• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM ca8e4e8885 BAB IV4. BAB IV RENCANA PENGEMBANGAN WILAYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM ca8e4e8885 BAB IV4. BAB IV RENCANA PENGEMBANGAN WILAYAH"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

Di Dalam Bab Ini Akan Dijabarkan Tentang Skenario Pengembangan Wilayah Dan Skenario Pengembangan Infrastruktur Wilayah Di Kabupaten Aceh Jaya

RENCANA PENGEMBANGAN WILAYAH

(2)

4.1. SKENARIO PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN ACEH JAYA

4.1.1. Arahan Struktur Ruang Kabupaten Aceh Jaya

Rencana struktur ruang wilayah kabupaten merupakan kerangka tata ruang wilayah kabupaten yang tersusun atas konstelasi pusat-pusat kegiatan yang berhirarki satusama lain yang dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten terutama jaringan transportasi. Fungsi dari rencana struktur ruang wilayah kabupaten adalah:

a. Sebagai arahan pembentuk sistem pusat kegiatan wilayah kabupaten yang memberikan layanan bagi kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan disekitarnya yang berada dalam wilayah kabupaten; dan

b. Sistem perletakan jaringan prasarana wilayah yang menunjang keterkaitannya serta memberikan layanan bagi fungsi kegiatan yang ada dalam wilayah kabupaten, terutama pada pusat-pusat kegiatan/perkotaan yang ada.

Rencana struktur ruang wilayah kabupaten dirumuskan berdasarkan: a. Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;

b. Kebutuhan pengembangan dan pelayanan wilayah kabupaten dalam rangka mendukung kegiatan sosial ekonomi;

c. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah kabupaten; dan d. Ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rencana struktur ruang wilayah kabupaten dirumuskan dengan kriteria:

a. Mengakomodasi rencana struktur ruang nasional, rencana struktur ruang wilayah provinsi, dan memperhatikan rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota yang berbatasan; b. Jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan pada

wilayah kabupaten bersangkutan; dan

c. Pusat-pusat permukiman yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Terdiri atas pusat pelayanan kawasan (PPK), pusat pelayanan lingkungan (PPL), serta pusat kegiatan lain yang berhirarki lebih tinggi yang berada di wilayah kabupaten yang kewenangan penentuannya ada pada pemerintah Pusat dan pemerintah provinsi;

(3)

3. Harus berhirarki dan tersebar secara proporsional di dalam ruang serta saling terkait menjadi satu kesatuan sistem wilayah kabupaten.

d. Memuat pusat-pusat kegiatan selain dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Pusat kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian hari ditetapkan sebagai PKL (dengan notasi PKLp);

2. Pusat kegiatan yang dapat ditetapkan menjadi PKLp hanya pusat pelayanan kawasan (PPK); dan

3. Pusat kegiatan yang akan dijadikan PKLp harus ditetapkan sebagai kawasan strategis kabupaten dan mengindikasikan program pembangunannya di dalam arahan pemanfataan ruangnya, agar pertumbuhannya dapat didorong untuk memenuhi kriteria PKL.

e. Sistem jaringan prasarana kabupaten dibentuk oleh sistem jaringan transportasi sebagai sistem jaringan prasarana utama dan dilengkapi dengan sistem jaringan prasarana lainnya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Berbagai aspek perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan pusat-pusat kegiatan di wilayah kabupaten mengingat pusat-pusat kegiatan merupakan simpul pelayanan sosial, budaya, ekonomi dan administrasi masyarakat. Pusat-pusat kegiatan yang dimaksud adalah Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat Kegiatan Lokal (PKL), Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) yang terdapat di wilayah kabupaten serta pusat kegiatan yang menjadi kewenangan kabupaten yaitu Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) dan Pusat Pelayanan Lokal (PPL).

Fungsi dan peran kawasan perkotaan di masing-masing ibukota kecamatan atau pusat-pusat pengembangan pada dasarnya sebagai berikut:

1. Fungsi tempat pasar (market-place function) bagi barang dan jasa konsumsi dan investasi. Selain itu juga sebagai tempat pemasaran dan pengolahan hasil pertanian;

2. Fungsi transaksi finansial berupa kemudahan kredit untuk investasi pada wilayah-wilayah pengembangan;

3. Fungsi penyediaan pelayanan pengembangan pertanian; dan

4. Fungsi pelayanan sosial, seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, komunikasi, keamanan, ibadah, rekreasi, administratif, dan lain-lain.

(4)

Selain itu juga terdapat fungsi kota sebagai pusat administrasi pemerintahan yang mempunyai sifat pelayanan hirarkis menurut status administrasi (ibukota kabupaten, dan ibukota kecamatan).

Penentuan fungsi kota ini didasari oleh kelengkapan fasiltas pusat pelayanannya yang akan dikembangkan di tiap kota. Adapun fungsi yang lain didasari oleh alasan tertentu, yaitu:  Fungsi pusat pelayanan sosial dan ekonomi bagi wilayah belakang dari keberadaan kota

tersebut sebagai pusat pengumpul atau simpul kegiatan perdagangan; dan

 Fungsi pusat komunikasi dan hubungan dilihat dari keberadaan transportasi utama dan akses ke jaringan transportasi utama.

Jika fungsi-fungsi tersebut tidak berjalan, maka akan terjadi interaksi langsung antara wilayah pedesaan dengan pusat regional. Hal ini akan menimbulkan banyak ketidakefisienan, seperti dalam ongkos transport, kapasitas dan pemenuhan kebutuhan pelayanan, dan lain-lain yang pada akhirnya akan menghambat perkembangan wilayah-wilayah yang jauh dari pusat itu sendiri.

Sistem perjenjangan struktur ruang menetapkan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) sebagai hirarki tertinggi yang memberikan pelayanan pada pusat kegiatan yang berada pada hirarki dibawahnya, yaitu Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Begitu pula Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) memberikan pelayanan pada pusat kegiatan yang berada pada hirarki di bawahnya, yaitu Pusat Kegiatan Lokal (PKL).

Pusat-pusat di dalam struktur ruang wilayah kabupaten yang diharapkan mendorong terbentuknya pola pemanfaatan ruang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Struktur ruang kabupaten mengadopsi pusat-pusat kegiatan yang kewenangan penetapannya berada pada pemerintah pusat dan pemerintah provinsi (PKN, PKW, PKSN dan PKL) yang berada di wilayah kabupaten bersangkutan.

b. Menetapkan Pusat-pusat Pelayanan yang wewenangnya berada pada pemerintah kabupaten, yaitu :

 Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan  Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).

c. Dapat mempromosikan suatu pusat permukiman di wilayah kabupaten untuk menjadi PKL di kemudian hari, di luar PKL yang sudah ditetapkan di dalam RTRW Provinsi.

(5)

Hasil analisis dan pertimbangan kriteria-kriteria penentuan pusat-pusat kegiatan maka rencana sistem pusat kegiatan di Kabupaten Aceh Jaya adalah sebagai berikut:

(1) Pusat Kegiatan Lokal (PKL)

Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan. Penetapan PKL merupakan kewenangan Provinsi, sehingga berdasarkan RTRW Aceh ditetapkan PKL di Kabupaten Aceh Aceh Jaya berupa PKL Kota Calang di Kecamatan Krueng Sabee.

Fungsi utama dari PKL Kota Calang adalah sebagai pusat perdagangan, jasa, pelayanan sosial, umum skala kabupaten dan pusat pemerintahan.

(2) Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)

Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kota kecamatan yang mempunyai potensi untuk berfungsi sebagai pusat jasa, pusat koleksi dan distribusi, dan simpul transportasi dengan skala pelayanan desa-desa dalam satu kecamatan yang merupakan kota kecil/ibukota kecamatan. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) ditetapkan di: a. PPK Lamno Kecamatan Jaya; dan

b. PPK Keudee Teunom Kecamatan Teunom. (3) Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL)

Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. Kawasan yang memiliki kriteria sebagai PPL adalah pusat mukim yang berada di kawasan perdesaan. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) di Kabupaten Aceh Jaya di tetapkan di :

a. PPL Kuta Bahagia berada di Kecamatan Indra Jaya; b. PPL Lhok Kruet berada di Kecamatan Sampoiniet; c. PPL Fajar berada di Kecamatan Darul Hikmah; d. PPL Lageun berada di Kecamatan Setia Bakti; e. PPL Keude Panga berada Kecamatan Panga; dan f. PPL Tuwie Kareung berada di Kecamatan Pasie raya.

(6)

4.1.2.1. Kawasan Lindung

mengacu pada penjelasan undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten membagi kawasan lindung menjadi:

1. Kawasan hutan lindung.

2. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, meliputi: kawasan bergambut dan kawasan resapan air.

3. Kawasan perlindungan setempat, meliputi : sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau.

4. Kawasan pelestarian alam dan cagar budaya meliputi, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

5. Kawasan rawan bencana alam, meliputi: kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang dan kawasan rawan banjir.

6. Kawasan lindung geologi, meliputi: kawasan cagar alam geologi, kawasan rawan bencana alam geologi.

7. Kawasan lindung lainnya, meliputi: cagar biosfer, ramsar, taman buru, kawasan perlindungan plasma-nutfah, kawasan pengungsian satwa, terumbu karang dan kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi.

Sesuai RTRWK Aceh Jaya luas kawasan lindung di Kabupaten Aceh Jaya seluas 177,977.00 Ha. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.1. dibawah ini.

Tabel 4.1.

