• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SMA BERDASARKAN CLUSTER SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN TES PILIHAN GANDA BERALASAN PADA KONSEP SISTEM REPRODUKSI TUMBUHAN BIJI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SMA BERDASARKAN CLUSTER SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN TES PILIHAN GANDA BERALASAN PADA KONSEP SISTEM REPRODUKSI TUMBUHAN BIJI."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Batasan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II PENGGUNAAN TES PILIHAN GANDA BERALASAN DALAM MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI PADA KONSEP SISTEM REPRODUKSI TUMBUHAN BIJI A. Definisi Konsep ... 9

B. Cara Memperoleh Konsep ... 10

C. Konsepsi & Miskonsepsi ... 12

▸ Baca selengkapnya: cara menghitung nilai ulangan pilihan ganda 25 dan essay 5

(2)

C. Subjek Penelitian ... 30

D. Instrumen Penelitian ... 31

E. Teknik Pengolahan Data ... 35

F. Alur Penelitian ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 39

B. Pembahasan ... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 129

B. Saran ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 132

LAMPIRAN ... 136

(3)

2.1 Derajat Pemahaman Siswa ... 13

2.2 Perbedaan Mikrosporogenesis dan Makrosporogenesis ... 21

2.3 Perbedaan Mikrogametogenesis dan Makrogametogenesis ... 21

2.4 Macam-macam Reproduksi Aseksual pada Tumbuhan ... 27

3.1 Pengambilan Subjek Penelitian dari Populasi ... 31

3.2 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran ... 32

3.3 Hasil Analisis Daya Pembeda ... 33

3.4 Hasil Analisis Validitas ... 34

3.5 Hasil Analisis Reliabilitas ... 34

3.6 Kategori Pemahaman Konsep Siswa yang Dilihat dari Alasan Jawaban Siswa ... 35

3.7 Pola Miskonsepsi Berdasarkan Pola Jawaban Siswa... 36

3.8 Jumlah Siswa yang Mengalami Miskonsepsi Berdasarkan Pola Miskonsepsi ... 37

4.1 Jumlah Siswa Cluster I yang Mengalami Miskonsepsi Berdasarkan Pola Miskonsepsi pada Setiap Tes... 40

4.2 Hasil Uji ANOVA pada Konsepsi Siswa di Cluster I ... 45

(4)

Berdasarkan Pola Miskonsepsi... 54 4.7 Jumlah Siswa Cluster III yang Mengalami Miskonsepsi

Berdasarkan Pola Miskonsepsi pada Setiap Tes... 55 4.8 Hasil Uji ANOVA pada Konsepsi Siswa di Cluster III... 58 4.9 Jumlah Siswa Cluster III yang Mengalami Miskonsepsi

Berdasarkan Pola Miskonsepsi... 60 4.10 Jumlah Siswa Cluster IV yang Mengalami Miskonsepsi

Berdasarkan Pola Miskonsepsi pada Setiap Tes... 61 4.11 Hasil Uji ANOVA pada Konsepsi Siswa di Cluster IV ... 64 4.12 Jumlah Siswa Cluster IV yang Mengalami Miskonsepsi

(5)

2.1 Struktur Alat Reproduksi Angiospermae ... 20

2.2 Strobilus Betina pada Pinus dan Ovule Pinus ... 20

2.3 Makrosporogenesis dan Makrosporogenesis pada Tumbuhan... 22

2.4 Pembentukan Kantung Embrio ... 22

2.5 Polinasi dan Fertilisasi pada Angiospermae... 24

2.6 Polinasi dan Fertilisasi pada Gymnospermae... 25

3.1 Alur Penelitian ... 38

4.1 Grafik Persentase Konsepsi Siswa di Cluster I pada Setiap Tes ... 45

4.2 Grafik Persentase Konsepsi Siswa di Cluster II pada Setiap Tes ... 52

4.3 Grafik Persentase Konsepsi Siswa di Cluster III pada Setiap Tes ... 64

4.4 Grafik Persentase Konsepsi Siswa di Cluster IV pada Setiap Tes ... 62

(6)

