• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Keterampilan Sosial

1. Definisi Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial adalah perilaku spesifik, inisiatif, mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang (Merrel, 2008). Selanjutnya menurut Hargie, Saunders, & Dickson, ketarampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, serta dapat menjalin hubungan yang baik (bersosialisasi) dengan orang lain, dimana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain ataupun kehilangan pengakuan sosial (dalam Gimpel & Marrell, 1998).

Combs & Slaby (dalam dalam Gimpel & Merrell, 1998) mengemukakan bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara yang khusus yang dapat diterima secara sosial maupun nilai-nilai dan disaat yang sama berguna bagi dirinya dan orang lain. Keterampilan sosial adalah kemampuan kompleks yang dimiliki seseorang, dimana orang tersebut mampu untuk membedakan perilaku positif atau negatif, dan tidak akan melakukan perilaku yang nantinya akan mendapat hukuman ataupun yang tidak disukai oleh lingkungan (Libet dan Lewinson, dalam dalam Gimpel & Merrell, 1998).

(2)

Keterampilan sosial bukanlah kemampuan yang dibawa sejak individu lahir tetapi diperoleh melalui proses belajar, baik belajar dari orang tua sebagai figur paling dekat dengan anak maupun belajar dengan teman sebaya dan lingkungan masyarakat (Erickson & Freud, dalam Cartledge & Millburn, 1995). Menurut Matson (dalam Gimpel & Merrell, 1998) keterampilan sosial baik secara langsung maupun tidak membantu remaja untuk dapat menyesuaikan diri dengan standar harapan masyarakat dalam norma-norma yang berlaku di sekelilingnya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial adalah perilaku spesifik, inisiatif, kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mampu berinteraksi dengan orang lain yang menunjukkan perilaku positif sesuai dengan konteks sosial dan menjauhi perilaku yang tidak disukai oleh lingkungan dan mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang serta bersifat dipelajari bukan bawaan lahir.

2. Dimensi Keterampilan Sosial

Caldarella & Merrell (1997) mengemukakan 5 (lima) dimensi paling umum yang terdapat dalam keterampilan sosial, yaitu :

1. Hubungan dengan teman sebaya (Peer relations) ditunjukkan melalui perilaku yang positif terhadap teman sebaya seperti memuji atau menasehati orang lain, menawarkan bantuan kepada orang lain, dan mengajak bermain atau mau berinteraksi dengan teman sebaya.

2. Manajemen diri (Self-management) merefleksikan remaja yang memiliki emosional yang baik, yang mampu untuk mengontrol emosinya, mengikuti peraturan dan batasan-batasan yang ada, mau berkompromi, dan dapat menerima kritikan dengan baik.

3. Kemampuan akademis (Academic) ditunjukkan melalui perilaku yang mandiri dan produktif, seperti pemenuhan tugas secara mandiri, menyelesaikan tugas individual, dan mengikuti arahan guru dengan baik.

(3)

4. Kepatuhan (Compliance) menunjukkan remaja yang dapat mengikuti peraturan dan harapan, menggunakan waktu dengan baik, dan saling berbagi. Intinya, dimensi ini dimana seseorang dapat memenuhi permintaan dari orang lain.

5. Perilaku assertif (Assertion), seseorang yang memiliki aspek ini cenderung disebut orang yang terbuka kepada orang lain, serta memiliki keterampilan dalam percakapan, berani mengakui kesalahan, dan berani mengajak orang lain berinteraksi dalam segala situasi.

Jadi ada lima dimensi keterampilan sosial yang sebaiknya dimiliki oleh remaja, yaitu dimensi teman sebaya, manajemen diri, kemampuan akademis, kepatuhan, dan perilaku asertif.

3. Arti Penting Keterampilan Sosial

Johnson dan Johnson (1999) mengemukakan enam hasil penting dari memiliki keterampilan sosial, yaitu :

1. Perkembangan kepribadian dan identitas

Hasil pertama adalah perkembangan kepribadian dan identitas karena kebanyakan dari identitas masyarakat dibentuk dari hubungannya dengan orang lain. Sebagai hasil berinteraksi dengan orang lain, individu mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang diri sendiri. Individu yang rendah dalam keterampilan interpersonalnya dapat mengubah hubungan dengan orang lain dan cenderung untuk mengembangkan pandangan yang tidak akurat dan tidak tepat tentang dirinya.

