• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI. Beton bertulang adalah material yang terdiri atas beton dan baja tulangan. Beton

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II DASAR TEORI. Beton bertulang adalah material yang terdiri atas beton dan baja tulangan. Beton"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

DASAR TEORI

2.1 Umum

Beton bertulang adalah material yang terdiri atas beton dan baja tulangan. Beton merupakan material yang kuat dalam menahan tekan, namun lemah dalam menahan tarik sehingga terjadi retak ketika menerima beban yang melebihi kuat tariknya karena itu ditanamkan tulangan baja agar dapat menahan tegangan tarik yang akan diterima struktur beton bertulang tersebut. Jadi, bisa dikatakan bahwa kunci desain struktur beton bertulang adalah letak penempatan baja tulangan agar tepat berada pada daerah tegangan tarik yang akan diterima. Kombinasi beton dan baja membuat beton bertulang menjadi material yang berkekuatan tinggi namun tetap ekonomis.

2.1.1 Konsep Desain

Untuk merencanakan suatu struktur dibutuhkan suatu standart dalam mendesain agar tujuan perencanaan dapat tercapai. Banyak standart perencanaan beton bertulang seperti ACI untuk Amerika Serikat, BS untuk Inggris dan SNI untuk Indonesia. SNI yang mengatur tentang standart perencanaan struktur beton bertulang di Indonesia adalah SNI 03-2847-2002 dimana dalam pasal 10.1 tertera ketentuan perencanaan struktur beton bertulang yang berbunyi “Semua komponen struktur harus direncanakan cukup kuat sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan dalam tata cara ini, dengan menggunakan faktor reduksi kekuatan

(2)

6 Ø ditentukan dalam 11.2 dan 11.3”.(SNI 03-2847-2002,hal 51). Terdapat beberapa kriteria yang harus direncanakan dalam mendesain suatu struktur yaitu : a. Kemampuan Layan Struktur

Kemampuan layan struktur meliputi kekakuan,kekuatan dan kestabilan struktur. Setiap komponen struktur harus dirancang untuk mampu menahan beban-beban yang bekerja sehingga tidak terjadi kegagalan struktur

b. Kebutuhan Fungsi Bangunan

Suatu struktur harus dirancang untuk mampu berfungsi sesuai kebutuhannya agar desain strukturnya dapat menjadi hemat dan efisien.

c. Ekonomis

Suatu desain struktur harus dirancang sesuai budget yang telah ditentukan agar kebutuhannya terpenuhi tanpa mengurangi spesifikasi tertentu.

2.1.2 Beban-Beban Pada Struktur

Dalam melakukan analisis desain pada struktur, perlu memperkirakan secara akurat beban-beban yang akan diterapkan pada struktur serta besarnya beban yang bekerja pada struktur tersebut. Perencanaan bangunan konstruksi beton bertulang pada umumnya berdasarkan pada keadaan batas atau ultimit. Analisis struktur dikerjakan untuk berbagai kombinasi pembebanan ultimit untuk mendapatkan gaya dalam desain berdasarkan keadaan ekstrem yang mungkin terjadi.

1. Beban Mati

Beban mati adalah berat struktur gedung yang memiliki besar yang konstan dan terdapat pada satu posisi tertentu. Adapun berat sendiri struktur untuk

(3)

7 bangunan beton bertulang adalah pelat, balok kolom, dinding, langit-langit, tangga, dan saluran air. Semua motode untuk menghitung beban mati adalah untuk menghitung elemen didasarkan atas peninjauan berat suatu material yang terlibat berdasarkan volume elemen tersebut.

2. Beban Hidup

Beban hidup adalah beban yang letaknya dapat berubah, bisa ada atau tidak ada pada waktu tertentu pada struktur. Beban hidup meliputi beban orang, barang-barang gudang, dan beban peralatan yang sedang bekerja. Meskipun dapat berpindah-pindah, beban hidup masih dapat dikatakan bekerja secara perlahan-lahan pada struktur.

3. Beban Gempa

Gempa merupakan suatu fenomena alam yang tidak dapat dihindari. Banyak tempat di dunia yang berada pada daerah gempa, salah satunya adalah Indonesia. Oleh sebab itu, pada daerah yang rawan gempa perlu memperhitungkan beban gempa dalam desain semua jenis struktur.

Menurut peraturan SNI-03-1726-2002, sub bab 4.1.1, standar ini menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur gedung. Gempa rencana merupakan beban gempa yang ditetapkan mempunyai periode ulang 500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 10% selama umur gedung 50 tahun.

Untuk struktur beton bertulang yang berada di wilayah rawan gempa harus didesain sebagai struktur strong column weak beam (Gambar 2.1). Maksudnya kolom didesain harus lebih kuat dari balok, sehingga jika terjadi gempa kuat,

(4)

8 pada balok akan terjadi kerusakan, namun kolom masih dapat berdiri dengan baik sehingga nyawa manusia yang berada didalam bangunan dapat terselamatkan (SNI 03-1726-2002).

Gambar 2.1 Kolom kuat balok lemah

Menurut peraturan SNI-03-1726-2002, sub bab 4.7.1 Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa, dimana Wilayah Gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah, dan Wilayah Gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi.

Data-data untuk menentukan beban gempa rencana antara lain:

1. Faktor Keutamaan (I) menurut peraturan SNI-03-1726-2002, sub bab 4.1.2

I = I1 . I2 (2.1)

dimana:

I = faktor keutamaan.

