• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Bagus Yosi Pratama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Oleh: Bagus Yosi Pratama"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PREDIKSI FINANCIAL DISTRESS MENGGUNAKAN ANALISIS RASIO KEUANGAN DAN ZMIJEWSKI

(Studi Pada Perusahaan Ritel Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia) Oleh:

Bagus Yosi Pratama

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang bagus13032000@gmail.com

Doesen Pembimbing:

Siti Aisjah

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang

ABSTRAK

Kondisi perekonomian yang berubah-ubah akan sangat berdampak pada berbagai sektor ekonomi khususnya perdagangan eceran (ritel). Sektor ritel meiliki peran dan kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional. . Banyaknya bisnis berbasis online menyebabkan ritel ritel mengalami pelemahan daya beli yang berimbas pada pendapatan ritel. Selain munculnya pergeseran ke online, biaya produksi juga menjadi salah satu penyebab yang cukup mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Untuk itu perlunya perusahaan ritel untuk melakukan prediksi mengenai kemungkinan terjadinya financial distress.

Penelitian ini membandingkan dua model prediksi financial distress, yaitu model rasio keuangan dan model Zmijewski. Populasi penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan ritel yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017- 2019. Teknik pengambilan sampel adalah pair matching sampling dengan jumlah sampel sebanyak 18 perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangannya selama 3 tahun terakhir. Perbandingan kedua model prediksi financial distress dilakukan dengan menganalisis akurasi masing-masing model berdasarkan kondisi riil perusahaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model zmijewski merupakan model yang paling akurat untuk memprediksi financial distress pada perusahaan manufaktur di Indonesia karena memiliki tingkat akurasi yang paling tinggi dibandingkan model lainnya yaitu 100%, sedangkan prediksi financial distress dengan Return on Rasio Aset (ROA) memiliki tingkat akurasi tertinggi dibandingkan rasio keuangan lainnya, yaitu 88,89%. Rasio Debt to Total Assets (DAR) memiliki tingkat akurasi sebesar 72,22% dan rasio keuangan yang memiliki tingkat akurasi terendah adalah Current Ratio (CR) dengan nilai sebesar 61,11%.

Kata kunci: Financial Distress, Rasio Keuangan, Model Zmijewski

(2)

I. PENDAHULUAN

Dalam memasuki pasar bebas dalam perdagangan dunia, aktivitas perekonomian di Indonesia sedang gencar dilaksanakan. Bidang ritel merupakan salah satu perusahaan yang menjadi lahan strategis dalam

berinvestasi, karena

perkembangannya yang pesat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Seluruh perusahaan di bidang ritel bersaing untuk mendapatkan pangsa pasar yang luas. Sehingga, setiap perusahaan ritel mau tidak mau harus berani mengambil langkah yang tepat untuk persaingan tersebut. Persaingan yang semakin ketat dalam industri ritel menjadikan masing – masing perusahaan besar menguasai pangsa pasar Indonesia. Perusahaan ritel telah banyak menghasilkan produk yang terjual, sehingga tentunya mendapatkan profit dari hasil penjualan tersebut, namun masih banyak kendala – kendala yang dihadapi perusahaan ritel tersebut.

Industri ritel Indonesia adalah salah satu industri yang berkembang sangat pesat dan paling menjanjikan di Indonesia. Walaupun begitu bukan berarti perusahaan-perusahaan yang terdapat di dalamnya bebas dari kendala dan masalah dalam menjalankan kegiatan usahanya.

Masalah yang dialami oleh perusahaan-perusahaan ritel adalah adanya kesulitan keuangan yang diakibatkan turunnya penjualan, hal ini berdampak pada sulitnya perusahaan untuk membayar kewajibannya sehingga akan mengganggu operasional perusahaan.

Untuk dapat melihat kemampuan perusahaan dalam membayar kewajibannya dapat diukur menggunakan rasio lancar. Banyak perusahaan yang telah beroperasi

dalam kurun waktu tertentu terpaksa harus berada dalam kondisi kesulitan keuangan (financial distress) dikarenakan terus menerus mengalami masalah keuangan di setiap periodenya. Kesulitan perusahaan yang dapat menyebabkan kebangkrutan disebabkan dalam dua faktor yaitu, kesulitan yang disebabkan dari faktor eksternal dan kesulitan disebabkan dari faktor internal. Dari faktor eksternal seperti terjadi kesulitan bahan baku atau sumber daya perusahaan, sehingga perusahaan kehilangan kesempatan dalam melaksanakaan proses produksi dan menghasilkan profit, kemudian kesulitan diakibatkan faktor alam seperti terjadinya bencana yang tidak terduga. Sedangkan untuk faktor internal dapat dilihat dari segi keuangan perusahaan, yaitu kesulitan terjadi apabila perusahaan sudah tidak mampu lagi membayar semua hutanghutangnya dan memenuhi kewajibannya sehingga perusahaan mulai mengalami kebangkrutan dan berdampak pada pengesahan pailit.

