• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 129/PUU-XIII/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 129/PUU-XIII/2015"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 129/PUU-XIII/2015

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2014

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN

KESEHATAN HEWAN

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA

REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN DAN DPR

(III)

J A K A R T A

RABU, 16 MARET 2016

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 129/PUU-XIII/2015 PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan [Pasal 26C ayat (1), Pasal 36C ayat (3), Pasal 36D ayat (1), dan Pasal 36E ayat (1)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON

1. Teguh Boediyana

2. Mangku Sitepu

3. Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), dkk

ACARA

Mendengarkan Keterangan Presiden dan DPR (III) Rabu, 16 Maret 2016 Pukul 14.16 – 14.55 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Anwar Usman (Ketua)

2) Patrialis Akbar (Anggota)

3) I Dewa Gede Palguna (Anggota)

4) Manahan MP Sitompul (Anggota)

5) Maria Farida Indrati (Anggota)

6) Suhartoyo (Anggota)

7) Wahiduddin Adams (Anggota)

(3)

Pihak yang Hadir:

A. Pemohon:

1. Teguh Boediyana

2. Mangku Sitepu

3. Muthowif

B. Kuasa Hukum Pemohon:

1. Hermawanto C. Pemerintah: 1. Muladno 2. I Ketut Darmita 3. Zulkifli 4. Tri Handono 5. Mulyanto 6. Yunan Hilmy 7. Tjahjani Widiastuti

(4)

1. KETUA: ANWAR USMAN

Sidang Perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, om swastiastu. Persidangan hari ini untuk mendengarkan keterangan DPR dan Kuasa Presiden. Untuk DPR, ada surat pemberitahuan berhalangan. Sebelumnya, dipersilakan untuk memperkenalkan diri. Dari Pemohon, siapa saja yang hadir?

2. KUASA HUKUM PEMOHON: HERMAWANTO

Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Yang hadir dari Pemohon, saya sendiri selaku Kuasa Pemohon, Hermawanto. Kemudian, ada tiga Prinsipal yang hadir, Yang Mulia, sebelah. Pertama adalah Saudara Muthowif (Pemohon V), kemudian Pak Teguh Boediyana (Pemohon I) dan Pak dr. drh. Mangku Sitepu (Pemohon II). Terima kasih, Yang Mulia.

3. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Dari Kuasa Presiden. Silakan, siapa saja yang hadir?

4. PEMERINTAH: MULYANTO

Terima kasih, Yang Mulia. Kami perkenalkan dari Pihak Pemerintah. Sebelah kiri, dr. Muladno. Kedua, I Ketut Darmita (Direktur Kesehatan) (…)

5. KETUA: ANWAR USMAN

Yang pertama tadi, apa jabatannya?

6. PEMERINTAH: MULYANTO

Pak dr. Muladno (Dirjen Peternakan Kesehatan Hewan). SIDANG DIBUKA PUKUL 14.16 WIB

(5)

7. KETUA: ANWAR USMAN

Pak Dirjen? Disebutkan ininya … jabatannya.

8. PEMERINTAH: MULYANTO

Ya, Dirjen. Kedua, I Ketut Darmita (Direktur Kesehatan Hewan). Ketiga, Bapak Zulkifli. Keempat, Bapak Tri Handono. Saya sendiri Pak Mulyanto. Kelima, Pak Yunan Hilmy (Direktur Litigasi Hukum HAM). Keenam … ketujuh, Bu Tjahjani Widiastuti. Demikian, Pak. Terima kasih.

9. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Karena dari DPR berhalangan, langsung ke Kuasa Presiden. Mungkin Pak Dirjen yang menyampaikan, ya? Silakan, Pak Dirjen, langsung ke mimbar.

10. PEMERINTAH: MULADNO

Assalamualaikum wr. wb. Perkenankan saya menyampaikan, membacakan keterangan Presiden atas permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta. Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini:

1. Nama, Yasonna H. Laoly (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia).

2. Nama, Amran Sulaiman (Menteri Pertanian).

Dalam hal ini, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut Pemerintah.

