• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN BERPIKIR KREATIF GEOMETRI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN PROGRAM CABRI GEOMETRY II.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN BERPIKIR KREATIF GEOMETRI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN PROGRAM CABRI GEOMETRY II."

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

viii

II PEMECAHAN MASALAH DAN BERPIKIR KREATIF GEOMETRI A. Hakekat Geometri ... ... 18

B. Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Geometri ... ... 20

C. Teori van Hiele ...…...……….. 24

D. Berpikir Kreatif... 31

E. Pembelajaran Berbasis Masalah ... 35

F. Program Cabri Geometri II ... 46

(2)

ix III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ... 53

B. Populasi dan Sampel ... 54

C. Instrumen Penelitian ... 54

D. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data... 64

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis data... 75

B. Analisis Asosiasi Kontingensi antara Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif ... 106

C. Analisis Data Sikap Siswa ... 108

D. Pembahasan Hasil Penelitian... 113

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 127

B. Saran ... 128

(3)

x

DAFTAR TABEL

TABEL halaman

3.1 Pedoman Pemberian Skor Soal Kemampuan Pemecahan Masalah... 57

3.2 Pedoman Pemberian Skor Soal Kemampuan Berpikir Kreatif ... 58

3.3 Klasifikasi Koefisien Validitas ... ... 58

3.4 Perhitungan Validitas Tes Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif.. 58

3.5 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 59

3.6 Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 61

3.7 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal... ……… .... 63

3.8 Tehnik Pengumpulan Data ... ... 65

3.9 Distribusi Kategori Siswa ... ... 66

4.1 Statistik Pretes, Postes dan Gain Pemecahan Masalah... ... 79

4.2 Uji Normalitas Pretes Pemecahan Masalah... 80

4.3 Uji Homogenitas Pretes Pemecahan Masalah... 81

4.4 Uji Normalitas Gain Pemecahan Masalah... ... 84

4.5 Homogenitas Varians Pemecahan Masalah ... 85

4.6 Rerata dan Deviasi Baku Pemecahan Masalah... 89

4.7 Rekapitulasi Uji Normalitas ... ... 89

4.8 Hasil Uji Anova ... 92

4.9 Perbedaan Rata-raa Atas, Sedang, Bawah ... 93

4.10 Statistik Pretes, Postes dan Gain Berpikir Kreatif ... ... 93

4.11 Uji Normalitas Pretes Berpikir Kreatif... 94

4.12 Uji Homogenitas Pretes Berpikir Kreatif ... ... 94

4.13 Uji Normalitas Gain Berpikir Kreatif ... ... 98

4.14 Homogenitas Varians Berpikir Kreatif ... ... 99

4.15 Rerata dan Deviasi Baku. Berpikir Kreatif... 102

4.16 Rekapitulasi Uji Normalitas ... ... 103

4.17 Hasil Uji Anova ... 104

4.18 Perbedaan Rata-raa Atas, Sedang, Bawah ... 105

(4)

xi

4.20 Uji Reliabilitas ... 107 4.21 Analisis Sikap Siswa terhadap Matematika dan Kegunaanya ... 108 4.22 Analisis Sikap Siswa terhadap Cabri Geometry II ... 109 4.23 Analisis Sikap Siswa terhadap Pemecahan Masalah dan Berpikir

(5)

xii

DAFTAR DIAGRAM

DIAGRAM halaman

2.1 Work sheet Cabri Geometry II... 48

2.2 Tolboox Cabri Geometry II... 48

4.1 Diagram Rata-rata Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri... 76

4.2 Diagram Rata-rata Kemampuan Berpikir Kreatif Geometri... 77

4.3 Diagram N-Gain Pemecahan Masalah ... 82

4.4 Diagram Rata-rata N-Gain Pemecahan Masalah ... 88

(6)

xiii

B Modul Penggunaan Cabri Geometry II ...………... 168

1. Fasilitas Cabri Geometry II ... 168

2. Garis Singgung dan Pembelajarannya ... 184

C Instrumen ... ...…... 194

1. Lembar Observasi ... 194

2. Agenda Kegiatan ... 197

3. Kisi-Kisi Tes Pemecahan Masalah ... 198

4. Kisi-Kisi Tes Berpikir Kreatif ... 201

D Hasil Ujicoba ... 203

1. Reliabilitas Tes Pemecahan Masalah... 203

2. Daya Pembeda Pemecahan Masalah ... 204

3.Tingkat Kesukaran Pemecahan Masalah... 205

4. Reliabilitas Tes Berpikir Kreatif ... 207

5. Daya Pembeda Berpikir Kreatif ... 208

6. Tingkat Kesukaran Berpikir Kreatif ... 209

E Hasil Pretes, Postes, Normalitas, Homognitas dan Perbedaan Rata-rata ... 211

1. Skor Pretes, Postes, Normalitas Pemecahan masalah ... 211

2. Skor Pretes,Postes Normalitas Berpikir Kreatif ... 213

(7)

xiv

4. Hasil Uji Normalitas kemampuan Pemecahan Masalah Dan

Berpikir Kreatif ... 217

5. Hasil Uji Homogenitas ... 221

6. Hasil Uji Perbedaan Rata-rata ... 223

F Hasil skala sikap... 225

1. Kisi-kisi Skala Sikap ... 225

2. Instrumen Skala sikap ... 226

3. Skor Sikap Netral Dan Sikap Siswa ... 228

4. Uji Reliabilitas ... 229

5. Skor Baku Skala Sikap ... 231

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi komputer yang demikian cepat serta penerapannya yang semakin luas ke berbagai bidang tak terkecuali dalam pengajaran, menjadikan komputer mendapat perhatian besar untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Komputer memiliki kemampuan untuk secara cepat berinteraksi dengan individu, menyimpan dan memproses sejumlah besar informasi, dan mampu digabung dengan piranti lain seperti: proyektor dan sound system, yang menjadikan komputer sebagai media potensial dalam bidang pembelajaran.

(9)

pembelajaran itu sangat tergantung pada model pengajaran dan kebutuhan siswa, seperti diungkapkan oleh Irby (1985) yang diikuti Colleen dan Steven (1989). Beberapa CD (Compact Disk) yang berisi paket-paket pembelajaran matematika pun sudah banyak ditawarkan di pasaran, dengan bermacam model seperti dalam bentuk tutorial, latihan soal, simulasi maupun permainan (game). Bisa dikatakan komputer mempunyai potensi dalam menciptakan pembelajaran matematika secara interaktif.