2. Mengembangkan kemampuan kerja, produktivitas, dan kesuksesan karir.

Keterampilan sosial juga cenderung mengembangkan kemampuan kerja, produktivitas, dan kesuksesan karir, yang merupakan keterampilan umum yang dibutuhkan dalam dunia kerja nyata. Keterampilan yang paling penting, karena dapat digunakan untuk bayaran kerja yang lebih tinggi, mengajak orang lain untuk bekerja sama, memimpin orang lain, mengatasi situasi yang kompleks, dan menolong mengatasi permasalahan orang lain yang berhubungan dengan dunia kerja.

(4)

3. Meningkatkan kualitas hidup

Meningkatkan kualitas hidup adalah hasil positif lainnya dari keterampilan sosial karena setiap individu membutuhkan hubungan yang baik, dekat, dan intim dengan individu lainnya.

4. Meningkatkan Kesehatan Fisik

Hubungan yang baik dan saling mendukung akan mempengaruhi kesehatan fisik. Penelitian menunjukkan hubungan yang berkualitas tinggi berhubungan dengan hidup yang panjang dan dapat pulih dengan cepat dari sakit.

5. Meningkatkan Kesehatan Psikologis

Penelitian menunjukkan bahwa kesehatan psikologis yang kuat dipengaruhi oleh hubungan positif dan dukungan dari orang lain. Ketidakmampuan mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang positif dengan orang lain dapat mengarah pada kecemasan, depresi, frustasi dan kesepian. Telah dibuktikan bahwa kemampuan membangun hubungan yang positif dengan orang lain dapat mengurangi distress psikologis, yang menciptakan kebebasan, identitas diri, dan harga diri.

6. Kemampuan Mengatasi Stres

Hasil lain yang tidak kalah pentingnya dari memiliki keterampilan sosial adalah kemampuan mengatasi stres. Hubungan yang saling mendukung telah menunjukkan berkurangnya jumlah penderita stres dan mengurangi kecemasan. Hubungan yang baik dapat membantu individu dalam mengatasi stres dengan memberikan perhatian, informasi, dan umpan balik .

Berdasarkan penjelasan diatas ada enam arti penting keterampilan sosial yaitu perkembangan kepribadian dan identitas, mengembangkan kemampuan kerja, produktivitas, dan kesuksesan karir, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kesehatan fisik, meningkatkan kesehatan psikologis, kemampuan mengatasi stres.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Keterampilan Social

Hasil studi Davis dan Forstythe (Mu’tadin, 2002) terdapat sembilan aspek yang mempengaruhi keterampilan sosial dalam kehidupan remaja, yaitu :

(5)

1. Keluarga

Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh anak dalam keluarga akan sangat menentukan bagaimana remaja akan bereaksi terhadap lingkungan. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis atau broken home dimana anak tidak mendapatkan kepuasan psikis yang cukup maka anak akan sulit mengembangkan keterampilan sosialnya.

2. Lingkungan

Lingkungan dalam batasan ini meliputi lingkungan fisik (rumah, perkarangan) dan lingkungan sosial (tetangga), lingkungan juga meliputi lingkungan keluarga (keluarga primer dan sukender), lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat luas. Dengan pengenalan lingkungan maka sejak dini anak akan sudah mengetahui bahwa dia memiliki lingkungan sosial yang luas, tidak hanya terdiri dari saudara, orang tua, atau kakek dan nenek saja.

3. Kepribadian

Secara umum penampilan sering diidentikan dari kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu menggambarkan pribadi yang sebenarnya. Orang tua dalam hal ini berperan untuk memberikan penanaman nilai-nilai untuk menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik seperti materi atau penampilan.

4. Rekreasi

Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya dapat terpenuhi. Dengan rekreasi seseorang akan merasa mendapatkan kesegaran baik fisik maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa capai, bosan, monoton serta mendapatkan semangat baru.

