BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Medis Kehamilan Lewat Waktu 1. Pengertian
Menurut Manuaba (1998), kehamilan lewat waktu merupakan
kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu dan belum terjadi persalinan.
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dari Hari
Pertama haid terakhir.
Menurut Muchtar (1998), kehamilan postmatur adalah kehamilan
yang berlangsung lebih lama dari 42 minggu, dihitung berdasarkan rumus
Neagele dengan siklus haid rata – rata 28 hari.
Menurut Prawirohardjo (2005), kehamilan lewat waktu atau post
term adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu.
Jadi dari pengertian diatas dapat disimpulkan kehamilan lewat waktu
adalah kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu.
2. Etiologi
Etiologi belum diketahui secara pasti, namun faktor yang
dikemukaan adalah hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun
walaupun kehamilan telah cukup bulan sehingga kepekaan uterus terhadap
oksitosin berkurang. Faktor lain seperti herediter, karena postmaturitas
Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan
oksitosin tubuh dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim
semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi
sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena
ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim (Manuaba, 1998).
Penyebab pasti kehamilan lewat waktu sampai saat ini belum
diketahui. Diduga penyebabnya adalah siklus haid yang tidak diketahui
pasti, kelainan pada janin (anenefal, kelenjar adrenal janin yang fungsinya
kurang baik, kelainan pertumbuhan tulang janin atau kekurangan enzim
sulfatase plasenta. Beberapa faktor penyebab kehamilan lewat waktu
adalah sebagai berikut :
a. kesalahan dalam penaggalan, merupakan penyebab yang paling sering
b. tidak diketahui
c. primigravida dan riwayat kehamilan lewat bulan
d. defisiensi sulfatase plasena atau anensefalus, merupakan penyebab
yang jarang terjadi
e. jenis kelamin janin laki – laki juga merupakan predisposisi
f. faktor genetik juga dapat memainkan peran (Iskandar, 2010).
Gestasional Diabetes Millitus didefinisikan sebagai intoleransi
terhadap karbohidrat dengan berbagai tingkat keparahan, yang pertama
kali dikenali pada masa hamil. Diagnosis Gestasional Diabetes Millitus
ditegakkan tanpa memperhatikan kebutuhan akan insulin atau kontrol diet
pernah terdiagnosis sebelum kehamilan berlangsung. Gestasional Diabetes
Millitus berhubungan dengan peningkatan resiko komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin (Varney, 2006).
Pada diabetes pada kehamilan, walaupun wanita tidak menunjukkan
peningkatan gula darah, risikonya untuk mengalami anomali kongenital
sama dengan resiko pada populasi umum. Karena kebutuhan insulin
meningkat, hiperglikemia juga akan meningkat. Insulin adalah hormon
yang sama persis dengan hormon pertumbuhan manusia. Glukosa darah
ibu yang meningkat akan disalurkan ke janin melalui plasenta. Janin
memang tidak menderita diabetes, tetapi harus meningkatkan produksi
insulinnya guna memetabolisme glukosa yang ada. Akibat peningkatan
kadar insulin dan glukosa, terjadilah pertumbuhan fisik yang dramatis,
yang menghasilkan bayi besar (makrosomia). Makrosomia disebabkan
oleh hiperplasia, peningkatan jumlah sel, hipertrofi dan pembesaran sel
bayi. Kondisi ini menyebabkan perubahan yang berlangsung seumur hidup
bagi janin dan terbukti meningkatkan kemungkinan obesitas pada masa
kanak – kanak dan dewasa sekaligus meningkatkan risiko diabetes di
kemudian hari. Makrosomia dianggap sebagai komplikasi pada periode
intrapartum, menempatkan janin dan ibuu pada resiko persalinan yang
lama, distosia bahu dan kelahiran operatif (Varney, 2006).
Polihidramnion adalah kondisi ketika jumlah cairan amnion
berlebihan. Pada kebanyakan kasus, etiologi tidak diketahui dengan pasti.
kembar, diabetes, malpresentasi janin. Polihidramnion dapat menimbulkan
komplikasi tambahan yaitu persalinan preterm (akibat distensi uterus
berlebihan), sesak nafas, malpresentasi janin, abrupsi plasenta, prolaps tali
pusat, disfungsi uterus selama persalinan, pardarahan pascapartum segera
disebabkan atoni uterus akibat distensi berlebihan. Tanda dan gejala
polihidramnion adalah pembesaran uterus, lingkar abdomen dan tinggi
fundus uteri jauh melebihi ukuran yang diperkirakan untuk usia
kehamilan, dinding uterus tegang sehingga pada auskultasi bunyi detak
jantung janin sulit atau tidak terdengar pada palpasi bagian kecil dan besar
tubuh janin sulit ditentukan, masalah mekanis seperti polihidramnion
berat, timbul dispnea, edema pada vulva, ekstremitas bawah, nyeri tekan
pada punggung, abdomen, paha, nyeri ulu hati, mual, muntah,dan letak
janin sering berubah (letak janin tidak stabil), (Varney, 2006).