Dengan menggunakan pembelajaran komputer yang interaktif, dapat mempermudah pemahaman materi matematika bagi sebagian besar siswa masih dirasakan sulit. Hal ini dikarenakan objek-objek matematika bersifat abstrak. Menurut Suharta (2001), banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika karena objek matematika bersifat abstrak. Penggunaan metode-metode pembelajaran yang bervariasi sangat perlu dilakukan guru di dalam memberikan pengertian dan pemahaman konsep matematika kepada siswa.

Suatu konsep matematika yang disampaikan oleh guru hendaknya dibuat bermakna bagi siswa yang mempelajarinya. Seperti yang disebutkan oleh Marpaung (2001), yang bermakna itu lebih mudah dipahami siswa daripada yang tidak bermakna. Karena pembelajaran matematika akan diterima baik oleh siswa maupun masyarakat sebagai sesuatu yang bermakna bagi mereka (Rudhito, 2001), maka konsep matematika yang dibentuk siswa harus diupayakan tidak akan cepat lupa dari memorinya.

(10)

mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran dikelas (Soedjadi, 2000; Price, 1996; Zamroni, 2000 dalam Suharta, 2001). Kaitannya dengan pembelajaran matematika, guru (calon guru) hendaknya dapat menguasai perangkat lunak yang mendukung bidang matematika seperti MS Word, MS PowerPoint, MS Exel, MS FrontPage, Turbo Pascal, Visual Basic, MATLAB, MApple, Mathcad, atau program aplikasi lainnya. Hal ini dimaksudkan para pendidik matematika dapat menyiapkan sendiri bahan pembelajaran berbasis komputer.

Program-program aplikasi tersebut di antaranya dapat dimanfaatkan untuk mendesain tutorial, presentasi, drill dan latihan, simulasi, pemecahan masalah, dan permainan. Tutorial dan presentasi akan meningkatkan atau memperkaya informasi yang dimiliki peserta didik. Drill dan latihan akan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan matematis peserta didik. Simulasi memungkinkan untuk mengajak perserta didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan daya kritis, sebab biasanya simulasi ini digunakan untuk menyajikan gambaran dari konteks dunia nyata.

(11)

kemampuan mengorganisasikan strategi. Hal ini akan melatih orang berpikir kritis, logis, dan kreatif yang sangat diperlukan dalam menghadapi perkembangan masyarakat (Sumarmo, 1994). Sedangkan menurut Learning and Teaching Scotland and the Ideas Network (LTSIN) bila kemampuan berpikir kreatif

berkembang pada seseorang, maka akan menghasilkan banyak ide, membuat banyak koneksi (kaitan), mempunyai banyak perspektif terhadap suatu hal, membuat dan melakukan imajinasi, dan peduli akan hasil (LTSIN, 2004).

(12)

namun dengan tingkat kesulitan lebih tinggi, karena siswa tidak sekedar mengingat konsep-konsep atau materi dasar, melainkan dituntut untuk mampu menganalisis dan sekaligus memecahkan masalah.

Menurut Sabandar (2002) Pengajaran geometri di sekolah diharapkan akan memberikan sikap dan kebiasaan sistematik bagi siswa untuk bisa memberikan gambaran tentang hubungan-hubungan di antara bangun-bangun geometri serta penggolongan-penggolongan diantara bangun-bangun tersebut. Karena itu perlu disediakan kesempatan serta peralatan yang memadai agar siswa bias mengobservasi, mengeksplorasi, mencoba, serta menemukan prinsip-prinsip geometri lewat aktivitas informal untuk kemudian meneruskannya dengan kegiatan formal dan menerapkannya apa yang mereka pelajari.

Ada beberapa pertimbangan tentang penggunaan Dynamic Geometry Software seperti Cabri Geometry II dalam pembelajaran matematika, khususnya geometri. Menurut Thomas (2001:47) bahwa dengan menggunakan Dynamic Geomety Software seperti Cabri Geometry II, siswa dapat dengan cepat

melakukan eksplorasi, menganalisa apa yang berubah dan apa yang tetap, serta siswa dapat menyusun konjektur dari situasi geometri yang diberikan.

Goindenber & Cuoco (1998) mengatakan, bahwa Dynamic Geometry Software seperti Cabri Geometry II memberikan kesempatan bagi siswa dalam

(13)

Eric Bainville (2005) menyatakan, bahwa Cabri Geometry II menawarkan suatu dimensi keseluruhan baru dalam membangu objek-objek geometris di suatu komputer, seperti menggambar, menarik, dan mengolah figur-figur dari yang paling sederhana ke yang paling rumit pada tahap yang manapun untuk menguji kontruksi, membuat dugaan, mengukur, menghitung, menghilangkan objek, membuat peruahan atau mengembalikan gambar semula secara lengkap. Cabri Geometry II adalah alat untuk mengajar dan belajar ilmu ukur, yang dirancang

untuk para guru seperti juga untuk para siswa pada semua tingkat, dari sekolah dasar ke universitas.

Bagaimana kaitan pemecahan masalah geometri dengan pembelajaran berbantuan program Cabri Geometry II? Pembelajaran berbantuan program Cabri Geometry II haruslah konsisten dengan prinsip pemecahan masalah geometri,

(14)

pemecahan masalah matematika, dengan menggunakan pembelajaran berbantuan Cabri Geometry II dapat dilakukan pengecekan terhadap jawaban sesuai dengan

apa yang ditanyakan.

Dengan meminimalisasi keterbatasan-keterbatasan pada penelitan terdahulu, baik terhadap analisis stastitik yang digunakan (kualitatif dan kuantitatif), pemilihan subyek penelitian (seluruh karakteristik populasi), topik materi yang sifatnya lebih formal pada jenjang pendidikan sekolah (sekolah menengah pertama), dan klasifikasi kemampuan matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) dirasakan masih perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan penggunaan Cabry geometry dalam pembelajaran matematika.

