• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PELAKU PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR KHUSUSNYA BALAPAN LIAR (BERDASARKAN DATA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA DENPASAR).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PELAKU PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR KHUSUSNYA BALAPAN LIAR (BERDASARKAN DATA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA DENPASAR)."

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PELAKU

PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN

OLEH ANAK DI BAWAH UMUR KHUSUSNYA

BALAPAN LIAR (BERDASARKAN DATA DI WILAYAH

HUKUM POLRESTA DENPASAR)

DEWA KADEK DWI NARO SIGITO NIM. 1003005174

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

SKRIPSI

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PELAKU

PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN

OLEH ANAK DI BAWAH UMUR KHUSUSNYA

BALAPAN LIAR (BERDASARKAN DATA DI WILAYAH

HUKUM POLRESTA DENPASAR)

DEWA KADEK DWI NARO SIGITO NIM. 1003005174

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PELAKU

PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH

ANAK DI BAWAH UMUR KHUSUSNYA BALAPAN LIAR

(BERDASARKAN DATA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA

DENPASAR)

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

DEWA KADEK DWI NARO SIGITO NIM. 1003005174

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)
(5)
(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Om Swastiastu,

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas anugrah-Nyalah skripsi yang berjudul “TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PELAKU PELANGGARAN LALU LINTAS

YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR KHUSUSNYA

BALAPAN LIAR (BERDASARKAN DATA DI WILAYAH HUKUM

POLRESTA DENPASAR)” dapat terselesaikan. Penyusunan skripsi ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai rangkaian kegiatan akademik yang lain, untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH.,MH, Dekan Fakultas Hukum

Universitas Udayana;

2. Bapak I Ketut Sudiarta, SH.,MH, Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana;

(8)

4. Bapak I Wayan Suardana, SH.,MH, Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana;

5. Bapak Dr. Ida Bagus Surya Dharma Jaya, SH., MH., sebagai Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana;

6. Bapak Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi, SH.,MS., sebagai dosen pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

7. Bapak I Gusti Ngurah Parwata, SH.,MH., sebagai dosen pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini; 8. Ibu Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati, SH., M.Kn.,LLM., sebagai Pembimbing

Akademik yang telah memberikan petunjuk dan arahan selama penulis mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Udayana;

9. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama masa studi di Fakultas Hukum Universitas Udayana;

10.Bapak/Ibu Pegawai Tata Usaha serta Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana atas bantuannya dalam hal administrasi kampus dan peminjaman literature;

11.Bapak I Nyoman Nuryana, SH., MH., sebagai Kasat Lantas Polresta Denpasar yang membantu memberikan informasi;

(9)

Rastiati yang telah banyak memberikan semangat dan dukungan moral maupun material dalam menyelesaikan skripsi ini;

13.Teman-teman yang telah memberikan semangat dan dorongan, khususnya, Acil, Niko, Gung Hendra, Yuda Cahyasena, Tomy Guntara, Gek Mas Paramita, Oka Pramana, Seluruh rekan-rekan angkatan 2010 (Amarah), yang telah menumbuhkan tali persahabatan dan persaudaraan yang tidak pernah dilupakan sepanjang masa.

Akhirnya semoga budi baik dari Bapak/Ibu/Saudara/I akan mendapatkan imbalan yang sesuai dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Om Santih, Santih, Santih Om

Denpasar, 13 Januari 2016

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ... i

HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING/PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... iv

HALAMAN KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN DAFTAR ISI ... viii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... xii

HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xiv

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 13

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 13

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 13

1.5 Tujuan Penelitian ... 15

1.5.1 Tujuan Umum ... 15

(11)

1.6 Manfaat Penelitian ... 15

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 15

1.6.2 Manfaat Praktis ... 16

1.7 Landasan Teoritis ... 16

1.7.1 Teori Kontrol Sosial ... 16

1.7.2 Teori Kebijakan Hukum Pidana ... 21

1.8. Metode Penelitian ... 25

1.8.1 Jenis Penelitian ... 25

1.8.2 Sifat Penelitian ... 26

1.8.3 Data dan Sumber Data ... 26

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data ... 27

1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 28

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KRIMINOLOGI, PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR DAN BALAPAN LIAR ... 29

2.1 Kriminologi ... 29

2.1.1 Pengertian Kriminologi ... 29

2.1.2 Ruang Lingkup Kriminologi ... 34

2.2 Pelanggaran Lalu Lintas yang Dilakukan oleh Anak di Bawah Umur ... 40

(12)

2.3.1 Pengertian Balapan Liar ... 48 2.3.2. Ketentuan Pidana Balapan Liar ... 50 BAB III FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PELANGGARAN LALU

LINTAS OLEH ANAK DI BAWAH UMUR KHUSUSNYA

BALAPAN LIAR DI KOTA DENPASAR ... 52

3.1 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Lalu Lintas Oleh Anak di Bawah Umur Khususnya Balapan Liar di Kota Denpasar ... 52 3.1.1 Faktor Internal ... 63 3.1.2 Faktor Eksternal ... 64

BAB IV UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP PELAKU

PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH

ANAK DI BAWAH UMUR KHUSUSNYA BALAPAN LIAR DI

WILAYAH KOTA DENPASAR ... 74

4.1 Upaya Penanggulangan Terhadap Pelaku Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur Khususnya Balapan Liar Di Wilayah Kota Denpasar ... 74 4.1.1 Upaya Penanggulangan Terhadap Pelaku Pelanggaran

(13)

4.1.2 Upaya Penanggulangan Terhadap Pelaku Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur Khususnya Balapan Liar Di Wilayah Kota Denpasar

melalui Sarana Non-Penal ... 81

4.2 Kendala yang Dihadapi oleh Polresta Denpasar dalam Penanggulangan Balapan Liar di Kota Denpasar ... 91

4.2.1 Kendala Internal ... 91

4.2.2 Kendala Eksternal ... 91

BAB V PENUTUP ... 93

5.1 Simpulan ... 93

5.2 Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(14)
(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 4. Undang-Undang nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 6. Daftar Pelaku Pelanggaran Lalu Lintas berdasarkan data dari Satlantas Polresta

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas di Provinsi Bali ... 10

Tabel 2. Data Jumlah Pelanggaran Balapan Liar ... 11

Tabel 3 Data Berdasarkan Tingkat Usia Pelaku Balapan Liar ... 58

Tabel 4 Data Tingkat Pendidikan Pelaku Balapan Liar ... 59

Tabel 5 Data Faktor Pemyebab Anak Melakukan Balapan Liar ... 61

(17)

ABSTRAK

Balapan liar merupakan salah satu wujud pelanggaran lalu lintas anak di bawah umur, yang apabila tidak ditangani secara cepat dan tepat maka akan menjadi

masalah besar. Balapan Liar ini adalah merupakan “perbuatan yang dilarang” dan

pengaturannya terdapat dalam Pasal 297 jo Pasal 115 huruf b Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Faktanya di Denpasar masih terdapat banyak pelanggaran terhadap aturan tersebut. Oleh karena itu, dari perspektif kriminologi perlu diketahui faktor-faktor penyebab anak melakukan balapan liar tersebut dan upaya penanggulangannya dari pihak kepolisian.

Penelitian hukum ini adalah merupakan penelitian hukum dengan aspek empiris, yang bersumberkan pada data primer dan data sekunder. Pengolahan dan analisa data dilakukan secara kualitatif. Keseluruhan hasil analisis dari data tersebut disajikan secara deskriptif, yaitu memaparkan secara lengkap masalah yang diteliti disertai usulan-usulan yang kritis.

Berdasarkan teori containment yang ditemukan oleh Walter C. Reckless dan hasil penelitian di lapangan, maka dapat diketahui faktor-faktor penyebab anak melakukan balapan liar, yang dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Selanjutnya dipaparkan mengenai upaya penanggulangan balapan liar oleh Polresta Denpasar, yang berdasarkan hasil penelitian di lapangan terdapat 2 (dua) upaya penanggulangan, yaitu melalui sarana penal dan sarana non penal.

