekolah/asrama untuk membantu self-support dana: kebun sayur, ternak babi dan sapi. Untuk tahun-tahun mendatang: sewa bis sekolah/seminari, uang sewa gedung rapat/retret, petermakan.

(41)

Petrus Van Diepen Sorong

121

Pengalaman Penilaian

Frater Mateus Syukur, salah seorang tenaga pendidik dan serentak pamong-formator di SM PvD membeberkan pengalamannya tentang arah pendidikan SM PvD, antara lain demikian:

Arah perjalanan hidup lembaga seminari dibangun di atas dasar pengharapan akan satu kepastian hidup, di tengah dunia yang penuh dengan ketidakpastian. Arah perjalanan itu ialah untuk menciptakan manusia yang produktif, kreatif dan inovatif yang berdaya guna baik untuk bangsa, negara maupun untuk gereja. Seminari merupakan sebuah lembaga pendidikan seperti lembaga pendidikan lainnya yang bertujuan untuk memenuhi tuntutan akan kebutuhan manusia yang ingin menjadi manusia sejati, yang bukan hanya sekedar ada namun harus memiliki kesadaran akan adanya dan bertanggungjawab atas adanya. Untuk itulah media yang diperlukan adalah belajar terus-menerus dan tidak ada waktu untuk tidak belajar.

Sudah pasti bahwa setiap lembaga pendidikan apapun di tanah Papua ini, hadir dengan sebuah keunikannya masing-masing. Seminari Petrus Van Diepen juga demikian hadir dengan keunikannya tersendiri. Keunikan itulah yang nantinya menjadi pembeda antara lembaga pendidikan yang satu dengan yang lainnya di tanah Papua tercinta ini. Tentu saja kekhasan yang ada di lembaga Seminari Petrus Van Diepen, mengerucut pada sebuah tujuan untuk membangun

mindset anak-anak bangsa terutama putera/puteri Papua.

Seminari hadir untuk membangunkan kesadaran setiap manusia akan pentingnya sebuah pendidikan. Untuk itulah diciptakan sebuah aturan hidup yang tersistematis. Inilah keunikan yang seharusnya tetap dipertahankan di sebuah lembaga pendidikan bahwa ia bukan sekedar membangun salah satu dimensi dari kehidupan manusia tetapi seharusnya mencakup seluruh aspek yang diperlukan demi sebuah keutuhan satu pribadi yang namanya manusia. Hal inilah yang selalu diciptakan di lembaga Seminari Petrus van Diepen.

(42)

hidup komunitas. Ketiga aspek ini merupakan gambaran umum yang mana setiap aspek tentu memiliki muatan dasar pendidikan untuk membantu membangunkan kesadaran setiap pribadi terutama yang lahir dari tanah Papua dan ingin menjadikan dirinya bermanfaat bagi kehidupan.

Inilah yang menjadi kekhasan seminari. Aspek rohani bertujuan untuk menyadarkan manusia bahwa ia adalah makhluk spiritual yang senantiasa mengarahkan hidupnya pada sesuatu yang tertinggi yakni Tuhan. Aspek hidup studi bertujuan untuk memaknai keberadaan manusia sebagai pribadi berakal budi yang perlu diisi dengan belajar terus-menerus. Sedangkan aspek hidup komunitas menyadarkan manusia akan dirinya sebagai makhluk sosial yang tentunya tidak bisa hidup tanpa adanya pribadi yang lain.

Ketiga aspek ini merupakan gambaran umum, yang pastinya setiap aspek ada aturan dalam pelaksanaannya di Seminari Petrus Van Diepen.

Kepala SMP di SM PvD, RD. Adrianus Tuturop Pr, memberikan juga arah pendampingan yang dilakukan selama ini, yaitu:

….bagian dari pendampingan yang dilakukan selama ini yaitu terarah pada:

1. Siswa/i-Seminaris menyadari nilai-nilai manusiawi yang tumbuh dalam keluarga dan dapat berkembang dalam kehidupan komunitas di seminari

2. Siswa/i-Seminaris menyadari perlunya perkembangan bebas menuju kepribadian yang dewasa. Pribadi yang dewasa tercermin pada: keseimbangan antara segi rasional/ intelektual dan emosional-afeksi, ketekunan, ketabahan, disiplin diri, menghayati seksualitas secara sehat, berinisiatif dan kreatif.

3. Kedewasaan pribadi secara kristiani: hidup berpola pada Yesus Kristus, menerima dan menghayati rahmat Tuhan, ketekunan dan kesetiaan mendengarkan sabda Allah, menghayati nilai-nilai hidup rohani dan bersama. Siswa/i-Seminaris rela menerima bimbingan rohani, makin mampu mengenal panggilan Allah

4. Siswa/i-Seminaris menyadari bahwa kedewasaan kristiani berkembang jika ditopang oleh perkembangan kedewasaan manusiawi

5. Seorang manusia dewasa secara manusiawi dan kristiani, dilengkapi dengan kemampuan belajar mandiri. Hidup

Gambar

Tabel 4.1
Tabel 4.4 Perkembangan APS Kabupaten Sorong tahun 2009-2011
Tabel di atas menunjukkan bahwa APK jenjang SD mengalami
Tabel 4.7 Jumlah Siswa SM PvD tahun 2008-2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

memasukkan Dokumen Penawaran kedalam Kotak Pelelangan yang telah disediakan oleh.. Panitia hingga batas ak-hir sernasukan penawaran sejumtah { t

[r]

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas

Zirconia merupakan bahan keramik yang mempunyai sifat mekanis baik dan banyak digunakan sebagai media untuk meningkatkan ketangguhan retak bahan keramik lain diantaranya

dilakukan yang meliputi: (1) penapisan gen HD-Zip yang merespon kekeringan, (2) peningkatkan ekspresi (overexpression) gen Oshox4 yang merupakan salah satu gen HD-Zip di

Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif, jenis data kuantitatif, data yang dipergunakan bersumber pada data primer, dalam analisis data menggunakan analisa break

 Bahwa dari perkawinan tersebut, Tergugat dan Penggugat telah dikaruniai 1 (satu) orang anak yang bernama --- (Lk) umur 2 tahun yang sekarang ikut bersama Penggugat;  Bahwa

komunikasi pelayanan publik di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Dumai dilaksanakan dengan a) Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Dumai