• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien ulkus kaki diabetika di instalasi rawat inap rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2012 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien ulkus kaki diabetika di instalasi rawat inap rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2012 - USD Repository"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN ULKUS KAKI DIABETIKA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT

PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE 2012

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Giovanna Martina Andarini NIM : 108114061

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN ULKUS KAKI DIABETIKA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT

PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE 2012

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Giovanna Martina Andarini NIM : 108114061

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab

Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau;

Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa

kemena

ngan.”

(Yes 41:10)

Dengan penuh rasa syukur,

kupersembahkan karyaku yang sederhana ini untuk :

♫ Yesus Kristus sumber kekuatanku

♫Maria Bundaku ♫Bapak, Ibu, dan kakakku tercinta

♫Keluarga besarku yang tersayang ♫ Kekasih, teman-teman & sahabatku yang aku cintai dan aku kagumi

(6)
(7)
(8)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih karena atas rahmat-Nya yang berlimpah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penulisan skripsi ini seperti :

1. Bapak Ipang Djunarko, M. Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.

2. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt. dan Ibu Dra. A. M. Wara Kusharwanti, M. Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan tulus membimbing penulis dalam penyusunan skripsi.

3. Ibu Dr. Rita Suhadi, M. Si., Apt., dan Ibu Maria Wisnu Donowati, M. Si., Apt. selaku dosen penguji atas kesediaan untuk menguji dan memberikan masukan yang membangun kepada penulis.

4. Ibu Phebe Hendra, M. Si., Apt., Ph.D. selaku dosen pembimbing akademik yang bersedia membimbing penulis selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi ini.

5. Direktur, kepala bagian personalia dan kepala bagian rekam medis Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang telah memberikan izin dan membantu penulis untuk dapat melakukan penelitian pada rumah sakit tersebut.

(9)

viii

yang selalu mendukung penulis untuk tidak mudah menyerah dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Fransiskus Sudarto, Elvira, Agnes, Juli, Tyas, Venta, Taning, Lydia, Dian, Ike, teman-teman FKK A 2010, dan semua angkatan 2010 yang selalu memberikan senyuman dan semangat untuk jangan menyerah dan terus berusaha.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Yogyakarta, 24 Juli 2014

Penulis

(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...vi

PRAKATA ...vii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL ...xiii

DAFTAR GAMBAR ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...xv

INTISARI ...xvi

ABSTRACT ...xvii

BAB I PENGANTAR ...1

A. Latar Belakang ...1

1. Permasalahan ...2

2. Keaslian Penelitian ...2

3. Manfaat Penelitian ...4

B. Tujuan Penelitian ...5

(11)

x

2. Tujuan Khusus ...5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA...6

A. Ulkus Kaki Diabetika ...6

1. Pengertian Ulkus Kaki Diabetika ...6

2. Tanda dan Gejala Ulkus Kaki Diabetika ...6

3. Patofisiologi Ulkus Kaki Diabetika ...7

4. Klasifikasi Ulkus Kaki Diabetika ...9

B. Antibiotika ...10

1. Pengertian Antibiotika ...10

2. Antibiotika Berdasarkan Aktivitas Spektrum ...10

3. Resistensi Mikroorganisme terhadap Antibiotika ...13

4. Antibiotika pada Ulkus Kaki Diabetika ...14

C. Keterangan Empiris ...15

BAB III METODE PENELITIAN...16

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...16

B. Variabel dan Definisi Operasional ...16

1. Variabel ...16

2. Definisi Operasional ...16

C. Subjek Penelitian ...18

D. Bahan Penelitian ...18

E. Instrumen Penelitian ...18

F. Tata Cara Penelitian ...18

(12)

xi

2. Tahap Analisis Situasi ...19

3. Tahap Pengumpulan Data ...19

4. Tahap Pengolahan Data ...20

G. Analisis Hasil ...20

H. Keterbatasan Penelitian ...21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...22

A. Gambaran Karakteristik Demografi Pasien Ulkus Kaki Diabetika ...22

1. Jumlah Pasien Ulkus Kaki Diabetika Berdasarkan Jenis Kelamin ...22

2. Jumlah Pasien Ulkus Kaki Diabetika Berdasarkan Usia ...22

3. Jumlah Pasien Ulkus Kaki Diabetika Berdasarkan Diagnosis ...24

B. Pola Peresepan Antibiotika pada Pasien Ulkus Kaki Diabetika ...26

1. Penggunaan Antibiotika pada Pasien Ulkus Kaki Diabetika Berdasarkan Sub Golongan dan Jenis Antibiotika ...26

2. Gambaran Durasi Penggunaan Antibiotika pada Pasien Ulkus Kaki Diabetika ...28

C. Gambaran Ketidaktepatan Pemberian Antibiotika ...29

1. Gambaran Ketidaktepatan Pemberian Antibiotika Berdasarkan Uji Kultur dan Sensitivitas Bakteri ...29

2. Gambaran Ketidaktepatan Pemberian Antibiotika Berdasarkan Dosis pada Pasien Ulkus Kaki Diabetika ...33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...38

A. Kesimpulan ...38

(13)

xii

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Isolat bakteri infeksi kaki diabetika ...9 Tabel II. Klasifikasi Diabetic Foot Infection ...10 Tabel III. Pemilihan antibiotika secara empiris pada ulkus kaki diabetika ...14 Tabel IV. Distribusi pasien ulkus kaki diabetika di Rumah Sakit Panti Rapih

periode 2012 berdasarkan diagnosis ...24 Tabel V. Distribusi pasien ulkus kaki diabetika yang menggunakan

antibiotika berdasarkan sub golongan dan jenis antibiotika di Rumah Sakit Panti Rapih periode 2012 ...27 Tabel VI. Distribusi pasien ulkus kaki diabetika berdasarkan durasi

penggunaan antibiotika di Rumah Sakit Panti Rapih periode 2012 ...29 Tabel VII. Distribusi pasien ulkus kaki diabetika berdasarkan dosis

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Patofisiologi ulkus kaki diabetika ...7 Gambar 2. Perbandingan pasien ulkus kaki diabetika di Rumah Sakit Panti

Rapih periode 2012 berdasarkan usia ...23 Gambar 3. Distribusi pasien ulkus kaki diabetika berdasarkan bakteri

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Lembar kerja pengambilan data ...44 Lampiran 2. Tabel pengambilan data uji kultur dan sensitivitas ...45 Lampiran 3. Tabel terapi obat yang diterima pasien ...46 Lampiran 4. Hasil uji kultur dan sensitivitas pada pasien ulkus kaki

(17)

xvi INTISARI

Ulkus kaki diabetika merupakan komplikasi diabetes melitus yang berupa luka terbuka pada permukaan kulit, dapat disertai dengan kematian jaringan setempat, dan dapat menimbulkan infeksi sehingga diperlukan terapi antibiotika. Penggunaan antibiotika yang tidak rasional akan meningkatkan resistensi. Oleh sebab itu perlu dilakukan evaluasi mengenai penggunaan antibiotika pada pasien ulkus kaki diabetika. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien ulkus kaki diabetika berdasarkan dosis, uji kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika.

Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif evaluatif dengan rancangan penelitian cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif. Dari 61 pasien ulkus diabetes melitus, yang memenuhi kriteria inklusi adalah 56 pasien. Lima pasien dieksklusi karena tidak menderita ulkus kaki diabetika.

Hasil analisis antibiotika diperoleh 6,3% pasien mendapatkan antibiotika yang resisten pada terapi definitif, dan 14,3% pasien mendapatkan dosis antibiotika yang tidak tepat. Dari 16 pasien yang diperiksa kultur dengan spesimen pus didapatkan bakteri yang paling banyak menginfeksi pasien adalah

Enterobacter aerogenes dan Staphylococcus epidermidis yaitu 22,2%. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu masih terdapat ketidaktepatan dosis antibiotika dan adanya resistensi antibiotika sehingga pada pasien ini masih diperlukan penyesuaian dosis antibiotika dan pemeriksaan kultur dengan spesimen pus yang dilakukan pada setiap pasien.