Rencana Kawasan Lindung Di Kabupaten Aceh Jaya

No. Jenis Penggunaan Luas (Ha) Persen (%)

1 Hutan Lindung 165,253.51 42.67

2 Hutan Kota 67.07 0.02

3 Ruang terbuka hijau 251.93 0.07

4 Sempadan Danau 36.11 0.01

5 Sungai 2,732.09 0.71

(7)

7 Sempadan Sungai 8,352.58 2.16

8 aset sumber daya air 57.59 0.01

Jumlah 177,977.01 45.96

Sumber: RTRW Kabupaten Aceh jaya Tahun 2014-2034.

Berdasarkan penjelasan di atas kawasan lindung dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Kawasan Hutan Lindung.

Keputusan Presiden No 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung menjelaskan bahwa kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan lindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah.

Untuk mendapatkan kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan di Kabupaten Aceh Jaya terkait dengan kehutanan, maka penyelenggaraan kehutanan dilakukan oleh pemerintah dengan mempertimbangkan dan memperhatikan hak masyarakat hukum adat yang ada pada masing-masing wilayah. Walaupun penyelenggaraan berada ditangan pemerintah tetapi masyarakat dapat menggunakan kawasan hutan untuk fungsi-fungsi lain sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan. Untuk lebih jelasnya mengenai kawasan hutan lindung di Kabupaten Aceh Jaya dapat dilihat padaTabel 4.2.

Tabel 4.2.

Kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Aceh Jaya

No. Kecamatan Luas Hutan Lindung

(Ha) Persen (%)

1 Jaya 21,646.17 5.59

2 Indra Jaya 13,566.26 3.50

3 Sampoiniet 24,065.66 6.21

4 Darul Hikmah 22,279.74 5.75

(8)

6 Krueng Sabee 37,473.73 9.68

7 Panga 11,123.01 2.87

8 Pasie Raya 18,617.14 4.81

9 Teunom 3,208.79 0.83

Jumlah 165,253.51 42.67

Sumber: RTRWK Aceh jaya Tahun 2014-2034.

b. Kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahannya.

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang terdapat di Kabupaten Aceh Jaya yaitu kawasan bergambut/resapan air yang termasuk kedalam kawasan lindung dalam kawasan hutan, kawasan tersebut seluas 414.14 Ha, berada di Kecamatan Sampoiniet.

c. Kawasan Perlindungan Setempat.

Kawasan perlindungan setempat adalah kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan-kawasan khusus setempat seperti sepadan pantai, sepadan sungai, sekitar danau, sekitar mata air dan kawasan ruang terbuka hijau.

Berdasarkan analisis terhadap kondisi lahan di Kabupaten Aceh Jaya, khususnya areal sepadan pantai, sepadan sungai, sekitar danau, dan kawasan ruang terbuka hijau ditetapkan sebagai kawasan perlindungan setempat.

Untuk lebih jelasnya kawasan perlindungan setempat di Kabupaten Aceh Jaya dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3.

(9)

No Kecamatan

Sepadan Sungai Sepadan Pantai Sekitar Danau RTH/ Hutan Kota

Hikmah 1,117.55 0.29 64.68 0.02

2. Indra Jaya 948.07 0.24 194.73 0.05 1.05 0.00

3. Jaya 1,111.65 0.29 166.54 0.04 60.93 0.02

4. Krueng

Sabee 1,903.23 0.49 82.05 0.02

229.04 0.06

5. Panga 336.97 0.09 123.49 0.03 6.12 0.00

6. Sampoiniet 1,194.36 0.31 246.13 0.06 7. Pasie Raya 630.88 0.16

8. Setia Bakti 182.13 0.05 159.00 0.04 5.79 0.00

9. Teunom 927.73 0.24 189.51 0.05 24.20 0.01 27.99 0.01

Jumlah 8,352.58 2.16 1,226.13 0.32 36.11 0.01 319.01 0.08

Sumber: RTRWK Aceh Jaya Tahun 2014-2034.

d. Kawasan Pelestarian Alam Dan Cagar Budaya

Kawasan pelestarian alam dan cagar budaya di Kabupaten Aceh Jaya yaitu kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. Perlindungan terhadap kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dilakukan untuk melindungi kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan-peninggalan sejarah, bangunan arkeologi dan monumen nasional, serta keanekaragaman bentukan geologi yang berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia.

(10)

Kawasan pelestarian alam dan cagar budaya di Kabupaten Aceh Jaya yaitu kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan berupa Makam Poteumeureuhom yang berada di Kecamatan Jaya dan Rencana pembuatan TUGU Tsunami di setiap kecamatan di Kabupaten Aceh Jaya.

e. Kawasan Rawan Bencana Alam

Kawasan rawan bencana alam yang terdapat di Kabupaten Aceh Jaya terdiri dari kawasan rawan erosi, kawasan rawan Banjir, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan tsunami, kawasan rawan gempa bumi, kawasan angin puting beliung, kawasan kebakaran lahan dan hutan dan kawasan rawan gajah.

f. Kawasan Lindung Geologi

Kawasan lindung geologi merupakan kawasan yang memiliki keunikan baik dari jenis bebatuan, bentang alam, proses geologi maupun kawasan imbuhan air tanah. Untuk kawasan lindung geologi yang ada di Kabupaten Aceh Jaya terdiri atas kawasan lindung geologi yaitu kawasan imbuhan air tanah seluas 40.444,60 Ha dan kawasan rawan bencana alam geologi yaitu kawasan rawan gerakan tanah yang tersebar di wilayah Kabupaten Aceh jaya.

g. Kawasan Lindung Lainnya

Kawasan lindung lainnya yang terdapat di Kabupaten Aceh Jaya adalah kawasan yang terdiri dari: (1) Kawasan terumbu karang, meliputi:

a. Pantai Kecamatan Jaya dan pulau di sekitarnya. b. Pantai Kecamatan Indra Jaya dan pulau di sekitarnya. c. Pantai Kecamatan Sampoiniet dan pulau di sekitarnya. d. Pantai Kecamatan Darul Hikmah dan pulau di sekitarnya. e. Pantai Kecamatan Setia Bakti dan pulau di sekitarnya. f. Pantai Kecamatan Krueng Sabee dan pulau di sekitarnya. (2) Kawasan konservasi laut seluas 2,998.77 Ha, meliputi:

a. Pengembangan Kawasan Peudhiet Laot (KPL) Lhok Kuala Daya di Kecamatan Jaya. b. Pengembangan Kawasan Ramah Lingkungan (KRL) Lhok Rigaih di Kecamatan Setia Bakti.

4.1.2.2. Kawasan Budidaya

(11)

dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 16/PRT/M/2009 menjelaskan bahwa kawasan budi daya terdiri atas :

1. Kawasan peruntukan hutan produksi; 2. Kawasan peruntukan pertanian; 3. Kawasan peruntukan perikanan; 4. Kawasan peruntukan pertambangan; 5. Kawasan peruntukan industri; 6. Kawasan peruntukan pariwisata; 7. Kawasan peruntukan permukiman; dan 8. Kawasan peruntukan lainnya.

a. Kawasan peruntukan hutan produksi.

Undag-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan menjelaskan bahwa hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Kawasan peruntukan hutan produksi di Kabupaten Aceh Jaya berupa hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap sebaran kawasan tersebut meliputi :

1) Hutan produksi terbatas seluas 70,137.50 Ha, meliputi: a) Kecamatan Jaya seluas 10,168.10 Ha;

b) Kecamatan Indra Jaya seluas 2,2154.52 Ha; c) Kecamatan Sampoiniet seluas 3,065.10 Ha ; d) Kecamatan Darul Hikmah seluas 6,274.34 Ha; e) Kecamatan Setia Bakti seluas 10,586.01 Ha; f) Kecamatan Krueng Sabee seluas 16,520.35 Ha; g) Kecamatan Panga seluas 20,273.02 Ha;

h) Kecamatan Pasie Raya seluas 19.50 Ha; dan i) Kecamatan Teunom seluas 1,076.55 Ha.

2) Hutan produksi tetap seluas 13,509.79 Ha, meliputi : a) Kecamatan Jaya seluas 2,068.94 Ha;

b) Kecamatan Indra Jaya seluas 5,183.90 Ha; c) Kecamatan Setia Bakti seluas 2,604.76 Ha;

(12)

e) Kecamatan Panga seluas 1,086.62 Ha. b. Kawasan peruntukan pertanian.

Kawasan peruntukan pertanian di Kabupaten Aceh Jaya dibagi menjadi 5 (lima) bagian yaitu kawasan pertanian tanaman pangan, kawasan pertanian hortikultura, kawasan perkebunan, kawasan peternakan dan kawasan pertanian terpadu. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut.

NO Jenis Penggunaan Luas (Ha)

1 Pertanian

-Pertanian lahan basah 7,819.05

-Pertanian lahan kering 46,725.64

-Lahan pertanian pangan berkelanjutan 3,890.83

2 Holtikultura 7,539.89

3 Perkebunan

-Perkebunan besar 28,018.96

-Perkebunan rakyat 15,395.90

4 Peternakan 610.36

4 Pertanian terpadu 626

Sumber RTRW Aceh Jaya 2014-2034

c. Kawasan peruntukan perikanan

Perikanan berdasarkan Undang-Undang No 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.

(13)

rencana kawasan minapolitan di Kabupaten Aceh Jaya maka Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 12 Tahun 2010 tentang Minapolitan menjelaskan bahwa kawasan minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya.

Kawasan peruntukan perikanan di Kabupaten Aceh jaya meliputi perikanan tangkap dan budi daya perikanan meliputi:

1. Perikanan tangkap meliputi Perairan laut dengan daerah penangkapan ikan, Perairan umum rawa, Perairan umum danau dan Perairan umum sunga.

