ANALISIS METAFORA DALAM LIRIK LAGU IWAN FALS PADA ALBUM TAHUN 1981-1983
BERDASARKAN TEORI RUANG PERSEPSI MANUSIA MODEL HALEY
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh:
Yonatan
NIM: 121224019
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
ANALISIS METAFORA DALAM LIRIK LAGU IWAN FALS PADA ALBUM TAHUN 1981-1983
BERDASARKAN TEORI RUANG PERSEPSI MANUSIA MODEL HALEY
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh:
Yonatan
NIM: 121224019
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini peneliti persembahkan kepada
Allah Bapa, Anak dan Roh kudusTuhan kami atas berkat, kelancaran, kekuatan
yang telah diberikan.
Orang Tua tercinta, Bapak Kardi dan Ibu Srijah yang selalu memberikan
v MOTTO
“H
ASIL TIDAK AKAN MENGKHIANATI
PROSES KINERJAMU
”
viii ABSTRAK
Yonatan. 2017. Analisis Metafora dalam Lirik Lagu Iwan Fals pada Album Tahun 1981-1983 Berdasarkan Teori Ruang Persepsi Manusia Model Haley. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah kategori ruang persepsi manusia model Haley yang digunakan untuk menciptakan ungkapan metafora, distribusi kategori ruang persepsi manusia model Haley yang paling menonjol dan keadaan sistem ekologi dalam lirik lagu Iwan Fals pada album tahun 1981-1983. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan kategori ruang persepsi manusia model Haley yang digunakan untuk menciptakan ungkapan metafora, distribusi kategori ruang persepsi manusia model Haley yang paling menonjol dan keadaan sistem ekologi yang terlihat dalam metafora lirik lagu Iwan Fals pada album tahun 1981-1983.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah lirik-lirik lagu Iwan Fals pada album tahun 1981-1983. Sumber data terdiri tiga album yaitu album Sarjana Muda tahun 1981 meliputi 10 judul lagu, album Opini tahun 1982 meliputi 9 judul lagu dan album Sumbang tahun 1983 meliputi 9 judul lagu. Data penelitian ini berupa frasa, klausa dan kalimat yang mengandung ungkapan metafora. Tahap analisis data mengacu model Miles dan Huberman yang mencakup interpretasi, pengkategorian, dan distribusi.
Hasil analisis terhadap 92 data penelitian ini menunjukkan bahwa dalam lirik-lirik lagu Iwan Fals pada album tahun 1981-1983 terdapat 9 kategori ruang persepsi manusia model Haley yang meliputi (1) kategori being, (2) kategori cosmos, (3) kategori energy, (4) kategori substance (5) kategori terretrial, (6) kategori object, (7) kategori living (8) kategori animal (9) kategori human. Hasil distribusi persentase pemakaian kategori ruang persepsi manusia model Haley yang paling monjol adalah kategori human dengan jumlah distribusi persentase 33,69%. Selain itu, hasil distribusi mencerminkan keadaan sistem ekologi dalam lirik lagu Iwan Fals yang tidak seimbang.
ix
ABSTRACT
Yonatan. 2017. Metaphor Analysis in Lyric of Iwan Fals Songs at Album in 1981-1983 According The Category of Human Perceptual Space in Haley Theory. Thesis. Yogyakarta: Study Program of Indonesian Literary Language Education, Faculty of Teacher and education, Sanata Dharma University.
The issues that are discussed in this research is categoy of human perceptual space in Haley model that used to create a metaphor expression, categoy of human perceptual space in Haley model the most prominent and situation of ecology system in the lyric of Iwan Fals song at his album in 1981-1983. The purpose of the research to explained categoy of human perceptual space in Haley model that used to create metaphor expression, distribution categoy of human perceptual space in Haley model the most prominent and situation of ecology system in the lyric of Iwan Fals song at his album in 1981-1983.
The research is a kind of qualtative descriptive. The data source this research is the lyrics of Iwan Fals song at his album in 1981-1983. The data source consist of three album that is Sarjana Muda in 1981 included ten song title, Opini album in 1982 included nine song title and Sumbang album in 1983 included nine song title. The reasearch data shaped phrases, clause and sentences that contains metaphor expression. The includes interpretation, categorization, and distribution.
Result of analysis against the ninety-two reasearch data showing that in lyrics of Iwan Fals song at his album in 1981-1983 there are nine category of human perceptual space in Haley model included (1) being category, (2) cosmos category, (3) energy category, (4) substance category, (5) terretrial category, (6) object category, (7) living category, (8) animal category, (9) human category. The result of percentage distribution of categoy of human perceptual space in Haley model and the most prominent is human category by the number of percentage distribution of 33,69%. Besides it, the distribution results reflect the state of ecological system in the lyric of Iwan Fals songs that are not seim.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ANALISIS METAFORA DALAM LIRIK LAGU IWAN FALS
BERDASARKAN TEORI RUANG PERSEPSI MANUSIA MODEL HALEY.Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Peneliti menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu serta memberikan
motivasi dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai. Pada kesempatan ini,
peneliti mengucapkan terimakasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
2. Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.
3. Dr. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.
4. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan saran, kritik, dorongan, semangat, waktu, pikiran, dan tenaga
untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi.
5. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang
dengan penuh dedikasi mendidik, membimbing, memberikan dukungan,
bantuan, dan arahan yang sangat bermanfaat bagi penulis dari awal kuliah
sampai selesai.
6. Bapak Robertus Marsidiq, selaku karyawan seketariat prodi PBSI yang
dengan sabar memberikan pelayanan dan membantu kelancaran penulis
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR BAGAN ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 6
1.3Tujuan Penelitian ... 6
1.4Manfaat Penelitian ... 7
1.5Batasan Istilah ... 8
1.6Sistematika Penyajian ... 9
BAB II KAJIAN TEORI ... 10
2.1Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 10
2.2Landasan Teori ... 12
2.2.1 Pengertian Metafora ... 13
2.2.2 Unsur-Unsur Metafora ... 15
2.2.3 Macam-Macam Sudut Pandang Peranan Metafora ... 17
xiii
b. Sudut Pandang Metafora dari Segi Semantik... 20
c. Sudut Pandang Metafora dari Segi Sistem Ekologi (Ruang Persepsi Manusia Model Haley)... 20
2.2.4 Lirik Lagu... 28
a. Pengertian Lirik Lagu ... 28
b. Bahasa Lirik Lagu ... 29
c. Iwan Fals dan Lirik Lagu Ciptaanya ... 30
2.3Kerangka Pikir ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 33
3.1Jenis Penelitian ... 33
3.2Data dan Sumber Data ... 34
3.3Instrumen Penelitian... 36
3.4Teknik Pengumpulan Data ... 36
3.5Teknik Analisis Data ... 39
3.6Teknik Keabsahan Data ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43
4.1Deskripsi Data ... 43
4.2Analisis Data ... 45
4.2.1 Tahap Interpretasi dan Pengkategorian ... 45
4.2.2 Tahap Distribusi ... 81
4.3Pembahasan ... 84
BAB V PENUTUP ... 87
5.1Simpulan ... 87
5.2Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA ... 90
LAMPIRAN ... 92
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria Kategori Ruang Persepsi Manusia Model Haley ... 22
Tabel 3.1 Contoh Pengkodean Data ... 38
Tabel 3.2 Contoh Tabel Distribusi Kategori Ruang Persepsi Manusia Model
Haley ... 41
Tabel 4.1 Jumlah Data Penelitan ... 43
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Hierarki Ruang Persepsi Manusia Model Haley ... 21
Bagan 2.2 Mind Mapping Kerangka Pikir ... 32
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Unduhan Sumber Data... 93
Lampiran 2 Hasil Pengumpulan Data ... 114
Lampiran3 Hasil Triangulasi Data ... 119
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia. Melalui bahasa
itulah, manusia menyampaikan gagasan, keinginan, ataupun perasaanya. Fungsi
bahasa itu sendiri adalah alat interaksi sosial, dalam arti alat untuk menyampaikan
pikiran, gagasan, konsep, ide atau perasaan. Dengan demikian, bahasa dapat
dinyatakan sebagai identitas dan media pengekspresian jiwa kelompok
masyarakat atau individu dalam berbagai situasi komunikasi (Chaer, 2009: 33).