(18)

xvii ABSTRACT

Diabetic foot ulcer is a disease of diabetes mellitus in the form of open wound on the skin’s surface followed by local tissue’s death and it will easily get infection and needs antibiotic treatment. The irrationality of antibiotic will cause disease resistance. Therefore an evaluation of the use of antibiotic is needed to do to the patients. The purpose is evaluation of antibiotics use in diabetic foot ulcer patients based on dosage, culture testing and bacteria’s sensitivity.

This is a survey descriptive evaluative research, using cross-sectional as the design. Data acquisition is done by using retrospective. From the 61 ulcer patients, there are 56 patients who meet the criteria. Five patients were excluded because they don’t suffer diabetic foot ulcer.

The result shows that 6,3% patient still use antibiotic which resist to definitive therapy, and 14,3% patients who gets the inappropriate of doses antibiotics. From the 16 patients tested the culture with pus specimens, there are 22,2% of most bacterias that infect patients, Enterobacter aerogenes and

Staphylococcus epidermidis. The research shows that there is still an inappropriate of doses antibiotics and the antibiotic resistance so this patients are still necessary to adjust the dosage of antibiotic and testing of culture with pus specimens were performed on each patient.

(19)

1 BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Ulkus kaki diabetika merupakan salah satu bentuk komplikasi kronis diabetes melitus yang berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Pada penderita diabetes melitus, sekitar 15% akan mengalami komplikasi ulkus kaki diabetika. Di Indonesia, angka kematian akibat gangren adalah 17-32% dan angka amputasi 15-30% (Maidina, Djallalluddin, dan Yasmina, 2013). Neuropati perifer mempunyai peranan yang sangat besar dalam terjadinya kaki diabetika akibat hilangnya proteksi sensasi nyeri terutama di kaki.

(20)

2

Pemilihan dan penggunaan antibiotika di Indonesia belum sepenuhnya tepat. Adanya penggunaan antibiotika yang tidak rasional akan meningkatkan resistensi yang berdampak pula pada meningkatnya morbiditas, mortalitas dan biaya kesehatan. Salah satu tempat terjadinya resistensi terhadap bakteri tertentu adalah rumah sakit. Resistensi dalam rumah sakit dapat menyebar melalui infeksi silang. Hal ini tentunya akan membahayakan seluruh warga rumah sakit tersebut (Sosialine, 2011). Oleh karena itu diperlukan adanya evaluasi penggunaan antibiotika khususnya pada pasien ulkus kaki diabetika. Evaluasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah evaluasi dosis dan hasil kultur serta sensitivitas bakteri terhadap antibiotika.

1. Permasalahan

a. Seperti apakah karakteristik demografi pasien ulkus kaki diabetika ?

b. Seperti apakah pola peresepan antibiotika pada pasien ulkus kaki diabetika meliputi sub golongan dan jenis antibiotika, serta durasi pemberian antibiotika ?

c. Berapakah jumlah ketidaktepatan pemberian antibiotika berdasarkan uji kultur dan sensitivitas bakteri, serta dosis ?

2. Keaslian penelitian

(21)

3

perbedaannya yaitu penelitian Susanti (2007) menggunakan Drug Related Problems (DRP) sedangkan penelitian yang dilakukan penulis mengenai dosis dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika.

b. Windarti (2007) juga meneliti mengenai “Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Pasien Ulkus Diabetes Melitus di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode 2005”. Persamaan penelitian ini dengan

penelitian penulis adalah sama-sama pasien ulkus diabetes melitus dan pengambilan datanya secara retrospektif. Windarti (2007) menggunakan

Drug Related Problems (DRP) sedangkan penelitian yang dilakukan penulis yaitu mengevaluasi dosis dan kultur serta sensitivitas bakteri terhadap antibiotika.

c. Pada tahun 2009 telah dilakukan penelitian oleh Kahuripan, Andrajati, dan Syafridani dengan judul “Analisis Pemberian Antibiotika Berdasarkan Hasil

Uji Sensitivitas terhadap Pencapaian Clinical Outcome Pasien Infeksi Ulkus Diabetik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung”. Persamaan penelitian

Kahuripan, dkk., (2009) dan penulis terletak pada pasien ulkus diabetika, rancangan penelitian cross sectional, dan evaluasi uji sensitivitas antibiotika. Penelitian yang dilakukan penulis juga mengevaluasi dosis sedangkan Kahuripan, dkk (2009) tidak mengevaluasi dosis antibiotika. d. Decroli, Karimi, Manaf, dan Syahbuddin (2008) meneliti “Profil Ulkus

Diabetika pada Penderita Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang”. Persamaan penelitian Decroli, dkk., (2008) dengan

(22)

4

sakit dan rancangan penelitian cross sectional. Perbedaannya adalah penelitian tersebut menggunakan metode observasi sedangkan penelitian penulis secara retrospektif. Selain itu, penelitian Decroli, dkk. (2008) tidak mengevaluasi dosis sedangkan penelitian penulis mengevaluasi dosis antibiotika.

Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya terletak pada subjek dan objek yang diteliti serta metode dan cara pengambilan data. Penelitian penulis adalah mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien ulkus kaki diabetika berdasarkan dosis, uji kultur dan sensitivitas yang dilakukan secara retrospektif.

3. Manfaat penelitian

Manfaat praktis

a. Bagi rumah sakit. Penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi dalam pemantauan pelayanan kesehatan khususnya mengenai penggunaan antibiotika pada pasien ulkus kaki diabetika.

b. Bagi tenaga kesehatan. Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi mengenai penggunaan antibiotika bagi pasien ulkus kaki diabetika untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.

(23)

5

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan secara umum dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien ulkus kaki diabetika di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2012.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik demografi pasien ulkus kaki diabetika

b. Mengidentifikasi pola peresepan antibiotika pada pasien ulkus kaki diabetika yang meliputi sub golongan dan jenis antibiotika, serta durasi pemberian antibiotika

(24)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Ulkus Kaki Diabetika

1. Pengertian ulkus kaki diabetika

Ulkus kaki diabetika merupakan salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes melitus yang berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai dengan kematian jaringan setempat (Hastuti, 2008). Masalah pada kaki ini diawali dengan adanya hiperglikemia pada penderita diabetes melitus yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah (Lestari, dkk., 2011).

Luka terbuka pada kaki serta adanya gula darah yang tinggi dapat menjadi tempat yang strategis untuk pertumbuhan kuman. Hal ini akan memudahkan bakteri masuk melalui kaki tersebut, tumbuh dan menyebar sehingga mengakibatkan infeksi. Adanya infeksi dapat ditandai dengan ditemukannya ≥ 2 tanda infeksi seperti nanah, nyeri, merah, dan bengkak (Hastuti,

2008; Lipsky, et al., 2012).

2. Tanda dan gejala ulkus kaki diabetika

(25)

7

mengalami penebalan (Hastuti, 2008). Tanda-tanda ulkus yang terinfeksi adalah merah dan nyeri di sekitar ulkus, nanah, bau busuk, serta bengkak (Zieve, Eltz, dan Slon, 2012).

3. Patofisiologi ulkus kaki diabetika

Patofisiologi dari ulkus kaki diabetika dapat ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Patofisiologi ulkus kaki diabetika (Clayton and Elasy, 2009).

(26)

8

dan trauma kronis (akibat tekanan sepatu, benda tajam, dan sebagainya) yang memicu terjadinya ulkus (Cahyono, 2007).

Keadaan hiperglikemia akan mengakibatkan terbentuknya suatu zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam pembuluh darah sehingga pembuluh darah akan menebal dan mengalami kebocoran. Oleh sebab itu, aliran darah menjadi berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf sehingga terjadilah kerusakan saraf atau yang disebut dengan neuropati. Gangguan pada sirkulasi darah juga akan mengakibatkan berkurangnya oksigen sehingga bakteri anaerob dapat tumbuh dan berkembang. Gas yang terdapat pada jaringan dan bau busuk akibat infeksi merupakan tanda adanya bakteri anaerob. Bakteri ini mudah berkembang biak pada jaringan yang mati (Nurholipah, 2013; Muliawan, 2009).