A. INSTRUMEN PENELITIAN

1. Kisi-kisi Soal ... 136

2. Soal Pretest ... 137

3. Soal Posttest ... 142

4. Soal Retest ... 147

5. Format Lembar Jawaban ... 152

6. Hasil Uji Coba Instrumen Soal Pretest ... 156

7. Hasil Uji Coba Instrumen Soal Posttest ... 157

8. Hasil Uji Coba Instrumen Soal Retest ... 158

9. Pedoman Wawancara Siswa ... 159

10. Pedoman Wawancara guru ... 161

B. HASIL PENELITIAN 1. Data Penskoran Tes Pilihan Ganda Beralasan pada Cluster I ... 162

2. Data Penskoran Tes Pilihan Ganda Beralasan pada Cluster II ... 165

3. Data Penskoran Tes Pilihan Ganda Beralasan pada Cluster III ... 168

4. Data Penskoran Tes Pilihan Ganda Beralasan pada Cluster IV ...171

5. Hasil Uji ANOVA pada Konsepsi Siswa di Setiap Cluster...174

6. Daftar Miskonsepsi yang Terjadi pada Siswa Cluster I, II, III, dan IV... 179

(7)
(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semua pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah disebut sebagai sains (Herlanti, 2006). Pendidikan sains merupakan upaya para pendidik untuk menyampaikan hasil penelitian ilmiah dari para ilmuwan kepada peserta didiknya. Sains yang dipelajari di sekolah diistilahkan dengan sains sekolah (school science) (Siregar dalam Herlanti, 2006). Salah satu tujuan pembelajaran sains adalah agar siswa dapat memahami konsep, aplikasi konsep, mampu mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya, dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya. Hal ini berarti pembelajaran menekankan pada cara agar siswa memahami dan menguasai konsep, bukan hanya sekedar hapalan dari konsep-konsep tersebut.

(9)

atau pendidikan formal melalui guru yang menyampaikan suatu konsep pada saat proses belajar mengajar di sekolah. Kemampuan siswa menerima suatu konsep tergantung pada kompleksitas dari konsep dan tingkat perkembangan kognitif siswa.

Penguasaan konsep siswa dapat diketahui melalui kesesuaian antara tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan guru dan hasil belajar siswa (Usman dalam Munajam, 2000). Keberhasilan belajar siswa terlihat jika siswa mampu menghubungkan antar konsep yang telah dipelajari. Menurut aliran konstruktivisme (Berg, 1990), materi atau pelajaran baru harus: 1) bersambung dengan konsep siswa yang sudah ada, 2) membongkar konsepsi lama dan membangun kembali konsepsi yang baru.

(10)

dalam Smith, et al., 1993). Beberapa peneliti menunjukkan bahwa siswa yang telah mempunyai ide-ide sebelumnya sering kali mengalami konflik ketika berhadapan dengan informasi baru. Informasi baru ini bisa sejalan atau bertentangan dengan ide-ide siswa yang sudah ada. Kenyataan menunjukkan bahwa konsepsi alternatif siswa sangat resisten terhadap perubahan.

Miskonsepsi dapat terjadi karena siswa hanya menghapal konsep tanpa memperhatikan hubungan antar konsep (Berg 1990). Dalam pembelajaran biologi banyak konsep yang harus dikuasai oleh siswa serta keterkaitan antara konsep-konsep tersebut. Hal ini menyebabkan kesulitan bagi siswa untuk memahami konsep, dan tidak sedikit siswa dalam memahami konsep tersebut menjadi salah sehingga terjadi miskonsepsi.

Mutu pendidikan sains yang masih rendah dapat disebabkan adanya miskonsepsi dan kondisi pembelajaran yang kurang memperhatikan prakonsepsi yang dimiliki siswa. Penyebab miskonsepsi ini mungkin karena para guru mengajar berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa, tanpa memperhatikan prakonsepsi. Dengan asumsi tersebut mereka memfokuskan diri pada upaya penuangan pengetahuan ke dalam kepala para siswanya (Sadia dalam Wilantara, 2005).

(11)

konsep, artinya tidak sesuai dengan tafsiran yang berlaku dan telah disepakati oleh para ilmuan, maka siswa tersebut telah mengalami miskonsepsi (Berg, 1990).

Miskonsepsi merupakan suatu penyimpangan konsep yang sulit untuk diubah dan akan dibawa dalam jangka waktu yang lama (Berg, 1990; Cardak: 2009). Apabila miskonsepsi telah masuk ke dalam struktur kognitif siswa, maka miskonsepsi tersebut akan terus berlanjut sehingga akan berpengaruh terhadap siswa dalam menerima konsep baru. Beberapa penelitian khususnya pada mata pelajaran Biologi telah dilakukan untuk mengetahui miskonsepsi pada siswa, dan hasilnya menunjukkan bahwa banyak dijumpai miskonsepsi pada siswa. Sebagian besar siswa mengembangkan secara konsisten konsep yang salah, dan secara tidak sengaja terus-menerus mengganggu pelajaran. Miskonsepsi itu muncul dari pengalaman sehari-hari dan sulit untuk diperbaiki (Berg, 1990; Kose, 2008).

Faktor lain yang menyebabkan miskonsepsi terjadi pada siswa, diantaranya ketidaklengkapan informasi yang diterima oleh siswa. Permasalahan tentang miskonsepsi yang seringkali ditemui dalam pembelajaran biologi di sekolah adalah kesulitan dalam memahami konsep-konsep biologi yang bersifat abstrak dan sulit untuk dipahami baik yang diperoleh dari pihak siswa, guru maupun dalam buku ajar (Repi, 2004). Selain itu, penggunaan istilah-istilah yang kurang dikenal bahkan tidak dikenal sama sekali dalam menjelaskan atau mendefinisikan konsep baru bisa memicu terjadinya miskonsepsi (Markel dalam Dahar, 1996).