Beberapa hal yang masih perlu diungkap lebih jauh berkaitan dengan pembelajaran matematika berdasarkan pendekatan matematika dengan penggunaan Cabry geometry dalam pembelajaran matematika antara lain: (i) Apakah kemampuan pemecahan masalah geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geomety II lebih baik daripada kemampuan siswa (tinggi, sedang, rendah) yang memperoleh pembelajaran secara konvensional? (2) Apakah kemampuan berpikir kreatif geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geometry II lebih baik daripada kemampuan siswa (tinggi, sedang, rendah) yang

(15)

yang belajar dengan pembelajaran pemecahan masalah geometri berbantuan program Cabri Geometri II dan siswa yang belajar dengan pembelajaran secara konvensional?

Dugaan bahwa kemampuan matematika siswa yang diklasifikasikan kedalam kelompok kemampuan tinggi, sedang, dan rendah memberikan kontribusi pada kemampuan pemecahan masalah dan kreatif geometri, maupun sikap positif terhadap matematika yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar matematika adalah cukup beralasan. Ditinjau dari objek matematika yang terdiri dari fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip menunjukkan bahwa matematika sebagai objek abstrak yang merupakan ilmu terstruktur, akibatnya perlu memperhatikan hirarki dalam belajar matematika. Artinya pemahaman materi atau konsep baru yang mensyaratkan penguasaan materi atau konsep sebelumnya perlu menjadi perhatian dalam urutan proses pembelajaran. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Begle (Darhim, 2004) bahwa salah satu faktor prediktor terbaik untuk hasil belajar matematika adalah hasil belajar matematika sebelumnya, dan peran variabel kognitif lainnya tidak sebesar variabel hasil belajar matematika sebelumnya.

(16)

dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan lingkungan belajar khususnya pendekatan pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan artinya pemilihan pendekatan pembelajaran harus dapat mengakomodasi kemampuan geometri siswa yang heterogen sehingga dapat memaksimalkan hasil belajar siswa.

Berkaitan dengan pendekatan pembelajaran dan kemampuan matematika siswa, menurut Ruseffendi (1988) matematika modern lebih baik untuk anak berkemampuan tinggi (pandai) tetapi lebih jelek untuk anak lemah, sedangkan back to basic lebih baik untuk anak kemampuan rendah (lemah) dan lebih jelek

untuk anak kemampuan tinggi (pandai). Demikian juga dalam pembelajaran matematika menggunakan Cabry Geometry II, dimana pembelajaran yang merupakan dynamic, eksperimen, observasi, eksplorasi, cepat waktu dan konjektur salah satu karakteristiknya memainkan peranan yang sangat penting dalam membantu siswa menyelesaikan permasalahan matematika.

(17)

Dari uraian diatas, maka diduga pemecahan masalah geometri berbantuan program Cabri Geometry II dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kreatifitas matematis siswa, yang melibatkan cara berpikir dan bernalar melalui kegiatan konstruksi, eksplorasi, dan penemuan; serta melibatkan cara menyampaikan informasi akan tetapi harus didukung dengan fasilitas sekolah yaitu adanya laboratorium komputer, yang mana satu siswa mendapat satu komputer.

Pembelajaran berbasis masalah berbantuan program Cabri Geometry II, diperkirakan dapat memberi konstribusi terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah geometri dan kreatif siswa. Mungkinkah pendekatan pembelajaran pemecahan masalah berbantuan Cabri Geometry II ini mampu memberikan suatu solusi terhadap rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan kreativitas geometri siswa? Hal ini menarik perhatian penulis untuk meneliti apakah pembelajaran pemecahan masalah berbantuan program Cabri Geometry II dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kreativitas geometri siswa?, oleh karena itu penulis mengajukan sebuah study dengan judul : Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Geometri Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajran Berbasis Masalah Berbantuan Program Cabri Geometry II

B. Perumusan Masalah

(18)

Pertama yang menggungkap kemajuan kemampuan pemecahan masalah geometri matematik dan berpikir kreatif matematik siswa selama dan setelah mengikuti pembelajaran matematika dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan komputer dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

Penelitian ini mengajukan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah kemampuan pemecahan masalah geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geomety II lebih baik daripada kemampuan siswa tinggi yang memperoleh pembelajaran secara konvensional? 2. Apakah kemampuan pemecahan masalah geometri siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geomety II lebih baik daripada kemampuan siswa sedang yang memperoleh pembelajaran secara konvensional? 3. Apakah kemampuan pemecahan masalah geometri siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geomety II lebih baik daripada kemampuan siswa rendah yang memperoleh pembelajaran secara konvensional? 4. Apakah kemampuan berpikir kreatif geometri siswa yang memperoleh

(19)

5. Apakah kemampuan berpikir kreatif geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geometry II lebih baik daripada kemampuan siswa sedang yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional?

6. Apakah kemampuan berpikir kreatif geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geometry II lebih baik daripada kemampuan siswa rendah yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional?

7. Apakah ada kaitan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif geometri siswa?

8. Bagaimana sikap siswa selama proses belajar mengajar siswa yang belajar dengan pembelajaran pemecahan masalah geometri berbantuan program Cabri Geometri II dan siswa yang belajar dengan pembelajaran secara konvensional?

C. Tujuan Penulisan

(20)

geometri. Selain itu juga untuk melihat perkembangan kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan pendekatan tersebut di atas.

Untuk lebih rinci tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menelaah kemampuan pemecahan masalah geometri siswa berkenaan dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri Geometry II, sekaligus membandingkan kualitas hasil kemampuan siswa (tinggi, sedang, rendah) tersebut dengan kemampuan pemecahan masalah geometri pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. 2. Menelaah kemampuan berpikir kreatif geometri siswa berkenaan

dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri Geometry II, sekaligus membandingkan kualitas hasil kreativitas geometri siswa yang pembelajaran konvensional.

3. Melihat pencapaian kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kreatif geometri siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri geometry II, sekaligus membandingkan dengan pencapaian kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kreatif geometri siswa yang mengikuti pembelajaran dengan konvensional.

D. Manfaat Penulisan

(21)

Manfaat Praktis :

1. Sebagai media bagi guru dan calon guru dalam mengenal software-software pembelajaran yang digunakan untuk mendukung pembelajaran matematika di sekolah.

2. Sebagai media bagi guru dan calon guru untuk menggembangkan kemampuan dan keahlian komputer dan mengaplikasikannya dalam pembelajaran matematika.

3. Sebagai media untuk siswa dan guru dalam mengembangkan kemandirian dan kreativitas belajar matematika dengan panduan lembar kerja siswa dalam pembelajaran.