Oligohidramnion adalah suatu keadaan ketika cairan amnion sangat
sedikit. Kondisi ini biasanya terjadi akibat insufisiensi uteroplasenta.
Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara volume cairan yang kecil
dengan peningkatan angka kematian perinatal. Oligohidramnion dapat
dikaitkan dengan berbagai variasi perlambatan frekuensi denyut jantung
janin, seperti yang terlihat pada non stres test. Perlambatan ini
kemungkinan terjadi karena cairan yang menjadi bantalan bagi tali pusat
berkurang sehingga pergerakan janin atau kontraksi uterus dapat
menyebabkan penekanan sementara pada saluran tali pusat.
kehamilan pascamatur. Apabila ternyata kondisi ini diperburuk oleh
kenyataan bahwa janin menderita retardasi pertumbuhan intrauteri, maka
ada peningkatan risiko bahwa toleransi janin terhadap persalinan buruk
dan bahwa kemungkinan perahiran operatif harus dilakukan (Varney,
2006).
Menurut Nugroho (2010), air ketuban normal pada kehamilan 34 –
37 minggu adalah 1.000 cc, aterm 800 cc, dan lebih dari 42 minggu 400
cc.
3. Patofisiologi Kehamilan lewat waktu
Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga
tidak menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan persalinan.
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup
memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai
resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim ( Manuaba, 1998).
Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tangan
terkelupas, tubuh panjang dan kurus, vernic caseosa menghilang, wajah
seperti orang tua, kuku panjang, tali pusat dan selaput ketuban berwarna
kehijauan. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 34 – 36
minggu dan setelah itu terus mengalami penurunan. Pada kehamilan post
term dapat terjadi penurunan fungsi plasenta sehingga bisa menyebabkan
janin post term dapat tumbuh terus namun tubuh anak akan menjadi besar
(makrosomia) dan dapat menyebabkan distosia bahu (Widjanarko, 2009).
4. Tanda Dan Gejala Kehamilan lewat waktu
Tanda dan gejala dari serotiunus tidak terlalu dirasakan, hanya dilihat
dari tuanya kehamilan. Biasanya terjadi pada masyarakat di pedesaan yang
lupa akan hari pertama haid terakhir. Bila tanggal hari pertama haid
terakhir di catat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar, namun
bila wanita hamil lupa atau tidak tahu, hal ini akan sukar memastikan
diagnosis. Pada pemeriksaan USG dilakukan untuk memeriksa ukuran
diameter biparietal, gerakan janin dan jumlah air ketuban (Muchtar, 1998).
Menurut Achdiat (2004), umur kehamilan melewati 294 hari genap
42 minggu saat dilakukan palpasi teraba bagian – bagian janin lebih jelas
karena berkurangnya air ketuban. Kemungkinan dijumpai abnormalitas
detak jantung janin, dengan pemeriksaan auskultasi maupun
kardiotokografi (KTG). Air ketuban berkurang dengan atau tanpa
pengapuran (kalsifikasi) plasenta diketahui dengan pemeriksaan USG.
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sujiyatini dkk (2009), pemeriksaan penunjang yaitu USG
KTG untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin. Penilaian warna air
ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi (tes tanpa tekanan dinilai
apakah reaktif atau tidak ada dan tes tekanan oksitosin). Pemeriksaan
sitologi vagina dengan indeks kariopiknotik.
Menurut Mochtar (1998), pemeriksaan penunjang sangat penting
dilakukan, seperti pemeriksaan berat badan ibu, diikuti kapan
berkurangnya berat badan, lingkaran perut dan jumlah air ketuban.