I1 = faktor keutamaan untuk menyesuaikan perode ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur gedung.

(5)

9 I2 = faktor keutamaan untuk menyelesaikan peride ulang gempa

berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut.

Adapun Faktor-faktor Keutamaan I1, I2, dan I sebagai berikut:

Tabel 2.1 Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan

Faktor Keutamaan Kategori Gedung

I1 I2 I

Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan

perkantoran 1,0 1,0 1,0

Momen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6 Gedung penting pasca gempa seperti

rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fassiliras radio dan televisi.

1,4 1,0 1,4

Gedung untuk menyimpan bahan berbhaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun.

1,6 1,0 1,6

Cerobong, tangki di atas menara 1,5 1,0 1,5 SNI 03-1726-2002

2. Faktor reduksi gempa (R) menurut peraturan SNI-03-1726-2002, sub bab 4.3.3

1,6 ≤ R = µ . f1 ≤ Rm (2.2)

dimana:

R = faktor reduksi gempa

(6)

10 f1 = faktor kuat lebih beban beton dan bahan 1,6

Rm = faktor reduksi gempa maksimum

Nilai R dan µ ditetapkan berdasarkan tabel 2.2

Tabel 2.2 Parameter daktilitas struktur gedung

Taraf kinerja struktur

gedung µ R pers.(6) Elastik penuh 1,0 1,6 Daktail parsial 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 2,4 3,2 4,0 4,8 5,6 6,4 7,2 8,0 Daktail penuh 5,3 8,5 SNI-03-1726-2002

3. Faktor Respon Gempa (C1)

Nilai respon gempa didapat dari spectrum respon gempa rencana untuk waktu getar alami fundamental (T) dari struktur gedung. Nilai ini bergantung pada:

1. Waktu getar alami struktur (T), dinyatakan dalam detik.

T = 0,06 H3/4 (2.3)

dimana:

(7)

11 2. Nilai respon gempa juga tergantung dari jenis tanah. Berdasrkan SNI 03-1726-2002, jenis tanah dibagi menjadi tiga bagian yaitu tanah keras, sedang dan lunak.

Tabel 2.3 Jenis-jenis tanah

Nilai respons gempa ditentukan berdasarkan 6 wilayah rawan gempa (Gambar 2.2) untuk setiap jenis tanah. Berdasarkan SNI 03-1726-2002 nilainya bergantung pada waktu getar alami struktur dan kurvanya ditampilkan dalam spektrum respons gempa rencana (Gambar 2.3).

(8)

12 Gambar 2.3 Respons spektrum gempa rencana (SNI 03-1726-2002)

2.1.3 Analisi Struktur Secara Statik Ekivalen

Setiap struktur gedung harus direncanakan dan dilaksanakan untuk dapat menahan suatu beban geser dasar horizontal total akibat gempa (V), yang ditentukan menurut rumus sebagai berikut:

(9)

13 dimana:

V = gaya geser horizontal total akibat gempa C1 = faktor respon gempa

I = factor keutamaan R = factor reduksi gempa

Wt = berat total bangunan termasuk beban hidup yang sesuai.

Beban geser dasar akibat gempa (V) harus dibagukan sepanjang tinggi bangunan gedung. Beban ini dibagi menjadi beban-beban horizontal terpusat yang bekerja pada masing-masing tingkat lantai menurut rumus berikut:

V z W z W F n i i i i i i

= = 1 . . (2.5) Dimana:

Fi = gaya lateral yang bekerja pada lantai ke-i

Wi = berat lantai tingkat ke-i

zi = tinggi lantai ke-I diukur dari penjepitan lateral

V = gaya geser dasar, jika ≥ 3 maka 0,1 V harus dianggap terpusat pada massa lantai tingkat paling atas, sisanya 0,9 V harus dibagi sepanjang tinggi struktur gedung sesuai rumus (2.5).

(10)

14 2.1.4 Metode Desain

Ada dua metode dasar dalam merencanakan elemen struktur beton bertulang yaitu:

a. Metode Beban Kerja (Working Stress Design/Elastic Design)

Unsur Struktur direncanakan terhadap beban kerja sedemikian rupa sehingga tegangan yang terjadi lebih kecil dari pada tegangan yang diizinkan, yaitu :

σ

σ ≤ (2.6)

Keterangan :

σ : Tegangan normal σ : Tegangan izin

Pada metode ini kekuatan bahan dikalikan dengan factor reduksi sehingga kuat bahan dalam perencanaan bukan kuat bahan maksimal, misalnya nilai kuat kolom beton bertulang direduksi menjadi 0,33 fc’.Hal ini dilakukan untuk memberi batas keamanan atas asumsi-asumsi yang tidak pasti dilapangan. Namun beban yang diberikan sesuai dengan kenyataan dilapangan, misalnya beban mati dan beban hidup (D+L).

b. Metode Kekuatan Batas/Ultimit

Dengan metode ini, unsur struktur direncanakan terhadap beban terfaktor sedemikian rupa sehingga unsur tersebut mempunyai kuat rencana yang diinginkan, yaitu :

Mu ≤ØMn (2.7)

(11)