2. Perikanan budi daya seluas 4.192.15 meliputi Kecamatan Jaya seluas 139.43 Ha, Kecamatan Indra Jaya seluas 88.83 Ha, Kecamatan Sampoiniet seluas 1,005.72 Ha, Kecamatan Darul Hikmah seluas 84.26 Ha, Kecamatan Setia Bakti seluas 938.46 Ha, Kecamatan Krueng Sabee seluas 381.64 Ha dan Kecamatan Panga seluas 687.78 Ha.

d. Kawasan peruntukan pertambangan

Pemerintah dalam mengelola usaha pertambangan mengacu pada Undang-Undang No 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara melalui penetapan Wilayah Pertambangan (WP) yang terdiri dari Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Wilayah Pencadangan Negara (WPN).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2010 tentang Wilayah pertambangan dijelaskan bahwa Wilayah Pertambangan yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari rencana tata ruang nasional sedangkan usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang.

Kawasan peruntukan pertambangan di Kabupaten Aceh Jaya meliputi:

1) Kawasan peruntukan pertambangan mineral logam tersebar diseluruh Kecamatan dan IUP pertambangan seluas 746.99 berada di Kecamatan Krueng Sabee;

2) Kawasan peruntukan pertambangan non logam tersebar di seluruh kecamatan dalam wilayah Kabupaten Aceh Jaya;

(14)

b. Tanah urug terdapat di seluruh kecamatan; c. Batu kali terdapat di seluruh kecamatan; dan d. Batu gamping terdapat di seluruh kecamatan.

4) Kawasan peruntukan pertambangan batubara seluas 247.22 Ha berada di Kecamatan Panga. 5) Kawasan peruntukan pertambangan radioaktif tersebar di seluruh kecamatan; dan

6) Kawasan peruntukan pertambangan migas tersebar di seluruh kecamatan dalam wilayah Kabupaten Aceh Jaya.

e. Kawasan peruntukan industri

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 24 Tahan 2009 tentang Kawasan Industri dijelaskan bahwa kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.

Rencana kawasan industri di Kabupaten Aceh Jaya meliputi:

1. Kawasan peruntukan industri besar terdapat di Mauree Gampong Alue Piet Kecamatan Panga seluas 671.19 Ha;

2. Kawasan peruntukan industri sedang terdapat di:

a. Kecamatan Jaya dengan jenis potensi industri rotan, kayu, coklat, kopi, pala, karet dan sawit;

b. Kecamatan Panga dengan potensi industri rotan, kayu, coklat, sawit rakyat, karet;

c. Kecamatan Pasie Raya dengan potensi industri nilam, rotan, kayu, coklat, sawit rakyat, karet; dan

d. Kecamatan Teunom dengan potensi industri sawit.

3. Kawasan peruntukan industri kecil tersebar di seluruh Kecamatan dalam wilayah Kabupaten Aceh Jaya.

f. Kawasan peruntukan pariwisata

Undang-Undang No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menjelaskan bahwa pembangunan kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengetahuan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan.

2. Menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan local.

(15)

4. Memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup. 5. Memberdayakan masyarakat setempat.

6. Menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antar pemangku kepentingan.

7. Mematuhi kode etik kepariwisataan dunia kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata.

8. Memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pembangunan kepariwisataan dilakukan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata. Disamping itu pengembangan pariwisata di Kabupaten Aceh Jaya harus mengacu pada daerah tujuan pariwisata yang ditetapkan secara nasional maupun propinsi.

Daerah tujuan pariwisata disebut juga Destinasi Pariwisata yaitu kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif, dimana didalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.

Dasar pertimbangan dalam pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Aceh Jaya, yaitu: 1. Memperhatikan karakteristik geomorfologis wilayah serta mitigasi bencana.

2. Terintegrasi secara sektoral dan spasial, mengacu pada rencana dan kebijakan di atasnya, dan sektor terkait lainnya.

3. Terkait dengan sektor ekonomi lain yang ada di Kabupaten Aceh Jaya.

Rencana peruntukan kawasan pariwisata yang terdapat di Kabupaten Aceh jaya terdiri atas: 1. Objek wisata budaya meliputi:

a. Kecamatan Jaya berupa Seumeuleung;

b. Kecamatan Indra Jaya berupa Batee Kapai Nahkoda Tgk. Maien, Makam Po Meureudhom Unga dan Makam Tgk. Disayeung;

c. Kecamatan Setia Bakti berupa adat Kenduri Blang;

d. Kecamatan Krueng Sabee berupa Monumen Tsunami 2004 Gampong keutapang, Batee Putro Meureundam Dewi dan Gunong Carak;

e. Kecamatan Panga berupa adat Kenduri Blang;

(16)

2. Objek wisata alam meliputi:

a. Kecamatan Jaya berupa Eko Wisata Pante Cermin, Pulo Tsunami Ujong Sudheun dan Gunong Geurute;

b. Kecamatan Indra Jaya meliputi Batu Cap di KM 91, Sungai Hongki, dan Ie Teurjon Batee Gajah;

c. Kecamatan Sampoiniet berupaIe Jeurengueh (Sarah Deu), Pulo Raya, Krueng No dan Kuala Bakong, Pantai pasie Saka, Gunong Keumala dan Air Terjun Sp. 4;

d. Kecamatan Darul Hikmah berupa Air terjun Gunung Keumi di Gampong Alue Gajah, Gua Sayeung Teurbang, Pulo Keuh, Air Terjun Batee Patah dan Layang Terbang di Gampong Masen;

e. Kecamatan Setia Bakti berupa Kawasan Lhok Geulumpang, Kuala Do (Dawod Jerman), Pesona Krueng lageun, Pulau Reusam, teluk Rigaih, Rawa Pengapet, Guha Teukabo, Air Terjun Alue Beb air Terjun Pucok Alue Sampan dan Ujong Baroh Hills;

f. Kecamatan Krueng Sabee berupa Ujong Serangga Gampong Keutapang, Teluk Lhok Kubu, Teluk Calang, Gunong Bom dan Mon Toejoh;

g. Kecamatan Panga berupa Laot Bhee, Pantee Ceumara Lancar Sira, Aron Meubanja/Konservasi Penyu, Air Terjun Ceuraceu Alue Tengoh berada di gampong Panton Kabu dan Alue Abet;

h. Kecamatan Pasie Raya meliputi Tuwi Kareung, Air Terjun, Hutan Alam Ulu Masen dan Laot Pineng Suasa; dan

i. Kecamatan Teunom berupa Danau Laot Ni Pineng Suasa, Pantai Tulak Bala, Pantai Lampoh Kawa, Pantai Meutia Lueng Gayo dan Pantai Paya Baro.

3. Objek wisata khusus atau minat meliputi:

a. Kecamatan Jaya berupa Puncak Geurute Kuliner, Arung Jeram dan Guha Teumiga; b. Kecamatan Sampoiniet berupa Arung Jeram;

c. Kecamatan Setia Bakti berupa Concrank Hills kuliner, rest Area Aceh Timber Rigaih dan wisata kuliner di Gampong Babah Ngom;

d. Kecamatan Krueng Sabee berupa Menyelam, TPI Lhok Calang Kuliner dan Panorama Batee Tutong; dan

e. Kecamatan Pasie Rayaberupa Arung Jeram.

(17)

Kawasan permukiman menurut Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Berdasarkan Peraturan Meteri Pekerjaan Umum No 41/PRT/M/2007 tentang Pedoaman Teknis Kawasan Budi daya menjelaskan bahwa karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan untuk kawasan permukiman yaitu:

1. Topografi datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25%).

2. Tersedia sumber air, baik air tanah maupun air yang diolah oleh penyelenggara dengan jumlah yang cukup. Untuk air PDAM suplai air antara 60 L/org/hari – 100 liter/org/hari. 3. Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi).

4. Drainase baik sampai sedang.

5. Tidak berada pada wilayah sempadan sungai/pantai/waduk/danau/mata air/saluran pengairan/rel kereta api dan daerah aman penerbangan.

6. Tidak berada pada kawasan lindung.

7. Tidak terletak pada kawasan budi daya pertanian/penyangga. 8. Menghindari sawah irigasi teknis.

Untuk kriteria dan batasan teknis kawasan permukiman adalah:

1. Penggunaan lahan untuk pengembangan perumahan baru 40% - 60% dari luas lahan yang ada, dan untuk kawasan-kawasan tertentu disesuaikan dengan karakteristik serta daya dukung lingkungan.

2. Kepadatan bangunan dalam satu pengembangan kawasan baru perumahan tidak bersusun maksimum 50 bangunan rumah/ha dan dilengkapi dengan utilitas umum yang memadai. 3. Memanfaatkan ruang yang sesuai untuk tempat bermukim di kawasan peruntukan

permukiman di perdesaan dengan menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

(18)

1. Mengarahkan perkembangan permukiman ke arah jalan-jalan yang ada, untuk pengembangan sarana dan prasarana diarahkan pada jalan utama kawasan, kecuali pada jaringan jalan arteri. Sedangkan untuk sarana hunian (perumahan) diarahkan pada jalan-jalan lingkungan untuk meningkatkan aksesibilitas.

2. Meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana permukiman serta meningkatkan akses antara satu lokasi dengan lokasi lain terutama antara kawasan perdesaan sebagai sentra produksi dengan perkotaan sebagai koleksi dan distribusi hasil produksi.

3. Dalam upaya mengembangan permukiman baru harus didasarkan pada pembentukan Kawasan Siap Bangun (KASIBA) dan Lingkungan Siap Bangun (LISIBA) sesuai dengan peraturan perundangan yang ditetapkan pemerintah.

