* Alamat Korespondensi : [email protected] DOI : http://dx.doi.org/10.21082/bullittro.v33n2.2022.53-60
0215-0824/2527-4414 @ 2017 Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
PENGARUH METODE PENGERINGAN TERHADAP KARAKTERISTIK ANTOSIANIN BUAH DUWET SECARA KUALITATIF DAN KUANTITATIF
The Influence of Drying Method on the Anthocyanin Character of Duwet Fruit Qualitatively and Quantitatively
Lalu Husnul Hidayat*, Dyke Gita Wirasisya, Handa Muliasari Prodi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
Jl. Majapahit No.62, Gomong, Kec. Selaparang, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. 83115
INFO ARTIKEL ABSTRAK/ABSTRACT
Article history: Buah duwet (Syzygium cumini L.) memiliki senyawa antosianin dengan beberapa efek farmakologi. Kadar antosianin ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya metode pengeringan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh metode pengeringan terhadap karakteristik kualitatif dan kuantitatif antosianin pada buah duwet. Metode pengeringan terdiri dari tiga perlakuan 1) segar /tanpa pengeringan, 2) pengering beku/freeze drier, dan 3) pengeringan sinar matahari. Sampel dimaserasi dengan alkohol 96% dan asam sitrat 3% (6:1) serta dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak dianalisis secara kualitatif dengan uji warna dan KLT, kadar antosianin dianalisis dengan metode spektrofotometeri UV-Vis. Warna merah dan hijau pada setiap sampel menunjukkan adanya antosianin. Nilai Rf sebesar 0,25;
0,375; 0,5 menunjukkan jenis antosianin sianidin 3-ramnosil glukosida 5-glukosida, sianidin 3-glukosida, dan petunidin 3,7 diglukosida. Rerata kadar antosianin pada metode pengering beku dan sinar matahari berturut-turut sebesar 305, 406 mg.l-1 dan 99,0244 mg.l-1. Metode pengering beku menunjukkan intensitas warna lebih kuat dan kadar antosianin lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan dengan sinar matahari.
Diterima: 28 November 2022 Direvisi: 19 Desember 2022 Disetujui: 25 Desember 2022
Kata kunci:
Syzygium cumini L.; pengering beku; sinar matahari.
Keywords:
Syzygium cumini L.; freeze drying; sun drying.
The fruit of duwet (Syzygium cumini L.) has anthocyanin compounds with some pharmacological effects. Several factors, such as the drying method, determined anthocyanin levels. This study aimed to compare the drying method's effect on anthocyanins' qualitative and quantitative characteristics in duwet fruit. The drying methods tested were (1) fresh fruit (without drying), (2) freeze drying, and (3) sun drying. The sample was macerated with 96% alcohol and 3% citric acid (6:1) and concentrated using a rotary evaporator. The extracts were then qualitatively analyzed with color and TLC tests. Anthocyanin levels were analyzed by the UV-Vis spectrophotometer. The red and green colors of each sample indicated the presence of anthocyanins. Rf values of 0.25; 0.375; 0.5 indicated anthocyanin type, which was cyanidin 3-ramnosil glucoside 5-glucoside, cyanidin 3-glucoside, and petunidin 3,7 diglucoside. The average anthocyanin content in the freeze-drying and sun-drying method were successively 305.406 mg.l-1 and 99.0244 mg.l-1. The freeze-drying method showed stronger color intensity and higher anthocyanin levels (p<0.05) than sun drying.
PENDAHULUAN
Buah duwet atau jamblang (Syzygium cumini L.) merupakan salah satu tanaman tropis yang tumbuh di Indonesia. Keberadaan buah duwet di Nusa Tenggara Barat tergolong cukup banyak walaupun hanya ada ketika musim panen saja yaitu pada bulan Agustus dan Desember. Buah duwet memiliki varian rasa seperti rasa manis, asam dan sedikit sepat. Sifat sensoris tersebut karena adanya kandungan vitamin C dan tanin (Hasanah dan Sari 2015). Selain itu, buah duwet juga mengandung senyawa fenolik, flavonoid, lignan, dan tanin serta memiliki kandungan senyawa antosianin yang tinggi.