Manfaat Akademik :

1. Mengkaji alternatif pembelajaran khususnya pada pelajaran matematika, yang selama ini biasanya hanya pendektan konvensional yang di laksanakan di kelas saja.

2. Memanfaatkan laboratorium komputer secara optimal dalam pembelajaran matematika.

E. Definisi Operasional

(22)

1. Kemampuan pemecahan masalah geometri adalah kemampuan menyelesaikan masalah menurut Oregon yang meliputi empat kemampuan sebagai berikut :

a. Pemahamaan Konsep b. Proses dan Strategi c. Komunikasi dan Koneksi d. Argumentasi

e. Keakuratan

2. Kemampuan berpikir kreatif geometri adalah kemampuan dalam geometri yang meliputi empat kemampuan sebagai berikut:

a. Kelancaran

Kelancaran adalah kemampuan menjawab masalah geometri secara tepat.

b. Keluwesan

Keluwesan adalah kemampuan menjawab masalah geometri, melalui cara yang tidak baku (beragam).

c. Keaslian

(23)

d. Elaborasi

Elaborasi adalah kemampuan memperluas jawaban masalah, memunculkan masalah baru atau gagasan baru (menggungkap secara detail).

3. Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan program Cabri Geometry II adalah pendekatan yang dimulai dengan menyiapkan masalah-masalah yang relevan dengan konsep yang akan dipelajari dan untuk menyelesaikan masalah tersebut siswa harus bekerja sendiri dengan guru sebagai fasilitator. Dalam masalah tersebut, siswa menggunakan alat bantu komputer.

F. Hipotesis

Dari uraian di atas, maka dapatlah diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Kemampuan pemecahan masalah geometri siswa tinggi yang mengikuti proses pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan komputer lebih baik dari pada siswa yang mengikuti proses pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.

(24)

3. Kemampuan pemecahan masalah geometri siswa rendah yang mengikuti proses pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan komputer lebih baik dari pada siswa yang mengikuti proses pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.

4. Kemampuan berpikir kreatif geometri pada siswa tinggi yang mengikuti proses pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan komputer lebih baik dari pada siswa mengikuti proses pembelajaran konvensional.

5. Kemampuan berpikir kreatif geometri pada siswa sedang yang mengikuti proses pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan komputer lebih baik dari pada siswa mengikuti proses pembelajaran konvensional.

6. Kemampuan berpikir kreatif geometri pada siswa rendah yang mengikuti proses pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan komputer lebih baik dari pada siswa mengikuti proses pembelajaran konvensional.

7. Terdapat hubungan antara kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif geometri.

8. Sikap siswa selama proses belajar mengajar siswa yang belajar dengan pembelajaran pemecahan masalah geometri berbantuan program Cabri Geometri II dan siswa yang belajar dengan pembelajaran secara

(25)
(26)
(27)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan eksperimental dengan bentuk desain kelompok kontrol pretes – postes. Desain ini digunakan karena penelitian ini menggunakan kelompok kontrol, adanya dua perlakuan yang berbeda dan pengambilan sampel yang dilakukan secara acak. Desain penelitian yang dilakukan adalah The Randomized Pre-test Pos-test Control Group Design (Fraenkel JR, Wellen, NE, 1993:248). Dipilih dua sampel kelas yang homogen secara acak, dan kepada mereka disajikan pembelajaran yang berbeda.

Adapun desain penelitiannya adalah sebagai berikut:

Kelas Eksperimen : O X1 O Kelas kontrol : O X2 O

Dimana : O: Observasi pretes / postes

X1: Perlakuan dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri Geometry II.

X2: Perlakuan dengan pembelajaran biasa yang tidak menggunakan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri Geometry II.

(28)

kepada kelompok eksperimen maupun kepada kelompok kontrol. Pengukuran sebelum diberikan perlakuan (pretes) bertujuan untuk melihat kesetaraan kemampuan awal kedua kelompok.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengambil populasi penelitiannya adalah SMP Aloysius Bandung. Sekolah tersebut berada di kota Bandung. Sedangkan siswanya setiap tingkat ada lima kelas.

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 8 atau VIII SMP Aloysius Bandung. Sedangkan sampel penelitiannya diambil 2 kelas dengan cara acak menurut kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol dari 5 kelas siswa.

C. Instrumen Penelitian

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan lima macam instrumen penelitian, yaitu: tes pemecahan masalah dan berpikir kreatif berbentuk uraian, angket kemandirian belajar siswa dengan model skala Likert dan lembar observasi terhadap pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri geometry II.

C.1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif

a. Penyusunan Tes

(29)

untuk setiap butir soal dilakukan dengan mengikuti pedoman penskoran sebagai berikut:

Tabel 3.1

Pedoman Pemberian Skor Soal Kemampuan Pemecahan masalah (Oregon Mathematics Problem Solving Scoring Guide)

Skor 1 2 3 4 5 6

Pemahaman

Konsep Jawaban Jawaban Jawaban Jawaban Jawaban Memberikan (Conceptual

understanding) tidak Tidak Mengarah Sesuai Dilengkapi alternatif Proses dan

strategi mengarah Spesifik Pada Dengan Dengan solusi

(Processes ano

Strategies) ke solusi atau hanya solusi, Solusi Langkah yang lain

Komunikasi dan

Koneksi (Minimal sekedar Tetapi Seharusnya Langkah (enhanced)

(30)

Tabel 3.2

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Berpikir Kreatif

Skor 1 2 3 4

Kelancaran

(fluency)

Keluwesan Menghasilkan Menghasilkan Jawaban yang Jawaban

(flexibility) banyak jawaban tidak lazim, Terperinci

Keaslian gagasan

yang

bervariasi, yang lain dari dengan

(originality) atau jawaban pemikiran yang yang lain detail dan dapat

Penguraian yang relevan berbeda-beda memperluas

(elaboration) Jawaban

Perumusan

Kembali

(reoefition)

Adanya sebuah pedoman pemberian skor dimaksudkan agar terjadinya sebuah hasil yang obyektif karena pada setiap langkah jawaban yang dinilai pada jawaban siswa selalu berpedoman pada patokan yang jelas sehingga mengurangi kesalahan pada penilaian.

