BAB II KAJIAN TEORI
2.2 Landasan Teori
2.2.3 Macam-Macam Sudut Pandang Peranan Metafora
Sudah banyak dikemukakan oleh para pakar tentang peranan metafora
dengan berbagai disiplin ilmu, yaitu hubungan metafora dengan teori linguistik
oleh Jerrold M. Saddock, L. Jonathan Cohen, dan David Rummelhat, hubungan
metafora dengan psikologi oleh Allan Paivio, Bruce Fraser, Andrew Ortony, dan
G. A. Miller, hubungan metafora dengan sosiologi oleh Donald P. Schon, Michael
J. Reddy, Robert J. Strenberg, Roger Tourangeau, dan Georgia Nigro, serta
hubungan metafora dengan pendidikan dibahasa oleh Hugh G. Petrie, Thomas F.
Green, dan Thomas G. Sticht (Wahab, 1995: 71). Selain itu, dalam penelitian
Wahab yang berjudul Metafora Sebagai Pelajak Sistem Ekologi metafora dapat
dilihat dari tiga sudut pandang disiplin ilmu. Ketiga sudut pandang tersebut
meliputi sudut pandang segi sintaksis, semantik, dan sistem ekologi (ruang
persepsi manusia model Haley).
a. Sudut Pandang Metafora dari Segi Sintaksis
Wahab (1995: 72) membagi tiga kelompok metafora dari sudut pandang
segi sintaksis, yaitu metafora nominatif, metafora predikatif, dan metafora
1) Metafora nominatif
Pada metafora nominatif, lambang kiasnya hanya terdapat pada nomina
kalimat karena posisi nonima dalam kalimat berbeda-beda. Metafora nominatif
dapat pula dibagi menjadi dua macam, yaitu metafora nominatif subjektif dan
metafora nominatif objektif, atau yang lazim berturut-turut disebut sebagai
metafora nominatif dan metafora komplementatif saja. Dalam metafora nominatif,
lambang kiasnya muncul hanya pada subjek kalimat saja, sedangkan komponen
lain dalam kalimat tetap dinyatakan dengan kata-kata yang mempunyai makna
langsung. Contoh metafora nominatif dalam Wahab (1995: 72) sebagai berikut:
(6) (Angin lama tak singgah ("Tunggu" Slamet Sukirnanto).
Penggalan puisi (6) subjek angin dipakai untuk mengkiaskan utusan
'pembawa berita' yang menyatakan benda mati untuk benda hidup, yaitu angin
untuk manusia si pembawa berita. Sementara itu,lama tak singgah yang menjadi
predikat tetap dinyatakan dalam makna sebenarnya tanpa dikiaskan. Adapun
metafora komplementatif (objek) lambang kiasnya hanya terdapat pada
komplemen kalimat yang dimaksud, sedangkan komplemen lain dalam kalimat
tetap dinyatakan dengan kata yang mempunyai makna langsung. Contoh metafora
komplementatif dalam Wahab (1995:73) sebagai berikut :
(7) Aku minta dibikinkan jembatan cahaya. ("Ismet Natsir" dalam Tonggak 4:59)
Pada kutipan (7) metafora di atas, kata jembatan cahaya berfungsi sebagai
komplemen kalimat 'Aku minta dibikinkan . . . '. Jembatan cahaya adalah kata kias
2) Metafora predikatif
Apabila kata-kata lambang kiasnya hanya terdapat pada predikat kalimat
saja disebut sebagai metafora predikatif, sedangkan subjek dan komponen lain
dalam kalimat itu (jika ada) masih dinyatakan dalam makna langsung. Contoh
metafora jenis ini dalam Wahab (1995: 73) sebagai berikut :
(8) Suara aneh terbaring di sini
(T. Mulia Lubis dalam Tonggak 4:15)
Kata terbaring pada kutipan (8) ungkapan metafora di atas, merupakan
predikat dari subjek kalimat 'Suara aneh... '. Predikat tersebut yang cocok hanya
untuk mamalia (termasuk manusia). Dalam metafora kutipan (8), 'suara aneh'
(ungkapan kebahasaan dengan makna langsung) dihayati sebagai manusia yang
dapat berbaring.
3) Metafora kalimatif
Metafora kalimatif, maksudnya seluruh lambang kias yang dipakai dalam
metafora jenis ini tidak terbatas pada nomina (sebagai subjek atau komplemen)
dan predikat saja, melainkan seluruh komponen dalam kalimat metaforis itu.
Contoh metafora ini dalam Wahab (1995: 74) sebagai berikut:
(9) Api apa membakar?
(Slamet Sukirnanto "Doa Pembakaran").