(12)

siswa secara terus menerus dapat mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah. Miskonsepsi pun bersifat persisten (Tamir, 2011), sehingga harus diidentifikasi agar dapat diperbaiki sejak dini. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi masalah miskonsepsi ini. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengidentifikasi masalah miskonsepsi, diantaranya: 1). Teknik identifikasi dengan menggunakan tes yang berbentuk soal pilihan ganda beralasan (Haslam & Treagust, 1987); 2) Pembuatan peta konsep (Dahar, 1996); 3) Menggunakan soal essai (Shaw, et al., 2007); 4). Melalui wawancara individual; 5) menggunakan teknik CRI (Certainty of Respons Indeks) (Hasan dalam Tayubi, 2002); dan 6) menggunakan gambar (Kose, 2008).

Semua materi biologi memungkinkan untuk dimiskonsepsi oleh siswa. Materi yang sering dimiskonsepsi oleh siswa antara lain fotosintesis dan respirasi pada tumbuhan (Haslam & Treagust, 1987), difusi dan osmosis (Odom & Barrow dalam Treagust, 2006), sistem transportasi pada tumbuhan & sistem sirkulasi pada manusia (Wang dalam Treagust, 2006), pertumbuhan tanaman berbunga dan perkembangannya (Lin, 2004), dan genetika (Shaw, et al., 2007). Pada penelitian ini materi yang akan diteliti adalah sistem reproduksi tumbuhan biji.

(13)

siswa yang mengalami miskonsepsi, yaitu tumbuhan tidak dapat melakukan reproduksi seksual, dan hanya melakukan reproduksi aseksual. Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa identifikasi miskonsepsi pada konsep reproduksi tumbuhan biji perlu dilakukan untuk mengetahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa dan penyebab miskonsepsi tersebut. Hal tersebut dapat membantu para pendidik untuk mencegah miskonsepsi terus terjadi pada siswa.

Identifikasi miskonsepsi memerlukan adanya evaluasi (Helm dalam Sunarno, 1998), evaluasi dapat berupa tes dan wawancara untuk mengungkapkan terjadinya miskonsepsi pada siswa. Penelitian miskonsepsi sangat penting untuk mengetahui pemahaman konsep yang telah diterima siswa.

Tes pilihan ganda beralasan merupakan suatu bentuk tes pilihan ganda dengan pemberian alasan terhadap jawaban pilihan ganda yang dipilih. Pemahaman siswa dapat terlihat dari kesesuaian jawaban pilihan ganda dengan alasannya. Tes pilihan ganda beralasan dapat menunjukkan nilai konsepsi siswa yaitu melalui hubungan atau kesesuaian jawaban pilihan ganda dengan alasan yang diberikan. Tes pilihan ganda tidak memerlukan observer dan tidak membutuhkan waktu yang lama seperti wawancara dengan pertanyaan terbuka (Haslam & Treagust, 1987).

B. Rumusan Masalah

(14)

Pertanyaan penelitian yang dapat dijabarkan dari rumusan masalah di atas adalah:

1. Berapa persen (%) siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep sistem reproduksi tumbuhan biji di setiap cluster?

2. Cluster manakah yang paling banyak mengalami miskonsepsi?

3. Pola miskonsepsi manakah yang paling banyak ditemukan pada setiap cluster?

4. Pada subkonsep manakah dari konsep sistem reproduksi tumbuhan biji yang paling banyak dimiskonsepsi siswa pada setiap cluster?

5. Berasal dari manakah miskonsepsi yang terjadi pada siswa tersebut?

C. Batasan Masalah

1. Siswa SMA yang menjadi subjek penelitian merupakan siswa SMA kelas X dari empat cluster sekolah di kota Bandung.

2. Penelitian ini dilakukan pada konsep sistem reproduksi tumbuhan biji (Gymnospermae dan Angiospermae), meliputi reproduksi seksual dan reproduksi aseksual yang disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP) SMA kelas X.

D. Tujuan Penelitian

(15)

E. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada guru tentang miskonsepsi yang dialami siswa pada konsep sistem reproduksi tumbuhan biji, sehingga dapat dilakukan remediasi atau perbaikan proses pembelajaran.

2. Hasil identifikasi miskonsepsi ini dapat digunakan oleh guru dalam menggunakan metode mengajar yang tepat dan menentukan sumber belajar siswa jika miskonsepsi berasal dari sumber belajar, contohnya buku pelajaran siswa.