(31)

masalah dan 3 untuk berpikir kreatif. Tiap butir soal diperkirakan dapat diselesaikan dalam 10 sampai 15 menit sehingga alokasi untuk pelaksanaan tes ini 90 menit. Skor maksimum untuk soal pemecahan masalah adalah 30 untuk 1 soal sedangkan untuk berpikir kreatif 20 untuk 1 soal . Sehingga skor ideal untuk tes pemecahan masalah adalah 90, dan tes berpikir kreatif 60. Kisi-kisi dan soal tes dapat dilihat pada Lampiran B.

b. Analisis Tes

(32)

dianalisis validitas empiriknya, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukarannya. Sebelum diujicobakan pada siswa kelas 3 (IX) SMP Alloysius Bandung. Setelah dilakukan pemeriksaan dan pemberian skor terhadap jawaban siswa, maka kegiatan selanjutnya adalah menganalisa tes berdasarkan skor jawaban yang diperoleh. Berikut adalah hasil analisis validitas empiriknya, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran dari tes.

1) Analisis Validitas Tes

Klasifikasi koefisien validitas menurut Guilford (Suherman dalam Putri,2006) adalah:

Gambaran hasil perhitungan signifikasi dan derajat validitas butir soal dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini.

Tabel 3.4.

Perhitungan Validitas Tes Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif No. Butir

Soal Korelasi

Interpretasi

(33)

Jadi dari 6 soal yang digunakan untuk menguji kemampuan tersebut berdasarkan kriteria validitas tes dari Guilford diperoleh 6 soal mempunyai validitas tinggi atau baik. Artinya tidak semua soal mempunyai validitas yang baik.

Selanjutnya, dari hasil perhitungan validitas dari Anates V4 diperoleh nilai korelasi xy = 0,63 untuk tes pemecahan masalah dan berpikir kreatif, apabila di interpretasikan berdasarkan kriteria validitas tes dari Guilford maka dapat dikatakan bahwa soal tes pemecahan masalah dan berpikir kreatif secara keseluruhan memiliki validitas sedang atau cukup.

2) Analisis Reliabilitas Tes

Klasifikasi koefisien reliabilitas menurut Guilford (Suherman dalam Putri, 2006) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.5.

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Nilai

r

11 Interpretasi 0,00 – 0,20

(34)

berdasarkan kriteria reliabilitas tes dari Guilford maka dapat dikatakan bahwa soal tes pemecahan masalah secara keseluruhan memiliki reliabilitas yang tinggi.

3) Analisis Daya Pembeda

Menentukan Daya Pembeda (DP) dari tiap soal. Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi atau pandai (termasuk dalam kelompok unggul) dengan siswa yang berkemampuan rendah atau kurang (termasuk kelompok asor). Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik jika siswa yang pandai dapat mengerjakan dengan baik dan siswa yang berkemampuan kurang tidak dapat mengerjakannya dengan baik. Proses penentuan kelompok unggul dan kelompok asor ini adalah dengan cara terlebih dahulu mengurutkan skor total setiap siswa mulai dari skor tertinggi sampai dengan yang terendah (menggunakan perhitungan dengan AnatesV4) yang dapat dilihat dalam lampiran. Dari hasil perhitungan tersebut dapat langsung dilihat daya pembeda dari tiap butir soal.

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang digunakan menurut To (dalam Putri, 2006) adalah sebagai berikut:

Negatif – 10% = sangat buruk, harus dibuang 10% – 19% = buruk, sebaiknya dibuang

20% – 29% = agak baik, kemungkinan perlu direvisi 30% – 49% = baik

50% keatas = sangat baik

(35)

Tabel 3.6.

Daya Pembeda Tiap Butir Soal Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif

Jenis Tes Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,36 Baik

Pemecahan Masalah 2 0,43 Baik

4 0,50 Baik sekali

5 0,36 Baik

Kreatif 3 0,37 Baik

6 0,39 Baik

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk soal tes pemecahan masalah yang terdiri dari 3 soal tes, terdapat dua soal yang memiliki daya pembeda yang baik yaitu soal nomor 1 dan 2, dan terdapat satu soal yang daya pembedanya baik sekali yakni soal nomor 4 dan untuk soal berpikir kreatif soal nomor 3, 5 dan 6 memiliki daya pembeda yang baik sehingga dapat digunakan.

4) Analisis Tingkat Kesukaran Soal

Tingkat kesukaran soal adalah peluang menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu, yang biasanya dinyatakan dengan indeks atau persentase. Semakin besar persentase tingkat kesukaran maka semakin mudah soal tersebut.

Klasifikasi interpretasi untuk tingkat kesukaran soal yang digunakan menurut To (dalam Putri, 2006) adalah:

0% – 15% = sangat sukar 16% – 30% = sukar

31% – 70% = sedang 71% – 85% = mudah

(36)

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan AnatesV4, diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal yang rangkumannya secara terinci disajikan pada Tabel 3.7 berikut ini:

Tabel 3.7.

Tingkat Kesukaran Tiap Butir Soal Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Geometri

Jenis Tes Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

1 0,70 Sedang

Pemecahan Masalah 2 0,58 Sedang

4 0,30 Sukar

5 0,69 Sedang

Kreatif 3 0,70 Sedang

6 0,70 Sedang

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk soal yang mengukur kemampuan pemecahan masalah siswa yang terdiri dari 3 soal tes, terdapat satu soal yang memiliki tingkat kesukaran yang mudah yaitu soal nomor 4; dan dua soal yaitu soal nomor 1 dan 2 memiliki tingkat kesukaran yang sedang; sedangkan untuk soal kemampuan berpikir kreatif soal nomor 3, 5 dan 6 tingkat kesukarannya sedang.

5) Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes

(37)

Tabel 3.8.

Rekapitulasi Analisis Hasil Uji coba Soal Tes Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif

Masalah 2 Sedang Baik Valid 0, 830

4 Sukar Baik sekali Valid

3 Sedang Baik Valid

Kreatif 5 Sedang Baik Valid 0,848

6 Sedang Baik Valid

C.2. Analisa Skala Siswa

Skala siswa digunakan untuk memperoleh data mengenai tanggapan siswa terhadap model pembelajaran menggunakan komputer. Indikator yang digunakan dalam penyusunana angket adalah pendapat siswa tentang penggunaan komputer dalam pembelajaran matematika mengenai petunjuk dan keterbacaan program, pemahaman konsep, ketrampilan menggunakan program dan kesulitan tes.