Seluruh kalimat pada kutipan (9) di atas adalah kias. Tidak ada satu
komponen pun dalam kalimat itu yang dipakai sebagai pengungkapan makna
langsung. Metafora kalimatif di atas mengandung makna yang dimaksud, yaitu
b. Sudut Pandang Metafora dari Segi Semantik
Wahab (1995: 76) menjelaskan bahwa metafora dari sudut pandang
semantis selalu terdiri atas dua macam makna, yaitu makna kias (signifier) dan
makna yang dimaksudkan (signified). Makna yang dimaksudkan dapat
diungkapkan lewat serangkaian predikasi yang dapat diterapkan bersama pada
lambang kias dan makna langsung. Perhatikan contoh berikut.
(10)Aku mengembara di timur tengah
digoda demokrasi barat, didera sosialisme rusia dibujuk semedi cinta, terpanggang padang pasir
(Beni Setia 1982: 2 “Legiun Asing”)
Kalimat pada kutipan (10) di atas adalah kalimat metaforis dengan predikasi
digoda, didera, dibujuk dan terpanggang. Predikasi itu dapat pula diterapkan
pada manusia. Dengan demikian, konsep demokrasi barat, sosialisme Rusia,
filsafat Cina dan religi Timur Tengah, yaitu konsep abstrak dan pengalaman hidup
penyair. Hal tersebut dihayati sebagai manusia yang memiliki inteligensi dan
kemampuan berpikir, sehingga ia dapat menggoda, mendera, membujuk dan
memanggang penyair. Jadi metafora pada kutipan (10) di atas, penyair telah
memiliki pengalaman hidup dan merasakan pahit getirnya demokrasi barat,
sosialisme Rusia, filsafat cina, serta pengalaman keagamaan dari Timur Tengah.
c. Sudut Pandang Metafora dari Segi Sistem Ekologi (Ruang Persepsi Manusia Model Haley)
Wahab (1995: 76-77) menjelaskan di dalam berpikir dan menciptakan
metafora manusia tidak dapat melepaskan diri dari lingkungannya, karena ia
selalu mengadakan interaksi denganlingkungannya itu. Studi tentang interaksi
bernyawa) disebut studi tentang sistem ekologi.Selain itu, Wahab (1995: 71)
memaparkan untuk mengetahui peranan metafora dalam sistem ekologi manusia,
memakai konsep ruang persepsi manusia yang diperkenalkan oleh Michael C.
Haley. Konsep ruang persepsi manusia itu tersusun dalam suatu hierarki yang
sangat teratur. Dengan demikian, ruang persepsi manusia yang mampu
mempengaruhi penciptaan metafora pada kalangan penyair dan sastrawan juga
tersusun menurut hierarki yang teratur pula.
Michael C. Haley (dalam Wahab, 1995: 77) membuat hierarki ruangpersepsi
manusia itu seperti berikut.
BEING COSMOS ENERGY SUBSTANCE TERRESTRIAL OBJECT LIVING ANIMATE HUMAN
Bagan 2.1 Hierarki Ruang Persepsi Manusia Model Haley
Hierarki persepsi manusia terhadap ruang dimulai dari manusia
sendiri,karena manusia dengan segala macam tingkah lakunya merupakan
lingkunganmanusia yang terdekat. Jenjang ruang persepsi manusia yang ada di
atas HUMAN ialah ANIMATE (makhluk bernyawa), sebab manusia hanyalah satu
bagian sajadari makhluk bernyawa. Sebaliknya, tidak semua makhluk bernyawa
dapatdimasukkan ke dalam kategori HUMAN. Misalnya, hewan adalah
bernyawa ialah LIVING. Kategori yang termasuk living adalah alam tetumbuhan,
sebab tumbuhan itu hidup. Tetapi, tidak semua yang hidup itu tetumbuhan. Begitu
hierarki itu seterusnya berjenjang ke atas sampai pada segala sesuatu yang ada di
jagad raya ini, termasuk konsep yang bersifat abstrak dan tidak dapat dihayati
oleh indra serta tak dapat disangkal keberadaannya. Oleh karena itu, kategori
ruang persepsi yang paling atas ialah BEING, untuk mewakili semua konsep
abstrak yang tidak dapat dihayati dengan indra manusia.
Perlu diutarakan di sini, bahwa antara nomina dengan predikasi dari masing-
masing jenis kategori ruang persepsi manusia harus ada kesesuaian. Kesesuaian
antara nomina dan predikasi masing-masing kategori dapat dibaca pada tabel yang
diambil Wahab (1991: 78) sebagai berikut.