Ditinjau dari fungsi bahasa yang dapat digunakan dalam berbagai situasi
komunikasi, salah satu wujudnya adalah karya sastra. Bahasa dalam karya sastra
memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan dari situasi komunikasi lainya.
Keistimewaan bahasa dalam karya sastra terbentuk adanya percampuran ekspresi
dunia nyata dan dunia kias, antara makna sesungguhnya dan makna kias. Salah
satu dari genre sastra yang terbentuk dari dunia nyata dan dunia kias itu adalah
puisi.
Wahab (1990: 144) menyatakan bahwa di dalam puisi ada campuran antara
dunia nyata dan duni kias. Dengan demikian, puisi itu kaya akan metafora. Selain
itu, Supriyadi (2013: 313) menyatakan di dalam puisi terdapat
pernyataan-pernyataan metaforis yang sering digunakan penyair ketika ia menciptakan suatu
sajak atau pun puisi.Pernyataan metaforis itu sebagai gejala kebahasan dalam
dimaksudkan (signified).Selanjutnya dari Robert Fost dan Marvin K.I Ching
(1980 dalam Wahab, 1995: 75) menyatakan bahwa “poetry is the of saying one
thing and meaning of another”. Dengan demikian, puisi mempunyai fungsi yang
sama dengan metafora, yaitu mengatakan suatu hal tetapi mempunyai maksud
lain. Namun demikian, puisi bukanlah metafora dan begitupula sebaliknya,
metafora bukanlah puisi. Persamaan puisi dan metafora ini disebabkan oleh
adanya kenyataan bahwa penyair memiliki hak poetica licensia, dalam
mengkhayalkan dunia bebas melengkapi dunia ini dengan apa saja yang
dipilihnya, baik dengan benda-benda yang diambil dari dunia nyata maupun
dengan benda-benda yang ada pada khayalan penyair.
Puisi yang telah dijelakan di atas, tidak jauh berbeda dengan lirik lagu. Lirik
lagu biasanya identik dengan lambang-lambang kias atau bahasa yang bersifat
kias. Hal itu terjadi adanya fenomena khas penggunaan bahasa penyair lirik lagu
yang tersusun dalam bait-bait bernada liris (emosional/penuh perasaan). Lirik
lagu merupakan ekspresi seseorang dalam batinya tentang sesuatu hal yang sudah
dilihat, didengar maupun dialaminya (Awe, 2007:22). Selain itu, dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2007: 678) lirik adalah karya sastra (puisi) yang berisi
curahan perasaan pribadi. Dengan demikian, lirik lagu dapat dinyatakan memiliki
kesamaan dengan puisi dan memiliki keistimewaan dalam bahasanya.
Dalam lirik-lirik lagu karya Iwan Fals sebagain besar menampilkan
lambang-lambang kias atau bahasa yang bersifat kias. Lambang kias atau bahasa
yang bersifat kias itu dipakai untuk mengarah penyampaian gagasan, kritik sosial,
lirik lagu di atas, maka lirik lagu pun sebenarnya mengandung campuran antara
dunia nyata dan dunia kias. Dengan demikian, lirik lagu juga kaya akan ungkapan
metafora. Berdasarkan pernyataan tersebut, hal ini menarik untuk dianalisis lebih
lanjut terutama pengkajian metafora dalam lirik lagu.
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara
langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat dan tidak menggunakan kata
pembanding; misalnya, seperti, sebagai, bagai, serupa, bak dan sebagainya (Keraf,
2008: 139). Selanjunya, Pradopo (2012: 66) menyatakan bahwa metafora ini
bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata
pembanding seperti, bagai, laksana dan sebagainya. Selain itu, Wahab (1995:71)
menyatakan studi tentang metafora dapat dikaitkan dengan sistem ekologi
manusia (ruang persepsi manusia). Sehubungan hal itu, beliau menganalisis
metafora dalam puisi memakai konsep ruang persepsi manusia yang dikenalkan
oleh Michael C. Haley. Data penelitianya terdiri dari 111 metafora diambil dari 76
puisi yang ditulis sekitar tahun 1970-an, kemudian data itu digolongkan
berdasarkan kesesuaian kriteria lambangnya dengan kriteria klasifikasi ruang
persepsi manusia model Haley yang terdiri dari sembilan kategori, yaitu being,
cosmos, energy, substantial, terretrial, object, living, animate dan human.
Berdasarkan hal itu, dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk mengetahui dan
membuktikan khususnya tentang metafora dengan konsep ruang persepsi manusia
model Haley dalam lirik lagu Iwan Fals pada album tahun 1981-1983.
Berdasarkan analisis awal terhadap lirik-lirik lagu karya Iwan Fals pada
metafora yang dapat diklasifikasikan kedalam sembilan kategori sistem ekologi
(ruang persepsi manusia) model Haley. Berikut salah satu contoh data ungkapan
metafora dalam lirik lagu Iwan Fals.
(1) Cepatlah besar matahariku (34-JL.1-AP.82-Fra)
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 772), matahari merupakan
benda angkasa, titik tata surya berupa bola berisi gas yang mendatangkan terang
panas pada bumi kala siang. Dengan demikian, kosep matahari dapat disebut
sebagai konsep benda yang berada diruang angkasa dan menggunakan ruang.
Dalam ungkapan metaforis pada data (34-JL.1-AP.82-Fra), Iwan Fals menghayati
matahari sebagai anak kandungya yang dapat tumbuh semakin besar atau dewasa.
Perhatikan penggalan lirik lagu di bawah ini.
(2) Galang rambu anarki anakku Cepatlah besar matahariku
Menangis yang keras janganlah ragu
(Iwan Fals. Galang Rambu Anarki Dalam Album Opini. 1982)
Penggalan lirik lagu (2) di atas seoalah-olah menggambarkan seorang
penyair yang sedang mendoakan anaknya supaya cepat tumbuh dewasa. Anak
tersebut bernama Galang Rambu Anarki yang didoakan supaya lekas besar atau
tumbuh dewasa. Dalam ungkapan metaforis pada data (34-JL.1-AP.82-Fra) ini,
anak tersebut diungkapan Iwan Fals dengan lambang kias (signifier) matahari,
sedangkan makna yang dimaksudkan penyair (signified) adalah Galang Rambu
Anarki.
Dilihat dari kriteria lambang kias matahari pada ungkapan metafora penyair
di atas memiliki kesesuaian dengan kriteria kategori cosmos. Hal tersebut
contoh kongkrit matahari, bumi, bulan dan lain-lain yang tidak hanya ada
melainkan menempati ruang di jagad raya. Dengan demikian, penciptaan
ungkapan metaforis penyair dengan lambang kiasnya tersebut dapat digolongkan
pada kategori cosmos dalam hierarki ruang persepsi model Haley.
Penciptaan ungkapan metafora dengan lambang kias matahari di atas
menggambarkan sebuah interaksi penyair dengan lingkunganya. Lambang kias itu
memiliki kriteria yang sesuai dengan kategori cosmos dalam hierarki ruang
persepsi model Haley. Dengan demikian, penciptaan sebuah metafora tidak
terlepas dari interaksi penyair lagu dengan lingkungan di sekitarnya. Hal tersebut,
sejalan dengan pernyataan Wahab (1990: 147) yang mengungkapkan bahwa di
dalam berpikir dan menciptakan metafora manusia tidak dapat melepaskan diri
dari lingkunganya, karena ia selalu mengadakan interaksi dengan lingkunganya
itu. Studi tentang interaksi antara manusia dan lingkungannya (makhluk bernyawa
ataupun benda tak bernyawa) disebut dengan sistem ekologi.
Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik pada lirik-lirik lagu karya Iwan
Fals tahun 1981-1983 dengan alasan ungkapan metafora yang ditemukan cukup
banyak. Oleh karena itu, lirik lagu tersebut akan dijadikan objek penelitian dan
dianalisis berdasarkan lambang kias yang digunakan pada ungkapan metaforanya.