Perkembangan era digital saat ini sangat mempengaruhi ritel ritel di Indonesia. Banyaknya bisnis berbasis online menyebabkan ritel ritel mengalami pelemahan daya beli yang berimbas pada pendapatan ritel.

Selain munculnya pergeseran ke online, biaya produksi juga menjadi salah satu penyebab yang cukup mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Penjualan ritel nasional periode Januari-Juni 2017 mengalami perlambatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (YoY). Data Nielsen Retail Audit menunjukkan bahwa penjualan ritel nasional pada semester I tahun ini hanya tumbuh 3,7 persen dari sebelumnya sebesar 10,2 persen. Asosiasi Pengusaha Ritel

(3)

Indonesia (Aprindo) menyebut pertumbuhan penjualan ritel ritel anjlok 20 persen sepanjang kuartal I 2017 yaitu kurang dari Rp30 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp40 triliun (Fauzi, 2017). Lesunya perekonomian domestik dan turunnya daya beli masyarakat telah berdampak terhadap ritel ritel di Indonesia. Jika suatu perusahaan tidak dapat bertahan dengan situasi tersebut, maka terdapat kemungkinan bahwa dalam jangka panjang perusahaan akan mengalami financial distress bahkan dapat berujung kebangkrutan.

Fenomena tersebut menyebabkan melemahnya pertumbuhan pada sektor perdagangan besar dan ecera (ritel).

Selain itu, biaya produksi juga menjadi salah satu faktor yang cukup mempengaruhi melambatnya pertumbuhan keuangan perusahaan.

Melambatnya perekonomian domestik dan menurunnya daya beli masyarakat sangat mempengaruhi bisnis ritel di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya perusahaan ritel yang dinyatakan pailit atau bangkrut dan maraknya perusahaan perdagangan besar yang menutup berbagai gerainya. Dari data yang kami olah terdapat 21 gerai ritel yang tutup antara tahun 2013-2017.

Jumlah tersebut dari 4 perusahaan besar yaitu PT Matahari Department Store Tbk., PT Mitra Adi Perkasa Tbk., PT GAP dan PT Ramayana.

Financial distress merupakan tahapan penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan yang dimulai ketika suatu perusahaan tidak dapat memenuhi pembayaran terjadwal (Brigham dan Ernhardt,

2011).Kebangkrutan disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya yaitu karena ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban yang telah jatuh tempo. Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan memiliki potensi kebangkrutan karena tidak dapat membayar kebutuhan mereka dan laba yang sedikit (Kanya et al., 2014). Hal yang menyebabkan terjadinya financial distress yaitu faktor ketidakcukupan modal ataukekurangan modal, besarnya beban utang dan bunga serta menderita kerugian(Afriyeni, 2012).

Financial distress bisa bersifat sementara dan belum begitu parah, namun jika tidak ditangani dapat berkembang menjadi kesulitan yang tidak solvable (Mamduh dan Abdul, 2016 : 260).

Model financial distress perlu untuk dikembangkan, penting bagi suatu perusahaan untuk mengetahui kondisi financial distress agar perusahaan waspada dan melakukan tindakan dalam rangka melindungi aset-asetperusahaan agar tidak mengalami kebangkrutan (Liana &

Sutrisno, 2014). Perusahaan perlu mengetahui kondisi financial distress sejak dini sehingga perusahaan dapat meminimalisir terjadinya financial distress yang lebih buruk. Perusahaan yang mengalami financial distress dapat menyebabkan perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk tetap menjaga keberlangsungan usahanya, dan apabila tidak ditanggulangi dengan tepat maka perusahaan akan mengalami kebangkrutan.

Perusahaan dianggap mengalami financial distress ketika salah satu dari kondisi ini terpenuhi (1) perusahaan yang mengalami rugi selama tiga tahun berturut-turut atau lebih (2) perusahaan yang memiliki arus kas negatif selama tiga tahun

(4)

atau lebih (Lakshan & Wijekoon, 2013). Perusahaan yang menghindari financial distress adalah perusahaan yang mampu menunjukkan kinerja keuangan yang baik yang dapat dilihat dari rasio keuangannya (Kristanti et al., 2016).

Laporan keuangan dapat dijadikan dasar untuk mengukur kesehatan suatu perusahaan melalui rasio-rasio keuangan yang ada. Rasio keuangan bermanfaat dalam memprediksi kesulitan keuangan bisnis untuk periode satu sampai lima tahun sebelum bisnis tersebut benar- benar bangkrut. Maka melalui analisis laporan keuangan akan diperoleh rasio-rasio keuangan perusahaan yang menggambarkan tentang kondisi keuangan perusahaan, rasio-rasio keuangan inilah yang merupakan indikator yang digunakan untuk memprediksi terjadinya financial distress. Terdapat 6 jenis rasio keuangan yang dapat digunakan diantaranya likuidtas, leverage, aktivitas, profitabilitas, pertumbuhan dan penilaian pasar.

Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan posisi keuangan yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat. Analisa laporan keuangan semata-mata dilakukan hanya untuk menunjukkan keberhasilan pemilik dan karyawan untuk jangka pendek. Dengan menekankan pada satu aspek saja, yaitu keuangan. Untuk mengatasi kelemahan ini maka dapat dipergunakan alat analisis yang menghubungkan beberapa rasio sekaligus untuk menilai kondisi keuangan perusahaan. Analisis ini dikenal dengan nama analisis X-

Score. Model Zmijewski (X-Score) merupakan salah satu model analisis multivariate yang berfungsi untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan tingkat ketepatan dan keakuratan yang relatif dapat dipercaya. Formula X-Score digunakan untuk memprediksi kebangkrutan dari Zmijewski dan Springate merupakan sebuah multivariate formula yang digunakan untuk mengukur kesehatan finansial dari perusahaan.

Menurut Achmad Slamet

(2008) bahwa dalam

perkembangannya, analisa rasio ternyata mengalami kendala dan keterbatasan yaitu dalam menguji setiap rasio keuangan secara terpisah, pengaruh kombinasi beberapa rasio hanya di dasarkan pada pertimbangan para analis saja. Pada kenyataannya, analisis rasio keuangan hanyalah suatu titik awal dalam melakukan analisis keuangan perusahaan.

Metode Zmijewski telah banyak digunakan untuk memprediksikan kecenderungan kebangkrutan perusahaan publik baik di dalam maupun luar negeri. Dalam perkembangannya, metode ini telah dimodifikasi sehingga dapat memprediksi kebangkrutan perusahaan. Didalam beberapa penelitian juga terlihat fenomena perbandingan bahwa model rasio keuangan dan model Zmijewski lebih unggul dan akurat untuk memprediksi financial distress pada perusahaan.

II. KAJIAN PUSTAKA Financial Distress

Financial distress menurut Platt dan Platt (Fahmi, 2014:93) merupakan tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum

(5)

terjadinya kebangkrutan atau likuiditasi. Financial distress dimulai dari ketidakmampuan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya, terutama kewajiban yang bersifat jangka pendek termasuk kewajiban likuiditas, dan juga termasuk kewajiban dalam kategori solvabilitas. Menurut Jimming dan Wei Wei (2011) pada umumnya penelitian tentang kebangkrutan, kegagalan maupun financial distress menggunakan rasio keuangan untuk memprediksi kondisi perusahaan di masa yang akan datang. Khaira Amalia (2008) mengelompokkan penyebab-penyebab kesulitan dan menamainya dengan Model Dasar Kebangkrutan atau Trinitas Penyebab Kesulitan Keuangan. Ada tiga alasan yang mungkin mengapa perusahaan menjadi bangkrut:

1. Neoclassical model 2. Financial model

3. Corporate governance model Adapun informasi kebangkrutan bermanfaat bagi beberapa pihak sebagai berikut (Hanafi dan Abduh, 2003:261):

1. Pemberi pinjaman 2. Investor

3. Pihak pemerintah 4. Manajemen Rasio Keuangan

Rasio Keuangan adalah indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan didapat dengan membagi suatu angka dengan angka lainnya menurut Van Horne & John (2014; 163).

Perbandingan dapat dilakukan antara satu komponen dengan komponen dalam satu laporan keuangan atau antar komponen yang ada diantara laporan keuangan. Perbandingan jumlah, dari satu jumlah dengan jumlah lainnya itulah dilihat

perbandingannya dengan harapan nantinya akan ditemukan jawaban yang selanjutnya itu dijadikan bahan kajian untuk dianalisis dan diputuskan (Fahmi, 2014;51).

Menurut Fahmi (2014;53) Adapun manfaat dari analisis rasio keuangan, yaitu:

1. Bermanfaat untuk dijadikan sebagai alat menilai kinerja dan prestasi perusahaan.

2. Bermanfaat bagi pihak manajemen sebagai rujukan untuk membuat perencanaan.

3. Sebagai alat untuk mengevaluasi kondisi suatu perusahaan dari perspektif keuangan.

4. Bermanfaat bagi para

kreditur untuk

memperkirakan potensi resiko yang akan dihadapi dikaitkan dengan adanya jaminan kelangsungan pembayaran bunga dan pengembalian pokok pinjaman.

5. Sebagai bahan penilaian bagi pihak stakeholder organisasi.

Selanjutnya, Fahmi (2014; 69) mengelompokkan analisis rasio keuangan ke dalam enam macam kategori, yaitu :

a. Rasio Likuiditas b. Rasio Leverage c. Rasio Aktivitas d. Rasio Profitabilitas e. Rasio Pertumbuhan f. Rasio Nilai Pasar Model Zmijewski

Model Zmijewski (X- Score) adalah model prediksi yang dihasilkan oleh Zmijewski (1984) yang merupakan hasil riset selama 20

(6)

tahun yang ditelaah ulang. Zmijewski menggunakan rasio return on asset, leverage dan likuiditas untuk mendapatkan pola yang lebih tepat (Zmijewski, 1984). Model X-Score Zmijewski menggunakan analisis rasio keuangan yang mengukur kinerja melalui laba yang dihasilkan, leverage yang mengukur tingkat hutang dan likuiditas suatu perusahaan dalam model prediksinya.