(18)

ABSTRACT

Illegal races is one from of child traffic violations, which if not dealt with

quickly and right then it will be a big problem. The illegal race is a “prohibited activity” and it is rule by Article 297 jo Article 115 letter b Law No. 22 of 2009 about

Road Traffic and Road Transportation. In fact, in Denpasar there are many violations if these rules. Therefore, from the perspective of criminology needs to be know about the factors that cause child doing the illegal race and mitigation efforts from the police.

This research is a law studies with the empirical aspect, which is primary data and secondary data as a source. Processing and data analysis was done by qualitatively, and fully explained about the problem that studies and also accompanied by a critical review.

Based on containment theory proposed by Walter C. Reckless and research results, it can be seen that the factors that cause the child do the illegal race, which is divided into 2 (two) that are internal and external factors. Furthermore, is it described about the reduction of the illegal race by Denpasar Police, which is based on the results of research, there are 2 (two) reduction, that are by penal and non penal facilities.

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Teknologi dan industri semakin berkembang pesat, disertai dengan keinginan masyarakat untuk saling mengenal, berinteraksi dan menjalin kerjasama antara sesamanya. Hal tersebut membuat kehidupan masyarakat memiliki keterkaitan dan saling berkomplemen dengan perkembangan teknologi dan industri. Teknologi ini telah membantu umat manusia dalam berinteraksi dengan manusia yang ada pada komunitas lain dengan sangat mudah.

Semakin maju dan modern teknologi yang ada pada suatu negara senantiasa akan menimbulkan suatu dampak, baik yang secara langsung ataupun yang tidak langsung. Baik dalam artian positif maupun negatif dan akan sangat berpengaruh terhadap setiap sikap, tindakan dam sikap mental setiap anggota masyarakat. Teknologi ini seakan-seakan memberikan dua perspektif atau pandangan. Pada satu sisi memberikan manfaat yang besar bagi manusia dan sebagai pertanda kemajuan masyarakat, namun di sisi lain dapat juga memberikan ruang dalam memperluas perbuatan-perbuatan manusia untuk melakukan kejahatan yang melewati ambang batas kewajaran dari nilai-nilai yang berkembang dari masyarakat.

(20)

2

berbuat jahat atau memudahkan terjadinya kejahatan.1 Kriminologi itu sendiri adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang seluk beluk kejahatan.2

Salah satu hasil dari kemajuan teknologi yang telah diciptakan adalah adanya kendaraan bermotor yang dapat membawa manusia dari satu tempat ke tempat yang lain dengan jarak yang relatif jauh tanpa harus berjalan kaki untuk mencapai tempat tersebut. Kepemilikan kendaraan bermotor menjadi suatu kebutuhan dari sebagian besar orang sebagai saran transportasi yang tentunya berguna untuk menunjang mobilitas dan aktifitas seseorang. Menurut Arif Budiarto dan Mahmudah bahwa transportasi adalah pergerakan manusia, barang daninformasi dari suatu tempat ke tempat lain dengan nyaman, aman, murah, cepat dan sesuai dengan lingkungan untuk memenuhi kehidupan manusia.3 Robert Preddle juga menyataka bahwa: transport system are the life bood of cities, providing mobility and access that critical to most activities. But many transport system are beginning to threaten the very live ability of the cities they serve.4

Kendaraan bermotor yang sering di kendarai oleh sebagian besar masyarakat dalam kehidupan sehari-hari sebagai salah satu sarana transportasi adalah sepeda motor. Pengertian sepeda motor dapat dilihat dari beberapa sumber. Jika didasarkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, sepeda motor diartikan sebagai sepeda besar yang di jalankan dengan motor. Selanjutnya dalam ketentuan

1Abdul Wahid dan Mohamad Labib, 2010, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), Refika Aditama, Bandung, h. 59.

2Yusrizal, 2012, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, PT. Soft Media, Jakarta, h. 156.

(21)

3

Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Angkutan Jalan,

dinyatakan bahwa: “Sepeda motor adalah kendaraan bermotor beroda dua dengan

atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan bermotor beroda tiga tanpa berumah-rumah”.

Penggunaan sepeda motor dalam mengemudikan atau menggunakan kendaraan bermotor di jalan raya tentunya harus di lengkapi dengan segala surat-surat dan syarat-syarat teknis yang berhubungan dengan persyaratan dalam berlalu-lintas di jalan raya. Adapun persyaratannya seperti: pengguna motor harus membawa surat izin mengemudi (SIM), harus membawa surat tanda nomor kendaraan (STNK), harus mempergunakan alat pengaman kepala atau helm dan persyaratan-persyaratan teknis lain. Persyaratan dasar dan utama bagi setiap orang atau individu dalam mengendarai kendaraan bermotor secara sah dan tidak melanggar hukum di jalan raya adalah memiliki SIM. Pada Ketentuan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terdapat syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk memiliki SIM, yaitu harus memenuhi persyaratan usia, administratif, kesehatan dan lulus ujian. Dalam ketentuan pasal tersebut juga dinyatakan adanya batasan untuk memiliki atau memperoleh SIM adalah sudah berumur 17 tahun untuk memiliki SIM C dan SIM A.

(22)

4

jalan raya untuk memeriksa syarat dalam berkendara. Akan tetapi dewasa ini sering kali ditemui kasus-kasus pelanggaran dalam berlalu lintas, khususnya yang dilakukan oleh anak remaja dengan berbagai macam modus dan criteria pelanggaran yang dilakukan, salah satunya adalah melakukan balapan liar di jalan raya ataupun berkendara tanpa memiliki SIM.

Pada uraian sebelumnya sudah dijelaskan bahwa segala kemanfaatan dari suatu hal yang berkembang pesat pasti selalu berdampingan dengan hal yang negatif. Salah satu dampak negatif yang dapat ditimbulkan dengan adanya sepeda motor adalah banyaknya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak di bawah umur yang menyalahgunakan penggunaan sepeda motor tersebut untuk keperluan balapan liar di jalan raya. Balapan liar ini nantinya dapat membahayakan keselamatan diri sendiri ataupun keselamatan orang lain. Hal inilah yang menyebabkan sepeda motor sebagai sarana untuk balapan, dikatakan sebagai sisi negatif dari perkembangan teknologi. Apalagi salah satu sasaran yang sangat rentan dari adanya balapan motor liar ini adalah anak terutama anak yang baru menginjak usia remaja.

(23)

5

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat menjadi KUHP) tidak merumuskan secara eksplisit mengenai pengertian anak, tetapi dapat dilihat pada beberapa pasal yang member batasan 16 tahun sebagai usia dewasa (Pasal 45, 47 KUHP). Anak yang berusia dibawah tersebut masih menjadi tanggung jawab orang tuanya kalau melanggar hukum pidana. Tingkah laku mereka yang melanggar hukum itupun (misalnya mencuri) belum disebut sebagai kejahatan melainkan hanya disebut sebagai kenakalan. Kalau kenakalan tersebut sudah membahayakan masyarakat dan patut dijatuhi hukuman oleh negara, dan ternyata orang tuanya tidak mampu untuk mendidik anak itu lebih lanjut, maka anak itu menjadi tanggung jawab negara dan dimasukkan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak-Anak.5

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam Pasal 1 butir 1 dinyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Selain itu, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) juga diatur mengenai batasan seorang anak, dimana dalam Pasal 330 ayat (1) memuat batas antara belum dewasa dengan telah dewasa yaitu 21 tahun, kecuali anak tesrsebut telah kawin sebelum berumur 21 tahun dan pendewasaan. Pasal senada dengan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dinyatakan bahwa pengertian anak di perluas lagi dan cenderung

(24)

6

kepada penggunaan anak dalam sistem peradilan, yaitu Anak yang Berhadapan deang Hukum, Anak yang Berkonflik dengan Hukum, Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana, dan Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana. Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah Anak yang Berkonflik dengan Hulum, Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana, dan Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut dengan Anak adalah anak yang telah berusia 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berusia 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Dan Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.