5. Pergaulan dengan lawan jenis

Untuk mendapatkan peran menurut jenis kelamin, maka anak dan remaja sebaiknya tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman-teman yang memiliki jenis kelamin yang sama.

(6)

6. Pendidikan

Pada dasarnya sekolah mengajarkan berbagai keterampilan kepada anak. Salah satu keterampilan tersebut adalah keterampilan-keterampilan sosial yang dikaitkan dengan cara-cara belajar yang efisien dan berbagai teknik belajar sesuai dengan jenis pelajarannya.

7. Persahabatan dan solidaritas kelompok

Pada masa remaja peran kelompok dan teman-teman sangatlah besar. Biasanya remaja lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan urusan dengan keluarganya. Hal tersebut merupakan suatu yang normal sejauh kegiatan yang dilakukan remaja dan kelompoknya bertujuan positif.

8. Lapangan kerja

Keterampilan sosial untuk memilih lapangan kerja sebenarnya telah disiapkan sejak anak masuk sekolah dasar. Melalui berbagai pelajaran disekolah mereka telah mengenal berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat.

Berdasarkan penjelasan diatas ada tujuh faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan keterampilan sosial yaitu keluarga, lingkungan, kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan, persahabatan dan solidaritas kelompok, lapangan kerja.

B. Kecanduan Pada Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG)

1. Defenisi Internet Addiction

Menurut Griffiths (Essau, 2008) menyatakan bahwa kecanduan merupakan aspek perilaku yang kompulsif, adanya ketergantungan, dan kurangnya kontrol. Ferris (1997) mengungkapkan bahwa internet addiction merupakan suatu gangguan psikofisiologis yang meliputi tolerance (penggunaan dalam jumlah yang sama akan menimbulkan respon minimal, jumlah harus ditambah agar dapat membangkitkan kesenangan dalam jumlah yang sama), whithdrawal symptom (khususnya

(7)

menimbulkan termor, kecemasan, dan perubahan mood), gangguan afeksi (depresi, sulit menyesuaikan diri), dan terganggungnya kehidupan sosial (menurun atau hilang sama sekali, baik dari segi kualitas maupin kuantitas).

Internet addiction diartikan Young (1998) sebagai sebuah sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam menggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaannya saat online (dalam Weiten & Llyod, 2006). Orang-orang yang menunjukkan sindrom ini akan merasa cemas, depresi, atau hampa saat tidak online di internet (Kandell dalam Weiten & Llyod, 2006).

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa internet addiction adalah penggunaan internet yang bersifat patologis, yang ditandai dengan ketidakmampuan individu untuk mengontrol waktu menggunakan internet, dimana meningkatkan secara terus menerus penggunaannya, merasa dunia maya lebih menarik dibandingkan kehidupan nyata, dan mengalami gangguan dalam hubungan sosialnya.

2. Penyebab Internet Addiction

Ferris (dalam Duran, 2003) mengungkapkan penyebab seseorang mengalami internet addiction dilihat dari berbagai pandangan, yaitu :

1. Pandangan Behavioris

Menurut pandangan behavior, internet addiction didasari oleh teori B.F Skinner mengenai operant conditioning, individu mendapatkan reward positif, negatif, atau hukuman atas apa yang dilakukannya.

2. Pandangan Psikodinamika dan Kepribadian

Pandangan ini mengemukakan addiction berkaitan antara individu tersebut dengan pengalamannya. Tergantung pada kejadian pada masa anak-anak yang dirasakan individu tersebut saat masih anak-anak dan kepribadiannya yang terus

(8)

berkembang, yang juga mempengaruhi perkembangan suatu perilaku addictive, ataupun yang lainnya.

3. Pandangan Sosiokultural

Pandangan sosiokultural menunjukkan ketergantungan ini tergantung pada ras, jenis kelamin, umur, status ekonomi, agama, dan negara.

4. Pandangan Biomedis

Pandangan ini menekankan pada adanya faktor keturunan dan kesesuaian, antara keseimbangan kimiawi antara otak dan neurotrasmiter. Dimana pasien ketergantungan obat-obatan yang membutuhkan penyeimbangan zat kimia pada otaknya, atau individu yang memiliki kecenderungan terlibat dalam perjudian.