15 Mu : Momen yang boleh bekerja pada penampang

Ø : Faktor reduksi

Mn : Momen yang bisa ditahan oleh penampang

Batas keamanan diberikan dengan faktor pengali tertentu pada beban sesuai dengan peraturan yang berlaku, selain itu dalam perencanaannya masih ada faktor reduksi kekuatan sehingga keamanannya menjadi berlapis-lapis.Terkadang hal ini malah menyebabkan terjadinya overstrength atau perbesaran dimensi struktur. SNI-03-2847-2002 nilai-nilai beban yang harus diberikan adalah sebagai berikut : U1 = 1,4D U2 = 1,2D + 1,6L ± 0,5(A atau R) U3 = 1,2D + 1,0L ± 1,6W ± 0,5(A atau R) U4 = 0,9D + 1,6W U5 = 1,2D + 1,0L ± 1,0E U6 = 0,9D + 1,0E Keterangan : D = beban mati L = beban hidup E = beban gempa W = beban angina A = beban atap R = beban hujan

(12)

16 Pada Working Stress Method perencanaannya berdasarkan daerah elastis hingga batas elastis,sedangkan pada Ultimate Design Method berdasarkan daerah plastis hingga batas ultimit.

2.2 Balok

2.2.1 Konsep Dasar

Balok adalah salah satu elemen struktur bangunan yang akan mengalami lentur akibat beban luar yang bekerja padanya. Berdasarkan teori elastic, distribusi tegangan normal pada penampang akibat momen lentur (M) dapat dituliskan pada persamaan 2.3, namun rumus ini hanya berlaku bila penampang balok beton tanpa tulangan belum retak

Gambar 2.4 Distribusi Tegangan Elastik pada Balok ( MacGregor,1997)

I My =

σ (2.8)

(13)

17 σ = Tegangan Normal

M = Momen yang bekerja pada penampang y = Jarak dari sumbu netral

I = Momen inersia penampang

Rumus di atas tidak dapat digunakan dalam desain balok beton bertulang karena rumus di atas hanya berlaku untuk penampang beton tanpa tulangan sedangkan dalam mendesain balok beton bertulang, tulangan baja dibutuhkan untuk mentransfer gaya tarik pada saat terjadi retak di bagian tarik balok.

Umumnya ada 2 jenis perhitungan yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi penampang beton bertulang, yaitu analisis dan desain. Pada perhitungan analisis, kita diminta untuk menghitung tahanan atau kapasitas penampang berdasarkan data yang ada. Sedangkan pada perhitungan desain, kita diminta memilih penampang yang cocok untuk menahan gaya-gaya yang ada.

2.2.2 Analisis dan Desain

Dalam menganalisis ataupun mendesain suatu penampang beton bertulang berdasarkan teori lentur, kita memerlukan beberapa asumsi berikut yang sesuai dengan SNI 03-2847-2002 :

1. Penampang tegak lurus sumbu lentur yang berupa bidang datar sebelum lentur akan tetap berupa bidang datar setelah lentur (Pasal 12.2(2))

2. Regangan pada baja sama dengan regangan pada beton pada level yang sama (Pasal 12.2(2))

(14)

18 3. Tegangan pada beton dan tulangan dapat dihitung dari regangan dengan

menggunakan hubungan tegangan-regangan beton dan baja (Pasal 12.2(4)) 4. Untuk perhitungan kekuatan lentur penampang, kuat tarik beton diabaikan

(12.5(5))

5. Beton diasumsikan runtuh pada saat regangan tekannya mencapai regangan batas tekan (12.2(5))

6. Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dan regangan tekan beton boleh diasumsikan berbentuk persegi, trapesium, parabola, atau bentuk lainnya yang menghasilkan perkiraan kekuatan yang cukup baik bila dibandingkan dengan hasil pengujian.

7. Ketentuan 12.2(6) dapat dipenuhi oleh suatu distribusi tegangan beton persegi ekuivalen yang didefinisikan sebagai berikut :

• Tegangan beton sebesar 0.85fc’ diasumsikan terdistribusi secara merata pada daerah tekan ekuivalen yang dibatasi oleh tepi penampang dan suatu garis lurus yang sejajar dengan sumbu netral sejarak a = β1c dari serat dengan regangan maksimum

• Jarak c dari serat dengan regangan maksimum kesumbu netral harus diukur dalam arah tegaklurus terhadap sumbu tersebut.

• Faktor β1 harus diambil sebesar 0.85 untuk beton dengan nilai kuat tekan fc’ lebih kecil dari pada atau sama dengan 30 Mpa. Untuk beton dengan nilai kuat tekan diatas 30 Mpa, β1 harus direduksi sebesar 0.05 untuk setiap kelebihan 7 Mpa diatas 30 Mpa, tetapi β1 tidak boleh kurang dari 0.65

(15)

19 a. Analisis Balok Persegi Dengan Tulangan Tarik Saja

1. Persamaan Mn dan ØMn pada kondisi tulangan tarik Leleh

Gambar 2.5 Tegangan dan Gaya pada Balok dengan Tulangan Tarik Saja (Pan Austin, 2005)

Pada gambar diatas, gaya tekan C (Nc) pada beton adalah :

(

fc

)

ab

C= 0.85 ' (2.9)

Dan gaya tarik baja adalah :

fy As

T = . (tulangan tarik sudah leleh) (2.10)

Keseimbangan gaya horizontal pada penampang mensyaratkan C =T sehingga:

b fc fy As a '. 85 . 0 . = (2.11)

Mn dapat dihitung sebagai berikut : a. Mn=T.jd ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = → ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = 2 . 2 .fy d a Mn As fy d a As Mn φ φ (2.12)

(16)