Antosianin merupakan senyawa pemberi warna ungu kehitaman pada kulit buah duwet matang, yang memiliki aktivitas sebagai antidiabetes, antihipertensi, antiinflamasi, antikanker, dan antioksidan (Nair 2017). Total kandungan antosianin pada kulit buah duwet matang rata–rata sekitar 731 mg.100 g-1 (b/b) lebih tinggi dibandingkan pada bagian lainnya sehingga kulit buah duwet berpotensi sebagai sumber antosianin (Sari et al. 2005). Ada tiga jenis senyawa antosianin pada buah duwet yaitu pelorgonidin-3,5- diglukosida, sianidin-3 ramnosilglukosida 5- glukosida, pelorgonidin-3-(p-koumaril glukosida)- 5-glukosida (Lestario 2017).
Antosianin merupakan senyawa yang tidak stabil terhadap suhu dan cahaya dan kandungannya secara optimal diperoleh pada keadaan asam, temperatur rendah, kondisi dingin dan gelap (Priska et al. 2018). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan penurunan kadar antosianin pada sampel sebelum proses ekstraksi diantaranya adalah metode pengeringan. Metode pengeringan selain sinar matahari yang umum digunakan, adalah metode pengeringan beku. Hasil studi Coklar dan Akbulut (2017) menunjukkan kadar antosianin tertinggi pada buah anggur hitam diperoleh pada perlakuan pengeringan beku dibandingkan dengan metode lainnya. Studi pengeringan pada buah duwet belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh metode pengeringan sinar matahari dan pengeringan beku terhadap karakter antosianin buah duwet secara kualitatif dan kuantitatif.
BAHAN DAN METODE Bahan dan alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah buah duwet, etanol 96%, asam sitrat 3%, kalium klorida (pa), Na-asetat trihidrat (pa), asam klorida 37%,
asam klorida 2 M, natrium hidroksida 2 M, butanol asam asetat, akuades, plat silika gel GF254 dan kertas saring. Alat-alat yang digunakan adalah baskom, kain mori, kain hitam, bejana maserasi, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pisau, batang pengaduk, gelas kimia, tabung reaksi, penjepit tabung reaksi, corong pisah, penangas air, mikropipet, mikro tube, spektrofotometer UV-Vis, sinar UV 254 dan 366, vacuum rotary evaporator, freeze dryer, kulkas, chamber, pH meter dan boks es.
Metode
Determinasi tanaman
Bagian daun, buah, dan bunga tanaman duwet dideterminasi di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mataram.
Proses pemanenan
Buah duwet matang bewarna ungu kehitaman sebanyak 3 kg, yang berasal dari Pemenang Kabupaten Lombok Utara, disortasi dan dicuci sebanyak tiga kali menggunakan air bersih. Buah duwet yang sudah bersih kemudian dibagi menjadi tiga bagian, masing-masing bagian sebanyak 1 kg diberi perlakuan yang berbeda yaitu ekstraksi buah segar, ekstraksi buah kering dengan metode pengeringan sinar matahari dan ekstraksi buah yang dikeringkan dengan metode pengeringan beku
Metode pengeringan menggunakan sinar matahari dilakukan dengan mengeringkan sampel buah pada tempat terbuka dan ditutup kain hitam.
Sampel yang sudah kering dikemas sebelum dilanjutkan ke proses ekstraksi. Sementara itu, pengeringan sampel menggunakan metode pengeringan beku dilakukan dengan membekukan terlebih dahulu sampel di dalam kulkas -800C selama 2 hari dan dikeringkan menggunakan alat freeze drier (-56⁰C) selama 5 hari, kemudian dikemas sebelum dilakukan proses ekstraksi.