(25)

7

positif yang berlaku, tetapi juga melanggar norma-norma yang ada dalam masyarakat.6

Perilaku yang dilakukan oleh anak ini diambil dari istilah asing Juvenile Delinquecy yang berarti perilaku jahat (dursila) atau kejahatan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara spesial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.7 Salah satu bentuk kejahatan anak sebagai akibat perkembangan teknologi dan industri adalah penggunaan sarana sepeda motor untuk balapan liar di jalan raya.

Balapan liar adalah merupakan kegiatan beradu kecepatan tinggi (yang melebihi batas normal yang ada dalam undang-undang lalu lintas) baik itu sepeda motor maupun mobil yang tidak sesuai dengan standar nasioana ataupun standar perlengkapan, yang dilakukan diatas lintasan umum. Artinya bahwa kegiatan balapan ini dilaksanakan tanpa memiliki ijin resmi dan dilakukan bukan pada lintasan balapan resmi, melainkan di jalan raya.

Fenomena balapan liar sebagai salah satu wujud perilaku penyimpangan anak, akan menjadi salah satu masalah besar apabila tidak ditangani secara cepat dan tepat. Balapan liar ini merupakan “perbuatan yang dilarang” dan pengaturannya terdapat dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia. Hal ini diatur dalam Pasal 297 jo Pasal 115 huruf b Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas

6Rachmad Iswan Nusi, 2014, Efektifitas Penanggulangan Terhadap Pelaku Balapan Liar

Oleh Remaja (Studi di Polresta Samarinda), available at:

http://hukum.ub.ac.id/wp-content/uploads/2014/01/JURNAL-RACHMAD-ISWAN.pdf, accessed 20 Januari 2015

(26)

8

dan Angkutan Jalan, yang menyatakan bahwa : setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor berbalapan di jalan sebagaimana dimaksud pasal 115 huruf b dipidana kurungan paligg lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

(27)

9

Tabel 1. Data Jumlah pelanggaran lalu lintas di Provinsi Bali

NO POLRES

Sumber : Laporan Dit Lantas Polda Bali

Pada data tabel 1 di atas dapat dilihat perbandingan jumlah pelaku pelangaran lalu lintas di Provinsi Bali pada tahun 2015. Dapat diketahui bahwa jumlah pelaku pelanggaran lalu lintas tertinggi terdapat di wilayah hukum Polresta Denpasar.

(28)

10

Peran Kepolisian sangat mendominasi dalam upaya penanggulangan balapan liar ini. Berbagai upaya telah dilakukan oleh kepolisian dalam menanggulangi balapan liar, seperti: penyitaan sepeda motor, mengadakan kerjasama dengan pecalang di tempat sekitar diadakannya balapan liar, serta adanya sanksi dari desa tempat anak yang melanggar tersebut tinggal. Selain itu diperlukan juga peran masyarakat sebagai pendukungnya. Melalu sarana penal dan non penal, pihak kepolisian dapat bertindak guna menanggulangi balapan liar, yang sejatinya balapan liar tersebut merupakan salah satu bentuk tindakan yang melanggar hukum materiil mengenai lalu lintas.

Berdasarkan Pasal 297 jo pasal 115 huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sudah sangat jelas dinyatakan dalam pasal tersebut mengenai larangan adanya balapan liar. Pada kenyataan dan fakta yang ada, di Kota Denpasar masih terdapat banyak pelanggaran terhadap aturan tersebut. Dan berbagai upaya juga telah dilakukan oleh kepolisian seperti yang sudah dipaparkan di paragraph sebelumnya, namun tetap saja masih banyak anak yang melakukan balapan liar. Sehingga dalam hal ini, selain diperlukan upaya yang maksimalunruk menanggulangi balapan liar tersebut, juga perlu diketahui apa yang menjadi faktor atau motivasi anak tersebut melakukan balapan liar.

(29)

11

/ tempat yaitu Jalan Raya Gatot Subroto Denpasar Utara, Jalan Raya Renon dan di Jalan By Pass IB Mantra. Adapun data balapan liar yang sudah ditindak/diproses 3 (tiga) tahun terakhir, yaitu:

Tabel 2. Data Jumlah Pelanggaran Balapan Liar

NO TAHUN JUMLAH PELANGGARAN

1 2012 52

2 2013 31

3 2014 157

4 2015 64

Sumber : Laporan Satuan Lalu Lintas Polresta Denpasar

Pada tabel 2 di atas dapat dilihat adanya fluktuasi jumlah pelanggaran balapan liar di Kota Denpasar dalam empat tahun terakhir yakni sejak tahun 2012 sampai tahun 2015. Dapat dicermati terjadi penurunan jumlah pelanggaran balapan liar pada tahun 2013, dimana pada tahun 2013 pelanggaran balapan liar jumlahnya tidak sebanyak pada tahun 2012. Namun pada tahun 2014 terjadi penigkatan jumlah pelanggaran balapan liar yang sangat signifikan, dimana pada tahun 2014 menjadi titik tertinggi banyaknya jumlah balapan liar. Kemudian penurunan angka balapan liar pada tahun 2015. Adanya fluktuasi jumlah balapan liar ini tentu saja dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, baik itu dari sudut kesadaran hukum masyarakat maupun dari segi optimalisasi penegakan hukumnya.

(30)

12

pengaruh dari teman sepermainan. Apapun yang menjadi alasan anak tersebut melakukan balapan liar, tetap saja kiranya perbuatan itu harus dihindari. Karena nantinya akan membawa danpak yang tidak baik yang mengganggu ketentraman dan ketenangan masyarakat di sekitarnya.

Pada penelitian ini akan dikaji dari aspek kriminologi, karena pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak yaitu balapan liar, dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang, masalah kejahatan anak ini terjadi karena penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan baku ataupun norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sehingga penulis melihat pentingnya masalah ini untuk dikaji dan harus segera dicarikan solusi atau upaya penanggulangannya.

Berdasarkan kondisi empirik dan fakta yang ada sebagaimana yang dipaparkan di atas, penulis melihat adanya kesenjangan antara teori dan praktek. Undang-Undang telah mengatur secara jelas bahwa balapan liar merupakan suatu tindak pidana yang berupa pelanggaran lalu lintas dan dapat dipidana. Tetapi dalam kenyataannya di masyarakat khususnya kalangan anak muda, balapan liar tersebut tetap saja terjadi. Melihat kondisi inilah, maka penulis tertarik untuk menganalisa lebih dalam mengenai faktor penyebab dan upaya penanggulangan balapan liar di Kota Denpasar. Selanjutnya penulis memberikan judul dalam penelitian ini yaitu

“TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PELAKU PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR

KHUSUSNYA BALAPAN LIAR (BERDASARKAN DATA DI WILAYAH

(31)

13

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apa faktor penyebab terjadinya pelanggaran lalu lintas oleh anak di bawah umur khususnya balapan liar di wilayah Kota Denpasar?

2. Bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak di bawah umur khususnya balapan liar di wilayah Kota Denpasar?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk lebih terarahnya tulisan ini perlu kiranya diadakan pembatasan terhadap permasalahan tersebut. Hal ini untuk menghindari adanya pembahasan yang menyimpang dari permasalahan yang dikemukakan. Bertitik tolak dari hal tersebut diatas, maka pokok pembahasan disini adalah mengenai faktor-faktor penyebab anak melakukan balapan liar dan upaya Kepolisian dalam penanggulangan balapan liar di Kota Denpasar.