Perkenankanlah kami menyampaikan keterangan Presiden, baik lisan maupun tertulis yang merupakan satu-kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan atas permohonan pengujian (constitutional review) ketentuan Pasal 36C ayat (1) dan ayat (3), Pasal 36D ayat (1), dan Pasal 36E ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang selanjutnya disebut Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 24C ayat (1), Pasal 28A, Pasal 28H ayat (1), Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut UUD 1945, yang dimohonkan oleh Teguh Boediyana dan kawan-kawan, yang memberikan kuasa kepada Hermawanto, S.H., M.H., dan kawan-kawan, untuk selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon, sesuai registrasi di

(6)

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 129/PUU-XIII/2015, tanggal 29 Oktober 2015, dengan perbaikan permohonan tanggal 17 November 2015.

Selanjutnya, perkenankanlah Pemerintah menyampaikan

keterangan atas permohonan Pengujian Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai berikut.

I. Pokok Permohonan Para Pemohon.

Yang Mulia. Mohon izin untuk tidak membacakan isi pokok permohonan. Karena sudah dianggap dimengerti dan dipahami, baik oleh Pemerintah maupun Pemohon sendiri. Terima kasih.

II. Kedudukan Hukum (legal standing) Para Pemohon.

Terhadap kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon, Pemerintah perlu mempertanyakan kepentingan Para Pemohon, apakah sudah tepat sebagai pihak yang menanggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya ketentuan Pasal a quo Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Menurut Pemerintah, sesungguhnya antara kerugian konstitusional yang didalilkan Para Pemohon atas berlakunya ketentuan a quo Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan tidak memenuhi syarat adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional Para Pemohon dengan pemberlakuan sistem zona. Karena sebagai berikut.

1) Para Pemohon dalam uraian permohonannya hanya mendalilkan

adanya kekhawatiran dan mendasarkan pada asumsi-asumsi semata, yaitu pasal-pasal a quo dianggap mengancam keselamatan dan kesehatan ternak dan dapat menimbulkan kerugian dalam usahanya. Hal tersebut, menurut Pemerintah adalah tidak beralasan. Karena sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal a quo bahwa ternak atau produk hewan dari suatu negara atau zona harus telah memenuhi persyaratan dan tata-tata cara pemasukan produk hewan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang karantina hewan.

2) Terhadap Pemohon 2, yaitu dr. drh. Mangku Sitepu. Pemerintah

berpendapat bahwa Pemohon perlu membuktikan apakah Pemohon pernah tertular penyakit mulut dan kuku? Selanjutnya disingkat PMK. Ketika menjalankan profesinya sebagai dokter hewan ataupun sebagai dokter? Bukti tersebut dapat berupa rekam medis atau medical record dari dokter yang menangani penyakit yang bersangkutan. Karena menurut Badan Kesehatan Hewan Dunia selanjutnya disebut Office International des Epizooties (OIE), PMK tidak mudah menular ke manusia.

Berdasarkan hal tersebut di atas, Pemerintah berpendapat Para Pemohon dalam permohonan ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana dimaksudkan oleh ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang

(7)

Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011. Maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang terdahulu. Oleh karena itu, menurut Pemerintah adalah tepat jika Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Para Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).

III. Keterangan Pemerintah atas materi yang dimohonkan untuk diuji.

Sebelum Pemerintah menyampaikan keterangan terkait norma materi muatan yag dimohonkan oleh … untuk diuji oleh Para Pemohon, Pemerintah terlebih dahulu menyampaikan landasan filosofi mengenai Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai berikut.

a. Bahwa negara bertanggug jawab untuk melindungi segenap

Bangsa Indonesia dan seluruh tumbah darah Indonesia melalui penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan dengan mengamankan dan menjamin pemanfaatan dan pelestarian hewan untuk mewujudkan kedaulatan, kemandirian, serta ketahanan pangan dalam rangka menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Bahwa dalam penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan,

upaya pengamanan maksimal terhadap pemasukan dan pengeluaran ternak, hewan, dan produk hewan, pencegahan penyakit hewan dan zoonosis, penguatan otoritas veteriner, persyaratan halal bagi produk hewan yang dipersayaratkan, serta penegakaan hukum terhadap pelanggaran kesejahteraan hewan perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.