20 b. Mn=C.jd ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = → ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = 2 . '. . 85 . 0 2 . '. . 85 . 0 fc ab d a Mn fc ab d a Mn φ φ (2.13)

2. Persamaan Mn dan ØMn pada kondisi seimbang

Gambar 2.6 Diagram Regangan untuk kondisi keruntuhan seimbang

Regangan maksimum (εb) yang dapat dimanfaatkan pada serat tekan terluar adalah 0.003. Maka berdasarkan hukum perbandingan segitiga berlaku rumus :

) / ( 003 . 0 003 . 0 Es fy d c y cu cu b + = + = ε ε ε (2.14) Jika diambil Es = 200000 maka persamaan tersebut akan menjadi :

fy fy d c y cu cu b + = + = + = 600 600 ) 200000 / ( 003 . 0 003 . 0 ε ε ε (2.15) Jika ab =β1cb maka ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = → + = fy d a fy d cb b 600 600 600 600 1 β (2.16)

(17)

21 Karena jenis keruntuhan pada balok beton bertulang bergantung pada rasio tulangan yang dimiliki penampang, maka akan ada rasio tulangan dimana keruntuhan yang terjadi bersifat balance atau seimbang. Pada kondisi seperti itu:

fc d fy b fc fy As ab b . 85 . 0 . . . . 85 . 0 . = ρ = , dimana bd As b = ρ (2.17) Karena ab =β1.cb , maka : fc fy d cb b . . 85 . 0 . 1 β ρ = (2.18)

Jika nilai ini disubtitusikan pada persamaan d cb sebelumnya, maka : ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = fy fy fc b 600 600 . . 85 . 0 β1 ρ (2.19)

Berdasarkan persamaan ini, dapat ditentukan apakah fs= fy,

• Jika ρ <ρb →kondisi “under reinforced” (fs= fy) • Jika ρ >ρb →kondisi “over reinforced” (fs< fy)

SNI mensyaratkanρ maksimum adalah 0.75ρb (Pasal 12.3(3)), hal ini digunakan untuk menghindari terjadinya keruntuhan getas pada elemen struktur.

2.2.3 Retak Pada Balok

Ketika beban diberikan pada balok maka akan menimbulkan gaya dalam yaitu gaya geser dan momen lentur pada penampang dari balok tersebut. Gaya geser akan menyebabkan tegangan geser. sementara momen lentur akan menyebabkan kondisi tarik dan tekan. Kedua gaya dalam tersebut bisa menyebabkan retak pada beton bertulang saat tegangan yang timbul lebih besar dari kekuatan beton.

(18)

22 Balok beton dapat retak ketika menahan momen lentur. Sewaktu serat bawah tertarik (momen positif), beton sebenarnya bisa menahan tegangan tarik tersebut, tetapi seperti kita ketahui bahwa kuat tarik beton sangat kecil.

SNI-03-2847-2002 membatasi untuk beton normal, kekuatan beton dalam menahan tarik akibat lentur adalah :

' 7 . 0 fc fr = (2.20) Keterangan :

fc’ = kekuatan tekan karakteristik beton

Pada balok kita hanya membahas retak yang disebabkan oleh momen lentur karena hal tersebut merupakan hal yang paling dominan. Momen lentur ini akan menyebabkan kondisi tekan dan tarik pada serat beton. Ketika momen lentur menyebabkan keadaan dimana tegangan tarik yang terjadi lebih besar dari kekuatan tarik balok,maka akan terjadi retak Momen yang menyebabkan retak untuk yang pertama kalinya disebut momen retak (Mcr)

Pada balok sederhana, kurva dari momen –lendutan akan ditunjukan pada gambar di bawah. Sebelum terjadi retakan,kekakuan balok adalah EIg atau EIucr, dimana Ig adalah luasan utuh dari inersia balok.dan Iucr adalah momen inersia dalam kondisi utuh. Setelah retak kekakuan balok menjadi EIcr, dimana Icr adalah momen inersia dari balok yang sudah retak

Saat Momen maksimal Ma akibat beban layan,balok akan mengalami lendutan sebesar δ1+δ2 dimana δ1 adalah lendutan sebelum terjadi retak dan δ2 merupakan lendutan setelah retak. Jika kita menghitung lendutan secara teoritis dengan

(19)

23 momen inersia sebelum retak, lendutan akan sebesar δ3 yang lebih kecil dari δ1+δ2.

Maka sesungguhnya balok beton bertulang mengalami retak saat diberi beban layan namun masih memiliki elastisitas.

Gambar 2.7 Daerah dari pembebanan dan retak pada balok beton bertulang sederhana saat diberi beban layan. Region 1: utuh. Region 2 : Retak (MacGregor,1997)

Gambar 2.8 Kurva antara momen elastis dan lendutan yang menggambarkan kondisi, utuh, aktual, and retak. Ma adalah momen lentur maksimal saat beban layan (Shahab,Z.A,1995)

(20)

24 Gambar 2.9 Retak, regangan dan tegangan pada uji coba balok

(21)

25 2.2.4 Momen Retak

Jika momen inersia pada beton bertulang dilambangkan dengan I dan jarak dari serat tarik terjauh dari garis netral adalah y, maka momen retak yang terjadi sebesar :

y I fr

Mcr = (2.21)

Ketika diberikan beban layan, balok beton bertulang dapat mengalami retakan pada tempat dimana momen lentur lebih besar dari momen retak. Retakan membuat area yang utuh pada balok berkurang dan merubah kekakuan balok tersebut karena momen inersianya juga berkurang. Momen inersia sesudah retak (Icr) tergantung pada area yang tersisa dan baja tulangan.