(38)

C.3. Lembar Observasi

Tujuan dari lembar observasi ini adalah untuk mengetahui kekurangan-kekurangan terhadap proses pembelajaran sehingga pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Adapun dalam penelitian ini, dalam melakukan observasi setiap tindakan yang diambil yaitu aktivitas atau kinerja guru dan aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen. Lembar observasi digunakan pada kelas eksperimen karena indikator-indikator pengamatan yang dikembangkan dibuat khusus untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri Geometry II dalam aspek kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif

geometri siswa. Observernya dilakukan oleh guru pamong sekolah tempat penelitian. Secara lengkap, lembar observasi belajar pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri Geometry II dapat dilihat pada Lampiran B.

D. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data

(39)

Tabel 3.11 teknik pengumpulan data

1 Siswa Pemahaman konsep siswa sebelum

pemanfaatan program Komputer

Pretes Butir soal uraian untuk pemahaman

Postes Butir soal uraian untuk pemahaman

(40)

1. Pengelompokkan Siswa

Pengelompokkan dilakukan untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah geometri dan berpikir kreatif geometri yang terjadi pada siswa berbeda menurut kategori yaitu: kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah. Pengelompokkan ini dilakukan menurut kemampuan matematik siswa dari materi sebelumnya atau hasil rata-rata ujian blok siswa.

Untuk menentukan jumlah siswa anak yang berada pada ,masing-masing kelompok siswa, maka digunakan pedoman yang dikemukakan Arikunto (2007:264) yang menggunakan rerata kelas dan simpangan baku:

1) Bila rerata nilai tes harian siswa berada pada interval lebih dari atau sama dengan ̅ + s, maka siswa dikelompokkan dalam kelompok atas.

2) Bila rerata nilai tes harian siswa berada pada interval ̅ – s sampai ̅ + s maka siswa dikelompokkan dalam kelompok sedang.

3) Bila rerata nilai tes harian siswa berada pada interval kurang dari atau sama dengan ̅ – s maka siswa dikelompokkan dalam kelompok bawah.

Tabel 3.12 Distribusi Kategori Siswa

No Kategori Rentang Jumlah Siswa

1 Tinggi 7,45 – 8,25 4

2 Sedang 6,56 – 7,44 6

3 Rendah 6,00 – 6,55 8

2. Gain Normal

(41)

= Meltzer (2002)

Keterangan:

= .

= .

= ! " # .

Kategori: Tinggi : g > 0,7 ;

Sedang: 0,3 ≤ ≤ 0,7 ; Rendah: g < 0,3

3. Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan terhadap data pretes dan postes pemecahan masalah dan berpikir kreatif geometri. Uji normalitas menggunakan program SPSS for Windows versi standar 13.00.

Untuk mengetahui benar tidaknya kemampuan pemecahan masalah dan kreatif geometri kelompok eksperimen lebih menyebar dibanding kelompok kontrol perlu diuji secara statistik.

Uji normalitas data skor pertes, skor postes, dan skor N-Gain kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan kreatif geometri siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, menggunakan rumus hipotesis kerja:

H0 : Data berasal dari populasi berdistribusi normal

H1 : Data berasal dari populasi tidak berdistribusi normal

Dengan kriteria pengujian: tolak Ho jika Signifikansi (2-tailed) output SPSS<*

(42)

4. Uji Homogenitas

Uji homogenitas antara dua varians pada skor N-Gain kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dengan uji Levene dengan rumusan hipotesis kerja:

H0 : (.*+) = (.++) Varians populasi skor kedua kelompok homogen.

H1 : (.*+) ≠ (.++) Varians populasi skor kedua kelompok tidak

homogen.

.*+= Varians skor kelompok eksperimen

.++= Varians skor kelompok kontrol

Dengan kriteria pengujian: tolak Ho jika Signifikansi output SPSS < , Uji kesamaan rata-rata pada skor pretes, postes, dan N-Gain antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menggunakan uji satu pihak (pihak kanan) untuk menguji rumusan hipotesis kerja:

H0 : 1* = 1+ : Rata-rata kedua kelompok sama

H1 : 1* > 1+: Rata-rata kelompok eksperimen lebih besar dari

kelompok kontrol

1* = Rata-rata kelompok eksperimen

1+ = Rata-rata kelompok kontrol

(43)

5. Menguji Asosiasi antara Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Geometri

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan atau keterkaitan (assosiasi) antara kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan kreatif geometri siswa, digunakan uji independensi antara dua faktor dengan rumus Chi-Kuadrat ( 3+) untuk menguji hipotesis penelitian yaitu: ”Terdapat hubungan (assosiasi) antara kemampuan pemecahan masalah dan kreatif geometri siswa.” dengan rumusan hipotesis kerja:

H5 ∶ Kedua faktor bebas statistik (tidak ada keterkaitan)

H* ∶ Kedua faktor tidak bebas statistik ( ada keterkaitan)

Kriteria pengujian ialah: tolak Ho jika pada taraf konfidensi 95% atau

, = 0,05 nilai 3+89:;<= > 3+: > ?

389:;<=+ = @ @(A9B− D9B)+

D9B E

BF* G

9FB

dengan D9B = (H95 H5B)/H (Sudjana, 2005:279) Besarnya derajat hubungan kedua faktor dihitung menggunakan rumus

koefisien kontingensi J = K LM

LMNO yang dibandingkan terhadap koefisien

(44)

6. Uji Perbedaan Rata-Rata antara Tiga Kelompok pada Kelompok Eksperimen.

Menguji hipotesis perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif siswa berdasarkan kelompok siswa, hipotesis yang diuji:

Ho : 1* = 1+ = 1P

H1 : paling sedikit satu tanda “sama dengan” tidak berlaku.

Dengan 1* = rerata kelompok atas, 1+ = rerata kelompok sedang, dan

1P = rerata kelompok bawah. Rumus statistik yang digunakan adalah ANOVA Satu Jalur:

F = QRE

QRES (Ruseffendi, 1993:412)

Keterangan:

RJKa = varians antar kelompok.

RJKI = varians antar kekeliruan pemilihan sampel.

Kriteria uji: tolak Ho jika Fhitung≥ Ftabel, dalam hal lainnya diterima.

Sebelumnya dilakukan uji kenormalan, hipotesis yang diuji adalah: H0 : Data berdistribusi normal.

H1 : Data tidak berdistribusi normal.