c. Untuk memenuhi perkembangan dan kebutuhan hukum di

masyarakat, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan perlu diubah. Perubahan tersebut dimaksudkan agar penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan dapat mencapai tujuan yang diharapkan, diantaranya untuk mengelola sumber daya hewan agar berdaya saing dan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan peternak dan masyarakat. Melindungi, mengamankan, dan/atau menjamin wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari ancaman yang dapat mengganggu kesehatan atau kehidupan manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan. Mengembangkan sumber daya hewan serta memberi kepastian hukum dan kepastian berusaha dalam bidang peternakan dan kesehatan hewan.

Sehubungan dengan dalil dan anggapan Para Pemohon dalam permohonannya, Pemerintah memberi memberi keterangan sebagai berikut.

(8)

1. Terhadap dalil Para Pemohon yang menyatakan bahwa rumusan frasa dalam pasal-pasal a quo Undang-Undang Peternakan dan

Kesehatan Hewan sesungguhnya adalah rumusan yang

menghidupkan kembali sistem zona yang telah dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 137/PUU-VII/2009, Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut.

a. Bahwa Para Pemohon terkesan belum mencermati secara utuh

frasa yang dinyatakan dalam amar Putusan MK Nomor 137/PUU-VII/2009 yaitu unit usaha produk hewan pada suatu negara atau zona. Meskipun terdapat kata zona dalam frasa tersebut, namun kata zona ini tidaklah boleh dimaknai secara tekstual tersendiri.

Kata zona dimaksud harus dimaknai secara kontekstual sebagai

satu kesatuan yang utuh dengan frasa unit usaha produk hewan. Dengan demikian, tidaklah benar undang-undang a quo didalilkan sebagai menghidupkan kembali sistem zona. Adapun terkait dengan sistem zona atau zona base yang juga sebagai salah satu pilihan yang diterapkan dalam undang-undang a quo sesungguhnya telah mengacu pada ketentuan Badan Kesehatan Hewan Dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB. Jadi sistem zona dalam penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan sesungguhnya tidak menyalahi kaidah internasional yang berlaku dan tentunya sistem zona tersebut bukan suatu sistem yang secara asal-asalan diakui oleh badan kesehatan hewan dunia. Pengakuan atas sistem zona tersebut tentu telah melalui berbagai kajian yang memiliki landasan hukum dan landasan ilmiahnya.

b. Bahwa pengertian zona menurut Pasal 36C ayat (1)

undang-undang a quo memiliki makna yang sama dengan pengertian zona menurut Badan Kesehatan Hewan Dunia atau OIA yang beranggotakan lebih dari 180 negara. Pengertian zona dalam Terrestrial Animal Health Code atau TAHC tahun 2015, bagian glossary menyatakan, “Zona adalah bagian dari sebuah wilayah yang jelas yang mempunyai populasi hewan dengan status kesehatan hewan yang berbeda untuk penyakit hewan tertentu berdasarkan hasil surveillance, tindakan pengendalian, dan biosecurity yang diterapkan untuk perdagangan internasional.” Selanjutnya menurut penjelasan Pasal 36C ayat (1) undang-undang a quo menyatakan, “Zona dalam suatu negara adalah bagian dari suatu negara yang mempunyai batas alam, status kesehatan populasi hewan, status epidemiologic penyakit hewan menular, dan efektivitas daya kendali.” Apabila diperbandingkan kedua pengertian zona tersebut.

1. Bagian dari sebuah wilayah yang jelas menurut OIA memiliki makna yang sama dengan Penjelasan Pasal 36C

(9)

undang-undang a quo yaitu bagian dari suatu negara yang mempunyai batas alam. Menurut OIA, bisa juga digunakan batas-batas lain seperti batas buatan atau batas administratif.