3. Bagi peneliti lain dapat dijadikan bahan pertimbangan dan rujukan untuk penelitian yang sejenis.

(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional

1. Identifikasi miskonsepsi adalah suatu upaya penyelidikan yang dilakukan untuk mengetahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa dengan menggunakan tes pilihan ganda beralasan dan pedoman wawancara. Jika siswa menjawab benar pada pilihan ganda, tetapi alasan yang diberikan salah untuk jawaban tersebut, maka siswa dinyatakan mengalami miskonsepsi. Miskonsepsi dianalisis dari jawaban siswa setiap tes (pretest, posttest, dan retest), kemudian miskonsepsi tersebut didistribusikan membentuk pola miskonsepsi. 2. Tes pilihan ganda beralasan adalah suatu bentuk tes yang digunakan untuk mengetahui konsepsi siswa dengan cara memberikan soal pilihan ganda dan siswa diharuskan memberikan alasan terhadap jawabannya, sehingga miskonsepsi dapat diidentifikasi dari kesesuaian antara jawaban pilihan ganda dengan alasan yang diberikan siswa. Tes pilihan ganda diberikan sebanyak tiga kali yaitu berupa pretest, posttest, dan retest.

3. Wawancara adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden (siswa dan guru) dengan jalan tanya jawab sepihak. Wawancara dilakukan kepada guru di setiap cluster, dan siswa yang mengalami miskonsepsi untuk mengetahui sumber miskonsepsinya.

(17)

B. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan suatu gejala, peristiwa, dan kejadian yang terjadi pada saat sekarang. Hal yang digambarkan pada penelitian ini adalah miskonsepsi pada siswa dalam konsep Reproduksi Tumbuhan Biji. Pada penelitian ini tidak ada perlakuan. Penelitian deskriptif melibatkan deskripsi, pencatatan, analisis, dan interpretasi yang terjadi pada saat ini. Data yang dianalisis berasal dari hasil tes pilihan ganda beralasan dan hasil wawancara pada siswa dan guru, kemudian data diinterpretasi sehingga miskonsepsi dapat diketahui.

C. Subjek Penelitian

(18)

II. Pengambilan satu kelas dari tiap sekolah dilakukan atas kebijakan sekolah. Pada umumnya siswa di setiap kelas pada satu sekolah memiliki kemampuan yang sama, dan diharapkan kelas yang dipilih dapat mewakili satu sekolah tersebut.

Tabel 3.1 Pengambilan Subjek Penelitian dari Populasi

POPULASI SUBJEK PENELITIAN

Siswa Kelas X di SMA Negeri Bandung – cluster I (7 sekolah)

Satu kelas siswa kelas X di SMAN A, sebanyak 30 orang.

Siswa Kelas X di SMA Negeri Bandung – cluster II (6 sekolah)

Satu kelas siswa kelas X di SMAN B, sebanyak 30 orang.

Siswa Kelas X di SMA Negeri Bandung – cluster III (7 sekolah)

Satu kelas siswa kelas X di SMAN C, sebanyak 30 orang.

Siswa Kelas X di SMA Negeri Bandung – cluster IV (7 sekolah)

Satu kelas siswa kelas X di SMAN D, sebanyak 30 orang.

Jumlah Subjek Penelitian 4 kelas siswa kelas X dari 4 sekolah, sebanyak 120 orang.

D. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini data diperoleh melalui instrumen penelitian yang berupa tes pilihan ganda beralasan untuk mengetahui miskonsepsi siswa, dan pedoman wawancara untuk mengetahui penyebab miskonsepsi tersebut.

1. Tes Pilihan Ganda Beralasan.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes berupa soal pilihan ganda beralasan (Haslam & Treagust, 1987; Morton et al. 2008). Tes pilihan ganda beralasan diujikan sebanyak tiga kali, yaitu pada saat pretest, posttest, dan retest. Soal yang diberikan untuk setiap tes sebanyak 15 butir soal.

(19)

berdasarkan indikator yang sama. Soal tidak dibuat sama pada setiap tes agar mengurangi tingkat menebak siswa dan rasa jenuh siswa karena mengisi soal yang sama sebanyak tiga kali.

Pembuatan soal disusun berdasarkan standar kompetensi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Butir soal yang digunakan sebagian diadaptasi dari Biology Misconceptions, Common Misconceptions in The Life Sciences, HKCE

Annual Report, dan sebagian lagi dibuat oleh peneliti. Instrumen penelitian ini

telah diuji coba untuk mengetahui nilai reliabilitas, validitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya, sehingga instrumen tersebut layak untuk digunakan.

a. Tingkat Kesukaran

Analisis soal mengenai tingkat kesukaran bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaran suatu soal; sukar, sedang, atau mudah. Instrumen penelitian yang telah diujicobakan kemudian dianalisis tingkat kesukarannya menggunakan Anates V4. Hasil analisis tingkat kesukaran setiap butir soal dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran NOMOR