Proses ekstraksi
Biji dan daging buah dari semua kelompok perlakuan dipisahkan sebelum dilakukan proses ekstraksi. Daging buah kemudian diblender tanpa menggunakan pelarut dan disimpan dalam bejana ekstraksi. Sampel diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan perbandingan sampel:
pelarut (1:1). Pelarut yang digunakan terdiri adalah 85 ml etanol 96% dan 15 ml asam sitrat 3% (b/v).
Proses maserasi dilakukan selama 1 x 24 jam dengan dua kali replikasi sambil sesekali dilakukan pengadukan, selanjutnya disaring menggunakan kain mori untuk memperoleh maserat.
Semua maserat dari setiap perlakuan diuapkan menggunakan vacuum rotary evaporator
pada suhu 45C, tetapi suhu water bath yang terlalu rendah mengakibatkan tersisanya campuran air dengan asam sitrat di dalamnya. Oleh karena itu dibutuhkan freeze dryer untuk menghasilkan ekstrak kental yang kemudian dianalisis kandungan antosianinnya secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif
Uji organoleptis ekstrak
Uji organoleptik ekstrak dilakukan untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa yang terdapat pada ekstrak buah duwet dengan memanfaatkan panca indra Gangga et al. (2017).
Analisis warna
Analisis warna dilakukan dengan penambahan HCl 2 M dan NaOH 2 M (Syamsinar et al. 2018). Masing-masing ekstrak sesuai perlakuan dengan konsentrasi 20 mg.ml-1 dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan HCl 2 M pada tiap tabung dan dipanaskan pada suhu 100oC selama 5 menit.
Ekstrak positif mengandung antosianin apabila muncul warna merah. Sementara untuk penambahan NaOH 2 M tidak dilakukan pemanasan dan hasilnya positif apabila muncul warna hijau biru yang memudar perlahan-lahan.
Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Analisis menggunakan plat KLT dengan fase diam berupa silika gel GF254 dan sebagai fase gerak adalah BAA (butanol:asam asetet:aquades, 4:1:5, fase atas). Eluen BAA dibuat dengan mencampurkan semua pelarut pada corong pisah dan didiamkan selama satu malam untuk memperoleh pemisahan fase yang optimal. Bagian fase atas BAA disimpan ke dalam bejana untuk dijenuhkan selama 15 menit.
Ekstrak sampel buah duwet dari semua kelompok perlakuan yang akan dianalisis dilarutkan menggunakan etanol 96% dengan konsentrasi 20 mg.ml-1. Larutan ekstrak kemudian ditotolkan menggunakan pipa kapiler pada plat KLT dengan jarak 1 cm untuk masing-masing kelompok. Sampel yang sudah ditotol dibiarkan mengering sebelum dimasukkan ke dalam eluen. Sampel dielusi hingga mencapai 1 cm sebelum batas atas plat KLT.
Selanjutnya plat KLT yang telah dielusi diangkat dan dibiarkan kering. Bercak plat KLT diamati secara visual dibawah sinar UV 254 dan 366 nm.
Apabila bercak tidak terlihat dengan jelas, maka dilakukan visualisasi dengan penampang bercak yang sesuai untuk menentukan nilai Rf.
Analisis kuantitatif
Pengukuran kadar antosianin
Pengukuran kadar total antosianin yang terkandung dalam buah duwet dilakukan dengan metode perbedaan pH yaitu pH 1,0 dan pH 4,5.
Antosianin pada pH 1,0 ditunjukkan dalam bentuk kation flavilium berwarna merah, sedangkan pada pH 4,5 antosianin berbentuk karbinol atau tidak berwarna.