Beberapa eksperimen menunjukan bahwa beton bertulang mengalami retak pada saat diberi beban layan.

2.2.5 Momen Inersia Retak Balok

Saat penampang dari balok mengalami retak,wilayah yang mengalami tarik akan berubah dan area yang masih efektif hanya terdiri dari beton dan baja yang masih dalam keadaan elastis.

(22)

26 Mula-mula tulangan pada beton dirubah menjadi beton dengan rasio modulus elastisitas (n) :

Ec Es

n= (2.22)

Untuk menghitung jarak aksis netral retakan dari serat regangan (c) kita mengambil momen statis dari garis netral dari dari area sisa dan momen statisnya dianggap nol.

(

c d

)

nAs

(

d c

)

nAs bc Sx = + ' − − − 12 1 2

(

'

) (

'

)

0 12 1 2 + + + = d nAs nAsd nAs nAs c bc (2.23) Kemudian b d As Asd bn As As n As As n C ( ') ( ') 2 ( ' ') 2 2 + + + + + − = (2.24) Keterangan :

Sx = Momen statis disekitar garis netral d = Tinggi balok

d’ = Selimut beton

As = Luas tulangan tarik longitudinal As’ = Luas tulangan tekan longitudinal Kemudian kita dapatkan Momen inersia retak

2 2 3 ( ) '( ') 3 1 d c nAs c d nAs bc Icr = + − + − (2.25)

(23)

27 2.2.6 Momen Inersia Efektif Pada Balok

Jika balok retak pada tempat dimana momen lentur lebih besar dari momen retak, maka momen inersia secara keseluruhan dari balok tersebut akan mengecil. Momen inersia yang baru ini disebut momen inersia effektif

Branson menjabarkan secara empiris momen inersia effektif sebesar

Icr Ma Mcr Igt Ma Mcr Ic a a ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = 1 (2.26) Keterangan :

Ma = Momen lentur maksimum pada balok akibat beban layan Mcr = Momen retak

Igt = Momen inersia dari perubahan bentuk beton Icr = Momen inersia retak

Sedangkan pada SNI

Icr Ma Mcr Ig Ma Mcr Ic ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = 3 3 1 (2.27) Keterangan :

(24)

28 2.3 Kolom

2.3.1 Konsep Dasar

Kolom adalah elemen vertikal yang menerima beban tekan aksial, dengan atau tanpa momen. Ukuran penampang suatu kolom biasanya adalah tingginya. Kolom menerima beban dari balok, lantai dan atap kemudian menyalurkannya ke pondasi. Dalam konstruksi, balok dan pelat lantai terlebih dahulu dikerjakan,setelah balok dan pelat mempunyai kekuatan yang cukup untuk menerima beban kemudian kolom dibangun untuk membangun lantai berikutnya. Ada tiga tipe kolom yang biasa digunakan, yaitu :

a. Kolom persegi dengan tulangan longitudinal dan tulangan pengikat lateral. Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan tulangan pokok memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkakng kea rah lateral sedemikian rupa sehingga penulangan keseluruhan membentuk rangka.

b. Kolom bundar dengan tulangan longitudinal, spiral, dan pengikat lateral. Kolom ini berbentuk bundar dan tulangannya berbentuk spiral yang dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom.

c. Kolom komposit dimana profil baja ditanam dalam baton tersebut.

Komponen struktur tekan yang diperkuat pada arah memanjang dengan profil baja yang berbentuk pipa, I, dll, dengan atau tanpa diberi tulangan pokok memanjang.

(25)

29 Gambar 2.11 Jenis-Jenis Kolom

Keruntuhan pada kolom dapat disebabkan oleh : • Kelelehan tulangan pada zona tarik • Crushing beton pada zona tekan • Tekuk pada kolom langsing

Keruntuhan karena kelelehan tulangan pada zona tarik dan crushing beton pada zona tekan terjadi pada kolom pendek. Pemisahan atas kolom pendek dan kolom langsing didasari atas nilai rasio kelangsingan kolom, menurut SNI Beton pasal 12.12.2 suatu kolom didefinisikan sebagai kolom pendek bilamana dipenuhi :

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ≤ 2 1 12 34 . M M r lu k (2.28)

(26)

30 Keterangan :

k = faktor panjang efektif komponen struktur tekan

lu = panjang bentang komponen struktur lentur yang diukur dari pusat ke pusat joint

r = radius girasi penampang komponen struktur tekan M1 = momen ujung terfaktor yang lebih kecil dari kolom M2 = momen ujung terfaktor yang lebih besar dari kolom

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ 2 1 M M

bernilai positif bila kolom melentur dengan kelengkungan tunggal

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ 2 1 M M

bernilai negatif bila kolom melentur dengan kelengkungan ganda

Gambar 2.12 Bentuk Kelengkungan pada kolom M1

M2

M1

M2

(27)

31 2.3.2 Analisis dan Desain

a. Kolom Pendek

Gambar 2.13 Diagram Regangan Akibat Gaya Normal Kosentrik dan Momen

Kekuatan kolom pendek yang dibebani secara konsentrik terbagi atas komponen sumbangan beton dan sumbangan baja, yaitu :

) ( ' . 85 , 0 fc Ag Ast Poc = − (2.29)