2. Mempunyai populasi hewan dengan status kesehatan hewan

yang berbeda dengan bagian wilayah lainnya di negara tersebut untuk penyakit hewan tertentu, menurut OIA memiliki makna yang sama dengan Penjelasan Pasal 36C undang-undang a quo yaitu status kesehatan populasi hewan, status epidemiologic penyakit hewan menular.

3. Berdasarkan hasil surveillance, tindakan pengendalian dan

biosecurity yang diterapkan untuk perdagangan internasional, menurut OIA memiliki makna yang sama dengan penjelasan Pasal 36C undang-undang a quo yaitu efektivitas daya kendali.

2. Terhadap dalil Para Pemohon yang menganggap bahwa berlakunya

sistem zona sesungguhnya merugikan hak Para Pemohon, diantaranya untuk hidup dengan sehat, sejahtera, aman, dan nyaman dari bahaya penyakit menular dari hewan atau produk hewan dalam hal ini PMK yang dibawa karena proses impor dari negara yang tidak bebas penyakit hewan menular, hak mendapatkan daging ternak yang sehat, hak untuk kelangsungan usaha Pemohon, dan hak atas kepastian hukum. Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut.

a. Bahwa virus PMK tidak dapat secara mudah menular apalagi

membahayakan kehidupan manusia. Karena virus tersebut tidak bersifat infeksius pada manusia dibandingkan dengan terhadap hewan. Penularan virus PMK pada ternak hanya menimbulkan tingkat kematian pada ternak muda berkisar 20%. PMK tidak secara langsung mengancam keberlanjutan usaha peternakan. Hal ini dibuktikan di negara yang memiliki zona bebas, bahkan yang belum bebas sekali pun kelangsungan usaha peternakan di negara tersebut tetap baik bahkan menjadi pengekspor hewan dan produk hewan, sebagai contoh Negara Brasil.

b. Bahwa undang-undang a quo telah mengatur pencegahan masuk

dan keluarnya penyakit hewan menular, misalnya dalam ketentuan Pasal 36C mengenai pemasukan ternak ruminansia indukan ke dalam wilayah Republik Indonesia yang berasal dari suatu negara atau zona dalam suatu negara dengan persyaratan kesehatan hewan yang sangat ketat. Penetapan pemasukan hewan dan/atau produk hewan dari zona bebas penyakit hewan menular dilakukan secara ketat melalui mekanisme analisis risiko penyakit hewan oleh otoritas veteriner dengan mengutamakan kepentingan nasional. Di samping itu harus pula memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36C ayat (3) undang-undang a quo, yaitu terlebih dahulu:

(10)

1.Dinyatakan bebas penyakit hewan menular di negara asal oleh otoritas veteriner negara asal sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan OIA dan diakui oleh Otoritas Veteriner Indonesia.

2.Dilakukan penguatan sistem dan pelaksanaan surveillance di

dalam negeri, dan.

3.Ditetapkan tempat pemasukan tertentu.

Adapun proses penetapan zona oleh OIA tidaklah mudah melainkan melalui persyartan yang ketat dan cukup panjang yaitu:

a.Menerima aplikasi sesuai dengan standar format yang telah ditetapkan

oleh OIA.

b.Pemeriksaan awal dari aplikasi yang telah diterima oleh Bagian Teknis

dan Ilmiah OIA.

c. Evaluasi oleh grup ad hoc.

d.Evaluasi oleh Komisi Ilmiah OIA.

e.Komunikasi hasil evaluasi kepada negara pemohon.

f. Hasil evaluasi kemudian dikomunikasikan kepada setiap negara

anggota untuk mendapatkan persetujuan dalam waktu paling lama 60 hari.

g.Pengertian resmi suatu zona bebas diputuskan dalam sidang umum

tahunan (world assembly).

h.Rekonfirmasi tahunan bahwa suatu zona masih bebas penyakit hewan

menular oleh OIA.