Pembuatan buffer pH 1,0 dibuat dengan menimbang sebanyak 0,186 g KCl yang dimasukkan ke dalam gelas kimia, kemudian ditambahkan 98 ml akuades. Larutan tersebut kemudian ditambahkan HCl pekat sedikit demi sedikit sampai diperoleh pH 1,0; kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda batas.
Pembuatan buffer pH 4,5 dilakukan dengan menggunakan 5,443 g CH3COONa.3H2O yang dicampur dengan 96 ml akuades dalam gelas kimia, kemudian ditambahkan HCl pekat sedikit demi sedikit sampai diperoleh pH 4,5. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda batas (Ronal et al. 2001). Data kuantitatif diolah secara deskriptif dan kadar antosianin kedua metode pengeringan diolah dengan uji one away ANOVA dan post hoc LSD.
Penentuan λ maks
Penentuan λ maks dari ekstrak buah duwet dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan cara melarutkan 1 ml ekstrak ke dalam 5 ml etanol 96%. Selanjutnya sampel dituang pada kuvet dan diukur pada panjang gelombang 400-800 nm (Anggraeni et al. 2018)
Pengukuran kadar antosianin sampel dilakukan dengan membuat konsentrasi larutan sebanyak 20 mg.ml-1 dari masing–masing sampel dengan cara menimbang ekstrak yang dilarutkan dengan pelarut ekstrak. Konsentrasi larutan sampel yang telah dibuat diambil 0,1 ml dan dimasukkan dalam 2 buah tabung reaksi untuk setiap perlakuan sampel. Tabung reaksi pertama ditambahkan larutan buffer KCl pH 1,0 sebanyak 2,9 ml, sedangkan tabung reaksi kedua ditambahkan larutan buffer CH3COONa.3H2O pH 4,5 sebanyak 2,9 ml.
Larutan kemudian didiamkan selama 15-60 menit dan nilai absorbansi dengan selisih terkecil pada rentang waktu tersebut ditetapkan sebagai operating time. Masing–masing sampel kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 532 nm dan 700 nm dengan blanko buffer KCl dan CH3COONa.3H2O. Perhitungan total antosianin pada masing-masing sampel mengikuti persamaan sebagai berikut (Ronal et al. 2001; Anggraeni et al.
2018):
TA = A x MW x DF x 100
ε x 1 (1)
Keterangan:
TA : Total Antosianin (mg.ml-1)
A : (A𝝺vis-max–A700)pH 1,0 – (A𝝺vis-max–
A700) pH 4,5
ε : Koefisien ekstingsi molar (26 900 l) MW : Bobot molekul ( 449.2)
DF : Faktor pengenceran (0,1 ml/3 ml) l : Tebal kuvet (1 cm)
HASIL DAN PEMBAHASAN Determinasi tanaman
Buah yang digunakan pada penelitian adalah buah matang dengan kriteria warna ungu kehitaman yang menunjukkan kandungan antosianin yang cukup tinggi (Alihamsyah et al. 2018). Hasil determinasi sesuai surat keterangan identifikasi nomor: 47/UN18.7/LB/2018 menunjukkan sampel dengan nama ilmiah Syzygium cumini (L), dan juga sesuai dengan deskripsi Van Steenis (2006).
Determinasi bertujuan untuk mencocokkan ciri-ciri morfologi tanaman dan mendapatkan identitas jelas dari tanaman agar tidak terjadi kesalahan dalam mengambil sampel penelitian (Diniatik 2015).
Analisis kualitatif ekstrak
Penetapan rendemen ekstrak bertujuan menentukan perbandingan antara jumlah ekstrak dari berat awal berat simplisia serta untuk
mengetahui banyaknya kandungan senyawa bioaktif dari sampel yang sudah terekstraksi (Utami et al. 2020). Hasil uji organoleptik dan persentase rendemen ekstrak ditampilkan pada Tabel 1. Uji organoleptik sangat subjektif dan hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan dari bentuk, warna dan bau setiap perlakuan sampel, tetapi terdapat perbedaan pada parameter rasa. Ekstrak yang berasal dari buah segar memiliki rasa sepat, berbeda dengan buah yang dikeringkan baik dengan sinar matahari maupun pengering beku yang memiliki rasa manis sepat.