Kemudian, data tersebut diklasifikasikan ke dalam kategori ruang persepsi
manusia model Haley dan dicari distribusi frekuensi pemakaiannya supaya
mengetahui kategori metafora ruang persepsi manusia model Haley yang paling
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, disusunlah tiga rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Apa saja kategori ruang persepsi manusia model Haley yang digunakan untuk
menciptakan ungkapan metafora dalam lirik lagu Iwan Fals pada album tahun
1981-1983 berdasarkan lambang kiasnya?
2. Distribusi kategori ruang persepsi manusia model Haley apa yang paling
menonjol digunakan untuk menciptakan ungkapan metafora dalam lirik lagu
Iwan Fals pada album tahun 1981-1983?
3. Bagaimana keadaan sistem ekologi yang terlihat dalam metafora lirik lagu
Iwan Fals pada album tahun 1981-1983 berdasarkan distribusi pemakaian
kategori ruang persepsi manusia model Haley?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini
bertujuan sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan kategori ruang persepsi manusia model Haley yang
digunakan untuk menciptakan ungkapan metafora dalam lirik lagu Iwan Fals
pada album tahun 1981-1983 berdasarkan lambang kiasnya.
2. Mendeskripsikan distribusi kategori ruang persepsi manusia model Haley yang
paling menonjol digunakan untuk menciptakan ungkapan metafora dalam lirik
3. Mendeskripsikan keadaan sistem ekologiyang terlihat dalam metafora lirik lagu
Iwan Fals pada album tahun 1981-1983 berdasarkan distribusi pemakaian
kategori ruang persepsi manusia model Haley.
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini ada dua, yaitu
manfaat secara teoretis dan manfaat secara praktis.
1. Manfaat teoretis penelitian ini sebagai berikut.
Adapun manfaat secara teoritis penelitian ini memperkaya khasanah penelitian
di bidang linguistik khususnya dalam lirik lagu. Selain itu, memberikan
perbendaharaan hasil penelitian dalam gaya bahasa khususnya majas metafora
yang dikaitkan dengan studi sistem ekologi atau ruang persepsi manusia yang
dikenalkan oleh Michael C. Haley.
2. Manfaat praktis dalam penelitian ini sebagai berikut.
Adapun manfaat secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi peneliti
selanjutnya, guru, dan pembaca. Bagi peneliti selanjutnya dapat menyumbang
sumber reverensi tentang analisis metafora yang dikaitkan dengan studi sistem
ekologi dalam lirik lagu. Selanjutnya, bagi guru dapat menjadi pedoman dan
mengajarkan pada siswa siwinya dalam menciptakan metafora agar lebih
imajinatif. Sedangkan bagi pemebaca dapat memberikan wawasan tentang
1.5Batasan Istilah
Sehubungan dengan judul penelitian ini, agar terdapat persamaan konsep
istilah dan agar pemanfaatan tersebut tampak jelas, perlu diberikan adanya
pembatasan istilah. Istilah yang perlu ditegaskan adalah sebagai berikut.
1. Metafora
Semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam
bentuk yang singkat dan tidak menggunakan kata pembanding; misalnya,
seperti, sebagai, bagai, serupa, bak, dan sebagainya (Keraf, 2008: 139).
2. Kategori ruang persepsi manusia model Haley
Suatu sistem ekologi atau ruang persepsi manusia tersusun dalam suatu hierarki
yang teratur yaitu, being, cosmos, energy, subtance, terrestrial, object, living,
animate, dan human (Wahab, 1995: 77).
3. Sistem ekologi
Studi tentang interaksi manusia dengan lingkunganya (makhluk bernyawa
maupun benda tak bernyawa) (Wahab, 1995: 76).
4. Lirik
Susunan kata sebuah nyanyian yang berisi curahan perasaan pribadi(KBBI,
2007: 678).
5. Lagu
Ragam suara yang berirama (dalam bercakap, beryanyi, membaca, dsb)
1.6Sistematika Penyajian
Sistematika penulisan penelitian ini terdiri atas lima bab. Hal ini bertujuan
untuk mempermudah pembaca dalam memahami penelitian ini. Bab I adalah bab
pendahuluan. Pada bab ini, peneliti mengkaji latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika
penyajian.Bab II adalah landasan teori. Bab ini menguraikan penelitian yang
relevan, kajian teori dan kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang
penelitian-penelitian yang sejenis dengan topik ini, sedangkan kajian teori berisi
uraian tentang teori-teori yang menjadi kajian teori penelitian.
Bab III adalah metodologi penelitian. Pada bab ini, peneliti membahas
seputar jenis penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik
analisis data dan teknik keabsahan data. Bab IV adalah deskripsi data, analisis
data, dan pembahasan. Dalam bab ini peneliti mendeskripsikan data penelitian,
cara menganalisa data dan pembahasan hasil penelitian.Bab V adalah penutup
yang berisi simpulan dari hasil penelitian dan saran. Selain itu, peneliti juga
menyajikan daftar pustaka yang dipergunakan untuk referensi yang menunjang
10
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1Penelitian Terdahulu yang Relevan
Dalam penelitian ini, peneliti mempunyai acuan agar bisa tercipta lebih baik
lagi. Acuan untuk penelitian ini menggunakan penelitian-penelitian terdahulu,
berupa karya ilmiah dan skripsi. Acuan utama penelitian ini berjudul “Metafora
Sebagai Alat Pelacak Sistem Ekologi” yang ditulis oleh Wahab (1995). Penelitian
tersebut bertujuan mendeskripsikan kontribusi linguistik dalam mempelajari
sistem ekologi. Khususnya peranan apa yang dapat dimainkan oleh metafora
dalam mengetahui keadaan sistem ekologi di Indonesia? Dengan mengacu pada
kerangka berpikir Michael C. Haley (dalam Ching (ed.), 1980) tentang ruang
persepsi manusia dalam menciptakan metafora. Selain itu, Wahab mencoba
melihat hubungan penyair dengan keadaan sistem ekologi manusia. Data metafora
yang diambil dalam studi ini ada 111 satuan metafora dalam 76 puisi yang ditulis
sesudah tahun 1970-an oleh 15 orang penyair, sebagaian besar lahir sesudah tahun
1950-an.
Hasil penelitian metafora dilihat dari segi sintaksis terbagi menjadi tiga
kelompok, yaitu (1) metafora nominatif, (2) metafora predikatif dan (3) metafora
kalimatif. Hasil penelitian selanjutnya, metafora yang diciptakan oleh para penyair
itu digolong-golongkan lambangnya berdasarkan klasifikasi medan semantik
ruang persepsi manusia model Haley yang terdiri dari Being, Cosmos, Energy,
yang ada, Wahab mencari distribusi persentasenya melalui simbol yang mewakili
kategori-kategori di atas. Distribusi persentase itu mencerminkan distribusi
persentase kesan penyair terhadap ruang persepsi manusia yang didapat dari
lingkunganya atau yang disebut dengan penggambaran sistem ekologi.
Penelitian yang kedua merupakan skripsi ditulis oleh Farida Trisnaningtyas
(2010) yang berjudul “Metafora pada Rubrik Opini dalam Majalah Tempo”.
Penelitian tersebut bertujuan (1) mendeskripsikan bentuk dan jenis metaforayang
digunakan pada rubrik Opini dalam majalah Tempo, (2)
mendeskripsikankemiripan antara wahana dan tenor metafora pada rubrik Opini
dalam majalahTempo, (3) mendeskripsikan metafora yang banyak digunakan pada
rubrik Opinidalam majalah Tempo.Metode yang digunakan dalam penelitian itu
adalah metode kualitatif yangbersifat deskriptif. Pendekatan yang digunakan
adalah semantik. Data penelitiantersebut adalah data kebahasaan berupa kata,
frasa, klausa, maupun kalimat yangmengandung metafora yang terdapat pada
rubrik Opini dalam majalah Tempo.Sumber data penelitian tersebut adalah rubrik
Opini yang terdapat dalam majalahTempo yang diterbitkan pada bulan Januari
2008. Data yang diperoleh darisumber data diedit, diklasifikasikan dan direduksi
sebelum disajikan. Prosesanalisis meliputi usaha menemukan kemiripan antara
wahana dan tenorberdasarkan komponen bersama yang dimiliki keduanya.
Analisis data berakhirapabila dalam kesimpulan telah diperoleh kaidah-kaidah
sesuai dengan tujuanpenelitian yang telah ditetapkan.