Pemeriksaan yang dilakukan seperti:
a. Bila wanita hamil tidak tahu atau lupa dengan haid terakhir setelah
persalinan yang lalu, dan ibu menjadi hamil maka ibu harus
memeriksakan kehamilannya dengan teratur, dapat diikuti dengan
tinggi fundus uteri, mulainya gerakan janin dan besarnya janin dapat
membantu diagnosis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk memeriksa ukuran
diameter biparietal, gerakan janin dan jumlah air ketuban.
c. Pemeriksaan berat badan ibu, dengan memantau kenaikan berat badan
setiap kali periksa, terjadi penurunan atau kenaikan berat badan ibu.
d. Pemeriksaan amnioskopi dilakukan untuk melihat derajat kekeruhan
air ketuban menurut warnanya yaitu bila keruh dan kehitaman berarti
air ketuban bercampur mekonium dan bisa mengakibatkan gawat janin
(Prawirohardjo, 2005).
6. Pengaruh Kehamilan lewat waktu
a. Terhadap Ibu :
Pengaruh postmatur dapat menyebabkan distosia karena aksi
uterus tidak terkoordinir, maka akan sering dijumpai patus lama,
inersia uteri, dan perdarahan postpartum.
b. Terhadap Bayi :
Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali
lebih besar dari kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas akan
menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin
bervariasi seperti berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan
ada yang berkurang sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang
terjadi kematian janin dalam kandungan, kesalahan letak, distosia
bahu, janin besar, moulage.
Menurut Prawirohardjo (2008), pengaruh kehamilan lewat waktu
pada bayi yaitu :
a. Bagi janin :
Berat janin, bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada
plasenta, maka terjadi penurunan berat janin. Namun, seringkali
plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin
bertambah terus sesuai dengan bertambahnua umur kehamilan.
Sindroma prematuritas, dapat dikenali pada neonatus dengan
ditemukannya beberapa tanda seperti gangguan pertumbuhan,
dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas (hilangnya lemak
hilangnya verniks caseosa dan lanugo, maserasi kulit terutama daerah
lipat paha dan genetalia luar, warna coklat kehijauan atau kekuningan
banyak dan tebal.
Gawat janin atau kematian perinatal, menunjukkan angka
meningkat setelah kehamilan 42 minggu atau lebih, sebagian besar
terjadi intrapartum. Biasanya disebabkan janin besar (makrosomia),
yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan, fraktur
klavikula, sampai kematian janin. Isufisiensi plasenta yang berakibat
pertumbuhan janin terlambat, oligohidramnion terjadi kompresi tali
pusat, keluar mekonium yang kental, perubahan abnormal jantung
janin, hipoksia janin, keluarnya mekonium yang berakibat hipoplasia
adrenal dan anensefalus.
b. Bagi ibu
Morbiditas atau mortalitas ibu dapat meningkat sebagai akibat
dari makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang
menyebabkan terjadi distosia persalinan, incoordinate uterine action,
partus lama, meningkatkan tindakan obstetrik dan persalinan
traumatis/perdarahan postpartum akibat bayi besar.
Aspek emosi, ibu dan keluarga menjadi cemas bila manan
kehamilan terus berlangsung melewati taksiran persalinan. Komentar
tetangga atau teman seperti ”belum lahir juga?” akan menambah
7. Komplikasi
a. Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada kehamilan
kehamilan lewat waktu yaitu:
1) Komplikasi pada Ibu
Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan partus
lama, inersia uteri, atonia uteri dan perdarahan postpartum.
2) Komplikasi pada Janin
Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat badan janin
bertambah besar, tetap atau berkurang, serta dapat terjadi kematian
janin dalam kandungan.
b. Menurut Prawirohardjo (2006), komplikasi yang terjadi pada
kehamilan kehamilan lewat waktu yaitu komplikasi pada Janin.
Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti gawat janin, gerakan janin
berkurang, kematian janin, asfiksia neonaturum dan kelainan letak.
c. Menurut Achdiat (2004), komplikasi yang terjadi pada kehamilan
kehamilan lewat waktu yaitu komplikasi pada janin. Komplikasi yang
terjadi seperti : kelainan kongenital, sindroma aspirasi mekonium,
gawat janin dalam persalinan, bayi besar (makrosomia) atau
pertumbuhan janin terlambat, kelainan jangka panjang pada bayi.
Menurut Mochtar (1998), setelah usia kehamilan lebih dari 40 – 42
minggu adalah monitoring janin sebaik – baiknya. Apabila tidak ada tanda
– tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu dengan
pengawasan ketat. Apabila ada insufisiensi plasenta dengan keadaan
serviks belum matang, pembukaan belum lengkap, persalinan lama, ada
tanda-tanda gawat janin, kematian janin dalam kandungan, pre-eklamsi,
hipertensi menahun dan pada primi tua makan dapat dilakukan operasi
seksio sesarea. Keadaan yang mendukung bahwa janin masih dalam
keadaan baik, memungkinkan untuk menunda 1 minggu dengan menilai
gerakan janin.