Analisis warna
Hasil yang diperoleh dari uji yaitu warna merah pada sampel setelah ditambahkan HCl dan warna hijau kebiruan setelah penambahan NaOH, dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil tersebut sesuai dengan Syamsinar et al. (2018) yang menyatakan penambahan HCl pada sampel setelah dipanaskan akan membentuk warna merah, sedangkan warna hijau biru terbentuk ketika ditambahkan NaOH yang menunjukkan adanya kandungan antosianin.
Hasil analisis warna juga memperlihatkan adanya perbedaan intensitas warna pada setiap sampel, sehingga dapat diasumsikan sampel dengan intensitas warna tinggi memiliki kandungan antosianin yang tinggi pula. Urutan intensitas warna dari tertinggi sampai terendah yaitu pengering beku>segar>pengeringan sinar matahari (Tabel 2).
Warna yang terbentuk disebabkan oleh peningkatan jumlah kelompok hidroksil, warna merah oleh pelargonidin, merah tua dari sianidin, dan turunan delphinidin berwarna merah kebiruan. Perubahan warna juga diakibatkan oleh adanya perubahan pH seperti berwarna merah pada kondisi asam dan biru pada kondisi basa (Gustriani et al. 2016).
Tabel 1. Hasil uji organoleptis ekstrak kental buah duwet pada beberapa cara pengeringan.
Table 1. Organoleptic test results of thick extract of duwet fruit in several drying ways.
Parameter/
Parameters
Perlakuan sampel/ Sample treatment
Segar/ Fresh Pengering beku/
Freeze dryer
Pengeringan sinar matahari/
Drying of sunlight
Bentuk Kental Kental Kental
Warna Ungu kehitaman Ungu kehitaman Ungu kehitaman
Bau Khas duwet Khas duwet Khas duwet
Rasa Sepat Manis sepat Manis sepat
Rendemen ekstrak (b/b) 41,79% 40,18% 40,38%
Tabel 2. Hasil analisis warna ekstrak buah duwet pada beberapa perlakuan pengeringan.
Table 2. The results of the color analysis of duwet fruit extract on several drying treatments.
Perlakuan sampel/
Sample treatment
Sebelum penambahan pereaksi/
Before the addition of reagents
Setelah penambahan HCl/
Before addition of HCl
Setelah penambahan NaOH/
Before addition of NaOH Segar
Pengering Beku
Pengeringan sinar matahari
Tabel 3. Pendugaan jenis antosianin yang terdapat pada buah duwet.
Table 3. Estimation of the type of anthocyanins found in duwet fruit.
Spot/ Spot Nilai Rf/ Rf values Jenis antosianin/ Types of anthocyanins 1 0,25 Sianidin 3-ramnosil glukosida 5-glukosida (Harborne, 1996) 2 0,375 Sianidin 3-glukosida (Lestario, 2017)
3 0,5 Petunidin 3,7 diglukosida (Priya dkk, 2013)
Analisis Kromatografis Lapis Tipis (KLT)
Analisis menggunakan KLT dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa kimia yang terdapat pada buah duwet terutama yang terkait dengan senyawa antosianin. Antosianin tergolong senyawa flavonoid dengan 200 jenis variasi (Lestario et al. 2011). Prinsip kerja dari KLT yaitu memisahkan senyawa berdasarkan atas kepolaran antara sampel dan pelarut. Senyawa yang memiliki kepolaran sama dengan fase gerak akan lebih mudah terelusi dan senyawa yang berbeda
kepolarannya dengan fase gerak akan tertahan (Fried dan Sherma 1995) Hasil dari uji KLT menunjukkan adanya tiga jenis antosianin dalam setiap perlakuan sampel yang dapat diketahui melalui nilai Rf (Tabel 3).