4. Menetapkan hirarki pada setiap kawasan permukiman dengan mengikuti kaidah jaringan hirarkhi desa – kota. Setiap kawasan permukiman harus terangkai dari satu jaringan kawasan yang menghubungkan antara kawasan dengan strata lebih rendah (kawasan produksi) dengan kawasan dengan strata lebih tinggi (kawasan distribusi dan konsumsi).

Menurut Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

Beberapa ciri kawasan perkotaan yang dapat dikenali adalah sebagai berikut :

1. Fisik dan lingkungan terlihat dengan beban fisik yang berat serta pola lingkungan mendua. Di satu pihak ditemukan lingkungan yang teratur, rapi, bersih dan nyaman, dipihak lain ditemukan lingkungan yang kumuh, tidak teratur dan kurang terawat.

2. Dominasi penggunaan lahan merupakan lahan terbangun.

3. Ciri ekonomi memperlihatkan kecenderungan ekonomi jasa, perdagangan, industri dan kegiatan non agraris.

4. Perkembangan dan kepadatan penduduk tinggi.

5. Ciri sosial dan kultural menunjukkan adanya kehidupan yang heterogen.

Kawasan permukiman perkotaan di Kabupaten Aceh Jaya seluas 2,546.32 Ha, dan tersebar di Kecamatan Jaya seluas 408.09 Ha, Kecamatan Indra Jaya seluas 13.03 Ha, Kecamatan Setia Bakti seluas 9.28 Ha, Kecamatan Krueng Sabee seluas 1,772.52 Ha dan Kecamatan Teunom seluas 343.39 Ha.

(19)

tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Kawasan permukiman perdesaan adalah kawasan di luar kawasan perkotaan. Pengelolaan kawasan perdesaan terutama diarahkan untuk meningkatkan produktivitas kawasan perdesaan tersebut sesuai dengan potensi/kesesuaian lahannya.

Tujuan pengembangan kawasan permukiman perdesaan adalah untuk meningkatkan pemerataan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat dengan pengoptimalan sumberdaya yang tersedia.

Kawasan permukiman perdesaan di Kabupaten Aceh Jaya berupa desa-desa yang tidak termasuk ke dalam ibukota kecamatan seluas 2,959.15 Ha, meliputi :

a. Kecamatan Jaya seluas 259.22 Ha. b. Kecamatan Indra Jaya seluas 192.03 Ha; c. Kecamatan Sampoiniet seluas 448.09 Ha; d. Kecamatan Darul Hikmah seluas 329.86 Ha; e. Kecamatan Setia Bakti seluas 467.55 Ha; f. Kecamatan Krueng Sabee seluas 303.18 Ha; g. Kecamatan Panga seluas 342.73 Ha;

h. Kecamatan Pasie Raya seluas 303,30 Ha; dan i. Kecamatan Teunom seluas 313.20 Ha.

Kawasan perkantoran Pemerintah di Kabupaten Aceh Jaya terdiri atas perkantoran pemerintah. Peruntukan kawasan perkantoran pemerintah didasarkan pada rencana pengembangan yang sudah diputuskan sebelum perencanaan ini. kawasan perkantoran pemerintahan Kabupaten Aceh Jaya seluas 51.46 Ha terdapat di Dusun Kuala Meurisi Gampong Keutapang Kecamatan Krueng Sabee.

h. Kawasan peruntukan lainnya

Rencan Kawasan peruntukan lainnya di Kabupaten Aceh Jaya meliputi

1. Kawasan Pertahanan dan Keamanan terdiri dari Kawasan Tentara Nasional Indonesia dan Kawasan Polisi Republik Indonesia

2. Kawasan Transmigrasi terdapat di Kecamatan, Kecamatan Darul Hikmah, Kecamatan Setia Bakti, Kecamatan Krueng Sabee, Kecamatan Panga, Kecamatan Pasie Raya dan Kecamatan Teunom.

(20)

4.2.1. Wilayah Pengembangan Kota I

Berdasarkan kebijakan Pemerintah baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya, Kecamatan Jaya mempunyai fungsi dan peranan pokok dalam pelaksanaan pembangunan sebagai :

 Pusat pelayanan kawasan (PPK) berada di kawasan utara kabupaten Aceh Jaya dalam rencana Tata ruang wilayah Kabupaten Aceh Jaya yang telah disusun Kota Lamno Kecamatan Jaya berada pada wilayah pengembangan 1.

 Pusat perdagangan dan jasa regional  Pusat pelayanan social

 Kawasan pemukiman

 Pusat pengembangan pertanian  Dan lain-lain.

Dengan fungsi dan perannya yang demikaian pemerintah mempunyai yang banyak dalam pembangunan, namun dengan segala keterbatasan yang dimiliki terutama keterbatasan dana dan tenaga ahli semua keinginan tersebut sulit untuk dicapai, tertitik tolak dari kondisi yang terbatas, pemerintah berusaha melaksanakan perannya agar lebih berdaya guna dan berhasil guna, untuk itulah diperlukan strategi dalam pengembangan pembangunan kota Lamno.

Strategi pengembangan sektoral, pengertian sektoral disini adalah sektor yang tercakup dalam PDRB, strategi yang di pergunakan dalam mengembangkan suatu daerah pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

 Mengembangkan seluruh sektor secara bersama-sama

 Mengembangkan hanya satu sektor saja sebagai sektor yang strategis  Mengembangkan beberapa sektor yang telah ditentukan prioritasnya.

(21)

investasi di Kota Lamno. Berdasarkan uraian tersebut, maka sektor dan sub sektor yang dapat dikatakan sebagai sektor/sub sektor unggulan di Kota Lamno adalah sebagai berikut:

 Sektor Pertanian, sub sektor tanaman pangan, perternakan dan perikanan;  Sektor Perdagangan,

 Sektor jasa;

 Sektor Pengangkutan, dan  Sektor Industri

Kelima sektor di atas mempunyai keterkaitan dengan sektor lainnya. Dengan demikian kriteria sektor unggulan dapat diuraikan sebgai berikut:

 Sektor yang memberikan kontribusi besar terhadap PDRB Kabupaten Aceh Jaya;  Sektor yang mempunyai nilai pertumbuhan tinggi

 Sektor yang mempunyai peluang untuk ekspor  Mempunyai dampak ganda terhadap sektor lainnya  Sektor basis kecamatan;

 Sektor yang direncanakan oleh pemerintah yang akan dikembangkan di Kecamatan Jaya berdasarkan rencana tata ruang diatasnya.

Berdasarkan kriteria tersebut maka prioritas utama pengembangan sektor ekonomi di Kota Lamno adalah:

 Industri besar, sedang dan rumah tangga;

 Pertanian (tanaman pangan, perternakan dan perikanan);  Perdagangan besar dan eceran;

 Jasa

Prioritas kedua adalah sektor dan sub-sektor yang berada pada sektor:  Pengangkutan dan komunikasi;

 Bangunan dan konstruksi

4.2.1.1. Kebutuhan Air

(22)

terlayani oleh air bersih dari BLUD . Untuk itu strategi pengadaan prasarana untuk pemanfaatan sumber air diprioritas untuk kebutuhan air pada sektor tersebut dengan tingkat prioritas dan metoda sebagai berikut :

1. Pengadaan air untuk sektor perdagangan dan jasa dilakukan terutama oleh pemerintah dalam hal ini perlu pembangunan kembali BLUD dengan mengambil sumber air baku dari luar wilayah kota Lamno;

2. Pengadaan air untuk sektor perumahan dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini BLUD dengan mengambil sumber air baku dari beberapa sumber air yang ada disekitar Kota Lamno (Bak Paoh dan Meulha). Selain Sambungan Rumah (SR) pelayanan air dari BLUD kemasyarakat juga dilakukan dengan pelayanan Hidran Umum (HU).

3. Untuk sektor yang lainnya sama dengan strategi seperti di atas misalnya untuk fasilitas umum, seperti pendidikan, peribadatan dan kesehatan diharapkan sudah dapat terlayani oleh BLUD. Tindakan yang perlu dilakukan dalam strategi pengadaan prasarana air bersih adalah menjadi kelangsungan sumber air baku yaitu dengan menjaga lingkungan agar siklus air tetap berlangsung.

4.2.1.2. Transportasi

suatu sistem jaringan transportasi yang mengintegrasikan semua pusat-pusat kegiatan sangat diperlukan keberadaannya dalam mendukung sistem interaksi tersebut. Dalam konteks regional, daerah Kota Lamno tidak dapat dipisahkan dari sistem kota-kota yang berada di Kabupaten Aceh Jaya yang merupakan suatu kesatuan sistem kota-kota yang berinteraksi satu dengan yang lainnya. Strategi pengembangan sistem jaringan jalan raya secara makro dan mikro akan didekati secara kualitatif dan kuantitatif dimana sasaran sistem jaringan jalan raya yang akan berfungsi melayani :

a. Perjalanan keluar/masuk kecamatan yaitu sebagai suatu sistem jaringan transportasi yang akan menghubungkan Kota Lamno dengan Kecamatan lainnya di Kabupaten Aceh Jaya atau daerah-daerah lainnya di luar wilayah Kabupaten Aceh Jaya (Aceh Besar).

b. “Through Trip” yaitu perjalanan yang hanya melewati kecamatan sedangkan zona asal dan zona tujuannya berada diluar Kota Lamno sedangkan “Through Trip” yang dimaksud adalah seluruh perjalanan.

c. Hal yang terpenting adalah prencanaan sistem jaringan jalan raya di dalam Kecamatan itu sendiri diharapkan akan dapat melayani kebutuhan pergerakan dari masing-masing kawasan strategis dan kota-kota utama yang ada baik untuk dapat memenuhi kebutuhan akan pergerakan orang dan barang.