Penggunaan nilai0,85 dalam perhitungan kekuatan kolom didasari atas adanya perbedaan kuat tekan beton pada elemen struktur aktual terhadap kuat tekan beton silinder. Berdasarkan persamaan diatas, kekuatan kolom adalah :

fy Ast Ast Ag fc Po =0,85. '( − )+ . (2.30)

SNI beton pasal 12.3.5 mensyaratkan adanya reduksi kekuatan sedemikian rupa sehingga :

- Untuk kolom dengan tulangan spiral :

) . ) '.( . 85 , 0 ( 85 , 0

(max) fc Ag Ast fy Ast

Pn = − + (2.31)

- Untuk kolom dengan tulangan pengikat :

) . ) '.( . 85 , 0 ( 80 , 0

(max) fc ag Ast fyAst

(28)

32 Nilai kekuatan nominal diatas harus dikalikan lagi dengan faktor reduksi untuk elemen struktur tekan sesuai SNI Beton pasal 11.3, yaitu :

φ = 0,70 untuk kolom dengan tulangan spiral φ = 0,65 untuk kolom dengan tulangan sengkang

Komponen struktur yang dibebani aksial tekan harus direncanakan terhadap momen maksimum yang mungkin menyertai beban aksial tersebut.

Gambar 2.14 Notasi dan Perjanjian Tanda Gaya Dalam pada Kolom (MacGregor,1997)

Dari gambar diatas, diketahui εsi =Zy, dimana Z adalah nilai yang diambil sembarang. Z bernilaipositif jika regangan tersebut adalah tekan dan jika Z bernilai negatif maka Z adalah regangan tarik. Berdasarkan hukum perbandingan garis segitiga diketahui :

(29)

33 1 . 003 , 0 003 , 0 d Z c y ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − = ε (2.33) dan 003 , 0 1 ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = c d c i s ε (2.34)

Jika nilai c dan εsi diketahui maka tegangan pada beton dan setiap baris

tulangannya dapat dihitung. Dimana : Es

fsisi. tetapi − fyfsfy (2.35) si

si

si f A

F = . (positif jika tekan dan negatif jika tarik) (2.36) Maka

= + = n i i s F Cc Pn 1 (2.37) ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − =

= i n i i s d h F a h Cc Mn 2 2 2 1 (2.38) Pada persamaan diatas, jarak garis netral c diasumsikan berada dalam daerah d penampang sehingga tulangan baja pada lokasi d benar-benar mengalami gaya tarik. Jika Pn = beban aksial dan Pnb = beban aksial yang berkaitan dengan keruntuhan balance, maka :

→ <Pnb Pn keruntuhan tarik → =Pnb Pn keruntuhan balance → >Pnb Pn keruntuhan tekan

(30)

34 Berkaitan dengan faktor reduksi, SNI Beton pasal 11.3 memperbolehkan peningkatan nilai φ dari 0,7 ke 0,8 (untuk tulangan spiral) dan dari 0,65 sampai 0,8 (untuk tulangan sengkang pengikat) jika φPn lebih kecil dari pada 0,1Ag.fc'.

Jadi untuk kolom dengan tulangan ikat : 65 , 0 '. . 1 , 0 . . 15 , 0 8 , 0 − ≥ = Ag fc Pn φ φ (2.39)

Untuk kolom dengan tulangan spiral 70 , 0 '. . 1 , 0 . . 15 , 0 8 , 0 − ≥ = Ag fc Pn φ φ (2.40)

Peningkatan nilai φ tersebut secara umum berarti bahwa faktor reduksi 0,65 dan 0,70 diatas hanya diberlakukan jika keruntuhan yang terjadi didahului oleh keruntuhan tekan. Persamaan di atas dapat diterapkan langsung untuk kolom dengan :

- fy≤400Mpa

- tulangan longitudinal bersifat simetris - − − ≥0,7

h ds d h

Untuk kolom yang lain, Pb harus dihitung terlebih dahulu. Setelah itu, faktor reduksi bisa dikurangi seperti diatas jika nilai φPn lebih kecil dari pada 0,1Agfc’ atau φPb. Jika nilai φPb lebih kecil dari 0,1Agfc’ maka pembagi pada persamaan diatas yaitu 0,1Agfc’ diganti φPb.

b. Perencanaan Kolom

Kapasitas suatu penampang kolom beton bertulang dinyatakan dalam bentuk diagram interaksi P-M, yang menunjukan hubungan beban aksial dan momen

(31)

35 lentur pada elemen struktur tekan pada kondisi batas. Titik teratas dari diagram interaksi ini menunjukan Po (tekan aksial murni atau tanpa momen).Zona dibawah garis Mn adalah daerah yang menunjuka bahwa penampang beton telah retak dan runtuh. Kondisi balance terjadi ketika ketahanan beton dan baja sama besar dalam menahan gaya-gaya yang ada. Pada awalnya gaya-gaya tersebut ditahan oleh kuat tekan beton dan tulangan hingga mencapai titik balance dimana momen telah mencapai maksimum, setelah beton akan mulai mengalami retak maka gaya-gaya itu akan ditahan tulangan tarik hingga mencapai titik leleh baja.