SOAL

TINGKAT KESUKARAN

Pretest Posttest Retest

1 Mudah Sedang Sedang

2 Sedang Sedang Sedang

3 Sedang Sedang Sedang

4 Sukar Sukar Sukar

5 Sedang Mudah Sedang

6 Sedang Sedang Mudah

7 Sukar Sukar Sedang

8 Sedang Sedang Sedang

9 Sedang Sedang Sedang

10 Sedang Sedang Sedang

11 Mudah Sedang Mudah

(20)

NOMOR SOAL

TINGKAT KESUKARAN

Pretest Posttest Retest

14 Sukar Sukar Sukar

15 Sedang Mudah Mudah

b. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh berkemampuan rendah) (Arikunto, 2007). Dari hasil analisis butir soal menggunakan Anates V4, kemudian diinterpretasikan berdasarkan klasifikasi daya pembeda menurut Arikunto (2007) (Tabel 3.3).

Tabel 3.3 Hasil Analisis Daya Pembeda NOMOR

SOAL

DAYA PEMBEDA

Pretest Posttest Retest

1 Cukup Cukup Baik

2 Baik Baik Baik

3 Baik Baik Baik

4 Baik Baik Baik

5 Cukup Cukup Cukup

6 Baik Baik Baik

7 Baik Baik Baik

8 Baik Baik Baik

9 Cukup Baik Baik

10 Baik Baik Baik

11 Baik Baik Baik

12 Baik Baik Cukup

13 Baik Baik Baik

14 Baik Cukup Baik

15 Baik Baik Baik

c. Validitas

(21)

validasi pada Tabel 3.4 merupakan hasil interpretasi validitas berdasarkan koefisien korelasi, dan dapat juga dilihat berdasarkan signifikansi korelasi.

Tabel 3.4 Hasil Analisis Validitas NOMOR

SOAL

VALIDITAS

Pretest Posttest Retest

1 Cukup Cukup Cukup

2 Cukup Cukup Cukup

3 Cukup Cukup Cukup

4 Tinggi Cukup Cukup

5 Cukup Cukup Cukup

6 Cukup Cukup Tinggi

7 Cukup Cukup Cukup

8 Cukup Cukup Cukup

9 Cukup Cukup Cukup

10 Cukup Cukup Cukup

11 Cukup Cukup Tinggi

12 Cukup Tinggi Cukup

13 Cukup Cukup Cukup

14 Cukup Cukup Cukup

15 Cukup Cukup Cukup

d. Reliabilitas

Reliabilitas tes merupakan suatu keajegan tes yang dapat memberikan data sesuai kenyataan. Reliabilitas instrumen pernelitian ini (Tabel 3.5) dianalisis menggunakan Anates V4 dan diinterpretasikan berdasarkan nilai reliabilitas menurut Gilford (Ruseffendi, 1998).

Tabel 3.5 Hasil Analisis Reliabilitas

TES RELIABILITAS

Pretest Tinggi

Posttest Tinggi

Retest Tinggi

2. Pedoman Wawancara

(22)

Arikunto (2006), wawancara adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya-jawab sepihak (pertanyaan hanya diajukan oleh peneliti kepada siswa dan guru). Wawancara dilakukan setelah diketahui pola jawaban siswa yang mengandung miskonsepsi, dan bertujuan untuk memperoleh data dan informasi lebih lanjut tentang miskonsepsi yang terjadi pada siswa berdasarkan hasil tes pilihan ganda beralasan. Siswa yang diwawancara diambil secara purposive sampling dari sejumlah siswa yang mengalami miskonsepsi di setiap cluster, sehingga semua soal dan semua pola miskonsepsi yang ada di setiap cluster dapat terwakili.

E. Teknik Pengolahan Data

1. Membuat Kategori Jawaban Siswa

Pemahaman konsep siswa menggunakan tes pilihan ganda beralasan dikategorikan menjadi tiga kriteria yaitu paham (P), miskonsepsi (M), dan tidak paham (TP). Kriteria ini dilihat dari alasan yang diberikan untuk jawaban pilihan ganda pada setiap butir soal (Tabel 3.6).

Tabel 3.6 Kategori Pemahaman Konsep Siswa yang Dilihat dari Alasan Jawaban Siswa

Kriteria Jawaban Siswa (Alasan)

a. Paham (P) • Jawaban sesuai dengan komponen-komponen yang ditetapkan, walaupun tidak lengkap.

• Jawaban yang diberikan siswa meliputi komponen yang diinginkan.

b. Miskonsepsi (M)

• Jawaban yang diberikan siswa tidak logis.

• Jawaban yang diberikan menunjukkan pemahaman konsep, tetapi juga membuat kesalahan dalam membuat pernyataan tidak sesuai dengan pendapat para ahli.

c. Tidak Paham (TP)

• Jawaban tidak memberikan respon, mengulangi pernyataan, respon yang diberikan tidak relevan dengan jawaban semestinya.