(23)

1. Sistem jaringan Jalan Arteri Primer (JAP) dengan status jalan nasional disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional, yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi.

2. Sistem jaringan Jalan Kolektor Primer (JKP) dengan status jalan provinsi yang menghubungkan antar provinsi disusun mengikuti ketentuan peraturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer dan fungsi sekunder dan seterusnya sampai ke daerah permukiman.

Dan strategi pengembangan sistem jaringan jalan Kota Lamno yang terdiri dari : sistem jaringan jalan primer (arteri primer) dan sistem jaringan jalan sekunder (arteri sekunder dan kolektor sekunder). Beberapa spesifikasi teknis untuk sistem jaringan jalan tersebut akan dijelaskan berikut ini :

a). Jalan Arteri Primer :

- Jalan arteri primer (lintas barat Provinsi NAD harus melalui atau menuju kawasan primer dan dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam

- Lebar badan jalan tidak boleh lebih kurang dari 8 meter dan harus dilengkapi dengan median. - Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan seharusnya tidak diizinkan dan harus mempunyai

perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalan dan lain-lain.

- Persimpangan pada jalan arteri primer dibatasi secara efisien. Jarak antara jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 meter dan persimpangan tersebut harus diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.

b). Jalan Kolektor Primer

- Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer dan dirancang dengan kecepatan rencana paling rendah 40 km/jam.

- Lebar badan jalan tidak boleh kurang dari 7 meter.

- Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diizinkan pada jam sibuk dan harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalan dan lain-lain.

- Persimpangan pada jalan kolektor primer harus diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.

c). Jalan Lokal Primer :

- Jalan Lokal Primer menghubungkan :

(24)

 Antar kawasan sekunder kesatu

 Kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua

 Jalan arteri/kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km/jam

 Lebar badan jalan tidak boleh kurang dari 7 meter

 Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan seharusnya tidak diizinkan pada jam sibuk dan harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalan dan lain-lain.

 Persimpangan pada jalan arteri sekunder dibatasi secara efisien. Jarak antara jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 250 meter dan persimpangan tersebut harus diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.

d). Jalan Lingkungan Primer :

- Jalan Lingkungan Primer menghubungkan :  Antar kawasan sekunder kedua

 Kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga dan dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam

- Lebar badan jalan tidak boleh kurang dari 7 meter

- Lokasi parkir pada badan jalan dibatasi dan harus mempunyai perlengkapan jalan secukupnya.

4.2.1.3. Telekomunikasi

Kebutuhan prasarana telekomunikasi yang merupakan prasarana utama bagi sektor industri diperkirakan dengan pendekatan sebagai berikut :

1. Industri, perdagangan, dan perkantoran a. Telepon dan fak = 1050 m2/sst

b. Telex = setiap 3 telepon dibutuhkan 1 telex

2. Perumahan, untuk prasarana telepon dengan intensitas 1 sst untuk setiap 100 rumah atau 1 sst untuk 450 jiwa (1 rumah = 4,5 jiwa). Kebutuhan ini didasarkan atas kemungkinan pelayanan dengan sistem pelayanan sentral telepon digital atau radio link dalam kapasitas terbatas. Dalam jangka panjang pemenuhan kebutuhan telekomunikasi dapat dilakukan dengan pembangunan sentral telepon digital pada pusat-pusat pelayanan di pusat kota dan kawasan strategis.

(25)

strategi pengembangan permukiman diarahkan untuk membentuk desa dan kota, dalam pengertian desa sebagai pusat atau lingkungan permukiman yang mengelompok dari penduduk yang melakukan kegiatan pertanian, perikanan, dan industri. Sedangkan kota adalah kelompok permukiman dari penduduk yang umumnya melakukan kegiatan ekonomi dibidang jasa dan perdagangan. Pengaturan hirarki permukiman dilakukan dengan mengelompokan berdasarkan hirarki administrasi pemerintah yaitu :

 Kelompok permukiman setingkat RT dengan jumlah rumah dibawah 30 rumah.

 Kelompok permukiman setingkat RW dengan mengelompokkan kelompok permukiman setingkat RT sebanyak sepuluh.

 Kelompok permukiman setingkat desa/gampong dengan mengelompokkan kelompok permukiman setingkat RW sebanyak sepuluh.

 Kelompok permukiman kecamatan dengan mengelompokkan kelompok permukiman setingkat desa/kelurahan sebanyak enam.

Arahan lokasi pengembangan kawasan perumahan secara fisik pada umumnya harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:

 Tidak terganggu oleh polusi (air, udara dan suara);

 Mempunyai kemudahan untuk pencapaian yang relatif baik ke tempat kerja dan pusat-pusat pelayanan;

 Mudah untuk pengembangan intrastruktur yang dibutuhkan (jaringan jalan, jaringan air minum, jaringan listrik dan jaringan utilitas lainnya).

Sedangkan kebutuhan ruang perumahan penduduk ini pada umumnya ditentukan oleh faktor sosial, ekonomi, dan budaya setempat, antara lain :

 Tingkat pendapatan golongan masyarakat;  Status sosial golongan masyarakat;

 Pola budaya masyarakat setempat yang tercermin dari kecenderungan perkembangan kawasan perumahan penduduk.

(26)

1. Seluruh lapisan masyarakat penduduk Kota Lamno berhak membangun perumahan yang layak yang memenuhi unsur-unsur sehat, nyaman dan bebas polusi, tergantung kepada kemampuan sosial ekonomi masing-masing penduduk;

2. Dalam upaya mewujudkan lingkungan perumahan yang sehat dan nyaman, maka penyediaan ruang kawasan pengembangan perumahan diusahakan agar tidak berbaur dengan kegiatan fungsional yang lain. Bebas polusi mudah bagi pengembangan intrastruktur dan mudah mencapai tempat kerja dan pusat-pusat pelayanan.

4.2.2. Wilayah Pengembangan Kota II

Pusat Pelayanan Lokal (PPL) Meliputi Kota calang Kecamatan Krueng Sabee. Dalam sistem Tata Ruang Provinsi Aceh, Kota Calang ditetapkan sebagai pusat kegiatan local. Dalam rangka menjalankan peran kota Calang sebagai PKL atau sebagai pusat kabupaten Aceh Jaya dan sekaligus sebagai pusat jasa dan perdagangan bagi wilayah sekitar maka fasilitas dan kegiatan yang harus di sediakan adalah:

1. Perdagangan Grosir/Pasar Induk.

2. Perkantoran dan Jasa Komersial Wilayah. 3. Pendidikan Tinggi.

Ketentuan yang sebaiknya harus dipenuhi oleh fasilitas dan pusat kegiatan primer adalah: 1. Berada di jaringan jalan primer yang ada/direncanakan

2. Lahan yang cukup luas (>1.000 meter2)

3. Penyediaan lahan parkir yang sebanding dengan luas kegiatan 4. Pintu masuk tidak langsung berhubungan dengan jalan Arteri Primer.

Lokasi kegiatan primer atau kegiatan yang melayani wilayah Aceh bagian barat di kecamatan krueng sabee. Kegiatan sekunder merupakan kegiatan atau pelayanan yang berfungsi melayani kabupaten Aceh Jaya saja, jenis fasilitas dan kegiatan sekunder adalah fasilitas pendidikan, kesenian, pemerintahan, pelayanan umum, peribadatan, perekonomian, kebudayaan dan rekreasi, fasilitas olah raga dan kawasan terbuka, setiap masing-masing tingkatan/hiraki wilayah dilayani oleh beberapa fasilitas. Fasilitas dan kegiatan sekunder ini sebaiknya berada dan berkumpul di bagian yang paling mudah di capai oleh masyarakat yang ada didalamnya. Adapun dasar penentuan lokasi pusat fasilatas dan kegiatan sekunder adalah:

(27)

4. Lahan kosong untuk fasilitas dan kegiatan baru.

4.2.3. Wilayah Pengembangan Kota III

Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) Meliputi wilayah kota Teunom Kecamatan Teunom bagi kepentingan keselarasan dan keterpaduan pembangunan di wilayah Kabupaten Aceh Jaya maka kebijakan pengembangan Perkotaan Teunom akan bertolak dari visi dan misi pengembangan kabupaten.

4.2.3.1. Tujuan Pengembangan Perkotaan Teunom

Perkotaan Teunom yang merupakan sebagai ibukota kecamatan Teunom mempunyai berbagai macam potensi, kendala dan permasalahan bagi pengembangan kotanya. Untuk mengakomodasi segala potensi serta mengeliminasi kendala dan permasalahan pengembangan kota maka perlu adanya visi, misi serta strategi pengembangan kota. Sehingga pola perkembangan kotanya dapat lebih terkendali, terarah dan seimbang.

Dengan dilandasi oleh visi dan misi diatas, maka dirumuskan tujuan pengembangan Perkotaan Teunom, yang akan digolongkan dalam dua bagian yaitu bagi kepentingan internal Perkotaan Teunom itu sendiri (tujuan mikro) dan kaitan dengan wilayah sekitarnya (tujuan makro). Tujuan mikro pengembangan Perkotaan Teunom yaitu ditinjau dari segi kepentingan internal kota, antara lain adalah:

1. Menjadikan kota yang tertib, bersih, aman, nyaman, sehingga membuat penduduk menjadi tenteram;

2. Meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat; 3. Memberikan pelayanan umum bagi masyarakat;

4. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang;

5. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas hubungan antar elemen ruang 6. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan umum;

7. Menjaga kawasan lindung untuk mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Terkait dengan kebutuhan wilayah yang sekitarnya atau dalam konstelasi yang lebih luas, tujuan makro pengembangan Perkotaan Teunom adalah :

(28)

pengembangan pembangunan bagian timur Kabupaten Aceh Jaya dan berada pada poros pertumbuhan utama Banda Aceh-Calang-Meulaboh, fungsi sebagai pusat administrasi pemerintahan ini akan dapat mewujudkan dengan dukungan sarana dan prasarana yang memadai.