Neuropati perifer pada penderita DM dapat menimbulkan kerusakan pada serabut motorik, sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motoris dapat menyebabkan kelemahan pada otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, pes cavus, pes planus, halgus valgus) serta memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris merupakan akibat dari rusaknya serabut mielin yang mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga apabila kaki mengalami luka maka penderita tidak dapat merasakan nyeri, dan tidak dapat merasakan adanya perubahan tekanan maupun suhu. Hal ini akan membuat penanganan luka tersebut menjadi terlambat dan apabila terjadi infeksi maka menyebabkan luka tersebut sukar diatasi (Cahyono, 2007; Nurholipah, 2013).

(27)

9

serta edema kaki. Gangguan pada vaskuler perifer yang terjadi akibat makrovaskular dan mikrovaskular dapat menyebabkan iskemia kaki (Cahyono, 2007). Isolat bakteri yang menginfeksi kaki diabetika disajikan pada tabel I.

Tabel I. Isolat bakteri infeksi kaki diabetika (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, dan Posey, 2008)

Organisme

Coagulase-negative staphylococci 6%-10% Gram positif aerob yang lain 0%-12%

Peptostreptococcus spp. 8%-12%

Bacteroides fragilis grup 4%-7%

Bacteroides spp. yang lain 3%-6%

Clostridium spp. 0%-2%

Anaerob yang lain 7%-10%

4. Klasifikasi ulkus kaki diabetika

Klasifikasi ulkus kaki diabetika menurut Lipsky, et al. (2012) diringkas dengan akronim PEDIS yaitu perfusion, extent/size, depth/tissue loss, infection and sensation. Tingkat keparahan infeksi berbeda-beda pada setiap grade. Grade

1 tidak ada infeksi, grade 2 terdapat infeksi pada kulit dan jaringan subkutan,

(28)

10

lokal dengan tanda-tanda respon inflamasi sistemik. Pengklasifikasian ulkus kaki diabetika ini dapat ditampilkan pada tabel II.

Tabel II. Klasifikasi Diabetic Foot Infection (Lipsky, et al., 2012)

Manifestasi Klinik Keparahan Infeksi PEDIS grade

Tidak ada gejala atau tanda-tanda infeksi Tidak terinfeksi 1

Infeksi lokal hanya melibatkan kulit dan

jaringan subkutan (misalnya abses,

osteomyelitis, septic arthritis, fasciitis) dan tidak ada tanda-tanda respon inflamasi sistemik

Sedang 3

Infeksi lokal dengan tanda-tanda respon

inflamasi sistemik seperti terdapat ≥ 2

manifestasi yaitu :

- Suhu > 38oC atau < 36oC

- Denyut jantung > 90 kali/menit

- Tingkat pernapasan > 20 kali/menit atau

Antibiotika merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri. Antibiotika dibentuk oleh mikroorganisme yang dapat menghambat (bakteriostatik) atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain (bakterisid) (Sosialine, 2011; Dorland, 2010).

2. Antibiotika berdasarkan aktivitas spektrum

(29)

11

a. Antibiotika spektrum luas

Antibiotika spektrum luas aktif terhadap organisme gram positif dan gram negatif. Antibiotika yang termasuk golongan ini adalah karbapenem (imipenem, meropenem, doripenem), tetrasiklin, fluorokuinolon generasi III (levofloksasin), kloramfenikol, sefalosporin generasi II (sefuroksim, sefprozil), III (sefotaksim, seftriakson, seftazidim, sefiksim, seftizoksim, sefoperazon) dan IV (sefpirom), aminoglikosida (netilmisin, amikasin), serta sulfonamida dan trimetoprim (Michigan State University, 2011).

Aminoglikosida dapat menghambat bakteri aerob gram negatif tetapi tidak efektif untuk bakteri anaerob. Amikasin aktif terhadap bakteri

Pseudomonas, Proteus, Serratia, E. coli, Klebsiella pneumoniae, Enterobacter

spp., dan Staphylococcus. Netilmisin digunakan untuk terapi akibat infeksi oleh E. coli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter, Staphylococcus dan Citrobacter.

(Michigan State University, 2011; Lacy, Amstrong, Goldman, Lance, 2011; Djuanda, dkk., 2011).

Kombinasi sulfonamida dan trimetoprim yaitu kotrimoksazol mampu menghambat sebagian besar patogen saluran kemih kecuali P. aeruginosa.

Kombinasi ini juga dapat menghambat S. aureus, Staphylococcus koagulase negatif, Streptococcus hemoliticus, Enterobacter, serta bakteri gram negatif aerob seperti E. coli dan Klebsiella sp. Sefalosporin generasi III lebih aktif terhadap bakteri gram negatif seperti Enterobacteriaceae. Seftazidim aktif terhadap

(30)

12

(kecuali Enterococcus). Sefiksim mampu digunakan pada infeksi S. pyrogenes,

dan Enterobacter. Antibiotika karbapenem dapat menghambat sebagian besar gram positif, gram negatif, dan anaerob (Sosialine, 2011; Lacy, et al., 2011; Djuanda, dkk., 2011).

b. Antibiotika spektrum sedang

Antibiotika yang termasuk golongan ini adalah linkosamida. Antibiotika tersebut aktif terhadap bakteri gram positif, dan sebagian besar bakteri anaerob. Contoh antibiotika golongan linkosamida adalah klindamisin (Michigan State University, 2011).

c. Antibiotika spektrum sempit

Antibiotika spektrum sempit adalah antibiotika yang memiliki aktivitas terbatas pada suatu mikroorganisme tertentu. Contoh antibiotika golongan ini yaitu penisilin (amoksisilin, ampisilin, piperasilin), sefalosporin generasi I (sefazolin, sefradin, dan sefadroksil), monobaktam, makrolida, glikopeptida (teikoplanin), fluorokuinolon lain, nitroimidazol, dan streptogramin (Michigan State University, 2011).

Ampisilin dan amoksisilin mempunyai sifat aktif terhadap Escherichia coli dan Proteus mirabilis sedangkan piperasilin aktif terhadap Pseudomonas, Klebsiella, dan gram negatif lainnya. Amoksisilin dengan asam klavulanat mampu bekerja aktif pada infeksi S. aureus. Piperasilin tazobaktam aktif terhadap S. aureus, Bacteroides, dan bakteri gram negatif. Sefalosporin generasi I efektif terhadap gram positif. Monobaktam memiliki aktivitas yang baik pada

(31)

13

pada bakteri gram positif sedangkan polimiksin hanya efektif terhadap bakteri gram negatif. Streptogramin efektif terhadap bakteri gram positif. Nitroimidazol hanya efektif terhadap anaerob. Metronidazol dapat digunakan untuk mengatasi bakteri anaerob dan infeksi protozoa. Makrolida aktif terhadap bakteri gram positif (Sosialine, 2011; Michigan State University, 2011; Lacy, et al., 2011). 3. Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotika

Penggunaan antibiotika yang relatif tinggi dapat menimbulkan berbagai permasalahan bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotika. Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan daya kerja antibiotika. Penggunaan antibiotika yang tidak perlu atau berlebihan di rumah sakit akan menimbulkan berkembangnya resistensi dan multiple resistensi terhadap suatu bakteri yang akan menyebar melalui infeksi silang. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya morbiditas, mortalitas dan biaya kesehatan. Resistensi tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat diperlambat dengan penggunaan antibiotika yang rasional (Drlica dan Perlin, 2011; Sosialine, 2011).

(32)

14

4. Antibiotika pada ulkus kaki diabetika

Antibiotika dapat diberikan pada ulkus yang terinfeksi dengan tanda-tanda merah dan nyeri di sekitar ulkus, nanah, bau busuk, serta bengkak. Tanda-tanda infeksi yang mungkin telah menyebar ke darah yaitu berupa demam dan kelelahan (Zieve, et al., 2012).