Persalinan anjuran atau induksi persalinan dapat dilakukan dengan metode
:
a. Persalinan anjuran dengan infus pituitrin (sintosinon).
Persalinan anjuran dengan infus oksitosin, pituitrin, sintosinon 5
unit dalam 500 cc glukosa 5%, banyak digunakan. Teknik induksi
dengan infus glukosa lebih sederhanan dan mulai dengan 8 tetes
dengan maksimal 40 tetes/menit. Kenaikan tetesan 4 hingga 8 tetes
setiap 5 menit sampai kontraksi optimal. bila dengan 30 tetes kontraksi
maksimal telah tercapai, maka tetesan tersebut dipertahankan sampai
terjadi persalinan. Apabila terjadi kegagalan, ulangi persalinan anjuran
dengan selang waktu sampai 48 jam.
Memecahkan ketuban merupakan salah satu metode untuk
mempercepat persalinan. setelah ketuban pecah, ditunggu sekitar 4
sampai 6 jam dengan harapan kontraksi otot rahim akan berlangsung.
Apabila belum berlangsung kontraksi otot rahim dapat diikuti induksi
persalinan dengan infus glukosa yang mengandung 5 unit oksitosin.
c. Persalinan anjuran yang menggunakan protaglandin
Prostaglandin berfungsi untuk merangsang kontraksi otot rahim.
pemakaian prostaglandin sebagai induksi persalinan dapat dalam
bentuk infus intravena dan pervaginam (prostaglandin vagina
suppositoria).
Menurut Achadiat (2004), tata laksana kehamilan post term tanpa
patologi lain, yaitu :
1) Pasien dirawat
2) Pemeriksaan laboratorium Non Stres Test (NST) dan USG
3) NST reaktif periksa keadaan servik
4) Servik matang (BS) lebih dari 9 dapat langsung diinduksi
5) Jika servik belum matang, perlu dimatangkan dulu
6) Bila terdapat patologi lain (misalnya preeklamsi berat, bekas SC,
dsb) maka dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan dengan
SC.
7) Jika induksi gagal/terjadi gawat janin dilakukan SC
Persalinan anjuran bertujuan untuk dapat merangsang otot rahim
menetapkan beberapa penilaian agar persalinan induksi dapat berhasil.
Dengan menggunakan kriteria Bishop score sudah dapat diperkirakan
keberhasilan persalinan ajuran. Pada nilai total Bishop score rendah,
sebaiknya langsung dilakukan seksio sesarea, karena induksi persalinan
tidak akan berhasil. Induksi persalinan yang dipaksakan akan menambah
keadaan gawat janin dalam rahim. Dengan demikian pertimbangan untuk
melakukan persalinan anjuran di Polindes perlu dilakukan dengan baik
(Manuaba, 1998).
Kriteria Bishop
Keadaan fisik Nilai Total nilai
Pembukaan serviks 0 cm Kedudukan bagian terendah -1 -0
2
Pembukaan di atas 5cm
Perlunakan 80% 3
Untuk lebih jelas tata laksana kehamilan lewat waktu dapat dilihat dari
bagan berikut ini :
Tata laksana kehamilan lewat waktu menurut Chandranita dkk (2009).
kehamilan lewat waktu
Pemeriksaan Umum : Laboratorium lengkap Fungsi ginjal dan hati Sistem hemolitik Identifikasi janin :
NST – CST
USG
Amnioskopi
Evaluasi 1-2 minggu
Kehamilan Resiko Tinggi Skor Bishop
B. Tinjauan Asuhan Kebidanan
1. Konsep Asuhan Kebidanan (7 langkah varney)
Penerapan Manajemen Kebidanan menurut varney (1997),
meliputi pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial dan tindakan
segera untuk mencegahnya, penyusunan rencana tindakan, pelaksanaan
dan evaluasi.
a. Pengkajian
Merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi dengan
menggunakan metode wawancara dan pemeriksaan fisik.
1) Data Subjektif
a) Identitas pasien
Pematangan Serviks Kateter Foley 24 jam
Berisi tentang biodata pasien dan penanggung jawab
yaitu menurut nama, umur, suku bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat.
b) Identitas pasien
Nama : Untuk kebenaran dalam memberikan asuhan pada
pasien dan membedakan dengan pasien lain.