Namun demikian apabila di negara yang telah ditetapkan bahwa zonanya bebas dari penyakit hewan menular kemudian terjadi wabah, status tersebut dapat dicabut oleh OIA. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa.

a. Penentuan wilayah yang bebas penyakit hewan tertentu berdasarkan

zona base dapat dijamin kepastiannya apalagi bila sudah diverifikasi dan dideklarasikan dalam resolusi OIA.

b. Pernyataan Para Pemohon bahwa pemberlakuan zona base sama

dengan prinsip minimum security sama sekali tidak benar dan tidak berdasar.

c. Bahwa Para Pemohon menyatakan dengan diterapkannya sistem

zona dalam undang-undang a quo berarti undang-undang ini tidak menerapkan prinsip maximum security dengan kata lain menerapkan prinsip minimum security. Padahal dalam ketentuan OIA sekalipun tidak dikenal istilah maximum security maupun minimum security, kemudian apabila Indonesia ingin melakukan perdagangan hewan dan produk hewan dengan negara lain, maka sesuai perjanjian internasional importasi yaitu Sanitary dan Fitosanitari (SPS Agreement) yaitu Perjanjian Kesehatan Hewan dan Kesehatan Tumbuhan yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing World Trade Organization bahwa dalam SPS Agreement juga tidak dikenal istilah pengamanan maksimum atau maximum security yang berarti

(11)

risikonya harus nol (zero risk). Risiko masuknya penyakit harus diupayakan pada tingkat paling rendah yang dapat ditolerir atau diterima. Ini dikenal dalam bahasa internasional Acceptable Level Of Protection (ALOP). Kalau pun Indonesia memasukkan produk hewan yang berasal dari zona bebas PMK suatu negara tertentu, tetap harus dilakukan prosedur sebagaimana yang diatur dalam OIA Code Bab II. 2 dan artikel 5 Perjanjian SPS, yaitu analisis resiko untuk menetapkan seberapa besar tingkat resiko dari masuknya hewan dan/atau produk hewan ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Indonesia bisa menetapkan ALOP, seperti anggota WTO lainnya. ALOP Indonesia bertujuan untuk memberikan perlindungan SPS dengan menekan resiko sampai ke tingkat yang paling rendah (very low level), bukan tingkat resiko nol. Resiko nol sangat tidak mungkin tidak dicapai karena itu berarti tidak ada kedatangan turis, tidak ada perjalanan internasional, dan tidak ada importasi hewan, dan produk hewan sama sekali.

d. Bahwa dalil Para Pemohon yang menyatakan pemasukan hewan atau

ternak-ternak ruminansia indukan maupun produk hewan dari zona atau bagian dari suatu negara yang tidak bebas penyakit hewan menular membahayakan keamanan, keselamatan manusia, hewan, dan lingkungan, serta usaha peternakan dan seterusnya adalah anggapan yang tidak benar. Justru Pasal 36C undang-undang a quo memberikan kepastian hukum dan perlindungan dalam rangka mencegah masuknya penyakit hewan menular yang berasal dari pemasukan hewan dan/atau produk hewan dari negara atau zona dalam suatu negara yaitu telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukan hewan dan produk hewan.

3. Terhadap dalil Para Pemohon yang menyatakan bahwa jenis penyakit

hewan menular seperti PMK memiliki sifat dan karakter yang spesifik, bahkan tahan terhadap panas, dan sinar ultraviolet, dan dapat menular melalui udara hingga pada jarak 100 km dari sumber penyakit. Pemerintah berpendapat bahwa penyebaran virus PMK melalui udara dengan batasan jarak 100 km adalah tidak benar dan tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Menurut penelitian John Cluster (suara tidak terdengar jelas) dan kawan-kawan tahun 2005, penyebaran virus PMK melalui udara sangat kompleks karena dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kecapatan dan arah angin,

serta cuaca meteorologi. Bahkan, A.I. Donaldson pada tahun 1986

juga menyatakan bahwa penyebaran virus lewat udara sangat dipengaruhi oleh tingkat kelembaban udara yang tinggi. Kedua peneliti tersebut mencatat penyebaran virus PMK terpanjang yang pernah terjadi adalah 50 km di darat dan 200 km melalui air. Menurut

Murphi, dkk., tahun 1999, penularan virus PMK jarak jauh lebih

mungkin terjadi di wilayah yang beriklim sedang, dibandingkan dengan wilayah tropis, seperti Indonesia.