Fatmawati (2012) menjelaskan bahwa model Zmijewski menggunakan analisis rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja, leverage, dan likuiditas suatu perusahaan. Zmijewski mensyaratkan satu hal yang krusial. Proporsi dari sampel dan populasi harus ditentukan diawal, sehingga didapat besaran frekuensi prediksi financial distress perusahaan. Frekuensi ini diperoleh dengan membagi jumlah sampel yang mengalami financial distress dengan jumlah sampel keseluruhan. Berikut ini merupakan persamaan model Zmijewski:

Z = -4,3 –4,5X₁+ 5,7X₂- 0,004X₃

Keterangan:

X₁= Return On Asset (ROA) X₂= Debt Ratio (TLTA) X₃= Current Ratio (CACL) Zmijewski mengemukakan nilai cut-off untuk perhitungan dalam metode Zmijewski sebagai berikut:

a. X>0 (positif), berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, apabila perusahaan yang memiliki skor tersebut mempunyai nilai bahwa perusahaan tersebut dikatakan masuk kategori perusahaan

yang memiliki kesulitan keuangan dan mengarah menuju kebangkrutan.

b. X<0(negatif), berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, apabila perusahaan yang memiliki skor tersebut mempunyai nilai bahwa perusahaan tersebut masuk dalam kategori perusahaan yang sehat dan tidak memiliki masalah dalam kesulitan keuangan. Dari hasil studi penelitian terdahulu, tingkat keakuratan analisis

Zmijewski untuk

memprediksi kebangkrutan perusahaan sebesar 84%

(Grice dan Dugan, 2009).

III. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. Menurut Sugiyono (2012:14) metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada sifat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu yang memiliki tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan dan digeneralisasikan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif.

Populasi pada penelitian ini menggunakan populasi seluruh perusahaan ritel yang tercatat (Listing) di Bursa Efek Indonesia selama periode 2017-2019. Dalam penelitian ini menggunakan sampling purposive, menurut Sugiyono (2016;

85) yaitu teknik pengambilan sampel dengan menetapkan pertimbangan tertentu.Adapun kriteria pengambilan sempel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

(7)

• Perusahaan ritel itu terdaftar di BEI pada tahun 2017-2019 dan telah Go Public

• Perusahaan ritel itu terdaftar di BEI pada tahun 2017-2019 dan telah menerbitkan laporan tahunan yang telah di audit selama periode tahun 2017-2019 laporan keuangan tahunannya.

Tabel 1

Daftar Nama Perusahaan

IV. HASIL PENELITIAN

Analisis Rasio Keuangan

Berdasarkan hasil analisis financial distress yang diukur menggunakan laba bersih perusahaan pada tahun 2017 nilai tertinggi ada pada perusahaan Matahari Department Store Tbk dengan nilai Rp 1.907.077 dan nilai terendah ada pada perusahaan Matahari Putra Prima Tbk dengan nilai -Rp 1.243.414. Pada tahun tahun 2018 nilai tertinggi ada pada perusahaan Matahari Department Store Tbk dengan nilai Rp 1.097.332 dan nilai terendah ada pada perusahaan Hero Supermarket Tbk dengan nilai -Rp 1.250.189. Pada tahun tahun 2019 nilai tertinggi ada pada perusahaan Matahari Department Store Tbk dengan nilai Rp 1.366.884 dan nilai terendah ada pada perusahaan Matahari Putra Prima Tbk dengan nilai -Rp 552.674.

No Perusahaan 1. Ace Hardware Indonesia Tbk 2. Sumber Alfaria Trijaya Tbk 3. Centratama Telekomunikasi

Indonesia Tbk

4. Catur Sentosa Adiprana Tbk 5. Duta Intidaya Tbk

6. Electronic City Indonesia Tbk 7. Erajaya Swasembada Tbk 8. Global Teleshop Tbk 9. Hero Supermarket Tbk 10. Kokoh Inti Arebama Tbk 11. Matahari Department Store Tbk 12. Mitra Adiperkasa Tbk

13. Mitra Komunikasi Nusantara Tbk 14. Matahari Putra Prima Tbk

15. Ramayana Lestari Sentosa Tbk 16. Supra Boga Lestari

17. Sona Topas Tourism Industry Tbk 18. Trikomsel Oke Tbk

(8)