1.4 Orisinalitas Penelitian

(32)

14

skripsi-skripsi yang pernah ada sebelumnya. Adapun skripsi-skripsi sebelumnya yang menyangkut tentang kriminoogi :

1. Skripsi dengan judul “Tinjauan Kriminologis Terhadap Kenakalan Remaja (Studi Kasus : Balapan Liar di Kabupaten Sinjai Tahun 2011-2013)” ditulis oleh Qasman tahun 2014 dari Universitas Hasanuddin Makasar, dengan rumusan masalah:

1) Apakah yang menjadi faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja khususnya balapan liar di Kabupaten Sinjai sejak Tahun 2011-2013? 2) Bagaimanakah upaya penanggulangan oleh aparat penegak hukum dalam

menanggulangi kenakalan remaja khususnya balapan liar di Kabupaten Sinjai sejak Tahun 2011-2013?

2. Skripsi dengan judul “Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Yang Dilakukan Oleh Geng Motor di Kabupaten Gowa (Studi Kasus Polres Gowa

Tahun 2011 s/d 2012)” ditulis oleh Ibnu Tofail tahun 2013 dari Universitas

Hasanuddin Makasar, dengan rumusan masalah:

1) Apakah yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan yang dilakukan oleh geng motor di Kabupaten Gowa tahun 2011 s/d 2012? 2) Upaya-upaya apakah yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam rangka

menanggulangi kejahatan yang dilakukan oleh geng motor di Kabupaten Gowa tahun 2011 s/d 2012?

(33)

15

oleh anak dalam melakukan balapan liar. Dalam penelitian terdahulu, baik Universitas Udayana maupun Universitas lainnya sepanjang penulis ketahui, penekanan pada penelitian ini belum pernah memperoleh kajian. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dikemukakan masih bersifat orisinal dan layak dijadikan objek penelitiandalam skripsi ini.

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

Mengetahui dan menganalisa dari aspek kriminologi fenomena kejahatan anak dalam melakukan balapan liar yang merupakan pelanggaran lalu lintas di Kota Denpasar.

1.5.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan anak melakukan balapan liar di Kota Denpasar.

2. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh Kepolisian dalam penanggulangan balapan liar di Kota Denpasar.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoristis

(34)

16

1.6.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini maka diharapkan agar dapat menjadi referensi bagi Kepolisian dalam melakukan upaya penanggulangan terhadap balapan liar di Kota Denpasar.

1.7 Landasan Teoritis

Pemikiran atau landasan teori akan digunakan sebagai landasan untuk membahas permasalahan dalam penelitian yang di dalamnya terdapat teori hukum / teori khusus, konsep-konsep hukum, aturan hukum, norma-norma dan lain-lain. Dalam penelitian ini digunakan teori kriminologi serta konsep perilaku penyimpangan anak di bawah umum sebagai landasan analisis terhadap permasalahan yang ada.

Dalam membahas dan menganalisa permasalahan yang dikemukakan diatas, maka ada beberapa teori yang dipaparkan terlebih dahulu dalam bab ini. Kata teori itu sendiri berasal dari theoria yang memiliki arti pandangan atau wawasan.8 Sehingga teori yang nantinya dipakai sebagai acuan atau landasan dalam menjawab atau menganalisis permasalahan yang ada, untuk sementara ini dapat disepakati kebenarannya dan merupakan teori baku yang telah disepakati atau dijadikan landasan oleh para ahli hukum.

1.7.1 Teori Kontrol Sosial

Teori kontrol sosial pada dasarnya berusaha menjelaskan kenakalan remaja dan bukan kejahatan oleh orang dewasa, namun disini saya mehubungkan antara perilaku penyimpangan pada waktu kecil atau remaja membawa dampak

(35)

17

pada anak sampai tumbuh menjadi dewasa dan akan melakukan pelanggaran ataupun kejahatan, pengaruh bawaan dari masa lalu atau remaja membuat seseorang menjadi serakah, berkurangnya pendekatan keluarga atau pembentukan pada masa anak-anak, kurangnya pembentukan kepribadian dari keluarga maupun lingkungan sekolah akan berpengaruh pada waktu seseorang itu menempati posisi tertentu dalam jabatannya nanti. Perilaku pada masa kanak-kanak akan berpengaruh besar dalam karirnya dan akan menjadi kebiasaan.

Menurut Travis Hirschi Teori kontrol Sosial kajiannya melihat dari sudut pandang criminal biology yaitu faktor dari dalam si pelaku dan criminal sociology yaitu faktor kondisi dalam lingkungan yang mempengaruhi perilaku seseorang seperti attachment, involvement, commitment, belief.9

1. Teori Containment (Containment Theory)

Teori containment, merupakan salah satu bagian dari teori control sosial. Ini muncul sebagai akibat dari tiga ragam perkembangan dalam kriminologi. Pertama adanya reaksi terhadap orientasi labeling dan konflik, dan kembali pada penyelidikan tentang tingkah laku kriminal. Kedua munculnya studi tentang

criminal juctice” sebagai ilmu baru yang telah membawa pengaruh terhadap

kriminologi menjadi lebih pragmatis dan berorientasi pada sistem. Ketiga teori control sosial telah dikaitkan dengan suatu teknik penelitian baru khususnya bagi

tingkah laku anak atau remaja, yakni “self report survey”.10

9Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Ctk.Kedua PT. Refika Aditama, Bandung, 2007, hlm. 46

(36)

18

Perkembangan teori kontrol sosial dipelopori oleh Emile Durkeim ketika ia menyatakan bahwa masyarakat akan selalu memiliki angka nyata tentang kejahatan dan perilaku menyimpang yang merupakan gejala normal dalam masyarakat.11 Kemudian perkembangan selanjutnya yaitu pada tahun 1950-an, beberapa ahli telah mempergunakan pendekatan teori kontrol sosial ini terhadap kenakalan anak. Pada tahun 1951, Albert J. Reiss telah mengelompokkan kenakalan berdasarkan tipe psikologinya, teorinya didasarkan pada pendekatan psikiatri dan sosiologi dan merupakan orang pertama yang mengemukakan teori kontrol diri dari kenakalan. Kenakalan terjadi karena lemahnya mekanisme kontrol ego dan superego.12

Perkembangan selanjutnya, diikuti oleh Sykes dan Matza (1957) yang menyatakan bahwa kenakalan terjadi karena rendahnya komitmen pada norma masyarakat dan norma hukum. Sykes dan Matza memperkenalkan 5 (lima) teknik netralisasi. Teknik netralisasi adalah teknik yang dikembangan dari pandangan kritis bahwa orangyang terlibat tindak kejahatan adalah salah, mereka harus rasional, mau mempetimbamgkan dan membuat tingkah laku yang salah dapat diterima sebagai suatu kenyataan sebelu mereka melanjutkan tindakannya. ke 5 (lima) teknik adalah : penolokan tanggung jawab, penolokan rasa sakit, penolokan korban, menghukum bagi yang dinyatakan salah, mengharap loyalitas yang lebih tinggi.13

11Ibid

12Koentjoro, Kriminologi dalam Perspektif Psikologi Sosial, available at : http://koentjoro-psy.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/kriminologi-1.pdf, accessed 21 Januari 2015.

(37)

19

Pendekatan lain digunakan oleh F. I van Nye, yang mengemukakan bahwa teori kontrol tidak sebagai penjelasan umum tentang kejahatan melainkan penjelasan yang bersifat kasuistis. F. I van Nye pada hakikatnya tidak menolak adanya unsur psikologis, disamping unsur sub kultur dalam proses terjadinya kejahatan. Sebagian kasus kenakalan, disebabkan gabungan antara hasil proses belajar dan kontrol sosial yang kurang efektif.14 Pada tahun 1961, Walter Reckless menyampaikan teori containment yang menjelaskan bahwa kenakalan merupakan hasil (akibat) dari interrelasi antara dua bentuk kontrol, yakni inner containment dan outer containment.