Apabila data yang diperoleh tidak berdistribusi normal, maka pengujiannya menggunakan uji non parametrik untuk tiga sampel yaitu uji Kruskal-Wallis (Ruseffendi, 1993).

7. Analisis Sikap Siswa

(45)

masalah dan berpikir kreatif geometri dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: pemberian skor butir skala sikap dengan berpedoman kepada model skala Likert, mencari skor netral butir skala sikap, membandingkan skor sikap siswa untuk setiap item, indikator dan klasifikasi skala sikap dengan sikap netralnya, untuk melihat kecenderungan sikap siswa. Sikap siswa dikatakan positif jika skor sikap siswa lebih besar dari sikap netralnya, sebaliknya disebut negatif jika skor sikap siswa lebih kecil dari skor netralnya.

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa skala sikap yang digunakan berdasarkan skala Likert dari Fennema-Sherman yang memuat sembilan komponen. Setiap komponen terdiri dari 24 pernyataan masing-masing 12 pernyataan positif dan 12 pernyataan negatif yang dilengkapi dengan lima pilihan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Skor untuk setiap pilihan jawaban dari setiap pernyataan berturut-turut 5, 4, 3, 2, 1 untuk pernyataan positif, dan sebaliknya 1, 2, 3, 4, 5 untuk pernyataan negatif. Sebagai contoh, pernyataan berikut.

Ibu saya menyukai matematika. STS TS N S SS misalnya seorang siswa menjawab pernyataan di atas dengan memberi tanda

silang pada hurup S, karena pernyataan tersebut positif maka skor siswa untuk pernyataan itu adalah 4. Sikap positif siswa terhadap matematika dinyatakan sebagai total dari skor sikap.

(46)

a. Menentukan kriteria skor dari jawaban, skor ini merupakan skor proporsional kumulatif dari frekuensi jawaban yang didapat dari sampel, kemudian ditransformasi ke skor z.

b. Setelah skor dari jawaban didapat, dilakukan validitas pernyataan, dengan metode uji-t satu arah. Pernyataan dinyatakan valid apabila nilai p < 0,05. c. Perhitungan skor netral, yaitu rata-rata skor dari tiap aspek, dan

perhitungan skor skala sikap siswa. Apabila nilai skor skala sikap siswa lebih besar daripada rata-rata skor netral, maka dapat dikatakan bahwa skor skala sikap siswa terhadap pembelajaran ini bersifat positif

Jawaban skala Skala sikap siswa dianalisis dengan metode Subino (1987), yang menentukan kriteria skor dari jawaban, dan skor ini merupakan skor proporsional kumulatif dari frekuensi jawaban yang didapat dari sampel, kemudian ditransformasi ke skor z. Setelah skor dari jawaban didapat, dilakukan validasi pernyataan, dengan metode uji-t satu arah dengan rumus

dengan xa dan xb berturut-turut adalah rataan kelompok atas dan bawah, n = banyak subjek.

Apabila t* > ttabel (atau nilai-p < 0,05), maka butir skala sikap siswa dinyatakan valid dan dapat digunakan.

(47)

pernyataan, dan perhitungan skor dari jawaban siswa. Apabila skor siswa lebih besar dari rata-rata skor netral, maka dapat dikatakan secara umum Skala sikap dari siswa bersifat positif terhadap pembelajaran yang diterapkan.

8. Data Obsevasi

Pada setiap pertemuan di kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan pendekatan berbasis masalah, observasi dilakukan oleh guru matematika. Kegiatan pengamatan ini berpedoman pada lembar observasi dan dilakukan sebaik mungkin, hingga tidak mengganggu atau mempengaruhi aktivitas siswa di kelas selama pembelajaran. Aktivitas siswa yang diamati terdiri dari delapan aspek yang tercantum pada lembar observasi.

(48)

3.1 Alur Kegiatan Penelitian

(49)
(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dalam Bab IV, diperoleh beberapa kesimpulan:

1. Siswa kemampuan pemecahan masalah geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geomety II lebih baik daripada kemampuan siswa tinggi yang

memperoleh pembelajaran secara konvensional.

2. Siswa kemampuan pemecahan masalah geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geomety II lebih baik daripada kemampuan siswa sedang yang

memperoleh pembelajaran secara konvensional.

3. Siswa kemampuan pemecahan masalah geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geomety II lebih baik daripada kemampuan siswa rendah yang

memperoleh pembelajaran secara konvensional.

4. Siswa kemampuan berpikir kreatif geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geometry II lebih baik daripada kemampuan siswa tinggi yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

(51)

berbantuan Program Cabri Geometry II lebih baik daripada kemampuan siswa sedang yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

6. Siswa kemampuan berpikir kreatif geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geometry II lebih baik daripada kemampuan siswa rendah yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

7. Terdapat asosiasi yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif geometri. Dengan derajat asosiasi (ketergantungan) kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif geometri termasuk ke dalam kategori sedang.

8. Dalam kelas dengan pembelajaran menggunakan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri Geometry II, siswa yang memiliki rasa antusias dan minat untuk lebih mendalami lebih lanjut matematika, selain itu berdasarkan slaka sikap siswa, siswa lebih tertarik dengan pembelajaran-pembelajaran yang baru.

B. Saran

Beberapa saran atau rekonmendasi yang dapat dikemukakan:

(52)

Cabri Geometry II menyediakan suatu lingkungan belajar interaktif. Hanya

perlu diperhatikan bahwa tidaklah mudah untuk memulai dengan masalah dalam tiap topik geometri.

2. Untuk topik geometri, pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri Geometry II memakan waktu lebih lama dari pembelajaran konvensional.

Jadi, disarankan Cabri Geometry II diterapkan pada topik-topik matematika yang esensial, sehingga konsep topik-topik ini dapat lebih dipahami secara mendalam.

3. Membiasakan peserta didik dengan masalah, mengingat dalam dunia nyata terdapat sebagian besar masalah mempunyai solusi banyak dan benar. 4. Pengajar bertindak sebagai fasilitator, tidak menggurui, tidak memberikan

solusi, tidak memberikan rumus/dalil/formula yang diperlukan dalam suatu masalah, karena peserta didiklah yang harus mencari atau mengkonstruksi sendiri.

(53)

Arnawa, M. (2006). Meningkatkan Kemampuan Pembuktian Mahasiswa dalam

Aljabar Abstrak melalui Pembelajaran Berdasarkan teori APOS. Bandung:

Desertasi UPI, Tidak dipublikasikan.