Terapi antibiotika secara empiris merupakan terapi awal pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Tujuan dari terapi empiris adalah untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil uji kultur dan sensitivitas. Terapi ini didasarkan pada data epidemiologi dan pola resistensi bakteri yang ada di rumah sakit setempat serta kondisi klinis pasien (Sosialine, 2011). Terapi antibiotika secara empiris pada ulkus kaki diabetika disajikan dalam tabel III.

Tabel III. Pemilihan antibiotika secara empiris pada ulkus kaki diabetika (Lipsky, et al., 2012)

Kondisi Probable Pathogen Antibiotika

Ringan (oral) Staphylococcus aureus (MSSA); Streptococcus spp

MSSA; Streptococcus spp;

Enterobacteriaceae; obligat

(33)

15

C. Keterangan Empiris

Penggunaan antibiotika yang rasional dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti tepat dosis dan kepekaan kuman terhadap antibiotika. Penggunaan antibiotika yang tidak rasional akan memicu terjadinya resistensi yang berdampak pada meningkatnya kematian. Oleh karena itu keterangan empiris dalam penelitian ini adalah masih terdapat ketidaktepatan dosis antibiotika dan resistensi

(34)

16 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif evaluatif, karena peneliti tidak memberikan perlakuan secara langsung kepada subyek uji, apa adanya dan tidak ada intervensi terhadap variabel yang diteliti (Imron, 2010). Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross – sectional karena pengambilan variabelnya dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah rekam medis dengan pengambilan datanya secara retrospektif yaitu penelitian dilakukan dengan menelusuri dokumen terdahulu.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel

Variabel pada penelitian ini adalah dosis, frekuensi, durasi, dan hasil kultur dan sensitivitas bakteri

2. Definisi operasional

a. Pasien ulkus diabetes melitus yang diteliti adalah pasien dengan diagnosis ulkus diabetes melitus pada kaki (ulkus kaki diabetika)

b. Frekuensi adalah berapa kali pasien menggunakan antibiotika dalam sehari c. Durasi adalah lamanya pasien menggunakan antibiotika yang dinyatakan

(35)

17

d. Rute pemberian adalah cara pemberian antibiotika kepada pasien secara per oral (p.o) dan intravena (i.v)

e. Diagnosis yang digunakan adalah diagnosis keluar pasien yaitu ulkus diabetes melitus (ulkus DM)

f. Dosis antibiotika adalah kekuatan obat yang dinyatakan dalam gram

g. Uji kultur dan sensitivitas bakteri adalah pengujian spesimen pus (nanah) yang ditemukan pada hasil laboratorium pasien ulkus kaki diabetika untuk mengetahui bakteri penginfeksi serta sensitivitas bakteri terhadap antibiotika h. Hasil kultur dan sensitivitas bakteri ditunjukkan dengan adanya jenis bakteri penginfeksi serta antibiotika yang bersifat sensitif, intermediate, dan resisten

i. Terapi empiris adalah antibiotika yang diterima pasien sebelum dilakukan uji kultur dan sensitivitas bakteri

j. Terapi definitif adalah antibiotika yang diterima pasien setelah didapatkan hasil dari uji kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika

k. Ketidaktepatan dosis antibiotika dievaluasi berdasarkan Drug Information Handbook (2011)

l. Ketidaktepatan antibiotika berdasarkan uji kultur dan sensitivitas bakteri dapat dilihat pada hasil laboratorium yang menunjukkan antibiotika bersifat resisten ketika digunakan sebagai terapi definitif

(36)

18

komplikasi, data non laboratorium dan data laboratorium, nama obat yang digunakan, dosis, frekuensi, durasi, rute pemberian, keadaan pasien saat pulang, serta data uji kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis ulkus diabetes melitus yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta pada tahun 2012, sebanyak 61 pasien. Dari 61 pasien, yang memenuhi kriteria inklusi adalah 56 pasien. Adapun kriteria inklusi sampel yaitu pasien dengan diagnosis ulkus diabetes melitus pada kaki (ulkus kaki diabetika) yang menerima antibiotika sedangkan kriteria eksklusi sampel adalah pasien dengan catatan medis yang tidak lengkap.

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian ini berupa data sekunder yaitu catatan medis pasien ulkus kaki diabetika yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta pada tahun 2012.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi ketidaktepatan dosis antibiotika adalah Drug Information Handbook (Lacy, et al., 2011).

F. Tata Cara Penelitian

(37)

19

1. Tahap perencanaan

Dalam tahap ini proses yang dilakukan adalah mengajukan proposal dan surat ijin penelitian untuk dapat melakukan penelitian di Rumah Sakit Panti Rapih. Setelah permohonan penelitian disetujui, maka penelitian dapat dilakukan pada unit rekam medik rumah sakit tersebut.

2. Tahap analisis situasi

Tahap analisis situasi dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai jumlah pasien ulkus diabetes melitus yang menjalani rawat inap pada tahun 2012. Berdasarkan unit rekam medik didapatkan 61 pasien dengan diagnosis ulkus diabetes melitus. Namun, pasien yang memenuhi kriteria inklusi adalah 56 pasien. Lima pasien dieksklusi karena pasien tersebut tidak menderita ulkus diabetes melitus pada kaki (ulkus kaki diabetika).

3. Tahap pengumpulan data

(38)

20

(x/n) x 100% 4. Tahap pengolahan data

Pada tahapan ini data yang sudah ada kemudian dikelompokkan dan dijelaskan secara deskriptif, sebagai berikut :

a. Gambaran karakteristik demografi pasien ulkus kaki diabetika yang meliputi jenis kelamin, usia, dan diagnosis

b. Gambaran pola peresepan antibiotika pada pasien ulkus kaki diabetika meliputi sub golongan dan jenis antibiotika, serta durasi pemberian antibiotika

c. Identifikasi jumlah ketidaktepatan pemberian antibiotika berdasarkan uji kultur dan sensitivitas bakteri, serta dosis antibiotika pada pasien ulkus kaki diabetika

Pengelompokkan data ini selanjutnya akan dianalisis dalam analisis hasil. G. Analisis Hasil

Data karakteristik demografi pasien, pola peresepan antibiotika, dan jumlah ketidaktepatan pemberian antibiotika berdasarkan dosis, dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika dapat dihitung persentasenya untuk tiap kelompok dengan rumus :

Keterangan : x = jumlah pasien tiap kelompok n = jumlah seluruh pasien

(39)

21

pada pasien ulkus kaki diabetika. Dosis antibiotika yang tidak tepat berdasarkan

Drug Information Handbook (Lacy, et, al., 2011) selanjutnya dilihat pada setiap pasien mengenai penurunan fungsi ginjal dan hati. Hasil yang dianalisis akan ditampilkan dalam bentuk tabel, diagram dan gambar.

H. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian yang dialami peneliti adalah pada uji kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika tidak ditemukan bakteri anaerob karena pihak rumah sakit Panti Rapih tidak memiliki alat untuk menguji bakteri anaerob, padahal menurut acuan (Lipsky, et al., 2012) bakteri anaerob banyak menginfeksi pasien dengan PEDIS grade 3 dan 4 yang berarti pasien dengan ulkus kaki diabetika yang sedang dan berat. Selain itu, bakteri anaerob juga banyak ditemukan dalam gangren (Muliawan, 2009). Dengan demikian tidak ditemukannya bakteri anaerob pada uji kultur dan sensitivitas bukan berarti tidak terdapat bakteri anaerob. Oleh sebab itu dengan kemungkinan adanya bakteri anaerob pada pasien ulkus kaki diabetika, maka pasien tersebut tetap membutuhkan obat untuk mengatasi bakteri anaerob seperti metronidazol.

(40)

22 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Karakteristik Demografi Pasien Ulkus Kaki Diabetika

1. Jumlah pasien ulkus kaki diabetika berdasarkan jenis kelamin

Pasien ulkus kaki diabetika di Rumah Sakit Panti Rapih yang memenuhi kriteria inklusi terdapat 56 pasien, yang terdiri dari 28 wanita (50%) dan 28 pria (50%). Hasil ini berbeda dengan penelitian Susanti (2007) dan Lestari, dkk., (2011) yang mendapatkan hasil bahwa pasien wanita dengan diabetes melitus tipe 2 yang disertai kaki diabetika lebih banyak ditemukan daripada pria. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh periode pengambilan subjek yang terbatas waktunya yaitu hanya tahun 2012.