Nilai rata-rata laba bersih pada perusahaan sub sektor ritel atau perdagangan eceran yang terdaftar di BEI periode 2017-2019 yaitu bernilai Rp 203.501 atau termasuk dalam kategori sehat. Selama kurun waktu tiga tahun periode 2017-2019 nilai laba bersih tertinggi ada pada perusahaan Matahari Department Store Tbk dengan nilai Rp 1.457.098, artinya Matahari Department Store Tbk termasuk dalam kategori sehat sehingga tidak berpotensi mengalami kebangkrutan. Sedangkan nilai laba bersih terendah ada pada perusahaan Matahari Putra Prima Tbk dengan nilai –Rp 898,120, artinya Matahari Putra Prima Tbk termasuk dalam kategori tidak sehat sehingga berpotensi mengalami kebangkrutan

Analisis Model Zmijewski 1. Return on Asset (ROA)

Berdasarkan rasio profitabilitas yang diukur menggunakan Return on Asset (ROA) pada tahun 2017 nilai rasio tertinggi ada pada perusahaan Matahari Department Store Tbk dengan nilai 35,14% dan nilai rasio terendah ada pada perusahaan Trikomsel Oke Tbk dengan nilai - 71,37%. Pada tahun tahun 2018 nilai rasio tertinggi ada pada perusahaan Matahari Department Store Tbk dengan nilai 21,79% dan nilai rasio terendah ada pada perusahaan Hero Supermarket Tbk dengan nilai - 64,50%. Pada tahun tahun 2019 nilai rasio tertinggi ada pada perusahaan Matahari Department Store Tbk dengan nilai 28,28% dan nilai rasio terendah ada pada perusahaan Global Teleshop Tbk dengan nilai -479,87.

Nilai rata-rata Return on Asset (ROA) pada perusahaan sub sektor ritel atau perdagangan eceran yang terdaftar di BEI periode 2017-2019 yaitu bernilai -11,18% atau termasuk dalam kategori tidak sehat. Selama kurun waktu tiga tahun periode 2017- 2019 nilai Return on Asset (ROA) tertinggi ada pada perusahaan Matahari Department Store Tbk dengan nilai 28,40%, artinya Matahari Department Store Tbk mampu menghasilkan pendapatan sebesar 28,40% dari total aset yang dimiliki. Sedangkan nilai Return on Asset (ROA) terendah ada pada perusahaan Global Teleshop Tbk dengan nilai -187,17%, artinya Global Teleshop Tbk tidak mampu menghasilkan pendapatan dari total aset yang dimiliki.

2. Debt to Asset Ratio (DAR)

(9)

Berdasarkan rasio leverage yang diukur menggunakan Debt to Total Asset (DAR) pada tahun 2017 nilai rasio tertinggi ada pada perusahaan Trikomsel Oke Tbk dengan nilai 14,41 dan nilai rasio terendah ada pada perusahaan Hero Supermarket Tbk dengan nilai 0,10. Pada tahun tahun 2018 nilai rasio tertinggi ada pada perusahaan Global Teleshop Tbk dengan nilai 19,97 dan nilai rasio terendah ada pada perusahaan Hero Supermarket Tbk dengan nilai 0,10.

Pada tahun tahun 2019 nilai rasio tertinggi ada pada perusahaan Global Teleshop Tbk dengan nilai 90,99 dan nilai rasio terendah ada pada perusahaan Ace Hardware Indonesia Tbk dengan nilai 0,20.

Nilai rata-rata Debt to Total Asset (DAR) pada perusahaan sub sektor ritel atau perdagangan eceran yang terdaftar di BEI periode 2017- 2019 yaitu bernilai 3,87 atau termasuk dalam kategori tidak sehat.

Selama kurun waktu tiga tahun periode 2017-2019 nilai Debt to Total Asset (DAR) tertinggi ada pada

perusahaan Global Teleshop Tbk dengan nilai 41,07, artinya Global Teleshop Tbk memiliki proporsi hutang yang lebih tinggi dibandingkan aset yang dimiliki oleh perusahaan. Sedangkan nilai Debt to Total Asset (DAR) terendah ada pada perusahaan Hero Supermarket Tbk dengan nilai 0,19, artinya Hero Supermarket Tbk memiliki proporsi hutang yang lebih rendah dibandingkan aset yang dimiliki oleh perusahaan.

3. Current Ratio (CR)

Berdasarkan rasio likuiditas yang diukur menggunakan Current Menunjukkan (CR) pada tahun 2017 nilai rasio tertinggi ada pada perusahaan Hero Supermarket Tbk dengan nilai 9,18 dan nilai rasio terendah ada pada perusahaan Global Teleshop Tbk dengan nilai 0,13. Pada tahun tahun 2018 nilai rasio tertinggi ada pada perusahaan Hero

(10)

Supermarket Tbk dengan nilai 8,40 dan nilai rasio terendah ada pada perusahaan Global Teleshop Tbk dengan nilai 0,09. Pada tahun tahun 2019 nilai rasio tertinggi ada pada perusahaan Ace Hardware Indonesia Tbk dengan nilai 8,08 dan nilai rasio terendah ada pada perusahaan Global Teleshop Tbk dengan nilai 0,02.

Nilai rata-rata Current Menunjukkan (CR) pada perusahaan sub sektor ritel atau perdagangan eceran yang terdaftar di BEI periode 2017-2019 yaitu bernilai 2,02 atau termasuk dalam kategori sangat sehat.