Umur : Untuk mengetahui usia reproduksi (20-35 tahun),
karena pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih
dari 35 tahun temasuk resiko tinggi dalam
kehamilan, pesalinan dan nifas (Saefuddin, 2002).
Agama : Untuk mengetahui perilaku seseorang tentang
kesehatan dan penyakit yang berhubungan dengan
agama, kebiasaan dan kepercayaan dapat
menunjang, namun tidak jarang dapat
menghambat perilaku hidup sehat.
Pendidikan: Pendidikan berpengaruh pada tingkat penerimaan
pasien terhadap konseling yang diberikan, serta
tingkat kemampuan pengetahuan ibu terhadap
kehamilan.
Pekerjaan : Pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui apa
pekerjaannya mempengaruhi kehamilan lewat
Alamat : Untuk mengetahui alamat yang lebih jelas dalam
melakukan kunjungan rumah.
c) Identitas penanggung jawab
Nama : Untuk mengetahui nama suami, harus dituliskan
dengan jelas agar tidak keliru dengan orang lain
mengingat banyak sekali nama yang sama.
Umur : Untuk mengetahui usia reproduksi (20-35 tahun)
pada suami.
Agama : Untuk mengetahui perilaku seseorang tentang
kesehatan dan penyakit yang berhubungan dengan
agama, kebiasaan dan kepercayaan dapat
menunjang namun tidak jarang dapat menghambat
perilaku hidup sehat.
Pendidikan: Untuk mengetahui berapa jauh pengetahuan suami
terhadap kehamilan istrinya.
Alamat : Untuk mengetahui alamat yang lebih jelas dalam
melakukan kunjungan rumah (Ibrahim, 1998).
d) Alasan datang
Untuk mngetahui alasan ibu saat datang ke rumah sakit
e) Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan oleh ibu. Keluhan yang berkaitan
dengan Kehamilan lewat waktu, yaitu merasa hamil lebih dari 9
f) Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu :
Riwayat kesehatan yang lalu ditujukan pada
pengkajian penyakit yang diderita pasien yang dapat
menyebabkan terjadinya Kehamilan lewat waktu, misalnya
DM (diabetes mellitus), maka jika ibu menderita penyakit
tersebut akan diperberat dengan adanya kehamilan, dan dapat
beresiko pada kelahirannya.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat kesehatan yang sekarang dikaji untuk
mengetahui adakah penyakit yang diderita pasien seperti,
penyakit DM.
3) Riwayat kesehatan keluarga :
Riwayat kesehatan keluarga dikaji apakah ada riwayat
dari keluarga yang pernah menderita kehamilan lewat waktu,
karena dapat terjadi pula pada pasien (Saefuddin, 2002).
g) Riwayat Obstetri
1) Riwayat Haid :
Riwayat haid dikaji untuk mengetaui usia
kandungan apakah sudah aterm atau posterm, melalui
HPHT (hari pertama haid terakhir) karena bila dijumpai ibu
kehamilan lewat waktu kebanyakan lupa akan hari pertama
haid terakhir.
2) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu
(a) Kehamilan ke berapa?
Untuk mengetahui kehamilan ke berapa?
(b)Usia kehamilan
Pada kehamilan lewat waktu usia kehamilan
sangat penting, dan biasanya usia kehamilan lebih dari
9 bulan 10 hari (Prawirohardjo, 2006).
(c) Jenis persalinan
Pada jenis persalinan yang lalu dilakukan
dengan cara induksi persalinan, karena dapat terjadi
pada persalinan sekarang (Manuaba, 1998).
(d)Penolong persalinan
Pada kasus kehamilan lewat waktu bila
penolong persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
maka tidak akan terjadi komplikasi pada bayi dan
apabila pertolongannya ditolong oleh dukun maka akan
terjadi komplikasi pada bayi seperti hipotermi,
penyakit infeksi, hipoglikemi, asfiksia.
(e) Penyulit persalinan
Pada kasus Kehamilan lewat waktu ditemukan
lama, distosia bahu, inersia uteri dan perdarahan post
partum (Mochtar, 1998).
(f) Bayi baru lahir / panjang badan
Pada kasus kehamilan lewat waktu bayi baru
lahir / panjang badan untuk mengetahui apakah berat
badan bayi dan panjang bayi yang dahulu sesuai dengan
standar.
(g) Jenis kelamin
Untuk mengetahui jenis kelamin persalinan
yang lalu.