Dari analisis terhadap 187 buah data dapat ditarik simpulan bahwa
metaforanominatif, metafora komplementatif, metafora predikatif dan metafora
kalimatifsedangkan metafora dari segi jenisnya adalah metafora antropomorfik,
metaforabinatang, metafora relasi abstrak-konkret dan metafora sinaestetik, (2)
metafora(sebagai wahana) selalu mengandung kemiripan komponen makna
dengantuturan yang digantikan (sebagai tenor). Dari hubungan tersebut
dapatdikelompokkan menjadi kemiripan objektif (bentuk) dan kemiripan
emotif(perseptual/kultural), (3) metafora yang paling banyak digunakan dari
segisintaksisnya adalah metafora kalimatif 45 % (84 buah), dan dari jenisnya
yangbanyak digunakan adalah RAK 55,6 % (104 buah), sedangkan pengimajian
berdasarkan ruang persepsi yakni kategori human (46,6 %).
Masing-masing penelitian di atas mempunyai ciri khusus yang berbeda-beda
karena ditinjau dari sudut yang berbeda dalam pembahasanya. Namun, dari
persamaanya dapat disimpulkan kedua penelitian yang telah dilakukan di atas
merupakan penelitian yang sama mengenai metafora baik itu dalam karya fiksi
seperti puisi pada penelitian Wahab (1995) maupun nonfiksi seperti teks opini
pada majalah Tempo dalam penelitian Trisnaningtyas (2010). Dengan demikian,
penelitian-penelitian di atas memiliki relevansi yang sama dengan penelitian ini
yaitu pembahasan tentang metafora.
2.2Landasan Teori
Pada susbab kajian teori ini, peneliti akan memaparkan beberapa materi
penelitian ini akan digunakan sebagai pedoman dalam pengerjaan penelitian.
Teori yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini sebagai berikut.
2.2.1 Pengertian Metafora
Metafora merupakan salah satu jenis majas dari gaya bahasa perbandingan.
Majas metafora itu membuat perbandingan suatu hal untuk hal lain, tetapi tanpa
menggunakan kata-kata pembanding. Sebelum melangkah lebih dalam pada
pengertian metafora, perlu kita ketahui terlebih dahulu tentang majas atau yang
biasa disebut dengan bahasa figuratif (figurative language). Waluyo (1987: 83)
menjelaskan bahwa bahasa figuratif adalah bahasa yang digunakan penyair untuk
mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung
mengungkapkan makna. Cara yang tidak biasa tersebut adalah bahasa yang
bermakna kias atau makna lambang. Pengungkapan bahasa figuratif dimaksudkan
untuk menghasilkan imajinasi, menambah intensitas perasaan dan sikap penyair
atau penulis, dan mengonsentrasikan makna yang dimaksudkan berdasarkan
lambang yang disampaikan dengan bahasa singkat. Selain itu, Tarigan (2013: 5)
menyatakan ragam gaya bahasa terdiri dari empat jenis gaya bahasa, yaitu
perbandingan, perulangan, pertautan dan pertentangan. Dalam empat kelompok
gaya bahasa tersebut mengandung berbagai jenis majas salah satunya metafora.
Metafora secara harafiah berasal dari bahasa Yunani metaphora yang berarti
“memindahkan” yang berasal dari kata meta “diatas” atau “melebihi” dan pherein
“membawa”. Jadi, metafora itu membuat perbandingan antara dua hal atau benda
untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan
umpama, laksana, penaka, serupa seperti pada perumpamaan (Tarigan, 2013: 15).
Seiring penjelasan harafiah metafora, Becker (1978 dalam Pradopo, 2012: 66)
berpendapat bahwa metafora ini bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak
mempergunakan kata-kata pembanding, seperti, bagai, laksana, dan sebagainya.
Selain itu, metafora itu melihat sesuatu dengan perantara benda yang lain. Sejalan
dengan hal tersebut, Keraf (2008: 139) menjelaskan bahwa metafora semacam
analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang
singkat dan tidak menggunakan kata pembanding; misalnya, seperti, sebagai,
bagai, serupa, bak, dan sebagainya.
Alternberd (1970 dalam Pradopo, 2012: 66) berpendapat metafora sebagai
sesuatu hal yang sama atau seharga dengan hal lain yang sesungguhnya tidak
sama. Maksud dari metafora ini adalah membandingkan sesuatu hal dengan hal
lain yang berbeda, baik dari sifat, wujud dan lain sebagainya. Perhatikan contoh
kutipan di bawah ini.
(1) Bumi ini perempuan jalang.
(Subagio, “Dewa Telah Mati”, 1975: 9)
(2) Tuhan adalah Warganegara yang paling modern
(Subagio,”Katekhisasi”,1975: 29)
(3) Sorga hanya permaianan sebentar ...
(4) Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar
(Chairil Anwar, “Tuti Artic”, 1959: 41)
Dalam sajak Subagio (1), bumi dipersamakan dengan perempuan jalang,
dan Tuhan dalam sajak Subagio (2) dipersamakan dengan warga negara yang
paling modern. Dalam sajak Chairil Anwar (3), sorga dipersamakan dengan
permainan sebentar, sedangkan cinta dalam sajak Chairil Anwar (4) dipersamakan
Wahab (1990: 142) menjelaskan bahwa metafora sudah menjadi bahan studi
sejak lama, yaitu sejak zaman kuno. Aristoteles (384-322 SM dalam Wahab,
1990: 142) mendefinisikan metafora sebagai ungkapan kebahasaan untuk
menyatakan hal yang bersifat umum untuk hal yang bersifat khusus, khusus untuk
yang umum, khusus dengan yang khusus atau dengan analogi. Selain itu,
Quintilian (35-95, dalam Wahab, 1990: 142) menjelaskan bahwa metafora adalah
ungkapan kebahasaan untuk mengatakan sesuatu yang hidup bagi makhluk hidup
yang lainnya, hidup untuk yang mati, mati untuk yang hidup, atau mati untuk
yang mati. Selanjutnya, Wahab (1990: 142) mengartikan dalam definisi yang agak
longgar, metafora sebagai ungkapan kebahasaan yang maknanya tidak dapat
dijangkau secara langsung dari lambang, karena makna yang dimaksud terdapat
pada predikasi ungkapan kebahasaan ungkapan itu. Dengan kata lain, metafora itu
ialah pemahaman dan pengalaman akan sejenis hal yang dimaksudkan untuk
perihal yang lain.
Berdasarkan dari berbagai macam sudut pandang metafora oleh para ahli di
atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa metafora merupakan ungkapan kebahasaan
yang membandingkan antara dual hal, tetapi tanpa mempergunakan kata-kata
pembanding, seperti, bagai, laksana, dan sebagainya. Selain itu, bedasarkan
pengertian yang telah digali dapat diketahui di dalam metafora terdapat dua unsur,
yaitu lambang kias dan makna yang dimaksudkan.
2.2.2 Unsur-Unsur Metafora
Pada dasarnya, konsep metafora itu sangat sederhana hanya terdiri dari dua
menjelaskan bahwa metafora itu mengandung lambang kias dan makna yang
dimaksudkan. Sejalan dengan hal itu, Pradopo (2012: 66-67) menjelaskan
metafora sebelumnya terdiri dari dua term atau dua bagian, yaitu term pokok
(principal term) dan term kedua (secondary term).Term pokok juga disebut
dengan tenor sedangkan term kedua disebut dengan vehicle. Term pokok atau
tenor menyebutkan hal yang dibandingkan, sedangkan term kedua atau vehicle
adalah hal yang untuk membandingkan. Contohnya sebagai berikut.
(5) ‘Bumi’ adalah ‘perempuan jalang’
Kata bumi dalam kutipan (5)adalah term pokok atau tenor, sedangkan
perempuan jalang sebagai term kedua atau vehicle. Gambaran keadaan tersebut
dicerminkan oleh pengarang dalam mengungkapkan metafora, dalam suatu
ungkapan metafora terdapat hal yang kita perbincangkan dengan sesuatu yang kita
bandingkan.