Selama kurun waktu tiga tahun periode 2017-2019 nilai Current Menunjukkan (CR) tertinggi ada pada perusahaan Ace Hardware Menunjukkan Tbk dengan nilai 7,20, artinya Ace Hardware Menunjukkan Tbk memiliki proporsi aset lancar lebih tinggi dibandingkan hutang lancar yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga perusahaan memiliki kemampuan yang baik dalam membayar hutang yang ditanggung oleh perusahaan. Sedangkan nilai Current Menunjukkan (CR) terendah ada pada perusahaan Global Teleshop Tbk dengan nilai 0,08, artinya Global Teleshop Tbk memiliki proporsi aset lancar lebih rendah dibandingkan hutang lancar yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga perusahaan memiliki kemampuan yang kurang baik dalam membayar hutang yang ditanggung oleh perusahaan.

Hasil Z-Score Model Zmijewski

Berdasarkan perhitungan Model Zmijewski yang diukur menggunakan rumus Z-Score pada tahun 2017 nilai tertinggi ada pada perusahaan Trikomsel Oke Tbk dengan nilai 399,01 dan nilai rasio terendah ada pada perusahaan Matahari Department Store Tbk dengan nilai - 159,17. Pada tahun tahun 2018 nilai rasio tertinggi ada pada perusahaan Global Teleshop Tbk dengan nilai 368,36 dan nilai rasio terendah ada pada perusahaan Matahari Department Store Tbk dengan nilai - 98,71. Pada tahun tahun 2019 nilai rasio tertinggi ada pada perusahaan Global Teleshop Tbk dengan nilai 2.673,75 dan nilai rasio terendah ada pada perusahaan Matahari Department Store Tbk dengan nilai - 127,94.

Nilai rata-rata Z-Score pada perusahaan sub sektor ritel atau perdagangan eceran yang terdaftar di BEI periode 2017-2019 yaitu bernilai

(11)

68,04 atau termasuk dalam kategori tidak sehat. Selama kurun waktu tiga tahun periode 2017-2019 nilai Z- Score tertinggi ada pada perusahaan Global Teleshop Tbk dengan nilai 1.072,06, artinya Global Teleshop Tbk termasuk dalam kategori tidak sehat sehingga berpotensi mengalami kebangkrutan. Sedangkan nilai Z- Score terendah ada pada perusahaan Matahari Department Store Tbk dengan nilai -128,60, artinya Matahari Department Store Tbk termasuk dalam kategori sehat sehingga tidak berpotensi mengalami kebangkrutan.

Uji Keakuratan Model Prediksi Berdasarkan hasil uji keakuratan model prediksi pada masing-masing rasio keuangan, dapat diketahui bahwa prediksi financial distress dengan model Zmijewski memiliki tingkat akurasi 100%.

Sedangkan prediksi financial distress dengan rasio Return on Asset (ROA) memiliki tingkat akurasi paling tinggi daripada rasio keuangan yang lain yaitu sebesar 88,89%. Rasio Debt to Total Assets (DAR) memiliki tingkat akurasi sebesar 72,22% dan rasio keuangan yang memiliki tingkat akurasi paling rendah adalah Current Ratio (CR) dengan nilai 61,11%.

Pembahasan

Dari hasil uji keakuratan model prediksi pada masing-masing rasio keuangan, prediksi financial distress dengan rasio Return on Asset (ROA) memiliki tingkat akurasi paling tinggi daripada rasio keuangan yang lain yaitu sebesar 88,89%. Sedangkan rasio keuangan yang memiliki tingkat akurasi paling rendah adalah Current Ratio (CR) dengan nilai 61,11%. Hal tersebut dikarenakan pengukuran

financial distress memiliki bobot penilaian yang tinggi pada profitabilitas perusahaan. Financial distress kerap terjadi pada perusahaan yang tidak mampu lagi atau gagal dalam hal memenuhi kewajiban debitur yang disebabkan karena ketidakcukupan atau kekurangan dana untuk melanjutkan lagi operasional usahanya yang ditunjukkan melalui angka negatif pada laba bersih perusahaan.

Sehingga rasio profitabilitas Return on Asset (ROA) memiliki tingkat akurasi paling tinggi dalam memprediksi financial distress yang dialami perusahaan.

Kegunaan prediksi informasi financial distress pada perusahaan adalah dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan.

Agar perusahaan tidak mengalami financial distress maka pihak manajemen dapat melakukan penekanan pengeluaran, misalnya budget untuk pemasaran, pemotongan bonus untuk karyawan, dan lain-lain.

Modal yang dimiliki sebaiknya lebih difokuskan untuk menghemat keuangan supaya lebih efisien sehingga kondisi keuangan perusahaan bisa kembali pulih seperti semula. Kemudian perusahaan juga dapat meningkatkan sumber pendapatan dengan meningkatkan kualitas pelayanan, melakukan inovasi produk, dan mencari investor.