2. Memacu pertumbuhan kawasan sebagai pusat kegiatan hasil perikanan kelautan yaitu ditandai dengan pengembangan Pelabuhan Ikan, serta pemanfaatan potensi sumber daya perikanan khususnya sumber daya ikan yang besar di wilayah ZEE

3. Meningkatkan pelayanan transportasi yang erat kaitannya dengan fungsi koleksi dan distribusi diarahkan kegiatan utamanya sebagai sektor yang mendorong kegiatan pertanian (perkebunan) dan perikanan, karena pengembangan perikanan jelas dengan sendirinya akan mendorong kegiatan perdagangan dan jasa baru begitu pula sebaliknya.

4.2.3.2. Strategi Pengembangan

Untuk mewujudkan tujuan pengembangan kota serta pemanfaatan ruang yang optimal maka disusun strategi pengembangan. Strategi ini meliputi strategi pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan perkotaan, strategi pemanfaatan ruang perkotaan, strategi pengembangan sistem sarana prasarana, serta strategi penanganan banjir.

4.2.3.3. Strategi Pengembangan Sistem Pusat Pelayanan Kegiatan

Strategi ini perlu ditempuh untuk mewujudkan keseimbangan perkembangan Perkotaan Teunom sesuai dengan struktur tata ruang kota yang diinginkan. Strategi yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut :

1. Pengembangan sistem kegiatan perkotaan yang dilakukan dengan menetapkan pembagian blok kawasan pengembangan kota sesuai dengan karakteristik dan arahan pengembangan kegiatan fungsional masing-masing kawasan secara terpadu. Didasarkan pada karakteristik perkembangan kota yang telah dan sedang terjadi, homogenitas kegiatan, dan potensinya untuk dikembangkan sebagai kawasan terbangun kota, dapat diidentifikasi 5 (lima) blok pengembangan kawasan yang dikembangkan yaitu Blok PK Pusat Kota, Blok A (Penyangga Perkembangan Pusat Kota dan Sungai), BLok B (Pengaruh Pusat Kota), Blok C (Pengembangan Baru/Sub Pusat) dan Blok D (Cadangan Pengembangan Terbatas).

(29)

struktur tata ruang yang diinginkan. Ada tiga hirarki pusat kegiatan perkotaan yang akan dikembangkan bagi Perkotaan Teunom yaitu Pusat Kota yang melayani seluruh wilayah perkotaan dan bahkan wilayah Kecamatan (sesuai dengan kedudukan/fungsi eksternal perkotaan Teunom sebagai Ibukota Kecamatan Teunom); Pusat Blok, dan Pusat Sub Blok. Pusat-pusat kegiatan ini akan merupakan titik sentral aglomerasi kegiatan dan pusat orientasi untuk pelayanan kebutuhan sehari-hari warga kota terutama untuk kegiatan perdagangan dan jasa, pemerintahan, pendidikan dan kesehatan, sesuai dengan skala pelayanannya.

4.2.3.4. Strategi Pemanfaatan Ruang

Pemanfaatan ruang kota berdasarkan jenis dan intensitasnya diarahkan sesuai dengan potensinya untuk dikembangkan sebagai kawasan perkotaan, baik secara fisik maupun lokasional, dalam bentuk kawasan terbangun dan kawasan/ruang terbuka hijau.

Strategi yang ditempuh meliputi :

1. Pemanfaatan ruang dalam kawasan terbangun eksisting (yang sudah ada) dilakukan secara intensif dengan tetap memperhatikan daya dukung dan kendala pengembangan yang ada. 2. Pemanfaatan ruang dalam kawasan terbangun pada masa mendatang diarahkan secara

ekspansif ke bagian tenggara-selatan kota untuk mewadahi kegiatan fungsional kota yang dikembangkan.

3. Pemanfaatan ruang dalam kawasan terbangun atau ruang terbuka hijau dikembangkan untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih; serta menciptakan keserasian dengan kawasan terbangun kota. Pengembangan kawasan/ruang terbuka hijau dilakukan dengan pengembangan fungsi kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau olahraga, kawasan hijau pemakaman, kawasan hijau pertanian, kawasan hijau jalur hijau, dan kawasan hijau pekarangan.

4.2.3.5. Strategi Pengembangan Sistem Sarana Prasarana

(30)

air limbah, persampahan, listrik dan telekomunikasi dengan pengembangan kawasan-kawasan fungsional kota yang akan dikembangkan.

Untuk itu strategi pengembangan sistem prasarana yang ditempuh adalah : 1. Pengembangan Sistem Transportasi

- Pengembangan sistem transportasi kota dilakukan dengan memadukan sistem jaringan jalan, terminal serta jaringan angkutan umum yang mengarah pada sistem perangkutan yang terpadu.

- Pembangunan sarana terminal bagi pelayanan pergerakan yang semakin meninggi di masa mendatang.

- Pengembangan jalan kota dilakukan dengan memantapkan fungsi jalan, memperluas geometri jalan, pembuatan jalan baru terutama untuk menghubungkan dan akses antar pusat-pusat kegiatan tiap blok kawasan pengembangan.

2. Pengembangan Sistem Jaringan Air Bersih

Pengembangan sistem jaringan air bersih dilakukan dengan peningkatan cakupan pelayanan, peningkatan kapasitas dengan penambahan pembangunan instalasi pengolah air serta pengembangan jaringan distribusi terhadap wilayah yang saat ini belum terlayani secara maksimal maupun terhadap kawasan-kawasan baru yang akan dikembangkan.

3. Pengembangan Sistem Jaringan Drainase

Pengembangan sistem dilakukan dengan pengembangan jaringan primer dan sekunder, jaringan alami tetap dimanfaatkan secara maksimal dan tetap dikendalikan pemanfaatannya. 4. Pengembangan Jaringan Air Limbah/Air Kotor

Pengembangan jaringan air limbah dilakukan dengan orientasi lokasional dengan

memperhatikan kepadatan penduduk serta kondisi fisik kawasan yang akan dilayani serta pembangunan instalasi pengolahan dan pembuangan lumpur tinja.

5. Pengembangan Sistem Persampahan

Pengelolaan persampahan dilakukan dengan mengembangkan sistem pengelolaan setempat dan terpusat, optimasi pola operasional pelayanan yang meliputi pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan dan pembuangan akhir.

6. Pengembangan Jaringan Listrik

Pengembangan jaringan listrik dilakukan dengan perluasan cakupan pelayanan sistem dan peningkatan kapasitan/daya dengan memperhatikan kawasan-kawasan fungsional yang dikembangkan.

(31)

Pengembangan jaringan telekomunikasi dilakukan dengan perluasan cakupan pelayanan sistem, peningkatan kapasitas sambungan dengan memperhatikan kawasan-kawasan fungsional yang dikembangkan.

4.2.3.6. Strategi Pengendalian Banjir

Dalam melakukan pengendalian banjir perlu disusun strategi agar dapat dicapai hasil yang diharapkan.

a. Pengendalian tata ruang

Pengendalian tata ruang dilakukan dengan perencanaan penggunaan ruang sesuai kemampuannya dengan mepertimbangkan permasalahan banjir, pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukannya, penegakan hukum terhadap pelanggaran rencana tata ruang yang telah memperhitungkan Rencana Induk Pengembangan Wilayah Sungai.

b. Pengaturan debit banjir

Pengaturan debit banjir dilakukan melalui kegiatan pembangunan dan pengaturan : bendungan dan waduk banjir, tanggul banjir, palung sungai, pembagi atau pelimpah banjir, daerah retensi banjir, dan sistem polder.

c. Pengaturan daerah rawan banjir

Pengaturan daerah rawan banjir dilakukan dengan cara:

1) Pengaturan tata guna lahan dataran banjir (flood plain management).

2) Penataan daerah lingkungan sungai seperti: penetapan garis sempadan sungai, peruntukan lahan dikiri kanan sungai, penertiban bangunan disepanjang aliran sungai. d. Peningkatan peran masyarakat

Peningkatan peran masyarakat dalam pengendalian banjir diwujudkan dalam:

1) Pembentukan forum peduli banjir sebagai wadah bagi masyarakat untuk berperan dalam pengendalian banjir.

2) Bersama dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam menyusun dan mensosialisasikan program pengendalian banjir.

3) Mentaati peraturan tentang pelestarian sumberdaya air antara lain tidak melakukan kegiatan kecuali dengan ijin dari pejabat yang berwenang untuk:

a. Mengubah aliran sungai;

(32)

c. Membuang benda -benda / bahan-bahan padat dan atau cair ataupun yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai yang diperkirakan atau patut diduga akan mengganggu aliran,

d. Pengerukan atau penggalian bahan galian golongan C dan atau bahan lainnya. e. Pengaturan untuk mengurangi dampak banjir terhadap masyarakat dilakukan dengan:

1) Penyediaan informasi dan pendidikan

2) Rehabilitasi, rekonstruksi dan atau pembangunan fasilitas umum 3) Melakukan penyelamatan, pengungsian dan tindakan darurat lainnya; 4) Penyesuaian pajak;

5) Asuransi banjir.

f. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

Pengelolaan daerah tangkapan air dalam pengendalian banjir antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan:

1) Pengaturan dan pengawasan pemanfaatan lahan (tata guna hutan, kawasan budidaya dan kawasan lindung);

2) Rehabilitasi hutan dan lahan yang fungsinya rusak;

3) Konservasi tanah dan air baik melalui metoda vegetatif, kimia, maupun mekanis; 4) Perlindungan/konservasi kawasan – kawasan lindung.

g. Penyediaan Dana

Penyediaan dana dapat dilakukan dengan cara:

1) Pengumpulan dana banjir oleh masyarakat secara rutin dan dikelola sendiri oleh masyarakat pada daerah rawan banjir.