(h) Nifas
Apakah nifas mengalami keadaan yang tidak
normal seperti perdahan yang banyak yaitu ganti
pembalut 1 kali dalam 2 jam dan pembalut terisi penuh
serta lochea yang berbau menyengat.
3) Riwayat kehamilan sekarang
(a) Antenatal Care
Apakah antenatal care dilakukan rutin setiap
bulan atau minimal lebih dari 4 kali selama kehamilan,
untuk mengetahui apakah ibu dan janin sehat.
Untuk melindungi janin yang akan dilahirkan
terhadap tetanus noenatorum, dewasa ini dianjurkan
untuk diberikan tetanus toxoid.
(c) Keluhan selama hamil
Untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit
pada ibu misalnya penyakit kelainan kontraksi uterus.
(d)Gerakan janin
Untuk mengetahui frekuensi janin bergerak
dalam 24 jam sebanyak 20 – 24 kali, sebagai penilaian
janin masih dalam keadaan baik.
(e) Terapi/obat
Untuk mengetahui macam-macam terapi yang
diberikan bidan pada ibu serta jumlah dan
pemberiannya.
(f) Nasehat
Untuk mengetahui nasehat-nasehat yang
diberikan bidan kepada ibu sebagai pedoman ibu dalam
kehamilan maupun persalinan.
h) Riwayat perkawinan :
Apakah jarak antara kehamilan yang lalu dengan
i) Riwayat keluarga berencana :
Untuk mengetahui riwayat kontrasepsi yang pernah
digunakan oleh ibu, lamanya penggunaan, keluhan saat
penggunaan serta rencana kontrasepsi yang akan digunakan ibu
setelah persalinan.
j) Pola kebutuhan sehari-hari
1) Pola nutrisi
Menggambarkan tentang kebutuhan nutrisi ibu selama
hamil, apakah sudah tercukupi sesuai dengan gizi seimbang
untuk ibu hamil.
2) Pola eliminasi
Menggambarkan pola fungsi ekskresi. Kebiasaan
buang air besar (terakhir buang air besar, warna, konsistensi,
keluhan) dan kebiasaan buang air kecil (terakhir buang air
kecil, warna, konsistensi dan keluhan). Karena bila saat
buang air besar atau buang air kecil ada keluhan, akan
menimbulkan berkurangnya konraksi.
3) Pola aktivitas
Untuk mengetahui apakah pekerjaan ibu sehari-hari
terlalu berat, sehingga dapat mempengaruhi persalinan lewat
bulan.
Menggambarkan tentang pola istirahat ibu, yaitu
berapa jam ibu tidur siang dan berapa jam ibu tidur malam,
karena berpengaruh terhadap kesehatan fisik ibu.
5) Pola personal hygiene
Menggambarkan pola hygiene pasien, misalnya
berapa kali ganti pakaian dalam, mandi, gosok gigi dalam
sehari dan keramas dalam satu minggu. Pola ini perlu dikaji
untuk mengetahui apakah pasien menjaga kebersihan dirinya.
6) Pola seksual
Untuk mengetahui kapan ibu terakhir melakukan
hubungan seksual dengan suami karena prostaglandin yang
terkandung dalam sperma dapat merangsang terjadinya
kontraksi.
7) Psikososial, kultural dan spiritual
(a) Psikososial
Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui sejauh mana
respon dan dukungan yang diberikan suami dan keluarga
kepada ibu dalam menghadapi masalah yang terjadi
dalam proses persalinan.
(b) Kultural
Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui pantangan
maupun janin yang dikandungnya, serta pengambilan
keputusan saat proses persalinan.
(c) Spiritual
Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui ketaatan ibu
dalam menjalankan ibadahnya maupun aktifitas
keagamaan.
2) Data Objektif
a) Keadaan umum :
Untuk menilai status keadaan ibu.
b) Tingkat kesadaran :
Untuk menilai status kesadaran ibu, ini dilakukan
dengan menilai composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma,
delirium.
c) Tanda vital
(1) Tekanan darah : Untuk mengetahui tekanan darah pada ibu.
(2) Nadi : Untuk mengetahui denyut nadi pada ibu.
(3) Pernafasan : Untuk mengetahui pernafasan pada ibu.
(4) Suhu : Untuk mengetahui perubahan suhu pada
ibu.
d) Berat badan sekarang dan sebelum hamil :
Untuk mengetahui tingkat kenormalan penambahan
berat badan ibu selama kehamilan.
Untuk mengetahui tingkat kenormalan tinggi badan ibu,
dimana tinggi badan normal adalah lebih dari 150 cm. Apabila
kurang dari 150 cm, maka ibu akan mengalami panggul sempit
yaitu dengan ukuran lingkar panggul luar kurang dari 80cm.