Tahun 1969, Tarvis Hirschi mengeluarkan sebuah teori dengan nama social bond. Hirschi percaya bahwa manusia itu dilahirkan untuk melanggar hukum dan akan menjauhkan diri dari perbuatan itu jika terjadi hal yang khusus. Kejadian khusus akan terjadi, manakala ikatan orang pada jalur utama masyarakat itu kuat. Kuatnya ikatan orang pada alur utama masyarakat itu terjadi karena adanya 4 (empat) elemen, yakni : attachment, commitment, involvement, dan belief.15

Pada penelitian ini penulis mempergunakan teori containment sebagai salah satu landasan teori dalam membahas dan menganalisa permasalahan, yang berkaitan dengan faktor-faktor yang menyebabkan anak melakukan balapan liar. Penulis mempergunakan teori containment, karena teori ini memliki ke khasan atau ciri khusus, dimana dalam teori containment dijelaskan mengapa anak tersebut

14Lilik Mulyadi, Kajian Teoristis dan Analisis Terhadap Dimensi Teori-Teori Kriminologis

dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana Modern, available at :

http/www.pt-jambi.go.id/uploads/others/kajian_kritis_dan_analitis_terhadap_dimensi_teori_teori_kriminologi_ dalam_perspektif_ilmu_pengetahuan_hukum_pidana_modern.pdf,accessed 21 Januari 2015

(38)

20

melakukan kenakalan, padahal mereka sudah mengetahui adanya larangan yang mengatur mengenai perbuatan yang dilakukan. Namun, mereka tetap saja melakukan kenakalan itu karena dipengaruhi oleh dorongan dan tarikan baik yang berasal dari dalam diri ataupun luar diri anak tersebut. Selanjutnya dalam paragraf berikutnya akan dipaparkan lebih lanjut mengenai penjelasan dari teori containment.

Containment theory menurut Walter Reckless adalah untuk menjelaskan mengapa di tengah berbagai dorongan dan tarikan-tarikan beraneka macam, dan apapun itu bentuknya, conformity (penerimaan pada norma) tetaplah menjadi sikap yang umum.16 Teori containment pada dasarnya menyatakan bahwa individu-individu memiliki berbagai kontrol sosial (containment) yang membantunya di dalam melawan tekanan-tekanan yang menarik mereka menuju kriminalitas. Artinya disini bahwa containment internal dan eksternal memiliki posisi netral, berbeda dalam tarikan sosial (social pull) dan dorongan dari dalam individu.17

(39)

21

Walter Reckless bersama rekan-rekannya merasakan bahwa teori tersebut sangat bermanfaat dalam menjelaskan kejahatan maupun bukan kejahatan seperti

yang ditunjukkan dalam artikel “The Good Boy a High Delinquency Area”.

Seseorang bisa mendapatkan pengaruh untuk melakukan kejahatan dan disebabkan karena external pressures yang kuat dan external pull serta kelemahan inner containments dan outer containments, sedang yang lainnya tekanan-tekanan (pressures) yang sama seperti ini bisa melawan disebabkan karena berkat keluarga yang kuat atau pemaknaan diri yang kuat.19

Berdasarkan penjelasan teori containment dapat kita lihat bahwa anak dapat melakukan suatu penyimpangan atau kenakalan karena disebabkan oleh sejauh mana dorongan-dorongan dari faktor internal (seperti kebutuhan yang harus dipenuhi, kesalahan, kekejaman) dan eksternal seperti (seperti kemiskinan, pengangguran) dapat dikontrol oleh outer containment dan inner containment seseorang.

1.7.2 Teori Kebijakan Hukum Pidana

Untuk menganalisis penanggulangan terhadap anak yang melakukan balapan liar di jalan raya, maka digunakan teori kebijakan hukum pidana. Kenakalan anak yang terjadi saat ini khususnya dalam hal balapan liar di jalan raya, merupaka salah satu bentuk penyimpangan yang selalu ada dan melakat pada setiap masyarakat. Terhadap masalah ini, tentunya telah banyak usaha penanggulangan yang dilakukan, mengingat dampak yang dihasilkan dari perilaku menyimpang ini cukup membuat resah kehidupan masyarakat.

(40)

22

Upaya penanggulangan kenakalan sesungguhnya merupakan upaya terus menerus dan bersinambungan yang selalu ada, bahkan tidak akan ada upaya yang bersifat final. Upaya itu dilakukan untuk menjamin perlindungan dan kesejahteraan masyarakat.20 Maka dari itu digunakanlah hukum sebagai suatu komponen sistem sosial yang dianggap lebih efektif menyelesaikan problem sosial yang berupa kejahatan di masyarakat.21

Hukum yang merupakan suatu sistem, dapat berjalan dengan efektif dan dipercaya oleh masyarakat, jika dalam pelaksanaanya sesuai dengan perasaan dan nilai-nilai yang tumbuh berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan strategi untuk memformulasikan hukum atau undang-undang yang dalam hal ini dikenal dengan politik hukum atau sering disebut politik kriminal.

Politik kriminal (criminal policy) adalah usaha rasional untuk menanggulangi kenakalan. Politik ini merupakan bagian dari politik penegakan hukum dalam arti luas (law enforcement policy). Semuanya merupakan bagian dari politik sosial, yakni usaha dari masyarakat atau negara untuk meningkatkan kesejahteraan warganya.22 Dengan demikin sekiranya kebijakan penanggulangan kenakalan (politik kriminal) dilakukan dengan menggunakan sarana “penal”

(hukum pidana) dan “non penal”. Kebijakan hukum pidana (penal policy)

khususnya pada tahap yudikatif/aplikatif (penegakan hukum pidana in concreto) harus memperhatikan dan mengerah pada tercapainya tujuan dan kebijakan sosial

20Budi Suhariyanto, 2012, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime) Urgensi

Pengaturan dan Celah Hukumnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 22.

21Ibid, h. 23.

(41)

23

itu sendiri, yaitu yang berupa social welfare (kesejahteraan sosial) dan social defence (perlindungan masyarakat).23

Terkait dengan masalah kebijakan kriminal, menurut Muladi terdapat dua masalah sentral dalam kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana penal, diantaranya adalah masalah penentuan :

1) Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana itu;

2) Sanksi apa yang sebaikanya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar.24

Analisis terhadap dua masalah sentral tidak dapat dilepaskan dari konsepsi integral antara kebijakan kriminal dengan kebijakan sosial atau kebijakan pembangunan nasional. Ini berarti pemecangan masalah-masalah diatas harus pula diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dari kebijakan sosial yang dilakukan dengan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan (policy oriented approach).

Penanggulangan kenakalan, selain menggunakan kebijakan melalui sara penal, dalam hal ini juga digunakan sarana non penal. Dilihat dari sudut politik kriminal, kebijakan paling strategis adalah melalui sarana non penal, karena lebih bersifat preventif dank arena kebijakan penal itu mempunyai keterbatasan dan kelemahan (yaitu bersifat fragmatis, tidak structural fungsional, lebih bersifat represif / tidak preventif, harus didukung oleh infrastruktur dengan biaya tinggi).25

23Barda Nawawi Arief, 2010, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan ( yang selamjutnya disebut dengan Brda Nawawi Arief I ), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 77.

(42)

24

Penggunaan saran non penal diberikan porsi yang lebih besar dari pada penggunaan sarana penal, dimana ada kebutuhan dalam konteks penanggulangan kenakalan anak yang berorientasi untukmecapai faktor-faktor kondusif yang menyebabkan timbulnya kenakalan anak (faktor kriminogen).26

Bertolak dari arti pemahaman kebijakan, istilah kebijakan dalam tulisan ini diambil dari istilah Policy (Inggris) atau Politic (Belanda). Atas dasar dari kedua istilah asing ini, maka istilah Kebijakan Hukum Pidana dapat pula disebut dengan istilah Politik Hukum Pidana. Dalam kepustakaan asing istilah Politik Hukum Pidana ini sering dikenal dengan berbagai istilah antara lain Penal Policy, Criminal Law Policy, atau Strafreehts Politiek.

Kebijakan penanggulangan kenakalan atau yang biasa dikenal dengan istilah Politik Kriminal dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Menurut G. Peter Hoefnagels, upaya penanggulangan kenakalan anak dapat ditempuh dengan 3 (tiga) cara, yaitu :

a. Penerapan hukum pidana (Criminal law application);

b. Pencegahan tanpa pidana (Prevention without punishment);

c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan melaui media masa (Influencing views of society on crime and punishment).