Selain itu, harus diketahui bahwa tindak tutur penerapan ungkapan metafora
yang menggunakan prinsip “The principle ease of articulation” banyak
ditemukan dalam bidang sastra, salah satunya dalam puisi (Supriyadi, 2013: 313).
Dalam puisi terdapat pernyataan-pernyataan metaforis yang sering digunakan
penyair ketika ia menciptakan suatu sajak atupun puisinya. Pernyataan metaforis
itu sebagai gejala kebahasaan dalam puisi direalisasikan dalam bentuk lambang
atau simbol (signifier) dan mengandung makna yang dimaksudkan (signified)
(Supriyadi, 2013: 313). Peryataan tersebut sesuai dengan Wahab (1995: 76) yang
menyatakan metafora dari sudut pandang semantik selalu terdiri dari dua unsur
Berdasarkan paparan dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa unsur
metafora dari sudut pandang linguistik terdiri dari dua hal, yaitu hal yang untuk
membandingkan atau lambang/simbol kias (signifier) dan hal yang dibandingkan
atau makna yang dimaksudkan (signified). Selain itu, metafora dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang berdasarkan lambang kias atau simbolnya.
2.2.3 Macam-Macam Sudut Pandang Peranan Metafora
Sudah banyak dikemukakan oleh para pakar tentang peranan metafora
dengan berbagai disiplin ilmu, yaitu hubungan metafora dengan teori linguistik
oleh Jerrold M. Saddock, L. Jonathan Cohen, dan David Rummelhat, hubungan
metafora dengan psikologi oleh Allan Paivio, Bruce Fraser, Andrew Ortony, dan
G. A. Miller, hubungan metafora dengan sosiologi oleh Donald P. Schon, Michael
J. Reddy, Robert J. Strenberg, Roger Tourangeau, dan Georgia Nigro, serta
hubungan metafora dengan pendidikan dibahasa oleh Hugh G. Petrie, Thomas F.
Green, dan Thomas G. Sticht (Wahab, 1995: 71). Selain itu, dalam penelitian
Wahab yang berjudul Metafora Sebagai Pelajak Sistem Ekologi metafora dapat
dilihat dari tiga sudut pandang disiplin ilmu. Ketiga sudut pandang tersebut
meliputi sudut pandang segi sintaksis, semantik, dan sistem ekologi (ruang
persepsi manusia model Haley).
a. Sudut Pandang Metafora dari Segi Sintaksis
Wahab (1995: 72) membagi tiga kelompok metafora dari sudut pandang
segi sintaksis, yaitu metafora nominatif, metafora predikatif, dan metafora
1) Metafora nominatif
Pada metafora nominatif, lambang kiasnya hanya terdapat pada nomina
kalimat karena posisi nonima dalam kalimat berbeda-beda. Metafora nominatif
dapat pula dibagi menjadi dua macam, yaitu metafora nominatif subjektif dan
metafora nominatif objektif, atau yang lazim berturut-turut disebut sebagai
metafora nominatif dan metafora komplementatif saja. Dalam metafora nominatif,
lambang kiasnya muncul hanya pada subjek kalimat saja, sedangkan komponen
lain dalam kalimat tetap dinyatakan dengan kata-kata yang mempunyai makna
langsung. Contoh metafora nominatif dalam Wahab (1995: 72) sebagai berikut:
(6) (Angin lama tak singgah ("Tunggu" Slamet Sukirnanto).
Penggalan puisi (6) subjek angin dipakai untuk mengkiaskan utusan
'pembawa berita' yang menyatakan benda mati untuk benda hidup, yaitu angin
untuk manusia si pembawa berita. Sementara itu,lama tak singgah yang menjadi
predikat tetap dinyatakan dalam makna sebenarnya tanpa dikiaskan. Adapun
metafora komplementatif (objek) lambang kiasnya hanya terdapat pada
komplemen kalimat yang dimaksud, sedangkan komplemen lain dalam kalimat
tetap dinyatakan dengan kata yang mempunyai makna langsung. Contoh metafora
komplementatif dalam Wahab (1995:73) sebagai berikut :
(7) Aku minta dibikinkan jembatan cahaya. ("Ismet Natsir" dalam Tonggak 4:59)
Pada kutipan (7) metafora di atas, kata jembatan cahaya berfungsi sebagai
komplemen kalimat 'Aku minta dibikinkan . . . '. Jembatan cahaya adalah kata kias
2) Metafora predikatif
Apabila kata-kata lambang kiasnya hanya terdapat pada predikat kalimat
saja disebut sebagai metafora predikatif, sedangkan subjek dan komponen lain
dalam kalimat itu (jika ada) masih dinyatakan dalam makna langsung. Contoh
metafora jenis ini dalam Wahab (1995: 73) sebagai berikut :
(8) Suara aneh terbaring di sini
(T. Mulia Lubis dalam Tonggak 4:15)
Kata terbaring pada kutipan (8) ungkapan metafora di atas, merupakan
predikat dari subjek kalimat 'Suara aneh... '. Predikat tersebut yang cocok hanya
untuk mamalia (termasuk manusia). Dalam metafora kutipan (8), 'suara aneh'
(ungkapan kebahasaan dengan makna langsung) dihayati sebagai manusia yang
dapat berbaring.
3) Metafora kalimatif
Metafora kalimatif, maksudnya seluruh lambang kias yang dipakai dalam
metafora jenis ini tidak terbatas pada nomina (sebagai subjek atau komplemen)
dan predikat saja, melainkan seluruh komponen dalam kalimat metaforis itu.
Contoh metafora ini dalam Wahab (1995: 74) sebagai berikut:
(9) Api apa membakar?
(Slamet Sukirnanto "Doa Pembakaran").
Seluruh kalimat pada kutipan (9) di atas adalah kias. Tidak ada satu
komponen pun dalam kalimat itu yang dipakai sebagai pengungkapan makna
langsung. Metafora kalimatif di atas mengandung makna yang dimaksud, yaitu
b. Sudut Pandang Metafora dari Segi Semantik
Wahab (1995: 76) menjelaskan bahwa metafora dari sudut pandang
semantis selalu terdiri atas dua macam makna, yaitu makna kias (signifier) dan
makna yang dimaksudkan (signified). Makna yang dimaksudkan dapat
diungkapkan lewat serangkaian predikasi yang dapat diterapkan bersama pada
lambang kias dan makna langsung. Perhatikan contoh berikut.
(10)Aku mengembara di timur tengah
digoda demokrasi barat, didera sosialisme rusia dibujuk semedi cinta, terpanggang padang pasir
(Beni Setia 1982: 2 “Legiun Asing”)
Kalimat pada kutipan (10) di atas adalah kalimat metaforis dengan predikasi
digoda, didera, dibujuk dan terpanggang. Predikasi itu dapat pula diterapkan
pada manusia. Dengan demikian, konsep demokrasi barat, sosialisme Rusia,
filsafat Cina dan religi Timur Tengah, yaitu konsep abstrak dan pengalaman hidup
penyair. Hal tersebut dihayati sebagai manusia yang memiliki inteligensi dan
kemampuan berpikir, sehingga ia dapat menggoda, mendera, membujuk dan
memanggang penyair. Jadi metafora pada kutipan (10) di atas, penyair telah
memiliki pengalaman hidup dan merasakan pahit getirnya demokrasi barat,
sosialisme Rusia, filsafat cina, serta pengalaman keagamaan dari Timur Tengah.
c. Sudut Pandang Metafora dari Segi Sistem Ekologi (Ruang Persepsi
Manusia Model Haley)
Wahab (1995: 76-77) menjelaskan di dalam berpikir dan menciptakan
metafora manusia tidak dapat melepaskan diri dari lingkungannya, karena ia
selalu mengadakan interaksi denganlingkungannya itu. Studi tentang interaksi
bernyawa) disebut studi tentang sistem ekologi.Selain itu, Wahab (1995: 71)
memaparkan untuk mengetahui peranan metafora dalam sistem ekologi manusia,
memakai konsep ruang persepsi manusia yang diperkenalkan oleh Michael C.
Haley. Konsep ruang persepsi manusia itu tersusun dalam suatu hierarki yang
sangat teratur. Dengan demikian, ruang persepsi manusia yang mampu
mempengaruhi penciptaan metafora pada kalangan penyair dan sastrawan juga
tersusun menurut hierarki yang teratur pula.