Kondisi seperti itu akan berakibat pada proses persalinan
dimana bayi tidak dapat lahir dengan spontan.
f) Status present
(1) Bentuk kepala : untuk mengetahui bentuk kepala dan
benjolan dikepala.
(2) Rambut : untuk mengetahui apakah rambut ibu
rontok atau tidak.
(3) Muka : Oedema atau tidak.
(4) Mata : untuk mengetahui keadaan mata
dengan menilai sclera dan
konjungtiva.
(5) Mulut : untuk mengetahui apakah terdapat
stomatitis atau tidak.
(6) Telinga : untuk mengetahui apakah simetris
dan terdapat serumen atau tidak.
(7) Hidung : untuk mengetahui apakah terdapat
(8) Leher : untuk mengetahui apakah terdapat
kelainan seperti terdapat pembesaran
kelenjar tyroid dan limfe.
(9) Dada : untuk menilai adanya gangguan pada
pernapasan.
(10) Abdomen : untuk mengetahui bentuk abdomen,
luka bekas operasi, pembesaran
kelenjar limfe/hati dan nyeri tekan.
(11) Genetalia : untuk mengetahui terdapat oedem,
varices, lecet, memar atau tidak.
(12) Ekstremitas : untuk mengetahui apakah terdapat
oedem, varices atau tidak.
g) Status Obstetrikus
Inspeksi :
(1) Dada : untuk mengetahui pembesaran mamae,
hiperpigmentasi pada areola, putting susu menonjol,
kelenjar montgomeri, dan keadaan kolostrum.
(2) Abdomen : untuk mengetahui linea nigra, striae
gravidarum, palpasi dengan leopod untuk menentukan
posisi janin, TFU sesuai umur kehamilan, taksiran berat
(3) Genitalia : untuk memeriksa keadaan vulva dengan
menilai apakah terjadi oedem, varices, memar, lecet atau
tidak.
(4) Pemeriksaan dalam : untuk menilai pembukaan servik,
keadaan kulit ketuban, bagian terendah janin dan untuk
menentukan ukuran panggul dalam.
h) Pemeriksaan penunjang : untuk memastikan diagnosa
kebidanan.
b. Interpretasi data
1) Diagnosa
Menurut Sujiyatini dkk (2009), menjelaskan bahwa
diagnosa kebidanan dibuat berdasarkan analisa data yang telah
dikumpulkan dan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi
oleh pasien.
2) Masalah
Masalah: Cemas, Kurang pengetahuan dan informasi
tentang kehamilan lewat waktu, menurut oleh sujiyatini dkk
(2009).
Menurut Saifuddin (2001), persalinan lama fase laten lebih dari 8
jam, faktor penyebabnya adalah his tidak efisien atau tidak adekuat dan
pembukaan serviks tidak melewati 4 cm sesudah 8 jam. Potensial
terjadi partus lama, potensial terjadi perdarahan post partum, potensial
terjadi inersia uteri, potensial terjadi makrosomia
d. Tindakan segera
Menurut Saifuddin (2002), bahwa penanganan persalinan
kehamilan lewat waktu adalah induksi persalinan dan penanganan
segera dilakukan di lapangan untuk mengantisipasi terjadinya
persalinan kehamilan lewat waktu dengan penyerta.
e. Perencanaan
Rencana tindakan yang dapat dilakukan dalam penanganan
kehamilan lewat waktu adalah secara kolaborasi. Menurut Sujiyatini
(2009), berpendapat bahwa rencana tindakan secara kolaborasi
dilakukan dengan dokter dalam pemberian terapi kehamilan lewat
waktu, seperti induksi persalinan.
f. Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan asuhan kebidanan bidan dapat berkolaborasi
dengan dokter spesialis kandungan untuk pemberian terapi dan
penanganan kehamilan lewat waktu dengan cara induksi persalinan
(Sujiyatini, 2009).
Merupakan bagian dari proses asuhan kebidanan untuk melakukan
penelitian apakah asuhan kebidanan telah berhasil secara keseluruhan
atau belum sama sekali (Sujiatini, 2009).
2. Metode Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
Metode yang digunakan adalah 4 langkah yang dinamakan SOAP.
SOAP adalah catatan yang bersifat sederha, jelas, logis, dan tertulis.
Metode SOAP merupakan penyaringan intisari dari Proses
Penatalaksanaan Kebidanan untuk tujuan penyediaan dan
pendokumentasian asuhan.