3. Defenisi Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG)

Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG) adalah sebuah permainan internet dimana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan, dimana beberapa ribu pemain dari seluruh dunia dapat bermain pada waktu yang bersamaan. Seorang pemain dapat mengontrol karakternya sendiri, dimana mereka harus melaksanakan berbagai tugas, menunjukkan kemampuan dan berinteraksi dengan karakter pemain lainnya (dalam Young & Afren, 2010).

Seorang pemain dapat menampilkan berbagai aktivitas, dimana karakter mereka dapat membangun interaksi dengan pemain lainnya dengan cara positif (berbincang) dan cara negatif (agresi). Pemain dapat menjelajahi luasnya dunia, yang mana ketekenunan didalam karakter, tetap adanya bahkan ketika pemain off (berhenti). Dunia ini secara konsisten terus berkembang, menghadirkan sikap acuh tak acuh dari pemain, yang mana pasti memberikan tekanan kepada pemain untuk tetap bersentuhan dengan dunia virtual. Jika pemain tidak bermain dalam waktu yang cukup lama, mereka akan datang untuk bersentuhan dengan dunia virtual dan kehilangan pengaruh mereka dan kekuatan untuk mempengaruhi dunia ini. Permainan MMORPG mempunyai daya tarik karena permainan ini mengajak para pemain untuk

(9)

menggunakan imajinasi mereka dan biasa lebih mengarah ke kolaborasi sosial daripada kompetisi.

Menurut Howard & Jacob (2009) permainan Massively Multiplayer Online Role Playing Games (MMORPGs) memberikan kesempatan individu untuk mengekspresikan dirinya sendiri dimana mereka tidak dapat melakukannya didunia nyata, dan memperoleh bentuk interaksi yang mendorong pengguna internet kembali bermain secara terus menerus. Menurut Young (2010) game ini merupakan permainan yang tidak pernah akan berakhir, karena setiap sesinya memiliki tugas dan tujuan yang tidak pernah berakhir, dan faktor game yang menyediakan peran yang kompleks dan mempengaruhi banyak faktor kehidupan nyata (apakah saat liburan, waktu sehari-hari, dll), yang pada akhirnya para pemain secara terus menerus tetap aktif bermain game, mereka selalu menghabiskan jumlah waktu yang lama dan energi (dan terkadang uang), dan tidak mampu berhenti bermain, dan juga meliputi kontak sosial (kurang teman dalam kehidupan nyata), dimana waktu para pemain terlibat dalam dunia nyata semakin berkurang.

Berdasarkan diatas dapat disimpulkan bahwa Massively Multiplayer Online Role Playing Games (MMORPGs) adalah sebuah permainan internet dimana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan, dimana beberapa ribu pemain dari seluruh dunia dapat bermain pada waktu yang bersamaan. Seorang pemain dapat mengontrol karakternya sendiri, dimana mereka harus melaksanakan berbagai tugas, menunjukkan kemampuan dan berinteraksi dengan karakter pemain lainnya.

4. Defenisi Kecanduan Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG)

MMORPG merupakan salah satu bentuk Internet addiction yang peningkatannya sangat tinggi, khusunya pada anak-anak dan remaja. Kecanduan MMORPG adalah situasi dimana orang-orang lebih menyukai kehidupan online di dalam dunia virtual game dan mulai meninggalkan kehidupan nyata (Howard & Jacob, 2009). Griffiths (2005) menyatakan bahwa kecanduan teknologi merupakan bagian dari perilaku

(10)

kecanduan yang mana meliputi interaksi yang berlebih antara manusia dan mesin. Bentuk kecanduan teknologi ini dapat bersifat pasif (seperti televisi) atau aktif (seperti permainan game) yang mana selalu membentuk dan berkontribusi dalam membentuk seseorang kecanduan. Menurut Griffiths (2005) telah mencantumkan enam komponen untuk menentukan apakah individu sudah digolongkan sebagai pecandu internet. Komponen atau dimensi itu adalah sebagai berikut:

1. Salience. Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas yang paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pikiran individu (pre-okupasi atau gangguan kognitif), perasaan (merasa sangat butuh),dan tingkah laku (kemunduran dalam perilaku sosial).