2. Jumlah pasien ulkus kaki diabetika berdasarkan usia

(41)

23

lebih mudah untuk menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya bakteri daripada orang yang tidak menderita diabetes melitus. Ulkus menjadi pintu gerbang masuknya bakteri seperti bakteri gram positif dan gram negatif, baik aerob maupun anaerob. Ulkus dapat terjadi karena adanya hiperglikemia pada penderita DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan pembuluh darah (Maidina, dkk., 2013).

Dalam rentang usia 50-70 tahun sebagian besar pasien menderita penyakit DM yang sudah lama. Hiperglikemia yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan struktur pembuluh darah perifer. Hal ini menjadikan suplai darah ke arah distal khususnya ekstremitas bagian bawah menjadi berkurang sehingga dapat terjadi ulkus pada kaki (Nurholipah, 2013). Hasil penelitian yang didapatkan peneliti sesuai dengan teori Stajich & Blakey (2000) yang menyebutkan bahwa ulkus kaki diabetika banyak diderita pada usia 50-70 tahun. Perbandingan pasien ulkus kaki diabetika di rumah sakit Panti Rapih periode 2012 berdasarkan usia dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Perbandingan pasien ulkus kaki diabetika di Rumah Sakit Panti Rapih periode 2012 berdasarkan usia

23,2%

67,9% 8,9%

31-50 thn

51-70 thn

(42)

24

3. Jumlah pasien ulkus kaki diabetika berdasarkan diagnosis

Pasien ulkus kaki diabetika di Rumah Sakit Panti Rapih berdasarkan diagnosisnya dapat dikelompokkan menjadi ulkus DM dan ulkus DM dengan infeksi lain. Jumlah pasien yang terdapat dalam kelompok ulkus DM lebih besar daripada ulkus DM dengan infeksi lain yaitu 89,3%. Ulkus DM pada penelitian ini merupakan ulkus pada kaki atau disebut juga kaki diabetika. Rincian mengenai distribusi pasien ulkus kaki diabetika di Rumah Sakit Panti Rapih periode 2012 berdasarkan diagnosisnya dapat dicantumkan pada tabel IV.

Tabel IV. Distribusi pasien ulkus kaki diabetika di Rumah Sakit Panti Rapih periode 2012 berdasarkan diagnosis

No. Diagnosis Persentase pasien

(n = 56) 1. Ulkus DM

a. Ulkus DM tanpa komplikasi b. Ulkus DM dengan komplikasi lain

1. Chronic Renal Failure (CRF) 2. Hipertensi primer

3. Cholelithiasis + CHF + nefrolitiasis 4. Hipoalbuminemia 2. Ulkus DM dengan infeksi lain

(43)

25

untuk pasien CRF masih termasuk standar dosis untuk orang normal berdasarkan

Drug Information Handbook (Lacy, et al., 2011). Pada pasien ini sebaiknya dilakukan penyesuaian dosis antibiotika untuk memaksimalkan terapi. Pasien dengan insufisiensi hati yang ringan hingga sedang tidak memerlukan penyesuaian dosis antibiotika. Penyesuaian dosis antibiotika dibutuhkan pada pasien dengan insufisiensi berat (Sosialine, 2011). Penggunaan antibiotika yang tidak termasuk dalam terapi empiris ulkus kaki diabetika berdasarkan Lipsky, et al. (2012) adalah sefotaksim pada pasien dengan komplikasi CRF dan hipoalbuminemia, netilmisin pada pasien dengan komplikasi CRF, serta sefiksim pada pasien dengan komplikasi DM nefropati + hipoalbuminemia. Pada pasien ini tidak diperoleh pemeriksaan kultur dengan spesimen pus sehingga tidak dapat diketahui penggunaan antibiotika yang sensitif terhadap bakteri yang ditemukan.

(44)

26

B. Pola Peresepan Antibiotika pada Pasien Ulkus Kaki Diabetika

1. Penggunaan antibiotika pada pasien ulkus kaki diabetika berdasarkan sub golongan dan jenis antibiotika

Terapi antibiotika tidak selalu diberikan kepada pasien ulkus kaki diabetika. Penggunaan antibiotika sebaiknya dihindari pada ulkus kaki diabetika tanpa infeksi yang ditunjukkan dengan angka dibawah 105 pada kultur patogen. Angka ini dapat diartikan dengan infeksi sudah tidak terjadi (Lipsky, et al., 2012; Karuniawati, 2012).

Semua pasien di dalam penelitian ini menggunakan antibiotika sebagai terapi. Antibiotika diperlukan ketika ulkus tersebut mengalami infeksi sedangkan pada kasus ini seluruh pasien mengalami luka pada kaki yang disertai dengan tanda-tanda infeksi. Oleh karena itu pasien membutuhkan terapi antibiotika.

(45)

27

Tabel V. Distribusi pasien ulkus kaki diabetika yang menggunakan antibiotika berdasarkan sub golongan dan jenis antibiotika

di Rumah Sakit Panti Rapih periode 2012

No. Amoksisilin + asam klavulanat 1,4

Ampisilin sulbaktam 2,7

Piperasilin tazobaktam 0,7

3. Fluorokuinolon Siprofloksasin 9,5

14,9

Sefoperazon Na + sulbaktam Na 0,7

Seftizoksim Na 0,7

7. Sefalosporin generasi IV

Sefpirom sulfat 1,4 1,4

8. Aminoglikosida Netilmisin 2,7

4,7

12. Derivat imidazol Metronidazol 17,6 17,6

(46)

28

pada jaringan, serta bau busuk akibat infeksi merupakan suatu tanda terdapatnya bakteri anaerob. Bakteri ini juga mudah berkembang biak pada jaringan yang mati (Muliawan, 2009). Pada penelitian ini juga diperoleh pasien dengan diagnosis ulkus DM dengan gangren sehingga bisa dinyatakan adanya kemungkinan bakteri anaerob tumbuh pada pasien tersebut.

Seftazidim merupakan sefalosporin generasi III yang aktif terhadap

Pseudomonas aeruginosa, dan bakteri aerob gram negatif yang banyak ditemukan pada pasien ulkus DM. Pada penelitian ini, bakteri yang banyak ditemukan adalah bakteri aerob gram negatif, yang terdiri dari Proteus mirabilis, Enterobacter aerogenes, Klebsiella oxytoca, Klebsiella rhinoscleromatis, dan Proteus vulgaris.

Hal ini menandakan penggunaan seftazidim telah sesuai untuk mengatasi bakteri aerob gram negatif.

Pada 56 pasien diperoleh 29 pasien (51,8%) menggunakan antibiotika dengan rute oral dan parenteral, 22 pasien (39,3%) menggunakan antibiotika dengan rute parenteral, dan 5 pasien (8,9%) menggunakan antibiotika rute oral. Antibiotika secara oral umumnya diberikan pada pasien dengan ulkus kaki diabetika yang ringan sedangkan antibiotika secara parenteral diberikan pada pasien ulkus kaki diabetika yang sedang sampai parah (Lipsky, et al., 2012). 2. Gambaran durasi penggunaan antibiotika pada pasien ulkus kaki

diabetika

(47)

29

dan jaringan lunak yang ringan dapat diberikan antibiotika selama 7-14 hari, pasien dengan kondisi sedang dapat diberikan terapi antibiotika 1-3 minggu, dan pasien dengan kondisi berat diberikan antibiotika selama 2-4 minggu. Oleh sebab itu peneliti mengelompokkan durasi penggunaan antibiotika ini menjadi 6 kelompok yaitu < 2 hari, 2-3 hari, 4-7 hari, 8-14 hari, 15-21 hari, dan 22-28 hari.