Michael C. Haley (dalam Wahab, 1995: 77) membuat hierarki ruangpersepsi
manusia itu seperti berikut.
BEING COSMOS
ENERGY SUBSTANCE TERRESTRIAL
OBJECT LIVING ANIMATE
HUMAN
Bagan 2.1 Hierarki Ruang Persepsi Manusia Model Haley
Hierarki persepsi manusia terhadap ruang dimulai dari manusia
sendiri,karena manusia dengan segala macam tingkah lakunya merupakan
lingkunganmanusia yang terdekat. Jenjang ruang persepsi manusia yang ada di
atas HUMAN ialah ANIMATE (makhluk bernyawa), sebab manusia hanyalah satu
bagian sajadari makhluk bernyawa. Sebaliknya, tidak semua makhluk bernyawa
dapatdimasukkan ke dalam kategori HUMAN. Misalnya, hewan adalah
bernyawa ialah LIVING. Kategori yang termasuk living adalah alam tetumbuhan,
sebab tumbuhan itu hidup. Tetapi, tidak semua yang hidup itu tetumbuhan. Begitu
hierarki itu seterusnya berjenjang ke atas sampai pada segala sesuatu yang ada di
jagad raya ini, termasuk konsep yang bersifat abstrak dan tidak dapat dihayati
oleh indra serta tak dapat disangkal keberadaannya. Oleh karena itu, kategori
ruang persepsi yang paling atas ialah BEING, untuk mewakili semua konsep
abstrak yang tidak dapat dihayati dengan indra manusia.
Perlu diutarakan di sini, bahwa antara nomina dengan predikasi dari
masing-masing jenis kategori ruang persepsi manusia harus ada kesesuaian. Kesesuaian
antara nomina dan predikasi masing-masing kategori dapat dibaca pada tabel yang
diambil Wahab (1991: 78) sebagai berikut.
Tabel 2.1 Kriteria Kategori Ruang Persepsi Manusia Michael C. Haley
KATEGORI CONTOH NOMINA PREDIKASI
BEING Kebenaran, kasih Ada
COSMOS Matahari, bumi, bulan Menggunakan ruang
ENERGY Cahaya, angin, api Bergerak
SUBSTANCE Semacam gas Lembam
TERRESTRIAL Gunung, sungai, laut Terhampar
OBJECT Semua mineral Pecah
LIVING Flora Tumbuh
ANIMATE Fauna Berjalan, lari
HUMAN Manusia Berpikir
Urutan kriteria kategori di atas dapat digunakan sebagai wujud lambang kias
dalam menciptakan metafora dari hasil interaksi manusia dengan lingkunganya.
yang terdapat dalam ruang persepsi manusia dan tercermin dalam lambang kias
berikut.
1) Kategori being
Kategori BEING mencakup konsep atau pengalaman manusia yang abstrak.
Ciri khas kategori ini ialah predikasi ada, walaupun tak dapat dihayati langsung
oleh indra manusia. Perhatikan contoh berikut.
(11)Senja pun tiba
Suatu kurun waktu yang tak perlu kutanya
(Bambang Darto, dalam Tonggak 4:33 dalam Abdul Wahab, 1995:78)
Senja adalah konsep abstrak untuk menandai “tenggelamnya” matahari;
tetapi, konsep senja itu ada. Dalam kalimat metaforis kutipan (11), senja adalah
kias untuk konsep usia lanjut manusia. Konsep senja yang dipakai sebagai
lambang kias untuk konsep usia lanjut merupakan wujud interaksi antara manusia
dengan BEING.
2) Kategori cosmos
Kategori COSMOS predikasinyatidak hanya ada, melainkan menempati
ruang di jagad raya. Jadi yang termasuk benda-benda cosmos antara lain matahari,
bulan, bintang dan bumi. Perhatikan contoh berikut.
(12)Matilah kau bulan Telah mampus bumi Mentari pun kewalahan
(T. Mulia Lubis, dalam Tonggak 4: 16 dalam Abdul Wahab, 1995:79)
Bulan, bumi dan matahari adalah benda-benda cosmos. Dalam kutipan (12)
di atas, benda-benda itu tidak dipakai dalam arti yang sebenarnya. Simbolisme
tentang bulan sangat bervariasi antara budaya yang satu dengan budaya yang lain.
dan bulan ada persamaannya, yaitu masing-masing sangat terikat oleh siklus.
Namun demikian, di Indonesia bulan diasosiasikan dengan keindahan. Bumi
menurut Cirlot (1962 dalam Wahab, 1995) dihubungkan dengan tempat
tumbuhnya kebudayaan atau kebudayaan itu sendiri. Sementara matahari yang
sifatnya universal, melambangkan semangat atau sumber kehidupan. Benda-benda
angkasa tersebut dipakai oleh penyair untuk menyatakan pandangannya yang
pesimis, yaitu tiadanya keindahan (dengan lambang bulan), tak berdayanya
kebudayaan (dengan lambang bumi), dan hilangnya semangat hidup (dengan
lambang matahari).
3) Kategori energy
Predikasi khusus yang dipakai oleh kategori ini ialah bahwa ia tidak saja ada
dan menempati ruang, melainkan juga adanya perilaku gerak. Perhatikan contoh
berikut.
(13)Angin lama tak singgah.
(Slamet Sukirnanto, 1983. “Tunggu” dalam Horison/XXI/235 dalam
Abdul Wahab, 1995:79) (14)Api apa membakar?
(Slamet Sukirnanto, 1984. “Doa Pembakara”. Dalam Horison/XXI/198 dalam Abdul Wahab, 1995:79).
Angin dan api adalah dua bentuk sumber energi. Angin sebagai lambang
kias tidak mempunyai sifat universal. Bagi kebudayaan Indonesia, angin dikaitkan
dengan pembawa pesan. Makna dengan konotasi positif dari angin mempunyai
fungsi pengantar sari kepada putik dalam proses pembuahan. Ungkapan metafora
kutipan (13) di atas berarti ‘pembawa pesan tak singgah’. Sementara pada kutipan
(14) api, dikaitkan dengan konsep kehidupan, kesehatan, kekuasaan, dan tenaga
4) Kategori substance
Predikasi kategori ini ialah ada, membutuhkan ruang dan bergerak serta
mempunyai sifat lembam. Perhatikan contoh berikut.
(15)Sekumpulan puisi Mencair diri
(TM. Lubis, dalam Tonggak 4:18 dalam Abdul Wahab,1995: 80)
Pada kutipan (15) di atas, puisi dihayati sebagai benda substansi yang dapat
berubah bentuk fisiknya, yaitu cair.
5) Kategori terrestrial
Terrestrial yaitu hamparan yang terikat oleh bumi seperti, samudra, sungai,
gunung, padang pasir, dan lain-lain. Perhatikan contoh berikut.
(16)Masuk ruang kegelapan, dan gelas aku tambahkan Mengarungi karang-karang kehidupan
(Sapardi Djoko Damono. 1987. Horison XXI/234 dalam Abdul Wahab,1995: 80)
Dalam metafora kutipan (16) ini dapat diketahui sulitnya kehidupan itu
dilambangkan oleh hamparan terrestrial, yaitu karang-karang. Makna karang
yang diasosiasikan dengan kesulitan hidup atau kekejaman hidup itu dapat
dimengerti, sebab predikasi yang cocok untuk karang ialah: keras, tajam dan sulit
dipegang erat-erat. Jika hal itu dipegang terlalu erat lukalah tangandan melukai
kulit jika tersentuh. Melalui ungkapan tersebut, penyair berusaha untuk
melupakan kekerasan atau kekejaman hidup ini dengan jalan menenggak
minuman keras di bar (digambarkan sebagai ruang gelap).
6) Kategori object
Predikasi yang cocok untuk kategori OBJECT ialah sifatnya yang dapat
(17)Mataku fiberglas
Bagai mainan bikinan Jepang Aku berjalan sempoyongan
(YA. Nugraha, dalam Tonggak 4:200 dalam Abdul Wahab, 1995:80-81)
Fiberglass adalah OBJECT atau benda yang sifatnya kuat, akan tetapi dapat
saja pecah. Benda ini biasanya kusam, tidak transparan seperti kaca bening.