2. Mood modification. Keterlibatan yang tinggi saat menggunakan internet. Dimana perasaan senang dan tenang (seperti menghilangkan stress) saat perilaku kecanduan itu muncul.

3. Tolerance. Hal ini merupakan proses dimana terjadinya penigkatan jumlah penggunaan internet untuk mendapatkan efek perubahan dari mood. Demi mencapai kepuasan, jumlah penggunaan internet meningkat secara mencolok. Kepuasaan yang diperoleh dalam menggunakan internet secara terus menerus dalam jumlah waktu yang sama akan menurun secara mencolok, dan untuk memperoleh pengaruh yang sama kuatnya seperti sebelumnya, maka pemakaian secara berangsur-angsur harus meningkatkan jumlah pemakaian agar tidak terjadi toleransi, contohnya pemain tidak akan mendapatkan perasaan kegembiraan yang sama seperti jumlah waktu pertama bermain sebelum mencapai waktu yang lama.

4. Withdrawal symptoms. Hal ini merupakan perasaan tidak menyenangkan yang

terjadi karena penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan dan berpengaruh pada fisik seseorang. Perasaan dan efek antara perasaan dan fisik (seperti, pusing, insomnia) atau psikologisnya (misalnya, mudah marah atau moodiness).

(11)

5. Conflict. Hal ini mengarah pada konflik yang terjadi antara pengguna internet dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal), konflik dalam tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan sosial, hobi) atau konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri (konflik intrafisik atau merasa kurangnya kontrol) yang diakibatkan karena terlalu banyak menghabiskan waktu bermain internet.

6. Relapse. Hal ini merupakan dimana orang sebelum sembuh dari perilaku kecanduannya sudah mengulangi kembali kebiasaannya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Kecanduan Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG) adalah situasi dimana orang-orang lebih menyukai kehidupan online di dalam dunia virtual game dan mulai meninggalkan kehidupan nyata yang didalamnya terdiri dari enam komponen yaitu komponen salience, mood modification, tolerance, withdrawal symptoms, conflict, dan relapse

.

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecanduan Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (MMORPG)

Faktor-faktor yang mempengaruhi addiction Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (dalam Young & Afren, 2010) diantaranya :

1. Faktor kecanduan di tinjau dari Game

a. Permainan jenis MMORPG ini bersifat beberapa bentuk kompentisi dengan yang lain komunikasi sosial secara online dan sistem tugas, reward, dan feedback pada game ini, membuat para game aktif memainkan game tersebut. b. Game merupakan tempat dimana para pemain mungkin bisa mengurangi rasa

bosannya terhadap kehidupan nyata.

c. Permainan MMORPG merupakan bagian dari dimensi sosial, yang mana menghilangkan streotype rasa kesepian, ketidakmampuan bersosial bagi pemain yang kecanduan.

(12)

2. Faktor kecanduan di tinjau dari sisi pemain

Kecanduan MMORPG tidak hanya menekankan pada propertis game itu sendiri dan virtual yang nyata, tetapi lebih kepada para pemain. Faktor-faktor psikologi tersebut antara lain :

a. Rendahnya self esteem dan self efficacy

Pada saat yang sama dapat dikatakan bahwa self esteem dan self efficacy yang positif merupakan salah satu tujuan perkembangan remaja, yang mana berhubungan terhadap pertimbangan para pemain muda untuk bergabung dalam komunitas game, dimana hal ini lebih penting dari yang lainnya (Smahel dalam Young & Afren, 2010). Fakor rendahnya self-esteem secara krusial membentuk kecanduan, hal ini ditunjukkan dari beberapa penelitian yang menunjukkan pengaruhnya secara langsung. Perbedaan persepsi pemain terhadap dirinya, ideal self, dan karakter game. Hasilnya menunjukkan bahwa penerimaan diri yang salah dari pada karakter game, dan penerimaan karakter game yang salah dari pada ideal self mereka. Perbedaan ini menunjukkan peningkatan pada tingkat depresi dan tingkat self esteem pada umumnya. Pemain dengan self-esteem yang tinggi secara otomatis rendah kecanduannya antara pandangan terhadap dirinya sendiri dan karakter game, sebaliknya tingginya kecanduannya menunjukkan rendahnya self-esteem pada pemain. Ideal self juga menunjukkan hal yang sama. Maksudnya pemain yang lebih depresi dan pemain yang self esteemnya rendah akan memandang karakter game adalah yang ideal dan mungkin akan mengalami kecenderungan melakukan penyelesaian sesuai yang diterima di dalam game dan mengalami kecenderungan untuk bertahan di dalam game.