Durasi penggunaan antibiotika tertinggi pada penelitian ini adalah 4-7 hari yaitu 32 pasien (28,8%). Pada durasi ini diperoleh penggunaan antibiotika tertinggi adalah metronidazol. Hal ini sesuai dengan jumlah penggunaan antibiotika tertinggi berdasarkan jenis antibiotika yaitu metronidazol. Distribusi pasien berdasarkan durasi penggunaan antibiotika disajikan pada tabel VI.

Tabel VI. Distribusi pasien ulkus kaki diabetika berdasarkan durasi penggunaan antibiotika di Rumah Sakit Panti Rapih periode 2012

No. Durasi penggunaan antibiotika Persentase pasien (n = 111)

C. Gambaran Ketidaktepatan Pemberian Antibiotika

1. Gambaran ketidaktepatan pemberian antibiotika berdasarkan uji kultur dan sensitivitas bakteri

(48)

30

lebih hasilnya diperoleh selama 3-4 hari. Hal ini tergantung dari pertumbuhan bakteri tersebut. Selain itu, keterbatasan biaya pada pasien juga merupakan kendala untuk melakukan uji kultur dan sensitivitas. Ada 21 pasien dari 56 pasien yang diperiksa kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika. Namun, hanya 16 pasien dalam penelitian ini yang diperiksa dengan spesimen pus. Lima pasien yang lain diantaranya 2 pasien dengan spesimen jaringan, 1 pasien dengan spesimen darah, 1 pasien dengan spesimen sputum, dan 1 pasien dengan spesimen darah serta jaringan. Sebagai permulaan terapi, pasien diberikan terapi empirik berdasarkan Lipsky, et al. (2012). Setelah hasil dari uji kultur dan sensitivitas tersedia, maka dokter akan memberikan antibiotika yang sesuai dengan hasil kultur tersebut. Terapi antibiotika ini disebut sebagai terapi antibiotika definitif.

Berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas dalam terapi definitif antibiotika yang diberikan kepada pasien ulkus kaki diabetika diperoleh 9 pasien mendapatkan antibiotika yang sensitif, 4 pasien mendapatkan antibiotika bersifat

intermediate, dan 2 pasien mendapatkan antibiotika yang telah resisten. Dua pasien yang mendapatkan antibiotika bersifat resisten tersebut ditemukan 2 bakteri yaitu Klebsiella rhinoscleromatis yang resisten terhadap amikasin sulfat dan seftazidim, serta Enterobacter aerogenes yang resisten terhadap siprofloksasin. Hasil kultur dan sensitivitas setiap pasien dicantumkan pada lampiran 4. Berikut akan dijelaskan hasil kultur dan sensitivitas kedua pasien yang mengalami resistensi pada terapi definitif.

(49)

31

pada ulkus kaki diabetika yang dikemukakan Lipsky, et al. (2012). Berdasarkan uji kultur dan sensitivitas bakteri diperoleh Enterobacter aerogenes dan Klebsiella oxytoca yang bersifat resisten terhadap siprofloksasin. Namun, penggunaan siprofloksasin tetap diberikan. Pada pasien ini disarankan untuk tidak menggunakan siprofloksasin kembali karena dapat memperpanjang proses penyembuhan pasien tersebut. Penggunaan antibiotika imipenem dan metronidazol seharusnya diberikan sebagai terapi karena imipenem sensitif terhadap kedua bakteri. Metronidazol diberikan untuk mengatasi bakteri anaerob yang kemungkinan menginfeksi pasien tersebut.

Pada pasien kedua terapi empiris yang diperoleh adalah seftazidim, kotrimoksazol, dan metronidazol. Ketiga antibiotika ini termasuk dalam terapi empirik pada ulkus kaki diabetika oleh Lipsky, et al. (2012). Terapi definitif yang diberikan adalah kotrimoksazol, doripenem, metronidazol, amikasin sulfat, seftazidim, imipenem, dan meropenem. Bakteri yang ditemukan dari uji kultur dan sensitivitas adalah Klebsiella rhinoscleromatis yang bersifat resisten terhadap amikasin sulfat dan seftazidim. Oleh karena itu penggunaan amikasin sulfat dan seftazidim dihentikan. Antibiotika yang diberikan kepada pasien ketika pulang yaitu kotrimoksazol dan metronidazol. Penggunaan kotrimoksazol sudah tepat karena memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap bakteri tersebut. Selain itu, metronidazol digunakan untuk mengatasi kemungkinan adanya bakteri anaerob yang menginfeksi pasien.

(50)

32

Staphylococcus epidermidis yaitu sebesar 22,2%. Adapun bakteri gram negatif yang ditemukan dalam uji ini adalah Enterobacter aerogenes, Proteus mirabilis, Proteus vulgaris, Klebsiella oxytoca, dan Klebsiella rhinoscleromatis. Bakteri gram positif yang ada yaitu Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus. Jumlah pasien yang ditemukan pada bakteri gram negatif (13 pasien) lebih besar daripada gram positif (5 pasien). Hal ini tidak sesuai dengan Dipiro, et al.

(2008) yang menyebutkan bakteri gram positif lebih banyak ditemukan pada ulkus kaki diabetika dibandingkan gram negatif. Bakteri gram negatif banyak ditemukan pada daerah dengan iklim panas daripada gram positif (Lipsky, et al., 2012). Pada bakteri gram negatif, bakteri yang paling banyak menginfeksi adalah Enterobacter aerogenes sedangkan untuk bakteri gram positif adalah Staphylococcus epidermidis. Distribusi pasien berdasarkan bakteri penginfeksi yang ditemukan dari uji kultur disajikan pada gambar 3.

Gambar 3. Distribusi pasien ulkus kaki diabetika berdasarkan bakteri penginfeksi yang ditemukan dari uji kultur di Rumah Sakit Panti Rapih

(51)

33

Dalam uji kultur dan sensitivitas yang dilakukan pada pasien diperoleh hasil bahwa bakteri yang sama pada pasien yang berbeda memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda terhadap antibiotika yang sama. Bakteri yang didapatkan pada penelitian ini adalah bakteri aerob. Bakteri anaerob tidak dapat ditemukan karena adanya keterbatasan alat yang dimiliki rumah sakit tersebut. Bakteri gram negatif aerob dapat tumbuh dengan subur pada infeksi. Bakteri ini dapat menginfeksi aliran darah dengan cepat (Aulia, 2008).

Pada penelitian ini terapi definitif yang diberikan kepada sebagian besar pasien telah sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas. Namun, masih ditemukan 1 pasien (6,3%) dalam terapi antibiotika definitif yang tetap menggunakan antibiotika yang resisten, yaitu siprofloksasin. Hal ini mengakibatkan antibiotika menjadi tidak sensitif untuk membasmi bakteri penginfeksi.

2. Gambaran ketidaktepatan pemberian antibiotika berdasarkan dosis pada pasien ulkus kaki diabetika

Pada 56 pasien ulkus kaki diabetika terdapat 8 pasien (14,3%) yang mendapatkan antibiotika dengan dosis yang tidak tepat berdasarkan Drug Information Handbook (Lacy, et al., 2011). Tujuh pasien mendapatkan antibiotika dengan dosis kurang dan 1 pasien mendapatkan antibiotika dosis berlebih. Antibiotika dengan dosis kurang dalam penelitian ini adalah ampisilin sulbaktam 2x1,5 g, kotrimoksazol 2x1 tablet, dan meropenem 1x1 g sedangkan antibiotika dengan dosis berlebih yaitu teikoplanin 3x0,4 g. Distribusi pasien ulkus kaki diabetika berdasarkan dosis antibiotika yang digunakan dibandingkan dengan

(52)

34

Tabel VII. Distribusi pasien ulkus kaki diabetika berdasarkan dosis antibiotika yang digunakan dibandingkan dengan Drug Information

Handbook (Lacy, et al., 2011)

Meropenem 1x1 g 1,5-6 g/hari 1,8 Dosis

kurang

Teikoplanin 3x0,4 g Awal : 400 mg/hari

Pemeliharaan : 200 mg/hari

1,8 Dosis

berlebih

Pada penelitian ini teikoplanin 3x0,4 g digunakan pasien selama 1 hari dan kemudian dihentikan. Berdasarkan uji laboratorium didapatkan hasil bahwa nilai ureum, kreatinin, SGOT dan SGPT tinggi. Hal ini menunjukkan adanya penurunan fungsi ginjal dan hati. Dalam penelitian Medsafe (2012), antibiotika teikoplanin ditemukan pada pasien dengan penurunan fungsi hati. Oleh sebab itu teikoplanin dimungkinkan dapat menginduksi gangguan pada hati. Penghentian penggunaan teikoplanin ini sudah tepat karena pasien mengalami penurunan fungsi hati dan ginjal. Keadaan pasien ketika pulang adalah meninggal.