(12)

Bahwa dengan menggunakan sistem zona atau zona base, ataupun berdasarkan kewilayahan suatu negara atau country base tidaklah absolut terjaminnya ketidaktularan suatu penyakit hewan. Untuk jaminan perlindungan agar tidak tertularnya penyakit hewan, dari hewan yang berasal dari negara lain ke Indonesia, tentu harus ada persayaratan-persyaratan tertentu lainnya, yang secara ilmiah telah diteliti secara mendalam dan dibahas bersama secara komprehensif di setiap tingkatan.

Atas isu penularan penyakit hewan ini, maka Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan/atau Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIA) telah menetapkan berbagai kaidah internasional terkait penanganan kesehatan hewan. Demikian juga yang dilakukan oleh otoritas veteriner di Indonesia, yang telah melakukan analisis resiko di bidang kesehatan hewan untuk menjamin produk hewan yang masuk dapat memenuhi kriteria aman, sehat, utuh, dan halal. Analisis resiko ini dengan tegas dan jelas diatur dalam ketentuan Pasal 36C ayat (2) undang-undang a quo dan ketentuan ayat lainnya dalam pasal yang sama sudah cukup mencerminkan bahwa Indonesia menerapkan prinsip kehati-hatian (pre-cautionary principle).

4. Terhadap dalil Para Pemohon yang menyatakan bahwa dengan

pemberlakukan sistem zona, maka Negara Indonesia akan dimanfaatkan oleh beberapa negara yang mempunyai zona bebas sebagai pintu keluar bagi daging-daging murah dari zona yang belum bebas PMK, sehingga akan memukul usaha peternakan sapi rakyat dengan harga yang rendah.

Pemerintah berpendapat bahwa dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 36B undang-undang a quo yang menyatakan, “Pemasukkan ternak dan produk hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dilakukan apabila produksi dan pasokan ternak dan produk hewan di dalam negeri belum mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat.” Maka menurut Pemerintah dalil Para Pemohon tersebut hanyalah suatu asumsi dan tidak berdasar secara hukum karena sesungguhnya negara telah memberikan jaminan perlindungan terhadap usaha peternakan sapi dalam negeri karena pemasukan ternak dan produk hewan dari luar negeri baru dilakukan apabila produksi dan pasokan ternak dan produk hewan di dalam negeri belum mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat.

Selanjutnya Pemerintah dapat memberikan ilustrasi manfaat dari penerapan sistem zona, yaitu.

a. Indonesia dapat melakukan pemasukan, impor hewan, dan/atau

produk hewan tidak hanya dari negara yang bebas penyakit hewan menular tertentu atau dengan kata lain terhindar dari monopoli negara pengekspor tertentu.

(13)

b. Indonesia dapat melakukan pengeluaran atau ekspor hewan dan/atau produk hewan dari zona yang bebas penyakit hewan menular tertentu di dalam negeri tanpa harus menunggu seluruh wilayah Indonesia bebas dari penyakit hewan menular tertentu.

c. Indonesia dapat memperoleh hewan dan/atau produk hewan dengan

harga yang lebih kompetitif yang kemudian akan diolah dan dapat diekspor kembali dengan harga yang kompetitif.

Sesuai dengan SPS Agreement yang diakui dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan WTO, penerapan sistem zona ini bersifat saling mengakui (resiprokal).

Apabila zona bebas penyakit di Indonesia ingin diakui oleh negara lain sebagai mitra dagang, Indonesia pun harus mengakui zona bebas penyakit di negara lain yang telah diakui oleh OIA.

Oleh karena itu, anggapan Para Pemohon yang mendalilkan tidak adanya perlindungan yang pasti atas kesehatan hewan dan keselamatan masyarakat adalah tidak benar dan tidak berdasar. Justru sebaliknya, undang-undang a quo telah memberikan kepastian hukum dan jaminan perlindungan hak asasi warga negara sebagaimana dijamin dalam konstitusi.

IV. Petitum.

Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian constitutional review ketentuan a quo Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat memberikan putusan sebagai berikut.