Berkaitan dengan teori kebijakan hukum pidana diatas, maka dalam hal penggunaan hukum pidana pada upaya pencegahan dan penanggulangan balapan

(43)

25

liar yang semakin marak di masyarakat tentunya sangat relevan, mengingat bahaya-bahaya atau dampak dan kerugian yang dapat ditimbulkan dari meningkat pesatnya kejahatan teknologi dan industri tersebut menjadi pertimbangan yang sangat layak. Karena bila kebijakan tersebut dilakukan dengan baik, maka apa yang menjadi tujuan akhir atau tujuan utama dari politik kriminal yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, dapat terwujud dan terealisasi dengan maksimal.

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Penelitian mengenai “Tinjauan Kriminologis Terhadap Pelaku Pelanggaran

Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur Khususnya Balapan Liar

(Berdasarkan Data Di Kota Denpasar)” adalah merupakan jenis penelitian ilmu

hukum dengan kajian empiris. Karena penelitian ini menyangkut data maka dengan sendirinya merupakan penelitian hukum empiris.27

Kajian hukum empiris adalah kajian yang memandang hukum sebagai kenyataan yang mencakup kenyataan sosial, kenyataan kultur dan lain-lain (mengkaji law in action). 28 Penelitian hukum empiris ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab dilakukannya balapan liar dan untuk mengetahui upaya penanggulangan balapan liar dari pihak kepolisian.

27Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, 2005, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h. 2.

(44)

26

1.8.2 Sifat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal di daerah tertentu dan pada saat tertentu.29 Artinya disini adalah menggambarkan secara rinci dan mengkaji secara kritis fakta hukum yang terkait dengan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak di bawah umur dalam melakukan balapan liar di Kota Denpasar.

1.8.3 Data dan Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data Primer adalah data yang dikumpulkan, dari tangan pertama dan diolah oleh suatu organisasi atau perorangan.30 Artinya disini data tersebut diperoleh bersumber dari penelitian lapangan dan diperoleh baik dari responden maupun informan.

2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh oleh suatu organisasi atau perorangan yang berasal dari pihak lain yang pernah mengumpulkan dan mengelolanya sebelumnya.31 Artinya disini data yang dikumpulkan bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh penulis. Data sekunder ini terdiri dari:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif). Bahan hukum tersebut terdiri atas peraturan

29Bambang Waluyo, 2008, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h. 8. 30Muslan Abdurrahman, 2009, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press, Malang, h. 112.

(45)

27

undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam suatu peraturan perundang-undangan, dan putusan hakim.32 Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang dipergunakan adalah Norma Dasar Pancasila, Peraturan Dasar Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum penunjang, yang terdiri atas buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa permasalahan hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar 1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian hukum empiris dikenal teknik-teknik untuk mengumpulkan data yaitu studi dokumen, wawancara, observasi, dan penyebaran quisioner/angkat. Aadapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: a. Teknik studi dokumen merupakan langkah awal dari setiap penelitian hukum

(baik normatif maupun empiris), karena penelitian hukum selalu bertolak dari premis normatif.33

b. Teknik Wawancara (interview)

Menurut M. Mochtar, teknik wawancara adalah teknik atau metode memperoleh informasi untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung (tatap muka), antara pewawancara dengan responden.

(46)

28

Selain dengan cara tatap muka wawancara dapat dilakukan secara tidak langsung dengan telepon atau surat.34

c. Teknik observasi / pengamatan

Teknik observasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu teknik observasi langsung dan teknik observasi tidak langsung. Yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi langsung dimana peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala tertentu dalam masyarakat, tetapi peneliti tidak menjadi anggota dari kelompok yang diamati.

1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder terkumpul selanjutnya dianalisa. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan adalah teknik deskripsi, yakni menguraikan dan menghubungkannya dengan teori-teori atau literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan dan akhirnya menarik suatu kesimpulan dalam bentuk argumentasi hukum untuk menemukan hasil dari penelitian.

(47)

29

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KRIMINOLOGI, PELANGGARAN LALU

LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR DAN

BALAPAN LIAR

2.1 Kriminologi

2.1.1 Pengertian Kriminologi

Istilah kriminologi umtuk pertama kali digunakan oleh seorang ahli Antropologi Perancis yang bernama P. Topinard (1830-1911). Secara umum, istilah kriminologi identik dengan perilaku yang diketagorikan sebagai suatu kejahatan. Kejahatan dimaksud disini adalah suatu tindakan yang dilakukan orang-orang dan atau instansi yang dilarang oleh suatu undang-undang. Pemahaman tersebut diatas tentunya tidak bisa disalahkan dalam memandang kriminologi yang merupakan bagian dari ilmu yang mempelajari suatu kejahatan.1

Nama kriminologi yang disampaikan oleh P. Topinard, secara harfiah berasal dari kata “Crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan “Logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi kriminologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari rentang seluk beluk kejahatan. Adapun cakupan studi kriminologi, tidak hanya menyangkut peristiwa kejahatan, tapi juga meliputi bentuk, penyebab, konsekuensi dari kejahatam, serta reaksi sosial terhadapnya, termasuk reaksi lewat peraturan perundangan dan kebijakan-kebijakan pemerintah

1Lamber Missa, 2010, Studi Kriminologi Penyelesaian Kekerasan dalam Rumah Tangga

di Wilayah Kota Kupang Provivsi Nusa Tenggara Timur, (tesis), Program Magister Ilmu Hukum

(48)

30

di berbagai bidang. 2 Oleh karena itu cakupan studinya yang begitu luas, menyebabkan kriminologi ini menjadi sebuah kajian interdisipliner terhadap kejahatan.

Melihat kajian kriminologi yang indisipliner, membuat para ahli hukum memberikan definisi terhadap kriminologi dalam berbagai versi sesuai dengan sudut pandang atau perspektif mereka masing-masing. Di bawah ini penulis mengutip pendapat para ahli mengenai pengertian / definisi dari kriminologi. a. W.A. Bonger

W.A. Bonger mendefinisikan kriminologi sebagai ilmu yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya (kriminologi teoritis atau kriminologi murni), yang seperti ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-gejala dan mencoba menyelidiki sebab-sebab dari gejala-gejala kejahatan-kejahatan itu dinamakan etimologi. Di luar kriminologi murni atau krimonologi teoritis tersebut, terdapat kriminologi praktis atau terapan.3

b. W.E. Noach

W.E. Noach membagi pengertian kriminologi atat dua kategori, yakni kriminologi dalam arti luas dan kriminologi dalam arti sempit. Kriminologi dalam arti luas mencakup kriminologi dalam arti sempit dan kriminalistik. Dalam arti sempit, kriminologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk penjelmaan, sebab-sebab dan akibat-akibat dari kriminalitas (kejahatan

2Indah Sri Utari, 2012, Aliran dan Teori dalam Kriminologi, Thafa Media, Yogyakarta, h.1.