(23)

2. Pemberian Skor dan Penentuan Konsepsi Siswa

Pemberian skor merupakan perwujudan dari konsepsi siswa yang dilakukan pada setiap nomor dalam setiap tes. Konsepsi siswa dikatakan paham (P) dan diberikan skor 2, jika jawaban pilihan ganda benar dan alasannya pun benar (paham). Konsepsi siswa dikatakan miskonsepsi (M) dan diberikan skor 1, jika jawaban pilihan ganda benar sedangkan alasannya salah (miskonsepsi). Konsepsi siswa dikatakan tidak paham (TP) dan diberikan skor 0, jika jawaban pilihan ganda dan alasannya salah (tidak paham). Kategori benar salahnya suatu alasan dapat dilihat pada Tabel 3.6. Signifikansi miskonsepsi pada setiap tes (pretest, posttest, dan retest) dapat diuji menggunakan ANOVA, sehingga dapat diketahui ada tidaknya perbedaan kejadian miskonsepsi pada setiap tes.

3. Penentuan Pola Miskonsepsi Berdasarkan Konsepsi Siswa

Konsepsi siswa pada setiap nomor dalam setiap tes (pretest, posttest, retest) dikategorikan menjadi paham (P, skor 2), miskonsepsi (M, skor 1), dan

tidak paham (TP, skor 0), sehingga setiap siswa memiliki pola yang berbeda-beda pada setiap nomor dalam ketiga tes. Pola konsepsi siswa yang diperoleh pada setiap nomor dalam setiap tes dapat membentuk 27 pola, tetapi hanya pola yang mengandung satu atau lebih miskonsepsi yang diteliti, yaitu sebanyak 19 pola (Tabel 3.7). Hal itu menunjukkan bahwa siswa tersebut mengalami miskonsepsi walaupun hanya pada pretest, posttest, maupun retest saja.

Tabel 3.7 Pola Miskonsepsi Berdasarkan Konsepsi Siswa

NO POLA KONSEPSI SISWA POLA

MISKONSEPSI

PRETEST POSTTEST RETEST

1 TP 0 TP 0 M 1 TP-TP-M 0-0-1

2 TP 0 M 1 TP 0 TP-M-TP 0-1-0

(24)

NO POLA KONSEPSI SISWA POLA MISKONSEPSI

PRETEST POSTTEST RETEST

5 TP 0 P 2 M 1 TP-P-M 0-2-1

6 M 1 TP 0 TP 0 M-TP-TP 1-0-0

7 M 1 TP 0 M 1 M-TP-M 1-0-1

8 M 1 TP 0 P 2 M-TP-P 1-0-2

9 M 1 M 1 TP 0 M-M-TP 1-1-0

10 M 1 M 1 M 1 M-M-M 1-1-1

11 M 1 M 1 P 2 M-M-P 1-1-2

12 M 1 P 2 TP 0 M-P-TP 1-2-0

13 M 1 P 2 M 1 M-P-M 1-2-1

14 M 1 P 2 P 2 M-P-P 1-2-2

15 P 2 TP 0 M 1 P-TP-M 2-0-1

16 P 2 M 1 TP 0 P-M-TP 2-1-0

17 P 2 M 1 M 1 P-M-M 2-1-1

18 P 2 M 1 P 2 P-M-P 2-1-2

19 P 2 P 2 M 1 P-P-M 2-2-1

Pola miskonsepsi yang telah ditemukan kemudian dipilah untuk mengetahui subkonsep yang paling banyak dimiskonsepsi oleh siswa dalam belajar sistem reproduksi tumbuhan biji, maka peneliti mengklasifikasikan subkonsep tersebut berdasarkan indikator yang telah dibuat. Subkonsep yang paling banyak dimiskonsepsi dapat terlihat dari banyaknya siswa yang mengalami miskonsepsi pada nomor soal tertentu (Tabel 3.8).

Table 3.8 Jumlah Siswa yang Mengalami Miskonsepsi Berdasarkan Pola Miskonsepsi

Indikator Subkonsep No. Soal

Pola Miskonsepsi Jumlah TP-TP-M TP-M-TP Dst

N %

N N N

1.1 1. 1 …. …. ….

…. 2. 2 …. …. ….

.... ... 3 .... .... ...

Keterangan: TP : Tidak Paham M : Miskonsepsi P : Paham

N : Jumlah siswa yang memiliki pola miskonsepsi pada setiap nomor soal. % : Persentase jumlah siswapada setiap pola dihitung dari total jumlah siswa

(25)

F. Alur Penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Merumuskan masalah

Studi literatur

Penyusunan instrumen

Pembelajaran dilakukan oleh guru

Posttest

Pengolahan data

Penarikan kesimpulan Pretest Judeement

Uji coba instrumen

Revisi instrumen

(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi terdapat pada setiap cluster. Pada cluster I siswa yang mengalami miskonsepsi sebanyak 76,67%, cluster II sebanyak 50%, cluster III sebanyak 33,33%, dan cluster IV sebanyak 73,33%.