Yudhistira dalam kutipan (17) menggunakan lambang fiberglass untuk
mengiaskan pandangannya yang tidak bening lagi terhadap dunia sekitarnya,
karena ia ada dalam keadaan kebingungan oleh perkembangan kehidupan.
7) Kategori living
Predikasi kategori LIVINGyaitu bisa tumbuh. Contoh metafora
dalamkategori ini biasanya dikaitkan dengan semua kehidupan flora dan segala
predikasinya. Contoh:
(18)Di taman bunga Mekar juga bersama
(Hamid Jabbar, dalam Tonggak 4:22 dalam Abdul Wahab, 1995:81)
Dalam kalimat metaforis kutipan (18) kehidupan manusia, cinta, dan
kekecewaan adalah tiga konsep yang abstrak dihayati sebagai sesuatu yang
konkret, yaitu masing-masing sebagai taman bunga dan bunga itu sendiri.
Predikasi yang cocok untuk bunga ialah kata mekar. Bunga dipakai sebagai
simbol untuk cinta dan sifatnya universal.
8) Kategori animate
Predikasi kategori ini adalah kemapuannya berjalan, lari, atau terbang dan
atasnya yaitu kategori living. Contoh konkret untuk kategori ini umumnya diambil
dari dunia fauna dan segala perilakunya sebagai berikut.
(19)Tiada bunga-bunga berkembang di sana Kumbang pun tiada bersenda di sana
(John Dami Mukese, dalam Tonggak 4:37 dalam Abdul Wahab, 1995:81)
Bunga sebagai simbol kecantikan dan cinta, biasanya juga dikaitkan
dengan wanita. Secara alami, yang menghampiri bunga ialah kumbang, karena
terpikat oleh madu yang ada di sana. Dengan demikian, ungkapan metafora pada
kutipan (19) kumbang dihayati penyair sebagai pria.
9) Kategori human
Predikasi untuk kategori HUMANyaitu kemampuan berfikir, sehingga dapat
melakukan berbagai macam perbuatan yang tidak mungkin dikerjakan oleh
anggota-anggota kategori di atasnya. Perhatikan contoh berikut ini.
(20)Betapa tajamnya maut memandang Betapa dalam maut mendulang
(Sugandi Putra. 1988. Seratus Sanjak:46 dalam Abdul Wahab, 1995:82)
Dalam kutipan kalimat (20) di atas, maut atau kematian dihayati sebagai
manusia yang dapat memandang dan mendulang emas atau intan. Kematian
digambarkan selalu mengintai dan mengambil kehidupan yang sulit, seperti
sulitnya orang mendapatkan intan atau emas.
Kesembilan jenis kategori yang telah dipaparkan sebelumnya, itulah
kategori ruang persepsi manusia bersifat hierarkis yang dipakai sebagai lambang
untuk meciptakan metafora dan hasil interaksi manusia dengan lingkunganya.
Wahab (1995: 82) menyatakan jika sistem ekologi kita masih seimbang, akan
lingkungan hidup kita sudah tidak lagi seimbang, tidak seimbang pula lingkungan
yang dapat diamati oleh penyair. Hal itu, seterusnya akan mempengaruhi
penciptaan metaforanya. Dengan kata lain, wujud keseimbangan interaksi itu ialah
keseimbangan distribusi pemakaian masing-masing kategori ruang persepsi
manusia model Haley.
2.2.4 Lirik Lagu
Seiring dengan penjelasan sebelumnya, lirik lagu merupakan gabungan
karya seni suara dan bahasa puitis yang dapat dikategorikan sebagai puisi dalam
karya sastra.
a. Pengertian Lirik Lagu
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:678), lirik lagu yaitu (1) karya
sastra (puisi) yang berisi curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian.
Dengan demikian, seorang penyair atau pencipta lagu dalam meciptakan lirik
harus benar-benar pandai mengolah kata-kata. Hal itu sesuai dengan paparan
dalam KBBI (2007: 624) bahwa, lagu mempunyai arti ragam suara yang berirama.
Selain itu, lagu (nyayian) merupakan hasil karya sastra seni yang berhubungan
dengan seni suara dan seni bahasa, sebagai karya seni suara melibatkan melodi
dan warna suara penyanyinya.
Awe (2007: 22) menyatakan lirik lagu merupakan ekspresi seseorang dalam
batinnya tentang sesuatu hal yang sudah dilihat, didengar, maupun dialaminya.
Penuangan ekspresi lewat lirik lagu ini diperkuat dengan melodi dan notasi yang
disesuaikan dengan lirik lagunya, sehingga penikmat akan semakin terbawa dalam
yang sangat pendek dan mengapresiasikan emosi. Dengan demikian, lirik lagu
dapat dinyatakan memiliki kesamaan dengan puisi dan memiliki keistimewaan
dalam bahasanya.
b. Bahasa Lirik Lagu
Seiring dengan penjelasan pengertian lirik lagu di atas, bahwa lirik lagu
mempunyai persamaan dengan puisi dan memiliki keistimewaan dalam
bahasanya. Keistimewaaan dalam bahasa lirik lagu yang dimaksud adalah
menggunakan bahasa kiasan berupa lambang atau simbol kias. Salah satu
pengungkapan bahasa kiasannya adalah penggunaan majas metafora. Pernyataan
metaforis sering digunakan oleh penulis atau penyair ketika menciptakan sebuah
lagu. Pernyataan-pernyataan metaforis tersebut tercermin dalam tiap lirik lagu
yang diciptakan oleh penulis atau penyair. Pernyataan metaforis dalam lirik lagu
adalah metafora yang terbatas pada frasa, kluasa dan kalimat yang mengandung
metafora.
Pernyataan metaforis juga merupakan salah satu bentuk gejala kebahasaan
yang mencerminkan penggunaan lambang kias atau signifier dan mengandung
makna yang dimaksudkan atau signified. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Wahab (1990: 146) yang mengatakan bahwa, metafora terdiri dari dua macam
yaitu lambang kias (signifier) dan makna yang dimaksudkan (signified). Jadi, segi
semantis metafora terdiri dari dua hal, yaitu lambang kias (signifier) yang
dijelaskan dan makna yang dimaksudkan (signified). Dengan demikian, sebuah
lirik lagu mengandung kata-kata metaforis yang berwujud baik berupa frasa,
yang mengandung pernyataan metaforis. Pernyataan metaforis tersebut dapat
diklasifikasikan ke dalam kategori ruang persepsi manusia model Haley.
berdasarkan kesesuaian antara kriteria lambang kias dengan kriteria ruang
persepsi manusia.
c. Iwan Fals dan Lirik Lagu Ciptaanya
Iwan Fals bernama lengkap Virgiawan Listanto (lahir di Jakarta, 03
September 1961) adalah seorang penyayi dan pencipta lagu yang menjadi salah
satu musisi yang melegenda di Indonesia. Lewat lagu-lagunya ia memotret
suasana sosial kehidupan Indonesia di akhir tahun 1970-an hingga sekarang, dan
kehidupan pada umumnya serta dirinya sendiri.Kritik atas perilaku sekelompok
orang (seperti Wakil Rakyat, Tante Lisa dan lain-lain), empati kelompok marginal
(misalnya Siang Seberang Istana, Lonteku dan lain-lain), atau bencana-bencana
besar yang melanda dalam negerimaupun luar negeri mendominasi tema lagu-lagu
yang dibawakanya.
Iwan Flas merupakan musisi yang dikenal dengan suara khas bergenre
country/balada. Selain itu, ditambah dengan ciri khas dalam lirik lagunya yang
membuat ia seringkali diidentikkan dengan legengaris internasional, yaitu Bob
Dyan. Dalam hal lirik, Iwan Flas sudah menunjukkan “kenakalannya” pada
lirik-lirik lagunya yang bernuansa kritik baik yang bersifat sosial maupun politik.
Selain itu, lirik lagunya sering kali dibalut dengan humor-humor dan metafora
yang imajinatif. Judul-judul lagunya seperti, Serdadu, Barang Antik, Obat Awet
contoh lagu yang memamerkan kejeniusan pencipta lagu ini (dimodifikasi dari
http://www.iwanfals.co.id/article/our-story/53-biografi-iwan-fals).