b. Lingkungan virtual di dalam game online menunjukkan rendahnya penekanan pada self-control, yang menunjukkan kesadaran pemain dalam mengekspresikan dirinya. Pemain game role-playing sering bermimpi mengenai game, karakter mereka dan berbagai situasi. Fantasi di dalam game menjadi salah satu keuntungan bagi pemain dan kejadian-kejadian yang ada pada game sangat kuat, yang mana hal ini membawa pemain dan alasan mereka untuk melihat permainan itu kembali. Pemain menyatakan dirinya

(13)

termotivasi bermain karena bermain game itu menyenangkan, memberi kesempatan untuk bereksperimen, dan lain-lain, tetapi sebenarnya tanpa sadar mereka termotivasi, karena bermain game memberikan kesempatan mengekspresikan dirinya dan terkadang jenuh terhadap kehidupan nyata mereka.

D. Remaja

1. Definisi Remaja

Masa remaja merupakan suatu masa yang sangat menentukan karena pada masa ini seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikologis (Mubin dan Cahyadi, 2006). Menurut Monks (1998) batasan usia remaja adalah antara 12 tahun sampai 21 tahun. Batasan usia remaja terbagi atas tiga fase, yaitu: fase remaja awal (12-15 tahun), fase remaja pertengahan (15-18 tahun), fase remaja akhir (18-21 tahun). Individu yang memasuki masa remaja awal banyak mengalami perubahan-perubahan, baik itu secara fisik maupun psikologis. Remaja awal secara psikologis banyak mengalami perubahan dalam hal nilai-nilai, sikap, dan perilaku serta cenderung dianggap belum matang dibanding dengan remaja akhir (Hurlock, 1999).

Berdasarkan penjelasan mengenai definisi remaja awal diatas, dapat disimpulkan bahwa remaja awal adalah seorang individu yang berusia 12-15 tahun yang mengalami perubahan fisik maupun psikologis dan cenderung dianggap belum matang.

2. Tugas Perkembangan Masa Remaja

Tugas-tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus dilakukan, dipecahkan dan diselesaikan oleh setiap individu dalam tahap-tahap perkembangannya, agar individu dapat berbahagia. Apabila seseorang tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dalam batas-batas periode perkembangan dengan baik, orang tersebut

(14)

akan merasa kurang bahagia dan mendapat kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas perkembangan periode berikutnya (Mubin dan Cahyadi, 2006).

Menurut Havighurst (dalam Mubin dan Cahyadi, 2006), tugas perkembangan masa remaja adalah sebagai berikut:

a. Menjalin hubungan-hubungan baru dengan teman-teman sebaya, baik sesama jenis maupun lain jenis kelamin.

b. Menerima keadaan fisiknya, dan menerima peranannya sebagai pria atau wanita. c. Menginginkan dapat berperilaku yang diterima oleh sosial.

d. Mengakui tata nilai dan sistem etika yang membimbing segala tindakan dan pandangan.

Tugas perkembangan remaja yang paling mendasari untuk penelitian ini adalah tugas perkembangan dimana remaja mampu menjalin hubungan baik dengan orang lain, berperilaku yang diterima oleh sosial dan mengakui tata nilai dan sistem etika yang membimbing segala tindakan dan pandangan. Memenuhi tugas perkembangan tersebut, remaja sangat membutuhkan keterampilan sosial.

C. Hubungan antara Addiction Massively Multiplayer Online Role Playing Game dengan Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial adalah perilaku spesifik, inisiatif, mengarahkan pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang (Merrel, 2008). Selanjutnya menurut Hargie, Saunders, & Dickson, ketarampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, serta dapat menjalin hubungan yang baik (bersosialisasi) dengan orang lain, dimana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain ataupun kehilangan pengakuan sosial (dalam Gimpel & Marrell, 1998).