Cluster yang paling banyak mengalami miskonsepsi adalah cluster I.

Tidak hanya dilihat dari jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi, tetapi juga dari jumlah kejadian miskonsepsi dan pola miskonsepsi yang terbentuk (11 pola miskonsepsi). Cluster berikutnya yang banyak mengalami miskonsepsi adalah cluster IV, II, dan III.

(27)

Subkonsep yang banyak dimiskonsepsi oleh siswa di setiap cluster berbeda-beda karena kemampuan siswa yang berbeda dan diajar oleh guru yang berbeda pula. Subkonsep tersebut yaitu siklus hidup (cluster I), polinasi (cluster II dan III), fertilisasi (cluster III), dan perkecambahan (cluster II dan IV). Miskonsepsi yang dialami siswa di setiap cluster pada umumnya disebabkan oleh siswa itu sendiri, guru dan lingkungannya. Miskonsepsi siswa sebagian besar sudah ada pada prakonsepsinya, ada siswa yang mempertahankan miskonsepsinya dan ada juga yang mengubahnya. Hal ini dipengaruhi oleh dirinya sendiri, guru, dan lingkungannya.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, terdapat beberapa saran yang berkenaan dengan penelitian ini antara lain:

1. Hasil penelitian ini dapat ditindaklajuti dengan melakukan remediasi. Remediasi dapat dilakukan oleh guru dan peneliti lain dengan meneliti metode mengajar yang tepat bagi siswanya, sesuai dengan karakteristik siswa di sekolah tersebut.

(28)

3. Penggunaan tes pilihan ganda beralasan dapat digunakan pada konsep biologi lainnya baik untuk pretest, posttest, maupun retest. Guru dapat dengan mudah mengetahui konsepsi siswa karena siswa menjelaskan alasan dari jawaban yang dipilihnya.

4. Penggunaan tes pilihan ganda beralasan dengan pola pemberian pretest, retest, dan posttest dapat diterapkan pada penelitian lainnya selain Biologi.

Pola pemberian tes tersebut dapat memudahkan guru maupun peneliti lain untuk mengetahui konsepsi siswa secara menyeluruh mulai dari sebelum pembelajaran sampai setelah pembelajaran.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Abraham et al. (1992). Understandings And Misunderstandings of Eight Grades of Five Chemistry Concepts Found in Textbooks. Journal of Research In Science Teaching. Vol. 29, No. 2. PP. 105-120.

Alwi et al. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Pusat Bahasa, DEPDIKNAS Balai Pustaka.

Arikunto. (2007). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : Bumi Aksara.

Berg, V.D. (1990). Miskonsepsi Fisika dan Usaha Untuk Menanggulanginya. Salatiga: Universitas Satya Wacana Salatiga.

Campbell et al. (2003). Biologi; Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Cardak, O. (2009). Science Student’s Misconceptions about Birds. Science Research and essay. Vol. 4

Chen & Lin, (1999). Developing a Two-Tier Diagnostic Instrument to Assess High School Students’ Understanding-The Formation of Images by a Plane Mirror. Journal of Department of Physics, Graduate Institute of Science Education, National Kaohsiung Normal University, Taiwan. Vol. 12, No. 3, 2002. pp. 106-121

Cliff, W. (2006). Case Study Analysis and The Remediation of Misconceptions about Respiratory Physiology. Advanced Physiology Education Vol. 30

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Din-Yan, Y. (2010). Instructional Strategis Dealing with Students’ Misconceptions. Biology Teaching Home Page. Hong Kong: Chinese University of Hong Kong.

Fraenkel, J.R. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education. San Francisco: Mc Graw-Hill Inc.

(30)

Haslam & Treagust. (1987). Evaluating Secondary Students’ Misconceptions of Photosynthesis and Respiration in Plants Using Two Tier Diagnostic Instrument. Perth: Science and Mathematic Education Centre.

Herlanti. (2006). Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains. Jakarta : Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hersey, D. (2004). Avoid Misconceptions When Teaching about Plants. Article of Action Bioscience. Amerika: American Institute of Biological Sciences. Kose, S. (2008). Diagnosing Student Misconceptions: Using Drawings as

Research Methode. World Applied Sciences Journal. Vol. 3

Kwen, B.H. (2005). Teachers’ Misconceptions of Biological Science Concepts as Revealed in Science Examination Papers. International Education Research Conference. Singapura: Nanyang Technology University.