1. Menyatakan bahwa Para Pemohon tidak mempunyai kedudukan

hukum (legal standing).

2. Menolak permohonan pengujian Para Pemohon seluruhnya atau

setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).

3. Menerima keterangan Presiden secara keseluruhan.

4. Menyatakan ketentuan Pasal 36C ayat (1) dan ayat (3), Pasal 36D

ayat (1), Pasal 36E ayat (1) Undang Dasar ... Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24C ayat (1), Pasal 28A, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Atas perhatian, Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia, kami ucapkan terima kasih.

(14)

Jakarta, 16 Maret 2016. Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Yasonna H. Laoly). Menteri Pertanian (Amran Sulaiman). Terima kasih.

11. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, terima kasih, Pak Dirjen. Dari meja Hakim mungkin ada yang perlu di dalami?

Ya, ada sedikit dari Yang Mulia Pak Palguna. Silakan, Yang Mulia.

12. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA

Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Pak Dirjen, terima kasih sudah memberikan keterangan. Ini mungkin ada satu pertanyaan kalau bisa dijawab sekarang, bisa, tapi nanti juga boleh.

Ini begini, pertanyaan saya yang pertama karena ini tampaknya menjadi isu kunci dalam permohonan ini. Apakah praktik ekspor/impor dari apa ... hewan, dari suatu zona atau satu zona yang sudah dinyatakan bebas penyakit gitulah, PMK khususnya dalam hal ini itu sudah merupakan praktik yang lazim dalam lalu-lintas perdagangan internasional? Itu. Dan kemudian kan tadi Pak Dirjen menyatakan bahwa ini adalah satu prinsip resiprokal antara di ... yang disetujui dalam WTO, kalau kita mengekspor ... kalau kita mengimpor dari satu zona yang dinyatakan sudah bebas itu, kemudian kita juga tidak akan dipersoalkan kalau kita misalnya nanti mengekspor dari satu zona yang dinyatakan bebas di Indonesia ke negara-negara yang ini. Nah, pertama itu, pertanyaannya apakah itu sudah merupakan praktik yang lazim? Itu.

Kemudian yang kedua. Ini kan ada satu persoalan yang tadi belum saya dengar dalam keterangan Pemerintah, ini berkenaan dengan anggapan Pemohon, ini di halaman 28, ya. Yang menafsirkan dalam anggapan Pemohon, ketentuan Pasal 36E dari undang-undang yang dipersoalkan ini, yaitu ayat (1) nya tadi sudah disampaikan oleh Pak Dirjen, “Dalam hal tertentu dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional dapat dilakukan pemasukan ternak dan/atau produk hewan dari suatu negara atau zona dalam satu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukan ternak dan/atau produk hewan. Ketentuan lebih lanjut mengenai dalam hal tertentu dan tata cara pemasukannya sebagai dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.” Mengapa ini saya tanyakan, pertanyaannya adalah begini. Peraturan pemerintahnya ini sudah ada apa belum? Yang mengatur tentang ini? Kalau ada mungkin nanti dalam keterangan Pemerintah selanjutnya saya mohon itu dilampirkan karena adanya ketentuan ini oleh Pemohon di halaman 28, itu ditafsirkan bahwa Pasal 36E itu disimpulkan menurut Pemohon, “Pada saat masyarakat membutuhkan pasokan ternak dan/atau produk hewan akibat bencana … atau akibat

(15)

bencana, diperbolehkan melakukan pemasukan atau impor hewan ternak dan/atau produk hewan dari suatu zona atau bagian dari suatu negara tanpa ditempkatnya di pulau karantina.” Itu penafsirannya Pemohon. Nah, inilah saya kira Pemerintah … Pemerintah penting untuk memberikan penjelasan supaya penafsiran itu tidak ada. Salah satu barangkali dengan merujuk kepada peraturan pemerintah yang diperintahkan oleh ayat (2) dari Pasal 36 ini. Kalau itu memang sudah ada, barangkali itu akan menjelaskan keraguan Pemohon. Itu barangkali yang menjadi pertanyaan saya. Termasuk juga peraturan pemerintah tentang pulau karantina itu, barangkali juga bisa sekaligus di … dilampirkan nanti dalam keterangan Pemerintah selanjutnya.