(15)

Keterampilan sosial bukanlah kemampuan yang dibawa sejak individu lahir tetapi diperoleh melalui proses belajar, baik belajar dari orang tua sebagai figur paling dekat dengan anak maupun belajar dengan teman sebaya dan lingkungan masyarakat (Erickson & Freud, dalam Cartledge & Millburn, 1995). Keterampilan sosial menjadi sesuatu yang sangat penting dan krusial saat individu memasuki masa remaja (Mu’tadin, 2002), karena keterampilan ini membantu remaja dalam menghadapi berbagai macam pengaruh yang seringkali muncul dalam pergaulannya. Remaja hidup dalam lingkungan sosial yang berbeda-beda, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, dan masyarakat (Yusuf, 2004).

Menurut Hurlock (1999) banyak perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal baik secara fisik maupun psikologis. Secara psikologis perubahan yang terjadi umunya adalah sikap, perilaku dan nilai-nilai. Maka, sebaiknya remaja awal memiliki keterampilan sosial.

Waktu senggang merupakan waktu yang rawan bagi seorang remaja. Bila remaja tidak mampu memanfaatkannya secara positif, seorang remaja akan mudah terjerumus pada sikap dan tindakan-tindakan yang tercela, melanggar norma sosial dan memalukan nama keluarga. Misalnya, remaja yang suka mabuk-mabukan, kebut-kebutan di jalan raya, melakukan penodongan, perampokkan, dan sebagainya. Akan tetapi, bila remaja mampu mengembangkan diri, kreativitas dan bakat-bakatnya. Dalam kehidupan kelompok teman sebaya (peer-group), adakalanya remaja menghabiskan waktu-waktu senggangnya dengan ngobrol, bermain gitar, nongkrong di mall, di pinggir jalan sambil menggoda remaja yang berlawanan jenis yang sedang lewat dan sebagainya. Namun, tidak sedikit remaja asyik dengan hobinya, misalnya membaca buku sastra, roman, novel, komik, mendengarkan musik, menontotn video, film, memancing, berolahraga, dll (Dariyo, 2004).

Bentuk rekreasi yang sering di lakukan oleh remaja adalah bermain. Di antara berbagai jenis permainan yang sering dimainkan oleh remaja adalah game online Salah satu apalikasi yang sering digunakan oleh remaja adalah game online. Game online merupakan jenis situs yang menyediakan berbagai macam jenis permainan yang dapat melibatkan beberapa orang pengguna internet di berbagai tempat yang berbeda untuk saling terhubung di waktu yang sama. Game online tidak hanya dapat

(16)

digunakan untuk bermian, tapi dapat juga untuk membina hubungan yang lebih luas dengan orang lain.

Salah satu bentuk game online yang banyak dimainkan di Indonesia adalah Massively Multiplayer Online Role Playing Game disingkat MMORPG yaitu sebuah permainan di mana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. Para pemain memilih aksi tokoh-tokoh mereka berdasarkan karakteristik tokoh-tokoh tersebut, dan keberhasilan aksi mereka tergantung dari sistem peraturan permainan yang telah ditentukan (dalam Young & Afren, 2010).

Menurut Neils Clark & P. Shavaun Scott (2009) yang menyatakan bahwa jenis permainan game online di desain agar para penggunanya dapat mengembangan kemampuan sosialnya dengan melakukan kerjasama dengan pemain lainnya, meningkatkan kognitifnya dengan memberikan stimulus permainan yang mengasah kognitifnya untuk mampu mengikuti aturan-aturan yang ada, membuat strategi dan mengeluarkan pendapat, dan mengembangkan emosi dalam diri dengan mengendalikan emosi, tidak egois, mengerti arti kemenangan, kekalahan dan keadalian.

Game online memiliki kecenderungan membuat pemainnya asyik di depan komputer hingga melupakan waktu (Young, 2008). Internet addiction merupakan sebuah sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam meggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaannya saat online (Young, 1998). Pengguna internet akan menghabiskan banyak waktunya di depan komputer terutama berkaitan dengan aktivitas yang dilakukannya saat internet seperti saat bermain game online. MMORPG merupakan salah satu bentuk Internet addiction yang peningkatannya sangat tinggi, khusunya pada anak-anak dan remaja. Kecanduan MMORPG adalah situasi dimana orang-orang lebih menyukai kehidupan online di dalam dunia virtual game dan mulai meninggalkan kehidupan nyata (Howard & Jacob, 2009).