Lin. (2004). Development and Application of Two TierDiagnostic Test For High School Students’ Understanding of Flowering Plant Growth and Development. International Journal of Science and Mathematics Education. Vol. 2. (175-199)

Luz, M. (2008). Glucose as The Sole Metabolic Fuel: a Study on The Possible Influence of Teachers’ Knowledge on The Establishment of a Misconception among Brazilian High School Students. Advances in Physiology Education 32:225-230.

Morton, et al. (2008). Common Student Misconceptions in Exercise Physiology and Biochemistry. Advanced Physiology Education Vol. 32

Munajam. (2000). Analisis Miskonsepsi Siswa pada Konsep Reaksi Redoks. Tesis S2 pada FPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Renner et al. (1990). Understandings And Misunderstandings of Eight Grades of Four Physics Concepts Found in Textbooks. Journal of Research In Science Teaching. Vol. 27, No. 1. PP. 35-54.

Repi, R.A. (2004). Profil Kemampuan Awal dan Miskonsepsi IPA Biologi Siswa SMA Se-Kota Manado. Jurnal pendidikan matematika dan sains. Vol. 1 No. 1(41-47),Jurusan Biologi FMIPA Universitas Manado.

(31)

Schussler, E. (2008). From Flowers to Fruits: How Children’s Books Represent Plant Reproduction. International Journal of Science Education. Vol. 30 No. 12.

Shaw, et al. (2007). Essay Contest Reveals Misconceptions of High School Students in Genetics Content. Genetic Society of America. Vol. 5.

Smith, et al. (1993). Misconceptions Reconceived: A Constructivist Analysis of Knowledge in Transition.

Sunarno, W. (1998). Model Remediasi Miskonsepsi Dinamika Menggunakan Animasi Simulasi dengan Komputer. Disertasi Doktor pada FPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Suparno, P. (2005). Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika. Jakarta: Agrasindo.

Surbakti. (2000). Analisis Miskonsepsi Siswa Madrasah Aliyah tentang Konsep Reproduksi Sel. Tesis. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sutrisno. (2007). Menyusuri Pembelajaran Sains 3 , Dari fakta ke konsep IPA. Artikel.[Online].Tersedia: http:// www.pontianakpost.com/berita/ index .asp? Berita= Edukasi &id=146674.

Tamir, P. (2011). Some Issues Related to The Justifications to Multiple-Choice answers. Journal of Biology Education. Vol. 23 No.4 (285-292).

Tayubi, Y. R. (2002). Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep-konsep Fisika dengan Menggunakan CRI. Laporan Penelitian UPI. Bandung: UPI

Turkmen & Usta. (2007). The Role of Learning Cycle Approach Overcoming Misconceptions in Science. Vol :15 No:2 (491-500).

Treagust. (2006). Diagnostic Assessment in Science as a Means to Improving Teaching, Learning and Retention. Journal of Science and Mathematics Education Centre, Curtin University of Technology, Australia.

D.F.Treagust@curtin.edu.au. [Online]. (http://JchemEd.wisc.edu/

JCEWWW/Features/CqandChP/ExTypesConceptQuestions.htm1#Tiered question).

(32)

Penalaran Formal Siswa. Tesis. Singaraja: IKIP Singaraja Bali. [Online]. Tersedia : http// www. damandiri. or.id /file/iputuekaikipsingbab1.pdf. Zeilik. (1998). Conceptual Diagnostic Tests. Artikel of Department of Physics

Gambar

Tabel 3.1 Pengambilan Subjek Penelitian dari Populasi SUBJEK PENELITIAN Satu kelas siswa kelas X di SMAN A,
Tabel 3.2.
Tabel 3.3 Hasil Analisis Daya Pembeda DAYA PEMBEDA Posttest
Tabel 3.4 Hasil Analisis Validitas VALIDITAS Posttest
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan pedoman nasional dan penetapan kebijakan provinsi di bidang pemahaman sejarah nasional, sejarah wilayah, sejarah lokal dan sejarah kebudayaan daerah..

Hasil dari interkoneksi antara media, politik dan pemilih atau elektorat, sebagaimana disebut Castells (1997: 312) sebagai fenomena politik informasi, dapat ditandai

[r]

[r]

Teknik RAPD hanya digunakan pada satu primer arbitrasi yang dapat menempel pada kedua utas DNA setelah didenaturasi pada situs tertentu yang homolog dengan spesifitas penempelan

1. Mengarahkan dan mengatur tingkah laku individu. Motif dalam kehidupan nyata sering digambarkan sebagai pembimbing, pengarah, dan pengorientai suatu tujuan tertentu

Kesimpulan : Pada penelitian ini, proporsi dermatomikosis superfisial yang dijumpai pada pekerja pabrik tahu di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli sebesar 25%, sebagian besar

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui besarnya pengaruh faktor-faktor kualitas laporan audit dilihat dari sudut integritas, obyektivitas, kompetensi, kerahasiaan