2.3Kerangka Pikir
Tujuan penelitian ini terdiri dari tiga bagian yaitu (1) mendeskripsikan
kategori ruang persepsi manusia model Haley yang digunakan untuk menciptakan
ungkapan metafora dalam lirik lagu Iwan Fals pada album tahun 1981-1983
berdasarkan lambang kiasnya, (2) mendeskripsikan kategori ruang persepsi
manusia model Haley yang paling menonjol digunakan untuk menciptakan
ungkapan metafora dalam lirik lagu Iwan Fals pada album tahun 1981-1983. (3)
Mendeskripsikan keadaan sistem ekologi yang terlihat dalam metafora lirik lagu
Iwan Fals pada album tahun 1981-1983 berdasarkan distribusi pemakaian kategori
ruang persepsi manusia model Haley.
Dalam menganalisis kategori ruang persepsi manusia model Haley yang
digunakan untuk menciptakan ungkapan metafora Iwan Fals pada album tahun
1981-1983, peneliti mengacu pada peranan metafora dari sudut pandang sistem
ekologi (ruang persepsi manusia model Haley). Wahab telah menjelaskan bahwa
sistem ekologi manusia itu tersusun berdasarkan sembilan kategori hierarki ruang
persepsi manusia yang teratur. Hierarki ruang persepsi manusia tersebut,
meliputiBeing (Keadaan), Cosmos (Kosmos), Energy (Energi), Substance
(Substansi), Terrestrial (Terestrial), Object (Benda), Living (Kehidupan), Animate
(MakhlukBernyawa), dan Human (Manusia). Kategori tersebut diambil
77). Dalam proses menentukan kategori ruang persepsi manusia model Haley yang
digunakan untuk menciptakan ungkapan metaforanya, peneliti mempertimbangkan
kesesuaian kriteria lambang kias ungkapan metafora itu dengan kriteria kesembilan
kategori ruang persepsi manusia model Haley di atas.
Berdasarkan data-data lirik lagu yang telah diklasifikasikan ke dalam
kategori ruang persepsi manusia model Haley, dicari distribusi pemakaian tiap
kategori atau frekuensi persentase pemakaian kategorinya. Distribusi persentase
itu dilakukan untuk mengetahui kategori metafora ruang persepsi manusia model
Haley yang paling menonjol. Selain itu, hasil dari distribusi persentase pemakaian
kategori tersebut akan mencerminkan keadaan sisitem ekologi penyair. Berikut
mind mapping dibawah ini menjadi bentuk paparan alur kerangka berpikir.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Jenis Penelitian
Penelitian ini yang berjudul “Analisis Metafora Dalam Lirik Lagu Iwan
Fals Pada Album Tahun 1981-1983 Berdasarkan Teori Ruang Persepsi Manusia
Model Haley” termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif. Arikunto (dalam
Prastowo, 2014: 203) mengatakan bahwa penelitian deskriptif tidak dimaksudkan
untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan “apa adanya”
tentang sesuatu variabel, gejala, atau keadaan. Selain itu, Arikunto (dalam
Prastowo, 2014: 204), menyatakan penelitian deskriptif dilakukan untuk tujuan
mendeskripsikan apa adanya suatu variabel, gejala, atau keadaan, bukan untuk
menguji hipotesis. Selain itu, penelitian ini akan menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis dari variabel, gejala, atau keadaan yang diamati.
Moleong (2014: 6) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik,
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Berdasarkan pernyataan dari beberapa ahli di atas, dapat dinyatakan bahwa
penelitian dengan tujuan mendeskripsikan kategori ruang persepsi manusia model
Haley yang digunakan untuk menciptakan ungkapan metafora dalam lirik lagu
manusia model Haley yang paling menonjol, dan mendeskripsikan keadaan sistem
ekologi dalam lirik-lirik lagu Iwan Fals pada album tahun 1981-1983 termasuk
dalam penelitian deskriptif kualitatif.
3.2Data dan Sumber Data
Data peneletian ini berupa frasa, klausa ataupun kalimat yang mengandung
ungkapan metafora dalam lirik-lirik lagu Iwan Fals. Banyaknya lirik-lirik lagu
Iwan Fals yang ada, sumber data penelitian ini dibatasi pada album tahun
1981-1983 dengan mempertimbangkan waktu dan keterbatasan peneliti. Sumber data
tersebut meliputi:
a. Album Sarjana Muda dirilis pada tahun 1981
Judul lagu:
1) Sarjana Muda
2) Guru Oemar Bakri
3) Hatta
4) Doa Pengobral Dosa
5) Si Tua Sais Pedati
6) Ambublance Zig Zag
7) 22 Januari
8) Puing I
9) Yang Terlupakan
b. Album Opini dirilis pada tahun 1982
Judul Lagu:
1) Galang Rambu Anarki
2) O.A.M
3) Antara Aku Kau dan Bekas Pacarku
4) Isi Rimba
5) Sapuku Sapumu
6) Opiniku
7) Ambisi
8) Tak Biru Lagi Lautku
9) Tarmijah
c. Album Sumbang dirilis pada tahun 1983
Judul lagu:
1) Sumbang
2) Kereta Tiba Pukul Berapa
3) Semoga Kau Tak Tuli Tuhan
4) Puing
5) Jendela Kelas I
6) Berikan Pijar Matahari
7) Siang Pelataran SD Sebuah Kampung
8) Asmara Tak Secengeng yang Aku Kira
3.3Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam megumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah
(Arikunto, 2013: 203). Selain itu, instrumen penelitian kualitatif adalah peneliti
sendiri (Moleong, 2006: 168). Selanjutnya, Sugiyono (2011: 222) juga menyatakan
dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen penelitian atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human instrument berfungsi
menentukan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, dan membuat kesimpulan atas temuanya.
Sehubungan dengan penjelasan mengenai instrumen penelitian kualitatif di
atas, peneliti dalam penelitian ini merupakan orang yang bertindak sebagai
perencana, dan pelaksana, menentukan fokus penelitian, memilih sumber data
sebagai informan untuk pengumpulan data, analisis data, penafsir data, pada
akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya. Selain itu, laptop, kalkulator dan
alat-alat tulis lainya juga berperan sebagai alat pembantu dalam instrumen
penelitian ini.
3.4Teknik Pengumpulan Data
Sugiyono (2011: 224-225) menyatakan peneliti tidak akan mendapatkan
data memenuhi standar yang ditetapkan tanpa mengetahui teknik pengumpulan
data. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, sumber dan cara
teknik pengumpulan data secara umum dapat dilakukan dengan observasi
(pengamatan), interview (wawancara), dokumentasi dan gabungan atau triangulasi.
Sehubungan dengan data penelitian ini sudah terfokus pada frasa, klausa dan
kalimat yang mengandung ungkapan metafora dalam lirik lagu Iwan Fals pada
album 1981-1983, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik
dokumentasi, observasi terfokus dan triangulasi. Arikunto (2013: 231) menyatakan
bahwa teknik dokumentasi adalah mencari data mengenai variabel yang berupa
catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan
sebagainya. Selanjutnya, Sugiyono (2011: 240) menyatakan dokumen merupakan
catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar
atau karya-karya monumental dari seseorang. Pada tahap ini, peneliti mengunduh
lirik-lirk lagu Iwan Fals pada album tahun 1981-1983 di situs onlain yang dikelola
oleh Iwan Fals sendiri yaitu(http://www.iwanfals.co.id./discografi).
Sugiyono (2011: 231) menyatakan teknik observasi terfokus merupakan
tahap diamana peneliti sudah melakukan mini tour observation, yaitu suatu
observasi yang telah dipersempit untuk difokuskan pada aspek tertentu. Pada tahap
ini, peneliti sudah memfokuskan data yang akan diteliti, yaitu mengamati dan
mengidentifikasi ungkapan metafora pada tiap frasa, klausa, dan kalimat dalam
lirik-lirik lagu Iwan Fals. Selanjutnya, Sugiyono (2011: 241) mengartikan
triangulasi sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari
berbagai teknik pengumpulam data dan sumber data yang telah ada. Khususnya
pada tahap triangulasi, peneliti menguraikannya pada subbab 3.6 Teknik