(32)

36 Prosedur untuk merencanakan kolom adalah sebagai berikut :

1. Untuk Pn dan Mn yang bekerja pada penampang, hitung e. 2. Asumsikan dimensi penampang dan rasio tulangannya

3. Hitung Pnb untuk penampang yang diasumsikan tersebut dan tentukan tipe keruntuhannya

4. Periksa apakah penampang cukup memadai (aman dan ekonomis). Asumsikan penampang baru jika penampang tidak memadai.

5. Desain tulangan lateral.

Dalam membatasi rasio tulangan, SNI Beton pasal 12.9.1 mensyaratkan sebesar :

08 , 0 01 , 0 ≤ρ ≤

Walaupun ρmaks dapat diambil sebesar 0,08, pemasangan tulangan dengan rasio

seperti ini sangat sulit dilakukan di lapangan, terutama jika digunakan jenis sambungan lewatan. Selain itu SNI Beton pasal 12.9.2 juga mensyaratkan jumlah minimum tulangan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :

- Jumlah tulangan minimum untuk kolom persegi adalah 4 - Jumlah tulangan minimum untuk kolom bundar adalah 6

Untuk mengasumsikan ukuran kolom dapat menggunakan rumus berikut : - Untuk kolom dengan tulangan spiral

). . ' ( 5 , 0 fc fyρ1 Pu Ag + ≥ (2.41)

- Untuk kolom dengan tulangan pengikat/sengkang

). . ' ( 4 , 0 fc fyρ1 Pu Ag + ≥ (2.42)

(33)

37 Dimana g st t A A = ρ

Fungsi dipasangkannya tulangan ikat pada kolom adalah sebagai berikut : - Mengekang tulangan longitudinal terhadap tekuk

- Memberi bentuk pada kolom dan mempertahankan osisi tulangan-tulangan longitudinal selama pengecoran.

- Memberi kekanganan pada beton - Sebagai tulangan sengkang

Untuk tulangan spiral,SNI Beton pasal 12.9.3 memberikan batasan minimum yaitu : . ' 1 45 . 0 fy fc Ac Ag s ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = ρ (2.43)

2.3.3 Retak Pada Kolom

Berbeda dengan balok, gaya yang dominan pada kolom adalah gaya normal. Misalnya gaya tekan.Gaya ini dihasilkan oleh tekanan pada penampang.

Selain gaya normal, momen lentur yang bekerja pada ujung kolom juga menghasilkan kondisi tarik dan tekan pada penampang. nilai dari gaya tersebut akan sebesar W M A P f =− ± (2.44) Keterangan : P = Gaya normal A = Luas penampang

(34)

38 M = Momen lentur

W = Modulus section pada kolom = I/yt I = Momen Inersia utuh dari kolom Yt = Jarak dari serat regang ke garis netral

Akan ada dua kondisi yang terjadi pada penampang kolom yaitu tarik dan tekan, atau hanya tekan.Jika

W M A

P > maka hanya akan terdapat kondisi tekan pada

penampang. Sebaliknya jika

W M A

P < maka akan ada dua kondisi yang terjadi

yaitu tekan dan tarik.

Retak akan terjadi jika ada kondisi tarik, dan hanya jika tegangan tarik lebih besar dari kuat tarik atau modulus tarik dari beton.

Gambar 2.16 Penempatan gaya normal dan momen lentur pada penampang yang menyebabkan kondisi tekan (a) dan kondisi tekan dan tarik (b)

2.3.4 Momen Retak Jika fr W M A P

f =− + > , kolom akan retak dan jika f < fr, kolom tidak akan

(35)

39 W M A P fr =− + Æ W Mcr A P fr=− ± (2.45) Jadi A W P W fr Mcr = . + . (2.46)

Jika Momen yang bekerja pada kolom kurang dari Mcr, maka kolom tidak mengalami retak, dan tidak akan ada perubahan momen inersia pada kolom. Jika terdapat eksentrisitas pada gaya normal P, maka momen retak akan menjadi :

Pe A W P W fr Mcr = . + . − (2.47) Keterangan :

e = eksentrisitas dari gaya normal P fr = Modulus tarik dari beton

(36)

40 Karena terdapat gaya normal ( dengan eksentrisitas ) dan gaya lentur pada tiap bagian kolom, secara prinsip kita dapat menghitung momen retak pada kolom dengan menggunakan balok yang belum diberi beban.

Menurut brugeling, retak dapat terjadi pada bagian balok yang belum diberi beban dimana momen M adalah :

cr M M M = 20 + (2.48) c fl cr cr f W M = ( )

Gambar 2.18 Kurva momen-balok beton sebelum pembebanan dari Bruggeling.

Keterangan :

M20 = momen lentur dari dekomresi dimana tensile pada serat = 0 Mcr = Momen retak setelah dekomresi

(37)

41 fcr = kekuatan tarik pada beton

Wc = Modulus penampang dari bagian yang utuh

Brugeling menghitung besaran fcr (fl) secara empiris sebesar : fcr

a fl

fcr( )=(0.8+0.26 )−0.6 (2.49)

Keterangan :

a = Tinggi dari daerah tarik pada penampang beton fcr = Kekuatan beton dalam menahan tarik saat retak

2.3.5 Momen Inersia Retak

Perhitungan dari momen inersia retak untuk kolom sama dengan perhitungan balok. Branson dan Shaikh mengemukakan bahwa momen inersia retak dari beton bertulang sebelum diberi beban, sebagian maupun seluruhnya, hampir sama dengan tulangan beton. Efek dari beton yang belum diberi beban termasuk dalam Icr, sementara efek dari tulangan yang belum diberi beban tidak termasuk, karena gaya Pps dihitung sebagai beban buatan. Pendekatan ini dianggap mendekati dengan hasil-hasil yang didapat dari eksperimen.