(49)

31

dan perbuatan-perbuatan buruk). Sedangkan kriminalistik merupakan ilmu yang mempelajari kejahatan sebagai masalah teknik, sebagai alat untuk mengadakan pengejaran atau penyelidikan perkara kejahatan secara teknis dengan menggunakan ilmu-ilmu alam kimia dan lain-lain seperti ilmu kedokteran kehakiman (ilmu kedokteran / forensic), ilmu alam kehakiman antara lain sidik jari (dektiloskopi) dan ilmu kimia kehakiman antara lain ilmu tentang kerancuan (ilmu toksikologi). Masih menurut Noach, kriminologi dalam arti sempit tidak mencakup kriminalistik, sehingga hanya menunjuk pada ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk, sebab-sebab dan akibat-akibat dari kejahatan.4

c. Wolfgang, Savitz dan Johnston (dalam The Sociology of Crime and Delequency)

Kriminologi adalah kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian tentang gejala kejahatan dengan jalan mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan, keseragaman-keseragaman, pola-pola dan faktor-faktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan, pelaku kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap keduanya.5

d. Edwin H. Sutherland

Kriminologi adalah keseluruhan ilmu pengertahuan mengenai kejahatan sebagai gejala sosial. Jadi kalau kita perhatikan definisi tersebut diatas

(50)

32

meyakinkan kita bahwa kejahatan hanya terdapat dalam masyarakat. Oleh karena itu perlu memperhatikan kondisi masyarakat bila mempelajari masalah kejahatan. Sebab tidak pungkiri ada saling pengaruh antara individu dengan masyarakat. Dari uraian diatas Sutherland meletakkan pendapatnya bahwa kejahatan berakar pada organisasi masyarakat, dimana kejahatan-kejahatan yang tinggi disebabkan kekacauan masyarakat.6

e. Soedjono Dirdjosisworo

Kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab, akibat, perbaikan dan pencegahan kejahatan sebagai gejala manusia dengan menghimpun sumbangan-sumbangan ilmu pengetahuan. Tegasnya, kriminologi merupakan sarana untuk mengetahui sebab-sebab kejahatan dan akibatnya, mempelajari cara mencegah timbulnya kejahatan.7

f. Michael dan Alder

Kriminologi adalah keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari para penjahat, lingkungan mereka dan cara mereka secara resmi diperlakukan oleh lembaga-lembaga penertib masyarakat dan oleh para anggota masyarakat.8 g. Stephan Hurwitz

Kriminologi dipandang sebagai istilah global atau umum untuk suatu lapanagan ilmu pengetahuan yang sedemikian luas dan beraneka ragam, sehingga tidak mungkin dikuasai oleh seorang ahli saja.9

6Yurizal, op.cit., h. 156-157. 7Indah Sri Utari, op.cit., h. 4.

8Wahyu Muljono, 2012, Pengantar Teori Kriminologi, Penertib Pustaka Yustisia, Yogyakarta, h. 35.

(51)

33

h. A.E. Wood

Istilah Kriminologi mengikiti keseluruhan ilmu pengetahuan yang didasarkan pada teori pengalaman yang berhubungan dengan kejahatan dan penjahat, termasuk reaksi-reaksi masyarakat atas kejahatan dan penjahat.10

i. M.P. Vrij

Kriminologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang kejahatan, mula-mula mempelajari kejahatan itu sendiri, kemudian sebab-sebab serta akibat dari kejahatan tersebut.11

j. Paul Mudigno Mulyono

Kriminologi adalah imu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah manusia.12

k. J. Constant

Kriminologi sebagai suatu pengetahuan pengalaman yang bertujuan menentukan faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan danpenjahat. Dalam hal ini, diperhatikan banyak faktor-faktor sosiologis dan ekonomis, maupun faktor-faktor psikologis individu.13

l. J.M. Van Bemmelen

Kriminologi merupakan tiap kelakuan yang merugikan (merusak) dan asusila yang menimbulkan kegoncangan yang sedemikian besar dalam suatu

10Yusrizal, op.cit., h. 157. 11Indah Sri Utari, op.cit., h. 3.

12Yesmil Anwar dan Adang, op.cit., h. 7.

(52)

34

masyarakat tertentu sehingga masyarakat tersebut berhak mencela dan mengadakan perlawanan terhadap kelakuan tersebut dengan jalan menjatuhkan dengan sengaja suatu nestapa (penderitaan) terhadap pelaku kejahatan.14

2.1.2 Ruang Lingkup Kriminologi

Berbicara mengenai ruang lingkup kriminologi, tentunya setiap ahli hukum mempunyai pandangan yang berbada-beda satu sama lain mengenai ruang lingkup dari kriminologi. Di bawah ini akan dipaparkan mengenai ruang lingkup kriminologi dari beberapa ahli.

Menurut W.A. Bonger, ruang lingkup kajian kriminologi dibedakan antara kriminologi murni dan kriminologi terapan.

a. Ruang lingkup kriminologi murni, meliputi : 1. Antropologi kriminal

Ilmu pengetahuan ini mempelajari dan meneliti penjahat dari segi tingkah laku, karakter dan cirri tubuhnya. Bidang ini juga meneliti : apakah ada hubungan antara suku bangsa dengan kejahatan? dan seterusnya. Apakah tingkah laku dan budaya masyarakat yang dapat menimbulkan kejahatan dan melahirkan pelaku-pelaku kejahatan? 2. Sosiologi kriminal

Ilmu pengetahuan ini mempelajari dan meneliti kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat untuk mengetahui dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan yang dicari

(53)

35

jawabannya oleh bidang ilmu ini antara lain : apakah masyarakat melahirkan kejahatan? termasuk kepatuhan dan ketaatan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan. Apakah norma-norma masyarakat tidak berfungsi dalam mencekah kejahatan?

3. Psikologi kriminal

Ilmu pengetahuan ini mempelajari dan meneliti kejahatan dari sudut kejiwaan penjahatan. Pertanyaan-pertanyaan yang dicari jawabannya di bidang ilmu ini antara lain : apakah kejiwaannya yang melahirkan kejahatan? ataukah karena lingkungan atau sikap masyarakat yang melahirkan kejahatan.

4. Psikopatologi dan neuropatologi kriminal

Ilmu pengetahuan ini mempelajari dan meneliti kejahatan dan penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf. Pernyataan-pernyataan yang dicari jawabannya oleh bidang ilmu ini antara lain : apakah urat syaraf atau sakit jiwa yang menimbulkan kejahatan dan kejahatan apa yang timbul akibat sakit jiwa atau urat syaraf tersebut?

5. Penologi

(54)

36

dikaitkan dengan latar belakang dan adanya keseimbangan antara pemidanaan dengan kejahatan yang dilakukan?15

b. Ruang lingkup kriminologi terapan meliputi : 1. Higiene kriminal

Usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan. Misalnya usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk menerapkan undang-undang, sistem jaminan hidup dan kesejahteraan yang dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kejahatan.

2. Politik kriminal

Usaha penanggulangan kejahatan dimana suatu kejahatan telah terjadi. Disini dilihat sebab-sebab orang melakukan kejahatan. Apabila disebabkan oleh faktor ekonomi maka usaha yang dilakukan adalah meningkatkan keterampilan atau membuka lapangan kerja. Jadi tidak semata-mata dengan penjatuhan sanksi.

3. Kriminalistik

Ilmu tentang pelaksanaan penyidikan teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan.16 Dalam mengungkapkan kejahatan digunakan scientific criminalistik antara lain yaitu identifikasi, laboratorium kriminal, alat mengetes golongan darah (DNA), alat mengetes kebohongan, balistik, atau penentu keracunan kedokteran kehakiman,

(55)

37

forencic texiology dan scientific kriminalistik lainnya sesuai dengan perkembangan teknologi.17

Selain W.A Bonger di atas, Sutherland juga memberikan pendapatnya mengenai ruang lingkup kriminologi. Menurut Sutherland, kriminologi meliputi :

a. Sosiologi hukum

Ilmu yang memandang kejahatan itu sebagai perbuatan yang dilarang oleh hukum dan diancam dengan sanksi. Pada intinya yang menentukan suatu perbuatan itu jahat atau tidak itu adalah hukum. Oleh karena di dalam mencari sebab musabab kejahatan harus dilihat dari faktor-faktor apa yang menyebabkan hukum dalam hal ini adalah hukum pidana; b. Etimologi kriminal

Cabang ilmu dari kriminologi, yaitu suatu ilmu yang mempelajari dan mencari sebab-sebab kejahatan;

c. Penology

Ilmu yang mempelajari tentang hukuman. Sutherland menambahkan dan memasukkan hak-hak yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan baik represif maupun preventif.18