Pendokumentasian SOAP merupakan kemajuan informasi yang
sistematis yang mengorganisir penemuan dan kesimpulan bidan menjadi
suatu rencana asuhan. SOAP terdiri dari :
a) S : Subyektif
Keterangan yang berasal dari pasien untuk mendapatkan diagnosa
kebidanan.
b) O : Obyektif
Hasil pemerikasaan yang dilakukan oleh bidan.
c) A : Assesment
Kesimpulan dari data – data subyektif dan obyektif.
d) P : Planing
Apa yang dilakukan berdasarkan hasil pengevaluasian dari data
C. Aspek Hukum
Kewenangan bidan dalam memberikan asuhan kebidanan ibu bersalin
dengan kehamilan lewat waktu, dalam memberikan asuhan kebidanan pada
Kepmenkes No.900/Menkes/SK/VII/2002.
Pasal 14 : bidan dalam menjalankan prakteknya berwenang untuk
memberikan pelayanan yang meliputi : (a) pelayanan kebidanan.
Pasal 15 : (1) Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14
huruf a (pelayanan kebidanan) ditujukan pada ibu dan anak
(2) Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pra nikah, pra
hamil, masa hamil, masa bersalin , masa nifas, menyusui dan
masa antara (periode interval).
Pasal 16 : (1) Pelayanan kebidanan kepada meliputi :
a. Pertolongan persalinan abnormal yang mencakup letak
sungsang, partus macet kepala di dasar panggul, ketuban
pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post partum,
laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post
term dan preterm.
Pasal 18 : Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 16, berwenang untuk :
a. Pemberian infuse.
b. Resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia.
Kompetensi bidan
Kompetensi ke empat : bidan memberikan asuhan yang bermutu
tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin
suatu persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan
tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
a. Pengetahuan dasar
1) Fisiologi persalinan.
2) Aspek psikologi dan kultural pada persalinan dan kelahiran.
3) Indikator tanda-tanda mulai persalinan.
4) Penilaian kesejahteraan ibu dalam masa persalinan.
5) Proses penurunan janin melalui pelvic selama persalinan dan kelahiran.
6) Pemberian kenyamanan dalam persalinan, seperti kehadiran keluarga/
pendamping, pengaturan posisi, hidrasi, dukungan moril, pengurangan
nyeri tanpa obat.
7) Indikator komplikasi persalinan : perdarahan, partus macet, kelainan
presentasi, eklampsi, kelelahan ibu, gawat janin, infeksi, ketuban pecah
dini tanpa infeksi, distosia inersia uteri primer, post term, dan pre term
serta tali pusat menumbung.
b. Pengetahuan tambahan
1) Penatalaksanaan persalinan dan malpresentasi.
2) Pemberian suntikan anestesi lokal.
3) Akselerasi dan induksi persalinan.
1) Pengumpulan data yang berfokus pada riwayat kebidanan dan
tanda-tanda vital ibu pada persalinan sekarang.
2) Pelaksanaan pemeriksaan yang berfokus.
3) Pencatatan waktu dan pengkajian kontraksi uterus (lama, kekuatan dan
frekuensi).
4) Melakukan pemeriksaan panggul (pemeriksaan dalam) secara lengkap
dan akurat meliputi pembukaan, penurunan, bagian terendah,
presentasi, posisi keadaan ketuban dan proporsi panggul dengan bayi.
5) Melakukan pemantauan kemajuan pesalinan dengan menggunakan
partograf.
6) Memberikan dukungan psikologis pada ibu dan keluarganya.
7) Memberikan cairan, nutrisi dan kenyamanan yang adekuat selama
persalinan.
8) Mengidentifikasi secara dini kemungkinan pola persalinan abnormal
dan kegawatdaruratan dengan intervensi yang sesuai dan atau
melakukan rujukan dengan tepat waktu.
9) Melakukan episiotomi dan penjahitan, jika diperlukan.
10)Memberikan pertolongan persalinan abnormal : letak sungsang, partus
macet kepala didasar panggul, ketuban pecah dini tanpa infeksi, post
term dan pre term.
11)Mendokumentasikan temuan-temuan yang penting dan intervensi yang
dilakukan.
1) Memberikan suntikan anestesi lokal, jika diperlukan.
2) Membuat resep dan atau memberikan obat-obatan untuk mengurangi
nyeri jika diperlukan sesuai kewenangan.
3) Memberikan oksitosin dengan tepat untuk induksi dan akselerasi