2) Penggalangan dana oleh masyarakat umum di luar daerah yang rawan banjir

3) Penyediaan dana pengendalian banjir oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

4.2.3.7. Strategi Penataan Koridor Tepi Pantai

 Menata kawasan sempadan tepi pantai sebagai kawasan yang bebas dari bangunan, sehingga view dan akses ke badan air dapat tercapai.

 Memasukkan fungsi pada sisi kawasan pantai dengan ruang-ruang publik yang bersifat rekreatif sebagai suntikan untuk meningkatkan nilai kawasan pantai Perkotaan Teunom.  Mengatasi berbagai permasalahan perusakan lingkungan pantai dengan penanaman vegetasi

(33)

 Membatasi pemanfaatan tambak sebagai salah satu potensi terjadinya perluasan lahan pantai menjadi fungsi hunian.

 Membuka akses-akses baik view maupun pedestrian pada kawasan koridor pantai dan membatasi akses kendaraan yang langsung berdekatan dengan sisi pantai.

 Membangun tanggul-tanggul pada bagian pantai yang dianggap perlu baik untuk kepentingan keamanan, dan mencegah perusakan lingkungan pantai (abrasi/pengendapan).

4.2.3.8. Strategi Penataan Koridor Tepi Sungai

 Mengembalikan sempadan sungai sehingga menjadi kawasan resapan untuk melestarikan kawasan tepi air .

 Membangun tanggul-tanggul pada bagian sungai yang dibutuhkan untuk keamanan dan menjaga kestabilan dinding sungai dengan sistem bronjong.

 Melakukan program pembersihan sungai dari sampah dan limbah yang berbahaya bagi kualitas air sungai.

 Menganjurkan membangun MCK umum yang sehat yang memiliki sanitasi yang sesuai dengan standart kesehatan lingkungan sehingga air sungai dapat digunakan untuk keperluan wisata dan dapat dijaga kualitasnya.

 Melakukan penataan Lansekap pada sempadan sungai selain berfungsi secara ekologis namun juga memiliki fungsi secata arsitektural, khususnya jalur penerima menuju kawasan wisata pantai Teunom.

4.3 IDENTIFIKASI WILAYAH YANG PERLU DIKENDALIKAN

4.3.1 Pengembangan Kawasan Konservasi Sumber Daya Alam

A. Kawasan Pariwisata

(34)

pelayanan kota yaitu pelayanan suatu kota terhadap kebutuhan dari pada penduduknya. Secara pontensi, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Barat Daya di jadikan satu cluster dengan arahan pengembangan sebagai ODTW (Obyek Daerah Tujuan Wisata Alam).

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, dilihat dari pontensi alam, kabupaten Aceh Jaya tepat bila dikembangkan sebagai ODTW alam. Pesisir pantai barat –selatan Provinsi Aceh, khsusnya dalam lingkup Kabupaten Aceh Jaya, memiliki keindahan alam yang indah. Salah satu yang berpontensi dikembangkan sebagai ODTW adalah Pantai Lhok Geulumpang, pantai ini memiliki ombak yang dapat di manfaatkan untuk selancar, tetapi cukup aman untuk lain di pantai (seperti volley pantai dan lain sebagainya) mengingat terdapat pulau yang menghalangi untuk langsung ke laut lepas. Kajian terhadap keterkaitan dengan obyek-obyek lain (object linkage) perlu dilakukan, juga terhadap ketersediaan infrastruktur penujang kawasan. Dengan demikaian, pantai Lhok Geulumpang dapat dikembangkan sebagai kawasan wisata Yang cukup penting dan dapat dijadikan sebagai kawasan strategi kabupaten.

B. Revitalisasi dan Regenerasi Kawasan

 Kawasan Bersejarah Kota Calang

 Kawasan Kota Calang merupakan kawasan bersejarah paling menarik bagi Kabupaten Aceh Jaya, dengan kehomogenan masyarakat menjaga adat istidat dan kebudayaan membuat adanya kebiasaan atau kebudayaan yang sama, begitu juga kebudayaan yang ada di kabupaten Aceh Jaya. Dalam masyarakat aceh, dikenal lembaga adat yang dikoordinir oleh “mukim”.Lembaga mukim di aceh sudah ada sejak Jaman sultan Alaudin Johan Ali Ibrahim Mughayat Syam dalam Qanun Syara’ Kesultanan Aceh (1507 M), kemudian diperkuat oleh sultan Iskandar muda melalu Qanun Al Asyi atau Adat Meukuta Alam (1507-1636 M)

 Secara umum Kawasan Kota Calang tetap diarahkan sebagai pusat aktivitas kota dengan fungsi campuran: hunian, perdagangan dan fasilitas publik skala kota. Tapi sebagai kawasan kota Yang bersejarah, fungsi-fungsi yang dikembangkan dikaitkan dengan tema pengembangan kawasan wisata.

(35)

 Fungsi prasarana dan sarana umum skala kota, seperti pusat budaya dan seni pertunjukan perlu dikembangkan, Masjid Agung sebagai sarana penyebaran dan pengembangan agama. Pengembangan fasilitas seni dan budaya diarahkan sebagai faktor pemicu aktvitas skala kota (seperti festival seni dan budaya, festival ritual keagamaan, serta festival musik anak muda) yang kemudian akan menjadi daya tarik (attractiveness) kawasan Kota Calang ini bagi warga kabupaten Aceh Jaya sendiri maupun pengunjung dari luar kota. keberhasilan pengembangan aktivitas seni budaya skala kota akan menambah daya kompetisi kota (city competitiveness) Kabupaten Aceh Jaya secara keseluruhan.

 Fungsi terminal Kabupaten Aceh Jaya harus ditata-ulang dan lebih diarahkan untuk kegiatan-kegiatan perdangangan dan jasa yang mendukung pengembangan wisata budaya. pusat komersial campuran (perdagangan, jasa dan perhotelan) dengan tema pengembangan sesuai dengan karakter kota calang sebagai kota pariwisata.

4.4 ARAHAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN PENDUDUK

4.5.1 Prediksi Jumlah Penduduk Akhir Tahun Rencana dengan Asumsi Pertumbuhan Penduduk

(36)

Krueng Sabee yakni sebesar 15.567 jiwa, kemudian diikuti oleh kecamatan Jaya sebesar 14.701 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di table 4.2 di bawah ini.

Tabel. 4.4

Tabel Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Dan Jenis Kelamin

No. Kecamatan

Penduduk Rasio

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Jaya 7,605 7,096 14,701 107.17

2. Sampoiniet 3,638 3,364 7,002 108.15

3. Setia Bakti 4,086 3,849 7,935 106.16

4. Krueng Sabee 8,012 7,555 15,567 106.05

5. Panga 3,848 3,712 7,560 103.66

6. Teunom 6,510 6,258 12,768 104.03

7. Pasie Raya 3,124 3,157 6,281 98.95

8. Darul Hikmah 3,251 3,019 6,270 107.68

9. Indra Jaya 3,649 3,195 6,844 114.21

Jumlah 43,723 41,205 84,928 106.11

Sumber : DISDUKCAPIL Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2013

Sebaran penduduk di kecamatan lainnya di bawah 20 persen pertambahan. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan penduduk di Kabupaten Aceh Jaya pasca bencana tsunami dalam kurun sembilan tahun tahun terakhir cukup besar. Informasi tentang jumlah penduduk serta komposisi penduduk menurut umur, jenis kelamin, pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan dan lain-lain, penting diketahui terutama untuk mengembangkan perencanaan pembangunan manusia, baik itu pembangunan ekonomi, sosial, politik, lingkungan dan lainnya, yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan manusia.

(37)

Permasalahan kependudukan dan catatan sipil umumnya adalah tingginya angka kepadatan penduduk dimana peningkatan kepadatan penduduk perlu diantisipasi, dengan perencanaan tata ruang yang tepat seperti perluasan pengembangan wilayah pemukiman, perkotaan, permasalahan kepadatan penduduk dapat di atasi, secara umum permasalahan kependudukan yang dialami oleh suatu daerah melingkupi berbagai permasalahan seperti Jumlah penduduk yang tinggi, Penyebaran penduduk/distribusi yang tidak merata, Komposisi penduduk usia muda tinggi arus urbanisasi tinggi, Penyebaran sumberdaya juga tidak merata. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di table 4.3 di bawah ini.