Perusahaan juga dapat melakukan pengajuan restrukturisasi kredit kepada bank dan menerbitkan saham atau obligasi baru. Saham ataupun obligasi baru yang diterbitkan bisa digunakan untuk pendanaan jangka panjang serta meningkatkan modal perusahaan. Mengambil tindakan merger dengan perusahaan lainnya juga dapat menjadi solusi agar

(12)

perusahaan tidak mengalami financial distress.

V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian di atas, maka diperoleh kesimpulan : 1. Hasil prediksi financial distress

dengan rasio Return on Asset (ROA) memiliki tingkat akurasi paling tinggi dari pada rasio keuangan yang lain yaitu sebesar 88,89%. Rasio Debt to Total Assets (DAR) memiliki tingkat akurasi sebesar 72,22% dan rasio keuangan yang memiliki tingkat akurasi paling rendah adalah Current Ratio (CR) dengan nilai 61,11%.

2. Hasil prediksi financial distress dengan menggunakan model Zmijewski memiliki tingkat akurasi yaitu sebesar 100%.

3. Perbandingan prediksi financial distress menggunakan rasio keuangan dan model Zmijewski menunjukkan bahwa model Zmijewski merupakan model dengan tingkat akurasi tertinggi yaitu sebesar 100%, pada model rasio keuangan rasio Return on Asset (ROA) memiliki tingkat akurasi paling tinggi dari pada rasio keuangan yang lain yaitu sebesar 88,89%. Rasio Debt to Total Assets (DAR) memiliki tingkat akurasi sebesar 72,22%

dan rasio keuangan yang memiliki tingkat akurasi paling rendah adalah Current Ratio (CR) dengan nilai 61,11%.

2. Saran

Adapun saran dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat menambah

objek penelitian dan tahun penelitian agar dapat membandingkan tingkat kesehatan perusahaan, sehingga mengetahui perusahaan mana yang berpotensi mengalami kebangkrutan.

2. Bagi perusahaan, diharapkan perusahaan memperhatikan besarnya semua aspek keuangan, karena hal tersebut dapat memberi gambaran keberlangsungan usaha dimasa sekarang dan masa depan, dengan cara mengenali potensi kebangkrutan yang akan dialami perusahaan sehingga dapat menemukan solusi yang akan dilakukan saat muncul gejala- gejala kebangkrutan.

DAFTAR PUSTAKA

Afriyeni, Endang. 2012. Model Prediksi Financial Distress Perusahaan. Polibisnis. Vol.

4, No. 2, ISSN: 1858–3717.

Hlm. 1-10.

Alfi Rista Nora. 2016. Pengaruh Financial Indicators, Ukuran Perusahaan, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Financial Distress. STIE Perbanas Surabaya.

Agus, Sartono. 2011. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi.

Yogyakarta: BPFE.

Altman, Edward I. 1993. Corporate Financial Distress and Bankcruptcy. 2nd edition.

New York: John Wiley &

Sons.

Almilia, Luciana dan Kristijadi, 2003.

Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang

(13)

Terdaftar di Bursa Efek Jakarta.Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia (JAAI), Volume 7 Nomor 2.

Anonim, 2011. Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank.

Astuti, Dewi, 2004. Manajemen Keuangan Perusahaan.

Jakarta: Ghalia Indonesia.

Atmaja, Lukas Setia. 2008. Teori dan Praktek Manajemen Keuangan. Yogyakarta:

Penerbit ANDI.

Brigham & Houston. 2014. Dasar- Dasar Manajemen Keuangan.

Jakarta: Salemba Empat.

Brigham and Houston. 2017. Dasar- Dasar Manajemen Keuangan.

Salemba Empat. Jakarta.

Carolina, V., Marpaung, E. I., &

Pratama, D. (2017). Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2014-2015). Jurnal Akuntansi Maranatha, 9(2), 137–145.

Cinantya, I. G., & Merkusiwati, N. K.

(2015). Pengaruh Corporate Governance, Financial Indicators, dan Ukuran Perusahaan Pada Financial Distress. EJurnal Akuntansi Universitas Udayana, 897- 915.

Cristina Widya Utami, 2008.

Manajemen Barang

Dagangan dalam Bisnis Riteil. Publishing Bayumedia, Malang.

Fachrudin, Khaira Amalia. 2008.

Kesulitan keuangan

(14)

perusahaan dan personal.

Medan: USU Press.

Fahmi, Irham. 2015. Pengantar Manajemen Keuangan Teori dan Soal Jawab.

Bandung: Alfabeta.

Fatmawati, Mila. 2012.

Penggunaan The Zmijewski Model, The Altman Model, Dan The Springate Model Sebagai Prediktor Delisting. Jurnal

Keuangan Dan

Perbankan 16(1), h:56- 65. Fakultas Ekonomi Univ ersitas Muhammadiyah Metro.

Fauzi, Rizki Ahmad. 2017.