Bandura, A. (1994). Self-Efficacy. Dalam V. S. Ramachaudran (Ed.), Encyclopedia

of Human Behavior, Vol. 4. New York: Academic Press. [Online]. Tersedia:

http://www.des.emory.edu/mfp/BanEncy.html

______. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W.H. Freeman and Company.

Barrett, T et al., (2005). Handbook of Enquiry & Problem Based Learning. Barrett,

T., Mac Labhrainn, I., Fallon, H. (Eds). Galway: CELT. [Online]. Tersedia

http://www.nuigalway.ie/celt/pblbook [25 Februari 2008].

Begle, E.G. (1979). Critical Variabels in Mathematics Education. Washington D.C: The Mathematical Association of America and NCTM.

Clements, D.H. dan Battista, M. 1992. Geometry and Spatial Reasoning. Dalam D.A.Grouws (editor), Handbook of Research on Mathematics Teaching and

Learning. New York : Macmillan Publishing Company.

Darhim (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Konstekstual terhadap Hasil

Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal dalam Matematika.

Disertasi Doktor pada PPS UPI. : Tidak Diterbitkan.

Darmawijaya S. 2002. Basis Kompetensi Lulusan Suatu Jenjang Pendidikan. Kumpulan Makalah, Pelatihan. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Duch, B.J., Groh, S.E., dan Allen, D.E. (2001). Why Problem-Based Learning: A Case Study of Institutional Change in Undergraduate Education. Dalam B.J. Duch, S.E. Groh, dan D.E. Allen (Eds): The Power of Problem-Based

Learning. Virginia, Amerika: Stylus Publishing.

Erickson, D.K. (1999). A Problem-Based Approach to Mathematics Instruction. The

(54)

Hackett, G. dan Betz, N. E. (1989). An Exploration of the Mathematics Self-Efficacy/Mathematics Performance Correspondence. Journal for Research in

Mathematics Education, 20.

Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMP. Bandung: Disertasi UPI.

Tidak dipublikasikan.

http://www.chartwellyorke.com/gettingstarted.pdf

http://www.pf.jcu.cz/cabri/examples/index.html

Jacobs, H R. 1974. Geometry. W. H. Freeman And Company San Francisco.

Lee, M.G.C, dan O. S, Tan, (2004). Collaboration, Dialogue, and Critical Openness

Through Problem-Based Learning Processes. Dalam Tan (ed.) Enhancing

Thinking Through Problem-Based Learning Approaches. Singapore: Thomson

Learning.

Mandell C J. & Mandell, S L. (1989): Computer in Education Today.

Mariotti, M. A. (2002). The Influence of Technological Advances on Students

Mathematical Learning. (Dalam: Handbook of International Research in Mathematical Education. Ed. Lyn D. English). New Jersey: NCTM

Marpaung, Y. 2002. Perubahan Paradigma Pembelajaran di Sekolah. Kumpulan Makalah, Universitas Sanata Dharma.

Nurkancana. 1983. Evaluasi Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.

(55)

[19 Mei 2005].

Ruseffendi, E. T. 1985. Pengajaran Matematika Modern Untuk Orang Tua Murid

Guru dan SPG Seri ke Enam. Bandung. Tarsito.

Ruseffendi, E, T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung: Tarsido

Ruseffendi, H.E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung: Tarsito.

Sabandar, J. 2002. Pembelajaran Geometri Dengan Menggunakan Cabri Geometry

II. Kumpulan Makalah, Pelatihan. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Sardiman. 1986. Interaksi dan motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : CV. Rajawali.

Subino. (1987). Konstruksi dan Analisis Tes. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sobel, M A. dan Maletsky, Evan M. 2001. Mengajar Matematika. Jakarta : Erlangga.

Stepien, W.J (1997). Design Problem-based Learning Unit. Journal for the

Education of the Gifted, 20(4), 380-400.

Sudjana, N Dr dan Rivai A Drs. 2002. Media Pengajaran. Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Sugijono, M. Cholik A. 2004. Matematika untuk SMP. Jakarta : Erlangga.

Suharta, I. Gusti Putu (2001): Pembelajaran Pecahan Dalam Matematika Realistik, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional RME di UNESA, Surabaya tanggal 24 februari 2001.

(56)

Tall, D.O. (1995). Cognitive Growth in Elementary and Advanced Mathematical Thinking. Conference of the International Group for the Psychology of

Learning Mathematics,Recife, Brazil, July 1995, Vol I.

_______. (1991). The Psychology of Advanced Mathematical Thinking. Dalam D.O. Tall, (ed), Advanced Mathematical Thinking. The Netherlands: Kluwer Academic Publishers.

Tampomas, H Drs. M. M. 2001. Cermat Matematika SLTP. Jakarta : Yudhistira.

Venkatachary, R. (2004). Keeping the Promise of Rigour and Content in PBM

Curriculum Design Issues in the One Day One Problem Pedagogy.

Gambar

TABEL
Tabel 3.1
Tabel 3.2 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Berpikir Kreatif
Tabel 3.3.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rancangan alternatif produk spring bed yang lebih sederhana agar dapat menurunkan waktu produksi dan biaya yang lebih efisien

untuk mengamati kegiatan guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. e) Mendiskusikan dengan guru kelas dan teman sejawat yang akan diminta. menjadi seorang observer.

4.1.1 Hasil Penelitian tentang Kemampuan Representasi Matematis

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas hepatoprotektor ekstrak etanol kulit bawang merah (EEKBM) dengan mengukur alanin aminotransferase (ALT),

Dari hasil perhitungan didapat persamaan regresi bergandanya : y = 153,45 + 31,9x1 + 76,4x2 ini berarti, jika perusahaan tidak mengeluarkan biaya untuk promosi maka hasil penjualan

Oleh karena itu penulis mengangkat judul dalam penulisan ilmiah ini adalah Analisis Peramalan Penjualan McDonalds Delevery Service di Mall Depok, dengan alasan utama dalam

dilakukan. Menurut Kemmis dan Mc. 14) penelitian juga digambarkan sebagai suatu proses yang dinamis dari keempat aspek yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi

Peneliti mengambil fokus penelitian sebagai berikut : (1) bagaimana perencanaan pembinaan peserta didik, (2) bagaimana pelaksanaan pembinaan peserta didik, (3)