Terima kasih, Pak Ketua.

13. KETUA: ANWAR USMAN

Baik, jadi gitu, untuk Kuasa Presiden. Beberapa cacatan dari Yang Mulia Pak Palguna. Kalau bisa sekarang, ya sekarang, kalau nanti ya sekaligus saja setelah sidang berikutnya nanti. Silakan, tanggapan?

14. PEMERINTAH: MULADNO

Terima kasih, Yang Mulia, atas pertanyaan untuk kehati-hatian kami dalam menjawab. Perkenankan kami nanti menjawab secara tertulis, sehingga tidak ada kekeliruan secara (suara tidak terdengar jelas). Terima kasih.

15. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Pemohon, apakah akan mengajukan ahli atau saksi?

16. KUASA HUKUM PEMOHON: HERMAWANTO

Ya, Yang Mulia. Kami sudah menyiapkan ada … rencananya ada tiga orang ahli … saksi atau ahli.

17. KETUA: ANWAR USMAN

Tiga orang ahli, ya?

18. KUASA HUKUM PEMOHON: HERMAWANTO

(16)

19. KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Saksi ada?

20. KUASA HUKUM PEMOHON: HERMAWANTO

Saksi ada satu, masih sedang kita cari.

21. KETUA: ANWAR USMAN

Oh.

22. KUASA HUKUM PEMOHON: HERMAWANTO

Karena komunikasi belum nyambung kemarin. Tapi yang jelas sudah ada tiga orang ahli, Yang Mulia.

23. KETUA: ANWAR USMAN

Tiga orang ahli. Ya, baik. dari Kuasa Presiden nanti saja, ya? Ada ahli juga, ya? Ya, baik.

Jadi nanti untuk Pemohon, ahlinya tiga-tiganya dibawa sekaligus, ya. CV-nya diserahkan lebih awal, ya.

Jadi sidang selanjutnya ditunda hari Senin, tanggal 11 April 2016, pukul 11.00 WIB, untuk mendengar keterangan DPR dan ahli dari Pemohon, ya. Sudah jelas, ya? Ada hal-hal yang ingin disampaikan? Sudah cukup? Ya, baik.

Dengan demikian sidang selesai dan selanjutnya ditutup.

Jakarta, 16 Maret 2016 Kepala Sub Bagian Risalah,

Rudy Heryanto

NIP. 19730601 200604 1 004 SIDANG DITUTUP PUKUL 14.55 WIB

Referensi

Dokumen terkait

Pada aplikasi 1: Gambar 1, 2 dan 3 dapat dilihat Pada aplikasi 2: Gambar 4, 5 dan 6 dapat dilihat bahwa prosentase kematian larva Aedes aegypti pada bahwa prosentase

Dalam asumsi pertama, ijtihad sama dengan ra'yu; dan dalam asumsi kedua, ijtihad sama dengan qiyas. Oleh sebab itu, aliran ini sangat dominan mengunakan ra'yu dengan

Kedua, penelitian dengan judul “Coping Strategy pada Mahasiswa Salah Jurusan” yang dilakukan oleh Intani dan Surjaningrum (2010). Hasil penelitian tersebut memperlihatkan

Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi arus kas operasional perusahaan maka semakin tinggi kepercayaan investor pada perusahaan tersebut, sehingga

4) Banyaknya kunyahan makanan per menit pada masing-masing kelompok umur  Sedangkan untuk menentukan perbedaan lamanya waktu yang diperlukan untuk merumput dan lamanya

Jika sudah ketemu dengan file popojicms yang akan anda upload, silakan klik kanan pada nama file popojicms.v.1.2.5 lalu klik upload.. biarkan kosong saja, lalu klik

Apabila ketuban  pecah sebelum usia kehamilan kurang dari 37 minggu akan meningkatkan risiko infeksi, juga meningkatkan risiko terjadinya penekanan tali pusat yang

Berdasarkan perbandingan nilai korelasi antara nilai dugaan respon akhir dan peubah respon