(38)

42 Gambar 2.19 Penampang utuh, Penampang retak dan transformasi penampang

Pola dari tahanan kolom berbentuk segiempat yang tengah dibahas ini adalah simetris dengan total area As.

Pertama-tama, ambil momen statis di sekitar garis netral pada bagian yang telah ditransformasi. Momen statis ini dianggap nol. Kemudian, jarak dari serat regang terjauh ke garis netral c dapat dihitung sebesar :

(

)

(

'

)

0 2 1 ' 2 1 12 1 2 + = = bc nAs c d nAs h d c Sx 0 2 1 12 1 2 + = nAsh nAs bc (2.50) Kemudian b nAsbh As n nAs C = − + + 2 2 (2.51)

Dan momen inersia retaknya akan menjadi :

2 2 3 ( ' ) 2 1 ) ' ( 2 1 3 1 c d h nAs d c nAs bc Icr = + − + − − (2.52) Keterangan :

b = lebar dari bagian kolom h = tinggi dari bagian kolom

(39)

43 d’ = selimut beton

As = area total tulangan

n = rasio transformasi = Es/Ec

2.3.6 Momen Inersia Efektif pada Kolom

Momen inersia efektif pada kolom yang ramping dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan dari eksperimen balok bertulang yang belum dibebani maupun dibebani sebagian. Seperti pada kolom, terdapat momen dan gaya normal pada tiap bagian dari balok yang belum dibebani.

Shaikh dan Branson melakukan eksperimen pada balok bertulang sederhana yang belum dibebani, baik seluruhnya maupun sebagian. Mereka menemukan bahwa momen retak pada beban layan setelah dekompresi dan momen inersia efektif kurang lebih sama dengan tulangan balok tersebut. Maka momen inersia efektif pada saat terdapat gaya normal dan gaya lendutan adalah sebesar :

Icr Ma Mcr Ig Ma Mcr Ic ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = 3 3 1 (2.53) Keterangan :

Ig = gaya inersia umum dari balok, dengan mengabaikan tulangan Icr = momen inersia retak

Ma = momen lendutan maksimum akibat beban layan Mcr = momen retak

(40)

44 Gambar 2.20 Kombinasi momen pada ujung kolom dan diagram momen Pada kolom,akan terdapat dua kombinasi momen yang bekerja di ujung dari kolom (gambar 2.17). Pola dari dua kombinasi ini akan berbeda.

Pada tipe A, retak akan terjadi hanya pada dua ujung (atas dan bawah) sementara pada tipe B, retak dapat terjadi disepanjang kolom.

Jika kita mengasumsikan momen inersia efektif pada kolom dapat di persamakan seperti pada balok, maka kita dapat menggunakan persamaan (2-11 & 2-12) seperti yang disarankan oleh ACI code 318-1989 (revisi 1992) namun harus diasumsikan juga bahwa kolom tipe A dibagi atas dua bagian, karena arah dari momen pada ujungnya berubah sepanjang kolom.sehingga pada analisa struktur kolom dibagi menjadi dua elemen masing-masing separuh dari panjangnya, dimana Ic dari tiap elemen adalah Ic untuk separuh kolom.

Jika menganalogikan sebagai balok, momen inersia efektif kolom retak yang terjadi pada Tipe A :

) ( 15 . 0 7 .

0 Iem Iet Ieb

(41)

45 Dan pada Tipe B

Iecont Iem

Ie=0.85 +0.15 (2.55)

Keterangan

Iem = momen inersia efektif pada pertengahan tinggi kolom Iet = momen inersia efektif pada bagian atas kolom

Ieb = momen inersia efektif pada bagian bawah kolom Ie cont = momen inersia efektif pada ujung sambungan kolom

Gambar

Tabel 2.1 Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan  bangunan
Tabel 2.2 Parameter daktilitas struktur gedung  Taraf kinerja struktur
Gambar 2.2 Peta wilayah gempa Indonesia (SNI 03-1726-2002)
Gambar 2.4 Distribusi Tegangan Elastik pada Balok ( MacGregor,1997)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hasil akademik, tingkat status gizi, dan tingkat kecukupan zat gizi Siswa PPOP Sepak Takraw Kabupaten Jepara Tahun

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memberikan jawaban terhadap masalah pokok teknologi komunikasi yaitu; televisi, radio, handphone dan komputer melihat

Lombok Gandaria Food Industry Karanganyar ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar profesi Ahli Madya (A.Md) dalam Bidang Manajemen Administrasi Fakultas

Sesungguhnya Allah tidak mengkultuskan (mengkuduskan) suatu umat, tidak mengambil hak milik orang lemah dari mereka. Maksud pernyataan di atas adalah ibn Ummi Abidin belum

Balai Latihan Kerja Rengat/ Air Molek : Kabupaten Indragiri Hulu,

Mencari contoh kasus popular atau kasus klinis dewasa muda pada majalah, koran, tabloid, internet, atau skripsi mengenai:.. Hidup bersama

Faktor yang berhubungan signifikan dengan kepatuhan pembayaran iuran peserta mandiri program JKN BPJS Kesehatan di Kota Solok pada penelitian kami yaitu

Dengan memasukkan variabel tersebut diharapkan penelitian ini bisa menguji sejauh mana asimetri informasi dan kapasitas individu mempengaruhi para agen dalam