Tabel.4.5

PERTUMBUHAN PENDUDUK MENURUT KECAMATAN DI KABUPATEN ACEH JAYA TAHUN 1995-2013 (JIWA/KM2)

No. Tahun Penduduk Pertumbuhan

Laki-laki Perempuan Jumlah

1. 1995 41.245 40.552 81.797 2,07

2. 1996 41.893 40.672 82.565 0,94

3. 1997 45.372 45.773 91.145 10,39

4. 1998 45.693 46.097 91.790 0,71

5. 1999 44.997 45.394 90.391 (1,52)

6. 2000 43.110 43.491 86.601 (4,19)

7. 2001 43.051 43.431 86.482 (0,14)

8. 2002 41.358 46.878 88.236 2,03

9. 2003 46.447 47.416 93.863 6,38

10. 2004 33.088 31.505 64.593 (31,18)

11. 2005 31.515 29.145 60.660 (6,09)

12. 2006 31.758 29.260 61.018 0,59

13. 2007 36.749 33.924 70.673 15,82

14. 2008 40.029 36.568 76.597 8,38

15. 2009 41.196 39.858 81.054 5,82

16. 2010 41,439 38,953 80,392 (662)

17. 2011 42,725 40,202 82,927 2,535

18 2012 42,988 40,456 83,444 517

(38)

Sumber : Kabupaten Aceh Jaya dalam Angka dan DISDUKCAPIL, Tahun 2013

4.5.3 Distribusi Penduduk dan Pengaturan Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk dihitung dengan membagi jumlah penduduk tahun sekarang dengan luas kawasan budidaya di kabupaten Aceh Jaya. Tingkat kepadatan penduduk rata-rata dikabupaten Aceh Jaya pada tahun 2013 adalah sekitar ± 47 jiwa/km2, kepadatan penduduk tertinggi terdapat dikecamatan krueng sabee sebesar ± 130 jiwa/km2 dan kecamatan Jaya yaitu ± 90 jiwa/km2. Sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat di kecamatan Darul hikmah, yaitu ± 21 jiwa/km2 dan kecamatan Pasie raya yaitu ± 23 jiwa/km2.

4.5.4 Rencana Pengendalian Banjir dan Pengembangan Drainase Kota

Rencana pengendalian banjir yang harus dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Aceh Jaya adalah:

1) Rencana pengembangan sistem drainase utama (Mayor drainase)

Sistem ini adalah sistem drainase pengumpul ke daerah outfull yaitu saluran alam atau laut. Pengembangan dan penataan saluran drainase utama di wilayah perencanaan meliputi pengembangan dan penataan sistem wilayah perencanaan.

2) Rencana pengembangan saluran Drainase pengumpul (minor drainase)

Saluran drainase ini merupakan saluran pengumpul debit air yang berasal dari perumahan dan pemukiman, perdagangan, perkantoran, industry dan lain-lain. Saluran berfungsi mengumpulkan dan mengalirkan air hujan dari lingkungan terkecil kesaluran drainase utama. Saluran minor ini terbagi menjadi 3 saluran drainase yaitu drainase yang meliputi saluran primer, sekunder dan tersier.

3) Mengikut sertakan Masyarakat dan Keterlibatan Aparat

(39)

penduduk dapat dipindahkan tanpa menimbulkan gejolak sosial. Memberi pengertian kepada masyarakat akan pentingnya Situ bagi kelestarian alam dan sebagai sarana mengurangi dampak banjir. Terakhir adalah usaha dari aparat Pemerintah Kabupaten terkait dengan masalah sempadan sungai, situ-situ dan saluran drainase, untuk melakukan pengawasan rutin, agar daerah yang sudah dirapikan dan dilestarikan tetap rapi dan lestari, demi kepentingan seluruh warga kabupaten Aceh Jaya.

4.5.5 Rencana Pengelolaan Persampahan

Sampah adalah pencerminan wajah kota. Kota yang bersih tanpa terlihat sampah, akan meningkatkan citra sebuah kota.

Untuk memperoleh citra tersebut, perlu disusun rencana sebagai berikut:

a. Pengelolaan angkutan sampah dari sumbernya (perumahan/industri/ pertokoan) ke tempat pembuangan akhir.

b. Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir.

c. Pengolahan sampah menjadi barang bernilai ekonomis, antara lain dengan memproduksi gas metane dari sampah organik selain pembuatan kompos

d. Pengurangan Volume Sampah

Pengelolaan persampahan kabupaten Aceh Jaya di bawah tanggung jawab Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Aceh Jaya. Fasilitas yang dimiliki oleh pengelola antara lain terdiri atas dua lokasi pembuangan akhir (TPA) yakni berada di Kecamatan Jaya di Kota Lamno dan Kecamatan Krueng Sabee di kota Calang. TPA Krueng Sabee ini ada awalnya ditentukan guna menampung sampah bekas tsunami akan tetapi karena dirasakan lokasinya cukup memenuhi syarat dan memadai untuk lokasi TPA, maka diputuskan bahwa TPA ini akan terus dioperasikan untuk melayani beberapa kecamatan. Lokasi TPA Calang berada di Gampong Keutapang Kecamatan Krueng Sabee dengan jarak 2 km dari lokasi permukiman dan pusat kota.

4.5.6 Rencana Penyediaan Air Bersih

(40)

tahunnya. Hal utama dalam penyediaan air bersih adalah ketersediaan sumber air baku yang tersedia di kabupaten Aceh Jaya atau daerah terdekat. Sumber air yang dapat digunakan untuk air bersih adalah mata air dari sungai yang mengalir di sepanjang pegunungan kabupaten Aceh Jaya. Air tanah tidak disarankan untuk diambil, apalagi dalam jumlah yang besar karena akan merusak lingkungan, apalagi setelah tsunami air sumur terasa agak asin.

Rencana penyediaan air bersih adalah sebagai berikut: a. Menjaga kelestarian sumber air

Pemerintah kabupaten Aceh Jaya harus melakukan :

 Menjaga kelestarian sumber air baku baik dari sungai maupun dari Situ.

 Mengendalikan pencemaran di sungai atau situ agar biaya pengolahan air baku menjadi air minum menjadi lebih ringan (dalam hal ini dapat bekerja-sama dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya dimana banyak industri yang membuang limbah ke sungai).

b. Mengolah air baku menjadi air bersih

Dalam mengolah air baku menjadi air bersih atau air minum, Pemerintah Kabupaten dapat bekerjasama dengan investor (kerjasama investor dengan PDAM). Pemerintah Kabupaten dapat pula bekerja-sama dengan industri yang berada di kota agar mau mengolah air limbah menjadi air bersih.

c. Mengajak keikut-sertaan Masyarakat

Keikut-sertaan masyarakat dalam masalah air bersih dapat dilakukan dengan berbagai cara:  Memberi kesadaran pada warga masyarakat akan arti pentingnya air bagi kehidupan.

Dengan pemahaman itu, maka masyarakat diajak untuk hemat air, menghargai air dan tidak mencemari air sungai atau air tanah (baik dengan sampah maupun oleh material polutan lainnya)

 Memberlakukan tarif progresif atas pemakaian air, makin banyak pemakaian air (di atas kebutuhan hidup rata-rata), maka tarifnya lebih mahal.

4.5.7 Rencana Penyediaan Energi/Kelistrikan

Penetapan rencana pelayanan kebutuhan prasarana listrik di masa mendatang perlu memperhatikan ketentuan penetapan jaringan kabel harus mengikuti koridor jalan utama maupun lingkungan, dan perkiraan kebutuhan listrik 5 – 10 tahun mendatang, dengan didasarkan pada kebutuhan sebagai berikut:

 Diasumsikan tiap keluarga terdiri dari 4 – 5 jiwa

 Standar kebutuhan listrik antara 450 – 1200 watt untuk rumah tangga

(41)

 Daya listrik untuk industri besarnya disesuaikan dengan kebutuhan. 4.5.8 Rencana Pengembangan Telekomunikasi

Pengembangan prasarana telekomunikasi sangat penting dalam upaya mendukung Kabupaten Aceh Jaya sebagaiCyber-City di masa yang akan datang, pengembangan pasarana ini perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: sarana telekomunikasi mengikuti pola yang sama dengan jalursupply PLN, ditambah lagi dengan beberapa titik pusat control Telkom, oleh karena itu dibutuhkan studi lebih lanjut untuk menentukan letak dan jumlah titik pusat control Telkom. Untuk memperluas jaringan sesuai dengan tuntutan perkembangan wilayah perlu diadakan Proritas-prioritas.

1. Prioritas I

Wilayah dengan peruntukan lahan yang penting dan vital bagi perkembangan ekonomi kota/desa, meliputi :

 Pusat perdagangan Jasa

 Fasilitas rumah sakit, terminal dan lain  Pusat pemerintahan

 Kawasan industry 2. Prioritas II

Pengembangan prioritas ini, meliputi lingkungan perumahan dengan golongan pendapatan menegah keatas, yaitu perumahan dengan kapling besar dan kavling sedang serta pusat- pusat lingkungan.

3. Prioritas III

Gambar

Tabel 4.2.
Tabel 4.3.
Tabel Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Dan Jenis Kelamin
Tabel 4.6

Referensi

Dokumen terkait

Insenerator IPLR termasuk Insene- Tatar yang multiguna, yaitu mampu mengolah limbah radioaktif padat, limbah binatang maupun limbah radioaktif cair. Bahan bakar

Memiliki kedua anak yang sama-sama berkebutuhan khusus membuat pasangan suami istri ini cukup sering mendatangi dokter hanya untuk sekedar berkonsultasi perihal kondisi kedua

Oleh karena itu, sanksi pidana denda bagi badan hukum yang melakukan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan harus dirubah dengan meningkatkan jumlahnya dan diatur

Selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, dan selaku Dosen Pembimbing I, yang telah berusaha meluangkan waktu dan memberi kesempatan

It is important that the teacher paid attention to the amount of his talking time during the motivating strategies and presentation stage in the next application of the lesson

Inflasi terjadi karena adanya peningkatan harga yang cukup signifikan pada satu subkelompok pengeluaran yang disertai oleh sedikit penurunan indeks kelompok pengeluaran lainnya

Laba Ditahan + Penyert aan MODAL + -/- + Tambahan Modal Tier 1 Reval Akt Tetap + Common Equity Tier-1 Capital Balance Sheets Neraca KREDIT NERACA / NERACA MODAL DISETOR &

Rencana Tata Ruang Kota Denpasar meliputi rencana struktur tata ruang, rencana pemanfaatan dan pengelolaan kawasan lindung, rencana pemanfaatan dan pengelolaan kawasan budidaya,