(53)

35

suatu senyawa yang dikeluarkan ginjal melalui air seni. Apabila di dalam pengujian didapatkan hasil yang lebih tinggi daripada batas normal maka menunjukkan adanya penurunan fungsi ginjal (Nabella, 2011). SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) dan SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) merupakan enzim yang banyak ditemukan pada hati. Enzim ini dapat digunakan untuk mengukur gangguan pada hepar. Nilai SGPT dan SGOT akan mengalami peningkatan apabila terdapat kerusakan pada hati (Bastiansyah, 2008).

Penggunaan meropenem 1x1 g dalam penelitian ini digunakan selama 12 hari dan kemudian dihentikan. Pada pasien tersebut didapatkan bakteri

Enterobacter aerogenes yang sensitif terhadap meropenem. Meropenem seharusnya tidak dihentikan karena sensitif terhadap Enterobacter aerogenes.

Dosis yang kurang pada pemberian meropenem tersebut dimungkinkan adanya penyesuaian dosis dari standar Drug Information Handbook untuk orang Indonesia.

Berdasarkan Drug Information Handbook (Lacy, et al., 2011) penggunaan kotrimoksazol 2x1 tablet termasuk dosis kurang karena kandungan kotrimoksazol yang digunakan dalam pasien ini adalah sulfametoksazol 400 mg dan trimetoprim 80 mg. Pada pasien pertama terdapat bakteri Klebsiella oxytoca

(54)

36

mengalami penurunan fungsi ginjal dan tidak diperoleh antibiotika yang sensitif terhadap bakteri Klebsiella oxytoca berdasarkan uji kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika.

Pada pasien kedua ditemukan bakteri Staphylococcus aureus yang bersifat sensitif terhadap kotrimoksazol. Peningkatan dosis kotrimoksazol sesuai

Drug Information Handbook (Lacy, et al., 2011) sebaiknya dilakukan untuk memaksimalkan terapi sehingga mempercepat penyembuhan penyakit.

Pasien ketiga berdasarkan uji kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika diperoleh bakteri Klebsiella rhinoscleromatis yang bersifat sensitif terhadap kotrimoksazol. Peningkatan dosis kotrimoksazol menjadi 2x2 tablet sebaiknya dilakukan untuk memaksimalkan terapi.

(55)

37

Pada pasien kedua ditemukan bakteri Enterobacter aerogenes namun tidak diketahui sensitivitasnya terhadap ampisilin sulbaktam. Antibiotika ini digunakan selama 8 hari. Keadaan pasien saat pulang adalah membaik. Dosis ampisilin sulbaktam sebaiknya ditingkatkan seperti yang tertera dalam Lacy, et al.

(2011) untuk memaksimalkan terapi.

Pada pasien ketiga tidak dilakukan uji kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika sehingga tidak dapat diketahui bakteri yang menginfeksi pasien. Ampisilin sulbaktam digunakan selama 4 hari. Dalam uji laboratorium didapatkan hasil bahwa nilai SGPT tinggi yang menunjukkan kemungkinan gangguan fungsi hati pada pasien tersebut. Berdasarkan penelitian Medsafe (2012) ampisilin sulbaktam ditemukan pada pasien dengan penurunan fungsi hati. Penggunaan ampisilin sulbaktam kemudian dihentikan dan diganti dengan kombinasi siprofloksasin dan metronidazol. Keadaan pasien saat pulang yaitu membaik.

(56)

38 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian mengenai pasien ulkus kaki diabetika pada Rumah Sakit Panti Rapih di Yogyakarta periode 2012 adalah sebagai berikut.

1. Pasien yang menderita ulkus kaki diabetika didapatkan perbandingan yang sama antara wanita dan pria yaitu 50%. Kelompok usia yang paling tinggi adalah 51-70 tahun sebesar 67,9%. Jumlah pasien tertinggi terdapat pada kelompok diagnosis ulkus DM yaitu 89,3%.

2. Sub golongan antibiotika yang paling banyak digunakan pasien adalah sefalosporin generasi III yaitu 35,8%. Jenis antibiotika tertinggi adalah metronidazol dan seftazidim yaitu 17,6%. Durasi penggunaan antibiotika tertinggi yaitu pada 4-7 hari sebesar 28,8%.

3. Ketidaktepatan antibiotika berdasarkan uji kultur dan sensitivitas bakteri diperoleh 6,3% yang mendapatkan antibiotika bersifat resisten pada terapi definitif. Antibiotika dengan dosis tidak tepat didapatkan 14,3% yang terdiri dari 7 pasien dengan dosis kurang dan 1 pasien dengan dosis berlebih.

(57)

39

B. Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut

1. Bagi Rumah Sakit Panti Rapih diperlukan standar terapi untuk ulkus kaki diabetika, khususnya antibiotika

2. Perlu dilakukan penelitian serupa yang lebih mendalam dengan memperhitungkan berat badan pasien untuk menghasilkan dosis terapi yang

(58)

40

DAFTAR PUSTAKA

Aulia, N. F., 2008, Pola Kuman Aerob dan Sensitifitas pada Gangren Diabetik,

Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan, pp. 22, 40

Bastiansyah, E., 2008, Panduan lengkap membaca hasil tes kesehatan, Penebar Plus, Jakarta, pp. 53

Cahyono, J. B. S. B., 2007, Manajemen Ulkus Kaki Diabetik, Dexa Media Jurnal Kedokteran dan Farmasi, No. 3, Vol. 20, pp. 104-105

Clayton, W., dan Elasy, T. A., 2009, Review of The Pathophysiology, Classification, and Treatment of Foot Ulcers in Diabetic Patients, Clinical Diabetes, Article, pp. 52

Decroli, E., Karimi, J., Manaf, A., dan Syahbuddin, S., 2008, Profil Ulkus Diabetik pada Penderita Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang, Artikel Penelitian, No. 1, Vol. 58, pp. 3-4

Dipiro, J.T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., and Posey, L. M., 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 7th ed., The McGraw-Hill Companies, Inc., China

Djuanda, A., Azwar, A., Ismael, H. S., Almatsier, M., Setiabudi, R., Firmansyah, R., dkk., (Eds.), 2011, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 11, PT. Medidata Indonesia, Jakarta

Dorland, W. A. Newman, 2010, Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 31, EGC, Jakarta

Drlica, K., dan Perlin, D. S., 2011, Antibiotic Resistance : Understanding and Responding to an Emerging Crisis, FT Press, USA, pp. 1

Hastuti, R. T., 2008, Faktor-Faktor Risiko Ulkus Diabetika pada Penderita Diabetes Mellitus (Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta), Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang, pp. 11, 12, 41, 43

Imron, M., 2010, Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, CV Sagung Seto, Jakarta, pp. 107

(59)

41

Karuniawati, A., 2012, Penanganan Kaki Diabetik secara Komprehensif, Medika-Jurnal Kedokteran Indonesia, Vol. XXXVIII, No. 5, pp. 452

Lacy, C. F., Amstrong, L. L., Goldman, N. P., dan Lance, L. L., 2011, Drug Information Handbook, 20th Ed., Lexi-Comp Inc., Canada

Lestari, W., Almahdy, A., Zubir, N., dan Darwin, D., 2011, Studi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Sistem ATC/DDD dan Kriteria Gyysens di Bangsal Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang, Laporan Penelitian, Fakultas Farmasi Pascasarjana Universitas Andalas, Padang, pp. 5.