Analisis kuantitatif antosianin
Salah satu faktor yang mempengaruhi kestabilan antosianin yaitu pH. Nilai pH tinggi dapat menurunkan pigmen warna merah antosianin.
Perubahan warna akibat dari perubahan pH terjadi
karena adanya degradasi warna antosianin oleh kation flavilium yang berwarna merah menjadi basa karbinol dan akhirnya berubah jadi kalkon yang tidak berwarna. Semakin masam pH larutan setelah penambahan buffer mendekati pH 1 maka antosianin akan stabil serta warnanya menjadi merah, sedangkan jika pH larutan >4 maka akan terjadi perubahan warna dan bahkan tidak berwarna (Sari et al. 2005).
Panjang gelombang maksimum yang dihasilkan dalam percobaan adalah 532 nm (Gambar 1). Panjang gelombang tersebut masih berada pada rentang antosianin yang berkisar antara 505-535 nm (Harborne 1996). Panjang gelombang 700 nm digunakan sebagai faktor koreksi adanya endapan dalam sampel, sehingga sampel yang dibaca benar-benar dalam keadaan jernih karena beberapa material koloid dapat tersuspensi dalam sampel yang dapat menyebabkan pembiasan cahaya atau kekeruhan (Ronal et al. 2001).
Penentuan kadar antosianin pada penelitian ini menggunakan buffer pH 1 dan buffer pH 4,5.
Buffer sendiri merupakan larutan yang dibuat untuk mempertahankan pH larutan sampel. Larutan dengan pH 1 menunjukkan antosianin berada dalam bentuk kation flavilium yang merupakan jumlah antosianin dan senyawa-senyawa pengganggu, sedangkan pada pH 4.5, antosianin berada dalam bentuk karbinol yang menunjukkan jumlah senyawa pengganggu. Selisih dari kedua pengukuran akan menunjukkan jumlah antosianin. Dari hasil uji diperoleh operating time selama 15 menit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ronal et al. (2001) bahwa setelah preparasi sampel maka sampel didiamkan selama 15 menit sampai 1 jam. Hasil yang diperoleh dari pembacaan ini berupa nilai absorbansi.
Semakin tinggi nilai absorbansi maka kandungan antosianin yang dimiliki semakin tinggi.
Kandungan antosianin diperoleh dengan Setelah diperoleh nilai absorbansi maka dilakukan perhitungan melalui persamaan (1) dan hasilnya ditampilkan pada Tabel 4.
Gambar 1. Hasil penentuan panjang gelombang maksimum.
Figure 1.The result of determining the maximum wavelength.
Tabel 4. Rata-rata kadar antosianin buah duwet pada berbagai metode pengeringan.
Table 4. Average anthocyanin content of duwet fruit in various drying methods.
Perlakuan Sampel/
Sample treatment
Replikasi/
Replication
Kadar (mg.l-1)/
Level (mg.l-1)
Rata-rata kadar (mg.l-1)/
Average levels (mg.l-1)
CV (%) Segar
1 105,852
105,854*) 0,05
2 106,005
3 105,704
Pengering beku
1 305,439
305,406*) 0,14
2 305,239
3 305,539
Pengeringan sinar matahari
1 98,740
99,024*) 0,37
2 98,890
3 99,441
Keterangan/ Description: *) = berbeda secara nyata pada uji LSD (p<0,05)/ significantly different on LSD test (p<0.05).