Tabel 2.1 Kriteria Kategori Ruang Persepsi Manusia Michael C. Haley
KATEGORI CONTOH NOMINA PREDIKASI
BEING Kebenaran, kasih Ada
COSMOS Matahari, bumi, bulan Menggunakan ruang
ENERGY Cahaya, angin, api Bergerak
SUBSTANCE Semacam gas Lembam
TERRESTRIAL Gunung, sungai, laut Terhampar
OBJECT Semua mineral Pecah
LIVING Flora Tumbuh
ANIMATE Fauna Berjalan, lari
HUMAN Manusia Berpikir
Urutan kriteria kategori di atas dapat digunakan sebagai wujud lambang kias
dalam menciptakan metafora dari hasil interaksi manusia dengan lingkunganya.
yang terdapat dalam ruang persepsi manusia dan tercermin dalam lambang kias
berikut.
1) Kategori being
Kategori BEING mencakup konsep atau pengalaman manusia yang abstrak.
Ciri khas kategori ini ialah predikasi ada, walaupun tak dapat dihayati langsung
oleh indra manusia. Perhatikan contoh berikut.
(11)Senja pun tiba
Suatu kurun waktu yang tak perlu kutanya
(Bambang Darto, dalam Tonggak 4:33 dalam Abdul Wahab, 1995:78)
Senja adalah konsep abstrak untuk menandai “tenggelamnya” matahari; tetapi, konsep senja itu ada. Dalam kalimat metaforis kutipan (11), senja adalah
kias untuk konsep usia lanjut manusia. Konsep senja yang dipakai sebagai
lambang kias untuk konsep usia lanjut merupakan wujud interaksi antara manusia
dengan BEING.
2) Kategori cosmos
Kategori COSMOS predikasinyatidak hanya ada, melainkan menempati
ruang di jagad raya. Jadi yang termasuk benda-benda cosmos antara lain matahari,
bulan, bintang dan bumi. Perhatikan contoh berikut.
(12)Matilah kau bulan Telah mampus bumi Mentari pun kewalahan
(T. Mulia Lubis, dalam Tonggak 4: 16 dalam Abdul Wahab, 1995:79)
Bulan, bumi dan matahari adalah benda-benda cosmos. Dalam kutipan (12)
di atas, benda-benda itu tidak dipakai dalam arti yang sebenarnya. Simbolisme
tentang bulan sangat bervariasi antara budaya yang satu dengan budaya yang lain.
dan bulan ada persamaannya, yaitu masing-masing sangat terikat oleh siklus.
Namun demikian, di Indonesia bulan diasosiasikan dengan keindahan. Bumi
menurut Cirlot (1962 dalam Wahab, 1995) dihubungkan dengan tempat
tumbuhnya kebudayaan atau kebudayaan itu sendiri. Sementara matahari yang
sifatnya universal, melambangkan semangat atau sumber kehidupan. Benda-benda
angkasa tersebut dipakai oleh penyair untuk menyatakan pandangannya yang
pesimis, yaitu tiadanya keindahan (dengan lambang bulan), tak berdayanya
kebudayaan (dengan lambang bumi), dan hilangnya semangat hidup (dengan
lambang matahari).
3) Kategori energy
Predikasi khusus yang dipakai oleh kategori ini ialah bahwa ia tidak saja ada
dan menempati ruang, melainkan juga adanya perilaku gerak. Perhatikan contoh
berikut.
(13)Angin lama tak singgah.
(Slamet Sukirnanto, 1983. “Tunggu” dalam Horison/XXI/235 dalam
Abdul Wahab, 1995:79) (14)Api apa membakar?
(Slamet Sukirnanto, 1984. “Doa Pembakara”. Dalam Horison/XXI/198 dalam Abdul Wahab, 1995:79).
Angin dan api adalah dua bentuk sumber energi. Angin sebagai lambang
kias tidak mempunyai sifat universal. Bagi kebudayaan Indonesia, angin dikaitkan
dengan pembawa pesan. Makna dengan konotasi positif dari angin mempunyai
fungsi pengantar sari kepada putik dalam proses pembuahan. Ungkapan metafora
kutipan (13) di atas berarti ‘pembawa pesan tak singgah’. Sementara pada kutipan
(14) api, dikaitkan dengan konsep kehidupan, kesehatan, kekuasaan, dan tenaga
4) Kategori substance
Predikasi kategori ini ialah ada, membutuhkan ruang dan bergerak serta
mempunyai sifat lembam. Perhatikan contoh berikut.
(15)Sekumpulan puisi Mencair diri
(TM. Lubis, dalam Tonggak 4:18 dalam Abdul Wahab,1995: 80)
Pada kutipan (15) di atas, puisi dihayati sebagai benda substansi yang dapat
berubah bentuk fisiknya, yaitu cair.
5) Kategori terrestrial
Terrestrial yaitu hamparan yang terikat oleh bumi seperti, samudra, sungai,
gunung, padang pasir, dan lain-lain. Perhatikan contoh berikut.