Lipsky, B. A., et al., 2012, Infectious Diseases Society of America Clinical Practice Guideline for the Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections, Oxford University Press, Amerika

Maidina, T. S., Djallalluddin, dan Yasmina, A., 2013, Hubungan Kadar HbA1C dengan Kejadian Kaki Diabetik pada Pasien Diabetes Melitus di RSUD Ulin Banjarmasin April-September 2012, Jurnal Berkala Kedokteran, Vol. 9, No. 2, pp. 213-214

Medsafe, 2012, Antibiotics and Liver Injury - Be Suspicious!, http://www.medsafe.govt.nz/profs/PUArticles/AntibioticsSept2012.htm, diakses 31 Mei 2014

Michigan State University, 2011, Pharmacology Module, http://amrls.cvm.msu.edu/pharmacology/antimicrobials/tools/module-pdf-files/pharmacology, diakses 29 Mei 2014

Muliawan, S. Y., 2009, Bakteri Anaerob yang Erat Kaitannya dengan Problem di Klinik : Diagnosis dan Penatalaksanaan, EGC, Jakarta, pp. 13-15

Nabella, H., 2011, Hubungan Asupan Protein dengan kadar ureum dan kreatinin pada Bodybuilder, Artikel Penelitian, Universitas Diponegoro, Semarang, pp. 6

Nurholipah, 2013, Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Luka Diabetik dengan Tindakan Pencegahan Luka pada Pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat, Skripsi, Universitas Esa Unggul, Jakarta, pp. 4-5

Sosialine, E., 2011, Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Sosialine, E., 2011, Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Terapi Antibiotik,

(60)

42

Stajich, G. V., dan Blakey, S. A., 2000, Bone and Joint Infections, in Herfindal, E. T. Dan Gourley, D. R., (Eds.), Textbook of Therapeutics Drug and Disease Management, Seventh (7th) Ed., Chapter 74, Lippincott Williams & Wilkins, USA, pp. 1521-1522

Susanti, A. A., 2007, Evaluasi Pengobatan Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Windarti, B. W. S., 2007, Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Pasien Ulkus Diabetes Mellitus di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode 2005, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Zieve, D., Eltz, D. R., dan Slon, S., (Eds.), 2012, Pressure ulcer,

(61)

43

(62)

44

(63)

45

Lampiran 2. Tabel pengambilan data uji kultur dan sensitivitas

(64)

46 Lampiran 3. Tabel terapi obat yang diterima pasien

Terapi Obat

No Nama obat Jenis /

golongan

Dosis dan frekuensi

pemberian Standar DIH (2011)

Rute pemberian

Durasi pemberian

(65)

47 Lampiran 4. Hasil uji kultur dan sensitivitas pada pasien ulkus kaki diabetika dengan spesimen pus di Rumah Sakit Panti Rapih

periode 2012

Sefotaksim Imipenem (S) Sesuai

Netilmisin Metronidazol

Siprofloksasin Kotrimoksazol (S) Sesuai

3. Ny. P 4395xx

Proteus mirabilis Seftazidim Seftriakson (S) Sesuai Siprofloksasin Metronidazol

Seftazidim Metronidazol Penggunaan imipenem & metronidazol seharusnya

diberikan karena imipenem sensitif terhadap kedua bakteri.

Penggunaan siprofloksasin seharusnya dihentikan karena resisten terhadap Klebsiella oxytoca dan

Enterobacter aerogenes

Metronidazol Moksifloksasin HCl

Meropenem (I) Sesuai

Enterobacter aerogenes

Metronidazol Siprofloksasin (R) Tidak

Moksifloksasin HCl

Amikasin sulfat Moksifloksasin HCl Penggunaan meropenem sebaiknya masih

diteruskan.

(66)

48

Seftriakson Kotrimoksazol (S) Sesuai

9. Bp. S 1551xx

Staphylococcus epidermidis

Seftriakson Siprofloksasin (I) Sesuai Penggunaan seftriakson sebaiknya tetap diberikan kepada pasien pada waktu pulang karena sifatnya yang lebih sensitif daripada siprofloksasin.

10. Bp. S 7181xx

Klebsiella rhinoscleromatis

Seftazidim Seftazidim (R) Tidak Kotrimoksazol sebaiknya diteruskan karena sensitif pada Klebsiella rhinoscleromatis.

Antibiotika yang terakhir digunakan adalah metronidazol dan imipenem.

Kotrimoksazol Kotrimoksazol (S) Sesuai

Metronidazol Metronidazol

Doripenem (S) Sesuai

Amikasin sulfat (R) Tidak

Imipenem (S) Sesuai

Metronidazol Imipenem (S) Sesuai

Metronidazol 12. Bp. B

7389xx

Proteus vulgaris Seftriakson - Sesuai

Metronidazol -

13. Ny. C 8200xx

Proteus vulgaris Sefpirom sulfat Imipenem (S) Sesuai

Seftazidim Klindamisin

(67)

49

Seftazidim - Kombinasi seftazidim dan metronidazol dihentikan,

pasien pulang. Saran terapi definitif = imipenem karena sensitif terhadap Enterobacter aerogenes

Metronidazol -

Rawat inap II Proteus mirabilis Seftazidim Piperasilin tazobaktam (S)

gentamisin karena intermediate terhadap Klebsiella oxytoca

Proteus mirabilis Seftazidim Sefiksim Saran = imipenem, meropenem karena sensitif terhadap Proteus mirabilis

(68)

50

(69)

51

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi berjudul “Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Pasien Ulkus Kaki Diabetika di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode 2012” memiliki nama lengkap Giovanna Martina Andarini. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Antonius Johanes Wahyu Buliyanto dan Yosephine Rustiati. Penulis lahir di Semarang pada tanggal 10 Maret 1992. Pendidikan formal yang ditempuh penulis adalah di TK St. Theresia Ungaran (1996-1998), SD Mardi Rahayu Ungaran (1998-2004), SMP PL Domenico Savio Semarang (2004-2007), dan SMA N 4 Semarang (2007-2010). Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Semasa di bangku kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi seperti sebagai volunteer dalam Kampanye Informasi Obat 2010 “Health by herbal, herbal for healthy” (24 Oktober 2010), peserta Kampanye Informasi Obat “Herbal medicine” (14 Mei 2011) yang diselenggarakan Universitas Islam Indonesia, volunteer pada acara “Hari Anti Tembakau” (5 Juni 2011), dan peserta

Gambar

Tabel I. Isolat bakteri infeksi kaki diabetika .................................................9
Gambar 3. Distribusi   pasien   ulkus   kaki   diabetika   berdasarkan   bakteri
Gambar 1. Patofisiologi ulkus kaki diabetika
Tabel I. Isolat bakteri infeksi kaki diabetika (Dipiro,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seleksi massa (dalam pemuliaan tanaman) atau seleksi individu (dalam pemuliaan hewan) adalah salah satu metode seleksi yang tertua untuk memilih bahan tanam yang

Universitas Kristen Maranatha terkait langsung dengan GCG selain audit internal, dan diharapkan agar dapat memperbanyak sampel, sehingga hasil yang didapat supaya

[r]

68/MPP/Kep/2/2003 Penjualan local produk tissue yang dilakukan antar pulau tidak termasuk dalam kelompok produk yang wajib PKAPT. Tidak

Hal inilah yang melatarbelakangi Penulis untuk melakukan Penulisan Hukum dengan judul “ Pelaksanaan Kewenangan atas Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio bagi

Sejalan dengan hal di atas, Arikunto (1993) menyatakan bahwa “tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa, sehingga

Definisi tersebut dipertegas lagi pada Deklarasi Roma tentang Ketahanan Pa- ngan Dunia dan Rencana Tindak Lanjut Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Pangan Dunia tahun 1996

Salah satu fokus yang telah diberi perhatian oleh KPPM adalah semua JPN, PPD dan sekolah perlu memastikan guru berada dalam bilik darjah (guru mata pelajaran atau guru