0,467 0,4675 0,468 0,4685 0,469 0,4695 0,47 0,4705 0,471 0,4715
529 530 531 532 533 534 535 536
Absorbansi
Panjang Gelombang (nm)
Berdasarkan uji normalitas dan homogenitas diperoleh nilai signifikan p>0,05 yang bermakna bahwa semua sampel memiliki sebaran yang normal dan homogen. Hasil uji ANOVA menunjukkan perbedaan kadar antosianin ketiga perlakuan secara nyata dengan nilai p <0,05. Hasil uji lanjut post hoc LSD menunjukkan nilai p=0.000 (p<0,05), sehingga perlakuan pengeringan berpengaruh nyata terhadap kadar antosianin buah duwet. Kadar antosianin buah duwet pada perlakuan pengering beku>segar>pengeringan sinar matahari (Tabel 4).
Hal yang sama juga dilaporkan pada kandungan antosianin buah blueberry dan anggur hitam tertinggi pada perlakuan menggunakan pengering beku dan terendah menggunakan sinar matahari (Lohachoompol et al. 2004; Coklar dan Akbulut 2017).
Tingginya kandungan antosianin menggunakan metode pengeringan beku dikarenakan proses pengeringan menggunakan tekanan rendah yang disebut sebagai proses sublimasi. Suhu sampel yang ideal untuk pengujian antosianin adalah 40C untuk menjaga kestabilan serta disimpan dalam ruang kedap cahaya (gelap).
Keadaan ini sesuai dengan kondisi freeze drier yang digunakan pada penelitian ini yaitu memiliki suhu - 56⁰C. Oleh karena itu semakin rendah suhu yang digunakan dalam proses pengolahan maka semakin tinggi pula kandungan antosianin yang diperoleh (Muchtadi 1992; Janna et al. 2006).
Metode pengeringan di bawah sinar matahari yang ditutup dengan kain hitam menunjukkan kandungan antosianin rendah. Hal tersebut diduga karena sampel mengalami perubahan kesetimbangan terhadap kation flavinium menjadi kalkon yang tidak berwarna, akibatnya terjadi pembukaan cincin perilium sehingga mengalami degradasi lebih lanjut menjadi alfa diketon yang berwarna cokelat (Sari et al. 2005).
KESIMPULAN
Pengeringan beku pada buah duwet menunjukkan kadar antosianin yang lebih tinggi baik secara kulaitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif metode pengeringan beku pada buah duwet menunjukkan intensitas warna yang lebih tinggi dibandingkan metode pengeringan sinar matahari maupun buah segar. Hal tersebut selaras dengan analisis kuantitatif metode pengeringan beku yang menunjukkan kadar antosianin buah duwet lebih tinggi (305, 406 mg.l-1) dibandingkan metode pengeringan sinar matahari (99,0244 mg.l-1) dan buah segar (105,854 mg.l-1).
DAFTAR PUSTAKA
Alihamsyah, T., Muharam, A., Widjaja, E., Siska, W., & Hendayana, R. (2018) Mengoptimalkan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Nusantara Tanaman dan Ternak Merespon Kebijakan Ketahanan Pangan. In : Bogor: IAARD PRESS. p.287.
Anggraeni, V.J., Ramdanawati, L. & Ayuantika, W.
(2018) Penetapan Kadar Antosianin Total Baras Merah (Oryza nivara). Jurnal Kartika
Kimia. 1 (1), 11–16.
doi:10.26874/jkk.v1i1.11.
Coklar, H. & Akbulut, M. (2017) Effect of Sun, Oven and Freeze-Drying on Anthocyanins, Phenolic Compounds and Antioxidant Activity of Black Grape (Eksikara) (Vitis vinifera L.). South African Journal of Enology and Viticulture. 38 (2), 264–272.
doi:10.21548/38-2-2127.
Diniatik (2015) Penentuan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Etanolik Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook F. &
Th.) dengan Metode Spektrofotometri.
Kartika: Jurnal Ilmiah Farmasi. 3 (1), 1–5.
Fried, B. & Sherma, J. (1995) Practical Thin-Layer Chromatography A Multidisciplinary Approach. London. CRC Press.
Gangga, E., Purwati, R. & Farida, Y. (2017) Penetapan Parameter Mutu Ekstrak yang Memiliki Aktivitas sebagai Antioksidan dari Daun Cincau Hijau (Cyclea barbata L.