Sistem Informasi

Aku ntansi

(Berbasis Akuntansi).

Yogyakarta: CV. Budi Utama.

Fitriyah, Ida dan Hariyati.

2013. Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Properti dan Real Estate. Jurnal Ilmu Manajemen

Fa kultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya.Vol.1,No.3.

Hanafi, Mamduh dan Abdul Halim. 2003. Analisis Laporan Keuangan.

Edisi Revisi.

Yogyakarta: UPP AMP YKPN.Van Horne &

John (2014; 163).

Hanafi, Mamduh M dan Abdul Halim. 2016. Analisis

Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Harahap, Sofyan Syafri. 2011.

Analisis Kritis atas laporan Keuangan. Edisi Pertam Cetakan ke sepuluh. Jakarta : PT Bumi Aksara.

(15)

Harahap, Sofyan Syafri. 2015.

Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Edisi 1-10.

Jakarta: Rajawali Pers.

Indriantoro,Nur dan Bambang Supomo. 2011, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi Dan Manajemen.

Edisi Pertama.

BPFE,Yogyakarta.

Indriani, Firda Rahayu. (2018).

Prediksi Financial Distress Dengan Menggunakan Model Altman (Z-Score) Dan Zmijewski (X-Score) (Studi pada Perusahaan Rokok yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2014- 2016). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

James C. Van Horne, dan John M.

Wachowicz, Jr. 2014.

Primsip-prinsip Manajemen Keuangan (Fundamentals of Financial Management).

Edisi 13 Buku 2. Jakarta:

Salemba Empat.

Jiming dan Weiwei. 2011. An Empirical Study on the Corporate Financial Distress Prediction Based on Logistic Model Evidence from China’s Manufacturing Industry.

International Journal of Digital Content Technology Vol.5 No.6.

Kasmir. 2012. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Kasmir. 2013. Analisis Laporan Keuangan. Edisi 1. Cetakan ke-6, Jakarta: Rajawali Pers.

Kristanti, F. T., Rahayu, S., &Huda, A. N. 2016. The determinant

of financial distress on Indonesian family firm.

Procedia-Social and Behavioral Sciences. 219, 440-447.

Kuswadi. 2004. Cara Mudah Memahami Angka dan Manajemen Keuangan Bagi Orang Awam. Jakarta:

Gramedia.

Lakshan, A. M. I., & Wijekoon, W.

M. H. N. (2013). The use of financial ratios in predicting corporate failure in Sri Lanka. GSTF Business Review (GBR), 2(4), 37.

Liana, D., & Sutrisno. (2014).

Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur.

Jurnal Studi Manajemen dan Bisnis, Vol. 1, No 2, Tahun 2014.

Muzakky, Rizaldy Aji. (2018).

Prediksi Financial Distress Dengan Menggunakan Model Altman (Z-Score) Dan Zmijewski (X-Score) (Studi Pada Perusahaan Otomotif Dan Komponen Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2013- 2016). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Platt, H dan Platt, M.B. (2002).

Predicting Financial Distress.

Journal of Economics and Finance. Vol.26, No.2, Pg 184-197.

Rahmy. 2015. Pengaruh Profitabilitas, Financial Leverage, Sales Growth dan Aktivitas terhadap Financial

(16)

Distress. Artikel Skripsi Universitas Negeri Padang Sekaran, Uma dan Roger Bougie.

2016. Research Method for Business: A Skill Building Approach 17th Edition.

Chicester: Wiley.

Subramanyam dan John J. Wild.

2012. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.

Sugianto, Toni. (2018). Prediksi Financial Distress Pada Perusahaan Sektor Keramik dan Pulp&paper yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya. Vol 6, No. 2.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta, CV.

Wasike dan Jagongo Ambrose. 2015.

Determinants of Dividend Policy in Kenya. International Journal of Arts and Entrepreneurship. Vol. 4. No.

11.

Referensi

Dokumen terkait

Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijazah

This conditions are affecting mix energy main energy is not equal, it is caused: ƒ Still the energy subsidies ƒ People's purchasing power is still low ƒ The use of energy is

Pembuatan tugas akhir ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md) dalam bidang ilmu perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan

Setiap usaha pelayanan pendidikan yang diselenggarakan diluar sistem sekolah berlaku seumur hidup, dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang bertujuan

Pada hari ini RABU, tanggal LIMA BELAS, bulan JUNI, tahun DUA RIBU SEBELAS (15 - 06 - 2011), kami Panitia Pengadaan Barang/Jasa Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah Tahun

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya, penyusunan tugas akhir yang berjudul “ Peningkatan Proses dan Hasil Belajar Muatan PPKn Tema

Selama periode penelitian ROA bank sampel penelitian juga mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan rata- rata tren sebesar 0,13 yang disebabkan oleh terjadinya kenaikan

Menurut peneliti pengetahuan ibu tentang pijat bayi mempuyai hubungan dengan perilaku dalam melakukan pijat bayi secara mandiri, jika ibu mempunyai pengetahuan