(17)

Remaja yang kecanduan internet akan mengalami konflik, dimana konflik antara lingkungan dan psikologis. Penggunaan internet tetap dilakukan walaupun mengetahui adanya masalah-masalah fisik, sosial, pekerjaan (sekolah), atau psikologis yang kerap timbul dan kemungkinan besar disebabkan atau diperburuk oleh penggunaan internet. Dimana konflik tersebut berupa menurunnya prestasi akademis akibat sering menghabiskan waktu di internet, hubungan dengan teman, keluarga menjadi renggang karena waktu bersama mereka menjadi jauh berkurang. Pergaulan hanya di internet saja, sehingga membuat para pecandu internet menjadi terisolir dari teman-teman dan lingkungan pergaulan nyata (dalam Griffiths, 2001).

Individu yang ketagihan untuk terus bermain games secara online, secara bertahap akan membuat individu tersebut lebih memikirkan mengenai karakter-karakter yang ada di game online tersebut dibandingkan dalam kehidupan nyata seperti sekolah, makan dan mandi, sehingga sulit untuk berhenti, individu akan tertarik dan akan sangat bergantung pada internet (Baroto, 2008).

Remaja harus mampu berhubungan baik dengan teman-temannya dan orang lain. Remaja yang menggunakan game online dengan konsumsi waktu yang lama, akan membuat remaja kehilangan waktunya untuk berinteraksi dengan teman-temannya maupun orang lain dan lalai melaksanakan kewajibannya sehari-hari, dimana hal tersebut menunjukkan bahwa kecanduan internet game online mengurangi kualitas hubungan mereka dengan lingkungan dan pemenuhan tanggung jawab sehari-hari menjadi rendah, padahal kondisi ini merupakan media yang paling dibutuhkan remaja untuk mengembangkan keterampilan sosialnya.

Berangkat dari kenyataan diatas penulis ingin melakukan sebuah penelitian untuk mengetahui apakah terdapat hubungan negatif antara internet addiction bermain Massively Multiplayer Online Role Playing Game dengan keterampilan sosial

G. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian teori yang telah dikemukakan dan analisa atas teori-teori tersebut maka diajukan hipotesa yaitu ada hubungan negatif antara Addiction Massively

(18)

Multiplayer Online Role Playing Game dengan keterampilan sosial. Artinya semakin tinggi internet addiction bermain Massively Multiplayer Online Role Playing Game, semakin rendah keterampilan sosial pada remaja.

Referensi

Dokumen terkait

- Mempunyai capsula articularis yang menutupi daerah medial, lateral dan posterior persendian. - Bagian anterior, ditutupi

interlayer. Pengembangan bentonit ini dapat terinterkalasi oleh senyawa lain yang ada dalam campuran. Daya pengembangan bentonit dikarenakan banyak kation Na + pada

Dalam sistem ekonomi syariah menurut Advika (2017) ekonomi syariah semakin hari perkembangannya semakin dikenal di masyarakat. Tak hanya untuk kalangan islam semata, tetapi juga

Bahasa Nias berguna sebagai komunikasi antara satu dengan lainnya pada kebudayaan Nias, pada permainan mamözi Aramba bahasa Nias juga dipakai sebagai syair pembuka

Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan  pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang  progresif

Penggunaan ini mempunyai tujuan untuk rekreasi bersama teman sebaya (Ra’uf, M. c) Penggunaan alkohol yang bersifat situasional. Seseorang mengkonsumsi alkohol dengan tujuan

Program Dana Bergulir Syariah adalah program jenis layanan pemberian pembiayaan yang digulirkan kepada KUMKM baik langsung atau melalui lembaga perantara untuk

Kancil merupakan satwa ruminansia yang memiliki alat pencernaan sederhana, lambung kancil hanya memiliki 3 ruangan yaitu rumen, retikulum, dan abomasum (Sigit,