Lain halnya dengan pendapat Noach mengenai kajian kriminologi. Noach membagi kriminologi menjadi 2 (dua) pengertian yakni kriminologi dalam arti luas dan kriminologi dalam arti sempit. Kriminologi dalam arti sempit merupakan suatu ilmu pengetahuan tentang bentuk-bentuk perwujudan sebab-sebab dan akibat

(56)

38

kriminalitas. Jadi sesuai dengan pengertian di atas bahwa Kriminologi menurut Noach dibadi menjadi 3 (tiga) dapat diperjelaskan dengan adanya unsur-unsur yakni sebagai berikut :

1. Bentuk-bentuk gejala (fenomena), bentuk-bentuk gejala yang mudah diketahui ialah yang berdasarkan pada norma-norma dari ilmu-ilmu pengetahuan lainya seperti hukum pidana dam etika;

2. Sebab-sebab kriminalitas (etiologi) yang berhubungan dengan lain-lain gejala dalam kehidupan individu, masyarakat dan alam;

3. Akibat-akibat kriminalitas sampai berapa jauh dapat dianggap masih meliputi oleh kriminologi.

Selanjutnya Noach membagi kriminalistik menjadi: pengetahuan tentang lacak-lacak yakni bekas tanda-tanda yang ditinggalkan penjahat, termasuk bekas persiapan dan pelaksanaan serta perbuatan sesudahnya untuk menutupi perbuatan sesungguhnya. Dengan demikian meliputi penyidikan tentang:

1) Identitas si penjahat (dactilosophy: pemeriksaan tulisan dan perbandingannya, dan cirri-ciri lain);

2) Alat-alat (umpamanya senjata api)

3) Pemeriksaan tentang uang kertas / uang logam palsu, hal-hal mana yang membutuhkan pertolongan ahli-ahli kimia.19

Sarjana lain, selain yang disebutkan di atas juga memberikan pendapatnya mengenai ruang lingkup kriminologi, yang meliputi :

a. Etimologi kriminal atau kriminologi dalam arti sempit

(57)

39

Ilmu pengetahuan ini mempelajari dan meneliti sebab musabab timbulnya suatu kejahatan.20

b. Politik kriminal

Sudarto memberi tiga pengertian pada istilah politik kriminal, yaitu : 1. Dalam arti sempit, keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar

dan reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana;

2. Dalam arti luas, keseluruhan fungsi dalam aparatur penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi;

3. Dalam arti paling luas diambil dari pendapat Jorgen Jepsen, ialah keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral masyarakat.21

Menurut Sudarto Politik kriminal ini adalah suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan.22 Menurut Barda Nawawi Arief, politik kriminal pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari politik sosial (kebijakan atau upaya untuk mencapai kejahatan sosial), dan dikatakan bahwa upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan dalam arti :

a. Ada keterpaduan (integralitas) antara politik kriminal dengan politik sosial;

20Indah Sri Utari, op.,cit., h. 16.

(58)

40

b. Ada keteraduan antara (integralitas) antara upaya penanggulangan kejahatan dengan penal dan non penal.23

2.2 Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur

Masalah yang patut diperhatikan dikota besar adalah masalah lalu lintas. Hal tersebut bisa dilihat dari angka kecelakaan lalu lintas yang terus yang terus meningkat setiap tahunnya, perkembangan lalu lintas bisa menyebabkan pengaruh positif maupun negatif bagi kehidupan dimasyarakat. Setiap tahunnya juga jumlah kendaraan terus meningkat dan tidak sedikit masyarakat yang melanggar peraturan-peraturan lalu lintas sehingga pemerintah maupun kepolisian harus semakin ketat dan tegas untuk masalah lalu lintas, hal tersebut untuk mengurangi atau menekan tingkat kecelakan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas dapat disebabkan oleh banyak hal, pengemudi kendaraan yang buruk, pejalan kaki yang kurang hati-hati, jalanan yang tidak layak seperti jalan yang berlubang, kerusakan kendaraan, kendaraan yang sudah tidak layak lagi pakai, pengendara yang tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas.

1. Pengertian Lalu Lintas

Pengertian lalu lintas angkutan jalan di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dirumuskan tentang pengertian lalu lintas angkutan jalan secara sendiri-sendiri yakni sebagai berikut:

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan :

(59)

41

“Lalu lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas

Lalu Lintas, Angkutan Jalan, jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan, Pengemudi, Pengguna

Jalan, serta pengelolanya”.

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan :

“Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di ruang Lalu Lintas Jalan”.

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan :

“Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke

tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan”.

Melihat rumusan Pasal 1 ayat (1), (2) dan (3) tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa lalu lintas angkutan jalan adalah gerak pindah orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan dan sarana jalan yang diperuntukkan bagi umum. Kendaraan yang dimaksud adalah meliputi baik kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor.

2. Pelanggaran Lalu Lintas

(60)

42

Pasal 33 (1) huruf a dan b, Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 atau peraturan perundang-undangan yang lainnya.24

Definisi pelanggaran lalu lintas yang dikemukakan oleh Awaloedin tersebut di atas ternyata masih menggunakan rujukan atau dasar perundang-undangan yang lama yakni UU No 14 Tahun 1992 yang telah diganti dengan UU No. 22 Tahun 2009, akan tetapi hal tersebut dapat dijadikan suatu masukan berharga dalam membahas tentang pengertian pelanggaran lalu lintas.

Istilah pelanggaran dalam hukum pidana, menunjukan adanya suatu perbuatan atau tindakan manusia yang melanggar hukum, melanggar hukum atau Undang-Undang berarti melakukan suatu tindak pidana atau delik. Tiap delik mengandung dua unsur : Unsur melawan hukum dan Unsur kesalahan. Bila mana di lihat dari cara terjadinya delik itu dapat digolongkan kedalam 2 golongan, yaitu : Delik yang dilakukan dengan sengaja (dolus), Delik yang dilakukan dengan kealpaan (culpa).

Yang dimaksud dengan pelanggaran adalah perbuatan atau perkara melanggar. Atau dengan kata lain pelanggaran adalah tindak pidana yang lebih ringan daripada kejahatan, sedangkan yang dimaksud dengan melanggar adalah melewati atau melalui dengan tidak sah, menubruk, menabrak, menyalahi, melawan. Jadi dapat disimpulkan bahwa definisi pelanggaran yaitu pelanggaran lalu lintas adalah suatu perbuatan atau perkara melewati, melalui dengan tidak sah, menabrak, menyalahi, melawan, yang berhubungan dengan arus bolak-balik, hilir

(61)

43

mudik atau perjalanan dijalan, perhubungan antara satu tempat dengan tempat yang lain dengan menggunakan kendaraan bermotor.

3. Pengertian Anak

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masihdalam kandungan. Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak di bagi menjadi 3 (tiga) yaitu : Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

a. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

b. Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.

Gambar

Tabel 1. Data Jumlah pelanggaran lalu lintas di Provinsi Bali
Tabel 2. Data Jumlah Pelanggaran Balapan Liar

Referensi

Dokumen terkait

Sebagian besar penerapan sanksi pidana di dalam beberapa putusan pengadilan terkait anak sebagai pelaku dalam kasus pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak masih sering terjadi faktor-faktor yang menyebabkan tingginya pelanggaran lalu

Bagaimana upaya untuk mengatasi kendala yang dihadapi Polisi lalu lintas dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh pengendara sepeda motor di Kabupaten Sanggau

Kendala yang dihadapi Polisi lalu lintas dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh pengendara sepeda motor di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat adalah dikarenakan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak dibawah umur masih sering terjadi dan faktor-faktor yang menyebabkan tingginya

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak masih sering terjadi faktor-faktor yang menyebabkan tingginya pelanggaran lalu

dilakukan penelitian yang berjudul “ Analisa Hukum terhadap pelajar sebagai pelaku Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu

15 Ibid.. mempengaruhi penindakan pelanggaran lalu lintas menggunakan E-Tilang, mengingat Kota Palembang merupakan ibu kota Provinsi dimana dapat dikatakan