(16)Masuk ruang kegelapan, dan gelas aku tambahkan Mengarungi karang-karang kehidupan
(Sapardi Djoko Damono. 1987. Horison XXI/234 dalam Abdul Wahab,1995: 80)
Dalam metafora kutipan (16) ini dapat diketahui sulitnya kehidupan itu
dilambangkan oleh hamparan terrestrial, yaitu karang-karang. Makna karang
yang diasosiasikan dengan kesulitan hidup atau kekejaman hidup itu dapat
dimengerti, sebab predikasi yang cocok untuk karang ialah: keras, tajam dan sulit
dipegang erat-erat. Jika hal itu dipegang terlalu erat lukalah tangandan melukai
kulit jika tersentuh. Melalui ungkapan tersebut, penyair berusaha untuk
melupakan kekerasan atau kekejaman hidup ini dengan jalan menenggak
minuman keras di bar (digambarkan sebagai ruang gelap).
6) Kategori object
Predikasi yang cocok untuk kategori OBJECT ialah sifatnya yang dapat
(17)Mataku fiberglas
Bagai mainan bikinan Jepang Aku berjalan sempoyongan
(YA. Nugraha, dalam Tonggak 4:200 dalam Abdul Wahab, 1995:80- 81)
Fiberglass adalah OBJECT atau benda yang sifatnya kuat, akan tetapi dapat
saja pecah. Benda ini biasanya kusam, tidak transparan seperti kaca bening.
Yudhistira dalam kutipan (17) menggunakan lambang fiberglass untuk
mengiaskan pandangannya yang tidak bening lagi terhadap dunia sekitarnya,
karena ia ada dalam keadaan kebingungan oleh perkembangan kehidupan.
7) Kategori living
Predikasi kategori LIVINGyaitu bisa tumbuh. Contoh metafora
dalamkategori ini biasanya dikaitkan dengan semua kehidupan flora dan segala
predikasinya. Contoh:
(18)Di taman bunga Mekar juga bersama
(Hamid Jabbar, dalam Tonggak 4:22 dalam Abdul Wahab, 1995:81)
Dalam kalimat metaforis kutipan (18) kehidupan manusia, cinta, dan
kekecewaan adalah tiga konsep yang abstrak dihayati sebagai sesuatu yang
konkret, yaitu masing-masing sebagai taman bunga dan bunga itu sendiri.
Predikasi yang cocok untuk bunga ialah kata mekar. Bunga dipakai sebagai
simbol untuk cinta dan sifatnya universal.
8) Kategori animate
Predikasi kategori ini adalah kemapuannya berjalan, lari, atau terbang dan
atasnya yaitu kategori living. Contoh konkret untuk kategori ini umumnya diambil
dari dunia fauna dan segala perilakunya sebagai berikut.
(19)Tiada bunga-bunga berkembang di sana Kumbang pun tiada bersenda di sana
(John Dami Mukese, dalam Tonggak 4:37 dalam Abdul Wahab, 1995:81)
Bunga sebagai simbol kecantikan dan cinta, biasanya juga dikaitkan
dengan wanita. Secara alami, yang menghampiri bunga ialah kumbang, karena
terpikat oleh madu yang ada di sana. Dengan demikian, ungkapan metafora pada
kutipan (19) kumbang dihayati penyair sebagai pria.
9) Kategori human
Predikasi untuk kategori HUMANyaitu kemampuan berfikir, sehingga dapat
melakukan berbagai macam perbuatan yang tidak mungkin dikerjakan oleh
anggota-anggota kategori di atasnya. Perhatikan contoh berikut ini.
(20)Betapa tajamnya maut memandang Betapa dalam maut mendulang
(Sugandi Putra. 1988. Seratus Sanjak:46 dalam Abdul Wahab, 1995:82)
Dalam kutipan kalimat (20) di atas, maut atau kematian dihayati sebagai
manusia yang dapat memandang dan mendulang emas atau intan. Kematian
digambarkan selalu mengintai dan mengambil kehidupan yang sulit, seperti
sulitnya orang mendapatkan intan atau emas.
Kesembilan jenis kategori yang telah dipaparkan sebelumnya, itulah
kategori ruang persepsi manusia bersifat hierarkis yang dipakai sebagai lambang
untuk meciptakan metafora dan hasil interaksi manusia dengan lingkunganya.
Wahab (1995: 82) menyatakan jika sistem ekologi kita masih seimbang, akan
lingkungan hidup kita sudah tidak lagi seimbang, tidak seimbang pula lingkungan
yang dapat diamati oleh penyair. Hal itu, seterusnya akan mempengaruhi
penciptaan metaforanya. Dengan kata lain, wujud keseimbangan interaksi itu ialah
keseimbangan distribusi pemakaian masing-masing kategori ruang persepsi
manusia model Haley.