Miers.). Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia.
15 (2), 236–243. doi:10.35814/jifi.v15i2.525.
Gustriani, N., Novitriani, K. & Mardiana, U. (2016) Penentuan Trayek Ph Ekstrak Kubis Ungu (Brassica oleracea L) Sebagai Indikator Asam Basa dengan Variasi Konsentrasi Pelarut Etanol. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada: Jurnal Ilmu-ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan dan Farmasi. 16 (1), 94–
100. doi:10.36465/jkbth.v16i1.171.
Harborne, J. (1996) Metode Fitokimia. Bandung:
ITB.
Hasanah, M. & Sari, P. (2015) Pengujian Aktifitas Antioksidan dan Tangkapan Radikal Bebas (Rsa) Komponen Bioaktif Buah Duwet (Syizigium cumini). In: Seminar Nasional Pangan Lokal, Bisnis dan Eko-Industri.
p.p.73.
Janna, O. A., Khairul, A., Mazla, M., & Mohd,Y.
(2006) Flower Pigment Analysis of
Melastoma malabathtricum. African Journal of Biotechnology. 5 (2), 170–174.
Lestario, L. (2017) Antosiani, Sifat Kimia, Peranannya dalam Kesehatan, dan Prospeknya Sebagai Pewarna Makanan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Lestario, L.N., Rahayuni, E. & Timotius, K.H.
(2011) Kandungan Antosianin dan Identifikasi Antosianidin dari Kulit Buah Jenitri (Elaeocarpus angustifolius Blume).
Agritech. 31 (2), p.97.
doi:10.22146/agritech.9731.
Lohachoompol, V., Srzednicki, G. & Craske, J.
(2004) The Change of Total Anthocyanins in Blueberries and Their Antioxidant Effect After Drying and Freezing. Journal of Biomedicine and Biotechnology. 5, 250–252.
doi:10.1155/S1110724304406123.
Muchtadi, D. (1992) Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan. Bogor. PAU Pangan dan Gizi , IPB.
Nair, K. (2017) The Genus Syzygium (Syzygium cumini and Other Undurutilized Species).
New York: Taylor and Francis group.
Priska, M., Natalia, P., Ludovicus, C., & Yulius, D.N. (2018) Antosianin dan Pemanfaatannya. Cakra Kimia (Indonesian
E-Journal of Applied Chemistry). 6 (2), 79–
97. doi:10.24843/CK.2018.v06.i02.
Ronal, E., Terry, E.A., Haejung, A., Eric, A. D., Michael, H.P., David, S.R., Steven, J.S., Charles, F.S., Denise, M.S., & Peter, S.
(2001) Current Protocols in Food Analytical Chemistry. New York: John Wiley and Sons, Inc, FI.2.
Sari, P., Agustina, F., Komar, M., Unus., Fauzi, M.
& Lindariati, T. (2005) Ekstraksi dan Stabilitas Antosiani dari Kulit Buah Duwet (Syzygium cumini). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 16 (2), 142–150.
Van Steenis, C.G.G. (2006) Flora. Jakarta: Pradnya Paramita.
Syamsinar, Nawalu, S., Risnayanti & Michrun, N.
(2018) Mikroenkapsulasi Ekstrak Buah Buni Sebagai Food Safety Colouring. Pharmacy
Medical Journal. 1 (2).
doi:10.35799/pmj.1.2.2018.21654.
Utami, N.F., Nurdayanty, S.M., Susanto &
Suhendra, U. (2020) Pengaruh Berbagai Metode Ekstraksi pada Penentuan Kadar Flavonoid Ekstrak Etanol Daun Iler (Plecytranthus scutellarioides).
Fitofarmaka : Jurnal Ilmiah Farmasi. 10 (1), 76–83. doi:10.33751/jf.v10il.2069.